LAJU PERTUMBUHAN LAMUN Thallasia hemprichi DENGAN
TEKNIK TRANSPLANTASI TERFs DAN PLUG PADA JUMLAH
TEGAKAN YANG BERBEDA DALAM RIMPANG
Muhammad Halim
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, muhammadhalim854@gmail.com
Ita Karlina
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, itakarlina@gmail.com
Henky Irawan
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, henkyirawan.umrah@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan lamun dan
tingkat kelangsungan hidup lamun Thallasia hemprichi dan mengetahui jumlah tegakan
optimal bagi pertumbuhan lamun Thallasia hemprichi yang ditransplantasi dengan metode
TERFs dan PLUG. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Mei
tahun 2016, di daerah Kampe, Desa Malangrapat, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten
Bintan. Metode yang digunakan adalah metode transplantasi TERFs dan PLUG. Jumlah
tegakan lamun Thallasia hemprichi diberi 5 perlakuan yaitu 1 tegakan, 2 tegakan, 3 tegakan, 4
tegakan, dan 5 tegakan dengan 5 kali pengulangan tiap perlakuan. Analisis data dengan
menggunakan Uji One-Way ANOVA menunjukkan tingkat kelangsungan hidup lamun
Thallasia hemprichi tidak terdapat pengaruh yang nyata terhadap perlakuan jumlah tegakan
yang berbeda (p>0,05); sedangkan untuk laju pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi
terdapat perbedaan yang nyata terhadap perlakuan jumlah tegakan yang berbeda (p<0,05).
Jumlah tegakan optimal lamun Thallasia hemprichi didapat oleh perlakuan dengan jumlah
tegakan 2, yaitu perlakuan dengan jumlah tegakan sedikit mungkin, tetapi memiliki laju
pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup tertinggi. Tegakan optimal ini dinilai sebagai
pertumbuhan lamun yang efektif dan efisien dalam kegiatan transplantasi lamun Thallasia
hemprichi.
Kata Kunci : Transplantasi Lamun, Tegakan Lamun, Tegakan Optimal, TERFs dan PLUG,
GROWTH RATE SEAGRASSES Thallasia hemprichi WITH
TRANSPLANTATION TECHNIQUE TERFs AND PLUG THE AMOUNT
STANDS DIFFERENT IN RHIZOME
ABSTRACT
This study was conducted to determine the rate of growth of seagrass and the survival
rate of seagrass Thallasia hemprichi and determine the number of stands to the growth of
seagrass Thallasia hemprichi transplanted with TERFs and PLUG method. This study was
conducted from February to May 2016, in Kampe area, Malangrapat Village, Gunung Kijang
District, Bintan regency. The method used is the method of transplantation TERFs and PLUG.
Number of stands of seagrass Thallasia hemprichi given 5 treatments, 1 stand, 2 stands, 3
stands , 4 stands, and 5 stands with five repetitions of each treatment. Analysis of the data using
One-Way ANOVA test showed a survival rate of seagrass Thallasia hemprichi there is no
significant effect on the number of stands of different treatments (p> 0.05); while the rate of
growth of seagrass leaves Thallasia hemprichi there is significant difference to the number of
stands of different treatments (p <0.05). Optimal amount of seagrass stands Thallasia
hemprichi obtained by treatment with a number of stands 2, namely the treatment by the
number of stands little as possible, but it has the growth rate and the highest survival rate.
Optimal stands is considered as the growth of seagrass effective and efficient in Thallasia
hemprichi seagrass transplantation activities.
Keywords : Seagrass Transplantation, Stand of Seagrass, Optimal Stand, TERFs and PLUG,\
Thallasia hemprichi
I. PENDAHULUAN
Padang lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir yang sangat produktif dan bersifat dinamik. Faktor-faktor lingkungan yaitu faktor fisik, kimia, dan biologi secara langsung berpengaruh terhadap ekosistem padang lamun (Wulandari, Riniatsih dan Yudiati, 2013). Ekosistem padang lamun berperan penting dalam ekologi kawasan pesisir karena menjadi habitat berbagai biota laut termasuk menjadi tempat mencari makan (feeding ground), sebagai tempat perlindungan (nursery ground), dan sebagai tempat memijah (spawning ground) (Kikuchi, 1971 dalam Marabessy, 2010). Peranan lain dari ekosistem padang lamun yaitu sebagai barrier
(penghalang) bagi ekosistem terumbu karang dari ancaman sedimentasi yang berasal dari daratan (Poedjirahajoe, Mahayani, Sidharta, dan Salamuddin, 2013).
