• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBANGUNAN EMBUNG.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBANGUNAN EMBUNG.pdf"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MY SUMMARY

THURSDAY, JANUARY 24, 2013

PEMBANGUNAN EMBUNG

Gambar 3. Dinding Embung Yang Tidak Diperkokoh (Tanah Asli)

Dampak  kekeringan  dan  banjir  kini  dirasakan  semakin  besar  dan  resiko  pertanian  semakin  meningkat  dan  sulit diprediksi. Sementara itu, tekanan penduduk yang luar biasa menyebabkan kerusakan  hutan  dan  daur  hidrologi  tidak terelakkan lagi. Indikatornya, debit sungai merosot tajam di musim kemarau, sementara di musim penghujan  debit  air meningkat tajam. Rendahnya daya serap dan kapasitas simpan air di DAS ini menyebabkan pasokan air untuk pertanian semakin tidak menentu. Kondisi ini diperburuk dengan terjadinya kekeringan agronomis akibat pemilihan komoditas yang tidak sesuai dengan kemampuan pasokan airnya. Gadu nekad adalah teladannya.

Untuk  mengatasi  kekeringan,  maka  salah  satu  strategi  yang  paling  murah,  cepat  dan  efektif  serta  hasilnya  langsung terlihat  adalah  dengan  memanen  aliran  permukaan  dan  air  hujan  di  musim  penghujan  melalui  water  harvesting. Teknologi ini sudah berkembang sangat pesat dan luas tidak saja di negara maju seperti Eropa, Amerika dan Australia, melainkan juga di negara seperti China yang padat penduduk dan luas pemilikan lahannya sangat terbatas. Upaya water harvesting yang dibarengi dengan memperbesar daya simpan air tanah di sungai, waduk dan danau yang akan dapat menjaga  pasokan  sumber­sumber  air  untuk  keperluan  pertanian,  domestik,  municipal  dan  industri.  Salah  satu  upaya yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan limpahan air hujan adalah dengan membangun embung ( onfarm reservoir). Buku Pedoman Teknis Konservasi Air Melalui Pengembangan Embung ini disusun untuk memberikan informasi praktis bagi  para  petugas  terkait  dalam  melakukan  upaya  melestarikan  keberadaaan  air.  Pedoman  ini  supaya  ditindaklanjuti dengan penyusunan juklak di propinsi dan juknis di kabupaten agar petugas dapat memahami dan melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan sebaik­baiknya sehingga tujuan dan sasaran kegiatan ini dapat terwujud sesuai harapan yang ingin dicapai. Semoga buku ini dapat bermanfaat dan membuka wawasan lebih luas bagi petugas dalam menerapkan kaidah­kaidah konservasi air. Jakarta, Januari 2007 Direktur, Dr. Ir. S. Gatot Irianto  NIP. 080.085.357

Air merupakan sumber daya dan faktor determinan  yang  menentukan  kinerja  sektor  pertanian,  karena  tidak  ada  satu pun tanaman pertanian dan ternak yang tidak memerlukan air. Meskipun perannya sangat strategis, namun pengelolaan air  masih  jauh  dari  yang  diharapkan,  sehingga  air  yang  semestinya  merupakan  sehabat  petani  berubah  menjadi penyebab  bencana  bagi  petani.  Indikatornya,  di  musim  kemarau,  ladang  dan  sawah  sering  kali  kekeringan  dan sebaliknya di musim penghujan, ladang dan sawah banyak yang terendam air.

Secara kuantitas, permasalahan air bagi pertanian terutama di lahan kering adalah persoalan ketidaksesuaian distribusi air  antara  kebutuhan  dan  pasokan  menurut  waktu  (  temporal)  dan  tempat  (  spatial).  Persoalan  menjadi  semakin kompleks, rumit dan sulit diprediksi karena pasokan air tergantung dari sebaran curah hujan di sepanjang tahun, yang sebarannya tidak merata walau di musim hujan sekalipun. Oleh karena itu, diperlukan teknologi tepat guna, murah dan aplicable  untuk  mengatur  ketersediaan  air  agar  dapat  memenuhi  kebutuhan  air  (  water  demand)  yang  semakin  sulit

Pedoman Teknis Konservasi Air Melalui

Pembangunan Embung

KATA PENGANTAR

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Select Language Powered by  Translate TRANSLATE ►  2014 (3) ▼  2013 (4) ►  October (2) ▼  January (2) DOWNLOAD TEKNIK SIPIL V PEMBANGUNAN EMBUNG ►  2012 (30) LIBRARY

(2)

dilakukan dengan cara­cara alamiah ( natural manner). Teknologi embung atau tandon air merupakan salah satu pilihan yang menjanjikan karena teknologinya sederhana, biayanya relatif murah dan dapat dijangkau kemampuan petani. Embung atau tandon air merupakan waduk berukuran mikro di lahan pertanian ( small farm reservoir) yang dibangun untuk  menampung  kelebihan  air  hujan  di  musim  hujan.  Air  yang  ditampung  tersebut  selanjutnya  digunakan  sebagai sumber  irigasi  suplementer  untuk  budidaya  komoditas  pertanian  bernilai  ekonomi  tinggi  (  high  added  value  crops)  di musim kemarau atau di saat curah hujan makin jarang. Embung merupakan salah satu teknik pemanenan air ( water harvesting)  yang  sangat  sesuai  di  segala  jenis  agroekosistem.  Di  lahan  rawa  namanya  pond  yang  berfungsi  sebagai tempat  penampungan  air  drainase  saat  kelebihan  air  di  musim  hujan  dan  sebagai  sumber  air  irigasi  pada  musim kemarau.

Sementara  pada  ekosistem  tadah  hujan  atau  lahan  kering  dengan  intensitas  dan  distribusi  hujan  yang  tidak  merata, embung  dapat  digunakan  untuk  menahan  kelebihan  air  dan  menjadi  sumber  air  irigasi  pada  musim  kemarau.  Secara operasional sebenarnya embung berfungsi untuk mendistribusikan dan menjamin kontinuitas ketersediaan pasokan  air untuk keperluan tanaman ataupun ternak di musim kemarau dan penghujan.

B. Tujuan

Pembuatan embung untuk pertanian bertujuan antara lain untuk :

1. Menampung  air  hujan  dan  aliran  permukaan  (  run  off)  pada  wilayah  sekitarnya  serta  sumber  air  lainnya  yang memungkinkan seperti mata air, parit, sungai­sungai kecil dan sebagainya. 2. Menyediakan sumber air sebagai suplesi irigasi di musim kemarau untuk tanaman palawija, hortikultura semusim, tanaman perkebunan semusim dan peternakan. C. Sasaran Sasaran pembangunan embung untuk pertanian antara lain: 1. Tertampungnya air hujan dan aliran permukaan ( run off) pada wilayah sekitarnya serta sumber air lainnya yang memungkinkan. 2. Tersedianya air untuk suplesi irigasi di musim kemarau untuk tanaman palawija, hortikultura semusim, tanaman perkebunan semusim dan peternakan. D. Istilah Dalam Pedoman Teknis ini akan dijumpai istilah­istilah yang memiliki pengertian sebagai berikut : 1. Embung. Embung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk menampung air hujan dan air limpasan ( run off) serta sumber air lainnya untuk mendukung usaha pertanian, perkebunan dan peternakan. 2. Dinas Pertanian

Dinas Pertanian adalah dinas yang di dalam tugas pokok dan fungsinya mendapat  mandat  di  bidang  pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan dan peternakan.

