• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa laporan klinis (Jung et al., 2007) dan penelitian eksperimental (Graham,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Beberapa laporan klinis (Jung et al., 2007) dan penelitian eksperimental (Graham,"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pelarut organik sering digunakan pada berbagai aktivitas kerja; dan otak menerima akibat dari pajanan pelarut organik jangka panjang di lingkungan kerja. Beberapa laporan klinis (Jung et al., 2007) dan penelitian eksperimental (Graham, 1997; Leess-Haley & Williams, 1997) menjelaskan gangguan pada sistem saraf pusat, sistem saraf tepi, sistem saraf otonom, sumsum tulang belakang, dan organ lainnya yang diinduksi pelarut organik. Gangguan neurologis yang dinduksi pelarut organik biasanya monofasik (menjadi gangguan dengan fase tunggal) (Jung et al., 2007).

Pelarut organik banyak digunakan pada aktivitas percetakan, selain timbal, kuprum, dan logam lainnya. Pelarut organik yang digunakan adalah toluen. Toluen (C6H5CH3) adalah cairan folatil non korosif yang memiliki bau aromatik (von Burg, 1993). Pekerja yang menggunakan toluen sebagai pelarut berakibat gangguan kesehatan, seperti pusing, vertigo, iritasi mata, iritasi kulit, gangguan pernafasan, hati, ginjal, dan gangguan sistem saraf pusat (Agency for Toxic Substances and Disease Registry, 2000). Penggunaan toluen di percetakan mendominasi penggunaan bahan kimia logam. Toluen digunakan dalam 75% aktivitas kerja percetakan. Penggunaan toluen terbesar di automatic cleaning, yaitu sekitar 50-200 ppm (Svendsen & Rognes, 2000). Penggunaan toluen lainnya sebagai pelembab mesin printing. Toluen yang digunakan adalah toluen murni (Glockle et al., 1996).

(2)

2

Toluen dinyatakan aman bagi lingkungan dan kesehatan jika tidak melewati ambang batas. Ambang batas toluen di lingkungan sekitar 50 ppm (American Conference of Industrial Hygienists, 2000). Toluen masuk ke tubuh melalui tiga cara, kontak langsung dengan kulit, masuk ke dalam mulut, dan secara inhalasi. Cara inhalasi mendominasi cara masuk toluen ke tubuh (sekitar 36-85%)(Mølhave & Pedersen, 1984, Carlsson, 1982). Toluen dosis berlebih mengakibatkan gangguan saraf. Intoksikasi toluen ke saraf lebih fatal dibandingkan intoksikasi toluen ke ginjal dan hati. Dosis pajanan toluen rendah pada saraf dapat mengakibatkan gangguan saraf (Gopse & Calaban, 1988, Ameno et al., 1992). Gangguan saraf akibat pajanan toluen terdiri atas dua jenis, neurotoksik dan neuropati. Prevalensi neuropati akibat pajanan pelarut organik lebih besar dibanding neurotoksik. Ropper (2000) dalam Mochammad (2012) mendefinisikan neuropati sebagai gejala klinis karena kelainan saraf tepi, berupa degenerasi non inflamasi luas dengan gejala kelemahan motorik, gangguan sensorik, saraf otonom, dan melemahnya refleks tendon. Penyebab neuropati adalah intoksikasi; dalam menganalisis penyebab neuropati diperlukan anamnesis, ditunjang oleh pemeriksaan fisik neurologik, laboratorium darah, urin, cairan otak, dan rekam ENMG (electroneuromyography).

