• Tidak ada hasil yang ditemukan

Butaru : Seperti apakah visi Bapak Marco dalam memanfaatkan ruang pada masa yang akan datang?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Butaru : Seperti apakah visi Bapak Marco dalam memanfaatkan ruang pada masa yang akan datang?"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

Marco Kusumawijaya, Efisiensi Pemanfaatan Ruang di Masa Depan Marco Kusumawijaya merupakan seorang urbanis yang memiliki pengalaman yang panjang sebagai seorang arsitek. Pria lulusan Universitas Katolik Parahyangan ini juga dikenal sebagai perancang kota dan perencana, selain dirinya juga menjadi konsultan manajemen perkotaan bagi Pemerintah Kota. Tak hanya sebatas itu, Seorang Marco pun dikenal sebagai jurnalis dengan banyak menelurkan karya-karya tentang issue arsitektur dan perkotaan di Jakarta.

Bahkan dalam waktu 10 tahun belakangan, pria berkacamata ini juga aktif terhadap pengembangan lingkungan perkotaan, studi budaya, dan seni. Pemikiran-pemikirannya yang revolusioner memberikan pemahaman multidisiplin urbanisme dan arsitektur, sehingga dirinya banyak berkolaborasi dengan berbagai orang dengan disiplin ilmu guna mengembangkan ide-ide terbaru guna menata ruang kota dengan menekankan pada lingkungan dan kebutuhan jangka panjang.

Begitu juga dengan beranjaknya waktu yang tidak memberikan tambahan terhadap ruang hidup. Namun beranjaknya waktu ke masa depan lebih memberikan persoalan tersendiri, karena pada masa yang akan datang jumlah manusia yang menghuni ruang semakin bertambah dan menimbulkan segala permasalahan baru. Meskipun, hingga saat ini pengambil kebijakan atau Pemerintah Kota belum mampu mengatasi permasalahan mendasar yang terjadi di kota-kota besar. Ternyata apa yang terjadi saat ini dan masa depan tak lepas dari faktor bagaimana mereka dapat memanfaatkan ruang secara maksimal.

Lantas bagaimana visi dari seorang Marco melihat permasalahan kota, lebih kepada kurang efisiennya dalam pemanfaatan ruang. Sehingga pemanfaatan ruang saat ini lebih kepada ekspansi yang berjangka pendek dari pada langkah efisiensi yang berjangka panjang. Bagaimana pandangan dan pemikiran seorang Marco Kusumawijaya dalam memanfaatkan ruang, berikut petikan wawancara antara tim Buletin Tata Ruang dengan Marco Kusumawijaya selaku Director RUJAK Center for Urban Studies:

Butaru : Seperti apakah visi Bapak Marco dalam memanfaatkan ruang pada masa yang akan datang? Marco : Saya pikir selama ini pemanfaatan ruang di Indonesia sudah tidak efisien. Kalau kita ditanya bagaimana visi kita kedepan, tentunya pertama kali kita harus mengoreksi apa yang sudah lama yang memang seharusnya telah dikoreksi. Meski demikian, saat ini kita harus bisa memanfaatkan ruang dengan cara-cara yang lestari untuk di masa depan. Jadi maksud saya coba menekankan, jangan selalu berpikir seolah-olah ada hal baru yang akan terjadi pada masa yang akan datang, padahal ada hal mendasar yang tidak pernah dibereskan, salah satunya adalah pemanfaatan ruang yang efisien. Beberapa contoh pemanfaatan ruang yang tidak efisien itu berupa, kita terus menerus memperlebar kota tanpa meningkatkan kapasitas kota atau ruang yang ada. Jadi kita terus ekspansif tanpa meningkatkan ruang yang ada. Seharusnya orientasi pemanfaatan ruang kita ini ada pada intesifikasi bukan ekspansi. Memang intensifikasi ini lebih sulit karena membutuhkan pengorganisasian yang baik, membutuhkan reinvestasi

yang terus menerus, tapi justru itu yang harus kita lakukan.

Kalau bicara tata ruang dengan pemanfaatan ruang yang lestari bukan sekedar memanfaatkan tetapi juga terus memperbaiki atau meningkatkan ruang itu sendiri. Harus dipaksa jadi memanfaatkan ruang yang intensif tanpa melebar-lebarkan ruang, justru mendorong kita melakukan reinvestasi ke dalam ruang yang ada.

Butaru : Bagaimana caranya untuk mewujudkan visi kota lestari tersebut?

Marco : Kita bisa lihat dari berbagai segi. Pertama kita tentunya harus memperkecil eksplotasi ekologi berarti mengurangi penggunaan energi, mengurangi modus transportasi dengan mesin dan bahan bakar, meningkatkan transportasi dengan modus tanpa mesin, berarti jalan kaki dan naik sepeda. Juga mengurangi kebutuhan untuk transportasi itu sendiri. Itu berarti membutuhkan tata ruang yang kompak, yang nyaman untuk jalan kaki dan nyaman untuk kendaraan tidak bermesin. Dalam hal ini sepeda. Selain itu tentu menyeimbangkan kembali penggunaan air dengan penyimpanan air, menyeimbangkan kembali emisi polusi dengan penyerapan polusi, saya rasa itu intinya.

(2)

Butaru : Karena ruang itu tidak bertambah, pada kondisi masa yang akan datang akan terjadi kepadatan penduduk, lalu seperti apakah penataan ruang yang baik?

Marco : Karena ruang tidak bertambah, maka kita tidak bisa terus menerus memperlebar penggunaan ruang. Tapi kita harus berusaha menggunakan ruang yang ada dengan lebih banyak orang melalui cara reinvestasi dan penataan kembali. Sehingga ruangan yang sama dapat menampung lebih banyak orang, bukan semakin sedikit menampung orang seperti yang terjadi pada saat ini.

Butaru : Langkah apa saja yang harus diambil untuk memperbaiki keadaan ini?

Marco : Kalau dari segi tata ruang, kita harus balik kepada prinsip yang tadi saya sebutkan, kita harus mengembalikan kota sebagai tempat hunian, bukan hanya sebagai tempat kerja, baik dalam pengertian harus dikembalikan pada satu tingkat yang nyaman, bukan seperti sekarang yang selalu membagi-bagi secara horisontal. Kita bisa membagi penggunaan ruang secara vertikal. Jadi pengertian land use ini terlalu simple, seolah-olah dibaginya horisontal dan tidak vertikal. Saya rasa jangan dilupakan soal disiplin. Tetapi disiplin yang kurang itu menurut saya dapat ditingkatkan kalau memang penataan ruang itu lebih serius dalam pengertian lebih berdasar pada perhitungan-perhitungan. Menurut saya sekarang itu orang mudah mengubah tata ruang karena dua hal, pertama karena tidak diketahui oleh masyarakat secara luas, dan kedua tidak ada dasar-dasar perhitungan yang tegas. Sehingga seolah-olah kalau diubah sedikit nggak apa-apa deh, sederhananya seperti itu. Kedua mungkin tidak diketahui oleh masyarakat, saya rasa diperlukan partisipasi, karena godaan untuk tidak disiplin itu mudah sekali kalau tidak ada pengawasan bersama.

Butaru : Bagaimana dengan masalah transportasi yang dihubungkan dengan konsep lestari tadi?

Marco : Masalah transportasi itu penting, karena kita mengeluarkan banyak energi pada transportasi, karena itu harus hati-hati dalam merencanakan transportasi, yang mulai harus diarahkan kepada ramah lingkungan. Tidak mudah memilih, karena sering menemui kontradiksi seperti yang sering ditemui oleh Kementrian Pekerjaan Umum (PU) yang terus membangun jalan tol, padahal secara prinsip kita tahu penambahan jalan tidak menyelesikan masalah. Tapi mengapa itu dilakukan terus menerus karena berpikiran jangka pendek, karena tekanan harus menyenangkan masyarakat dalam jangka pendek, tapi kita tidak mampu melakukan yang jangka panjang. Karena perencanaan yang jangka panjang itu lebih sulit. Menata ruang itu lebih sulit, saya pikir harus hati-hati juga dalam pengertian membangun jalan tol tidak apa-apa asal itu dilakukan sebagai langkah sementara. Tapi harus yakin sesudah itu ada langkah –langkah jangka panjang yang harus dilakukan.

Butaru : Bagaimana pandangan Bapak tentang kondisi Jakarta yang diprediksi akan tenggelam?

Marco : Tenggelam itu dalam arti kalau kita tidak melakukan apa-apa sekarang. Dan itu terjadinya perlahan, meskipun tanda- tanda itu sudah sangat nyata. Jadi sebenarnya kita masih punya waktu, tetapi waktu akan sia-sia kalau kita tidak mulai dari sekarang dengan langkah-langkah yang jelas. Langkah-langkah apa itu? Kita harus melihat tenggelamnya karena apa?, tentu ada faktor perubahan iklim, faktor ini kita bisa menyumbang pengurangan polusi bersama-sama diseluruh dunia. Tapi ada faktor lain, seperti penyedotan air yang tak terkendali, nah itukan sebenarnya bisa dilakukan dengan mengurangi. Saya pikir pemerintah harus bisa berhenti mengeluh ‘susah pak dengan masyarakat’ saya rasa itu tidak masuk akal.

