BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Minyak Atsiri Surian (Toona Sinensis Roemor)
Minyak atsiri Surian ini didapatkan dengan cara penyulingan menggunakan metode air dan uap atau biasanya disebut metode kukus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen minyak atsiri pohon Surian yang dapat menghasilkan rendemen rata-rata sekitar 0,107-0,628 %. Berikut adalah tabel hasil penelitian rendeman dan wujud fisik minyak atsiri pohon Surian.
Tabel 1 Rendemen dan wujud fisik minyak atsiri pohon Surian
Bagian Rendemen Rata-rata (%) Wujud fisik minyak
Daun 0,107 hijau kehitaman, beraroma menyengat Teras 0,628 coklat kehijauan, beraroma menyengat Gubal 0,243 coklat kehijauan, beraroma menyengat
Tabel 1 menunjukkan nilai rendemen dan wujud fisik minyak atsiri pohon Surian yang didapatkan menggunakan proses penyulingan. Nilai rendemen minyak atsiri yang paling tinggi adalah minyak atsiri Surian bagian teras sebesar 0,628%, kemudian gubal sebesar 0,243% dan rendemen yang paling rendah yang berasal dari bagian daun yaitu sebesar 0,107%. Nilai rendemen minyak atsiri bagian daun yang didapatkan merupakan nilai rendemen yang terendah dikarenakan posisi minyak atsiri di dalam daun. Sirait (2007) menyatakan, minyak atsiri terdapat pada sel kelenjar khusus pada permukaan daun yang berasosiasi dengan kloroplas. Selain itu, bagian daun berukuran tipis sehingga minyak atsiri yang bersifat volatil mudah menguap sebelum disuling. Hal ini sesuai dengan pendapat Guenther (1988) yang menyatakan dinding sel dari tanaman yang berukuran sangat tipis bersifat permeabel sehingga eksraksi minyak terjadi secara cepat.
Hasil penyulingan pohon Surian bagian daun, kayu teras dan kayu gubal menunjukkan wujud fisik yang berbeda. Minyak atsiri bagian daun berwarna hijau kehitaman, pada bagian teras berwarna coklat dan untuk minyak atsiri bagian gubal berwarna coklat kehijauan (Tabel 1 dan Gambar 3). Ketiga minyak atsiri memiliki aroma menyengat, hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh
Satoni et al. (2009) dan Darmawan (2011) yang menyatakan bahwa minyak atsiri Surian memiliki bau yang menyengat.
Gambar 3 Minyak atsiri bagian daun (A), bagian teras (B), dan bagian gubal (C).
4.2 Uji Aktivitas Larvasida
Pengujian minyak atsiri Surian (T. sinensis) terhadap larva instar IV nyamuk A. aegypti diujikan menggunakan konsentrasi 250, 500, 1000 dan 2000 µg/mL dengan tiga kali ulangan tiap bagiannya dengan pengamatan selama 48 jam. Pengujian menggunakan Abate(R) dengan bahan aktif temephos sebagai pembanding pengujian minyak atsiri.
Hewan uji yang digunakan adalah larva instar IV nyamuk A. aegypti dikarenakan larva instar IV merupakan fase larva yang paling dewasa sebelum menjadi pupa dan memiliki daya tahan yang paling kuat, hal ini sesuai yang dijelaskan oleh Nugraha (2011) yang menyatakan bahwa pemilihan larva instar IV sebagai hewan uji merupakan fase dengan daya tahan yang paling tinggi dan mempunyai ukuran yang lebih besar sehingga mudah dalam melakukan perhitungan dalam pengujian.
Gambar 4 Hubungan konsentrasi minyak Surian (T.sinensis) dan Abate(R) terhadap mortalitas larva A. aegypti.
0 20 40 60 80 100 120 250 500 1000 2000 Mor tal it as ( % ) Konsentrasi µg/mL Daun Teras Gubal Abate A B C
Gambar 4 menunjukkan hubungan konsentrasi minyak Surian dan Abate(R) terhadap mortalitas larva A. aegypti. Pengujian menggunakan konsentrasi yang berbeda bertujuan untuk mengetahui respon larva terhadap larutan uji yang dibuat. Minyak Surian pada bagian daun dengan konsentrasi 250, 500 dan 1000 µg/mL dengan pengujian selama 48 jam dapat menyebabkan kematian tetapi belum 100%, kematian 100% dengan lama pengujian selama 48 jam terjadi pada minyak Surian bagian daun dengan konsentrasi 2000 µg/mL. Begitu juga untuk minyak Surian bagian teras, pengujian menggunakan konsentrasi 250, 500, dan 1000 µg/mL dengan pengujian selama 48 jam menyebabkan kematian tetapi belum 100%, dan minyak atsiri Surian bagian teras pada konsentrasi 2000 µg/mL pengujian selama 48 jam telah mengakibatkan kematian sebesar 100%. Minyak Surian bagian gubal, pengujian dengan konsentrasi 250 µg/mL dan 500 µg/mL telah menyebabkan kematian tetapi belum 100 %, sedangkan untuk konsentrasi 1000 µg/mL dan 2000 µg/mL menyebabkan kematian sebesar 100% selama 48 jam.
Pengujian juga dilakukan menggunakan insektisida komersial Abate(R) dengan membuat larutan Abate(R) pada konsentrasi yang sama dengan minyak Surian yaitu 250, 500, 1000, dan 2000 µg/mL selama 48 jam menyebabkan kematian larva A. aegypti sebesar 100% (Gambar 4).