Menurut Setyawan (2009) dalam Tristanto, Situmorang, dan Suryanti (2014), lamun jenis Thalassia hemprichii merupakan jenis lamun yang sering dominan pada padang lamun campuran, lamun jenis Thalassia
hemprichii memiliki ciri utama yaitu; daun
lamun jenis Thalassia hemprichii bercabang dua, tidak terpisah, berbentuk pita dan bertepi rata dengan ujung daun membulat serta memiliki akar berbuku-buku yang pendek.
Padang lamun di Indonesia yang diperkirakan seluas sekitar 30.000 km2 (Nontji, TRISMADES). Padang lamun di pesisir Indonesia diketahui telah mengalami kerusakan sekitar 30% - 40% (Nadiarti, Riani, Djuwita, Budiharsono, Purbayanto dan Asmus, 2012).
Ekosistem padang lamun banyak yang mengalami degradasi. Maka perlu dilakukan rehabilitasi. Transplantasi lamun merupakan salah satu upaya dari rehabilitasi padang lamun, selama ini transplantasi dengan metode TERFs menggunakan jumlah tegakan yang sama yaitu 2 tegakan lamun dalam rimpang, sedangkan pada metode PLUG menggunakan lamun yang utuh beserta subtrat tanpa diketahui jumlah tegakan yang digunakan ketika melakukan transplantasi. Penggunaan jumlah tegakan yang
sama pada rimpang dalam kegiatan
transplantasi lamun jenis Thalassia hemprichii tentu membuat tingkat pertumbuhan lamun
Thalassia hemprichii menjadi relatif sama,
untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam kegiatan transplantasi lamun, maka perlu diketahui pada jumlah tegakan berapa
pertumbuhan lamun jenis Thalassia hemprichii hasil tranplantasi akan tumbuh optimal. Berdasarkan kondisi tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang laju pertumbuhan lamun jenis Thalassia hemprichii dengan teknik transplantasi pada jumlah tegakan yang berbeda dalam rimpang.
Penelitian ini untuk mengetahui laju pertumbuhan daun lamun dan tingkat kelangsungan hidup lamun jenis Thalassia
hemprichii yang ditransplantasi dengan jumlah
tegakan berbeda dalam rimpang dan untuk mengetahui jumlah tegakan yang optimal bagi pertumbuhan lamun jenis Thalassia hemprichii yang ditransplantasi dengan metode TEFRs dan PLUG; manfaatnya untuk mendapatkan jumlah tegakan yang optimal sehingga dapat diterapkan dalam kegiatan transplantasi lamun agar terciptanya efisiensi dan efektivitas; dan sebagai informasi ilmiah yang bermanfaat dalam hal pengembangan teknik transplantasi lamun.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Lamun mulai menghuni lingkungan perairan laut pada 100 juta tahun yang lalu di Cretaceous (Larkum, Orth, J Robert., and Duarte, 2006). Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang tumbuh dan berkembang baik di lingkungan perairan pesisir mulai dari daerah pasang surut sampai pada kedalaman 40 m (Den Hartog, 1970 dalam Mc. Roy and Helfferich, 1977
dalam Phillips and Mc. Roy, 1980 dalam Patty,
I Simon dan Husen, Rifai, 2013).
Lamun jenis Thalassia hemprichii memiliki daun melengkung (McKenzie, 2007); dengan sel tannin yang terdapat di dalamnya. Sel-sel ini menjadikan daun terlihat berbintik merah. Ujung daun bulat dan sedikit bergerigi. Lebar daun 5 mm. Memiliki karakteristik rimpang yang tebal (biasanya berwarna pink pucat atau putih) dengan leaf sheet berbentuk segitiga.
Transplantasi lamun adalah suatu metode penanaman lamun yang dikembangkan untuk melakukan restorasi di daerah padang lamun yang telah mengalami kerusakan(Hutomo dan Soemodihardjo, 1992). Teknik transplantasi lamun ini dibagi menjadi dua, yaitu dengan menggunakan jangkar dan tanpa menggunakan jangkar (Phillips 1994 dalam Kiswara 2009).
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari 2016 sampai dengan bulan April 2016 di Kampung Kampe, Desa Malangrapat, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunkan selama penelitian yaitu; alat snorkling, kamera, GPS, frame, plug, box, kertas tisu, gunting, alat tulis, plastik sampel multi tester, salt meter, secchi disk. Bahan yang digunakan yaitu; lamun dengan jumlah tegakan 1, tegakan 2, tegakan 3, tegakan 4, dan tegakan 5.
