HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI
BERBASIS AGRO
Disampaikan pada:
Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Tahun 2016
Jakarta, 16-17 Februari 2016
OUTLINE
I. PENDAHULUAN
II. HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI AGRO
II.A. INDUSTRI BERBASIS MINYAK SAWIT
II.B. INDUSTRI PENGOLAHAN RUMPUT LAUT
II.C. INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO
4 4
1. Industri Agro merupakan industri andalan masa depan, karena didukung oleh sumber daya alam yang cukup potensial yang berasal dari sektor pertanian, perikanan/kelautan, peternakan, perkebunan dan kehutanan, dengan produksi tahun 2014 sebagai berikut :
2. Di samping itu, industri agro juga membutuhkan bahan baku impor, yaitu yang tidak tersedia di dalam negeri atau tersedia namun jumlah tidak memenuhi, dengan kebutuhan total tahun 2014: Kakao
(450 ribu ton) No.3 di Dunia
Rumput Laut (Kering) (237 Ribu ton) No.1 di Dunia Kelapa (3,3 Juta Ton) No. 1 Di Dunia Kopi (738 Ribu Ton) No. 4 di Dunia
Ikan dan Udang (10,5 Juta Ton) No. 2 di Dunia Teh (147,7 ribu Ton) No.7 di Dunia Ubi Kayu (24 Juta Ton) CPO & CPKO
(31 juta ton) No.1 di Dunia Lada (88 ribu ton) No.3 Di Dunia Pulp (6,2 juta ton) No.9 di Dunia Kertas (10,9 juta ton) No. 6 di Dunia Karet (3,23 Juta Ton) No.2 di Dunia Rotan (143 ribu Ton) No.1 Di Dunia Jagung (16,72 Juta Ton) Impor (3,2 Juta Ton) Kedelai (2,67 juta Ton) Impor (2,16 Juta Ton) Kertas Bekas (6,5 Juta Ton) Impor (3,5 Juta Ton) Daging (594 ribu Ton) Impor (69 ribu Ton) Gula (5,88 Juta Ton) Impor (2,86 Juta Ton) Beras (30,13 juta Ton) Impor (537 ribu Ton)
A. LATAR BELAKANG
B. LINGKUP BINAAN DJIA
Furnitur dari Kayu
Industri Furnitur dari Rotan atau Bambu Panel Kayu lainnya
Kerajinan Ukir-ukiran dari Kayu
Moulding dan Komponen Bahan Bangunan Peti Kemas dari Kayu
Anyam-anyaman dari Rotan dan Bambu Bubur Kertas (Pulp) , Kertas Budaya , Kertas
Berharga
Kertas Khusus , Kertas Industri, Kertas Tissue Kemasan dan Kotak dari Kertas dan Karton Buku, Brosur, Buku Musik, dan Publikasi lainnya Penerbitan Surat Kabar, Jurnal dan Majalah Percetakan, Jasa Penunjang Percetakan Pengasapan Karet, Remiling Karet Karet Remah (Crumb Rubber) Biodiesel, Bio Ethanol
Bahan Kimia Organik Lainnya dari Hasil Pertanian
Hilir Kelapa Sawit
Biskuit
Daging dalam kaleng
Tepung kelapa (desiccated coconut) Pengolahan ikan dan udang beku Ikan dalam kaleng
Kecap dan saos lainnya, kerupuk udang Margarine, mete olahan
Mie instan
Minyak goreng kelapa/minyak kelapa Minyak goreng lain dari minyak nabati Minyak goreng sawit
Monosodium glutamat (MSG) Olahan rumput laut (agar-agar) Pakan ternak/ikan
Pengolahan dan Pengawetan Biota Air lainnya
Pengolahan rumput laut
Makanan ringan (snack food)
Minyak Makan dan Lemak Nabati & Hewani lainnya
Gelatin, Tepung Beras dan Tepung Jagung Pati Beras dan Jagung
Tepung ikan, tepung tapioka
Tepung terigu, makaroni dan sejenisnya Gula pasir, gula pasir (gula kristal rafinasi)
Pengolahan Buah-buahan dan Sayuran
Pengolahan Produk dari Susu Pengolahan Es Krim dan sejenisnya Pengolahan Kopi, Pengolahan Teh Pengolahan Herbal, Sirop
Air Minuman dan Air mineral Minuman keras,
Minuman Anggur (wine) Minuman ringan
Pengolahan Tembakau, Rokok Kretek
Rokok Putih
Bumbu Rokok dan kelengkapan Rokok lainnya
Saccharin dan Natrium Siklamat Kakao dan coklat olahan
Industri Hasil Hutan dan
6 6
C. GAMBARAN UMUM INDUSTRI AGRO
Indikator
2011
2012
2013
2014
*)2015
**)Pertumbuhan (%) Tahun Dasar 2010
7,42
7,20
3,27
8,29
5,82
Kontribusi Terhadap PDB Industri
Pengolahan Non-Migas (%)
44,99
44,77
43,72
44,77
45,42
Nilai Ekspor (US$ Miliar)
39,85
40,34
38,87
42,60
39,15
Nilai Impor (US$ Miliar)
10,50
13,50
13,5
13,94
11,95
Nilai Investasi
PMDN (IDR Triliun)
PMA (US$ Miliar)
17,75
1,41
18,78
3,17
22,32
3,33
24,2
3,91
32,25
2,27
Sumber : BPS dan BKPM diolah Ditjen Ind. Agro Cat. :
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
***) Industri Hasil Hutan dan Perkebunan terdiri dari Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya; Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman; dan industri furnitur.
“Peran sektor industri agro terhadap industri non-migas sebesar 45,42 % pada tahun 2015
disumbangkan oleh industri makanan dan minuman sebesar 30,84%, industri pengolahan tembakau
5,19 %, industri hasil hutan dan perkebunan
***)9,39 %.”
D. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INDUSTRI AGRO
“Industri Prioritas berbasis Agro diarahkan pada hilirisasi Industri Hulu Agro, Industri Pangan
dan Industri Furnitur dan Barang Lainnya dari Kayu.”
a. Industri
Pengolahan Ikan dan Hasil Laut
b. Industri Bahan Penyegar. c. Industri Pengolahan Minyak Nabati. d. Industri Pengolahan Buah-Buahan dan Sayuran. e. Industri Tepung. f. Industri gula berbasis tebu. a. Industri Oleofood. b. Industri Oleokimia. c. Industri Kemurgi. d. Industri Pakan. e. Industri Barang dari
Kayu.
f. Industri Pulp dan Kertas.