Butaru : Menurut Bapak, peran apa saja yang dapat diambil Pemerintah untuk mengatasi hal tersebut? Marco : Saya ingin mengutip teman saya, salah satu staf khusus gubernur pada salah satu propinsi. Apa sih yang tidak dapat dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah punya uang, punya wewenang, punya orang, jadi jangan bilang ‘susah mengatur masyarakat’. Tidak bisa mereka bilang seperti itu, anda (pemerintah, red) punya wewenang, anda punya polisi, anda punya Pamong Praja, yang susah itu adalah memiliki pemikiran yang jernih dan mengambil keputusan tanpa kepentingan politis diri sendiri. Saya juga ingat Ali Sadikin ketika ditanya ‘Kok gampang mengambil keputusan yang sulit’, dia jawab ‘karena memang saya tidak punya kepentingan’. Jadi kita harus curiga kalau pemerintah sulit mengambil keputusan, punya kepentingan apa?. Asal jelas untuk kepentingan umum dan jangka panjang, dan saya rasa itu mendesak juga, kemendesakan juga penting, memang kita mau tenggelam bareng-bareng. Dari pada tenggelam bareng-bareng, lebih baik memang harus ada yang dikorbankan, tapi yang dikorbankan juga harus adil. Dengan memberikan kompensasi dan sebagainya, bukan digusur. Lalu secara prinsip

(3)

kepemerintahan, saya mau mengatakan persoalannya bukan mau melakukan apa, tapi kemampuan kita untuk melakukan apa itu penting.

Ada dua hal pertama perombakan dalam birokrasi dan kepemimpinan dalam politik, dan kedua ada keterlibatan masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam pengertian yang didasarkan pada pemahaman yang mendalam mengapa ini harus dilakukan. Keterlibatan bukan hanya memberikan saran, tapi lebih banyak berbuat dan mengambil tindakan. Detailnya sih banyak, seperti meningkatkan serapan air, melindungi hulu, memerlukan tata ruang yang terpadu antara hilir dan hulu.

Butaru : Langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan pemerintah dilihat dari sisi penataan ruang kota? Marco : Tata ruang pada masa depan sangat penting, dengan melihatnya pada kesatuan hilir dan hulu, barangkali kesadaran itulah yang kurang. Kalau para perencana itu melihat ruang lebih administrasi, dan lebih ekonomi. Tetapi sekarang tata ruang kita harus memberdayakan reintegrasi hulu dan hilir dari ekologi. Secara sederhana dapat kita katakan penataan ruang harus sesuai dengan nalar bumi, yang disebut ecologos. Ekologi itu berasal dari kata ecos dan logos, jadi nalar rumah, rumah kita ini ya bumi, dan ini lebih tinggi dari economos, yang menjadi asal kata ekonomi yang artinya norma rumah, norma harus tunduk pada prinsip logika. Tata ruang juga harus kembali menurut pada nalar bumi atau rumah kita antara lain integrasi hulu dan hilir, mengembalikan investasi kepada bumi supaya dia kembali pada daya dukung yang lebih besar.

Butaru : Lantas bagaimana dengan adanya rencana pemindahan Ibukota Jakarta?

Marco : Karena kita sibuk mengekploitasi ruang tanpa memikirkan kalau ruang itu harus di rawat dan di investasikan. Karena kalau ruang hanya dipakai terus maka lama-lama daya dukungnya juga menurun. Makanya kita juga harus hati-hati ketika mengatakan daya dukung Jakarta tidak mencukupi, pengertian itu sebenarnya karena menurun, tapi kalau kita harus berpikir sebetulnya daya dukung itu bisa menurun maupun meningkat jadi tidak begitu saja terjadi. Jadi nggak bisa serta merta kita bilang daya dukung Jakarta tidak cukup, tidak menyelesaikan masalah, lalu kita pindah. Nanti daya dukung tempat lain juga sama. Jadi kita mesti menyelesaikan masalah ditempat, soalnya kalau kita tidak mempunyai disiplin untuk menyelesaikan masalah ditempatnya kita hanya akan menimbulkan masalah ditempat lain. Itu sebabnya saya tidak setuju kita pindah ibukota.

Butaru : Banyaknya permasalah dikota besar seperti banjir dan kemacetan, bagaimana anda melihatya dari sisi penataan kota?

Dari pengalaman kita mengadvokasi RTRW yang gagal karena respon Bappeda lambat. Maka lebih baik saya menjawab langsung seperti saya bicara kepada Kementerian PU. Ada hal yang serius yang harus dikerjakan Kementrian PU, menuntut dan membina kapasitas yang cukup kepada tiap-tiap Pemerintah Daerah untuk melakukan penataan ruang yang sungguh-sungguh. Dengan data yang jelas, ilmiah, bukan asumsi-asumsi atau paradigma yang kadang-kadang salah. Dulu tata ruang saya pikir tidak serius karena tidak terasa adanya ancaman-ancaman kerusakan, lalu ada tekanan perekonomian harus tumbuh. Soalnya tata ruang rusak pertama itu bukan fisiknya tapi kredibilitasnya. Karena tata ruang selalu dilanggar sering kali oleh perijinan, dan Pemerintah Daerah sendiri yang melanggar. Kedua karena para perencana berkolusi terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut. Sehingga saya melihat bukan hanya masyarakat, tetapi masyarakat malah merasa Pemerintah Daerah sendiri dan perencana sendiri yang menganggap tata ruang tersebut nggak penting. Itu satu-satunya alat kita untuk mengatur pemanfaatan yang paling penting yaitu ruang.

Jadi segala sesuatu yang dibiarkan di dalam ruang itu bisa saling merusak. Padahal kita ingin makin lama makin baik. Jadi perlu sekali kementrian PU serius memperhatikan gejala menurunnya kredibilitas perencanaan ruang. Perbaikannya gimana, perubahan paradigma dengan perencanaan tata ruang, dengan keseriusan data, pembahasan yang cukup, dan asumsi yang diperjelas, dan kembali pada nalar rumah atau bumi.

(4)

Marco : Pegangan saya ada pernyataan presiden bahwa pemindahan ibukota untuk mengurangi kemacetan. Presiden itu ngomong seperti itu. Hanya itu yang bisa saya tanggapi. Jelas kalau tujuannya itu salah. Pasalnya kemacetan sama sekali tidak ada hubungan dengan fungsi kepemerintahan. Kalau asumsinya fungsi kepemerintahan menyebabkan kemacetan maka tentunya ibukota propinsi harus pindah dong. Seperti juga Yogyakarta, Bandung, Surabaya, Medan yang banyak mengalami masalah kemacetan. Bahkan kota-kota propinsi yang tidak terlalu besar juga mengalami gejala yang sama.

Tapi kalau SBY menyebabkan macet itu iya. Karena fungsi dia sebagai Presiden dan ia tinggal di luar kota. Dan dia terlalu sering comuting. Jadi maksud saya Presiden salah satu contoh 3 juta komuter di Jabodetabek. Menurut sensus terakhir, kita punya 3 juta komuter dan terus meningkat, meningkatnya ini separarel dengan penduduk Jabodetabek. Sebetulnya penduduk Jakarta makin stabil, bahkan penduduk Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan menurun. Jadi penyebab macet bukan hanya semata-mata fungsi pemerintahan, tapi yang paling mendasar karena komuter. Karena sebagian besar pegawai pemerintahan pusat termasuk presiden itu komuter.

Tapi presiden bagian dari komuter sehingga tertimpa macet. Kalau argumennya adalah supaya pemerintah pusat bisa berfungsi lebih baik. Itu sih tergantung anda membuatnya seperti apa, kota anda bikinnya seperti apa, kota baru, atau memindahkan pusat pemerintahannya saja. Dan itu juga harus hati-hati, karena ada potensial macet, kalau PNS juga tidak disediakan rumah-rumah yang dekat dengan kantor, maka sama saja akan terjadi masyarakat komuter.

Argumen yang mengatakan betapa ilusionalnya ide untuk memindahkan ibukota menyelesaikan masalah kemacetan, bahkan kita tidak tahu pola tempat tinggal dan perjalanan PNS, saya tahu kamu tinggal di bogor, dan tiap hari pulang pergi ke Jakarta dan menyebabkan macet, saya tidak tahu 200.000 PNS kita tinggal di mana, apa betul mereka komuter, berapa persen sih dari mereka yang naik mobil. Mungkin ada beberapa Kementerian yang saya rasa memang sebagian PNS-nya naik mobil. Karena saya rasa Kementrian tertentu menuntut kualifikasi tertentu. Di PU itu persentase PNS yang sarjana itu tinggi. Karena kita lihat tingkat Doktor yang paling banyak itu mungkin di Bapenas dan PU, dan itu jelas dengan tingkat seperti itu mereka mampu menbeli mobil. Tapi saya rasa pada Kementrian lain belum tentu sebanyak itu. Jadi kita harus hati-hati dengan angka itu, dan itu tentunya juga nggak jelas. Pastinya yang menyebabkan macet di Jakarta itu adanya 3 juta komuter.

Butaru : Apa sih yang membuat Bapak tertarik dengan tata ruang kota?

Marco : Pada waktu saya hampir lulus, tahun 1980-an, kota menjadi penting karena disadari kembali kota sebagai pemberi alasan untuk arsitektur hidup. Kalau arsitektur tanpa kota itu tidak punya pegangan. Karena itu pada tahun itu, analisa perkotaan menjadi sangat penting. Dan pada saat yang sama muncul pandangan yang kuat kalau kota itu sendiri itu arsitektur, karena kota mempunyai yang kita sebut nalar bentuk morfologic, artinya bentuk tertentu dari suatu kota mencerminkan nilai-nilai tertentu, bagaimana masyarakat hidup dan masyarakat diorganisasikan. Mulai saat itu saya tertarik pada kota, dan saat itu memang sedang penting. Tentu saja kalau sekarang minat saya dibidang perkotaan sama dengan orang lain, karena itu menghadapi tantangan, tetapi juga sebagai peluang untuk mengubah paradigma sehingga kita bisa hidup dalam kota yang lestari.

Butaru : Langkah apa sih yang akan diambil untuk menyelamatkan Jakarta?

Marco : Langkah pertama yang harus dilakukan secara garis besar, pertama ada prinsip bahwa harus ada visi yang penting untuk menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat, seperti, banjir dan transportasi. Kedua mengembangkan potensi Jakarta yang muncul dari survey dari koalisi warga.