Tegakan 1 Tegakan 2 Tegakan 3
Tegakan 4 Tegakan 5
Gambar 2. Gambar Lamun Satu (1) sampai
Lima (5) Tegakan
C. Prosedur Kerja
1. Persiapan
Pada tahap ini peneliti melakukan konsultasi kepada dosen Penasehat Akademik, selanjutnya konsultasi kepada dosen pembimbing; tahap selanjutnya yaitu melakukan studi literatur dan melakukan survei di lokasi penelitian.
2. Pemilihan Lokasi Penelitian
Pemilihan lokasi untuk penelitian transplantasi lamun mengikuti cara yang dijelaskan oleh F.T. Short et al., (2002) dalam BTNKpS (2006) dengan sedikit perubahan untuk menyesuaikan dengan kondisi lokasi yang akan dilakukan transplantasi. Informasi
tentang karakteristik padang lamun yang ada / sumber bibit (reference sites) pada lokasi yang akan dilakukan transplantasi diambil untuk perhitungan indeks kesesuaian lokasi penanaman atau preliminary transplant suitability index (PTSI.
3. Pembuatan Kurungan di Lokasi
Transplantasi
Lokasi transplantasi lamun dibuat dalam kurungan jaring seluas 30 meter x 20 meter. Tujuan dari pembuatan kurungan ini agar transplantasi lamun di lapangan tidak terganggu oleh aktifitas manusia, grazer dan kondisi alam.
4. Penanganan Bibit Lamun
Penanganan bibit lamun saat
ditransplantasi setelah bibit lamun diambil dari padang lamun donor saat air pasang kemudian dimasukkan ke dalam wadah keranjang tetapi tetap berada dalam air; kemudian bibit lamun ditanam di daerah transplantasi (metode TERFs) sedangkan untuk metode PLUG dikembalikan ke lokasi awal untuk kembali tergabung bersama substrat (metode PLUG). Untuk metode PLUG bibit lamun diambil dengan menggunakan pvc di daerah lamun donor, lalu bawa lamun bibit ke daerah transplantasi.
5. Metode Transplantasi Lamun
Penelitian ini dilakukan disatu (1) stasiun, dengan dua (2) metode, yaitu TEFRs dan PLUG; pada setiap jumlah perlakuan terdiri dari bibit utama dan bibit cadangan (stok); setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Adapun perinciannya sebagai berikut:
Tabel 1. Metode, Perlakuan, dan Pengulangan
Metode Jenis Perlakuan
Pengulangan Bibit Utama Bibit
Cadangan
TERFs 1 tegakan 5 kali 5 kali
2 tegakan 5 kali 5 kali 3 tegakan 5 kali 5 kali 4 tegakan 5 kali 5 kali 5 tegakan 5 kali 5 kali
PLUG 1 tegakan 5 kali 5 kali 2 tegakan 5 kali 5 kali 3 tegakan 5 kali 5 kali 4 tegakan 5 kali 5 kali 5 tegakan 5 kali 5 kali
6. Metode Pengamatan
Pengamatan terhadap pertumbuhan lamun yang sudah ditransplantasi dan parameter perairan rinciannya dapat dilihat pada tabel 2 dan 3 berikut:
Tabel 2. Perhitungan Tingkat Pertumbuhan Lamun No Perhitungan lamun Waktu Jumlah Pengamatan 1 Tingkat kelangsungan hidup lamun Awal dan Akhir pengamatan 2 kali 2 Laju pertumbuhan daun lamun Setiap minggu pengamatan selama 2 bulan 8 kali
Tabel 3. Perhitungan Parameter Perairan
No Waktu Pengamatan Parameter Tempat 1 Hari ke 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49, dan 56 Suhu Salinitas DO Kecerahan Kecepatan arus Ph Di lokasi transplantasi yaitu di dalam plot transplantasi
2 Hari ke 7 Nutrien Di lokasi transplantasi yaitu di dalam plot transplantasi. Sampel di uji di laboratorium Balai Budidaya Laut Batam 7. Pengolahan Data
1. Tingkat Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup lamun ini dihitung dengan rumus yang dijelaskan Effendie (1978)
dalam Widiastuti (2009), yaitu: 𝑺𝑹 =
𝑵𝒕
𝑵𝒐 𝒙 𝟏𝟎𝟎
Keterangan:
SR : Tingkat Kelangsungan Hidup (%) Nt : Jumlah unit transplantasi (lamun utama)
pada waktu t (minggu)
No : Jumlah unit transplantasi (lamun utama) pada waktu awal atau t=0
2. Laju Pertumbuhan Daun Lamun
Laju pertumbuhan daun lamun jenis
Thallasia hemprichii yang ditransplantasi
dengan jumlah rimpang yang berbeda dihitung dengan rumus yang dijelaskan Supriadi (2003); yaitu:
𝑷 =𝑳𝒕 − 𝑳𝒐
∆𝒕
Keterangan :
P : Tingkat pertumbuhan panjang daun (cm) Lt : Panjang daun lamun akhir setelah waktu t
(cm)
Lo : Panjang daun lamun pada pengukuran awal (cm)
Δt :
Selang waktu pengukuran (Minggu) 3. Pengolahan data parameter perairan8. Analisis Data
Data yang didapat dari hasil pengamatan di lapangan akan dianalisis secara kuantitatif. Hasil perhitungan data tingkat kelangsungan hidup, dan pertumbuhan daun lamun yang ditransplantasi dengan jumlah tegakan berbeda dalam satu rimpang, setiap parameter untuk tiap perlakuan dianalisis menggunakan One Way
Anova dengan post hoc test dengan tingkat
ketelitian 95% menggunakan aplikasi
Statistical Product and Service Solution (SPSS).