Pengembangan lokasi embung harus memenuhi persyaratan lokasi dan persyaratan petani dan kelompok tani. A. Persyaratan Lokasi

1. Daerah  pertanian  lahan  kering/perkebunan/  peternakan  yang  memerlukan  pasokan  air  dari  embung  sebagai suplesi air irigasi.

2. Air tanahnya sangat dalam. 3. Bukan lahan berpasir.

4. Terdapat sumber air yang dapat ditampung baik berupa air hujan, aliran permukaan dan mata air atau parit atau sungai kecil.

5. Wilayah  sebelah  atasnya  mempunyai  daerah  tangkapan  air  atau  wilayah  yang  mempunyai  sumber  air  untuk dimasukkan ke embung, seperti mata air, sungai kecil atau parit dan lain sebagainya.

B. Persyaratan Petani/Kelompok Tani

1. Bersedia menyediakan lahan untuk embung tanpa ganti rugi dan dinyatakan dalam surat pernyataan.

2. Kelompok  tani  yang  terpilih  adalah  kelompok  tani  yang  telah  ada  sebelumnya,  bukan  kelompok  tani  yang  baru dibentuk karena ada kegiatan ini.

3. Bersedia  mengoperasikan,  memelihara  bangunan  secara  berkelompok  dan  bersedia  menanggung  biaya operasional dan pemeliharaan dan dinyatakan dalam surat pernyataan.

C. Survey CP/CL

Penanggung jawab kegiatan (Dinas Pertanian  Kabupaten/Kota)  menentukan  Calon  Lokasi  dan  Calon  Kelompok  Tani sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan pada butir A dan B.

D. Pencatatan Koordinat

Lokasi embung yang akan dibuat supaya dicatat koordinat geografisnya yang meliputi : ­ Lintang dan bujur

­ Ketinggian lokasi (dpl)

dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) atau dengan ekstrapolasi  peta  topografi  yang  tersedia.  Data koordinat  sumur  resapan  ini  selanjutnya  diperlukan  untuk  menyusun  sistem  basis  data  pengelolaan  lahan  dan  air sekaligus memantau kinerja pelaksanaan kegiatan yang telah berjalan.

E. Desain Sederhana

Desain  sederhana  dibuat  oleh  Dinas  Pertanian  Kabupaten/Kota  bersama  dengan  petani/kelompok  tani.  Desain diusahakan  sesederhana  mungkin  agar  dapat  dibaca  oleh  pelaksana  (petani/kelompok  tani)  di  lapangan.  Dalam penyusunan Desain perlu diperhatian hal­hal sbb:

(3)

1. Melakukan  observasi  lapangan  untuk  menentukan  kontruksi  embung  yang  paling  sesuai  dengan  kondisi  lokasi setempat.  Misalnya  pada  kondisi  tanah  yang  porus,  dinding  embung  harus  lebih  kuat  dan  kedap  air.  Embung dapat dibangun dengan memanfaatkan alur alami, saluran drainase,

menampung mata air atau menggali tanah, atau langsung menampung air hujan.

2. Menentukan letak geografis embung. Dalam menentukan letak embung harus diperhatikan posisi

lahan dan areal pertanaman, lokasi sumber air, ketinggian dan kemiringan lahan. Sebaiknya letak embung lebih tinggi  dibandingkan  lahan  usahatani  agar  distribusi  dan  pengaliran  air  ke  lahan  pertanian/peternakan  dapat dilakukan dengan sistem gravitasi.

3. Daerah atas calon lokasi embung sebaiknya merupakan daerah tangkapan air hujan, yang aliran permukaannya dapat diarahkan masuk ke embung.

F. Pengadaan Bahan dan Peralatan

Pengadaan  bahan  dan  peralatan  dilaksanakan  oleh  petani/kelompok  tani  agar  mengikuti  pedoman  pengelolaan anggaran yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air.

G. Konstruksi

Konstruksi  pembangunan  embung  dilakukan  oleh  pelaksana  yang  telah  ditunjuk  (kelompok  tani)  dan  dilaksanakan secara padat karya agar petani mampu mengembangkan embung dan merasa ikut memiliki sejak dini. Pelaksanaaan pembuatan embung dilakukan dalam beberapa tahap antara lain :

1. Bentuk permukaan embung

Gambar 1. Bentuk Permukaan Embung (Tidak Beraturan) Sesuai Kondisi Di Lapangan a. Bentuk permukaan embung disesuaikan dengan kondisi di lapangan

b.  Volume  galian  merupakan  volume  air  yang  akan  ditampung.  Besaran  volume  yang  dibuat  minimal  170  m3. Besaran volume embung ini akan tergantung kepada konstruksi embung yang akan digunakan atau ada partisipasi dari masyarakat. Embung dengan kontruksi sederhana (tanpa memperkuat dinding) dimungkinkan akan lebih luas dari volume minimal tersebut.

(4)

Gambar 2. Sketsa Bentuk Embung Tampak Atas Dan Samping 2. Menggali Tanah

Penggalian  dapat  pula  dilakukan  di  dekat  alur  alami/saluran  drainase/mata  air  untuk  dapat  dijadikan  sebagai  sumber pengisian air ke dalam embung. 3. Dinding pinggir embung Dinding pagar embung dibuat miring atau tegak dengan kedalaman 2 s/d 2,5 m (tergantung kondisi lapangan). Tanggul dibuat agak tinggi untuk menghindari kotoran yang terbawa air limpasan. 4. Memperkokoh dinding embung a. Prinsip tahapan ini adalah agar embung tidak mudah retakdan air yang telah berada embung tidak bocor. Jika struktur  tanah  yang  ada  kuat  dan  memungkinkan  air  di  embung  tidak  bocor,  maka  kegiatan  ini  tidak diperlukan.  Penguatan  dinding  embung  ini  juga  dapat  dilakukan  pada  bagian­bagian  tertentu  yang  rawan  bocor, seperti pada Gambar 3.

