• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkerasan lentur menurut Andi Tenrisukki Tenriajeng Buku rekayasa jalan raya -2. Perkerasan lenturan adalah perkerasan yang menggunakan aspal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perkerasan lentur menurut Andi Tenrisukki Tenriajeng Buku rekayasa jalan raya -2. Perkerasan lenturan adalah perkerasan yang menggunakan aspal"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

4

2.1 Perencanaan perkerasan

Menurut Buku Bahan dan struktur jalan raya Ir.Suprapto Tm,M.Sc (2004) perencanan perkerasan dapat dikelompokan menjadi :

a) Perencanan tebal perkerasan (structural pavementdesign), yaitu menentukan tebal perkerasan dan bagian – bagiannya, misalnya tebal lapisan permukaan, tebal slab dan lain – lain.

b) Perencanaan bahan lapisan perkerasan ( paving mixture design ), yaitu menentukan jenis dak kualitas bahan yang akan digunakan untuk lapisan –lapisan perkerasan, misalnya: persyaratan aspal batu, kualitas beton, kualitas beton aspal dan lain-lain.

Untuk menyiapkan perkerasan perlu dipertimbangkan hal –hal sebagai berikut : a) Kinerja (performance) perkerasan

hal ini berkaitan degan lalu-lintas, yaitu volume lalu lintas dan beban gander kendaraan yang akan dilewatinya.

b) Umur dari kinerja atau umur rencana perkerasan

Umur rencana adalah waktu dalam tahun dihitung sejak perkerasan (jalan) di buka untuk lalu-lintas sampai saat di perlukan perbaikan berat, selama umur rencanan,ini perkerasan di harapkan bebas dari perkerjaan perbaikan berat.

c) Kondisi awal dan kondisi akhir perkerasan

yaitu berkaitan degan kondisi perkerasan (cacat / kerusakan) pada awal umur rencanan dan tingkat kondisi perkerasan yang masi dapat diterima pada akhir umur rencana.

2.2 Perkerasan Lentur ( flexibel pavement )

Perkerasan lentur menurut Andi Tenrisukki Tenriajeng Buku rekayasa jalan raya -2. Perkerasan lenturan adalah perkerasan yang menggunakan aspal

(2)

sebagai bahan pengikat. Lapisan- lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan – lapisan tersebut adalah :

Gambar 2.1. susunan perkerasan lentur

2.2.1 Perhitungan Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan LenturPt T-01-2002-Lintas Harian Rata-Rata(LHR)

Menghitung lalu-lintas harian rata-rata (LHR) diperoleh dengan survey secara langsung dilapangan, masing-masing kendaraan dikelompokan menurut jenis dan beban kendaraan dengan satuan kendaraan/hari/2 lajur.

LHR = (1+i)n x Jumlah kendaraan LHRsmp = (LHR) x Faktor ekivalen Dimana :

LHR : Lalu lintas harian rata-rat (kend/hari/2jurusan) I : Perkembangan lalu lintas

n : Jumlah tahun rencana

(3)

2.2.2 Koefisien Kekuatan Relatif (a) dari Tiap Jenis Lapisan

Kekuatan struktur perkerasan jalan lama (existing pavement) diukur menggunakan alat FWD atau dinilai dengan menggunakan Tabel

Tabel 2.1. Koefisien Kekuatan Relatif (a)

BAHAN KONDISI PERMUKAAN

Koefisen kekuatan relatif (a) Lapis permukaan

Beton aspal

Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau hanya

Terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau

<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau

5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau 0.35 - 0.40 0.25 – 0.35 0.20 – 0.30 0.14 – 0.20 0.08 – 0.15

(4)

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi

Lapis pondasi yang distabilisasi

Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau hanya

terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau

<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau

>5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi

0.20 – 0.35 0.15 – 0.25 0.15 – 0.20 0.10 – 0.20 0.08 – 0.15 LapispondasiatauLapis pondasibawah granular

Tidak ditemukan adanya pumping, degradation, or contamination by fines.

Terdapat pumping, degradation, or contamination by fines

0.10 – 0.14

0.00 – 0.10 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.

(5)

Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban gandar sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut tabel pada Lampiran D Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur 2002. Tabel ini hanya berlaku untuk roda ganda. Untuk roda tunggal karakteristik beban yang berlaku agar berbeda dengan roda ganda. Untuk roda tunggal dipergunakan rumus berikut.