Penentuan jumlah tegakan lamun yang optimal dari semua perlakuan adalah, dari hasil analisis data selisih masing-masing parameter pertumbuhan lamun Thallasia hemprichii yang dihitung. Data hasil analisis dilihat perlakuan jumlah tegakan yang paling sedikit tetapi memiliki parameter pertumbuhan yang paling cepat ataupun sama dan tidak berbeda nyata antar perlakuan dengan parameter pertumbuhan yang tercepat atau tertinggi.
Data parameter perairan yang diukur di lapangan akan dianalisis secara deskriptif, dengan membandingkan data hasil pengukuran secara langsung di lapangan dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Analisis parameter perairan digunakan untuk melihat pengaruh parameter perairan di lokasi penelitian terhadap pertumbuhan lamun
Thallasia hemprichi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tingkat Kelangsungan Hidup Lamun
Thallasia hemprichi
Tingkat kelangsungan hidup lamun jenis
Thallasia hemprichi adalah kemampuan lamun Thallasia hemprichi untuk tetap bertahan hidup
tanpa mengalami kematian selama waktu penelitian, yang dinyatakan dengan satuan persen (%).
1. Tingkat Kelangsungan Hidup Lamun Thallasia hemprichi yang ditransplantasi dengan Metode TERFs
Hasil pengukuran rata-rata tingkat kelangsungan hidup lamun Thallasia hemprichi yang ditransplantasi dengan metode TERFs dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Tingkat Kelangsungan Hidup
Lamun Thallasia hemprichi
yang ditransplantasi dengan Metode TERFs.
Tingkat kelangsungan hidup lamun pada metode TERFs yang terendah terdapat pada perlakuan T5 dengan nilai tingkat kelangsungan hidup sebesar 52%, sedangkan tingkat kelangsungan hidup yang tertinggi terdapat pada perlakuan T2 dan T4 dengan nilai tingkat kelangsungan hidup sebesar 90%.
Hasil analisis data tingkat kelangsungan hidup lamun Thallasia hemprichi yang ditransplantasi dengan metode TERFs
menggunakan One-Way Anova dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Uji One-Way ANOVA Tingkat
Kelangsungan Hidup Lamun
Thallasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan Metode
TERFs.
Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model 5056,000(a) 4 1264,000 1,228 ,331 Intercept 158404,000 1 158404,000 153,865 ,000 Tegakan 5056,000 4 1264,000 1,228 ,331 Error 20590,000 20 1029,500 Total 184050,000 25 Corrected Total 25646,000 24
Berdasarkan uji One-Way ANOVA pada tingkat kelangsungan hidup lamun Thallasia
hemprichi yang ditransplantasi dengan metode TERFs didapat nilai signifikan sebesar 0,331
atau nilai signifikan lebih besar α (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata dari tingkat kelangsungan hidup lamun Thallasia hemprichi; sehingga dapat dikatakan tegakan lamun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup lamun Thallasia hemprichi yang ditransplantasi dengan metode TERFs.
2. Tingkat Kelangsungan Hidup Lamun Thallasia hemprichi yang ditransplantasi dengan Metode Plug
Hasil pengukuran rata-rata tingkat kelangsungan hidup lamun Thallasia hemprichi yang ditransplantasi dengan metode plug dapat dilihat pada gambar 4
.
Gambar 4. Tingkat Kelangsungan Hidup
Lamun Thallasia hemprichi
yang ditransplantasi dengan Metode Plug.
Tingkat kelangsungan hidup lamun pada metode plug yang terendah terdapat pada perlakuan T4 dengan nilai tingkat kelangsungan hidup sebesar 50%, sedangkan tingkat kelangsungan hidup yang tertinggi terdapat pada perlakuan T5 dengan nilai tingkat kelangsungan hidup sebesar 64%.
