• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan plasenta dari rahim ibu. Secara normal persalinan dimulai ketika janin sudah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan plasenta dari rahim ibu. Secara normal persalinan dimulai ketika janin sudah"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persalinan

2.1.1 Pengertian Persalinan

Persalinan adalah proses alamiah dimana terjadi dilatasi serviks, lahirnya bayi dan plasenta dari rahim ibu. Secara normal persalinan dimulai ketika janin sudah cukup mature untuk dapat mempertahankan dirinya dari kehidupan intrauterine kepada kehidupan ekstrauterine (viable). Sejak itu maka kehidupan seorang wanita hamil yang usia kehamilannya aterm (37‐42 minggu) harus mampu melahirkan janin secara spontan dari rahim melalui jalan lahir tanpa membahayakan ibu maupun janin. Namun demikian pada masa persalinan dan kelahiran ini merupakan saat yang berisiko baik terhadap ibu maupun janinnya (Bobak, 2000; Pilliteri, 2003).

Menurut Auvenshine dan Enriquez (1990), faktor‐faktor yang terlibat didalam mulainya persalinan adalah faktor hormonal dan faktor distensi uterus. Faktor hormonal yaitu hormon progesteron yang dihasilkan oleh plasenta. Oksitosin yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitari posterior dari ibu, juga oleh janin, estrogen, kortisol dihasilkan oleh bagian korteks adrenal janin, prostaglandin yang dihasilkan dari desidua uteri dan selaput janin. Seperti halnya menurut Gorrie Mc Kinney, dan Murray (1998), faktor‐faktor yang berperan di dalam mulainya persalinan adalah meningkatnya produksi glukokortikoid dan androgen dari kelenjar adrenal janin sehingga menurunkan sekresi progesteron dan meningkatnya produksi prostaglandin

(2)

yang menstimulasi kontraksi uterus, perubahan rasio estrogen dan progesteron serta peregangan atau tekanan dari uterus dan serviks.

Dua sampai tiga minggu sebelum permulaan persalinan, segmen bawah dari uterus akan merenggang dan membiarkan janin turun lebih jauh kebawah, kepala tersebut bisa saja turun dan mengunci (engaged). Fundus tidak lagi mendesak paruparu, pernafasan menjadi lebih lega. Jantung dan paru dapat berfungsi lebih baik dan wanita tersebut mengalami kelegaan yang dikenal dengan sebutan peringanan. Symphisis pubis akan melebar dan dasar panggul menjadi lebih rileks dan melembut, yang memungkinkan uterus turun lebih jauh kedalam panggul. Sebelum peringanan, fundus mendesak diafragma, segmen uterus bagian bawah tidak lembek dan belum merenggang untuk menampung kepala janin yang oleh karenanya tetap tinggi.

Pada wanita primigravida, otot‐otot abdominal berada dalam tonus yang baik, sehingga dapat memegang uterus dalam posisi tegak serta membantu dalam penguncian kepala janin, Pada wanita otot‐otot abdomen cenderung lebih rileks dan karena itu abdomen akan menjadi sedikit lebih berayun sehingga kepala janin mungkin tidak akan mengunci. Berjalan menjadi sedikit sulit oleh karena symphisis pubis lebih mobile dan relaksasi dari sendi sakro‐iliaca bisa menimbulkan rasa sakit di punggung. Tekanan pada fundus akan berakibat pada peningkatan tekanan didalam panggul, yang bisa dijelaskan dengan adanya kepala janin, kongesti pembuluh vena diseluruh daerah tersebut serta relaksasi sendi‐sendi panggul. Sekresi vagina juga paling banyak pada periode ini (Bobak, 2000; Pilliteri, 2003).

(3)

Kongesti pada panggul akan membatasi kapasitas bladder (kandung kemih) yang akan memerlukan agar dikosongkan lebih sering. Kelemahan otot dasar panggul bisa menimbulkan pengendalian yang buruk atas otot sphincter serta timbulnya sedikit inkontinensia stress. Banyak wanita mengalami kontraksi sebelum datangnya permulaan persalinan yang sesungguhnya, yang bisa terasa sakit dan bisa terjadi secara teratur untuk sementara dan menyebabkan wanita tersebut berpikir bahwa persalinan sudah mulai. Kedua ciri‐ciri persalinan yang sesungguhnya yang tidak terdapat adalah retraksi dan pembukaan serviks.

Cerviks (leher rahim) akan keatas dan secara perlahan menyatu dengan segmen bagian bawah uterus. Pada wanita primigravida hal ini bisa menimbulkan penipisan sepenuhnya, tetapi pada wanita multigravida suatu kanal akan tetap bisa teraba. Selama periode pra‐persalinan banyak mengalami perasaan kaku, canggung dan letih. Perubahan mood (keadaan jiwa) merupakan peristiwa biasa dan suatu gelombang energi bisa saja dialami oleh wanita tersebut. Kerisauan bisa meningkatkan produksi adrenalin yang akan menghambat kegiatan uterus dan bisa pada gilirannya memperlama persalinan. Sikap bidan, nasihat dan bimbingan yang diberikan selama kehamilan akan mempengaruhi bukan hanya kemajuan persalinan tetapi juga hubungan antara kedua pasangan satu sama lain dan terhadap bayinya setelah ia lahir kelak.

Secara fisiologis, ketika usia kehamilan sudah cukup matur, timbul serangkaian gejala yang menandakan dimulainya persalinan. Menurut Pilliteri (2003)

(4)

ada berbagai faktor yang menyebabkan persalinan dimulai. Faktor‐faktor tersebut saling bekerjasama menghasilkan kontraksi uterus yang sangat kuat, teratur, ritmik yang berakhir dengan lahirnya janin dan plasenta. Faktor‐faktor yang dimaksud adalah:

1. Peregangan otot uterus, dengan bertambahnya usia kehamilan, kapasitas uterus bertambah dan otot‐otot dinding uterus semakin tegang. Kondisi ini menyebabkan perangsangan mekanik berupa kontraksi uterus.