Angka ekivalen roda tunggal

b. Lalu-Lintas Pada Lajur Rencana

Lalu lintas pada lajur rencana (W18) diberikan dalam kumulatif beban gandar standar. Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana ini digunakan rumus sebagai berikut:

……….. ( 1.1) Dimana:

W18 = Beban gandar standar kumulatif untukduaarah. DD = Faktor distribusi arah = 0,5(PtT-01-2002-B) DL = Faktor Distribusi Lajur (dari Tabel2.2)

Pada umumnya DD diambil 0,5. Pada beberapa kasus khusus terdapat pengecualian dimana kendaraan berat cenderung menuju satu arah tertentu. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa DD bervariasi dari 0,3 – 0,7 tergantung arah mana yang ‘berat’ dan ‘kosong’.

Tabel 2.2 Faktor Distribusi Lajur (DL) Jumlahlajur per arah % bebangandarstandardalam lajurrencana 1 100 2 80 - 100 3 60 - 80 4 50 - 75

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.

Secara numerik rumusan lalu-lintas kumulatif ini adalah sebagai berikut : ……….. (1.2)

Dimana :

(6)

W18pertahun = beban gandar standar komulatif selama 1 tahun n = umur pelayanan(tahun)

g = perkembangan lalu lintas(%)

c. Reliabilitas

Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat kepastian (degree of certainty) ke dalam proses perencanaan untuk menjamin bermacam-macam alternative perencanaan akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan (umur rencana). Faktor perencanaan reliabilitas memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan lalu-lintas (w18) dan perkiraan kinerja (W18), dan karenanya memberikan tingkat reliabilitas (R) dimana seksi perkerasan akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan.

Tabel 2.3 : Rekomendasi Tingkat Reliabilitas Untuk Bermacam-Macam Klasifikasi Jalan.

KlasifikasiJalan Rekomendasitingkatreliabilitas

Perkotaan Antar Kota

BebasHambatan 85 – 99.9 80 – 99,9

Arteri 80 – 99 75 – 95

Kolektor 80 – 95 75 – 95

Lokal 50 – 80 50 – 80

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002

d. Indeks Permukaan(IP)

Indeks permukaan ini menyatakan nilai ketidakrataan dan kekuatan perkerasan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat.Adapun beberapa ini IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut di bawah ini:

IP=2,5: menyatakan permukaan jalan yang masih cukup stabil danbaik IP=2,0: tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masihmantap

IP=1,5: menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidakterputus).

IP=1,0: menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak beratsehinggasangat mengganggu lalu-Iintaskendaraan.

Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan sebagai mana diperlihatkan pada Tabel

(7)

Tabel 2.4. Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPT) KualifikasiJalan

Lokal Kolektor Arteri Bebashambatan

1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 - 1,5 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 2,5 - - - 2,5 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana sesuai dengan Tabel

Tabel 2.5. Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP0)

Jenis Lapis Perkerasan IP0 Ketidakrataan

*) (IRI,m/km) LASTON ≥ 4 3,9 – 3,5 ≤ 1,0 > 1,0 LASBUTAG 3,9 – 3,5 3,4 – 3,0 ≤ 2,0 > 2,0 LAPEN 3,4 – 3,0 2,9 – 2,5 ≤ 3,0 > 3,0 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.

e. Indeks Tebal Perkerasan Perlu(ITPperlu)

Untuk menentukan indeks tebal perkerasan perlu (ITPperlu) diperoleh dari gambar 2.3 dibawah ini.

(8)

Gambar 2.1 Nomogram Untuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002

(9)

2.3. Metode Bina Marga

Metode Bina Marga merupakan metode yang ada di Indonesia yang mempunyai hasil akhir yaitu prioritas serta bentuk program pemeliharan sesuai nilai yang dapat dari urutan prioritas, pada metode ini menggabungkan nilai yang dapat dari survei visual yaitu jenis –jenis kerusakan serta survei LHR ( lalu lintas harian rata-rata ) yang selanjutnya didapat nilai kondisi jalan serta nilai kelas LHR. Urutan prioritas didapatkan degan rumus sebagai berikut :

UP ( Urutan Prioritas ) = 17 – ( Kelas LHR + Nilai Kondisi jalan )

dengan : Kelas LHR = Kelas lalu-lintas untuk perkerjaan pemeliharaan Nilai kondisi jalan = Nilai yang diberikan terhadap kondisi jalan

 Urutan Prioritas 0 – 3, menandakan bahwa jalan harus dimasukkan dalam program peningkatan.