Industri Furnitur dan Barang Lainnya dari Kayu
8
1. Meningkatnya Populasi Industri berbasis Agro;
2. Meningkatnya Daya Saing dan Produktifitas Industri Agro.
STRATEGI
HILIRISASI INDUSTRI
Fokus Pembangunan
Hilirisasi:
KELAPA SAWIT
RUMPUT LAUT
KAKAO
TUJUAN
1. MENINGKATKAN NILAI TAMBAH DAN
MEMPERKUAT STRUKTUR INDUSTRI
2. MENUMBUHKAN POPULASI INDUSTRI
3. MENYEDIAKAN LAPANGAN KERJA
4. MENCIPTAKAN PELUANG USAHA
Hilirisasi
adalah istilah untuk mendorong
pengembangan industri hilir yang menggunakan
bahan baku SDA potensial di Indonesia, baik SDA
yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan.
D. SASARAN STRATEGIS DAN HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI AGRO
II. HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI AGRO
A. Industri Berbasis Minyak Sawit
B. Industri Pengolahan Rumput Laut
C. Industri Pengolahan Kakao
10 10
a.
Indonesia merupakan negara produsen Minyak Mentah Sawit (CPO
& CPKO) terbesar di dunia, dengan produksi CPO tahun 2014 sekitar
31,5 juta ton dan produksi CPKO tahun 2014 sekitar 4,1 Juta Ton.
b.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.14 tahun 2015 tentang
Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) Tahun
2015-2035, industri pengolahan kelapa sawit (turunan MSM) merupakan
salah satu prioritas untuk dikembangkan dan mempunyai nilai
tambah yang lebih tinggi, seperti industri oleofood, oleochemical,
kemurgi dan pharmaceutical.
c.
Produksi CPO diperkirakan mencapai 40 juta ton pada tahun 2020,
dan mencapai 60 Juta Ton pada tahun 2030. Produksi diperkirakan
melebihi angka proyeksi diatas karena intensifikasi dan ekstensifikasi.
d.
Pemanfaatan CPO selama ini digunakan oleh industri dalam negeri sebagai bahan baku
industri turunan CPO yang masih terbatas yaitu industri pangan (antara lain minyak
goreng, margarin, shortening, CBS, Vegetable Ghee) dan industri non pangan yaitu
oleokimia (antara lain fatty acids, fatty alcohol, dan glycerin) dan bioenergy/ biodiesel.
II.A.1. PETA WILAYAH PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR CPO
Sumut Riau Kalbar Kaltim Papua Kalteng12 12
No Uraian Satuan Tahun
2010 2011 2012 2013 2014*
1 Investasi Trilyun Rupiah 25.4 26.3 27.8 27.8 29.5
2 Jumlah Unit Usaha Unit 85 89 93 95 106
3
Kapasitas Produksi
Minyak Goreng Sawit Ribu Ton 26.500 27.200 28.000 32.000 35.000 Oleokimia Ribu Ton 2.520 2.650 2.700 3.100 3.500 Biodiesel Kilo Liter (KL) 5.590.000 5.600.000 5.670.000 5.750.000 6.400.000 4
Produksi
Minyak Goreng Sawit Ribu Ton 1.650 17.300 17.400 17.450 22.250 Oleokimia Ribu Ton 1.195 1.250 1.300 2.100 2.850 Biodiesel Kilo Liter (KL) 2.685.000 2.750.000 2.800.000 1.850.000 2.785.000 5
Konsumsi
Minyak Goreng Sawit Ton 4.875.000 5.350.000 5.500.000 5.575.000 5.750.000 Oleokimia Ton 240.000 245.000 250.000 260.000 350.000 Biodiesel Kilo Liter (KL) 728.000 735.000 750.000 750.000 1.365.000 6
Ekspor
Minyak Goreng Sawit Ton 10.850.000 11.350.000 11.900.000 12.050.000 16.500.000 Oleokimia Ton 1.015.000 1.030.000 1.050.000 1.070.000 2.500.000 Biodiesel Kilo Liter (KL) 2.020.000 2.035.000 2.050.000 1.110.000 1.420.000
7 Impor Ton - - - - -
8 Tenaga Kerja Orang 287.000 325.000 330.000 330.000 335.000
II.A.2. KINERJA INDUSTRI BERBASIS MINYAK SAWIT
MINYAK KELAPA SAWIT
Minyak Sawit Kasar (CPO)
Asam Amino
Olein PFAD Toco
pherol
Beta Karoten
Minyak Inti Sawit (PKO) Protein Sel Tunggal Stearin Confectionaries dan Eskrim Minyak Goreng Minyak Salad
Shortening Metil Ester
Surfaktan Methyl Ester Sulfonat
Detergen Fat Powder Cocoa Butter Substitute (CBS) Biodiesel Margarin Sabun Batangan Vegetable Ghee
Ester Asam Lemak :
Palmitat/Propand Stearat Sulfonat Oleat/Glycol Propylene Glycol Metalic Salt : Palmitat Stearat/ Ca, Zn Stearat/Ca, Mg Stearat/ Al, Li Oleat/ Zn, Pb Oleat/Ba Polyethoxylated Derivates : Palmitat/Ethylene Propylene Oxide Stearat/Ethylene Propylene Oxide
Oleic Acid Dimer Ethylene Propylene Oxide Fatty Amines : C16 & C18 / Ethoxylated Secondary C16 & C18 / Ethoxylated Betain Oxygenated Fatty Acid/Ester: Epoxy Stearic/ Octanol Ester Epthio Stearin Mono & Polyhydric Alcohol Ester Processed Fatty Alkohol C16&C18 Alcohol/ Sulphated C16&C18 Alcohol/ Esterified C16&C19 Alcohol/ Ethoxylation Monogliserida Ethoxylation
Fatty Acids Amides
Stearamide
Sulphated Alcanolamide of Palmitat, Stearic &
Oleic Acids Oleamide Alkanolamides Lipase Soap Chip Fatty Acid/ Asam Lemak Shortening Cocoa Butter Substitute (CBS) Gliserol Food Emulsifier Cocoa Butter Substitute (CBS) Margarine Glycerol Mono Oleat Keterangan Warna
Sudah diproduksi di Indonesia Belum diproduksi di Indonesia
Target Diverisifkasi Produk Jangka Menengah (hingga 2014) Target Diverisifkasi Produk Jangka Panjang (2014 - 2025)
Fatty Alcohol
Bahan Dasar Kosmetika
25 POMs 980 ton FFB/Hour 92 POMs 3815 ton FFB/Hour 26 POMs 1645 ton FFB/Hour 140 POMs 6660 ton FFB/Hour 1 POMs 40 ton FFB/Hour 42 POMs 2245 ton FFB/Hour 19 POMs 990 ton FFB/Hour 10 POMs 375 ton FFB/Hour 1 POMs 30 ton FFB/Hour 1 POMs 60 ton FFB/Hour 65 POMs 5475 ton FFB/Hour 43 POMs 3100 ton FFB/Hour 15 POMs 770 ton FFB/Hour 29 POMs 1545 ton FFB/Hour 6 POMs 260 ton FFB/Hour 7 POMs 590 ton FFB/Hour 3 POMs 260 ton FFB/Hour 2 POMs 150 ton FFB/Hour 3 POMs 140 Ton FFB/hour 4 POMs 360 ton FFB/Hour 16 POMs 1235 ton FFB/Hour 58 POMs 3555 ton FFB/Hour Total: 689 POMs
(Palm Oil Mill/ Pabrik Kelapa Sawit)
1
2
3
1.
