• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci : Saccharomyces cerevisiae, fermentasi rumen, kromium organik, selenium organik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata kunci : Saccharomyces cerevisiae, fermentasi rumen, kromium organik, selenium organik"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

KECERNAAN IN-VITRO BAHAN KERING DAN ORGANIK SERTA KONSENTRASI VFA TOTAL PADA PAKAN KAMBING YANG DISUPLEMENTASI Saccharomyces cerevisiae

( Effect supplemented Saccharomyces cerevisiae on Apparent Digestibility and Volatile Fatty Acids in Goat Feed )

Anton Budi Prasetyo*, Caribu Hadi P, Titin Widiyastuti

Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman antonbudip.neuz@gmail.com*

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kecernaan bahan kering dan organik dan konsentrasi VFA pakan kambing yang disuplementasi Saccharomyces cerevisiae dengan kecukupan mineral chromium dan selenium organik. Materi penelitian ini adalah cairan rumen kambing, pakan kambing dengan kandungan PK 11,17% dan TDN 55,97 %, Saccharomyces cerevisiae (preparat komersial dengan konsentrasi 107 sel/gram), mineral chromium dan selenium organik. Penelitian ini disusun menggunakan 5 perlakuan dan 4 ulangan, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan ransumnya adalah R0 : ransum kontrol (PK 11,17% dan TDN 55,97 % + Cr organik + Se organik); R1 (R0 + 2 g S.cerevisiae /Kg pakan); R2 (R0 + 4 g S.cerevisiae /Kg pakan); R3 (R0 + 6 g S.cerevisiae /Kg pakan); R4 (R0 + 8 g S.cerevisiae /Kg pakan). Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik serta konsentrasi VFA total. Hasil penelitian menunjukan bahwa suplementasi Saccharomyces cerevisiae memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik serta VFA total. Kecernaan bahan kering 33.65 % (R0); 32.49 % (R1) ; 32.84 % (R2); 35.67 % (R3); 35.36 % (R4) dan kecernaan bahan organik 30.77 % (R0); 29.99 % (R1); 31.54 % (R2); 33,8 % (R3); 34.28 % (R4). VFA total 121.5 mM (R0); 157.5 mM (R1); 131.8 mM (R2); 116.5 mM (R3); 119 mM (R4). Kesimpulan dari penelitian ini yaitu penambahan S.cerevisiae pada ransum kambing dengan kecukupan chromium dan selenium organik dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik, tetapi tidak meningkatkan konsentrasi VFA total.

Kata kunci : Saccharomyces cerevisiae, fermentasi rumen, kromium organik, selenium organik

ABSTRACT

This research was conducted to investigate the digestibilities of dry matter and organic matter, and CFA concentration of goat feed that was supplemented by Saccharomyces cerevisiae at the sufficiency supply of organic chromium and selenium minerals. This research material is goat rumen fluid, feed the goats with the content of 11.17% and TDN PK 55.97%, Saccharomyces cerevisiae (commercial preparations with a concentration of 107 cells / g), chromium mineral and organic selenium. The study was compiled using the 5 treatments and 4 replications, using a completely randomized design (CRD). Treatment rations were R0: control ration (PK 11.17% and 55.97% TDN + Cr + organic organic Se), R1 (R0 + 2 S.cerevisiae g / kg diet); R2 (R0 + 4 g S.cerevisiae / kg feed), R3 (R0 S.cerevisiae + 6 g / kg diet); R4 (R0 S.cerevisiae + 8 g / kg diet). Parameters observed in this study include the digestibility of dry matter and organic matter digestibility and total VFA concentration. The ANOVA showed that supplementation of Saccharomyces cerevisiae provide a significant influence (P <0.01) the digestibility of dry matter and organic matter and total VFA. 33.65% dry matter digestibility (R0), 32.49% (R1), 32.84% (R2), 35.67% (R3), 35.36% (R4) and organic matter digestibility of 30.77% (R0), 29.99% (R1), 31.54% (R2), 33.8% (R3), 34.28% (R4). 121.5 mM total VFA (R0), 157.5 mM (R1); 131.8 mM (R2), 116.5 mM (R3), 119 mM (R4). The conclusion of this study is the addition of S.cerevisiae on goat ration with sufficient chromium and organic selenium