(5)

Gambar 3. Dinding Embung Yang Tidak Diperkokoh (Tanah Asli) b. Untuk memperkokoh dinding embung, ada beberapa bahan yang bisa digunakan tergantung dari bahan/material yang mudah diperoleh di lokasi dan biaya yang tersedia. Adapun bahan/material yang dapat dipakai untuk dinding embung antara lain pasangan batu bata, pasangan batu kali, pasangan beton. Proses pembuatan dinding embung seperti membangun kolam, kemudian permukaan dinding embung dapat dilapisi dengan adukan pasir dan semen. c. Jika diperlukan dasar embung dapat dipasangi batu bata/batu kali yang dilapisi semen agar tidak bocor. d. Untuk mengurangi longsor pada dinding embung, dapat dibuat tangga atau undakan di sekeliling dinding selain dapat juga berfungsi untuk mempermudah pengambilan air. Gambar 4. Tangga Atau Undakan Di Sekeliling Dinding Embung 4. Pembuatan saluran pemasukan ( inlet).

Pembuatan  saluran  pemasukan  berupa  sudetan  dari  saluran  air  ke  embung  sangatlah  penting.  Saluran  pemasukan dibuat untuk mengarahkan aliran air yang masuk ke dalam embung, sehingga tidak merusak dinding/tanggul. Saluran pemasukan ini dapat dilengkapi dengan pintu pembuka/penutup berupa sekat balok yang mudah dibuka dan ditutup. 5. Membuat pelimpas air/saluran pembuangan ( outlet).

Pelimpas air sangat diperlukan bagi embung yang dibuat pada alur alami atau saluran drainase. Hal ini untuk melindungi bendung  sekaligus  mengalirkan  air  berlebih.  Demikian  pula  pembuatan  saluran  pembuangan  bagi  embung.  Secara skematis embung dapat direpresentasikan pada gambar berikut:

(6)

Gambar 5. Desain Sederhana Embung H. Pengawasan

Aparat  Dinas  Pertanian  sebagai  penanggung  jawab  kegiatan  harus  melakukan  pengawasan  selama  proses pembangunan sejak perencanaan hingga konstruksi selesai.

I. Pembiayaan

Biaya disediakan melalui dana Tugas Pembantuan, yang terdiri dari Belanja Uang Honor Tidak Tetap yang digunakan untuk upah tenaga (Padat Karya) sebesar 50% (Rp. 25 juta/unit), dan Belanja Lembaga Sosial lainnya, digunakan untuk pembelian  bahan  bangunan  sebesar  50%  (Rp.  25  juta/unit).  Biaya  Belanja  Lembaga  Sosial  Lainnya  semua  akan ditransfer  ke  rekening  kelompok  tani  setelah  mereka  membuat  proposal  rencana  kebutuhan  biaya  pembangunan embung. Proposal harus disetujui oleh Kepala Desa dan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota.

Rangkaian kegiatan pelaksanaan pembangunan dam parit agar dibuat jadwal palang untuk alat kontrol pengawasan dan pembinaan. Contoh jadwal palang yang dimaksud adalah seperti Lampiran 1.

A. Keluaran ( Output)

Terbangunnya  dan  berfungsinya  embung  di  kawasan  pertanian  lahan  kering  untuk  tanaman  palawija,  hortikultura, tanaman perkebunan semusim dan usaha peternakan. B. Hasil ( Outcome) Tersedianya air untuk usaha pertanian pada saat diperlukan (sebagai suplesi). C. Manfaat ( Benefit) ­ Mengurangi resiko usaha pertanian akibat kekeringan. ­ Meningkatnya kesempatan berusaha tani terutama pada musim kemarau. D. Dampak ( Impact) Meningkatnya produktifitas usaha pertanian dan atau indeks pertanaman bagi usahatani tanaman. A. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring  dan  Evaluasi  dilakukan  terhadap  keseluruhan  kegiatan  Pembangunan  Embung  yang  meliputi  kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, yaitu : 1. Terhadap kegiatan perencanaan meliputi antara lain pemilihan lokasi, sosialisasi, rencana pembiayaan, dukungan dari pemerintah daerah setempat dan lain­lain. 2. Terhadap pelaksanaan meliputi kegiatan persiapan, penyusunan rencana kegiatan, organisasi, tugas dan fungsi pelaksana, pengadaan dan penggunaan bahan/alat, pelaksanaan kegiatan fisik, produktivitas pekerjaan dan lain­ lain. 3. Terhadap pengendalian dan pengawasan meliputi peranan pengawasan, teknis pelaksanaan pekerjaan fisik dan lainlain. a. Operasional dan Pemeliharaan

Operasional  dan  pemeliharaan  embung  yang  telah  selesai  dibangun  dilakukan  oleh  petani/kelompok  tani  pengelola embung. Pemanfaatan air embung dilakukan dengan membuat Jaringan/ Saluran Air ke lahan usahatani. Ada beberapa cara untuk mengairi lahan usahatani, antara lain :

1. Apabila lahan bertopografi miring (Iereng), maka air dapat dialirkan dari petak ke petak lahan usahatani secara gravitasi.

2. Apabila  lahan  agak  datar,  maka  dapat  digunakan  teknik  irigasi  pompa  (bertekanan seperti tetes, sprinkler, atau disalurkan langsung ke lahan), atau dengan alat manual lainnya.

Kebutuhan air tanaman harus menjadi acuan utama dalam pemberian air irigasi suplementer. 

III. INDIKATOR KINERJA

(7)

Untuk  menjaga  keberlanjutan  embung,  maka  beberapa  komponen  pemeliharaan  embung  yang  perlu  mendapatkan perhatian antara lain : 1. Mengurangi kehilangan air karena penguapan. Untuk mengurangi kehilangan air oleh penguapan dapat dilakukan dengan, antara lain : a. Buat tiang peneduh di pinggir bibir embung kemudian di atas embung dibuat anyaman untuk media rambatan tanaman dan ditanami dengan tanaman merambat. b. Tiang penahan angin disamping embung ( wind breaker) pada sisi datangnya angin dan bisa ditanam tanaman merambat atau pohon sebagai pengganti tiang. 2. Memelihara/Melindungi Embung a. Pemagaran sementara untuk mencegah gangguan ternak terhadap tanggul embung. b. Pengangkatan endapan Lumpur.  c. Perbaikan tanggul yang bocor.  d. Tidak membuang sampah padat / cair ke dalam embung. b. Pelaporan

Laporan  diperlukan  untuk  mengetahui  perkembangan  pelaksanaan  kegiatan  dalam  mencapai  sasaran  yang  telah ditetapkan. Adapun macam laporan adalah : 1) Laporan Perkembangan. Laporan ini berisi antara lain data dan informasi tentang perkembangan pelaksanaan fisik dan keuangan. Perkembangan realisasi pelaksanaan fisik kegiatan agar dilakukan pembobotan. Penilaian pembobotan pekerjaan hanya dilakukan terhadap kegiatan yang didanai dari dana Tugas Pembantuan. Laporan pelaksanaan ini agar dibuat sebagai laporan bulanan (format laporan lihat Lampiran 2). Laporan

tersebut  ditujukan  ke  Dinas  Pertanian/Perkebunan/Peternakan  Propinsi  dengan  tembusan  Ditjen  Pengelolaan  Lahan dan Air Cq. Dit. Pengelolaan Air dengan alamat Jl. Taman Margasatwa No. 3 Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. 2) Laporan akhir