Kawasan Industri Pelintung – Dumai – Riau
2.
Kawasan Industri Bontang – Kalimantan Timur
3.
Kawasan Industri Sei Mangkei – Sumatera Utara
Prinsip Pengembangan
Kawasan Industri Palm Oil Green Economic Zone
Pembangunan Kawasan Industri berkelas dunia (world
class level) untuk Industri Pengolahan Minyak Sawit
• Ketersediaan Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri
• Biaya logistik yang rendah dari fasilitas pelabuhan berkelas dunia. • Kawasan Industri yang efisien menciptakan daya saing industri. • Pengembang dan Manager Kaasan Industri telah tersedia.
Mengadopsi prinsip Green and Sustainable Aspect yang
bersertifikat internasional.
• Menggunakan bahan baku yang bersertifikat sustainable > 80% • Mengunakan green energy (natural gas, biomass, etc.) > 15%. • Mengadaptasi prinsip 3R (Reduce Reuse Recycle).
• Memperkenalkan teknologi industri baru yang ramah lingkungan. • Monitoring berkelanjutan atas pengurangan emisi Gas Rumah Kaca
sesuai dengan Konvensi Internasional (COP21 Paris)
Tata kelola Kawasan Industri berkelas Interanasional
• Otoritas pengelola Kawasan yang mempunyai kewenangan pengambilan keputusan.
• Pelayanan satu pintu untuk perizinan, kepabeanan, perpajakan, dsb. • Insentif Perpajakan khusus ((tax, facility, etc.) untuk tenant industri.
16
a. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Sei Mangkei
Simalungun Sumatera Utara
b. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Pelintung-Dumai
Provinsi Riau
II.A.4.a. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Sei Mangkei
Simalungun Sumatera Utara
1. Industri Refinery
Bahan baku : CPO & CPKO
Jenis Produk : RBDPO, RBD PKO, RBD Palm Olein, RBD Palm Stearine Kapasitas : 1000 ton CPO/hari
Lokasi : Sei Mangkei Sumut Nilai Investasi : Rp 700 miliar
Tenaga kerja : 300 org
2. Industri Fatty acid-fatty alcohol
Bahan baku : Refined Palm Oil
Jenis Produk : fatty acid, fatty alcohol, Kapasitas : 120.000 ton/tahun Lokasi : Sei Mangkei Sumut Nilai Investasi : Rp 2 triliun
Tenaga kerja : 400 org
3. Industri Advanced biomaterial
Bahan baku : tandan kosong sawit & kayu kelapa sawit Jenis Produk : bioplastic, paper board
Kapasitas : 3.000 ton /tahun Lokasi : Sei Mangkei Sumut Nilai Investasi : Rp 500 miliar
18
MANFAAT
1. Mengolah sekitar 1 (satu) juta Ton CPO per tahun dan 100.000 Ton CPKO per
tahun.
2. Menyerap tenaga kerja sekitar 2.000 orang untuk operasional industri dan
kawasan.
3. Mengoptimalkan fasilitas riset Pusat Inovasi yang dibangun Sei Mangkei,
dengan menghasilkan produk baru bioplastic, paper board, dsb.
4. Mendorong tumbuhnya industri kelapa sawit yang sustainable-certified dengan
landmarknya pabrik PT. Unilever Oleochemical Indonesia
5. Meningkatkan perekonomian wilayah dengan menjadikan Sei Mangkei sebagai
pusat ekonomi baru dengan konektivitas tinggi.
PERMASALAHAN
1. Harga gas masih tinggi (US$ 16,1/mmbtu)
2. Harga jual lahan kavling kawasan industri terlalu mahal
3. Konektivitas kawasan industri dengan pelabuhan masih perlu ditingkatkan
(jaringan jalan tol, KA dan kawasan permukiman)
4. Belum adanya partner teknologi untuk industri advanced biomaterial
5. Belum adanya penugasan dari Pemegang Saham (Kementerian BUMN)
kepada PTPN III untuk membangun pabrik pengolahan minyak sawit (refinery/
pabrik minyak goreng di Kawasan Industri Sei Mangkei
20
RENCANA AKSI
Kegiatan
Status
1. Survey Menko Maritim dalam rangka penunjukan
sebagai POGEZ (Palm Oil Green Economic Zone)
Sudah dilakukan (tanggal 8
Januari 2016)
2. Rapat koordinasi pengembangan Klaster/Kawasan
Industri Sei Mangkei
Sudah dilakukan (tanggal 4
November 2015)
3. Penyusunan R-Perpres tentang Penyusunan Harga Gas
Industri, khususnya di Kawasan Sei Mangkei
R-perpres Final telah disusun
dan segera diundangkan
4. Bantuan Kemenperin untuk infrastruktur Kawasan Industri
Sei Mangkei
Gedung dan Fasilitas Pusat Inovasi Sawit
Dry Port kap. 5.300 TEUs
Jalur KA 2,95 Km
Tank Farm 2 x 3000 Ton dan 2 x 5000 Ton.
Jalan ROW 62 4,785 Km & saluran induk.
Telah dilakukan pembangunan
dan selesai pada akhir tahun
2015
RENCANA AKSI
Kegiatan
Status
5. Pembangunan Infrastruktur Kawasan oleh PTPN III
(pemilik kawasan industri)
Waste Water Treatment Plant Kap. 250 m3/jam
Gardu Induk PLN
Jalur Pipa gas dan Metering Gas Bumi
Telah dilakukan pembangunan
dan selesei pada akhir tahun
2015
6. Rencana Pembangunan Tahun 2016
Tank Farm 6 unit
Kolam raw water dan intake, WTP kap. 500 m3/jam,
round tank kap. 500 m3/jam, dan jaringan air bersih.
Jalan kawasan, saluran saluran induk dan pagar Kavling
Industri.