 Urutan Prioritas 4 – 6, menandakan bahwa jalan perlu dimasukkan dalam program pemeliharaan berkala .

 Urutan Prioritas > 7, menandakan bahwa jalan tersebut cukup dimasukkan dalam program pemeliharaan rutin.

2.4 Jenis-Jenis Kerusakan Pada Perkerasan Lentur

Jenis kerusakan pada perkerasan berdasarkan Metode Pavement Condition Indek (PCI), Bina Marga (1995),Shahin (1994) yaitu:

1. Alligator Cracking

Umumnya lebar celah lebih besar atau sama dengan 33mm. saling meangkai membentuk suatu pola yang menyerupai kulit buaya, Retakan ini disebabkan oleh bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan permukaan tanah, tanah dasar atau bagian perkerasan dibawah lapisan permukaan kurang stabil, atau bahan lapis podasi dalam keadaan jenuah air (air tanah baik)

Biasanya, daerah terjadi retak kulit buaya tidak luas. Jika daerah dimana terjadi letak kulit buaya yang luas, mungkin hal ini disebabkan oleh repitisi bahan lalu-lintas yang

(10)

melampaui beban yang dipikul oleh lapisan permukaan tersebut. Retak kulit buaya untuk sementara dapat dipelihara dengan mempergunakan lapis burda, burtu atau ataston. Jika celah ≤ 3mm, sebaiknya bagian yang telah mengalami retak kulit buaya akibat air yag merembes masuk dalam lapisan pondasi dan tanah dasar deperbaiki dengan cara membongkar dan membuang lapisan-lapisan yang basah, kemudian dilapisi dengan bahan yang sesuai.

Perbaiki harus disertai dengan perbaikan drainase sekitarnya. Kerusakan yang disebabkan lalu lintas harus diperbaiki dengan member lapisan tambahan. Retak kulit buaya dapat diserapi oleh air sehingga lama kelamaan akan menimbulkan lubang-lubang akibat terlepasnya butir-butir aspal.

Klasifikasi tingkat kerusakan pada retak kulit buaya adalah :

Rendah (L), Baik-baik saja, garis rambut retak memanjang berjalan sejajar satu sama lain tanpa atau hanya beberapa interkoneksiretak. Retak tidak spalled.

Medium (M), pengembangan lebih lanjut dari buaya cahaya retak ke dalam pola atau jaringan retakan yang mungkin ringanspalled.

Tinggi (H), Jaringan atau pola retak berkembang sehingga potongan didefinisikan dengan baik dan spalled di tepi; beberapadari potongan-potongan batu di bawah lalu lintas.

2. Bleding

Permukaan menjadi licin, pada temperature tinggi aspal menjadi lunak dan akan terjadi jarak jejak roda. Berbahaya bagi kendaraan. Kegemukan (bleeding) dapat disebabkan pemakaikan kadar aspal yang tinggi pada campuran aspal, pemakaian terlalu banyak aspal pada pengerjaan prime coat. Dapat diatasi dengan menaburkan agregat panas dan kemudian dipadatkan,atau lapis aspal dan kemudian di beri lapisan penutup. Tingkat kerusakan dibagi menjadi keursakan ringan (low) ditandai dengan permukaan jalan hitam, aspal tidak menempel pada roda kendaraan. Kerusakan sedang (medium) perukaan aspal hitam, aspal menempel pada kendaraan selama seminggu atau setahun. Kerusakan berat (high) yang di tandai dengan serangkaian permukaan berwarna hitam atau terdapat pada kendaraan yang menempel.

(11)

Kerusakan hampir sama dengan retak kulit buaya, block cracking ini tidak hanya terjadi di daerah yang mengalami arus lalu lintas jalan berlubang, juga terjadi di daerah yang jarang di lewati arus lalu lintas.

2. Bums and Sags

Tonjolan yang terjadi pada perkerasan, berbeda dengan jembul dan showing yang disebabkan ketidak stabilan aspal, bump and sags di sebabkan penumpukan material yang di sebabkan beban arus lalu lintas.

3. Retak pinggir (Edge Cracking)

Retak ini disebut juga dengan retak garis (lane cracks) dimana terjadi pada sisi tepi perkerasan/ dekat bahu dan berbentuk retak memanjang (longitudinal cracks) dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke bahu. Retak ini dapat terdiri atas beberapa celah yang saling sejajar.