Paling utama banjir dan transportasi dan itu memang benar dan sangat penting untuk kelangsungan kota baik secara ekonomi, sosial, dan budaya. Secara ekonomi kita sudajh mengetahuinya, secara sosial saat ini kita tidak bisa berpergian ke Jakarta hanya untuk bersosial saja, sedangkan secara budaya juga gitu, di luar negeri di Berlin saya kesana saya bisa nonton dua kegiatan dalam satu malam dan bisa menghadiri acara penutupan juga. Tapi kalau di Jakarta kita harus mikir untuk menonton.

Kedua untuk mengembangkan potensi keberagaman, sosial, budaya, dan ekonomi, kenapa orang ingin hidup di Jakarta karena memang ada potensi itu. Di Jakarta banyak sekali pekerjaan dan banyak pergaulan dan kebudayaan. Visi tersebut harus masuk dalam rencana kerja lima tahun. Rencana kerja lima tahun ini harus disiapkan secara sekaligus. Sekarangkan APBD dibikin tiap tahun, dan itu mencerminkan kalau Pemerintah Daerah tidak memiliki

(5)

visi untuk lima tahun yang jelas. Kalau ada tentu harus di jalankan selama lima tahun sekaligus. Menurut saya wewenang penuh untuk menyusun rencana kerja lima tahun berturut-turut pada awal kerja. Jadi dari awal telah dirancang dengan mencari kesepakatan dengan DPRD, tentu ada perubahan tapi secara prinsip itu bisa diperkirakan. Meningkatkan kemampuan birokrasi itu sangat penting. Apa pun visi gubernur kalau birokrasi tak bisa menerjemahkannya celaka sekali. Ada beberapa untuk memperbaikinya, pertama kemampuan mengantisipasi, maksudnya para birokrat itu mengeluh dengan kemacetan, padahal lima tahun yang lalu mereka kan sudah tahu dengan kondisi sekarang ini. masa tahu akan ada pertumbuhan ekonomi masa tidak antisiapsi. Berarti ada kelemahan birokrasi kita dalam hal antisiapasi. Dan itu harus dimampukan dengan bimbingan atas dasar visi yang jelas pada pimpinan politik.

Yang kedua peningkatan kemampuan dengan pelatihan-pelatihan teknis dan subtansi dan yang ketiga peningkatan kemampuan berinteraksi dengan masyarakat. Secara teoritis ini gampang, dan banyak birokrat yang meremehkan ini. Keterlibatan masyarakat dalam pengertian itu berupa pengawasan. Awalnya memang sulit, tapi makin lama makin biasa. Kalau secara subtansi dan teknis ada banyak pilihan. Sementara dalam hal transportasi ada 3 langkah. Butaru : Bagaimana memperbaiki masalah transportasi yang ada di Jakarta sekarang ini?

Marco : Pertama perbaiki jaringan jalan dan tidak boleh berdiri sendiri dan itu hanya jangak pandek. Kedua Sistem angkutan hukum yang baik, dan rombak tata ruang supaya mengurangi komuter. Dan ini kalau boleh saya mengkritik 17 langkah yang dilakukan Wakil Presiden dalam mengatasi transportasi tidak membahas soal tata ruang. Tata ruang satu-satunya cara yang lestari dalam arti jangka panjang dan bertahan.

Butaru : Untuk memperbaiki hal ini tentunya memerlukan pendanaan yang tidak sedikit, lantas sumber dana dari manakah untuk memperbaiki masalah transportasi?

Marco : Bagaimana menyelenggarakan itu, satu dari segi pendanaan kita harus memaksimalkan biaya dari pajak tertentu untuk keperluan tertentu. Seperti pajak kendaraan mobil dan kendaraan motor, ada pendapatan parkir. Kalau ini dikhususkan untuk membangun sistem angkutan umum tidak perlu meminjam uang dari Jepang. Dan itu hanya memerlukan kemauan politik.

Pilihan saya tumpuanya pada bus. Kalau bikin MRT itu pertama tidak fleksibel dan biayanya mahal sekali. Kalau kita lihat Cina, Thailand, India saja mulai kewalahan untuk memberikan subsidi sarana tersebut. Transportasi kalau Jakarta sudah bisa di tata maka harus dihubungkan dengan kota sekitarnya, karena memang kota-kota Jabodetabek menjadi kota pendukung ekonomi Jakarta.

(6)

Bangka Menuju Agro-Minapolitan Pasca Pertambangan

Berkunjung ke Pulau Bangka pastinya akan terbayang pulau penghasil timah terbesar di Indonesia. Banyaknya daerah pertambangan yang tersebar pasti memberikan manfaat dan permasalahan tersendiri bagi pengelola Pemerintah Daerah. Begitu juga dengan Pemerintah Kabupaten Bangka yang saat ini tengah menyusun rancangan bagaimana mengelola wilayah Kabupaten Bangka menjadi daerah agropolitan dan minapolitan, setelah habis masa kejayaan sebagai penghasil timah terbesar.

Kabupaten Bangka memiliki luas 2.958.68 Km atau 295.068 hektar dengan jumlah penduduk pada tahun 2008 mencapai 244.162 jiwa, dengan Kota Sungailiat sebagai Ibukota Kabupaten Bangka. Wilayah ini memiliki kontur geografi terdiri dari 4% berbentuk perbukitan, seperti Bukit Maras, Bukit Pelawan, dan Bukit

Rebo. Kemudian 51% wilayah ini memiliki kontur wilayah berombak dan bergelombang. Hampir 20% membentuk lembah datar, dan sisanya sekitar 25% terdiri dari daerah berair atau rawa.

Sedangkan secara administratif wilayah Kabupaten Bangka berbatasan langsung dengan daratan wilayah Kota Pangkal Pinang sebagai Ibukota Propinsi Bangka-Belitung (Babel), Kabupaten Bangka Tengah, dan Kabupaten Bangka Barat. Sementara itu, Kabupaten Bangka terdiri dari 8 Kecamatan, 9 Keluruhan, dan 60 desa yang merupakan desa defenitif dan didukung oleh 119 dusun.

Satu hal yang paling menonjol dari wilayah Pulau Bangka secara keseluruhan mempunyai keasaman tanah dibawah 5, dan didalamnya mengandung mineral biji timah dan bahan galian seperti, pasir Kwarsa, Kaolin, Batu Gunung, dan bahan galian lainnya.

Pada dasarnya di

daerah Kabupaten Bangka ini tidak ada danau alam, hanya ada bekas penambangan

bijih timah yang luas, hingga menjadikannya seperti danau buatan yang disebut

“kolong”.

Melihat Pulau Bangka dari atas ketinggian tentunya kita disuguhkan oleh banyaknya

kolong-kolong yang belum direklamasi. Bahkan masih ada 1.000 hektar areal bekas

pertambangan di sejumlah wilayah kerja PT. Timah Tbk akan di reklamasi menjadi

Hutan Tanaman Industri (HTI). Bahkan mereka juga telah menyiapkan sekitar 600

hektar lahan bekas tambang untuk dijadikan sebagai hutan regular.

Ekplorasi dan Reklamasi Pertambangan Timah

Pertambangan merupakan kegiatan pembukaan lahan untuk mengambil mineral yang terkandung dalam satu lahan. Dalam penambangan timah ada dua tipe metode yang dilakukan.

(7)

Untuk didarat, tambang semprot atau tambang terbuka, sedangkan untuk penambangan dilaut menggunakan kapal keruk atau kapal hisap.

Untuk penambangan didarat biasanya dilakukan dengan cara membuka vegetasi yang ada dipermukaan dan melakukan penggalian sampai pada lapisan mineral yang dituju, untuk kemudian dilakukan penambangan dengan cara disemprot atau terbuka (open pit). Pembukaan vegetasi dalam kegiatan penambangan menyebabkan perubahan komposisi ekosistem yang berada di areal pertambangan.

Kegiatan ini tentunya menyebabkan terjadinya perubahan struktur sifat fisik dan kimia tanah. Bahkan limbah dari sisa kegiatan ini memberikan dampak buruk bagi lingkungan disekitarnya. Karena hal itulah pemerintah membuat aturan untuk revegetasi kembali lahan pasca hasil tambang diambil.

Proses ekplorasi pertambangan timah di wilayah Kabupaten Bangka ini selain memberikan manfaat berupa Pemasukan Asli Daerah (PAD) juga menimbulkan berbagai persoalan lingkungan. Lahan-lahan yang telah di ekplorasi hampir tak dapat dipergunakan lagi. Sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk mereklamasi sisa pertambangan (kolong) timah menjadi lingkungan yang asri kembali.

Secara garis besar Kuasa Pertambangan yang ada di Kabupaten Bangka dipegang oleh PT. Timah Tbk. Dimana perusahaan ini hampir menguasai seluruh pertambangan timah yang ada di Pulau Bangka. Meski demikian, saat ini banyak muncul tambang-tambang yang dikelola oleh masyarakat, atau dikenal dengan istilah tambang rakyat.

Menghadapi permasalahan pertambangan dan dampaknya, Kepala Bappeda Kabupaten Bangka, Abu Bakar, menjelaskan saat ini Pemerintah Daerah telah menetapkan jaminan berupa deposito bersama bagi perusahaan yang ingin melakukan kegiatan penambangan di wilayah Bangka Belitung. Jumlah nilai deposito yang harus disetor pun mencapai Rp 15.000.000 per hektar. Sehingga uang tersebut nantinya akan dipergunakan sebagai jaminan bagi perusahaan untuk kegiatan reklamasi daerah tambang yang telah di ekplorasi

(8)

Bahkan, ia juga menerangkan, saat ini Kuasa Pertambangan yang banyak mengelola pertambangan timah di Pulau Bangka di pegang oleh PT. Timah Tbk, yang rata-rata masa kontrak perusahaan tersebut akan berakhir pada tahun 2025 hingga 2027. Meski demikian, bagi Pemerintah Kabupaten Bangka permasalahan muncul bukan pada saat areal pertambangan di kelola oleh PT. Timah Tbk. Tetapi hal itu malah muncul pada saat PT. Timah tidak berperan lagi pada galian strategis.