Setelah  pelaksanaan  Pengembangan  embung  selesai,  penanggung  jawab  kegiatan  di  tingkat  kabupaten  wajib menyiapkan  dan  menyampaikan  laporan  akhir  pelaksanaan  program  Pengembangan  Embung  baik  dari  segi  fisik maupun keuangan. Laporan akan lebih informatif dan komunikatif bila dilengkapi dengan foto­foto dokumentasi minimal kondisi sebelum dan setelah kegiatan. Out line laporan akhir adalah seperti Lampiran 3

1. Mengingat  pembangunan  embung  ini  merupakan  kegiatan  pendukung  usaha  agribisnis  pertanian,  khususnya dalam antisipasi penyediaan air untuk pertanian pada saat musim kemarau maka seluruh jajaran yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung diharapkan dapat bekerja

dengan  penuh  tanggungjawab  yang  berorientasi  kepada  kepentingan  masyarakat  pertanian.  Partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk diperoleh pembangunan yang lebih baik dan besar.

2. Untuk  terwujudnya  pelaksanaan  yang  efisien  dan  efektif,  setiap  penanggungjawab  kegiatan  menyusun  rencana pelaksanaan kegiatan secara terinci.

3. Apabila  terjadi  perubahan­perubahan  rencana  fisik  dan  hal­hal  yang  belum  jelas,  dan  belum  tertuang  dalam Pedoman  Teknis  ini  agar  segera  berkonsultasi  kepada  koordinator  tingkat  Propinsi  (Dinas  Pertanian  Tanaman Pangan/ Perkebunan/Peternakan Propinsi) atau Penanggungjawab Program/Teknis di tingkat Pusat.

Anonim, 1998. Petunjuk Teknis Pembuatan Embung Pertanian Direktorat Bina Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan, Jakarta.

Anonim, 2003. Pengembangan Sarana Konservasi Air Penunjang Pertanian Direktorat Pemanfaatan Air Irigasi, Jakarta. Syafruddin  Karama,  Kekeringan  dan  Banjir,  Bom  Besar  Bagi  Pertanian  Indonesia,  Harian  Suara  Pembaharuan,  16 September 2004, Jakarta Sumber: pla.deptan.go.id/pedum2007/ 1. Pembuatan Rancangan Embung Air a. Persiapan 1. Pemilihan calon lokasi Lokasi calon embung sebagaimana tercantum dalam RTT Gerhan. Untuk pemilihan lokasi tapak (site) dilakukan dengan cara inventarisasi terhadap beberapa calon lokasi embung air dengan kriteria sebagai berikut: a) Daerah kritis dan kekurangan air (defisit) b) Topografi bergelombang dengan kemiringan <30%  c) Air tanah sangat dalam d) Tanah liat berlempung atau lempung berdebu  e) Pembangunan embung air diprioritaskan di dekat lokasi pemukiman dan lahan pertanian/perkebunan dengan daya tampung air 500 M3

2. Orientasi  lapangan,  konsultasi,  pengadaan  bahan  dan  administrasi  secara  teknis  prosedural  sama  dengan pembuatan bangunan konservasi tanah lainnya.

b. Penyusunan rancangan teknis

Sesuai  norma  yang  berlaku  rancangan  teknis  prosedural  pembuatan  embung  air  sama  dengan  pembuatan  dam pengendali/dam penahan.

c. Hasil Kegiatan

Sebagai  hasil  kegiatan  dari  penyusunan  rancangan  berupa  buku  rancangan  yang  dilengkapi  dengan  lampiran  data, gambar  dan  peta  serta  telah  disahkan  oleh  instansi  terkait  yang  berwenang.  Gambar  skematis  tentang  bangunan

V. PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

(8)

embung air dapat dilihat pada Gambar di bawah ini. Gambar 1. Sketsa Embung Air 2. Pembuatan Embung Air a. Persiapan 1. Penyiapan acuan dan kelembagaan a) Mempelajari rancangan embung yang telah disahkan, b) Pertemuan dengan masyarakat/kelompok dalam rangka sosialisasi c) Pembentukan organisasi dan penyusunan program kerja. 2. Pembuatan sarana dan prasarana Pengadaan peralatan/sapras diutamakan untuk jenis peralatan dan bahan yang habis pakai. Sedang pembuatan sarana dan prasarana dibuat dengan tujuan untuk memperlancar pelaksanaan pekerjaan di lapangan yang antara lain : a) Pembuatan jalan masuk b) Pembuatan gubuk kerja/gubuk material 3. Penataan areal kerja a) Pembersihan lapangan b) Pengukuran kembali c) Pemasangan patok /profil d) Pembuatan embung, apabila dilaksanakan di tanah milik masyarakat, maka tidak ada ganti rugi. b. Pembuatan 1. Penggalian tanah (kemiringan galian 100%, kedalaman 2,5 – 3 m). 2. Pembuatan saluran pelimpah dan saluran pembagi air 3. Pemadatan/pelapisan badan embung air dengan tanah liat, batu kapur, plastik atau dengan pasangan batu 4. Pemasangan gebalan rumput c. Pemeliharaan 1. Pemeliharaan gebalan rumput 2. Perbaikan/pemadatan dinding embung air 3. Pengerukan lumpur d. Organisasi Pelaksana

Sebagai  pelaksana  pembuatan  embung  adalah  kelompok  masyarakat  setempat  dibawah  koordinasi  Dinas Kabupaten/Kota yang mengurusi kehutanan.

e. Jadwal Kegiatan

Tahapan dalam pelaksanaan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tertuang dalam rancangan. f. Hasil Kegiatan

Bangunan  embung  yang  telah  dibuat  sesuai  rancangan,  dan  untuk  pemeliharaan  diserahkan  kepada  aparat desa/kelompok tani.

Sumber:  Lampiran  Peraturan  Menteri  Kehutanan  Nomor  :  P.  22/Menhut­V/2007  Tanggal  :  20  Juni  2007: BAGIAN  PERTAMA  PEDOMAN  TEKNIS  GERAKAN  NASIONAL  REHABILITASI  HUTAN  DAN  LAHAN  (GN­ RHL/Gerhan) DEPARTEMEN KEHUTANAN 2007

Pengertian

Bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk  menampung  air  hujan  dan  air  limpahan    atau  air  rembesan  di  lahan sawah tadah hujan yang berdrainase baik.