Kemungkinan penyebab:

 Bahan dibawah retak pinggir kurang baik atau perubahan volume akibat jenis ekspansif clay pada tanah dasar.

 Sokongan bahu samping kurang baik.

 Drainase kurang baik.

 Akar tanaman yang tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak tepi.

Klasifikasi tingkat kerusakan Edge Cracking:

a. Rendah, Retak tanpa putus atau kerugian materi.

b. Sedang, Retak dengan beberapa pecahnya dan kerugian materi hingga 10 persen dari panjang bagian yang terkena trotoar.

c. Tinggi, Retak dengan perpisahan yang cukup besar dan kerugian materi lebih dari 10 persen dari panjang bagian yang terkena trotoar.

4. Keriting (Corrugation)

Alat yang terjadi melintang jalan. Dengan timbulnya lapisan permukaan yang keriting pengemudi akan merasakan ketidak kenyamanan mengemudi. Penyebab kerusakan ini adalah rendahnya stabilitas campuran yang berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, karena terlalu bnayak menggunakan agregat halus, sehingga agregat berbentuk bulas dan penetrasi terlalu

(12)

tinggi. Keriting dapat juga terjadi lalu-lintas dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk perkerasan yang menggunakan aspal cair). Untuk tingkat kerusakan ringan (Low) kedalaman kurang dari <½ inchi, untuk (medium) kedalaman ½ inchi dan untuk tingkat kerusakan parah (high) kedalaman > 1 inchi.

Kerusakan dapat diperbaiki dengan:

a. Jika lapis permukaan yang berkeriting itu mempunyai lapis pondasi agregat, perbaikan yang tepat adalah dengan menggaruk kembali di campur dengan lapis pondasi, dipadatkan dan diberi lapis permukaan baru.

b. Jika lapis permukaan bahan pengikat mempunyai ketebalan > 5cm, maka lapis tipis yang mengalami keritinh tersebut diangkat dan diberi lapisan yang baru.

5. Depresion ( Amblas )

Terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Amblas dapat terdeteksi dengan adanya air yang tergenang. Air tergenang ini dapat meresap kedalam lapisan perkerasan yang akhirnya menimbulkan lubang. Penyenbab yang kurang baik, atau penurunan bagian perkerasan dikarenakan tanah dasar mengalami settlement. Untuk tingkat kerusakan ringan kedalaman ½ - 1 inchi, untuk kerusakan sedang kedalaman 1-2 inchi, dan untuk tingkat kerusakan parah kedalam >2 inchi.

1. Joint Reflection Cracking ( Retak Memanjang dan Melintang )

Retak jenis ini kerusakannya berbentuk rusak memanjang dan melintang yang diakibatkan beban lalulintas yang berlebih.

2. Lane / shoulder Drop off

Ditandai dengan adanya perbedaan elevasi antar badan jalan dengan bahu jalan. Kerusakan disebabkan erosi tanah pada bahu jalan. Kerusakan ini sangat berbahaya bagi pengendara karena perbedaan elevasi jalan.

3. Longitudinal and Transverse cracking ( Retak Memanjang )

Retak memanjang merupakan retak yang terjadi tegak lurus sumbu jalan, retak melintang merupakan retak yang terjadi tegak lurus sumbu jalan. Retak yang disebabkan kesalahan pelaksanaan, terutama pada sambungan perkerasan atau pelebaran.

(13)

a. Rendah, Sebuah celah dengan rata lebar 6 mm; atau celah disegel dengan bahan sealant dalam kondisi baik dan dengan lebar yang tidak dapat ditentukan.

b. Medium, Setiap celah dengan rata lebar> 6 mm dan lebaar ≤19 mm; atau retak dengan rata lebar 19 mm dan berdekatan keparahan rendah retak acak.

c. Tinggi, Setiap celah dengan lebar rata-rata> 19 mm; atau retak dengan rata lebar ≤19 mm dan berdekatan sedang sampai tinggi retak acak keparahan.

1. Patching and Utility Cut patching

Tambalan adalah wilayah perkerasan yang diganti baru untuk memperbaiki perkerasan yang ada. Tambalan dibagi berdasarkan tingkat kerusakan yaitu, kerusakan rendah, sedang, dan berat sesuai dengan bentuk penambalnya.

Klasifikasi tingkat kerusakan pada tambalan :

Rendah. Patch dalam kondisi baik dan berkinerja memuaskan.