Hasil analisis data tingkat kelangsungan hidup lamun Thallasia hemprichi yang ditransplantasi dengan metode plug menggunakan One-Way Anova dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Uji One-Way ANOVA Tingkat
Kelangsungan Hidup Lamun
Thallasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan Metode Plug.
Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model 1360,536(a) 4 340,134 ,245 ,909 Intercept 78584,909 1 78584,909 56,531 ,000 Tegakan 1360,536 4 340,134 ,245 ,909 Error 27802,556 20 1390,128 Total 107748,000 25 Corrected Total 29163,091 24 Berdasarkan uji One-Way ANOVA pada tingkat kelangsungan hidup lamun Thallasia
hemprichi yang ditransplantasi dengan metode
plug didapat nilai signifikan sebesar 0,909 atau nilai signifikan lebih besar α (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata dari tingkat kelangsungan hidup lamun
Thallasia hemprichi; sehingga dapat dikatakan
tegakan lamun tidak memberikan pengaruh
80 90 80 90 52 0 50 100 T1 T2 T3 T4 T5 T in gka t K el a n gs un ga n H idup (%)
KELANGSUNGAN HIDUP LAMUN Thallasia
hemprichi (METODE TERFs)
TERFs 60 60 53 50 64 0 50 100 T1 T2 T3 T4 T5 T in gka t K el a n gs un ga n H idup (%)
KELANGSUNGAN HIDUP LAMUN Thallasia
yang nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup lamun Thallasia hemprichi yang ditransplantasi dengan metode plug.
Faktor biologis seperti morfologi lamun
Thallasia hemprichi diduga berpengaruh
terhadap kelangsungan hidupnya; hal ini didukung oleh penelitian Asriani (2014), menyatakan Thallasia hemprichi memiliki struktur rimpang yang tebal dengan akar sedikit berkayu dibandingkan dengan jenis lamun
Halodule uninervis, Cymodocea rotundata, dan
Halophila ovalis sehingga diperkirakan
memungkinkan untuk menunjang
keberlangsungan hidupnya.
Tingkat kelangsungan hidup lamun
Thallasia hemprichi juga tergantung pada
proses transplantasi; ketepatan proses transplantasi lamun Thallasia hemprichi
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup lamun Thallasia hemprichi, sinar matahari langsung akan membuat bibit lamun Thallasia
hemprichi layu tentu hal ini akan berpengaruh
langsung terhadap tingkat kelangsungan hidup lamun; peletakan bibit di perairan juga perlu diperhatikan, untuk metode TERFs frame harus ditekan agar masuk beberapa centimeter ke dasar perairan sehingga akar lamun bisa menyatu dengan sedimen di dasar perairan; pemilihan tempat untuk peletakan bibit lamun pada metode TERFs juga berpengaruh terhadap nilai tingkat kelangsungan hidup lamun, dasar perairan harus yang memiliki kontur rata sehingga setiap bibit lamun yang di dalam frame akar dan rimpangnya dapat masuk beberapa centimeter ke dalam sedimen di dasar perairan. Selain itu itu tingkat kelangsungan hidup juga dipengaruhi oleh grazer seperti ikan-ikan kecil dan kepiting, bibit lamun yang muda sangat rentan dimakan oleh ikan-ikan kecil dan kepiting.
Tingkat kelangsungan hidup lamun
Thallasia hemprichi juga dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan seperti gelombang dan arus; bibit lamun yang ditransplantasi dengan metode plug (tanpa jangkar) akan terbawa oleh gelombang dan arus sehingga nilai tingkat kelangsungan hidupnya menjadi rendah; sedangkan bibit lamun yang ditransplantasi dengan metode TERFs (dengan jangkar dan pengikat) relatif bisa mepertahankan hidupnya dan tidak terbawa oleh gelombang dan arus.
Pendapat ini didukung oleh penelitian Febriyantoro, et al (2013), yang menyatakan metode plug memiliki kelemahan yaitu bibit lamun yang didonorkan lebih tidak terlindung
dan kokoh bila ada pergerakan arus yang cepat. Ganassin dan Gibbs (2008) dalam Asriani (2014), juga menyatakan beberapa faktor dapat berkontribusi pada kegagalan transplantasi lamun adalah erosi, penguburan dengan pasir, perubahan kondisi perairan drastis, kekeruhan, konsentrasi amonia sedimen yang tinggi, akibat kegiatan antropogenik dan jangkar yang digunakan saat transplantasi.
B.