(9)

Sketsa Embung

Tujuan

Sebagai  tempat  persediaan  air  di  musim  kemarau,  mengendalikan  limpasan,  serta  dapat  digunakan  untuk  berbagai keperluan (pertanian, peternakan, dan rumah tangga). Persyaratan Teknis 1. Kemiringan lereng: 0 – 30 % (topografi bergelombang) 2. Penggunaan lahan: lahan tadah hujan 3. Tekstur : liat / liat berdebu 4. Curah hujan : kekurangan air sebesar 50 – 1000 mm / tahun Gambar Teknis Gambar 1. Tata Letak Embung yang ideal dalam Siklus Air. Sumber: Tim Peneliti BP2TPDAS IBB 2002. Info Teknis Lainnya

Sumber:  Tim  Peneliti  BP2TPDAS  IBB  2002.  Pedoman  Praktik  Konservasi  Tanah  dan  Air.  Surakarta: BP2TPDAS IBB.

Aprizal

Dosen Fakultas Teknik UBL, Aktif di Institute for Sustainable Development (ISD)

Ketika banjir melanda Bandar Lampung, ramai didengungkan oleh beberapa pihak termasuk Pemkot Bandar Lampung tentang  urgensi  pembangunan  embung.  Menurut  catatan  penulis,  telah  lebih  dari  setahun  ini  tema  tersebut  serius diusung. Tahun lalu, Pemkot Bandar Lampung dalam urusan embung mulai memasuki tahap DED (detail engineering design), kemudian mulai tahun 2007 ini akan segera dibangun di beberapa tempat dan akan terus berlanjut di tahun­ tahun mendatang.

Sesungguhnya,  tidak  salah  jika  Pemkot  Bandar  Lampung  berkukuh  untuk  membangun  embung.  Karena,  embung memang merupakan bangunan yang dapat mengurangi debit puncak banjir pada suatu daerah aliran sungai (DAS) dan menahan  kelebihan  air  tersebut  untuk  beberapa  waktu  lamanya.  Sehingga,  potensi  banjir  di  suatu  kawasan/daerah dapat diminimalisasi bahkan dieliminisasi.

Hanya, perlu diperhatikan konsep atau ketentuan dasar dalam upaya merealisasikan embung tersebut. Karena, implikasi logisnya adalah pada timbulnya pertanyaan, benarkah yang sedang  dan  akan  dibangun  Pemkot  Bandar  Lampung  itu adalah embung? Karena, membangun embung atau penyebutan embung tersebut jika tanpa merujuk ketentuan atau konsep yang ada akan berpotensi menimbulkan misunderstanding pada beberapa kalangan. Yang hal itu jelas akan dapat mengarah ke misinterpretation dalam penerapan di lapangan. Konservasi Air Dari beberapa literatur seputar embung, seperti Pedoman Membuat Desain Embung Kecil untuk Daerah Semi Kering di Indonesia (1997) oleh Departemen Pekerjaan Umum, diperoleh definisi bahwa embung adalah bangunan penyimpan air yang dibangun di daerah depresi, biasanya di luar sungai.

Embung  akan  menyimpan  air  di  musim  hujan,  kemudian  airnya  dapat  dimanfaatkan  oleh  suatu  desa  hanya  selama

Esensi Sebuah ‘Embung’

(10)

musim  kemarau  atau  saat  kekurangan  air.  Itu  pun  dalam  memenuhi  kebutuhan  harus  dengan  urutan  prioritas,  yaitu penduduk, ternak, dan sedikit kebun.

Sementara,  menurut  Pedoman  Teknis  Konservasi  Air  Melalui  Pengembangan  Embung  (2007)  oleh  Departemen Pertanian, dinyatakan bahwa embung merupakan waduk berukuran mikro di lahan pertanian (small farm reservoir) yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan di musim hujan yang memenuhi kriteria air bersih.

Air  bersih  yang  ditampung  tersebut  selanjutnya  digunakan  sebagai  sumber  irigasi  suplementer  untuk  budi  daya komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi (high added value crops) di musim kemarau atau di saat curah hujan makin jarang.

Berdasar  peristilahan  di  atas  maka  embung  dapat  digolongkan  sebagai  salah  satu  upaya  atau  teknik  pemanenan  air (water  harvesting)  yang  sangat  sesuai  di  segala  jenis  agroekosistem.  Di  lahan  rawa  namanya  pond,  yang  berfungsi sebagai tempat penampungan air drainase saat kelebihan air di musim hujan dan sebagai sumber air irigasi pada musim kemarau.

Sementara,  pada  ekosistem  tadah  hujan  atau  lahan  kering  dengan  intensitas  dan  distribusi  hujan  yang  tidak  merata, embung dapat digunakan untuk menahan kelebihan air dan menjadi sumber air irigasi pada musim kemarau.

Prinsipnya,  secara  operasional  embung  berfungsi  untuk  mendistribusikan  dan  menjamin  kontinuitas  ketersediaan pasokan  air  untuk  keperluan  tanaman  ataupun  ternak  di  musim  kemarau  dan  penghujan.  Sehingga,  nuansa pembangunan embung adalah lebih kental untuk konservasi air.

Secara  historis  dan  teoritis,  konsep  dasar  konservasi  air  adalah  jangan  membuang­buang  sumber  daya  air.  Pada awalnya  konservasi  air  diartikan  sebagai  penyimpan  air  dan  menggunakannya  untuk  keperluan  yang  produktif  di kemudian hari. Konsep ini disebut konservasi segi suplai. Perkembangan selanjutnya mengarah pada pengurangan atau pengefisienan penggunaan air, dikenal sebagai konservasi sisi kebutuhan.

Konservasi air yang baik merupakan gabungan dari kedua konsep tersebut, yaitu menyimpan air di kala berlebihan dan menggunakannya sesedikit mungkin untuk keperluan tertentu yang produktif. Sehingga, konservasi air domestik berarti menggunakan air sesedikit mungkin untuk mandi, mencuci, menggelontor toilet, dan penggunaan rumah tangga lain. Konservasi  air  industri  berarti  penggunaan  air  sesedikit  mungkin  untuk  menghasilkan  suatu  produk.  Konservasi  air pertanian berarti penggunaan air sesedikit mungkin untuk menghasilkan hasil pertanian yang sebanyak­banyaknya. Konservasi  air  penting  bagi  kelangsungan  kehidupan  suatu  bangsa,  khususnya  daerah  defisit  air  tanah,  yaitu  daerah kering (arid) dan semi kering (subhumid). Konservasi air ditujukan tidak hanya meningkatkan volume air tanah, tapi juga meningkatkan efisiensi penggunaannya, memperbaiki kualitasnya sesuai peruntukannya.

Konservasi  air  mempunyai  efek  berganda;  mengurangi  kerugian  akibat  air,  mengurangi  biaya  pengolahan  air, mengurangi ukuran jaringan pipa, dll. Dalam kurun dua dekade, konservasi air menjadi kunci untuk meningkatkan suplai air bersamaan dengan peningkatan manajemen kebutuhan.

Beberapa teknik konservasi air antara lain dengan pembuatan embung, sumur resapan, rorak, dam aprit dan cara lain untuk mengurangi penguapan (evaporasi) dengan memanfaatkan mulsa.