Medium. Patch agak memburuk dan mempengaruhi kualitas naik sampai batas tertentu. jumlah sedang kesusahanhadir dalam patch atau memiliki potensi FOD, atau keduanya.

Tinggi. Patch parah memburuk dan mempengaruhi kualitas riding secara signifikan atau memiliki potensi FOD tinggi. menambal kebutuhanpenggantian

2. Polished Aggregate

Kerusakan ini ditandai dengan agregat permukan menjadi halus dan licin akibat beban lalulintas yang berulang-ulang yang menyebabkan daya saling mengikat antara ban kendaraan dan aspal berkurang.

3. Potholes ( lubang )

Pada umumnya terjadi tidak terlalu besar, berbentuk seperti mangkuk yang tidak beraturan dengan pinggiran tajam. Kerusakan menjadi lebar akibat air yang tergenang. Berdasarkan tingkat kerusakan yaitu, kerusakan rendah, sedang, dan tinggi.

(14)

Tabel. 2.6 ( Kerusakan Lubang ) Kedalaman Inchi `Diameter ( inchi ) 4-8 >8-18 >18-30 0,5-1 L L M >1-2 L M H >2 M M H

Sumber : Hardiyatmo, Hari cristady. 4. Rutting ( Alur )

Terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur dapat merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh diatas permukaan jalan sehingga mengurangi tingkat kenyamanan, dan pada akhirnya timbul retak-retak. Terjadinya alur disebabkan oleh lapisan perkerasan yang kurang padat. Dengan demikian, terjadi tembahan pemadatan akibat repitisi beban lalulintas pada lintasan roda. Campuran aspal dengan stabilitas rendah dapat pula menimbulkan deformasi plastis. Perbaikan dapat dilakukan dengan member lapisan tambahan dari lapis permukaan yang sesuai.

5. Showing ( jembul )

Terjadi setempat dengan atau tanpa retak. Hal ini terjadi akibat adanya pengembangan tanah dasar ekspansif. Perbaikan dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dengan melapisinya kembali.

6. Slippage cracking ( retak selip )

Retak yang bentuknya melengkung seperti bulan sabit. Hal ini terjadi diakbitkan oleh kurangnya ikatan antara lapis permukaan dan lapis di bawahnya. Karena, kurang baiknya ikatan yang disebabkan oleh adanya material debu, minyak, air atau benda non-adhesif lainya, atau akibat tidak diberinya tack coat sebagai bahan dasar pengikat anatara dua lapisan. Retak selip pun dapat terjadi akibat terlalu banyaknya pasir dalam campuran lapisan permukaan, atau kurang baiknya pemadatan lapis permukaan. Perbaikan dapat dilakukan dengan

(15)

baik.

7. Weathering and Raveling ( pengelupasan lapisan pengerasan )

Kerusakan ini ditandai dengan permukaan yang rusak akibat hilangnya bahan pengikat aspal sehingga menyebabkan pelepasan butiran agregat. Kerusakan ini menunjukan kualitas aspal serta campuran yang rendah atau ada kesalahan dalam pencampurannya.

Tabel 2.7. Penetapan Kelas Jalan

Klasifikasi Lalu lintas Harian Fungsi Kelas Rata-rata (LHR) dalam

SMP

Utama I >20.000

Sekunder IIA 6.000 sampai 20.000 IIB 1.500 sampai 8.000

IIC <2.000

Penghubung III

Sumber : tata cara perencanaan Geometrik jalan antar kota ditjen Bina marga 1997.

2.4.1 Penanganan Perbaikan Kerusakan Jalan

Dalam Bina Marga ( 1990 ) bentuk pemeliharaan jalan ada 3 yaitu pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala dan peningkatan, dari hasil analisa metode Bina Marga dan pengamatan langsung dilapangan memberikan keputusan bahwasanya ruas jalan SLAMET RIADI perlu adanya peningkatan atau perbaikan struktur perkerasan karena jalan sudah sangat rusak dan sangat membahayakan bag i pengendara yang lewat .

Pada petunjuk praktis pemeliharaan Rutin Jalan ( Bina Marga 1995 ) hanya memberikan rekomendasi bentuk pemeliharaan secara rutin saja, dan kesimpulan metode Bina Marga jalan tersebut harus ada peningkatan, maka sesuai petunjuk praktis pemeliharaan Rutin jalan ( Bina Marga 1995 ) bentuk pemeliharaan tidak sesuai degan hasil

(16)

rekomendasi Bina Marga, maka bentuk rekomendasi penangananya yang cocok sesuai hasil analisi yaitu rekonstruksi degan cara recycling atau degan replacement .