Menurutnya, PT. Timah Tbk saat ini telah memiliki struktur dan program kerja bagaimana mereklamasi areal pertambangan setelah melakukan ekplorasi. Hingga saat ini PT. Timah Tbk tetap melakukan proses perencanaan reklamasi pada sejumlah lokasi bekas tambang timah yang harus didahului dengan melakukan pemerataan atau menguruk lahan yang berlubang.

Pekerjaan perataan lahan bekas tambang akan dilakukan di sejumlah wilayah, diantaranya dikawasan Romodong seluas 14,7 hektar, Kawasan Air Meranti Desa Gunung Muda seluas 21,7 hektar, Kawasan Air Kanti Desa Bintet pun akan dilakukan pemerataan lahan seluas 24,2 hektar, hingga Kawasan Air Baung Desa Gunung Pelawan seluas 48,1 hektar.

Bahkan menurut rencana, mereka akan melakukan penanaman bibit pohon di sejumlah lahan bekas tambang di wilayah Kecamatan Riausilip, Dusun Air Layang Desa Berbura, Tirus, dan dilingkungan Kampung Air Asam Belinyu. Walau demikian, kegiatan ini berjalan bukan tanpa masalah. Pasalnya pada beberapa daerah reklamasi ada bibit tanaman yang mati karena tidak cocok dengan lokasi areal yang ditanami.

Bagi Pemerintah Kabupaten, kesulitan dalam mengatur pertambangan timah ini muncul pada saat penambang-penambang rakyat muncul untuk melakukan penambangan pada bekas lokasi tambang, bahkan ada juga wilayah yang telah di reklamasi oleh Pemerintah Kabupaten dan PT. Timah Tbk, di tambang kembali oleh para penambang rakyat. Sehingga program reklamasi yang dilakukan pemerintah terkadang mengalami kegagalan.

Sementara itu, dari pihak PT. Timah Tbk, mengaku kalau pihaknya tidak pernah membiarkan atau memberikan ijin penambangan di lahan reklamasi. Bahkan Kepala Bappeda Kabupaten Bangka sendiri juga mengakui penambangan yang dilakukan oleh masyarakat pada lahan reklamasi telah sering terjadi. Hingga tak jarang mereka telah mengimbau agar masyarakat tidak menambang pada lahan yang telah di reklamasi.

Selain reklamasi areal pertambangan dengan melakukan pemerataan dan menanami kembali (reboisasi) areal tersebut dengan tanaman Sengon, Akasia, Jambu Mete, hingga tanaman hutan. Ada beberapa wilayah bekas kolong yang dirubah fungsi menjadi lokasi penampungan air yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum di Kabupaten Bangka, yang tentunya dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Tak hanya sebagai pemasok kebutuhan air minum, kolong yang banyak menampung air juga dipergunakan untuk memasok kebutuhan air yang ada pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) guna memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Bangka. Beberapa alternatif lainnya, kolong digunakan sebagai daerah rekreasi dengan merubah fungsinya menjadi lokasi wisata air.

Kabupaten Bangka Menuju Agropolitan

Sebelum Pulau Bangka di kenal sebagai penghasil bijih timah terbesar di dunia. Penduduk asli pulau tersebut pada dasarnya bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Bahkan Pulau Bangka pada jaman kolonial Belanda di kenal sebagai daerah penghasil lada. Namun seiring

(9)

dengan ditemukannya mineral timah yang terkandung ditanahnya, maka sektor pertanian sedikit tersisih dan mulai berlomba untuk mengekplorasinya, sehingga saat ini terkenal dengan penghasil timah terbesar.

Lantas akan seperti apakah pasca bijih timah dipulau tersebut habis di ekplorasi? Kepala Bappeda Kabupaten Bangka pun menjelaskan saat sektor pertanian masih memiliki peranan yang strategis, yakni menjadi sumber utama kehidupan dan pendapatan masyarakat petani, sehingga tak heran kedepannya Kabupaten Bangka akan menjadi kota Agropolitan.

Kabupaten Bangka kedepannya ingin menjadi penghasil pangan bagi masyarakat, sebagai penghasil bahan mentah dan bahan baku industri pengolahan, sebagai penyedia lapangan pekerjaan dan lapangan usaha, sebagai sumber penghasil devisa negara. Karena itulah unsur pelestarian lingkungan hidup menjadi hal yang mendesak. Lahan-lahan yang ada pun akan difungsikan untuk menanam tanaman pangan dan holtikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan.

Tanaman Pangan

Kabupaten Bangka memiliki program kerja Sub Sektor Tanaman Pangan, yang pada saat ini program pembangunan dan pengembangan yang diprioritaskan pada:

1. Peningkatan mutu intensifikasi pemantapan pola tanam

2. Perluasan areal melalui pencetakan sawah baru dan pembukaan lahan kering 3. Pembinaan daerah transmigrasi (bantuan sarana produksi padi)

4. Penyediaan benih/bibit unggul

5. Perlindungan tanaman dengan mengembangkan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu

6. Menyebarkan teknologi tepat guna pra dan pasca panen

Dari luas wilayah Kabupaten Bangka 295.068 hektar, pemanfaatan lahan yang dipergunakan untuk sawah mencangkup 427 hektar dan wilayah bukan sawah seluas 1.227 hektar. Sementara itu, untuk padi ladang memiliki luas hingga 1.640 hektar dan luas penanaman baru 1.227 hektar yang mampu menghasilkan produksi padi mencapai 3.750 ton.

Tanaman palawija dan holtikultura di Kabupaten Bangka pun memberikan kontribusi terhadap ekonomi daerah, dengan luas 174 hektar kebun jagung, Kabupaten Bangka mampu memproduksi jagung hingga 522 ton. Sedangkan untuk tanaman ketela Kabupaten Bangka mampu menghasilkan 3.290 ton dalam lahan seluas 329 hektar.

Tak hanya kedua tanaman tersebut, wilayah Kabupaten Bangka juga banyak ditanami ubi jalar seluas 145 hektar mampu memberikan kontribusi hingga 725 ton. Sementara itu, masyarakat Kabupaten Bangka ternyata lebih suka menanami lahannya dengan tanaman sayur-sayuran, dengan total keseluruhan mencapai 1.290 hektar dan mampu menyuplai kebutuhan sayuran hingga 10.188 ton. Tapi sayangnya untuk tanaman buah-buahan masyarakat Kabupaten Bangka kurang menaruh perhatian yang banyak. Hal itu dapat dilihat dari luas lahan yang hanya 107,76 hektar dan hanya mampu memproduksi buah-buahan hingga 2.504,72 ton.

Perkebunan

Selain konsentrasi untuk meningkatkan hasil pertanian, Kabupaten Bangka juga membangun sub sektor perkebunan sebagai kelanjutan dan peningkatan dari semua usaha yang telah dilaksanakan pada pembangunan sebelumnya. Bagi kabupaten ini perkebunan menjadi salah

(10)

satu program strategis karena memiliki kendali yang cukup penting dalam perekonomian masyarakat.

Perkebunan di Kabupaten Bangka terbagi atas perkebunan rakyat dan perkebunan besar. Untuk produksi komoditi perkebunan rakyat terdiri dari lada, karet, kelapa, cengkeh, dan coklat. Sedangkan perkebunan besar dikelola oleh delapan perusahaan perkebunan swasta dengan tanaman utama kelapa sawit yang memiliki lahan cadangan mencapai 29.649,65 hektar dari areal tanam seluas 41.977, 96 hektar.

Selain sebagai penghasil timah, Bangka juga dikenal dengan penghasil lada. Menurut data tahun 2008, perkebunan lada menempati areal lahan seluas 3.533,58 hektar dengan produksi mencapai 1.659,22 ton. Belakangan ini masyarakat kabupaten ini juga mulai beralih menjadi petani karet, sehingga tak heran jika perkebunan karet menempati posisi pertama dengan mencangkup lahan seluas 19.211,30 hektar dan mampu memanen karet hingga 14.643,77 ton.

Hasil bumi yang coba ditingkatkan oleh Kabupaten Bangka juga berupa tanaman kelapa yang menempati lahan hingga mencapai 4.442,30 hektar dan menghasilkan 4.146,59 ton. Sementara itu, untuk tanaman coklat dan cengkeh yang menempati lahan 281,88 hektar mampu menghasilkan 467,14 ton.

Melihat data-data yang ada tentu saja kebijakan Kabupaten Bangka yang ingin menjadikan kabupaten ini sebagai agropolitan bukanlah sesuatu yang tidak mungkin. Bahkan arah menuju Kabupaten Bangka sebagai agropolitan semakin dekat.

Kabupaten Bangka sebagai Minapolitan

Kabupaten Bangka yang masuk dalam propinsi Bangka Belitung (Babel) merupakan sebuah wilayah kepulauan yang pastinya tak bisa lepas dari kehidupan masyarakat yang bermata

(11)

pencaharian sebagai nelayan. Karena hal itulah Pemerintah Kabupaten Bangka juga memiliki kebijakan kedepannya Kabupaten Bangka sebagai daerah minapolitan.

Sub sektor perikanan, khususnya pada perikanan laut sangat dominan di Kabupaten Bangka mengingat Pulau Bangka yang dikelilingi oleh lautan dan berbatasan dengan laut Cina Selatan yang memiliki sumber daya laut yang sangat besar untuk dikembangkan. Komoditi yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi berupa, ikan kerapu, kakap merah, udang, cumi-cumi, sirip ikan, dan masih banyak lagi.

Keseriusan Kabupaten Bangka untuk menjadi kota minapolitan juga didorong dengan produksi ikan yang mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Saat ini produksi ikan laut hanya mencapai 19.699,83 ton, turun dibandingkan pada tahun sebelumnya yang mencapai 21.096,03 ton. Sedangkan untuk ikan air tawar tercatat 193.955 ton. Sehingga Pemerintah Kabupaten mencoba meningkatkan kembali hasil tangkapan para nelayan dengan membantu sarana dan prasarana.