(2)

2

Key words: Saccharomyces cerevisiae, rumen fermentation, organic chromium, organic selenium

PENDAHULUAN

Meningkatnya tingkat pendidikan atau pengetahuan serta pendapatan masyarakat membawa dampak pada semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya gizi yang menyebabkan terjadinya pergeseran pola konsumsi rumah tangga ke arah peningkatan konsumsi protein hewani seperti daging, susu dan telur. Perubahan pola konsumsi yang menyertai peningkatan jumlah penduduk Negara Indonesia ini, merupakan penyebab utama peningkatan laju kebutuhan dalam negeri akan produk peternakan terutama susu seperti ditunjukkan oleh peningkatan konsumsi susu dalam negeri. Data Departemen Pertanian tahun 2009 menunjukkan produksi susu nasional hanya mampu memenuhi kebutuhan konsumsi susu nasional sebesar 23,45% atau sebanyak 2,19 kg per per kapita per tahun dan sisanya dipenuhi dengan susu impor. Laju pertumbuhan rata-rata konsumsi susu mencapai 7.0 persen per tahun lebih tinggi dari laju pertumbuhan produksi susu nasional yang hanya 3.29 persen per tahun.

Kambing yang dipelihara di Indonesia sebagian besar adalah kambing PE. Kambing PE dikenal sebagai kambing bertipe badan besar dan penghasil susu yang cukup potensial. Sementara ini, pengembangan kambing PE sebagai penghasil susu belum banyak diperhatikan dan pemeliharaannya masih bersifat tradisional. Pakannya sebagian besar hanya rumput lapangan saja sehingga belum bisa mencukupi kebutuhan fisiologis ternak terutama dari sumber energi dan protein.

Produksi susu kambing PE Indonesia berkisar antara 0.45 - 2.2 kg/ekor/hari dengan komposisi: total padatan 17.8%, protein 4.97%, dan lemak 5.27% (Sukarini, 2006).

Pakan alternatif diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan produktivitas kambing di daerah marginal pada musim kemarau. Salah satu pakan alternatif yang digunakan adalah suplemen katalitik untuk meningkatkan aktivitas fermentabilitas rumen dan populasi bakteri. “Suplemen katalitik” adalah pemberian bahan pakan dalam jumlah kecil bahan kering ransum, dan diharapkan berguna dan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan produktivitas ruminansia (Preston dan Leng, 1987).

Chromium merupakan mineral mikro esensial bagi manusia dan ternak yang dibutuhkan dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak secara normal. Selenium mempunyai fungsi memproteksi membrane sel dan subseluler dari kerusakan oksidatif, sehingga mempertahankan dari kerusakan sel-sel kelenjar mammae dan produksi susu yang tinggi dapat dipertahankan. Berdasarkan hasil penelitian Caribu (2001) suplementasi chromium dan selenium organik pada pakan sapi perah dengan level pemberian Se 0,3 ppm dan Chromium 1,5 ppm diketahui dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik, dan mempengaruhi konsentrasi VFA.

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kecernaan bahan kering dan bahan organik pada pakan kambing yang disuplementasi Saccharomyces cerevisiae dengan kecukupan mineral chromium dan selenium secara in-vitro Mengkaji konsentrasi VFA pada pakan kambing yang disuplementasi Saccharomyces cerevisiae dengan kecukupan mineral chromium dan selenium secara in-vitro.

(3)

3

METODE PENELITIAN DAN ANALISIS Materi

Materi yang digunakan dalam penelitian adalah cairan rumen kambing, pakan kambing dengan kandungan PK 11,17% dan TDN 55,97 %, Saccharomyces cerevisiae (preparat komersial dengan konsentrasi 107 sel/gram), mineral chromium dan selenium organik, perangkat analisis konsentrasi VFA dan kecernaan bahan kering dan bahan organik. Ransum yang digunakan akan disuplementasi dengan selenium sebanyak 0,3 ppm dan chromium sebanyak 1,5 ppm.