Rekonstruksi degan cara recycling atau daur ulang perkerasan dapat berubah CTRB ( cement Treated Recycling Base ) degan beberapa kelebihan yaitu dari segi material lebih hemat karena dapat diambil dari kerusakan jalan, biaya konstruksi sedang dan dari keamanan dan kenyamananya baik.

2.5 Metode Penilaian Kondisi perkerasan Lentur

Petunjuk teknis tentang Perencanaan dan Penyuluhan Program Jalan Kabupaten (SK.77/KPTS/Db/1990) yang dikeluarkan Bina Marga mencakup tentang prosedur perencanaan umum dan program untuk pekerjaan berat (Rehabilitasi Peningkatan) dan pengerjaan ringan (terutama pemeliharaan) pada jalan dan jembatan kabupaten.

Survey jalan yang mencakup didalamnya adalah : a) Survey penjajagan kondisi jalan

b) Survey penyaringan ruas jalan c) Survey kecepatan

d) Survey lalu lintas e) Survey kependudukan f) Survey hambatan lalu lintas

Menurut Asphalt Institute penilaiannya disebut Pavement Condition Rating ( PCR ). Nilai PCR ( 0-100 ) siperoleh dengan mengurangi nilai 100 dengan nilai kerusakannya. Nilai PCR tinggi menunjukkan kondisi masih bagus, nilai pengurangan kerusaakan tergantung dari tingkat keparahan kerusakan yang ada dan adanya kemungkinan adanya perluasan. Pavement Condition Index ( PCI ) adalah sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat dan luas kerusakan yang terjadi, dan dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai PCI ini memiliki rentang 0 ( nol ) sampai 100 ( seratus ) dengan kriteria sempurna (excellent), sangat baik (very good), baik (good), sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek ( very poor), dan gagal (failed). Tujuan dilakukan pada setiap bagian adalah prosedur berlanjut pada merangking kondisi jalan dan mengukur absolute untuk menentukan tipe dan besarnya pekerjaan perbaikan yang dilakukan.

Metode PCI merupakan cara untuk menilai kondisi perkerasan yang ukurannya ditinjau dari fungsi daya guna, mengacu kerusakan yang terjadu di permukaan perkerasan.

(17)

jjenis kerusakan. Tingkat kerusakan metode PCI adalah Low ( L ), Medium ( M ), dan High ( H ). Berbagai tabel dan grafik dipakai dalam metode ini.

Penggunaan PCI

Menurut Shain (1994) Pavement Condition Index bias d manfaatkan dalam proses pemeliharaan dan perbaikan (Maintence and rehabilitation) (M&R) suatu proses pengolahan jalan mempunyai 3 alternatif pendekatan yang bias dilakukan dalam proses M&R yaitu ad hoc approach, present comdition appoarch, life cycle appoarch.

Ad hoc appoarch berdasarkan proses pemeliharaan dan perbaikan dari apa yang pernah dilakukan pada waktu sebelumnya, terutama pada praktik terakhir yang pernah dilakukan. Tidak terlalu banyak pilihan yang dilakukan dan lebih banyak mendasarkan diri pada kebiasaan yang pernah dilakukan.

Present Condition Appoarch Mendasarkan pada proses pemeliharaan dan perbaikan pada kerusakan yang dijumpai dengan memakai dasar kondisi kerusakan yang dijumpai dengan memakai dasar kondisi normal yang mestinya tercapai berupa kehalusan, daya gesekan, atau penurunan yang terjadi.

Life Cycle Approach membutuhksn tidak hanya evaluasi kondisi perkerasan tapi juga mengitungkan kondisinya dalam proses pengolahan dimasa selanjutnya. Hal ini berkaitan dengan kenyataan ada hubungannya antara kondisi perkerasan saat ini dengan biaya yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja perkerasan yang sesuai dengan yang dinginkan. Pemeliharaan dan perbaikan baru dikerjakan setelah kondisi perkerasan cukup parah. Kondisi ini disebut kondisi kritis. Disinilah nilai rating PCI menunjukkan fungsinya. Grafik dibawah ini menggambarkan hubungan antara rating PCI biaya yang dibutuhkan serta kondisi kritis dalam pemeliharaan dan perbaikan.