Tetapi guna mencapai Kabupaten Bangka sebagai daerah minapolitan, pastinya membutuhkan sarana dan prasarana penangkapan ikan laut berupa perahu atau kapal. Jumlah kapal atau perahu sebanyak pada tahun 2008 mencapai 2.691 unit, di mana tahun sebelumnya hanya memiliki 2.574 unit. Sementara

jumlah rumah tangga perikanan tangkap sebanyak 2.884,

perikanan budidaya sebanyak 508, pengolahan sebanyak 32 dan pengumpul sebanyak

207.

Guna menunjang rencana Kabupaten Bangka menjadi daerah agropolitan dan

minapolitan tentunya membutuhkan sarana penunjang yang mendukung mobilitas

masyarakat untuk berpindah dari satu daerah dengan daerah lainnya. Pertambahan

sarana dan prasarana yang cenderung meningkat menjadi prioritas pembangunan di

Kabupaten Bangka untuk memperlancar arus barang dan jasa antar kecamatan.

Perhubungan udara merupakan sebuah sarana yang strategis dan teramat penting

untuk wilayah Bangka Belitung. Dapat dipastikan kehadiran Bandar Udara Depati Amir

menjadi pintu gerbang keluar masuknya kehidupan di Propinsi Babel. Bahkan menurut

data, jumlah pesawat yang berangkat dan datang dari bandara ini mencapai 3.534

penerbangan.

Selain mengunakan sarana pesawat, untuk menuju Kabupaten Bangka juga dapat

ditempuh dengan jalur laut. Bahkan pada pelabuhan yang terdapat di Kota Sungailiat,

tercatat sebanyak 363 kapal yang hilir mudik dan berlabuh untuk melakukan kegiatan

bongkar barang yang mencapai 3.719 ton dan melakukan pemuatan barang yang

mencapai 12.238 ton.

(12)

Tak hanya di Kota Sungailiat, pada pelabuhan yang ada di Kota Balinyu juga ramai

dikunjungi oleh kapal yang tercatat hingga 495 melakukan kegiatan. Sementara jumlah

penumpang yang turun di Pelabuhan Belinyu sebanyak 23.849 orang.

Sarana transportasi penduduk Kabupaten Bangka sehari-hari pada umumnya lebih

banyak menggunakan transportasi darat. Secara umum kondisi jalan Kabupaten

Bangka di bawah pengawasan Dinas PU sepanjang 652,71 kilometer, yang terdiri

465,60 di aspal dan sisanya berupa tanah.

Bahkan dari panjangnya jalan yang ada di Kabupaten Bangka, sepanjang 365,74

kilometer kondisi dalam keadaan baik dan mulus sehingga memperlancar laju distribusi

barang. Sedangkan jalan sepajang 181,79 kilometer memiliki kondisi sedang,

sementara sisanya masuk dalam kategori rusak dan rusak berat, dan hal ini biasanya

terdapat pada jalan menuju desa-desa dipedalaman.

Dengan ruas jalan yang terbilang bagus ini, fasilitas jalan telah dimanfaatkan oleh 350

armada angkutan umum yang ada di seluruh Kabupaten Bangka yang dikelola oleh 17

Perusahaan Otobis (PO). Walaupun pada umumnya angkutan umum di Ibukota

Kabupaten Sungailiat berhenti beroperasi menjelang petang.

(13)

Komersialisasi Ruang Kota

Haryo Winarso

1

Prolog

Public spaces di negara-negara yang sedang berkembang seperti di Jakarta, Indonesia, hampir

selalu kurang dan bahkan ada yang mulai diinvasi oleh private sector, dijadikan ruang publik

milik privat. Tapi itulah kenyataan yang terjadi, lihatlah mall yang menyediakan ruang publik,

demikian juga perumahan mahal yang menyediakan taman dan hutan kota yang orang mesti

bayar jika ingin menggunakannya.

Tapi hal berbeda terdapat di Hanoi, Vietnam. Kota ini mempunyai lima danau besar, dan yang

mengejutkan danau-danau itu memiliki kebersihan yang terjaga, pinggirannya tertata dengan

taman-taman dan pavement yang terpelihara.

Demikian juga bagian kota lain yang

mempunyai pathway yang besar hingga 5

meter dan digunakan untuk berkumpul banyak

orang. Pada bagian yang tidak mempunyai

pathway yang besar, banyak orang yang

menggunakan jalan sebagai tempat berkumpul

Apa yang terlihat kemudian adalah suasana

vibrant, manusiawi dan sangat sehat, pada pagi

dan sore hari orang tua, pemuda dan anak-anak

akan memenuhi bagian public spaces tersebut.

Kemudian, lihatlah di hari Minggu di depan gereja katolik tua di Hanoi, sekelompok anak muda

dengan baju ala mode barat saat ini, kaos hitam, dengan bandega bagi yang laki-laki, sedangkan

celana super short dan baju kaos ketat yang sering kali terlihat tidak cukup bahan menjadi trend

bagi anak perempuannya. Memasang sound system mahal bikinan Jepang atau Korea, memutar

musik Michael Jackson, kemudian, secara serentak mereka melakukan moon walk, menunjukkan

bahwa mereka berlatih untuk pertunjukkan gratis dimuka umum di hari itu.

Sementara itu, pada sore hari dipinggir danau-danau, atau pinggir jalan utama yang mempunyai

pathway besar, orang tua berdansa tanggo atau waltz. Sedangkan tidak jauh darinya yang lebih

muda melakukan senam dengan wajah ceria dan segar terlihat. Di pojok lain, walaupun agak

mengganggu pejalan kaki, pathway dipasangi net dan mereka bermain badminton di jalan itu,

yang lain melihat dan duduk di pinggir.

1

(14)

Di sisi lain, didepan Musoleum Paman Ho, yang terlihat seperti miniaturnya Tianamen di Negeri

Cina, orang tua muda dengan anak-anaknya yang masih kecil juga "tumplek blek" di sana berlari

dan bermain layang-layang. Di Taman Lenin, tempat berdirinya patung besar Lenin, terlihat anak

kecil bermain mobilan dengan baterai yang bisa mereka tumpangi. Sedangkan yang lebih besar

bermain mobil dengan remote control. Agak lebih malam, tepatnya pada malam Minggu, di

pinggir jalan muncul tempat makan seperti lesehan di Yogya. tetapi mereka tidak benar-benar

lesehan, tetapi duduk di bangku plastik pendek. Dan ini tidak hanya di satu tempat saja - hampir

disemua tempat yang dilewati dengan menggunakan sepeda motor. Mereka makan pho - mie

rebus

ala

Vietnam

yang

sangat

enak,

dan

minum

kopi

atau

teh

vietnam.

Nah, tempat inilah yang menjadikan suasana vibrant, tua muda, kaya miskin kumpul dengan

suasana gembira. Tentu gaya bebas baju dan relasi anak muda di sana bukan sesuatu yang bisa di

tiru di Indonesia. Namun, keberadaan public spaces inilah yang mesti ditiru dan ditambahkan di

kota-kota seperti Jakarta dan Bandung.

Taman yang membebaskan kita dari perbedaan sosial, gender dan ras, bukan taman publik di

lahan privat yang hanya dinikmati oleh anggota masyarakat tertentu saja, tentu saja bagi mereka

yang memiliki strata ekonomi yang tinggi atau mereka yang hanya menunjukkan polesan luar

saja, yang merasa malu jika mesti memakai baju bukan bermerek. Tetapi taman yang

memberikan suasana manusiawi tempat ‘manusia merasa menjadi manusia’ setelah seharian di

perbudak waktu dan uang.

Hanoi pada lokasi public space sangat memberikan kenyamanan yang terbaik. Tetapi sangat

disayangkan, kini mulai terlihat akan segara terkalahkan dengan masuknya pemikiran pasar yang

kapitalistik. menghilangkan public spaces hanya untuk kepentingan uang.

Henry Lefebvre dan ruang

Prolog di atas memberikan gambaran bagaimana keberadaan ruang kota yang baik terutama

ruang publik, ruang yang dapat diakses oleh penduduk kota secara bebas, dapat membentuk

suasana vibrant yang hangat dan egaliter, sama bagi semua penduduk kota. Sayang keadaan

ruang publik seperti itu telah jarang dijumpai di kota-kota besar di Indonesia. Kenyataannya

sering ditemui adalah ruang kota yang terdegradasi dan digunakan secara segmented.

Ada ruang kota yang diklaim sebagi ruang publik di perempatan jalan yang digunakan oleh

banyak penduduk dan jualan-jualan oleh sektor informal, sayangnya keadaan ini mengganggu

lalu lintas. Sementara di Mall yang mahal tersedia tempat berkumpul dalam bentuk cafe yang

tentu saja dinikmati oleh segmen lain dari penduduk kota secara exclusive. Mengapa semua itu

terjadi?

Dalam buku Production of Space (1991) . Henry Lefebvre sudah menyampaikan kegundahan

hatinya dan menenggarai bahwa ruang kota saat ini telah dipakai sebagai ruang-ruang konsumsi.

Suatu pemikiran yang sangat kritis mengenai penggunaan ruang perkotaan, lebih jauh Lefebvre

(15)

menyatakan penggunaan ruang perkotaan saat ini menunjukkan berbagai kontradiksi: 1)

Kontradiksi antara Domination dan appropriation; 2) kontradiksi antara Perceived space dan

conceived space; 3) kontradiksi antara representational spaces dan representation of space dan

4) kontradiksi antara fixed capital dengan variable capital.