Tabel 1. Komposisi Ransum Kontrol

Bahan PK (%) SK (%) TDN (%) Level PK (%) SK (%) TDN (%) Konsentrat 16,77 18,08 60,69 30 5,03 5,42 18,21 Rumput lapang 8,77 27,88 53,95 70 6,14 19,52 37,77 Cr organik (ppm) - - - 1.5 - - - Se organik (ppm) - - - 0.3 - - - Total 100 11,17 24,94 55,97 Metode penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi 2 tahap. Tahap pertama adalah tahap persiapan, yaitu sintesis selenium dan chromium organik dengan yeast dan tahap kedua adalah dengan metode eksperimental secara in vitro menggunakan metode Tilley and Terry (1963).

Rancangan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan metode eksperimental secara in vitro dengan rancangan dasar yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (Steel dan Torrie, 1980) setiap perlakuan diulang 4 kali. Perlakuan yang diuji adalah:

R0 = ransum kontrol

R1 = R0 + 2 g S.cerevisiae /Kg pakan R2 = R0 + 4 g S.cerevisiae /Kg pakan R3 = R0 + 6 g S.cerevisiae /Kg pakan R4 = R0 + 8 g S.cerevisiae /Kg pakan

Sesuai dengan rancangan yang digunakan dan perlakuan yang diuji maka model matematisnya adalah:

Yij =  +

i +

ij Keterangan:

Yij = Peubah yang diukur dari perlakuan ke i dan ulangan ke j

= Nilai tengah produk fermentasi (VFA total, KBK dan KBO)

i = Pengaruh perlakuan ke- i

ij = Galat percobaan

(4)

4

Variansi (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Orthogonal Polynomial.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik

Proses pencernaan makanan utama bagi ternak ruminansia adalah proses pencernaan dalam rumen dan dilakukan oleh mikroba. Koefisien cerna bahan kering dan bahan organik tersaji pada Tabel 4. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, kecernaan bahan kering dan bahan organik pada ransum kontrol sebesar 33,65% (KBK) dan 20,77% (KBO). Nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik R1 dan R2 tidak jauh berbeda dengan ransum kontrol sedangkan hasil dari perlakuan R3 dan R4 mengalami peningkatan, hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi pemberian Saccharomyces cerevisiae pada pakan kambing dapat meningkatkan kecernaan pakan. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Fadel (2007) yang menunjukan bahwa Saccharomyces cerevisiae meningkatkan Kecernaan Bahan Organik dan NDF dibandingkan dengan ransum kontrol. Beberapa penelitian dengan perlakuan penambahan Saccharomyces cerevisiae menunjukan peningkatan populasi dari bakteri selulolitik di dalam rumen ( Miller, et al., 2002; Dawson, 1990; Newbold, 1990). Enjalbert et al. (1999) menunjukan hasil yang berbeda, dengan menggunakan metode in situ menghasilkan kesimpulan bahwa ransum yang di suplementasi Saccharomyces cerevisiae tidak menunjukan hasil yang signifikan antara perlakuan dengan ransum kontrol.

Tabel 2. Rataan Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik

Gambar 1. Kurva persamaan kubik kecernaan bahan kering

0 2 4 6 8 30 31 32 33 34 35 36

Penam bahan Saccharom yces cerevis iae (g)

KB K ( % ) Perlakuan Variabel KBK (%) KBO (%) R0 33.65 ± 1.53 30.77 ± 0.36 R1 32.49 ± 0.81 29.99 ± 1.31 R2 32.84 ± 0.44 31.54 ± 0.39 R3 35.67 ± 1.09 33.80 ± 0.94 R4 35.36 ± 0.91 34.28 ± 0.86

(5)

5

Gambar 2. Kurva persamaan kubik kecernaan bahan organik.