Dry Port Domestik Kantor Utama dan sarana penunjang
kawasan luas 7000 m2
Akan dilaksanakan pada tahun
2016
22
II.A.4.b. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Pelintung-Dumai
Provinsi Riau
1. Industri Green Diesel
Bahan baku : CPO
Jenis Produk : HVO (Hydrogenated Vegetable Oil) Kapasitas : 100.000 TPY
Lokasi : Pelintung Dumai Nilai Investasi : Rp. 3 Triliun. Tenaga kerja : 300 org
2. Industri Fatty acid-fatty alcohol- Methyl Ester High Purity (HP)
Bahan baku : Refined Palm Oil
Jenis Produk : Fatty acid, fatty alcohol, Kapasitas : 150.000 ton/thn
Lokasi : Pelintung Dumai Nilai Investasi : Rp 2 triliun Tenaga kerja : 400 org
3. Industri Surfaktan Pengeboran Minyak
Bahan baku : Methyl Ester
Jenis Produk : Methyl Ester Sulphonate Kapasitas : 10.000 ton /tahun
Lokasi : Pelintung Dumai Nilai Investasi : Rp 1 Triliun Tenaga kerja : 200 org
4. Industri Minyak Goreng Merah
Bahan baku : CPO
Jenis Produk : Red palm oil Kapasitas : 10.000 ton /tahun Lokasi : Pelintung Dumai Nilai Investasi : Rp 400 Miliar Tenaga kerja : 200 org
II.A.4.b. Industri Pengolahan...(Lanjutan)
6. Industri Bio lubricant
Bahan baku : Fatty Acid Asam Oleat Jenis Produk : Glycerol Mono Oleat Kapasitas : 25.000 ton /tahun Lokasi : Pelintung Dumai Nilai Investasi : Rp 300 Miliar Tenaga kerja : 250 org
5. Pengolahan Limbah padat Industri minyak goreng (SBE/ Spent Bleaching Earth )
Bahan baku : Limbah SBE Jenis Produk : Batu Bata
Kapasitas : 10.000 ton /tahun Lokasi : Pelintung Dumai Nilai Investasi : Rp 250 Miliar Tenaga kerja : 250 org
24
MANFAAT
1. Mengolah sekitar 1,5 juta Ton CPO per tahun dan 100.000 Ton CPKO per thn.
2. Menyerap tenaga kerja sekitar 3.500 orang untuk operasional industri dan
kawasan industri.
3. Mengurangi impor BBM Solar dari produksi biodiesel existing di Pelintung
Dumai sebesar 1,4 Juta KL/thn dan tambahan dari investasi Green Diesel
hingga 100.000 KL/per thn.
4. Mengurangi impor surfaktan pengeboran minyak (EOR) senilai 2,5 Juta
USD/thn.
5. Memasok kebutuhan surfaktan EOR di sekitar sumatera bagian tengah untuk
mendongkrak produksi minyak hingga 75.000 barrel per hari.
6. Menyelesaikan masalah Limbah padat SBE menjadi produk yang bernilaiguna.
7. Mempromosikan minyak goreng merah sebagai produk pangan sehat/alami dan
bernutrisi sesuai SNI 7719:2008
MANFAAT
8. Memperkenalkan produk biolubricant sebagai produk pelumas ramah
lingkungan.
9. Menjadikan Provinsi Riau sebagai lumbung energi terbarukan berbasis minyak
sawit untuk memenuhi kebutuhan BBM nasional dan menjalankan kebijakan
mandatory Biodiesel B-20.
10. Menggeser dominasi Singapore dalam pelayanan bunkering BBM dan
memaksimalkan peluang Dumai sebagai pusat logistic BBM .
26
PERMASALAHAN
1. Kawasan Industri Pelintung Dumai belum dijadikan Pusat Logistik Berikat
sesuai PP No. 85 Tahun 2015.
2. Belum dibangun pipa dan belum ada pasokan Gas Bumi untuk Kawasan
Industri Pelintung Dumai.
3. Investasi untuk Green Diesel sangat tinggi perlu dukungan konkret dari
Pemerintah dalam hal insentif, standarisasi, dan tata niaga khusus untuk
pemasaran/penggunaan Green Diesel.
4. Harga Minyak Dunia masih relative rendah, industri surfaktan untuk Enhanced
Oil Recovery (EOR) menjadi kurang kompetitif.
5. Belum ada dukungan kebijakan pemerintah untuk industri/pemasaran produk
baru minyak goreng merah.
6. Limbah SBE masih dikategorikan sebagai B3 sehingga perizinan industri
pengolahan SBE menjadi bahan bangunan menjadi kompleks.
RENCANA AKSI
Kegiatan Status
1. Survey Menko Maritim dalam rangka penunjukan sebagai POGEZ (Palm Oil Green Economic Zone)
Sudah dilakukan (tanggal 8 Januari 2016) 2. Mengusulkan Kawasan Industri Pelintung Dumai sebagai Pusat Logistik
Berikat (PP 85/2015)
Direncanakan pada tahun 2016 dapat terealisasi
3. Koordinasi penyaluran gas bumi ex-chevron ke KI Pelintung Dumai Direncanakan pada tahun 2016 dapat terealisasi
4. Koordinasi pengembangan teknologi green diesel termasuk insentif, standarisasi, dan tata niaga Green Diesel
Dilaksanakan pada tahun 2016 5. Penambahan kapasitas pelabuhan Pelintung Dumai, oleh Wilmar Group
selaku pengembang kawasan industri
Direncanakan pada tahun 2017 dapat terealisasi
6. Fasilitasi Insentif dan kemudahan perizinan/ legalitas menyangkut Pengelolaan Limbah B3 untuk pabrik batu bata di Pelintung Dumai
Dilaksanakan pada tahun 2016 dapat terealisasi
7. Pengujian kesesuaian produk minyak goreng merah dengan SNI 7719:2008.
Dilaksanakan pada tahun 2016 dapat terealisasi
8. Promosi Investasi dan Fasilitasi pembangunan pabrik biolubricant dan pabrik surfactant
Dilaksanakan pada tahun 2016 – 2017 9. Koordinasi pengembangan teknologi, standarisasi produk, dan
pemasaran produk surfaktan pengeboran minyak
Dilaksanakan pada tahun 2016 – 2017 10. Fasilitasi pemasaran biodiesel dan green diesel untuk memenuhi
kewajiban/ mandatory Biodiesel 20% (B-20)
Dilaksanakan pada tahun 2016 – 2017
28
II.A.4.c. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Bontang
1. Industri Biodiesel
Bahan baku : CPO
Jenis Produk : Biodiesel Kapasitas : 300.000 TPY Lokasi : Bontang – Kaltim Nilai Investasi : Rp. 600 Miliar. Tenaga kerja : 300 org
2. Industri Fatty Amine
Bahan baku : Fatty Acid based dan Ammonia Jenis Produk : fatty Amine
Kapasitas : 50.000 ton/thn Lokasi : Bontang Kaltim Nilai Investasi : Rp 750 Miliar Tenaga kerja : 200 org
3. Industri Minyak Goreng
Bahan baku : CPO
Jenis Produk : Minyak Goreng Kapasitas : 300.000 ton /tahun Lokasi : Bontang Kaltim Nilai Investasi : Rp 600 Miliar Tenaga kerja : 200 org
II.A.4.c. Industri Pengolahan...(Lanjutan)
1. Infrastruktur, listrik, gas, SDM industri, pelabuhan existing telah tersedia,
selama ini untuk operasional industri petrokimia.
2. Mengolah sekitar 650.000 Ton CPO per tahun dari sekitar Kaltim
3. Menyerap tenaga kerja sekitar 750 orang.
4. Meningkatkan ekspor produk fatty amine senilai USD 50 Juta per tahun.
5. Memenuhi kebutuhan dan mengurangi impor Biosolar (B-20) sebesar 1,5 Juta
KL untuk pertambangan, transportasi, dan industri di Kawasan Indonesia Timur
6. Memenuhi kebutuhan minyak goreng/sembako di Kalimantan Timur dan
sekitarnya sekitar 300.00 Ton per tahun (selama ini didatangkan dari Pulau
Jawa).