Berdasarkan penjelasan di atas maka kembali kita dapat melihat dan menilai apakah benar Pemkot Bandar Lampung sedang  berupaya  membangun  bangunan  yang  berfungsi  untuk  konservasi  air.  Kalau  itu  yang  dilakukan  tentunya apresiasi  dan  dukungan  patut  diberikan  kepada  pemerintah.  Salah  besar  jika  ada  yang  berani  menentang  atau menolaknya. Akan tetapi, perlulah ditelisik lebih dalam upaya pembangunan embung ini. Dari wacana yang ada tampaknya Pemkot Bandar Lampung akan membangun embung di beberapa tempat yang jauh dari sumber air yang bersih, bahkan nyaris tidak ada alias minim. Air yang bakal mengisi embung berasal dari saluran drainase yang ada di sekitar embung yang akan dibangun tersebut. Karena, tujuannya adalah untuk mengurangi kelebihan debit air saja dari saluran drainase yang berpotensi menimbulkan banjir. Namun, seperti diketahui bersama, saluran drainase di kota ini, baik itu yang alami seperti sungai ataupun buatan seperti selokan  sangat  diragukan  kualitasnya.  Penelitian  dari  Haris  Kadarusman,  dkk  (2006)  dari  Politeknik  Kesehatan Tanjungkarang mempertegas realita di atas.

Dalam penelitian tersebut diungkapkan bahwa dari 13 sungai di Bandarlampung yang diteliti, hampir semuanya dalam kondisi  tercemar  berat  terutama  di  daerah  hilir  sungai  (Seminar  Dewan  Air  Kota  Bandarlampung  di  Poltekes Tanjungkarang, 18 April 2007).

Hal  ini  mempertegas  pernyataan  Clarke  (1991)  yang  menyatakan  bahwa  meningkatnya  jumlah  penduduk  perkotaan, berkembangnya  kegiatan  industri,  serta  semakin  tingginya  standar  hidup  seperti  penggunaan  mesin  cuci,  pencucian mobil dan sebagainya, telah meningkatkan jumlah kebutuhan air.

Akibatnya, produksi limbah cair juga meningkat, yang selanjutnya diikuti dengan meningkatnya pencemaran/polusi air. Parahnya,  sistem  drainase  Bandar  Lampung  saat  ini  adalah  sistem  drainase  campuran,  yakni  sistem  drainase  yang selain  berfungsi  mengalirkan  air  hujan  yang  bersih  juga  bercampur  dengan  air  kotor  atau  limbah  yang  berasal  dari domestik penduduk maupun industri.

Jika  demikian,  kondisi  air  yang  ada  di  dalam  embung  nantinya,  maka  manalah  mungkin  secara  optimal  dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan seperti sumber air bersih untuk warga, petani, peternak maupun petambak seperti definisi yang diungkap di atas.

Lebih­lebih jika akan digunakan untuk wisata atau taman rekreasi masyarakat, sungguh tidak tepat. Di samping itu pula sangat  diragukan  kontinuitas  ketersediaan  air  yang  akan  mengisinya.  Ada  dua  kemungkinan  jika  embung  tetap dibangun.  Pertama,  air  yang  terus  ditahan  tidak  diganti­ganti  karena  minimnya  pasokan  air  tersebut  akan  menebar aroma yang tidak sedap dan jelas akan merusak pemandangan karena proses pembusukan di dalamnya.

Kalau itu yang diambil maka Pemkot Bandar Lampung sangat perlu melakukan upaya terpadu, yakni juga membangun IPAL  (instalasi  pengolahan  air  limbah)  buatan  atau  yang  alami,  misalnya,  dengan  “taman  tanaman  air”  untuk menjernihkan air buangan tersebut (self purification, eco­sanitary atau eco­san).

Pilihan kedua adalah nantinya akan dikuras habis manakala hujan berhenti, sehingga tinggalah embung tersebut  yang kosong.  Jelas  itu  bukan  embung,  lebih  tepat  disebut  dengan  bangunan  kolam  retensi  (detention  pond  atau  retarding basin).

Karena,  bangunan  jenis  ini  hanya  berfungsi  manakala  kapasitas  saluran  drainase  sudah  diduga  akan  limpas  dan menimbulkan banjir. Daripada air menggenangi permukiman penduduk atau fasilitas vital lainnya, lebih baik ditahan dulu di suatu tempat untuk nantinya dilepas kembali jika hujan telah reda.

(11)

Pasti akan ada sanggahan yang menyatakan bahwa itukan hanya perbedaan istilah saja antara embung dengan kolam retensi. Namun, penulis justru memandang bahwa dari perbedaan itulah akan berimbas dan merembet ke banyak hal. Mulai dari perbedaan jenis survei yang akan dilakukan, lalu metode kajian atau studi yang harus dipikirkan, selanjutnya analisis  dampak  lingkungan  yang  harus  diperhitungkan  masak­masak,  kemudian  perencanaan  apa  yang  harus  dibuat akibat  perbedaan  bangunan  pelengkap  yang  sedikit  berbeda  sampai  nantinya  berujung  pada  upaya  operasional  dan perawatannya.

Sehingga, sedikit perbedaan peristilahan itu saja, sesungguhnya akan menjadi perbedaan yang sangat bisa dirasakan manakala telah terwujud nyata di hadapan kita.

Kolam retensi pun biasanya memiliki banyak fungsi, setidaknya minimal dwifungsi. Yakni, fungsi pertama seperti  yang disebut  di  atas  yaitu  menahan  air  ketika  hujan  deras  maka  kolam  akan  terisi  air.  Kemudian,  bila  telah  menunaikan fungsinya menahan air, ia akan beralih fungsi, misalnya, sebagai area parkir maupun sarana olahraga. Model seperti ini banyak dilakukan di beberapa negara, contohnya, Jepang.

Di  Jepang,  kolam  retensi  merangkap  sebagai  lahan  parkir  dalam  basement.  Jika  hujan  deras  difungsikan  untuk menampung air, tapi jika telah dibuang airnya maka akan menjadi lahan untuk parkir. Hal ini dilakukan untuk menyiasati daerah­daerah yang tidak bisa tidak pasti akan mengalami banjir alias langganan banjir.

Karena, bangunan atau gedung tersebut berada di daerah rendah yang dalam hal ini amat sangat sulit untuk direlokasi mengingat  pentingnya  bangunan  atau  gedung  tersebut.  Atau,  biaya  yang  diperlukan  untuk  merelokasi  dengan pembuatan kolam retensi ternyata lebih realistis pilihan kedua dibanding pilihan pertama.