Walaupun semua kontradiksi itu sangat dirsakan pada kota-kota di Indonesia, namun barangkali

kontradiski ke-empat lebih terasa mewakili apa yang saat ini dirasakan oleh banyak orang

sebagai komersialisasi ruang kota. Pada dasarnya ruang kota seharusnya diciptakan untuk

digunakan oleh semua orang, karena memang itulah nilai guna (use value) suatu ruang kota

yang alamiah. Tetapi pandangan seperti ini telah bergeser dengan munculnya pemikiran ruang

kota sebagai faktor produksi, yang dilihat adalah nilai tukarnya (exchange value). Ruang kota

telah tereduksi nilai gunanya dan secara sempit dilihat sebagai faktor produksi yang jika dipakai

sedemikian rupa dapat memberikan keuntungan finansial yang besar bagi seorang investor.

Dalam pemikiran ekonomi neoclassic, keadaan ini terlihat sebagai hal yang wajar karena

permintaan terus meningkat sementara pasokan terbatas. Pertambahan penduduk perkotaan yang

sangat besar, bahkan menurut data terakhir di Indonesia 70% penduduknya akan tinggal di

perkotaan, maka ruang kota akan segara diinvasi oleh pertambahan penduduk. Pasokan ruang

kota menjadi “terbatas”, sementara permintaan terus menerus meningkat, akibatnya adalah

benturan pada penggunaan ruangnya.

Ruang kota akan dilihat sebagai konsumsi karena diperlukan oleh masyarakat, dilihat sebagai

komoditi yang bisa diperjual belikan, yang mampu membeli, kemudian memberi nilai tambah

dengan mengembangkannya menjadi mall, atau tempat leisure lain, akan mendapatkan

keuntungan yang sangat besar.

Aktor yang terlibat

Lefebvre menenggarai bahwa ruang yang dahulunya telah digunakan secara tetap untuk

kegunaan publik seperti, kantor pemerintah, terminal, jalan dan taman umum. (yang disebutnya

sebagai fixed capital) akan berbenturan dengan keinginan sebagian pemilik modal, untuk

menciptakan ruang baru yang akan digunakan untuk mencari keuntungan, misalnya ruang untuk

mall, perkantoran dsb-nya, yang sifatnya adalah temporal dan mengikuti keinginan pasar

(ruang-ruang ini disebutnya sebagai variable capital).

Di sini lah peran pengembang sangat besar dalam mencari variable capital dan memproduksinya

untuk digunakan mendapatkan nilai tambah yang pada akhirnya memberikan keuntungan

finansial yang besar. Jika sudah terasakan bahwa keuntungan dari ruang yang diproduksinya

menurun, maka dengan sigap pengembang akan mengalihkan penggunaannya untuk

mendapatkan nilai tukar yang lebih tinggi lagi, misalnya perubahan penggunaan di Ratu Plaza

Jakarta dari mall yang umum menjadi spesifik, Hotel Indonesia yang berubah menjadi Grand

Indonesia. Bagi investor yang menginginkan quick yield keuntungan yang cepat, maka bisa saja

(16)

mereka akan membuat rumah yang segera

terjual, dan seringkali menjadi masalah di

kemudian hari.

Bagi

pengembang

yang

menginginkan

mendapatkan keuntungan lebih lama, dibuatlah

ruang publik di ruang yang sudah menjadi

miliknya tersebut. Tentu saja, publik harus

mengeluarkan

uang

untuk

menikmati

keberadaan ruang kota di ruang privat tersebut, ruang dalam mall adalah salah satu contohnya,

hanya dipakai publik ketika mall buka. Dalam keadaan seperti itu besar kemungkinan kota-kota

akan terdegradasi secara spasial. Ruang-ruang kota akan diambil alih oleh kepentingan pasar

dijadikan mall atau taman-taman yang tertutup milik privat. Misalnya taman-taman dalam

pengembangan perumahan baru yang dijual sebagai daya tarik sebenarnya hanya dinikmati oleh

sangat sedikit orang.

Danau atau situ yang dimiliki oleh pengembang seringkali dijadikan daya tarik dan dibuat

tertutup karena disekelingnya dibangun perumahan yang mahal, sehingga taman-taman itu akan

dinikmati oleh yang membeli rumah di sekeliling danau saja. Sementara masyarakat umum yang

tetap memerlukan ruang kota akan menginvasi juga perempatan dan ruang uang marginal dalam

kota untuk digunakan. Jika tidak ada kebijakan yang baik dalam keadaan seperti maka segregasi

spasial akan segera terlihat.

Pemerintah akan menjadi aktor yang sangat penting agar tidak terjadi konflik penggunaan

sumber daya ruang kota yang memang terasa menjadi semakin terbatas, kebijakan yang tepat

mesti dipegang oleh Pemerinatah Daerah. Pemerintah berkewajiban menyediakan ruang kota

yang dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat dengan mudah.

Epilog

Keberadaan ruang dalam suatu kota adalah keniscayaan, kota berkembang sejalan dengan

petumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduknya, yang akan mengakibatkan bertambahnya

kebutuhan ruang kota. Baik untuk kepentingan privat atau dipakai sendiri ataupun untuk di

perjual-belikan. Kebutuhan ruang publik untuk dipakai penduduk kota secara bebas adalah

kewajiban Pemerintah Kota untuk selalu menyiapkan ruang-ruang kota yang dapat di akses oleh

seluruh penduduk kota.

Keberadaan ruang publik yang baik akan dapat memberikan suasana nyaman vibrant, hidup dan

memberikan kenikmatan bagi peduduk kota. Sementara itu, UU Tata Ruang di Indonesia telah

menetapkan bahwa 20 persen dari ruang kota haruslah ruang yang terbuka. Namun sayang

peraturan ini belum menegaskan bahwa ruang terbuka itu haruslah ruang publik, ruang yang

bisa di akses oleh semua lapisan masyarakat dengan bebas.

(17)

Keberadaan dan produksi ruang publik tidak boleh dilepaskan kepada pasar, harus ada intervensi

pemerintah dengan jelas dan tegas. Pemerintah berkewajiban menyediakan ruang publik yang

baik, dimana dalam memproduksinya tentu saja dapat bekerjasama dengan pengembang swasta.

Boleh saja swasta menyediakan ruang publik tetapi tidak boleh ekslusif karena eklusivitas ruang

kota, apalagi keberadaan ruang tersebut terlihat oleh semua lapisan masyarakat, sehingga dapat

menimbulkan kecemburuan yang membahayakan ketentraman kehidupan kota.

Pemerintah harus dapat menyediakan ruang publik dalam bentuk taman kota. Taman yang

membebaskan penduduk kota dari perbedaan sosial, gender dan ras, bukan taman publik di lahan

privat yang hanya dinikmati oleh anggota masyarakat tertentu saja, yang kaya dan yang bergaya

kaya. yang hanya menunjukkan polesan luar saja, yang merasa malu jika mesti memakai baju

bukan bermerek. Tetapi taman yang memberikan suasana manusiawi tempat „manusia merasa

menjadi manusia‟ setelah seharian di perbudak waktu dan uang.

(18)

PASAR TRADISIONAL:

RUANG UNTUK MASYARAKAT TRADISIONAL YANG SEMAKIN

TERPINGGIRKAN

Pasar Tradisional, Ruang Masyarakat Tradisional Yang Terpinggirkan Oleh : Ir.H.M. Djumantri, MSi

Pengaruh Perkembangan Pasar Terhadap Kawasan

Penduduk sebagai salah satu komponen dalam system wilayah atau kawasan. Perkembangan wilayah tergantung dari kegiatan sosial ekonomi penduduk suatu wilayah, yang kegiatan itu sendiri ditentukan oleh permintaan barang dan jasa. Sehingga kegiatan ekonomi erat kaitannya untuk mempertemukan permintaan dan penawaran, dan tempat kegiatannya dapat di jumpai dalam bentuk fisik yang disebut pasar.

Pada awalnya, kegiatan pasar dilaksanakan hanya seminggu sekali. Sebutan nama pasar seperti Pasar Senen, Pasar Rebo, Pasar Kemis, Pasar Jum’at, Pasar Minggu, menunjukkan bahwa semula kegiatannya hanya seminggu sekali, dan tentu saja the origin of pasar ini bersifat tradisional dengan ciri-ciri sebagai berikut: jual-beli barang kebutuhan primer dan sekunder, tempat usahanya berupa kios, warung, los, tenda, gerai, dan lapak, yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil dengan skala kecil, modal yang kecil, dan dengan proses jual-beli barang dagangan melalui tawar menawar.

Dengan semakin pesatnya perkembangan penduduk maka semakin besar pula tuntutan kebutuhan akan pasar baik secara kuantitas maupun kualitas. Seiring kemajuan teknologi dan manajemen maka berkembanglah pusat

(19)

perbelanjaan, pusat perdagangan, department store, mall, hypermarket, supermarket. Menurut survey AC Nielsen, pertumbuhan pasar modern (termasuk hypermarket, supermarket, supermall, minimarket, dll) sebesar 31,4 %, sedangkan pertumbuhan pasar tradisional minus 8,1 %.

Beberapa situasi di Pasar Tradisional

Kondisi penduduk yang tidak tersebar secara merata, membuat para pelaku kegiatan perdagangan mencari lokasi untuk kegiatan usahanya. Hal ini mendorong pengelompokan kegiatan pada tempat-tempat tertentu. Pada suatu wilayah/kawasan yang kondisi sosial ekonomi penduduknya baik, maka akan semakin banyak pasar dan membawa perkembangan, dan tentunya menarik penduduk baru. Dalam ilmu ekonomi wilayah (regional economy) hal ini sering dijelaskan dengan teori pertumbuhan kegiatan ekonomi yang akumulatif.

Adanya mekanisme pasar tersebut cenderung menguntungkan kawasan yang menjadi tempat pengelompokan kegiatan perdagangan tersebut. Proses ini apabila berlangsung terus dapat menyebabkan kawasan yang baik makin berkembang, sedangkan yang kurang baik makin ketinggalan.