2. Tekanan pada serviks. Kondisi tersebut merangsang pelepasan oksitosin dan menyebabkan kontraksi uterus.

3. Stimulasi oksitosin. Pada akhir kehamilan kadar oksitosin meningkat dan otot-otot uterus sangat peka terhadap pengaruh oksitosin. Oksitosin bekerjasama dengan prostaglandin untuk menimbulkan kontraksi.

4. Perubahan rasio antara hormon estrogen dan progesteron berangsur‐angsur menurun pada akhir kehamilan dibandingkan dengan kadar estrogen, hal ini merangsang kontraksi uterus.

5. Usia plasenta. Dengan tuanya kehamilan maka usia plasenta menjadi tua. Proses tersebut menyebabkan vili khorialis mengalami perubahan‐perubahan sehingga kadar progesteron dan estrogen menurun. Hal ini merangsang kontraksi uterus. 6. Peningkatan kadar kortisol janin. Hal ini menyebabkan menurunnya pembentukan

progesteron dan meningkatnya prostaglandin yang merangsang timbulnya kontraksi uterus.

(5)

7. Selaput janin memproduksi prostaglandin. Kondisi tersebut merangsang kontraksi uterus.

2.1.2 Tahapan Persalinan

Proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu kala I disebut juga kala pembukaan, dimana terjadinya pematangan dan pembukaan serviks sampai lengkap 10 cm, kala II disebut juga kala pengeluaran oleh karena berkat kekuatan his dan kekuatan ibu mengedan janin didorong keluar sampai lahir, kala III atau kala uri dimana plasenta lepas dari dinding uterus dan dilahirkan, kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan lamanya 1‐2 jam (Mochtar, 1998).

1. Kala I (Fase Pematangan atau Pembukaan Serviks)

Fase ini dimulai pada waktu serviks membuka karena his, yaitu kontraksi uterus yang teratur, makin lama makin kuat, makin sering, makin terasa nyeri, disertai pengeluaran darah-lendir yang tidak lebih banyak daripada darah haid. . Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida.

Pada primigravida, ostium uteri internum akan membuka lebih dahulu sehingga serviks akan mendatar dan menipis kemudian ostium uteri eksternum membuka. Pada multigravida, ostium uteri internum dan eksternum sudah sedikit terbuka. Penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama pada pembukaan. Ketuban akan pecah sendiri ataupun harus dipecahkan ketika pembukaan hampir lengkap atau telah lengkap, bila ketuban pecah sebelum mencapai pembukaan 5 cm disebut ketuban pecah dini. Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri

(6)

lengkap, yang pada primigravida berlangsung selama kurang lebih 13 jam sedangkan pada multigravida kurang lebih 7 jam (Prawirohardjo, 2005).

Berakhirnya fase pematangan pada waktu pembukaan serviks telah lengkap (pada periksa dalam, bibir porsio serviks tidak dapat diraba lagi). Selaput ketuban biasanya pecah spontan pada saat akhir kala I.

Pada kala I terdapat dua fase, yaitu:

a. Fase laten : pembukaan sampai mencapai 3 cm, berlangsung sekitar 8 jam.

b. Fase aktif : pembukaan 3 cm sampai lengkap ( + 10 cm), berlangsung sekitar 6 jam.

Fase aktif terbagi atas:

i. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4 cm

ii. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sampai 9 cm iii. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai lengkap ( + 10 cm)

Peristiwa penting pada kala I yaitu keluarnya lendir atau darah (bloody show) karena terlepasnya sumbat mucus (mucous plug) yang selama kehamilan menumpuk di kanalis servikalis, akibat terbukanya kapiler serviks, dan pergeseran antara selaput ketuban dengan dinding dalam uterus. Ostium uteri internum dan eksternum terbuka sehingga serviks menipis dan mendatar, selaput ketuban pecah spontan.

Freidman dan Sachtlben (2005, dalam Prawirohardjo) mendefenisikan fase laten berkepanjangan apabila lebih dari 20 jam pada primigravida, pada multipara lebih dari 14 jam.

(7)

Untuk mengurangi persalinan abnormal dengan segala akibat buruknya, sejak tahun 1970 dipergunakan partograf. Partograf adalah catatan grafik kemajuan persalinan untuk memantau keadaan ibu dan janin, yang menjadi petunjuk untuk melakukan tindakan bedah kebidanan dan menemukan DKP (Disproporsi Kepala Panggul) jauh sebelum persalinan menjadi macet. Koesoemapradja (1993) melaporkan bahwa partograf telah dipakai di banyak negara, termasuk Indonesia, oleh karena sangat efektif, tidak mahal, mudah, terbukti efektif dalam mencegah terjadinya persalinan lama, menurunkan tindakan bedah kebidanan dan menurunkan kematian perinatal.

2. Kala II (Fase Pengeluaran Bayi)

Kala II dimulai pada saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir pada saat bayi telah lahir lengkap. Pada fase ini, his menjadi lebih kuat, lebih sering dan sangat kuat. Selaput ketuban mungkin juga baru pecah spontan pada awal kala II.

Peristiwa penting pada kala II persalinan yaitu, bagian terbawah janin (kepala) turun sampai dasar panggul. Ibu merasa reflex ingin mengejan yang semakin berat. Perineum meregang dan anus membuka (hemoroid fisiologis). Kepala dilahirkan terlebih dahulu dengan suboksiput di bawah simfisis (simfisis pubis sebagai sumbu putar), selanjutnya dilahirkan badan dan anggota badan. Kemungkinan diperlukan pemotongan jaringan perineum untuk memperbesar jalan lahir (episiotomy). Lama kala II pada ibu primigravida kurang lebih 1,5 jam.

(8)

3. Kala III (Fase Pengeluaran Plasenta)

Dimulai pada saat bayi telah lahir lengkap dan berakhir dengan lahirnya plasenta. Kelahiran plasenta adalah lepasnya plasenta dari insersi pada dinding uterus, serta pengeluaran plasenta dari cavum uteri.