Neuropati akibat pajanan toluen yang sering muncul adalah neuropati saraf tepi. Neuropati saraf tepi adalah kelainan serabut saraf tepi yang mengakibatkan tidak berfungsinya saraf sensoris, motoris, maupun autonomis. Neuropati saraf tepi secara kolektif terdapat pada 2,4% populasi dunia (Martyn, 1998). Berdasarkan pemberitaan di media massa nasional tanggal 5 Juni 2014 diketahui

(3)

3

angka kejadian neuropati di Indonesia adalah 29,7% pada tahun 2012; lima puluh persen terjadi akibat komplikasi penyakit diabetes. Angka kejadian neuropati banyak terjadi di perkotaan karena faktor gaya hidup. Insidensi neuropati saraf tepi semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Tiga puluh persen kejadian neuropati saraf tepi dikeluhkan oleh lansia (Tavee, 2014). Seseorang dengan neuropati saraf tepi biasanya mengalami nyeri. Nyeri neuropati didefinisikan sebagai nyeri atau ketidaknyamanan sensoris akibat lesi atau penyakit yang terkait dengan sistem saraf somatosensoris (International Association for the Study of Pain, 2011). Prevalensi nyeri neuropati lebih tinggi dibandingkan prevalensi neuropati saraf tepi, yaitu sekitar 3% penduduk dunia (Gilron et al., 2006). Adanya neuropati saraf tepi dan manifestasinya (nyeri neuropati) pada pekerja mengganggu aktivitas kerja. Pekerjaan ofset menjadi kurang maksimal. Hal ini diperparah karena pajanan pelarut organik yang menjadi penyebab adanya neuropati.

Penelitian mengenai dampak toluen terhadap gangguan kesehatan pernah dilakukan, tetapi laporan tentang neuropati saraf tepi akibat pajanan toluen di Indonesia sangat kurang. Penelitian mengenai hubungan antara kadar toluen udara dan neuropati saraf tepi pada populasi pekerja yang mempunyai risiko tinggi terpajan, seperti pekerja percetakan ofset belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian melaporkan kadar toluen pada percetakan ofset. Beberapa literatur menyebutkan bahwa toluen mengakibatkan neuropati saraf tepi (Pyor, 1991; Kang & Kim, 2014), penurunan pendengaran secara sensorineuronal (Lazar & Ho, 1983), neuropati optik (Gupta et al., 2011; Gupta et al., 2010), dan polineuropati.

(4)

4

Neuropati saraf tepi muncul akibat pajanan toluen dan senyawa hidrokarbon. Campuran toluen dan hidrokarbon banyak terdapat pada tiner. Manifestasi yang terjadi adalah kelemahan pada bagian distal (tubuh) dan atropi otot (terutama pada tangan dan kaki) (Ghanei et al., 2007).

Subjek penelitian ini adalah pekerja percetakan ofset X. Percetakan ofset X terletak di daerah Sinduadi Sleman. Percetakan ofset X sudah beroperasi selama empat belas tahun. Percetakan ofset X memfokuskan pada kegiatan produksi percetakan dari tiga unit penerbitan buku. Percetakan ofset X mempunyai 18 karyawan pada akhir tahun 2014. Dua orang bekerja di bagian grafis, lima orang di bagian administrasi dan pemasaran, sembilan orang bekerja di bagian produksi, satu orang di bagian binding, dan satu orang bekerja di bagian gudang. Jam kerja di percetakan ofset X adalah 7 jam kerja/ hari dengan jeda istirahat pada pukul 12.00-13.00. Jam kerja dimulai pada pukul 08.00. Pekerja percetakan ofset X bekerja 6 hari kerja/ minggu.

Bangunan bagian produksi terpisah dengan bangunan bagian non produksi. Bagian produksi terletak di bagian belakang bangunan percetakan ofset X. Antar ruang dipisah dengan sekat. Ada jendela dan ventilasi pada setiap ruangan. Langit-langit bangunan dibuat cukup tinggi (3 meter). Setiap bangunan dilengkapi dengan jendela dan ventilasi udara; sehingga ada sirkulasi udara. Langit-langit bangunan dibuat cukup tinggi (3 meter) agar terasa kesan lega. Pintu dan jendela bagian produksi dibuat lebih lebar. Bangunan bagian non produksi dilengkapi dengan pendingin udara.