Laju Pertumbuhan Daun Lamun
Thallasia hemprichi
Laju pertumbuhan daun lamun adalah selisih pertambahan tinggi daun lamun
Thallasia hemprichi pada setiap minggu
pengamatan dimulai pada awal penelitian sampai akhir penelitian.
1. Laju Pertumbuhan Daun Lamun
Thallasia hemprichi yang ditransplantasi dengan Metode TERFs.
Hasil pengukuran pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi yang ditransplantasi dengan metode TERFs selama penelitian dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Hasil Pengukuran Laju
Pertumbuhan Daun Lamun
Thallasia hemprichi (Metode TERFs)
Berdasarkan hasil pengolahan data laju pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi yang ditransplantasi menggunakan metode
TERFs diperoleh rata-rata pertumbuhan daun
lamun perminggu adalah sebagai berikut : - T1 sebesar 0,29 cm
- T2 sebesar 0,52 cm - T3 sebesar 0,53 cm - T4 sebesar 0,31 cm - T5 sebesar 0,27 cm
Hasil analisis data laju pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi yang ditransplantasi dengan metode TERFs
menggunakan One-Way Anova dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Uji One-Way ANOVA Laju
Pertumbuhan Daun Lamun
Thallasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan Metode
TERFs.
Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model ,340(a) 4 ,085 5,456 ,004 Intercept 3,756 1 3,756 241,192 ,000 Tegakan ,340 4 ,085 5,456 ,004 Error ,311 20 ,016 Total 4,407 25 Corrected Total ,651 24
Berdasarkan uji One-Way ANOVA pada laju pertumbuhan daun lamun Thallasia
hemprichi yang ditransplantasi dengan metode TERFs didapat nilai signifikan sebesar 0,004
atau nilai signifikan lebih kecil α (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata dari laju pertumbuhan daun lamun Thallasia
hemprichi yang ditransplantasi dengan metode TERFs; sehingga bisa dikatakan jumlah
tegakan lamun memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan daun lamun perminggu selama penelitian. Karena ada perbedaan nyata maka dilakukan uji statistik lanjutan meggunakan uji Post Hoc Duncan dengan tingkat ketelitian sebesar 95% untuk melihat nilai perbedaan antara laju pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi pada setiap perlakuan. Hasil analisis data laju pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi perminggu mengunakan uji Post Hoc Duncan dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Uji Post Hoc Duncan Laju
Pertumbuhan Daun Lamun
Thallasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan Metode
TERFs. Tegakan N Subset 1 2 1 5,00 5 ,2700 1,00 5 ,2920 4,00 5 ,3180 2,00 5 ,5200 3,00 5 ,5380 Sig. ,573 ,822
Berdasarkan uji Post Hoc Duncan dengan tingkat ketelitian 95% pada pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi yang ditransplantasi dengan metode TERFs didapatkan nilai signifikan sebesar 0,573 cm
untuk perlakuan T5 (tegakan 5), T1 (tegakan 1), dan T4 (tegakan 4); nilai signifikan sebesar 0,822 cm untuk perlakuan 2 (tegakan 2), dan T3 (tegakan 3). Hasil uji Post Hoc Duncan menunjukkan bahwa nilai perbedaan paling besar terdapat pada kelompok kedua yang merupakan kelompok dengan laju pertumbuhan daun lamun tertinggi selama penelitian.
2. Laju Pertumbuhan Daun Lamun
Thallasia hemprichi yang ditransplantasi dengan Metode Plug.
Hasil pengukuran pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi yang ditransplantasi dengan metode PLUG selama penelitian dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Hasil Pengukuran Laju
Pertumbuhan Daun Lamun
Thallasia hemprichi (Metode
Plug)
Berdasarkan hasil pengolahan data laju pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi yang ditransplantasi menggunakan metode plug diatas diperoleh rata-rata pertumbuhan daun lamun perminggu adalah sebagai berikut : - T1 sebesar 0,23 cm
- T2 sebesar 0,49 cm - T3 sebesar 0,66 cm - T4 sebesar 0,49 cm - T5 sebesar 0,38 cm
Hasil analisis data laju pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi yang ditransplantasi dengan metode plug menggunakan One-Way Anova dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Uji One-Way ANOVA Laju
Pertumbuhan Daun Lamun
Thallasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan Metode Plug.
Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model ,499(a) 4 ,125 3,096 ,039 Intercept 5,099 1 5,099 126,565 ,000 Tegakan ,499 4 ,125 3,096 ,039 Error ,806 20 ,040 Total 6,403 25 Corrected Total 1,305 24
Berdasarkan uji One-Way ANOVA pada laju pertumbuhan daun lamun Thallasia
hemprichi yang ditransplantasi dengan metode
plug didapat nilai signifikan sebesar 0,039 atau nilai signifikan lebih kecil α (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata dari laju pertumbuhan daun lamun Thallasia
hemprichi yang ditransplantasi dengan metode
plug; sehingga bisa dikatakan jumlah tegakan lamun memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan daun lamun perminggu selama penelitian. Karena ada perbedaan nyata maka dilakukan uji statistik lanjutan meggunakan uji Post Hoc Duncan dengan tingkat ketelitian sebesar 95% untuk melihat nilai perbedaan antara laju pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi pada setiap perlakuan. Hasil analisis data laju pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi perminggu mengunakan uji Post Hoc Duncan dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Uji Post Hoc Duncan Laju
Pertumbuhan Daun Lamun
Thallasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan Metode Plug.
Berdasarkan uji Post Hoc Duncan dengan tingkat ketelitian 95% pada pertumbuhan daun lamun Thallasia hemprichi yang ditransplantasi dengan metode TERFs didapatkan nilai signifikan sebesar 0,071 cm untuk perlakuan T1 (tegakan 1), T5 (tegakan ), T2 (tegakan 2), dan T4 (tegakan 4); nilai signifikan sebesar 0,057 cm untuk perlakuan 5 (tegakan 5), T2 (tegakan 2), T4 (tegakan 4), dan
T3 (tegakan 3). Hasil uji Post Hoc Duncan
menunjukkan bahwa nilai perbedaan paling besar terdapat pada kelompok pertama yang merupakan kelompok dengan laju pertumbuhan daun lamun tertinggi selama penelitian.
Laju pertumbuhan daun lamun
Thallassia hemprichi diduga dipengaruhi oleh
penanganan bibit sebelum melakukan transplantasi, pemotongan bibit lamun sebelum melakukan transplantasi diduga membuat bibit lamun Thallasia hemprichi menjadi stress; selain itu tingkat adaptasi lamun Thallasia
hemprichi terhadap lingkungan baru di lokasi
transplantasi diduga berpengaruh terhadap laju pertumbuhan daun lamun, hal ini dibuktikan dengan laju pertumbuhan daun lamun pada minggu pertama yang tergolong sangat kecil. Setelah melakukan adaptasi dilingkungan di tempat transplantasi barulah pertumbuhan daun lamun relatif stabil. Menurut Febriyantoro, et al (2013) pada awal perlakuan tumbuhan lamun melakukan penyesuaian terlebih dahulu melakukan penyesuaian terlebih dahulu dengan lingkungan yang baru dan pemulihan pada bagian tubuh yang terluka akibat pemotongan, setelah beberapa waktu dapat tumbuh dengan perlahan dan stabil.
Kadar nutrien (nitrat dan fosfat) juga menjadi faktor utama dalam pertumbuhan daun lamun, perbedaaan daya serap nutrisi antar perlakuan diduga menjadi faktor yang membuat laju pertumbuhan daun lamun setiap perlakuan mengalami perbedaan. Hal ini didukung oleh pernyataan nitrat merupakan unsur nutrien dalam perairan yang membatasi pertumbuhan lamun (McRoy dan McMillan, 1977; dalam Short, 1981; dalam Philips dan Menez, 1988;
dalam Wulandari, 2013).
Kondisi perairan di lokasi transplantasi diduga berpengaruh terhadap pertumbuhan lamun Thalllasia hemprichi, gelombang dan arus yang kencang akan membuat sedimen di dasar perairan terangkat dan hal ini akan membuat kondisi perairan menjadi keruh. Kondisi periran yang keruh membuat cahaya matahari yang masuk ke perairan menjadi berkurang, hal ini membuat proses fotosintesis lamun Thalllasia hemprichi menjadi terhambat tentu hal ini akan membuat laju pertumbuhan daun lamun menjadi terganggu.
Menurut Riniatsih et al, 2001 dalam Riniatsih dan Hadi Endrawati, 2013; pertumbuhan daun lamun hasil transplantasi lebih rendah dari pertumbuhan lamun secara alami, hal ini karena energi dari proses
Tegakan N Subset 1 2 1 1,00 5 ,2320 5,00 5 ,3820 ,3820 2,00 5 ,4900 ,4900 4,00 5 ,4940 ,4940 3,00 5 ,6600 Sig. ,071 ,057
fotosintesis mengalami penurunan sebagai
akibat dari adaptasi dengan lokasi transplantasi yang berbeda dengan lokasi padang lamun donor hal ini diduga menyebabkan proses fotosintesis sementara tidak dapat berjalan dengan sempurna dan pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan daun lamun. Energi hasil fotosintesis untuk sementara waktu akan terpakai untuk perbaikan jaringan tumbuhan, setelah jenuh maka jaringan tersebut baru akan melakukan pembelahan sel untuk pertumbuhan jaringan baru berupa tumbuhnya daun muda dan daun tua.