Sedangkan  untuk  lokasi  yang  masih  luas  dan  lapang  maka  penggunaan  kolam  retensi  dapat  dioptimlakan  dengan menambah fungsi lain yang memiliki nilai manfaat yang cukup tinggi pula dilihat  dari  sisi  ekonomisnya.  Seperti,  kolam retensi terbuka yang berfungsi juga untuk lahan olahraga bagi masyarakat sekitar. Contoh itu dapat dilihat secara nyata di banyak tempat, seperti di Kirigauka Regulating Pond yang berada dekat Sungai Tsurumi. Pada kolam ini tersedia lapangan tenis yang banyak. Manakala hujan deras melanda dan diprediksi akan banjir, maka tempat tersebut dikosongkan dan segera akan berubah menjadi danau. Namun, dalam kondisi normal alias tidak hujan maka kolam tersebut akan menjadi tempat berolahraga tenis, yang akan dimanfaatkan dengan maksimal oleh masyarakat. Sekali lagi, memang keduanya, baik embung atau kolam retensi dapat mengurangi potensi banjir. Namun, kriteria dan konsep dasar pembangunan dari kedua bangunan air ini berbeda. Sehingga, jangan dibolak­balik, misalnya, penyebutan embung itu serupa dengan kolam retensi, dan kolam retensi itu adalah embung. Atau yang berkembang saat ini asumsi beberapa pihak menyebut embung itu adalah kolam ikan. (Lampung Post, edisi 8 Mei). Jelas ini tidak tepat, walaupun seperti penjelasan semula bahwa embung dapat juga digunakan sebagai budi daya ikan, tapi fungsi embung yang utama bukanlah sebagai kolam ikan.

Kolam  retensi,  kolam  ikan  bisa  dibangun  di  mana  saja  alias  tak  perlu  harus  melulu  disuplai  air  bersih,  air  kurang bersihpun  bisa,  sedangkan  embung  tidak,  yakni  harus  air  bersih  yang  dapat  dimanfaatkan  secara  maksimal.  Nah, sekarang  terserah  Pemkot  Bandar  Lampung  hendak  membangun  apa.  Mau  membangun  embung  silakan,  mau membangun  kolam  retensi  juga  monggo,  atau  mau  membangun  kolam  ikan  pun  boleh,  asal  sesuai  dengan  kriteria, kajian, dan peruntukannya. Bukan begitu? n Sumber:  Lampung Post, Rabu, 30 Mei 2007 Salah satu cara untuk menanggulangi kekurangan air di lahan sawah tadah hujan adalah dengan membangun kolam penampung air atau embung. Embung adalah kolam penampung kelebihan air hujan pada musim hujan dan digunakan pada saat musim kemarau. TUJUAN PEMBUATAN EMBUNG: Menyediakan air untuk pengairan tanaman di musim kemarau. Meningkatkan produktivitas lahan, masa pola tanam dan pendapatan petani di lahan tadah hujan. Mengaktifkan tenaga kerja petani pada musim kemarau sehingga mengurangi urbanisasi dari desa ke kota. Mencegah/mengurangi luapan air di musim hujan dan menekan resiko banjir. Memperbesar peresapan air ke dalam tanah. PERSYARATAN LOKASI Beberapa syarat yang harus diperhatikan sebelum melaksanakan pembuatan embung yaitu: Tekstur tanah:

Agar  fungsinya  sebagai  penampung  air  dapat  terpenuhi,  embung  sebaiknya  dibuat  pada  lahan  dengan  tanah  liat berlempung.

Pada tanah berpasir yang porous (mudah meresapkan air) tidak dianjurkan pembuatan embung karena air cepat hilang. Kalau terpaksa, dianjurkan memakai alas plastik atau ditembok sekeliling embung.

KEMIRINGAN LAHAN

Embung  sebaiknya  dibuat  pada  areal  pertanaman  yang  bergelombang  dengan  kemiringan  antara  8  –  30%.  Agar limpahan air permukaan dapat dengan mudah mengalir kedalam embung dan air embung mudah disalurkan ke petak­ petak tanaman, maka harus ada perbedaan ketinggian antara embung dan petak tanaman.

Pada lahan yang datar akan sulit untuk mengisi air limpasan ke dalam embung.

Pada lahan yang terlalu miring (> 30%), embung akan cepat penuh dengan endapan tanah karena erosi. LOKASI

Penempatan  embung  sebaiknya  dekat  dengan  saluran  air  yang  ada  disekitarnya,  supaya  pada  saat  hujan,  air  di permukaan tanah mudah dialirkan kedalam embung.

Lebih baik lagi kalau dibuat di dekat areal tanaman yang akan diairi. Lokasinya memiliki daerah tangkapan hujan.

UKURAN EMBUNG

Embung  bisa  dibangun  secara  individu  atau  berkelompok,  tergantung  keperluan  dan  luas  areal  tanaman  yang  akan diairi. Untuk keperluan individu dengan luas tanaman (palawija) 0,5 hektar, misalnya, embung yang diperlukan adalah panjang 10 m, lebar 5 m dan kedalaman 2,5 m – 3 m.

(12)

JENIS TANAMAN DAN CARA PENGAIRAN

Umumnya  embung  digunakan  untuk  mengairi  padi  musim  kemarau,  palawija  seperti  jagung,  kacang  tanah,  kedelai, kacang  hijau,  kuaci  dan  sayuran.  Mengingat  air  dari  embung  sangat  terbatas,  maka  pemakaiannya  harus  seefisien mungkin.  Sebaiknya  teknik  pengairan  dilakukan  dengan  cara  irigasi  tetesan  terutama  untuk  palawija  dan  irigasi  pada sela­seta larikan.

Apabila  air  embung  akan  digunakan  untuk  mengairi  padi  dianjurkan  untuk  mengairi  hanya  pada  saat­saat  tertentu, seperti  pada  stadia  primordia,  pembungaan  dan  pengisian  bulir  padi.  Sedangkan  setiap  kali  mengairi  tanah,  cukup sampai pada kondisi jenuh air. Bentuk Bentuk embung sebaiknya dibuat bujur sangkar atau mendekati bujur sangkar, hal tersebut dimaksudkan agar diperoleh Wiling yang paling pendek, sehingga resapan air melalui tanggul lebih sedikit. Penggalian tanah Setelah diketahui letak, ukuran dan bentuk embung yang diinginkan tahapan selanjutnya adalah penggalian tanah yang dapat dikerjakan secara gotong royong. Cara penggaliannya adalah sebagai berikut : Untuk memudahkan pemindahan tanah, maka tanah digali mulai dari batas pinggir dari permukaan tanah. Untuk menghindari masuknya kotoran kedalam embung terbawa air limpasan, maka keliling tanggul dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah. Saluran pemasukan air limpasan dan pembuangan dibuat sedemikian rupa, sehingga air embung tidak penuh/meluap. Jarak saluran pembuangan dari permukaan tanggul berkisar 25 – 50 cm. Pelapisan tanah liat Supaya tanggul tidak mudah bobol, sebaiknya dilakukan pemadatan secara bertahap dengan cara : tanah liat (lempung) dibasahi  dan  diolah  sampai  berbentuk  pasta,  lalu  ditempel  pada  dinding  embung  setebal  25  cm,  mulai  dari  dasar kemudian secara berangsur naik ke dinding embung.