(5)

5

Percetakan ofset X menggunakan pelarut organik pada kegiatan produksi. Pelarut organik banyak digunakan dalam bentuk tiner, lem, dan tinta produksi. Pelarut organik yang digunakan di percetakan ofset X dalam bentuk campuran. Artinya, pelarut organik merupakan salah satu dari komposisi tinta, lem, dan tiner produksi. Salah satu pelarut organik yang digunakan di percetakan ofset X adalah toluen. Percetakan ofset X belum mempunyai data besarnya buangan yang dihasilkan dan data kesehatan pekerja. Data konsentrasi toluen udara di percetakan X juga belum diketahui.

Hasil observasi awal mencatat sepuluh pekerja mengeluh gatal pada kulit setelah bekerja dengan lem, tinta, dan tiner produksi. Empat belas pekerja mengeluh mata perih. Tujuh pekerja mengeluh bersin saat mesin binding beroperasi. Enam pekerja mengeluh sakit kepala, satu pekerja mengeluh kesemutan dana pegal saat lelah, dan sepuluh pekerja mengeluh kesulitan tidur. Informasi mengenai keluhan pegal, kesemutan, iritasi mata dan hidung, dan sakit kepala tidak dianggap sebagai keluhan kesehatan pekerja percetakan ofset X. Keluhan pegal pekerja dianggap hal biasa jika kelelahan; bukan efek bekerja dengan lem, tinta, maupun tiner produksi. Keluhan pekerja bertentangan dengan petujuk NIOSH yang menyebutkan iritasi mata dan hidung, pegal, kesemutan, sulit tidur, dan sakit kepala sebagai gejala gangguan kesehatan akibat pajanan toluen.

Belum adanya penelitian hubungan antara kadar pajanan toluen udara secara inhalasi dan neuropati saraf tepi pada populasi pekerja yang mempunyai risiko tinggi terpajan, seperti pekerja percetakan ofset menjadi alasan mengapa

(6)

6

penelitian ini penting untuk dilakukan. Penelitian ini mengambil fokus untuk mengkaji tentang hubungan pajanan toluen udara secara inhalasi di percetakan ofset dengan kejadian neuropati saraf tepi dengan bantuan pemeriksaan ENMG (electroneuromyography).

B. Rumusan Masalah

1) Hubungan pajanan toluen udara secara inhalasi di percetakan ofset dengan kejadian neuropati saraf tepi.

C. Pertanyaan Penelitian

1) Bagaimana hubungan antara pajanan toluen udara secara inhalasi di percetakan ofset dengan kejadian neuropati saraf tepi?

D. Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui hubungan antara pajanan toluen udara secara inhalasi di percetakan ofset dengan kejadian neuropati saraf tepi.

E. Manfaat Penelitian 1) Manfaat teoretis

a. Untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai hubungan pajanan toluen secara inhalasi pada pekerja percetakan ofset terhadap kejadian neuropati saraf tepi.

b. Dapat digunakan sebagai bahan referensi lebih lanjut. 2) Manfaat praktis

a. Manfaat untuk pengusaha ofset dan industri sejenis

Sebagai masukan dan sumber informasi bagi pengusaha Percetakan X maupun usaha sejenis tentang besaran risiko kesehatan akibat pajanan

(7)

7

toluen sehingga berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan dan mencegah gangguan kesehatan yang ditimbulkan.

b. Manfaat untuk pekerja ofset dan industri sejenis

Memberikan informasi pada kelompok berisiko agar lebih memperhatikan keselamatan kerja sehingga dapat mengurangi pajanan toluen.

c. Manfaat untuk Dinas Ketenagakerjaan

Memberikan data epidemiologis dampak pajanan toluen terhadap fungsi saraf; sebagai masukan tentang bahaya dan dampak yang ditimbulkan oleh toluen terhadap fungsi saraf (baik sebagai penyakit maupun toksik); dan bahan kajian keselamatan dan kesehatan kerja di industri yang berhubungan dengan toluen.

d. Manfaat untuk Dinas Kesehatan dan pemerintah daerah

Menjadi referensi dalam menentukan kebijakan manajemen risiko gangguan kesehatan yang disebabkan akibat pajanan toluen.