(18)
(19)

Ad : Luas total jenis kerusakan untuk setiap tingkat kerusakan ( ) Ld : panjang total jenis kerusakan tiap tingkat kerusakan (m) As : Luas total unit segmen ( )

Ls : Panjang total unit segmen (m) (2) Deduct Value ( nilai pengurang )

Deduct value adalah nikai pengurang untuk setiap jenis kerusakan yang diperoleh dari kurva hubungan antara desity dan tingkat keparahan (sweety level). Deduct value juga dibedakan atas tingkat kerusakan untuk tiap-tiap jenis kerusakan.

Gambar 2.3 Kurva nilai pengurang untuk retak kulit buaya pada jalan perkerasan beton aspal (Shahin, 1994)

i. Total Deduct Value ( TDV )

Total Deduct Value (TDV) adalah nilai total dari individual deduct value untuk tiap jenis kerusakan dan tingkat keruskaan yang ada pada suatu unit segmen.

(20)

ii. Corrected Deduct Value ( CDV )

Corrected Deduct Value ( CDV ) diperoleh dari kurva hubungan antara nilai TDV dengan nilai DV dengan pemilihan lengkung kurva yang sesuai. Jika nilai CDV telah diketahui, maka nilai PCI untuk setiap segmen dapat diketahui dengan :

PCI (s) : 100 – CDV ...(2.3) Dimana,

PCI (s) : Pavement Condition Index untuk setiap segmen CDV : Corrected Deduct Value untuk setiap segmen Untuk nilai keseluruhan :

PCI = ∑ ...(2.4) Dimana,

PCI : Nilai PCI perkerasan secara keseluruhan PCI(s) : Nilai PCI untuk tiap segmen

N : Jumlah Segmen

Gambar 2.4 : kurva hubungan antara TDV dengan nilai CDV

iii. Rating

Rating adalah penentuan nilai kondisi perkerasan setelah nilai PCI rata-rata yang didapatkan. Menunjukan kualitas perkerasan yang ada ( eksisting )

(21)

Tabel 2.9 hubungan antara PCI dan nilai kondisi perkerasan (sumber FAA,1982, shahin,1994)

Nilai PCI Kondisi

0-10 Gagal (Failed)

11-25 Sangat buruk (Very Poor)

26-40 Buruk (Poor)

41-55 Sedang (Fair)

56-70 Baik (Good)

71-85 Sangat Baik (Very Good) 86-100 Sempurna ( Exellent )

Angka rating ini juga akan dipakai untuk menentukan prioritas penanganan bagian jalan yang disurvey. Ruas jalan yang ratingnya rendah perlu penanganan lebih dahulu dibandingkan jalan yang dinilai kondisinya tinggi. Jika nilai PCI < 50 (untuk jalan primer), dan nilai PCI<40 (untuk jalan sekunder). Maka, diusulkan jenis pemeliharaan terhadap keseluruhan unit jalan melalui overlay atau reconstruksi terhadap jalan tersebut. Jika nilai PCI >50 untuk jalan primer dan untuk nilai PCI<40 untuk jalan sekunder dapat dilakukan program pemeliharaan rutin sebagai usulan penanganan. Dalam penelitian ini digunakan metode pavement Condition Index (PCI).

(22)
(23)

1. Lapisan bersifat non struktural, berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air antara lain : a. Burtu (laburan aspal satu lapis)

b. Burda (laburan aspal dua lapis) c. Latasir (lapisan tipis aspal pasir) d. Buras (laburan aspal)

e. Latusbum (lapisan tipis asbuton murni) f. Lataston (lapisan tipis aspal Buton)

2. Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda .

a. Penetrasi makadam (lapen)

b. Lasbutag (lapisan beton aspal agregat) c. Laston (lapisan aspal beton)

2.5.2 Lapisan Pondasi Atas (Base Course)

Fungsi lapisan pondasi atas :

1. Sebagai lapisan perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan kelapisan beban yang dibawahnya.

2. Sebagai lapisan peresaan untuk pondasi bawah 3. Sebgai bantalan terhadap lapisan permukaan

Bahan yang digunakan untuk lapisan pondasi atas harus material yang cukup kuat, sebab lapisan pondasi atas tanpa lapisan bahan pengikat hanya menggunakan material dengan CBR 50% dan Plastisitas Indeks (PI) < 4%. Bahan-bahannya berupa batu pecah, kerikil pecah, stabilisasi tanah dengan semen dan kapur.