Dalam pengembangan wilayah harus diupayakan agar kemajuan suatu kawasan tidak mengakibatkan kemunduran kawasan yang lainnya. sehingga secara totally wilayah berkembang secara optimal (pareto optima) yang dicirikan dengan terjadinya keselarasan dan keseimbangan antar kawasan, koordinasi antar kegiatan serta keserasian antar sektor.

(20)

Di samping mekanisme pasar, faktor yang mempengaruhi persebaran kegiatan sosial ekonomi adalah faktor lokasi/ruang. Kawasan yang letaknya berdekatan dengan pusat-pusat pertumbuhan dan kemudahan transportasi berimbas pada pertumbuhan. Sementara itu kebijakan Pemerintah seperti penentuan lokasi pusat perdagangan (pasar), kegiatan produksi, kebijakan ekspor-impor, kebijakan fiskal dan moneter sangat mempengaruhi perkembangan suatu wilayah.

DUALISME PASAR MODERN

vs

PASAR TRADISIONAL

Mekanisme pasar ternyata menimbulkan dualisme kegiatan ekonomi khususnya perdagangan yang selanjutnya akan menunjuk pula pada dualisme aspek-aspek lainnya seperti, distribusi penggunaan lahan, kondisi lingkungan, dan sosial budaya. Pada kegiatan perdagangan biasanya muncul kelompok superior yang mendominasi kelompok inferior. Muncul pasar/toko modern di tengah keberadaan pasar-pasar tradisional.

Dualisme (dualism) berasal dari terminologi Regional Economy yakni terjadinya coexistency (hadir secara bersamaan) dalam suatu waktu atau dalam suatu wilayah yang sama dari situasi atau kondisi. Biasanya yang satu dikehendaki yang lainnya tidak atau yang satu merupakan komponen superior, yang lainnya inferior, yang kedua-duanya eksklusif/ penting bagi kelompok masyarakat yang berbeda-beda. Misalnya sektor ekonomi modern dengan sektor ekonomi tradisional, aktifitas perdagangan formal dengan perdagangan informal, gaya hidup kontemporer dengan tradisional, yang menunjukkan pada dualisme aspek-aspek lainnya (fisik, lingkungan, guna lahan, sosial budaya, dan sebagainya). Dualisme (pasar modern vs pasar tradisional) ini, salah satu akibat dalam perkembangan wilayah perdagangan Adanya perbedaan dalam pengelolaan dan pengaturan pertanahan atau pengaturan zonasi seringkali tidak terhitungkan dalam penyediaan ruang (pola ruang) yang direncanakan yang akhirnya menimbulkan friksi serta sikap pro dan kontra terhadap kehadirannya.

Fenomena diatas membuat kita memperhitungkan pengembangan suatu wilayah dari masa perencanaannya agar co-exsistency dari kedua situasi ini tidak bersifat opposite atau antagonist, melainkan bersifat complementary atau interdependency. Karena itu diperlukan intervensi Pemerintah yang dituangkan dalam berbagai kebijakan seperti kebijakan penataan ruang, peraturan zonasi, rencana pembangunan sektor-sektor produksi, pengaturan sarana prasarana ekonomi (termasuk pengaturan fungsi dan penetapan lokasi pasar), perizinan, fiskal dan moneter, dan sebagainya.

Kebijakan di bidang penataan ruang dimaksudkan agar terjadi keseimbangan, keselarasan dan keterpaduan antar wilayah kawasan. Dalam menetapkan kebijakan pembangunan sarana prasarana ekonomi, Pemerintah telah mengeluarkan PP No.112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

Sebagai penjabarannya dari aspek penataan ruang diperlukan juknis Penetapan Fungsi Dan Lokasi Pasar Tradisional Dan Toko Modern yang memberikan arahan operasional atau petunjuk teknis mengenai pembangunan pasar tradisional dan toko modern yang sesuai rencana tata ruang wilayah dan rencana rinci tata ruang kawasan, peraturan zonasi, rencana tata bangunan dan lingkungan.

BEBERAPA ISU UTAMA

Perkembangan pasar tradisional semakin terdesak oleh perkembangan pasar modern dalam bentuk pusat-pusat perbelanjaan/perdagangan (hypermarket, supermarket, department store, mall, minimarket, dsb) baik yang melayani perkulakan, grosiran, maupun retail. Tabel 1 berikut ini menunjukkan perkembangan penjualan perusahaan retail dan perkembangan outlet perusahaan retail tahun 2007. Meski tidak diperoleh data mutahir, dapat dipastikan selama tiga tahun terakhir ini perkembangannya meningkat tajam dengan rata-rata pertumbuhan 30 % pertahun.

(21)

) peningkatan jumlah outlet hypermarket dan supermarket cukup tajam (Tabel 2), dengan persebaran supermarket sebagai berikut: Jakarta 38,6 %, Surabaya 11,8%, Bandung 11,6 %, Botabek 10,2 %, Medan 6,5 %, Semarang 4,4 %, Makasar 4,3 %, Palembang 3,5 %, Denpasar 3,1 %, Yogyakarta 2,9 %, Padang 1,6 %, dan Solo 1,5 % (AC Nielsen, 2004). Tujuh tahun yang lalu hampir semua supermarket berada di Jabotabek, namun sekarang hanya 50 % karena pembangunan supermarket meluas ke pulau-pulau lainnya, ke secondary cities dan tertiary cities bahkan kawasan perdesaan yang cukup luas di Pulau Jawa. Pada tahun 2010 supermarket melayani lebih dari 50 % food retail Indonesia. Selama dekade 2003 – 2005 jumlah minimarket (yang dimiliki pengelola jaringan) meningkat tajam (Tabel 3) dan melakukan penetrasi ke kawasan/blok-blok permukiman. Di balik itu semua perkembangan pasar tradisional mengalami stagnasi, bahkan berdasarkan hasil kajian AC Nielsen teridentifikasi bahwa peranan pasar tradisional menurun 2,0 % setiap tahunnya (Tabel 4) (AC Nielsen,2005). Isu lainnya adalah penerapan berbagai macam syarat perdagangan oleh retail modern yang memberatkan pemasok barang.

Tabel 1. PENINGKATAN JUMLAH OUTLET PASAR MODERN DI INDONESIA 1997 s/d 2003

Tabel 2. JUMLAH PUSAT PERDAGANGAN DI INDONESIA 2003 s/d 2005

Tabel 3. Estimate: 2% per year Drop in market share of Traditional Retail

PASAR/TOKO MODERN dan

PASAR TRADISIONAL 2000 2001 2002 2003 2004 MINIMARKET 3,6 % 4,7 % 5,0 % 5,4 % 7,6 % SUPERMARKET 18,0 % 20,3 % 20,4 % 21,1 % 22,0 % PASAR TRADISIONAL 78,3 % 74,9 % 74,6 % 73,4 % 70,5 % TOTAL 100,0 % 100,0 % 100,0 % 100,0 % 100,0 %

Salah satu kemunduran dari pasar tradisional karena adanya persaingan aspek yang tidak seimbang. Seperti terlihat pada Tabel 5, pasar tradisional bermodal kecil, skala kecil, manajemen sederhana, harus bersaing pada

PASAR/TOKO MODERN 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 HYPERMARKET 442 346 448 492 730 858 872 SUPERMARKET 282 285 316 501 538 573 598 MINIMARKET 6 6 10 16 35 40 49 PUSAT PERDAGANGAN 2003 2004 2005 HYPERMARKET 43 68 83 PASAR PERKULAKAN 24 22 23 SUPERMARKET 896 956 961 MINIMARKET 4.038 5.604 6.272 CONVENIENCE STORE 102 154 131 TOKO TRADISIONAL 1.745.589 1.745.589 1.874.472 Sumber: FAO (2006) Sumber: AC Nielsen (2005) Sumber: AC Nielsen (2005)

(22)

kegiatan retail dengan toko modern, mini market, mall, plaza, pusat perdagangan/perbelanjaan, departement store, supermarket, hypermarket. Sementara tidak ada perbedaan segmen antara pasar modern dengan pasar tradisional. Tentu saja konsumen cenderung berbelanja ke tempat yang bersih, sehat, aman, nyaman, bahkan harganya lebih murah daripada membeli di pasar tradisional yang mempunyai kesan semerawut, gerah, becek, bau got, banyak copet, tapi akrab bergaul dan bisa bernostalgia. Namun bagaimanapun ada juga yang sudah cukup berhasil seperti misalnya pasar tempo doeloe, Pasar Pagi dan Pasar Tanah Abang di Jakarta, Pasar Bringhardjo di Yogya, Pasar Klewer di Solo, Pasar Tunjungan di Surabaya, Pasar Sukowati di Bali, dll.

Sebenarnya masih banyak pasar tradisional yang dapat ditingkatkan daya saingnya, misalnya dengan sedikit sentuhan gaya arsitektur tradisional, promosi barang-barang souvenir, keramah-tamahan pramuniaga, kekhasan dialek setempat, kandungan komponen lokal, panggung kesenian lokal, kearifan lokal, dan sebagainya. Contoh pasar tradisional yang mempunyai potensi seperti ini adalah pasar tradisional di Bukit tinggi, Pasar Apung di Sungai Mahakam Kalimantan Selatan, Pasar Gembrong di Bogor Jawa Barat (kalau masih ada), Pasar Jalanan di Kebayoran Lama Jakarta Selatan, Pasar Ular di Jakarta Utara, Pasar Seni (Barang-barang Antik) di Jln. Surabaya Jakarta, Pasar Kaget. Barangkali lebih tepat bila pengembangan pasar tradisional ini diimplementasikan melalui pendekatan (berbasis) pusat budaya atau cagar budaya. Kita tunggu saja bagaimana nanti Pemda dapat menyiasati hal ini. Yang jelas, pembinaan pasar tradisional tidak mungkin berhasil bila dilakukan sendiri, harus dilaksanakan secara terintegrasi dan komperhensif dengan pembinaan pasar modern, dengan pembinaan sektor lainnya khususnya kebudayaan dan kepariwisataan.