Pelepasan plasenta terjadi karena perlekatan di dinding uterus bersifat adhesi, sehingga pada saat kontraksi mudah lepas dan berdarah. Pada keadaan normal, kontraksi uterus bertambah keras, fundus setinggi sekitar di atas pusat. Plasenta lepas spontan kurang lebih 5 sampai 15 menit setelah bayi lahir.

4. Kala IV (Fase Observasi Pasca Persalinan)

Sampai dengan satu jam post partum dilakukan observasi. Tujuh pokok penting yang harus diperhatikan pada kala 4:

a. Kontraksi uterus harus baik

b. Tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain c. Plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap d. Kandung kemih harus kosong

e. Luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematom f. Resume keadaan bayi

g. Resume keadaan ibu

2.1.3 Tanda – Tanda Persalinan

Tanda-tanda berikut menandakan kelahiran sudah dekat, yaitu (Hamilton, 1995):

(9)

2. Keluaran yang mengandung darah dari vagina meningkat 3. Membran amnion pecah

4. Nafas lebih cepat 5. Mual dan muntah 6. Perineum menonjol 7. Anus terbuka

8. Keringat mengalir deras 9. Sakit pinggang meningkat 10. Tekanan pada rectum

11. Abdomen sakit bila disentuh 12. Mengejan dan menangis

13. Keinginan mengejan yang tidak terkontrol

2.1.4 Tanda – Tanda Bahaya Persalinan

Tanda-tanda bahaya persalinan adalah : (Bobak, 2005)

1. Perubahan pada denyut jantung janin meningkat, melambat, melemah, dan mengalami ketidakteraturan.

2. Perdarahan pervagina berjumlah banyak

3. Keluarnya cairan pervaginam yang mengandung mekonium kehitaman, atau hijau, kecuali presentasi sungsang yang sedang dinantikan

(10)

2.1.5 Macam – Macam Persalinan

1. Persalinan spontan : persalinan yang berlangsung dengan kekuatan sendiri dan melalui jalan lahir

2. Persalinan buatan : persalinan yang dibantu dengan tenaga dari luar (misalnya : vacuum extraction, sectio caesaria)

3. Persalinan anjuran : persalinan yang tidak dimulai sendiri, tetapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pytocin / prostaglandin.

2.1.6 Hal-hal yang Memengaruhi Prognosis Persalinan

Kemajuan dan hasil akhir persalinan dipengaruhi oleh faktor: 1. Power / Tenaga

Power adalah kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu, seperti kekuatan his dan mengejan yang dapat menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin keluar. His yang normal mulai dari salah satu sudut di fundus uteri kemudian menjalar simetris ke seluruh korpus uteri dimana lapisan otot uterus paling dominan, kemudian mengadakan relaksasi secara merata dan menyeluruh, hingga tekanan dalam ruang amnion, kembali ke asalnya.

2. Passanger / Keadaan janin

Passanger adalah kondisi janin sendiri, bagian yang paling besar dan keras pada janin adalah kepala janin, kepala janin ini pula yang paling banyak mengalami cedera selama persalinan, sehingga dapat membahayakan hidup dan kehidupan janin kelak, hidup sempurna, cacat, atau pada akhirnya meninggal. Biasanya apabila kepala

(11)

janin sudah lahir, maka bagian-bagian lainnya akan menyusul dengan mudah kemudian.

3. Passage / Jalan lahir

Passage adalah keadaan jalan lahir, jalan lahir mempunyai kedudukan penting dalam proses persalinan untuk mencapai kelahiran bayi. Dengan demikian, evaluasi jalan lahir merupakan salah satu factor yang menentukan apakah persalinan dapat berlangsung pervaginam atau melalui seksio sesaria. Pada jalan lahir dengan tulang panggul ukuran normal, kelahiran pervaginam janin dengan ukuran berat badan yang normal tidak akan mengalami kesukaran. Akan tetapi, karena pengaruh gizi, lingkungan, atau hal-hal lain, ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil daripada standar normal, sehingga bias terjadi kesulitan persalinan pervaginam.

Pada jalan lahir lunak, yang berperan dalam persalinan normal adalah segimen bawah rahim, serviks uteri dan vagina. Di samping itu otot-otot jaringan ikat dan ligament yang menyokong alat-alat urogenital juga sangat berperan dalam persalinan. 4. Faktor psikis

Psikis adalah terkait kejiwaan ibu, ada keterkaitan antara faktor somatik dengan faktor psikis, dengan demikian segenap perkembangan emosional di masa dari wanita yang bersangkutan ikut berperan untuk mempengaruhi mudah sukarnya kelahiran bayinya. Pada proses melahirkan bayi, pengaruh-pengaruh psikis bias menghambat dan memperlambat proses kelahiran, atau bisa juga mempercepat proses kelahiran. Maka fungsi biologis dari reproduksi itu dipengaruhi oleh faktor psikis dan emosional dari wanita yang bersangkutan.

(12)

2.2 Kecemasan

2.2.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA, masih baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/ splitting of personality), perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Hawari, 2011).

Sedangkan menurut Sobur (2003) (dalam Trimiasti, 2004) kecemasan adalah ketakutan yang tidak nyata, suatu perasaan terancam sebagai tanggapan terhadap suatu yang sebenarnya tidak mengancam. Kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar atau konfliktual (Idrus, 2006).

Konsep kecemasan memegang peranan penting yang sangat mendasar dalam teori-teori tentang stres dan penyesuaian diri. Kecemasan adalah perasaan was-was, khawatir, atau tidak nyaman seakan-akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman. Kecemasan merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu seperti perubahan detak jantung dan pernafasan. Kecemasan melibatkan persepsi tentang perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi fisiologis, dengan kata lain kecemasan adalah reaksi atas situasi yang dianggap berbahaya (Trismiati, 2004 dikutip dari Purba dkk, 2008).

(13)

Dari beberapa uraian diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis (misal gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat) dan psikologis (misal panik, tegang, bingung, tidak bisa berkonsentrasi).