Analisis variansi menunjukan bahwa perlakuan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik. Hasil Uji Orthogonal Polynomial menunjukan respon kubik pada KBO dengan persamaan Y = 30.780107 - 1.3831696 X + 0.56848214 X^2 - 0.04257813 X^3, R² = 83.68 %, r = 0.91, titik belok (1.4540900 , 29.839934), (7.4469149 , 34.421894). Hasil uji Orthogonal Polynomial pada KBO tidak berbeda dengan hasil uji pada KBK dengan persamaan Y = 33.744214 - 1.9305060 X + 0.65477679 X^2 - 0.04833333 X^3, R² = 62.9857 % , r = 0.7936, Tititk belok (1.8553016 , 32.107712), (7.1761023 , 35.748101). Hasil KBK dan KBO tiap – tiap perlakuan tidak jauh berbeda dengan ransum kontrol, terjadi kenaikan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik dari R1 sampai R4 sesuai dengan level penambahan Saccharomyces cerevisiae, semakin tinggi level penambahan Saccharomyces cerevisiae semakin tinggi kecernaan bahan kering dan bahan organiknya. Nilai kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik yang tidak jauh berbeda dengan kontrol dapat disebabkan oleh komposisi ransum yang digunakan, bahan pakan yang digunakan adalah tepung rumput lapang dan konsentrat dengan perbandingan 70 : 30. Bahan pakan dengan kandungan serat yang semakin tinggi, maka akan semakin rendah daya cernanya. Komponen penyusun bahan berserat tersebut mengandung lignin, sehingga semakin tinggi kandungan serat dalam bahan pakan, kandungan lignin juga meningkat. Disamping itu rendahnya kandungan nutrisi dalam ransum terutama kandungan PK (tabel 2.) mengakibatkan kurang mampunya mikroba rumen bekerja secara optimal sehingga proses fermentasi tidak optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Tamminga (1992) bahwa tingkat fermentasi pakan di dalam rumen dapat optimal, apabila kandungan PK pakan sebesar 15% sedangkan dalam penelitian ini kandungan PK ransum sebesar 11,17%.

Probiotik maupun Cr organik dan Se organik yang diberikan mengandung mikroba, baik bakteri asam laktat maupun fungi yang berguna bagi fungsi pecernaan rumen. Suplementasi kultur fungi akan menimbulkan efek stimulan beberapa bakteri rumen secara spesifik (Miller-Webster et al., 2002). Peningkatan populasi dan biodiversitas mikroba rumen akan meningkatkan aktivitas mikroba sehingga daya cerna ransum meningkat. Peningkatan sumber protein terdegradasi dari probiotik dan Cr organik sebagai bahan baku sintesis mikroba juga dapat meningkatkan populasi mikroba rumen sehingga aktivitas pencernaan meningkat.

0 2 4 6 8 26 28 30 32 34 36

Penambahan Saccharomyces cerevisiae (g)

KB

O

(

%

(6)

6

energi berupa VFA dengan proporsi molar VFA secara umum mengikuti kondisi normal (Hungate, 1966), Asam lemak volatil (VFA) merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia dan dihasilkan dari proses fermentasi pakan dalam rumen (Orskov dan Ryle, 1990). Konsentrasi VFA total dalam rumen berkisar 70 – 150 mM, VFA yang dihasilkan dalam proses fermentasi rumen terdiri dari beberapa macam asam lemak (fatty acids), yang proporsinya dapat dianalisis dengan menggunakan kromatografi. Banyak hal yang mempengaruhi komposisi VFA, salah satunya adalah komposisi populasi mikroba rumen.

Tabel 3. Konsentrasi VFA Total

Perlakuan Produksi VFA Total (mM)

R0 121.5 ± 9.2

R1 157.5 ± 15.0

R2 131.8 ± 6.2

R3 116.5 ± 6.2

R4 119 ± 6.2

Gambar 3. Kurva persamaan kubik konsentrasi VFA total.