30
PERMASALAHAN
1. Belum adanya penugasan dari Pemegang Saham (PIHC dan Kemen. BUMN)
untuk membangun industri Biodiesel dan minyak goreng di Bontang – Kaltim.
2. Lahan di Kota Bontang sudah habis, perlu perluasan kearah Kab. Kutai Timur,
3. Hambatan adminstratif, lahan perluasan masih berstatus Taman Nasional dan
masuk wilayah Kab. Kutai Timur.
RENCANA AKSI
Kegiatan
Status
1. Survey Menko Maritim dalam rangka penunjukan
sebagai POGEZ (Palm Oil Green Economic Zone)
Sudah dilakukan (5 Februari 2016)
2. Mengusulkan perubahan status lahan Taman
Nasional Kutai untuk kawasan industri.
Dilaksanakan tahun 2016 – 2017
3. Koordinasi pasokan methanol sebagai bahan
penolong industri biodiesel.
Dilaksanakan tahun 2016 – 2017
4. Koordinasi pemasaran biosolar untuk pertambangan
dan industri di wilayah Indonesia Timur.
Dilaksanakan tahun 2016 – 2017
5. Fasilitasi dan koordinasi pembangunan pabrik dan
pemasaran produk Fatty amine (dalam/luar negeri)
Dilaksanakan tahun 2016 – 2017
6. Koordinasi dan fasilitasi pembangunan pabrik
minyak goreng di Bontang- Kaltim untuk memenuhi
kebutuhan Indonesia timur
Dilaksanakan tahun 2016 – 2017
32 32
1. Indonesia sebagai penghasil rumput laut mentah/kering terbesar di dunia dengan
produksi sebesar 237.774 ton atau 60% dari total produksi dunia (395.627 ton),
yang terdiri dari:
Euchema Sp. dengan produksi sebesar 176.000 ton
Gracillaria Sp. dengan produksi sebesar 59.374 ton
Sargassum Sp. dengan produksi sebesar 2.400 ton
2. Masih terbuka peluang yang besar untuk peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi
rumput laut (lebih dari 500 jenis produk turunan). Saat ini sebagian besar hasil
produksi rumput laut nasional masih diekspor dalam bentuk rumput laut kering,
yaitu sebesar 156.380 ton (65,8%), sedangkan yang disuplai untuk industri baru
sebesar 81.394 ton (34,2%).
3. Pengembangan industri pengolahan rumput laut sejalan dengan kebijakan
pemerintah : Mendorong kesempatan kerja job), Pertumbuhan ekonomi
(pro-growth), Kesejahteraan masyarakat (pro-poor).
se
32
II.B.1. JENIS RUMPUT LAUT KOMERSIAL INDONESIA
Gracilaria sp
Penghasil Alginat
• Tumbuh liar : Sargassum sp
• Rumput laut lain penghasil Alginat: Turbinaria sp
Eucheuma sp
Sargassum sp
Penghasil Karagenan (refined dan semi-refined)
• Spesies yang dibudidayakan: E. cottonii and E. spinosum
• Rumput laut non-budidaya (tumbuh liar):
Hypnea sp & Eucheuma sp
Penghasil Agar
• Spesies yang dibudidayakan : G. gigas, G. verucosa, G. lichenoides
• Rumput laut non-budidaya (tumbuh liar): Gelidium sp, Pterocladia
34
II.B.4. KINERJA INDUSTRI BERBASIS RUMPUT LAUT
No. URAIAN SATUAN Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
1. Jumlah Investasi juta USD 114 114 120 130 130 2.
Jumlah Perusahaan : unit 22 22 23 25 25 a. Karaginan unit 14 14 15 16 16 b. Agar unit 8 8 8 9 9 3.
Kapasitas Terpasang ton 19.938 20.883 21.874 22.912 24.000 a. Karaginan ton 14.809 15.549 16.327 17.143 18.000 b. Agar ton 5.129 5.334 5.547 5.769 6.000 4. Produksi : ton 12.436 13.033 13.658 14.314 15.000 a. Karaginan ton 9.872 10.366 10.884 11.429 12.000 b. Agar ton 2.564 2.667 2.774 2.885 3.000 5. Konsumsi ton 11.786,32 12.174,30 8.793,36 9.217,16 10.826,84 6. Ekspor
Agar Nilai (Ribu USD) 10.693,16 12.627,49 12.861,06 13.084,36 11.910,74 Berat (Ton) 1.720,69 1.872,76 1.291,60 1.055,93 774,40 Karagenan Nilai (Ribu USD) 8.743,82 12.127,10 30.905,21 33.988,56 31.797,70 Berat (Ton) 936,65 1.210,62 4.439,85 4.757,21 3.884,38 7. Impor
Agar Nilai (Ribu USD) 3.305,46 3.742,55 964,24 1.009,41 707,07 Berat (Ton) 750,16 903,86 714,04 381,89 133,25 Karagenan Nilai (Ribu USD) 7.928,38 8.926,59 3.235,51 4.931,25 4.513,09 Berat (Ton) 1.257,50 1.320,82 242,77 334,41 352,37 8. Jumlah Tenaga Kerja orang 2.860 2.860 2.960 3.100 3.100
36
II.B.5. POHON INDUSTRI RUMPUT LAUT
Gracilaria sp
Agarophyte
Eucheuma sp
Carrageenophyte
Gelidium sp
Agarophyte
Sargassum sp
Alginophyte
Turbinaria sp
Alginophyte
Agar
Karaginan
Alginat
Farmasi, kosmetik,
makanan, Pet food, kultur
jaringan, cetakan gigi
Dairy, minuman, dressing,
saus, makanan diet, pet
food, farmasi
Dairy, roti, saus, tekstil,
kosmetik, minuman,
farmasi
Rumput Laut
Alkali Treated Gracilaria (Chip) Alkali Treated Eucheuma (SC,SRC,RC)Pembangunan industri di sektor hulu antara dalam rangka memenuhi
kebutuhan bahan baku industri hilir berbasis rumput laut, melalui :
II.B.6. PEMBANGUNAN INDUSTRI PENGOLAHAN RUMPUT LAUT DI SULAWESI SELATAN
1. Pembangunan Pabrik Pengolahan Rumput Laut Alkali Treated Glacilaria (ATG)
Lokasi
: Kelurahan Toro, Kec. Tanete Riatang Timur, Kab. Bone, Sulsel
Kapasitas
: 6.000 Ton per tahun
Jenis Produk
: Chip (rumput laut kering, bersih dalam bentuk potongan)
Tenaga Kerja
: Pabrik
: 50 orang
Pendukung
: 2.100 orang (on farm)
Nilai Investasi : Rp. 30 Milyar
2. Pengelola
: KOSPERMINDO Sulawesi Selatan
38 38
1. Dampak Ekonomi Wilayah
MANFAAT
• Pengembangan luas lahan budidaya rumput laut Glacilaria + 700 Ha.