2.2.2 Penyebab Kecemasan

Kecemasan dapat disebabkan oleh adanya perasaan takut tidak diterima dalam lingkungan tertentu, adanya pengalaman traumatis seperti trauma akan berpisah, kehilangan atau bencana, adanya rasa frustasi akibat kegagalan dalam mencapai tujuan, adanya ancaman terhadap integritas diri meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan kebutuhan dasar serta adanya ancaman terhadap konsep diri; identitas diri, harga diri, dan perubahan peran (Purba dkk, 2008).

2.2.3 Gejala Kecemasan

Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain: khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang, gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat, keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus),

(14)

berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan dan sakit kepala (Hawari, 2011).

Sue, dkk (dalam Purba dkk, 2008) menyebutkan bahwa manifestasi kecemasan terwujud dalam empat hal berikut ini:

a. Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam pikiran seseorang, seringkali memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan terjadi.

b. Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar.

c. Perubahan somatik, muncul dalam keadaaan mulut kering, tangan dan kaki dingin, diare, sering kencing, ketegangan otot, peningkatan tekanan darah dan lain-lain. Hampir semua penderita kecemasan menunjukkan peningkatan detak jantung, respirasi, ketegangan otot dan tekanan darah.

d. Afektif, diwujudkan dalam perasaan gelisah, dan perasaan tegang yang berlebihan.

2.2.4 Klasifikasi Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart dan Sundeen (2002), ada empat tingkat kecemasan yang dialami individu, yaitu :

1. Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah

(15)

kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.

2. Kecemasan sedang

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis.

3. Kecemasan berat

Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.

(16)

4. Panik

Panik berhubungan dengan terpengarah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernafas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.

2.2.5 Rentang Respon Kecemasan

Rentang respon sehat sakit dapat dipakai untuk menggambarkan respon adaptif-maladaptif pada kecemasan seperti digambarkan oleh Stuart & Sudeen (1998) sebagai berikut :

Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan

Ket. gambar :

Respon adaptif : seseorang menggunakan koping yang bersifat konstruktif dalam mengatasi kecemasan berupa antisipasi.

Respon maladaptif : merupakan koping yang bersifat merusak (destruktif) dan disfungsional (menghindari kontak dengan orang lain).

(17)

Respon fisiologis terhadap kecemasan menurut Stuart & Laraia (2005):

• Kardiovaskuler : peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi meningkat, tekanan nadi menurun, shock dan lain-lain.

• Respirasi : nafas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.

• Kulit : perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.

• Gastrointestinal : anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium, nausea, diare.

• Neuromuskuler : reflex meningkat reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kejang, wajah tegang, gerakan lambat.

Respon psikologis terhadap kecemasan :

• Perilaku : gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindari.

• Kognitif : gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir, bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan, khawatir yang berlebihan, objektifitas menurun, takut kecelakaan takut mati dan lain-lain.

• Afektif : tidak sabar, tegang, neurosis, gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain.

(18)

2.2.6 Teori Kecemasan terhadap Lamanya Persalinan

Kecemasan terhadap lamanya persalinan dikemukakan oleh Chapman (2006), bahwa kecemasan yang dialami oleh ibu bersalin semakin lama akan semakin meningkat seiring dengan semakin seringnya kontraksi muncul sehingga keadaan ini akan membuat ibu semakin tidak kooperatif. Stress persalinan secara reflex menyebabkan peningkatan kadar katekolamin ibu jauh diatas kadar yang ditemukan pada wanita yang tidak hamil atau wanita hamil sebelum persalinan. Stress psikologis dan hipoksia yang berkaitan dengan nyeri dan rasa cemas meningkatkan seksresi adrenalin. Peningkatan sekresi adrenalin dapat menyebabkan vaso kontriksi akibatnya aliran darah uterus menurun, sehingga mengakibatkan terjadinya hipoksia dan bradikardi janin yang akhirnya akan terjadi kematian janin dan dapat menghambat kontraksi, sehingga memperlambat persalinan.

2.3 Kecemasan pada Proses Persalinan 2.3.1 Kecemasan pada Proses Persalinan

Meskipun kehadiran seorang bayi begitu diinginkan, kehamilan adalah saat ketika seorang wanita mengalami berbagai jenis emosi, dan salah satunya yang paling menonjol adalah kecemasan. Kehamilan terutama kehamilan tahap akhir akan dipenuhi dengan mimpi-mimpi dan bayangan mengenai seperti apakah bayi yang akan lahir ini. Kebanyakan dilanda kecemasan tentang apakah bayinya sehat atau tidak. Ketakutan akan melahirkan seorang bayi yang tidak normal atau meninggal dunia dapat menyebabkan stres berat. Beberapa calon ibu tidak berani

(19)

membayangkan tentang persalinan karena khawatir kalau bayinya tidak lahir dalam keadaan sehat. Namun, beberapa wanita lainnya selalu tenang dan percaya diri (Nolan, 2003).

Salah satu yang paling dicemaskan oleh ibu hamil dan pasangannya selama kehamilan adalah bagaimana mereka tahu bahwa persalinan telah dimulai. Sebagian besar wanita hamil mencemaskan nyeri persalinan. Media massa sering menggambarkan persalinan yang lama, sangat menyakitkan, bahkan berbahaya. Bayangan akan rasa nyeri membuat beberapa calon ibu menjadi begitu takut sehingga bulan-bulan terakhir dari kehamilannya terbuang sia-sia (Nolan, 2003).

Begitu persalinan tinggal beberapa minggu lagi, para calon ibu mulai menghadapi kesibukan untuk melahirkan. Kemungkinan besar mereka sudah mendengar banyak cerita tentang persalinan dan beberapa diantaranya membuat mereka takut. Beberapa minggu terakhir dapat terasa sangat lama dan banyak ibu yang cemas menanti dimulainya persalinan (Nolan, 2003).