Hasil penelitian menunjukan bahwa rataan konsentrasi VFA yaitu sebesar 121,8 mM (R0); 157,5 mM (R1); 131,8 mM (R2); 116,5 mM (R3); 119 mM (R4), dari rataan tersebut dapat dilihat rataan terbesar pada perlakuan R1 dan rataan terkecil pada perlakuan R3. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap konsentrasi VFA total. Hasil uji orthogonal polynomial menunjukan respon kubik dengan persamaan Y = 122.675 + 34.072917 X - 10.90625 X² + 0.82552083 X^3, R² = 73.8248 %, r = 0.8592, titik belok = (2.0299326 , 153.80529), (6.7776383 , 109.63305). Berdasarkan hasil penelitian ini, jumlah VFA yang dihasilkan dari tiap perlakuan telah dapat mendukung pertumbuhan mikroba hal ini sesuai dengan pendapat Sutardi ( 1980) yang menyatakan kisaran produk VFA cairan rumen untuk mendukung pertumbuhan mikroba yaitu 80 sampai 160 mM.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulansih ( 2010 ) yang menunjukan bahwa pakan yang ditambahkan Cr-organik dan disuplementasi yeast Saccharomyces cerevisiae sebanyak 1 mg, 2 mg dan 3 mg / kg ransum terjadi peningkatan konsentrasi VFA dengan rataan 142,6 mM. Pada hasil penelitian R1 menghasilkan konsentrasi VFA

0 2 4 6 8 0 50 100 150 200 121.5 157.5 131.8 116.5 119

Penambahan Saccharomyces cerevisiae (g)

V F A (m M )

(7)

7

sebesar 157,5 mM karena pada perlakuan penelitian ini ditambahkan lagi Saccharomyces cerevisiae dalam ransum kontrol yang sudah terdapat Cr-organik yang disuplementasi dengan Saccharomyces cerevisiae, sehingga aktifitas mikroba di dalam cairan rumen juga meningkat (El Hassan et al., 1996; Newbold et al., 1996).

Bedasarkan data yang diperoleh perlakuan R1 menghasilkan konsentrasi VFA tertinggi yaitu sebesar 157.5 mM, 131,8 mM (R2), 119.5 (R3) dan 116 (R4). Berdasarkan uji BNJ terdapat perbedaan yang nyata pada konsentrasi VFA total antara R0 dengan R1 dan R2, masing-masing meningkatkan sebesar 29.30 % dan 8.48 %. Berdasarkan perlakuan yang diberikan, semakin tinggi level pemberian Saccharomyces cerevisiae konsentrasi VFA yang dihasilkan rendah, hal tersebut dapat disebabkan oleh populasi mikroba di dalam rumen. Banyak penelitian yang menunjukan bahwa penambahan Saccharomyces cerevisiae pada pakan ternak ruminansia dapat membantu meningkatkan populasi mikroba di dalam rumen. Hasil penelitian Kamel et al., (2000) menunjukkan bahwa penambahan Saccharomyces cerevisiae akan menstimulasi proliferasi (pembelahan) mikroba rumen yang dapat mempengaruhi peningkatan kecernaan dinding sel dan mengubah pola fermentasi rumen. Mikroba tersebut sangat berperan dalam mendegradasi pakan yang masuk ke dalam rumen menjadi produk-produk sederhana yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba maupun induk semang, VFA total merupakan salah satu produk dari hasil dari pemecahan karbohidrat dalam pakan.

Adanya penambahan level Saccharomyces cerevisiae menyebabkan populasi mikroba berkembang lebih cepat, sehingga proses fermentasi di dalam rumen tidak optimal, hal ini sejalan dengan pendapat Agus (1997) yang menyatakan bahwa apabila fermentasi di dalam rumen kurang optimal, maka VFA rumen yang dihasilkan cenderung rendah. Selain itu, populasi bakteri Streptococcus dalam rumen yang meningkat akan membebaskan sejumlah asam laktat dan terakumulasi di dalam rumen sehingga terjadi penurunan pH di dalam rumen yang menyebabkan beberapa jenis mikroba terhambat pertumbuhannya. Owen dan Zinn (1988) menyatakan bahwa konsentrasi VFA total ditentukan juga oleh pH rumen. Tingkat pH rumen relatif tinggi pada ternak yang mengkonsumsi hijauan, terutama hijauan yang berasal dari limbah pertanian.