• Penyerapan tenaga kerja di sektor budidaya rumput laut + 2.100 orang.
• Membangkitkan ekonomi daerah.
• Menciptakan industri turunan rumput laut : agar-agar, farmasi, kosmetik
dan produk makanan lainnya.
• Meningkatkan penerimaan pajak dan retribusi bagi daerah + Rp. 35 juta
per tahun.
• Menjaga stabilitas harga rumput laut minimal p. 6.000 per kg.
MANFAAT
II.B.6. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)
2. Aspek Sosial
• Memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai manfaat dan kegunaan rumput laut.
• Pergeseran kegiatan utama ekonomi masyarakat dari sektor informal ke formal (pertanian
ke industri)
• Peningkatan infrastruktur di daerah
3. Dampak Pemenuhan Kebutuhan Domestik dan Daya Saing Nasional
• Meningkatkan daya saing industri agar-agar
• Meningkatkan ekspor produk agar-agar
• Meningkatkan pertumbuhan industri pengolahan rumput laut di dalam negeri
• Mengurangi impor bahan baku
4. Dampak yang Bernilai Tambah
• Meningkatkan nilai tambah rumput laut di dalam negeri
40 40
RENCANA AKSI
NO KEGIATAN STATUS
1. Melakukan koordinasi dengan Pemda, Kospermindo, PT. Agarindo Bogatama dalam rangka penetapan lokasi, pengelolaan pabrik, dan pengembangan industri turunan.
Sudah dilakukan
2 Pembebasan tanah koperasi oleh Pemda Belum
3 Menetapkan Kospermindo sebagai pengelola pabrik Sudah dilakukan 4 Menetapkan PT. Agarindo Bogatama sebagai offtaker Sudah dilakukan 5 Penyediaan anggaran APBN untuk penyusunan DED dan Pembangunan
Pabrik
Diangarkan tahun 2016-2017
6 Menyusun DED pabrik pengolahan Alkali Treated Glacilaria (ATG) Dilaksanakan tahun 2016 7 Penyediaan sarana mesin dan bak pencuci (washing treatmen) Dilaksanakan tahun 2017 8 Penyediaan sarana mesin untuk mendukung proses produksi Alkali treated
Glacilaria (ATG)
Dilaksanakan tahun 2018
9 Penyediaan sarana mesin dalam rangka penambahan kapasitas produksi
Alkali Treated Glacilaria (ATG)
Dilaksanakan tahun 2019
10 Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan pabrik Alkali Treated
Glacilaria (ATG)
Dilaksanakan tahun 2016- 2019
• Indonesia merupakan negara produsen kakao nomor 3 di dunia dengan total produksi pada tahun
2015 mencapai 370 ribu ton (berdasarkan data International Cocoa Organization) atau + 9 % dari produksi kakao dunia (4,3 juta ton) pada tahun 2020 di prediksi produksi kakao akan mencapai 1,2 juta ton.
• Produk turunan kakao yang potensial untuk dikembangkan di masa mendatang adalah : cocoa
liquor, cocoa butter, cocoa powder, makanan dan minuman olahan dari cokelat.
• Kapasitas terpasang industri pengolahan kakao meningkat dari 735.000 ton tahun 2013 meningkat
menjadi 765.000 ton (naik 4%) pada tahun 2014 dengan kenaikan produksi dari 324.000 ton pada tahun 2013 meningkat menjadi 390.000 pada tahun 2014 (naik 20%).
• Industri kakao Indonesia kedepan memiliki peranan penting khususnya dalam perolehan devisa
Negara dan penyerapan tenaga kerja karena memiliki keterkaitan yang luas baik ke hulu maupun hilirnya. Pada tahun 2014, devisa yang disumbangkan dari komoditi kakao mencapai USD 1,24 milyar.
• Berkembangnya industri pengolahan kakao turut mendorong berkembangnya industri hilir cokelat
seperti Nestle, Mayora, Indolakto, dan Unilever dengan investasi mencapai Rp. 3,0 Triliun.
• Indonesia memiliki tanah yang sangat cocok untuk tanaman kakao, saat ini memiliki areal perkebunan
kakao sekitar 1,7 juta hektar yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Sekitar 95% perkebunan kakao di Indonesia merupakan perkebunan rakyat. Lebih dari 60% produksi kakao nasional berasal dari Sulawesi.
42
II.C.1. PETA WILAYAH PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO
Sulteng Sumbar Sulbar Sulsel Sultra Banten Jabar
Sumber : BPS diolah Ditjen Ind Agro
II.C.2. KINERJA INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO
NO URAIAN SATUAN TAHUN
2010 2011 2012 2013 2014
1 Jumlah Investasi Juta USD 250 330 495 570 600
2 Jumlah Perusahaan Unit Usaha 15 16 16 18 19
3 Kapasitas Ribu Ton 345 560 660 735 765
4 Produksi Ribu Ton 150 250 310 324 390
5 Konsumsi Ribu Ton 36,42 59,30 68,61 128,18 102,33
6 Ekspor
Biji Kakao Ton 432.427 210.067 163.501 188.420 63.334
Kakao Olahan Ton 103.055 178.951 196.480 196.333 242.206
Total Ribu Ton 535,48 389,02 359,98 384,75 305,54
Nilai Ribu USD 1.596.824 1.291.397 994.813 1.099.736 1.095.429 7 Impor
Biji Kakao Ton 24.830 19.100 23.943 30.766 109.410
Kakao Olahan Ton 13.851 15.400 13.338 18.480 14.269
Total Ribu Ton 38,68 34,50 37,28 49,25 123,679
Nilai Ribu USD 137.082 136.710 131.509 147.534 392.427
44 44
II.C.3. POHON INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO
Cokelat Kembang Gula Powder Minuman Cokelat Cake Malt Extract Es Krim Essence (Flavour) Tannin Liqour Biji
Shell , Pulp , Pod
Oleo Chemical Fatty Acid Butter/ Fat
Pupuk
Single Cell Protein
Alkohol Pektin Jelly Plastik Filler Bahan Bakar kakao Kosmetika
Bahan Mentah
Produk Setengah Jadi
(Intermediate Goods)
Produk Hilir
Berbasis Kakao
II.C.4. RANTAI PROSES KAKAO DAN COKLAT
Bahan Mentah
Produk Setengah
Jadi (Intermediate
Goods)
Produk Hilir
Berbasis Kakao
46 46
II.C.5. PRODUK TURUNAN KAKAO YANG DIKEMBANGKAN DI INDONESIA
Cocoa butter Cocoa liquor
Cocoa powder
Pasta cokelat atau cocoa liquor dibuat dari biji kakao kering
melalui beberapa tahapan proses untuk mengubah biji kakao
yang semula padat menjadi semi cair atau cair.
pasta cokelat diproses lebih lanjut, maka akan
menghasilkan bubuk kakao (cocoa powder).
pasta cokelat diproses lebih lanjut, maka akan menghasilkan
lemak kakao (cocoa butter)
II.C.6. MASALAH DAN SOLUSI
No Masalah Solusi
1 Produksi Biji Kakao yang menurun
Perkebunan kakao di Indonesia umumnya sudah berumur tua sehingga produktivitasnya sangat rendah yaitu hanya 0.3 ton/hektar/tahun, padahal potensinya bisa sampai 2 ton/hektar/tahun.