2.3.2 Penyebab Kecemasan dalam Menghadapi Persalinan

1. Nyeri

Nyeri pada persalinan kala I adalah perasaan sakit dan tidak nyaman yang dialami ibu sejak awal mulainya persalinan sampai servik berdilatasi maksimal (10 cm). Nyeri ini disebabkan oleh proses dari dilatasi serviks, hipoksia otot uterus, ischemia korpus uteri, peregangan segmen bawah uterus dan kompresi saraf di serviks (ganglionik servikalis). Subjektif nyeri ini dipengaruhi oleh paritas, ukuran dan posisi janin, tindakan medis, kecemasan, kelelahan, budaya dan mekanisme

(20)

koping dan lingkungan. Nyeri mengakibatkan ketegangan (stress) karena stress dapat mengakibatkan peningkatan kadar katekolamin yang mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke uterus sehingga uterus kekurangan oksigen (Iswani, 2002).

Rasa tidak nyaman selama persalinan disebabkan oleh dua hal, yaitu pada tahap pertama persalinan, kontraksi rahim yang menyebabkan ; 1). Dilatasi dan penipisan serviks. 2). Iskhemia rahim penurunan aliran darah sehingga oksigen lokal mengalami defisit akibat konstriksi arteri miometrium. Impuls rasa nyeri pada tahap pertama persalinan transmisi melalui segmen saraf spinalis T11‐T12 saraf sensori torakal bawah serta saraf simpatik lumbal atas. Saraf ini berasal dari korpus uterus dan serviks (Bobak, 2005).

Nyeri melibatkan dua komponen yaitu fisiologis dan psikologis. Seorang wanita yang bereaksi terhadap nyeri disertai rasa takut dan cemas akan meningkatkan aktifitas saraf simpatis dan meningkatkan sekresi katekolamin atau epineprin dan norepineprin yang mengakibatkan perangsangan reseptor alpa dan beta. Kombinasi efek perangsang dari reseptor alpa dan beta akibat sekresi katekolamin yang berlebihan akan menimbulkan penurunan aliran darah dari dan ke plasenta sehingga membatasi suplai oksigen serta penurunan efektifitas dari kontraksi uterus yang memperlambat proses persalinan, hambatan fisik lainnya yang dapat menimbulkan rasa sakit atau nyeri adalah akibat dari persalinan yang berlangsung lama, ibu mempunyai penyakit atau penyulit saat bersalin dan pemeriksaan jalan lahir berulang‐ulang oleh tenaga medis (Kinney, 2002; Danuatmaja, 2004).

(21)

2. Keadaan fisik

Penyakit yang menyertai ibu dalam kehamilan adalah salah satu faktor yang menyebabkan kecemasan. Seseorang yang menderita suatu penyakit akan lebih mudah mengalami kecemasan dibandingkan dengan orang yang tidak sedang menderita sakit (Carpenito, 2001). Seorang ibu yang hamil dengan suatu penyakit yang menyertai kehamilannya maka ibu tersebut akan lebih cemas lagi karena kehamilan dan persalinan meskipun dianggap fisiologis namun tetap beresiko terjadi hal‐hal yang patologis mengakibatkan tindakan stimulus, ekstraksi vakum, kadang-kadang operasi caesaria untuk menyelamatkan ibu dan bayi diperlukan.

3. Tidak periksa kehamilan ke fasilitas kesehatan

Ibu hamil dapat memeriksakan kehamilannya pada dokter ahli kebidanan, dokter umum dan bidan. Tujuan pemeriksaan dan pengawasan ibu hamil adalah : a. Mengenali dan menangani penyulit‐penyulit yang mungkin dijumpai dalam

kehamilan, persalinan dan nifas.

b. Mengenali dan mengobati penyakit‐penyakit yang mungkin diderita ibu sedini mungkin.

c. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anak.

d. Memberikan nasehat‐nasehat tentang cara hidup sehari‐hari dan keluarga berencana, kehamilan, persalinan, nifas dan laktasi (Mochtar, 1998).

Dalam setiap kunjungan pemeriksaan kehamilan ke petugas kesehatan, selain pemeriksaan fisik, ibu akan mendapatkan informasi/pendidikan kesehatan tentang

(22)

perawatan kehamilan yang baik, persiapan menjelang persalinan baik fisik maupun psikis, serta informasi mengenai proses persalinan yang akan dihadapi nanti. Dengan demikian ibu diharapkan dapat lebih siap dan lebih percaya diri dalam menghadapi proses persalinan. Untuk itu selama hamil hendaknya ibu memeriksakan kehamilannya secara teratur ke petugas kesehatan.

Idealnya ibu hendaknya memeriksakan kehamilannya paling tidak sekali dalam sebulan atau jika ada keluhan. Namun WHO menetapkan standar minimal kunjungan ibu hamil ke petugas kesehatan adalah 4 x selama hamil, yakni 1 x pada trismester pertama, 1 x pada trismester kedua dan 2 x pada trismester III (Saifudin, 2001).

4. Pengetahuan

Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh seseorang tentang suatu hal secara formal maupun non formal. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2005).

2.3.3 Kecemasan pada Primigravida

Ibu primigravida merupakan seorang wanita yang hamil untuk pertama kali. Pengalaman melahirkan pertama kali memberikan perasaan yang bercampur baur antara bahagia dan penuh harapan dengan kekhawatiran tentang apa yang akan dialami semasa persalinan. Kecemasan tersebut muncul karena bayangan tentang

(23)

hal-hal yang menakutkan saat proses persalinan, walaupun apa yang dibayangkan belum tentu terjadi (Amalia, 2009).

Menjelang persalinan, banyak hal mengkhawatirkan muncul dalam pikiran ibu hamil seperti takut bayi cacat, takut harus operasi, takut persalinannya lama, dan sebagainya. Puncak kekhawatiran muncul bersamaan dengan dimulainya tanda-tanda akan melahirkan. Kontraksi yang lama-kelamaan meningkat menambah beban ibu, sehingga kekhawatiran pun bertambah. Pada kondisi inilah perasaan khawatir, bila tidak ditangani dengan baik, bisa merusak konsentrasi ibu sehingga persalinan yang diperkirakan lancar dapat menjadi tidak lancar akibat ibu panik (Amalia, 2009).