SIMPULAN

Penambahan Saccharomyces cerevisiae pada ransum kambing dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan oranik, tetapi menurunkan konsentrasi VFA total. Perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut pengaruh penambahan Saccharomyces cerevisiae terhadap populasi mikroba di dalam rumen dan produk fermentasi lainnya seperti N-NH3 dan gas CO2 dan CH4.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, A. 1997. Pengaruh Tipe Konsentrat Sumber Energi dalam Ransum Sapi Perah Berproduksi tinggi terhadap Produksi dan Komposisi Susu. Buletin Peternakan. 21 I : 45-54.

BPS [Badan Pusat Statistik]. 2009. www.bps.go.id. Diakses pada 12 Agustus 2011.

Carro, M.D., P. Lebzien and K. Rohr. 1992. Effects of yeast culture on rumen fermentation, digestibility and doudenal flow in dairy cows fed a silage based diet. Livest. Prod. Sci., 32:219-229.

(8)

8

Technical Publications, Nicholasville, Kentucky, p: 269-291

El Hassan, S.M., Newbold, C.J., Edwards, I.E., Topps, J.H., Wallace, R.J. 1996. Effect of Yeast Culture on Rumen Fermentation, Microbial Protein Flow from The Rumen and Live-weight Gain in Bulls Given High Cereal Diets. Anim. Sci. 62, 43-48.

Fadel, A.M.A. 2007. Effect of Supplemental Yeast (Saccharomyces cerevisiae) Culture on NDF Digestibility and Rumen Fermentation of Forage Sorghum Hay in Nubian Goat's Kids. J. Agric. And Biol. Sci.,3: 133-137.

Haddad, S.G. and S.N. Goussous, 2005. Effect of yeast culture supplementation on nutrient intake and Rumen Fermentation of Forage Sorghum Hay in Nubian Goat's Kids. J. Agric. and Biol. Sci., 3: 133- 137

Harris, B. and D.W. Webb, 1990. The effect of feeding a concentrated yeast culture product to lactating dairy cows. J. Dairy Sci., 73: 266.

Hartadi, H., Soedomo R., Soekanto, L. dan Allen, DT. 1994. Tabel-tabel dari Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. UGM Press. Yogyakarta.

Hungate, R.E. 1996. Polysacharide Storage and Growth Eficiency in Ruminococus Albus. J. Bact.86-848-54

Johnson, B.J. and B.D. Rops, 2003. The effects of energy source and yeast (Biosaf Sc 47) on feedlot performance during the receiving period. Sited in: http:/www.asas.org/Midwest. Diakses pada 15 Agustus 2011.

Kamel H.E.M., A.M. El-Waziry and J. Sekine, 2000. Effect of Saccharomyces cerevisiae on Fibre Digestion and Ruminal Fermentation in Sheep Fed Berseem Hay (Trifolium alexandrinum) as a Sole Diet. Asian-Aus. J. Anim. Sci. C: 139-142

Kim, H.S., B.S. Ahn, S.G. Chung, Y.H. Moon and S.S. Lee, 2006. Effect of yeast culture, fungal fermentation extract and nonionic surfactant on performance of Holstein cows during transition period. Anim. Feed Sci. Technol., 126:23- 29.

Lubis, D.A. 1992. Ilmu Makanan Temak. PT. Pembangunan. Jakarta.

Lynh, H.A. and S.A. Martin, 2002. Effecfts of Saccharomyces cerevisiae culture and Saccharomyces cerevisiae live cells on in vitro mixed ruminal microoorganism fermentation. J. Dairy Sci., 85: 2603-2608.

McDonald, P.R. Edward and J. Greenhalagh. 2002. Animal Nutrition 6th edition. New York.

Miller-Webster, T., W.H. Hoover, M. Holt and J.E. Nocek, V ZWZ. 2002. lnfluence of yeast culture on ruminal microbial metabolism in continuous culture. J. Dairy Sci., 85: 2009-2014.