F. Keaslian Penelitian

1) Penelitian Yȕksel et al. (2007) yang berjudul Clinical and electrodiagnostic findings of n-hexane neuropathy. Penelitian Yȕksel memberikan hasil pekerja industri sepatu mengalami neuropati akibat pajanan sub akut n-hexana. Pekerja dengan frekuensi pajanan dan waktu kerja yang lebih lama menunjukkan abnormalitas EMG (electromyography). Perbedaan dengan penelitian ini adalah industri yang digunakan adalah industri percetakan

(8)

8

ofset dan durasi pajanan n-heksana sub akut (lima belas hari sampai dengan tiga bulan).

2) Penelitian Lubman et al. (2008) dengan judul Inhalant abuse among adolescents: neurobiological considerations; menjelaskan efek pajanan toluen selama periode awal postnatal yaitu perubahan fungsi NMDA dan reseptor GABA jangka panjang. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian Lubman et al., berfokus pada efek secara neurobiologis dari berbagai pajanan bahan kimia (pelarut yang mudah menguap, aerosol, gas, dan senyawa nitrit).

3) Penelitian Huang (2008) dengan judul Polyneuropathy induced by n-hexane intoxication in Taiwan; mempunyai hasil pajanan kronis n-heksana dosis rendah menyebabkan penurunan kemampuan akson sensoris. Pajanan sub akut dosis tinggi menyebabkan pembengkakan akson dan demielinisasi sekunder disertai pengerutan dan pelemahan otot. Peningkatan kesadaran bahaya pajanan n-heksana di industri pengeleman diperlukan. Fokus penelitian ini adalah neurotoksisitas n-heksana terhadap kejadian polineuropati pada pekerja pengeleman di Taiwan.

4) Penelitian Draper & Bamiou (2009) yang berjudul Auditory neuropathy in a patient exposed to xylene: case report; memberikan hasil adanya kejadian penurunan kemampuan dengar retrocochlear akibat pajanan xylen. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penggunaan xylen sebagai pelarut organik dan berfokus pada kasus neuropati audiotorik.

(9)

9

5) Penelitian Palencia et al., tahun 2014, dengan judul Retinoic acid reduces solvent-induced neuropathy and promotes neural regeneration in mice, memberikan hasil mencit yang terpajan pelarut organik mengembangkan potensi neuropati dan degenerasi akson. Terapi dengan ATRA (asam retinol) meminimalisir efek perubahan kemampuan sensorial dan morfologi saraf. Perbedaan dengan penelitian ini adalah objek penelitian menggunakan mencit yang diinduksi pelarut organik dan diberi terapi asam retinol.

Referensi

Dokumen terkait

SUMBAJI PUTRANTO: Keefektifan Peer Tutoring dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Ditinjau dari Pemahaman Konsep, Kemampuan Pemecahan Masalah, dan Sikap

Kabali Darat Sulabesi Barat Kepulauan Sula... III B Wasile Halmahera Timur

Impact of Rewards and Compensation on Job Satisfaction:Public and Private Universities of UK ditemukan hasil bahwa Rewards memiliki hubungan dengan komitmen

Hal ini dapat disebabkan oleh zat yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan jamur yang berada di luar sel, sehingga setelah sel disentrifugasi, zat tersebut keluar

Untuk menangani perkara pidana yang dilakukan oleh anak pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang mengatur secara khusus yang dalam Undang – undang No.

Secara tertulis, apabila atas pertimbangan pejabat yang berwenang menjatuhkan sanksi, pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh mahasiswa yang bersangkutan akan dapat

Sedangkan pada waktu ada ang- gota keluarga yang mengidap penyakit cacing, sikap responden berbeda (p<0,05) Orang tua murid SD program sebagian be- sar memberikan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh paparan lipopolisakarida pada tikus (Rattus norvegicus) model asma terhadap peningkatan aktivitas enzim protease