Tabel 5. Jenis Pasar Dan Skala Pelayanannya

J JEENNIISSPPAASSAARR SSKKAALLAAWWIILLAAYYAAHH ( (GGRROOSSIIRR)) S SKKAALLAAIINNTTEERRNNAALLPPEERRKKOOTTAAAAN N ( (RREETTAAIILL)) P PAASSAARR MMOODDEERRNN ( (MMaannaajjeemmeennMMooddeerrnn,,TTeekknnoollooggii M Mooddeerrnn,,HHaarrggaaPPaassttii,,PPeellaayyaannaann M Maannddiirrii))  PPeerrkkuullaakkaannBBeessaarr  PPeerrkkuullaakkaann S Seeddaanngg  PPeerrkkuullaakkaannkkeecciill  HHyyppeerrmmaarrkkeett((>>66000000mm22) )  SSuuppeerrmmaarrkkeett//DDeepptt..SSttoorree((220000––66000000mm22))  MMiinniiMMaarrkkeett((<<220000mm22) )  MMaallll// PPllaazzaa//PPuussaatt PPeerrddaaggaannggaann ((SSkkaallaa B Beessaarr) )  TTookkoo P PAASSAARR TTRRAADDIISSIIOONNAAL L ( (SSkkaallaa KKeecciill,, MMooddaall KKeecciill,, T TaawwaarrMMeennaawwaarr))  PPaassaarrTTrraaddiissiioonnaallsskkaallaakkeecciill ( (TTookkoo,,KKiiooss,,LLooss,,LLaappaakk,,TTeennddaa))  PPaassaarrTTrraaddiissiioonnaallsskkaallaasseeddaanngg

BAGAIMANA KEBIJAKAN PEMERINTAH?

Lantas bagaimana kebijakan Pemerintah dalam upaya pemberdayaan pasar tradisional agar dapat tumbuh dan berkembang serasi, saling membutuhkan/memerlukan, saling memperkuat dan simbiosis mutualistis; memberikan pedoman bagi penyelenggara pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern; memberikan norma-norma keadilan, saling menguntungkan dan tanpa tekanan dalam hubungan antara pemasok barang dengan toko modern, serta bagaimana pengembangan kemitraan dengan UK (Usaha Kecil), sehingga tercipta tertib persaingan dan keseimbangan kepentingan produsen, pemasok, took modern, dan konsumen.

(23)

Upaya mengimplementasikan kebijakan dimulai dengan merevisi beberapa peraturan perundang-undangan yang dianggap sudah kadaluwarsa, diantaranya adalah, Perpres No.112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern sebagai pengganti Perpres No. 118/2000 yang berisi non pembatasan ritail kepemilikan asing (skala besar); Permen Perdag No. 53/MDAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern; Permendagri No. 42 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pasar Desa, dan Kepmen Kesehatan No. 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat.

Beberapa hal penting yang diatur dalam PP No.112 tahun 2007 dan PermenDag No. 53/MDAG/PER/12/2008 tersebut yakni:

a. Batas luas lantai penjualan took modern: minimarket < 400 m2, supermarket 400 m2 s/d 5.000 m2, hypermarket di atas 5.000 m2, department store di atas 400 M2, perkulakan di atas 5.000 M2.

b. Pengaturan lokasi:

1. Perkulakan: hanya boleh berlokasi pada atau pada akses sistem jaringan jalan arteri atau kolektor primer atau arteri sekunder.

2. Hypermarket dan Pusat Perbelanjaan, hanya boleh berlokasi pada atau pada akses sistem jaringan jalan arteri atau kolektor, dan tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lokal atau lingkungan (perumahan) di dalam kota/perkotaan.

3. Supermarket dan Departement Store: Tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan; dan tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di dalam kota.

4. Pasar Tradisional: boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan. c. Perizinan:

Izin Usaha Pengelolaan Pasar Tradisional (IUP2T) untuk Pasar Tradisional,

Izin Usaha Pusat Perbelanjaan (IUPP) untuk pertokoan, mall, plaza, dan pusat perdagangan,

Izin Usaha Toko Modern (IUTM) untuk minimarket, supermarket, department store, hypermarket & perkulakan Kelengkapan Permintaan IUP2T, IUPP, dsan IUTM: Studi Kelayakan termasuk AMDAL serta Rencana Kemitraan dengan UK (Usaha Kecil).

IUP2T, IUPP dan IUTM diterbitkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Pemprov DKI Jakarta. Pedoman Tata-cara Perizinan ditetapkan oleh Menteri Perdagangan.

d. Pembinaan dan Pengawasan

Pemerintah dan Pemerintah Daerah baik secara sendiri0sendiri maupun bersama-sama sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing melakukan pembinan dan pengawasan Pasar dan Toko Modern.

e. Pemberdayaan Pasar Tradisional

Mengupayakan sumber-sumber alternative pendanaan untuk pemberdayaan, meningkatkan kompetensi pedagang dan pengelola, memprioritaskan kesempatan memperoleh tempat usaha bagi pedagang pasar tradisional yang telah ada sebelum dilakukan renovasi atau relokasi, serta mengevaluasi pengelolaan.

Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

Memberdayakan pusat perbelanjaan dan took modern dalam membina pasar tradisional, serta mengawasi pelaksanaan kemitraan.

Sayang sekali kedua peraturan perundang-undangan tersebut belum sepenuhnya disosialisasikan kepada masyarakat, apalagi diemplementasikan.

(24)

TANGGAPAN ASPEK PENATAAN RUANG

Pasar merupakan salah satu unsur pembentuk ruang atau implementasi dari pemanfaatan ruang. Karena itu dalam proses pembangunannya harus mengacu kepada rencana tata ruangnya. Rencana tata ruang pada hakikatnya wujud struktur ruang dan pola ruang yang diinginkan atau yang direncanakan.

Pembangunan Pasar Tradisional dan Pasar Modern harus mengacu kepada rencana tata ruang dari wilayah dimana pasar tersebut akan dibangun, dengan kata lain pembangunannya diorientasikan dalam rangka mendukung stuktur ruang dan pola ruang yang direncanakan. Oleh karena itu sebelum melakukan penilaian (assessment) dan persetujuan (approvement) terhadap usulan pembangunan Pasar Modern maupun Pasar Tradisional, terlebih dahulu harus dilakukan identifikasi rencana pola ruang yang termuat di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Rinci Tata Ruangnya atau Rencana Detail Tata Ruangnya (RDTR-nya). Rencana Tata Ruang mana yang akan diacu sangat tergantung pada lokasi, besaran, fungsi/skala-pelayanan dari pasar yang akan dibangunnya, Gambar berikut memperlihatkan hirarki rencana tata ruang.

Penentuan Hirarki Pasar Tradisional Dan Pasar Modern

Setiap tingkat rencana tata ruang menentukan fungsi dan skala pelayanan pasar yang perlu dibangun untuk mendukung terwujudnya struktur ruang dan pola ruang pada tingkat rencana tertentu. Karena itulah pasar perlu diklasifikasikan menurut fungsinya.

Sistem pusat kegiatan terbentuk dari adanya hubungan keterkaitan fungsional di antar pusat-pusat kegiatan secara berhirarki yang mana hubungan itu terbentuk oleh sistem jaringan prasarana wilayah terutama jaringan transportasi yang berhirarki pula (sistem primer dan sistem sekunder).

Pada tingkat nasioal, hirarki dari pusat-pusat kegiatan tersebut telah ditetapkan di dalam PP No.26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) sebagai berikut:

1) Pusat Kegiatan Nasional (PKN), yakni kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasonal, nasional atau beberapa provinsi, dengan kriteria:

● Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional.

● Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat ekonomi perkotaan, pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi.

● Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.

2) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), yakni kawasan pekotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala propinsi atau beberapa kabupaten/kota, dengan kriteria:

● Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.

● Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor impor yang mendukung PKN.

● Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala propinsi atau beberapa kabupaten.

Gambar

Tabel 2.  JUMLAH  PUSAT  PERDAGANGAN  DI  INDONESIA  2003 s/d 2005
Tabel 5.  Jenis  Pasar  Dan  Skala  Pelayanannya  JE J EN NI IS S  PAP AS SA AR R     S SK KA AL LA A   W WII LAL AY YA AH H     ( (G GR RO OS SI IR R) )  SKS KA AL LA A   II NTN TE ER RN NA AL L  PEP ER RK KO OT TA AA AN N (R(REETTAAIIL)L)  PA P AS SA AR
Gambar 2 Deliniasi Wilayah
Gambar 3 Moda Transportasi Publik yang melayani Maja
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara pengelolaan gulma berpengaruh tidak nyata pada Tongkol per plot dan Bobot kering 100 biji namun berpengaruh nyata terhadap, Tinggi

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa sisplatin adalah kemoterapi tunggal yang digunakan dalam terapi karsinoma buli-buli. Kombinasi

Tujuan penelitian untuk mendapatkan dosis inokulum Rhizopus oligosporus dan waktu fermentasi biji kecipir yang optimum terhadap peningkatan kandungan protein murni dan

[r]

Hoist merupakan bagian utama pada overhead crane yang berfungsi sebagai mekanisme pengangkat muatan dengan arah lintasan melintang sepanjang cross travel

Kondisi ini menstimulasi kelenjar paratiroid untuk mensekresi PTH dalam jumlah tinggi, yakni dengan menstimulasi secara tidak langsung aktivitas osteoklas untuk meningkatkan

Dari grafik 4.13 terlihat perlakuan seresah sengon laut (Albisia) yang berkualitas tinggi pada dosis 5 Mg/ha terjadi nitrifikasi dari minggu 1 sampai minggu 4 kemudian

Proses regenerasi diatur oleh sistem kontrol yang bekerja secara otomatis, dan memberikan indikasi bahwa cycle kualitas hasil yang jelek atau terjadi kelainan, akan dilakukan