Newbold, C.J., Wallace, R.J., McIntosh, F.M., 1996. Different Strains of Saccharomyces cerevisiae Differ in their Effect on Ruminal Bacterial Numbers in vitro and in Sheep. J. Anim. Sci. 73, 1811-1818.

Paryad A. and Rashidi M. 2009. Effect of Yeast (Saccharomyces cerevisiae) on Apparent Digestibility and Nitrogen Retention of Tomato Pomace in Sheep. Pakistan Journal of Nutrition 8(3):273-278

Prayitno, C.H. 2001. Performance produksi susu sapi perah yang mendapat suplementasi chromium dan selenium organik pada ransumnya. Seminar Pengembangan Agribisnis Peternakan. Purwokerto

(9)

9

Prayitno, C.H., N. Hidayat dan A.Muktiani. 1999. Studi Suplementasi Probiotik Saccharomyces cerevisiae dan Starbio dalam Pakan Terhadap Kecernaan dan Aktivitas Fermentasi Rumen Domba. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian Bidang Ilmu Hayat, IPB – Bogor.

Preston, T.R. dan R.A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production System With Available Resources in the Tropics and Sub Tropics. First Printed. International Colour Production. Penambul Books, Armidale, Australia. p.49-50.

Sukarini, I. A. M. 2006. Produksi dan Kualitas Air Susu Kambing Peranakan Etawah Yang Diberi Tambahan Urea Molases Blok dan atau Dedak Padi Pada Awal Laktasi. Animal Production 8: 196-205.

Tamminga, S. 1992. Nutrition managemen of dairy cows as a contribution to pollution control. J. Dairy Sci. 75: 345-357.

Tilley, J.M.A and Terry, R.A. 1963. A two stage technique for the in vitro digestion of forage crops. J. Br. Grssld Soc. 18: 104 –111

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirakusumo dan S. Lebdosoekotjo. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Weiss, W.P., D.L. Frobose and M.E. Koch. 1997. Wet tomato pomace ensiled with corn plants for dairy cows. J. Dairy Sci., 80: 2896-2900.

Williams, P.E.V. and C.J. Newbold. 1990. Rumen Probiotis The Effect of Novel Microorganisms on Rumen Fermentation and Ruminant Productivity. In: Recent Advances in Animal Nutrition. Haresigru W. and Cole, D.I.A. (Eds ), Butenvorths, London pp: 2ll.

Wina. 2000. Pemanfaatan ragi (yeast) sebagai pakan imbuhan untuk meningkatkan produktivitas ternak ruminansia. Wartazoa (9)2: 50-56.

Ratnaningsih, A. 2000. Pengaruh Pemberian S.cerevisiae dan bioplus pada ransum ternak domba terhadap konsumsi bahan kering, kecernaan dan konversi ransum (in vitro). Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung.

Gambar

Tabel 1. Komposisi Ransum Kontrol
Tabel 2.  Rataan Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik
Gambar 2. Kurva persamaan kubik kecernaan bahan organik.
Tabel 3. Konsentrasi VFA Total

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Mendasarkan hal diatas, penelitian ini sangat mendukung untuk membantu pemerintahan desa/kelurahan dalam pemecahan pemecahanan masalah tersebut terkait Implementasi

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5/W2, 2013 XXIV International CIPA Symposium, 2 – 6 September 2013,

Capaian Program Meningkatnya Kualitas Pelaporan Kinerja dan Keuangan Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan Daerah Yang Transparan, Terukur, Tepat Waktu dan Akuntabel. 1 Dokumen Lakip,

The more dense the data gets, the Storage size for the captured Amount of data increases extremely causing delays in processing and creating deliverables as well as the

An academically effective school is distinguished by its culture: a structure, process, and climate of values and. culture: a structure, process, and climate of

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5/W2, 2013 XXIV International CIPA Symposium, 2 – 6 September 2013,

Capaian Program Meningkatnya Kualitas Pelaporan Kinerja dan Keuangan Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan Daerah yang Transparan, Terukur, Tepat Waktu dan Akuntabel. 1 Dokumen,