Kosim (1970) mengemukakan beberapa hal yang dicemaskan ibu hamil dalam menghadapi persalinan antara lain : rasa nyeri waktu bersalin, apakah akan mendapatkan pertolongan dan perawatan persalinan yang semestinya, ancaman bahaya maut, bayinya cacat atau tidak.

Kecemasan dan ketakutan mempunyai reaksi neurofisiologik yang sama, yaitu memacu pengeluaran adrenalin. Pengaruh adrenalin pada uterus saat persalinan adalah menyebabkan kontriksi pembuluh darah uterus sehingga vaskularisasi berkurang dan timbulnya perasaan nyeri, hal ini yang menyebabkan berkurangnya kekuatan kontraksi uterus, akibatnya lama persalinan bertambah panjang. Dengan adanya fase kontriksi pada uterus kadar oksigen berkurang dan bayi yang dilahirkan akan mengalami hipoksia.

(24)

2.4 Mekanisme Koping 2.4.1 Pengertian Koping

Koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu (Lazarus, 1985 dalam Mustikasari 2006). Koping juga dapat digambarkan berhubungan dengan masalah dan situasi, atau menghadapinya dengan berhasil / sukses (Kozier, 2004). Sedangkan koping menurut Rasmun (2004) adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi stressfull. Koping tersebut merupakan cara individu berespon terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologik.

2.4.2 Pengertian Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dari perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 2005). Jika individu berada pada kondisi stress, ia akan menggunakan berbagai cara untuk mengatasinya, individu dapat menggunakan satu atau lebih sumber koping yang tersedia (Rasmun, 2004).

2.4.3 Teori Mekanisme Koping terhadap Lama Persalinan

Guyton (2006) mengemukakan bahwa dukungan yang dirasakan oleh ibu selama proses persalinan secara terus menerus dapat menimbulkan emosi ibu menjadi tenang serta mendorong mekanisme koping yang adaptif yang akan menjadi impuls ke neurotransmitter ke sistem limbik dan diteruskan ke amigdala kemudian ke hipotalamus maka terjadi perangsangan pada nucleus ventromedial dan area

(25)

sekelilingnya sehingga menimbulkan perasaan tenang dan akhirnya kecemasan pun menurun mengakibatkan persalinan menjadi normal.

2.4.4 Respon Mekanisme Koping

Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi dua (Stuart dan Sundeen, 2002) yaitu; mekanisme koping adaptif dan mekanisme koping maladaptif. Mekanisme koping adaptif adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang, dan aktivitas konstruktif. Sedangkan mekanisme koping maladaptif adalah mekanisme kping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar.

Koping dapat diidentifikasi melalui respon, manifestasi (tanda dan gejala) dan pernyataan klien dalam wawancara. Koping dapat dikaji melalui bebagai aspek : fisiologis dan psikososial (Keliat, 2005).

a. Reaksi fisiologis merupakan manifestasi tubuh terhadap stress b. Reaksi psikososial terkait beberapa aspek, antara lain :

i. Reaksi yang berorientasi pada ego yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental, seperti denial (menyangkal), proyeksi regresi, displacement, isolasi¸dan supresi.

ii. Reaksi yang berkaitan dengan respon verbal, seperti menangis, tertawa, teriak, memukul dan menyepak, menggenggam, mencerca.

(26)

iii. Reaksi yang berorientasi pada penyelesaian masalah. Jika mekanisme pertahanan mental dan respon verbal tidak menyelesaikan masalah secara tuntas, karena itu perlu dikembangkan kemampuan menyelesaikan masalah ini merupakan koping yang perlu dikembangkan. Koping ini melibatkan proses kognitif, afektif, dan psikomotor. Koping ini meliputi: berbicara dengan orang lain mengenai masalahnya dan mencari jalan keluar dari informasi orang lain; mencari tahu lebih banyak tentang situasi yang dihadapi melalui buku, media massa, atau orang ahli; berhubungan dengan kekuatan supranatural; beribadah secara teratur, percaya diri bertambah dan pandangan positif berkembang; melakukan penanganan stress, misalnya latihan pernafasan, meditasi, visualisasi, stop berpikir; membuat berbagai alternatif tindakan dalam menangani situasi; belajar dari pengalaman yang lalu; tidak mengulang kegagalan yang sama.

Mekanisme koping positif pada ibu bersalin dapat terbentuk dengan dukungan dari suami atau orang yang diinginkan ibu untuk mendampingi saat persalinan. Pemberian informasi tentang persalinan dan menganjurkan relaksasi dengan tarik nafas panjang jika nyeri muncul, dianjurkan ibu untuk berpikir positif dan mendorong mekanisme koping apapun yang dipilih untuk menurunkan kecemasan (Fraser et all, 2009).

(27)

2.4.5 Penggolongan Mekanisme Koping

Mekanisme koping juga dibedakan menjadi dua tipe menurut Kozier (2004), yaitu:

a. Mekanime koping berfokus pada masalah (problem focused coping), meliputi usaha untuk memperbaiki suatu situasi dengan membuat perubahan atau mengambil beberapa tindakan dan usaha segera untuk mengatasi ancaman pada dirinya. Contohnya adalah negosiasi, konfrontasi dan meminta nasehat.

b. Mekanisme koping yang berfokus pada emosi (emotional focused coping), meliputi usaha-usaha dan gagasan yang mengurangi distress emosional. Mekanisme koping berfokus pada emosi, tidak memperbaiki situasi tetapi seseorang sering merasa lebih baik.

Mekanisme koping juga dilihat sebagai mekanisme koping jangka pendek dan jangka panjang. Mekanisme koping jangka panjang merupakan cara konstruktif dan realistik. Sebagai contoh, dalam situasi tertentu berbicara dengan oranglain tentang masalah dan mencoba menemukan lebih banyak informasi tentang situasi. Mekanisme koping yang selanjutnya adalah mekanisme koping jangka pendek, cara ini digunakan untuk mengurangi stress untuk sementara tetapi merupakan cara yang tidak efektif menghadapi realitas.