Sambungan tanah yang berbentuk pasta tersebut dibuat menyatu sehingga air embung tidak mudah meresap ke tanah. Untuk  menekan  kelongsoran,  pelapis  dinding  embung  dipapas  sampai  mendekati  kemiringan  70°  –  80°  atau  dibuat undakan.

Pada  tanah  berpasir  resapan  air  kebawah  (perkolasi)  maupun  melalui  tanggul  agak  cepat.  Oleh  karena  itu  dinding embung perlu dilapisi, bisa dari plastik, tembok atau campuran kapur dengan tanah liat. Campuran kapur tembok dan tanah liat untuk memperkeras dinding embung dibuat dengan perbandingan 1 : 1 dengan cara kapur dibasahi dan dicampur dengan tanah liat sampai berbentuk pasta. Pasta tersebut ditempelkan pada dinding dan dasar embung hingga mencapai ketebalan 25 cm. Sumber: PUSLITBANG TANAMAN PANGAN, BADAN LITBANG PERTANIAN DEPTAN, 1994  Disusun oleh : Ir. Eddy Purnomo  Diproduksi : IPPTP Wonocolo  Sumber Dana : APBD Tk. I Jatim Tahun Anggaran 1997/1998 1. LATAR BELAKANG Dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat dengan prioritas peningkatan taraf hidup masyarakat di daerah desa tertinggal, masih diperlukan pengembangan potensi sumber daya air yang ada di daerah tersebut terutama untuk daerah  yang  menghadapi  kendala  kesulitan  memperoleh  air  untuk  berbagai  kebutuhan  termasuk  untuk  kebutuhan irigasi.

Salah satu upaya untuk mengurangi dampak kekurangan air khususnya di musim kemarau adalah dengan membangun embung – embung di daerah yang kekurangan air.

Embung  selain  dapat  menampung  air  dimusim  penghujan  untuk  digunakan  di  musim  kemarau  juga  dapat  menaikkan permukaan air tanah dan dapat mempertahankan simpanan air tanah di daerah hulu. Sebagai sarana tandon penampungan air keberadaan embung diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan berkembangnya daerah tersebut sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat disekitarnya. 2. LOKASI PEKERJAAN Embung Kulak Secang berada di Anak Sungai Kulak Secang Desa Jatigreges Kecamatan Pace Kabupaten Nganjuk, Propinsi Jawa Timur. 3. MAKSUD, TUJUAN DAN MANFAAT Maksud tujuan dan manfaat dibangunnya Embung Kulak Secang adalah : a. Membantu kebutuhan air irigasi 71 Ha terutama di musim kemarau. b. Pengembangan obyek wisata c. Meningkatkan taraf hidup masyarakat disekitar embung. 4. KONSULTAN PERENCANA Pelaksana pekerjaan Studi Investigasi dan Desain dilaksanakan oleh NIWY Consultant pada tahun 2002. 5. SUMBER DANA

Biaya  Pembangunan  diperoleh  melalui  Dana  Anggaran  Pendapatan  Belanja  Negara  tahun  2005  sebesar  Rp. 1.945.786.000,­. 6. DATA TEKNIK 6.1. Kolam Embung Luas DAS : 1,50 Km2 Elevasi Muka Air Maksimum : + 107,99 Elevasi Muka Air Normal : + 107,00 Elevasi Muka Air Minimum : + 101,00 PEMBUATAN EMBUNG

CONTOH SPESIFIKASI EMBUNG

EMBUNG KULAK SECANG

(13)

Newer Post

Home

Older Post

Subscribe to: Post Comments (Atom) Posted by Novly Ibrahim at 12:07 AM 

Luas Daerah Genangan (HWL) : 1,53 Ha. Kapasitas Tampungan Total : 43.431,00 m3 Kapasitas Tampungan Efektif : 41.632,00 m3 6.2. Tubuh Embung Type : Homogen Earth Fill EL. Puncak : 109,00 m Lebar Puncak : 5,00 m Tinggi Embung : 10,00 m Panjang As Embung : 87,50 m 6.3. Bangunan Pelimpah Type : Non Gated Overflow EL. Ambang : 107,00 m Lebar Ambang : 5,00 m Debit Banjir Rencana : 10,33 m3/dt Bahan Konstruksi : Pasangan Batu Kali 6.4. Kolam Olak Type : USBR Type III Lebar Kolam Olak : 5,00 m Panjang Kolam Olak : 6,00 m 6.5. Bangunan Pengambilan Type Intake : Non Gated Horizontal Intake With Trash Rack EL. Dasar Lubang Intake : 101,00 m Type Konduit : Pipa Beton Diameter Pipa (Dalam) : 0,30 m Type Regulator : Sluice Valve At Outlet P +1   Recommend this on Google Create a Link

1 comment:

Nasyiin Faqih April 18, 2013 at 5:27 PM Posting yang luar biasa. Trims mbak. Reply

Links to this post

ops@2012. Picture Window template. Powered by Blogger.

Gambar

Gambar 1. Bentuk Permukaan Embung (Tidak Beraturan) Sesuai Kondisi Di Lapangan a. Bentuk permukaan embung disesuaikan dengan kondisi di lapangan
Gambar 2. Sketsa Bentuk Embung Tampak Atas Dan Samping 2. Menggali Tanah
Gambar 3. Dinding Embung Yang Tidak Diperkokoh (Tanah Asli) b. Untuk memperkokoh dinding embung, ada beberapa bahan yang bisa digunakan tergantung dari bahan/material yang mudah diperoleh di lokasi dan biaya yang tersedia. Adapun bahan/material yang dapat 
Gambar 5. Desain Sederhana Embung H. Pengawasan

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan Embung Pertanian merupakan kegiatan pembangunan baru untuk menahan dan menampung aliran air yang bersumber dari mata air, curah hujan, sungai dan sumber air

Berdasarkan hasil pengujian menggunakan metode ACO yang di implementasikan pada distribusi air lahan tadah hujan, diperoleh dengan membuat kebutuhan pheromone

Dampak perubahan iklim sangat dirasakan sektor pertanian, khususnya pertanian lahan tadah hujan. Ketersediaan air pada pertanian lahan tadah hujan sangat ditentukan

Pertumbuhan dan produksi padi gogo di lahan kering sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya air akibat jumlah dan distribusi hujan yang tidak merata. Hal ini menyebabkan

Pengelolaan usahatani ini pada spesifik lokasi lahan sawah tadah hujan di musim kemarau dapat dilakukan dengan memanfaatkan embung sebagai suplesi air untuk pengairan

Pertumbuhan dan produksi padi gogo di lahan kering sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya air akibat jumlah dan distribusi hujan yang tidak merata. Hal ini menyebabkan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan alternatif pengelolaan lahan kering untuk budidaya jagung berdasarkan prinsip konservasi air melalui analisis

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, akhirnya Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemanfaatan Embung Tadah Hujan Desa