Tahun 2014 impor biji kakao Indonesia melonjak hingga 109.000 ton dari sebelumnya 30.000 ton, ini sebagai akibat dari menurunnya produksi biji kakao nasional.
Program Gernas Kakao harus dilanjutkan hingga beberapa tahun kedepan sehingga target pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai produsen biji kakao terbesar dunia dapat tercapai dan kebutuhan industri terpenuhi.
Program ini juga untuk membantu meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan petani kakao mengingat sekitar 95% perkebunan kakao di Indonesia berupa perkebunan rakyat.
Program Gernas Kakao difokuskan kepada rehabilitasi kebun berupa sambung samping dan sambung pucuk serta peningkatan tenaga penyuluh Pertanian.
Program Gernas Kakao sebaiknya difokuskan hanya kepada provinsi yang merupakan produsen utama biji kakao sehingga hasilnya akan lebih efektif.
2 PPN 10% Atas Komoditi Primer
Sejak tanggal 22 Juli 2014 transaksi pembelian biji kakao local dikenakan kembali PPN 10% sesuai keputusan Mahkamah Agung.
PPN ini menjadi beban untuk petani dan industri kakao karena harus menyediakan modal kerja 10% lebih besar sehingga melemahkan daya saing industri.
Akibat dari PPN ini beberapa industri kakao sudah menghentikan produksinya.
PPN atas komoditi primer harus segera dibebaskan kembali dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP). Hal ini sangat mendesak untuk meningkatkan daya saing industri kakao.
Pembebasan PPN ini dapat juga dengan memberlakukan PPN Ditanggung Pemerintah atau solusi lainnya.
48 48
II.C.6. MASALAH DAN SOLUSI (lanjutan ……)
No Masalah Solusi
3 Revisi Tarif Bea Keluar Biji Kakao
Transaksi pembelian biji kakao local saat ini dikenakan PPN 10% dan jika impor biji kakao dikenakan tarif bea masuk 5%, PPN 10% dan PPH 2,5% (total 17,5%).
Sementara Ekspor biji kakao saat ini dikenakan Bea Keluar dengan tarif progresif 0% s/d 15%.
Jika harga biji kakao turun, maka tarif bea keluar menjadi 0 atau 5% , hal ini akan mendorong biji kakao untuk diekspor dan industri akan kekurangan bahan baku.
Tarif Bea Keluar kakao yang saat ini dengan tarif progresif 0-15% diusulkan untuk direvisi dengan tarif flat 0-15%, dengan pertimbangan :
o Agar seimbang antara pajak yang dikenakan atas transaksi local maupun ekspor.
o Pantai Gading dan Ghana juga menerapkan pajak ekspor dengan tarif tunggal 15%.
o Agar adanya jaminan supply untuk industri kakao nasional.
o Untuk mengimbangi bea masuk kakao olahan di eropa dengan tarif 4%-6%.
Dana dari Bea Keluar kakao digunakan untuk melanjutkan program Gernas Kakao.
4 Diskriminasi Tarif Bea Masuk Kakao Olahan di Uni Eropa
Hingga saat ini Industri kakao nasional masih mengalami diskriminasi tarif bea masuk kakao olahan di Uni Eropa dimana produk asal Indonesia dikenakan tarif 4%-6%, sementara produk sejenis asal Pantai Gading dan Ghana bea masuknya 0%. Hal ini melemahkan daya saing industri nasional.
Lakukan lobby dengan pemerintah Uni Eropa untuk menghapuskan diskriminasi tarif bea masuk kakao olahan tersebut.
Pemerintah perlu menagih janji Direktur Eksekutif ICCO yang pernah menjanjikan untuk selesaikan masalah ini jika Indonesia masuk menjadi anggota ICCO. Sejak dua tahun yang lalu Indonesia sudah menjadi anggota ICCO dengan iuran sekitar Rp.2 milyar/thn tapi belum ada realisasinya.
Kami mengusulkan agar pemerintah mengancam untuk keluar dari ICCO jika masalah ini tidak diselesaikan.
No Masalah Solusi 5 Indonesia mengimpor cocoa powder lebih dari 10.000 ton/tahun
Import berasal dari Malaysia dan Singapura karena mereka mendapat tarif preferensi 0%.
Bea masuk biji kakao import di Indonesia 5% sedangkan di Malaysia dan Singapura 0%.
Pada tahun 2014 Indonesia hanya mengekspor biji kakao sebanyak 63.000 ton, sementara kapasitas industri kakao di Malaysia dan Singapura totalnya sekitar 350.000 ton. Artinya Malaysia dan Singapura tidak berhak menikmati fasilitas tarif Preferensi 0% karena Asean Content produk mereka kurang dari 40%.
Produk kakao olahan asal Malaysia dan Singapura harus dikenakan tarif bea masuk MFN 10%.
6 Bea masuk 5% atas impor biji kakao
Adanya bea masuk 5% atas impor biji kakao menyebabkan industri nasional kurang berdaya saing. Akibatnya industri makanan/minuman Indonesia masih mengimpor cocoa
powder dari Malaysia dan Singapura lebih dari 10.000 ton
per tahun.
Bea masuk biji kakao di Malaysia dan Singapura 0% dan pada saat diekspor ke Indonesia bea masuknya juga 0%.
Bea masuk atas impor biji kakao sebaiknya dibuat 0% untuk meningkatkan daya saing industri sehingga bisa mengurangi impor produk olahannya.
Untuk menghindari penyalahgunaan oleh importir atau membanjirnya biji kakao impor pemerintah bisa menerapkan system kuota kepada industri kakao.
7 Pengembangan industri hilir kakao
Industri cokelat raksasa seperti Hersheys lebih memilih berinvestasi di Malaysia.
Pemerintah perlu memberikan insentif dan kemudahan investasi kepada para investor industri hilir kakao agar mereka tertarik investasi di Indonesia.
Investasi di Industri hilir kakao sangat bermanfaat karena akan menciptakan nilai tambah yang tinggi dan menyerap banyak tenaga kerja.