Sedangkan menurut Folkman dan Lazarus dalam Afidarti (2006), metode koping terdiri dari :

(28)

Individu berusaha menganalisa situasi untuk memperoleh solusi dan kemudian mengambil tindakan langsung untuk menyelesaikan masalah.

2. Confrontative coping (problem focused)

Individu mengambil tindakan asertil yang sering melibatkan kemarahan atau mengambil resiko untuk merubah situasi.

3. Seeking social support (problem or emotion – focused)

Usaha individu untuk memperoleh dukungan emosional atau dukungan informal. 4. Distancing (emotion – focused)

Usaha kognitif untuk menjauhkan diri sendiri dari situasi atau menciptakan pandangan yang positif terhadap masalah yang dihadapi.

5. Escape – avoidanceting (emotion-focused)

Menghindari masalah dengan cara berkhayal atau berpikir dengan penuh harapan tentang situasi yang dihadapi atau mengambil tindakan untuk menjauhi masalah yang dihadapi.

6. Self control (emotion – focused)

Usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan ataupun tindakan dalam hubungannya dengan masalah.

7. Accepting responcybility (emotion – focused)

Mengaku peran diri sendiri dalammaslah dan berusaha untuk memperbaikinya. 8. Positive Reappraisal (emotion – focused)

(29)

2.4.6 Pembentukan Mekanisme Koping dalam Persalinan

a. Support

Support yang bermakna dukungan atau bantuan bagi Ibu melahirkan diperlukan sejak kala I. Support yang diberikan terus menerus dapat memperpendek waktu persalinan (Newton & Newton, 1986); (Hofmeyr & Nikodern, 1995); (Pascali & Kroeger, 2004). Kontak personal dan sentuhan merupakan satu-satunya cara penyediaan dukungan selama persalinan (Pilliteri, 2003). Dukungan yang diberikan antara lain :

1) Dukungan lingkungan sosial (dukungan suami)

Dukungan keluarga terlebih suami saat ibu melahirkan sangat dibutuhkan seperti kehadiran keluarga /suami untuk mendampingi istri menjelang saat melahirkan atau suami menyentuh tangan istri dengan penuh perasaan sehingga istri akan merasa lebih tenang untuk menghadapi proses persalinan, selain itu katakata yang mampu memotivasi dan memberikan keyakinan pada ibu bahwa proses persalinan yang dijalani ibu akan berlangsung dengan baik sehingga ibu tidak perlu merasa cemas, tegang atau ketakutan (Musbikin, 2005).

Pada kala I persalinan, reaksi psikososial ibu yang akan melahirkan, antara lain adalah perasaan kecemasan, ketakutan dan meningkatnya sensitivitas nyeri. Reaksi tersebut direspons sebagai stressor psikologis dan secara patofisiologis terlepaslah hormon stress dan aktivasi dari system simpatis, selanjutnya menimbulkan refleks otonom, akibatnya terjadilah vasokonstriksi sistemik, yang akan menimbulkan

(30)

berbagaigejala klinis seperti penurunan kontraksi otot rahim, kakunya otot skelet sehingga proses persalinan berlangsung lebih lama (LeDoux, 1998; Niven, 1992).

Dukungan suami pada kala 1 seperti : 1. Fase laten

a. Berlatih menghitung waktu kontraksi. Jarak antara kontraksi dihitung mulai awal sebuah kontraksi sampai awal kontraksi berikutnya. Hitunglah secara berkala dan buat catatan jika jarak antara kontraksi kurang dari 10 menit.

b. Memberi ketenangan dan rasa santai pada ibu dengan ketenangan diri sendiri. Jangan cemas karena dapat berpengaruh pada ibu, lakukan latihan relaksasi bersama‐sama atau pijatlah ibu dengan lembut dan tidak tergesa-gesa. Jangan memulai latihan pernafasan karena terlalu dini.

c. Pertahankan rasa humor, baik bagi diri ibu maupun suami.

d. Membantu ibu mengalihkan perhatian, misalnya menonton TV dan berjalan-jalan.

e. Memberikan kenyamanan, keyakinan dan dukungan kepada ibu. f. Mempertahankan stamina. Makan dan minum secara berkala. g. Bantu ibu untuk menghubungi tim medis.

2. Fase aktif

a. Menjaga pintu ruang bersalin agar tetap tertutup, lampu tidak terlalu terang agar ibu dapat istrahat. Jika diijinkan pemasangan musik lembut

(31)

dapat membantu. Lanjutkan teknik relaksasi diantara waktu kontraksi, selain itu tetap tenang.

b. Mengikuti perkembangan kontraksi.

c. Anjurkan ibu untuk menarik nafas jika kontraksi sulit.

d. Jika ibu menunjukkan tanda‐tanda hiperventilasi mintalah ibu menghembuskan nafas dikantong kertas atau pada tangan yang dikatubkan kemudian hirup kembali udara yang dihembuskan. Ulangi beberapa kali sampai ibu merasa baik. Jika tidak segera beritahu dokter atau perawat. e. Terus memberikan kata‐kata yang meyakinkan ibu, pujian dan jangan

mengkritik.

f. Pijat ibu dengan teknik yang sudah dipelajari untuk membuatnya nyaman . g. Jangan menganggap tidak ada sakit meskipun ibu tidak mengeluh

sedikitpun.

h. Ingatkan ibu untuk rileks diantara kontraksi. i. Ingatkan ibu untuk mencoba buang air kecil.

j. Jangan tersinggung jika ibu tidak bereaksi atau malah seperti terganggu terhadap usaha yang dilakukan pendamping.

k. Jika diperbolehkan tawarkan ibu minum air melalui sedotan. l. Gunakan lap basah untuk menyegarkan tubuh dan wajahnya.

m. Teruskan usaha mengalihkan perhatiannya, beri semangat dan dukungan n. Usahakan perubahan posisi, jika mungkin berjalan‐jalanlah bersamanya.