Gambar 5 Grafik hubungan waktu pengamatan terhadap mortalitas larva. 0 20 40 60 80 100 120 10 20 30 40 50 60 120 240 480 600 720 14402880 M or tal it as ( % )
Waktu Pengamatan (menit)
Daun Teras Gubal Abate
Gambar 5 menunjukkan grafik hubungan waktu pengamatan terhadap mortalitas larva. Uji aktivitas larvasida terhadap larva instar IV A. aegypti menggunakan minyak atsiri Surian bereaksi cukup cepat. Dapat dilihat bahwa pada menit ke 20 dengan konsentrasi 2000 µg/mL minyak atsiri Surian dari ketiga bagian telah menyebabkan kematian beberapa larva A. aegypti. Sementara itu, untuk larutan insektisida Abate(R) dapat menyebabkan kematian pada menit ke 120 atau 2 jam setelah larva direaksikan dengan larutan Abate(R). Hal ini dikarenakan minyak atsiri merupakan minyak dengan ekstrak kasar yang dapat langsung beraksi dengan larva nyamuk. Sedangkan Abate(R) merupakan insektisida berupa formulasi sehingga perlu waktu yang cukup lama agar formulasi tersebut terlarut dan bereaksi terhadap larva A. aegypti.
Berikut adalah tabel uji larvasida A. aegypti yang diuji menggunakan minyak atsisi pohon Surian yang dianalisis menggunakan model statistika analisis probit.
Tabel 2 Uji larvasida A. aegypti menggunakan minyak atsiri pohon Surian
Bagian Mortalitas (%) / µg/mL LC50 250 500 1000 2000 Daun 83,887 88,89 97,777 100 50,059 Teras 36,11 88,89 99,443 100 296,495 Gubal 72,223 96,663 100 100 154,804
Berdasarkan analisis probit dengan menggunakan software Minitab 16 for Windows (Lampiran 6, 7 dan 8) diperoleh nilai LC50 untuk masing-masing minyak atsiri Surian seperti yang terdapat pada Tabel 2. Berdasarkan analisis probit tersebut diperoleh nilai LC50 sebesar 50,059 µg/mL untuk minyak atsiri bagian daun. Minyak atsiri Surian bagian gubal diperoleh nilai LC50 sebesar 154,804 µg/mL sedangkan untuk minyak atsiri bagian teras diperoleh nilai LC50 sebesar 296,495 µg/mL. Berdasarkan nilai LC50 dan yang didapatkan, minyak atsiri Surian dari beberapa bagian bersifat toksik terhadap larva instar IV nyamuk A. aegypti karena menyebabkan kematian sebesar 50% dari total populasi yang diujikan.
Nilai LC50 yang diperoleh masih sangat tinggi meskipun nilai tersebut masih dibawah 1000 µg/mL dan berpotensi sebagai bioaktif. Menurut Geris et al. (2008) dalam Andriani (2008) menyatakan bahwa standar nilai larvasida nabati (senyawa murni) yaitu berkisar 0,1-49 µg/mL. Nilai LC50 yang didapatkan masih
sangat jauh dari standar larvasida nabati tersebut, hal ini dapat dikarenakan minyak astiri Surian masih merupakan minyak dengan ekstrak yang sangat kasar dan belum ada pemurnian senyawa.
Uji aktivitas larvasida menggunakan minyak atsiri ini menunjukan kesebandingan antara konsentrasi dan persentasi kematian, yaitu semakin besar konsentrasi yang digunakan maka semakin besar presentasi kematian larvasida yang diakibatkan ini berarti aktivitas membunuh makin tinggi sehingga terjadi korelasi positif antar keduanya. Nilai LC50 minyak atsiri Surian bagian daun lebih rendah dari pada minyak atsiri bagian teras dan gubal, hal ini berarti minyak atsiri Surian bagian daun memiliki daya bunuh yang lebih tinggi dibandingkan 2 minyak yang lainnya. Hal ini terjadi karena setiap individu memiliki respon yang berbeda pada zat yang berada dilingkungannya (Loomis 1978 dalam Fadli 2006).
Tingginya daya racun yang disebabkan oleh minyak atsiri yang berasal dari daun tidak terlepas dari kandungan kimia yang terdapat pada minyak atsiri tersebut. Berdasarkan penelitian Mu et al. (2007) yang mengidentifikasi senyawa kimia yang terkandung pada minyak atsiri Surian yang berasal dari daun dan ditemukan adanya senyawa kimia trans-kariofilena dengan konsentrasi relatif 21,422% senyawa ini diduga yang menyebabkan tingginya aktivitas larvasida. Sutthanont et al. (2010), melakukan pengujian minyak atsiri dari Syzygium aromaticum yang mengandung trans-karofilena ternyata berpotensi sebagai larvasida A.aegypti.
Sari et al. (2012) melakukan pengujian senyawa kimia yang berasal dari minyak atsiri kayu Surian menggunakan metode gas chromatography-mass spectrometry (GCMS) menemukan adanya senyawa kimia yang sama seperti pada minyak atsiri yang berasal dari daun yaitu trans-kariofilena.
Pada minyak atsiri Surian yang berasal dari kayu gubal, konsentrasi relatif dari senyawa ini sebesar 11,42% sedangkan pada minyak atsiri yang berasal dari kayu teras sebesar 1,96%. Nilai konsentrasi relatif senyawa trans-kariofilena yang berasal dari minyak atsiri Surian bagian daun jauh lebih tinggi dibandingkan bagian gubal dan teras. Hal ini dapat diduga menjadi penyebab tingginya aktifitas larvasida minyak atsiri Surian bagian daun dibandingkan bagian gubal dan teras.