Jenis lapis Pondasi atas yang umum digunakan di Indonesia, antara lain : 1. Agregat bergradasi baik dapat dibagi atas :

Batu pecah kelas A Batu kelas B Batu pecah kelas C

Batu pecah kelas A memunyai gradasi yang lebih kasar dari batu pecah kelas B batu pecah kelas B lebih kasar dari batu pecah kelas C.

(24)

2. Pondasi Macadam 3. Pondasi Telford

4. Penetrasi Macadam (Lapen)

5. Aspal beton fondasi (Asphalt Concrete Base/ Asphalt Treate Base) 6. Stabilitas yang terdiri dari :

a. Stabilitas agregat dengan semen (Cement Treated Base) b. Stabilitas agregat dengan kapur (Line Treated Base) c. Stabilitas agregat dengan aspal (Asphalt Treated Base)

Lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar dinamakan lapis pondasi bawah (subbase)

Lapisan Pondasi bawah berfungsi :

a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk penyebaran beban roda ketanah dasar.

b. Lapisan harus cukup kuat, mempunyai CBR 20% Plastisitas Indeks (PI) ≤ 10% c. Efisiensi penggunaan material

d. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal.

e. Sebagai lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumul di pondasi. f. Sebagai lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar

g. Sebagai lisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan pondasi atas.

2.6 Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Untuk menentukan besarnya biaya yang diperlukan terlebih dahulu harus diketahui volume dari pekerjaan yang direncanakan. Pada umumnya pembuat jalan tidak lepas dari masalah galian maupun timbunan. Besarnya galian dan timbunan yang akan dibuat dapat dilihat pada gambar long profile. Sedangkan volume galian dapat dilihat melalui gambar Cross Section. Selain mencari volume galian timbunan juga diperlukan untuk mencari volume dari pekerjaan lainya yaitu :

a. Volume Pekerjaan 1) Pekerjaan persiapan 2) Peninjauan lokasi

(25)

5) Pembuatan Bouplank

b. Pekerjaan tanah 1) Galian tanah 2) Timbunan tanah 3) Pekerjaan perkerasan

4) Lapis permukaan (Surface Course) 5) Lapis pondasi atas (Base Course)

6) Lapis pondasi bawah (Sub Base Course) 7) Lapis tanah dasar (Sub Grade )

c. Pekerjaan drainase 1) Galian saluran 2) Pembuatan talud

d. Pekerjaan pelengkap

1) Pemasangan rambu-rambu 2) Pengecatan marka jalan 3) Penerangan

2.7 Analisa Harga Satuan

Analisa harga satuan diambil dari Harga Satuan Dasar Upah Dan Bahan Serta Biaya Operasi Peralatan Dinas Bina Marga kota ambon Tahun anggaran 2017.

Gambar

Gambar 2.1.  susunan perkerasan lentur
Tabel 2.1. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Tabel 2.2 Faktor Distribusi Lajur (DL)
Tabel 2.3  : Rekomendasi Tingkat Reliabilitas Untuk Bermacam-Macam  Klasifikasi Jalan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam perencanaan tebal lapisan dari suatu perkerasan lentur juga harus menggunakan setidaknya dua metode empiris agar diperoleh hasil perencanaan akhir dari studi

Metode Bina Marga Nomor 02/M/BM/2013 salah satu metode empiris yang dipakai dalam perhitungan tebal perkerasan lentur jalan raya.. Dalam proses desain perkerasan lentur,

Metodologi yang dipakai pada penelitian ini berisi kajian mengenai metode perencanaan struktur perkerasan lentur dengan menggunakan metode Bina Marga No.02/M/BM/2013

kelebihan dalam desainnya yaitu perencana perkerasan lentur dapat memprediksi kerusakan yang akan terjadi pada perkerasan tersebut, menigkatkan nilai reliabilitas dari

Evaluasi Tebal Lapis Perkerasan Lentur Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 Dengan Menggunakan Program KENPAVE. Depository Universitas

Kondisi eksisting pada ruas Jalan Magelang-Purworejo memiliki tebal perkerasan pada lapis permukaan setebal 15 cm, berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan

Tugas Akhir yang berjudul “ PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA DAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO 1993 PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN KP.BINJAI

bawah lapis pondasi bawah atau permukaan tanah dasar dapat digunakan. untuk mengetahui