(32)

o. Sedapat mungkin wakilli ibu saat berhubungan dengan petugas medis. p. Jika ibu meminta obat pereda sakit sampaikan kepada perawat atau dokter Perhatian terhadap masalah psikologis termasuk mengikutsertakan partisipasi keluarga ibu bersalin dapat membuat persalinan dapat menjadi lebih menyenangkan. Hal ini dapat mempengaruhi lama persalinan (Burroughs & Leifer, 2001).

Pendampingan selama proses persalinan dapat mempersingkat lama persalinan karena dengan pendampingan akan terbentuk koping yang positif dan membuat ibu merasa aman, nyaman, lebih percaya diri, dan ibu merasa damai. Ibu yang merasa takut dan cemas selama persalinan cenderung lebih lama persalinannya sehingga menimbulkan keletihan, infeksi, perdarahan, dehidrasi, distress, dan sepsis janin. Akibat persalinan lama menimbulkan kelelahan dan ibu menjadi tidak nyaman. Tindakan stimulasi, ekstraksi vakum, kadang-kadang operasi cesar untuk menyelamatkan ibu dan bayi perlu dilakukan.

2) Informasi dari petugas kesehatan

Kecemasan dan ketakutan pada ibu melahirkan bisa terjadi meskipun dalam batas normal. Perubahan-perubahan fisiologi ibu yang terjadi selama persalinan penting dijelaskan kepada ibu, misalnya tekanan darah meninggi selama kontraksi, suhu akan sedikit naik selama persalinan, denyut antara kontraksi sedikit lebih tinggi disbanding selama periode segera sebelum pra-persalinan, kenaikan pernafasan sedikit di atas normal selama persalinan.

(33)

b. Religiusitas

Religiusitas atau penghayatan keagaman ternyata besar pengaruhnya terhadap taraf kesehatan fisik dan mental. Masyarakat dan bangsa Indonesia adalah masyarakat dan bangsa yang religious sehingga pendekatan keagamaan perlu dilakukan. Menurut Hawari (2011), mereka yang religious lebih kebal dan lebih tenang menghadapi operasi, lebih kuat dan lebih tabah menghadapi stress dibandingkan dengan non-religius.

2.5 Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan dalam penelitiaan ini untuk pengaruh tingkat kecemasan terhadap lama persalinan kala I adalah yang dikemukakan oleh Chapman (2006) bahwa kecemasan yang dialami oleh ibu bersalin semakin lama akan semakin meningkat seiring dengan semakin seringnya kontraksi muncul sehingga keadaan ini akan membuat ibu semakin tidak kooperatif. Stress persalinan secara reflex menyebabkan peningkatan kadar katekolamin ibu jauh diatas kadar yang ditemukan pada wanita yang tidak hamil atau wanita hamil sebelum persalinan. Stress psikologis dan hipoksia yang berkaitan dengan nyeri dan rasa cemas meningkatkan seksresi adrenalin. Peningkatan sekresi adrenalin dapat menyebabkan vaso kontriksi akibatnya aliran darah uterus menurun, sehingga mengakibatkan terjadinya hipoksia dan bradikardi janin yang akhirnya akan terjadi kematian janin dan dapat menghambat kontraksi, sehingga memperlambat persalinan.

(34)

Sedangkan untuk pengaruh mekanisme koping terhadap lama persalinan kala I adalah yang dikemukakan oleh Guyton (2006) bahwa dukungan yang dirasakan oleh ibu selama proses persalinan secara terus menerus dapat menimbulkan emosi ibu menjadi tenang serta mendorong mekanisme koping yang adaptif yang akan menjadi impuls ke neurotransmitter ke sistem limbik dan diteruskan ke amigdala kemudian ke hipotalamus maka terjadi perangsangan pada nucleus ventromedial dan area sekelilingnya sehingga menimbulkan perasaan tenang dan akhirnya kecemasan pun menurun mengakibatkan persalinan menjadi normal.

(35)

Skema pengaruh tingkat kecemasan dan mekanisme koping terhadap lamanya kala I persalinan (Chapman, 2006) dan (Guyton, 1997) :

Gambar 2.2 Mekanisme Pengaruh Kecemasan dan Koping terhadap Lama Persalinan

(36)

2.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori, maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Tingkat Kecemasan

Lamanya Kala I Persalinan Primigravida

Gambar

Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan  Ket. gambar :
Gambar 2.2  Mekanisme Pengaruh Kecemasan dan Koping terhadap Lama  Persalinan
Gambar 2.3 Kerangka Konsep PenelitianTingkat Kecemasan

Referensi

Dokumen terkait

Discharge Planning sebaiknya dilakukan sejak pasien diterima di rumah sakit. Discharge Planning yang efektif seharusnya mencakup pengkajian berkelanjutan untuk mendapatkan

Saat pertama kali e-SPT diterapkan di KPP Pratama Makassar Barat tahun 2015 kendala yang dihadapi dalam penerapannya yaitu pertama sulitnya mengajarkan dan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada variabel Minat Menginap memiliki rata-rata presentase sebesar 73,93 % yang menunjukan bahwa tanggapan dari responden dalam

Selanjutnya dilakukan penyuluhan tentang dampak negatif yang ditimbulkan oleh sampah, antara lain bahwa cairan lindi yang berasal dari pembusukan sampah dapat

Hal ini berarti variabel lokasi, harga dan fasilitas mempengaruhi keputusan sewa kamar kost pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Samudra sebesar 17,0%,

Rata-rata nilai keterampilan proses sains kelas eksperimen secara keseluruhan yaitu sebesar 77 dan kelas kontrol sebesar 67. Dari data tersebut tampak bahwa rata- rata

Pada penelitian ini, peneliti membuat judul “ Pembangunan Aplikasi Penjualan Online pada Toko Jam Tangan AMPM Watch” penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan website yang

- Kuesioner, yaitu kuesioner SSQ ( social support questionaire ) yang digunakan untuk mengukur dukungan sosial dan kuesioner kepatuhan menjalani terapi ARV pada Odha yang