50 50
II.C.7. Strategi Pengembangan IKM Cokelat dan Penumbuhan Wirausaha Baru 2016-2020
IDENTIFIKASI : 1. POTENSI BAHAN BAKU 2. TEKNOLOGI 3. PERALATAN PENGOLAHAN COKELAT (PENUMBUHAN WIRA USAHA BARU DAN ENGEMBANGAN IKM) 4. IKM PENGOLAHAN COKELAT 5. INDUSTRI PENUNJANG REVITALISASI IKM DAN PENUMBUHAN WIRA USAHA BARU IKM PENGOLAHAN COKELAT (SUPORTING PERALATAN, PENDAMPINGAN TEKNIS) REVITALISASI IKM DAN PENUMBUHAN WIRA USAHA BARU IKM PENGOLAHAN COKELAT (SUPORTING PERALATAN, PENDAMPINGAN TEKNIS) PENDIRIAN SENTRA DAN PENGEMBANGAN (MODEL DAN INOVASI IKM PENGOLAHAN COKELAT, SUPORTING PERALATAN, PENDAMPINGAN TEKNIS)
- SENTRA
IKM
- WIRASAHA
BARU
2016
2017
2018
2019
2020
POTENSI PNGOLAHAN KAKAO DI INDONESIA
ADA SOLUSIIKM COKLAT
SUDAH ADA 10
CALON
TECKNOPARK
COKLAT
JIKA SETIAP TECKNOPARK MENCIPTAKAN 20 WIRAUSAHA YANG
BERPOTENSI MENDIRIKAN PABRIK HILIR KAKAO - AKAN ADA 200 PABRIK CONFECTIONERY COKLAT
ADA SOLUSI 7 PERMASALAHAN
PENGEMBANGAN INDUSTRI KAKAO SAAT INI
II.C.8. POLA PIKIR PEMBANGUNAN HILIRISASI KAKAO
INDUSTRI BESAR SEDANG (IBS)
COKLAT
ADA SOLUSI
PERMASALAHAN IKM PADA TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN UNTUK PENGEMBANGAN INDUSTRI
KAKAO
SUDAH ADA 20
IBS PENGHASIL
BAHAN
SETENGAH
JADI COKLAT
JIKA SETIAP IBS MENDAPAT IKLIM USAHA KONDUSIV AKAN MENCIPTAKAN 20 PABRIK HILIR
KAKAO MISALNYA 20 PRODUK CONFECTIONERY COKLAT, BAHAN
52 52
II.C.9.a. FOKUS HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO
Hilirisasi pengembangan industri berbasis kakao dilakukan melalui pendeketan
konsep pembangunan Techno park. Lembaga-lembaga pengembangan olahan kakao
yang telah ada akan diarahkan untuk menjadi
“Techno Park Hilirisasi
Pembangunan Industri Pengolahan Kakao”. Adapun hasil inventarisasi terdapat 10
Techno Park yaitu :
1.Techno Park TTP (BPTP) Gunung Kidul,
2.Techno Park TTP (BPTP) Payakumbuh,
3.Techno Park Rumah Cokelat – Palu,
4.Techno Park Ind. Pengolahan Cokelat – Univ. Haluoleo Kendari,
5.Techno Park Teaching Factory di UNHAS
6.Techno Park Kampung Cokelat Kademangan-Blitar, Jatim
7.Techno Park Franchise Chocochock (minuman), Tangerang
8.Techno Park Agrowisata kakao dan Cokelat di Singaraja, Bali
9.Techno Park Chocolate School by Tulip (praline) di Permata Hijau, Jakarta
1. Dampak Ekonomi Wilayah
• Meningkatkan produktivitas dengan lahan yang telah ada dengan potensi 2
ton/hektar/tahun.
• Penyerapan tenaga kerja di + 1,7 juta orang petani, Industri Pengolahan kakao setengah
jadi 100.000 orang, Industri Hilir pengolahan kakao 1.000 orang .
• Membangkitkan ekonomi daerah.
• Meningkatkan kesejahteraan petani kakao
• Menciptakan industri turunan kakao : confectionary, farmasi, kosmetik dan produk
makanan dan minuman lainnya berbasis coklat.
• Meningkatkan penerimaan pajak dan retribusi bagi daerah.
• Menjaga stabilitas harga biji kakao minimal Rp. 35.000 /kg; produk hilir kakao minimal
Rp. 100.000 – 200.000 / kg
MANFAAT
54 54
2. Aspek Sosial
• Memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai manfaat dan
kegunaan kakao.
• Pergeseran kegiatan utama ekonomi masyarakat dari sektor informal ke
formal (pertanian ke industri)
• Peningkatan infrastruktur di daerah
3. Dampak Pemenuhan Kebutuhan Domestik dan Daya Saing Nasional
• Meningkatkan daya saing industri pengolahan kakao
• Meningkatkan pertumbuhan industri pengolahan kakao di dalam negeri
• Meningkatkan ekspor produk pengolahan kakao
II.C.9.a. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)
No
Uraian
Tahun
2016
2017
2018
2019
1. Hilirisasi Industri
Makanan/Minuman
berbasis kakao
Penetapan Lembaga Techno park hilirisasi industri kakao:
1. Techno Park TTP (BPTP) Gunung Kidul,
2. Techno Park TTP (BPTP) Payakumbuh,
3. Techno Park Rumah Cokelat – Palu,
4. Techno Park Ind. Pengolahan Cokelat – Univ. Haluoleo Kendari,
5. Techno Park Teaching Factory di UNHAS
6. Techno Park Kampung Cokelat Kademangan-Blitar, Jatim
7. Techno Park Franchise Chocochock (minuman), Tangerang
8. Techno Park Agrowisata kakao dan Cokelat di Singaraja, Bali
9. Techno Park Chocolate School by Tulip (praline) di Permata Hijau, Jakarta
10.Techno Park BT Chocolate Academy (makanan dan minuman cokelat), Tangerang
2. Kegiatan
Identifikasi potensi dan
penguatan IKM disekitar
Techno park
Penyiapan Tempat Uji
Kompetensi (TUK), Lembaga
Sertifikasi Profesi (LSP)
Promosi peningkatan
konsumsi kakao dan cokelat
Pemenuhan
standardisasi
Promosi
peningkatan
konsumsi
kakao dan
cokelat bagi
kesehatan
Pelipatgandaan
(Multiflikasi)
value added,
melakukan zero
waste reduction
Pengembangan
produk hilir
RENCANA AKSI
56 56
No
Uraian
Tahun
2016
2017
2018
2019
3.
Output
Dari 10 Techno park akan tercipta 200 wirausaha yang berizin P-IRT yang
diharapkan masing-masing akan membangun pabrik produk hilirisasi kakao
Sertifikasi Kompetensi bagi tenaga kerja yang berkompeten.
4.
Outcomes
Tumbuhnya
industri makanan
dan minuman
serta eduwisata
cokelat
Tumbuhnya
industri makanan
dan minuman
serta eduwisata
cokelat
Tumbuhnya
industri makanan
dan minuman
serta eduwisata
cokelat
Tumbuhnya industri
farmasi dan
kosmetika berbasis
cokelat
RENCANA AKSI
CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN
58
CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN
CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN
60