C. Jumlah Tegakan Optimal Untuk
Pertumbuhan Lamun Thallasia
hemprichi
Penentuan jumlah tegakan ditentukan berdasarkan hasil analisis laju pertumbuhan daun lamun dan tingkat kelangsungan hidup lamun. Hasil analisis dilihat perlakuan jumlah tegakan sedikit mungkin tetapi memiliki laju pertumbuhan dan nilai kelangsungan hidup yang tertinggi; ataupun tidak berbeda nyata dari perlakuan dengan parameter pertumbuhan tertinggi.
Penentuan jumlah tegakan yang optimal bagi pertumbuhan lamun Thalllasia hemprichi dilihat dari laju pertumbuhan daun lamun yang ditransplantasi dengan metode TERFs dan plug dan tingkat kelangsungan hidup lamun
Thalllasia hemprichi yang ditransplantasi
dengan metode TERFs dan plug; untuk laju pertumbuhan daun lamun digunakan uji lanjut
Post Hoc Duncan, sedangkan untuk
kelangsungan hidup lamun Thalllasia hemprichi menggunakan uji One-Way Anova. Tabel 10. Penentuan Jumlah Tegakan Optimal
Tingkat Kelangsungan Hidup Lamun
Thalllasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan Metode
TERFs. Tegakan N Subset 1 1 5,00 5 52,0000 1,00 5 80,0000 2,00 5 90,0000 3,00 5 80,0000 4,00 5 90,0000 Sig. ,107
Tabel 11. Penentuan Jumlah Tegakan Optimal
Tingkat Kelangsungan Hidup Lamun Thalllasia hemprichi yang ditransplantasi dengan Metode Plug.
Tabel 12. Penentuan Jumlah Tegakan Optimal
Laju Pertumbuhan Daun Lamun
Thalllasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan Metode
TERFs.
Tegakan
N
Subset
1
2
1
5,00
5
,2700
1,00
5
,2920
4,00
5
,3180
2,00
5
,5200
3,00
5
,5380
Sig.
,573
,822
Tabel 13. Penentuan Jumlah Tegakan Optimal
Laju Pertumbuhan Daun Lamun
Thalllasia hemprichi yang
ditransplantasi dengan Metode Plug.
Tegakan
N
Subset
1
2
1
1,00
5
,2320
5,00
5
,3820
,3820
2,00
5
,4900
,4900
4,00
5
,4940
,4940
3,00
5
,6600
Sig.
,071
,057
Berdasarkan hasil analisis laju pertumbuhan daun lamun dan tingkat kelangsungan hidup lamun Thalllasia hemprichi menunjukkan bahwa jumlah tegakan
optimal bagi pertumbuhan lamun yang ditransplantasi dengan metode TERFs adalah perlakuan dengan jumlah tegakan 2 dan metode plug didapat hasil yang sama yaitu perlakuan dengan jumlah tegakan 2, yaitu perlakuan
Tegakan N Subset 1 1 4,00 5 50,0000 3,00 5 53,3300 1,00 5 60,0000 2,00 5 60,0000 5,00 5 64,0000 Sig. ,434
dengan jumlah tegakan sedikit mungkin, tetapi memiliki nilai laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup tertinggi.
Pertumbuhan lamun Thalllasia
hemprichi di lokasi transplantasi dipengaruhi
oleh banyak faktor. Berdasarkan uji kandungan nutrien dilokasi transplantasi didapat hasil bahwa nutrien (nitrat dan fosfat) sangat rendah kandungannya, hal ini tentu menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan lamun
Thalllasia hemprichi.
Bibit lamun yang diambil tidak jauh dari lokasi transplantasi juga menjadi faktor pendukung pertumbuhan lamun Thalllasia
hemprichi, bibit lamun yang diambil dari
padang lamun donor mudah melakukan adaptasi karena kondisi perairan di lokasi padang lamun donor sama dengan kondisi perairan di lokasi transplantasi.
Pertumbuhan tegakan lamun Thalllasia
hemprichi yang optimal ini dinilai sebagai
pertumbuhan lamun yang efektif dan efisien dalam kegiatan transplantasi lamun Thalllasia
hemprichi. Hal ini dilihat dari jumlah tegakan
yang sedikit, tetapi memiliki laju pertumbuhan tercepat atau tertinggi dan tingkat kelangsungan hidup yang baik.
D. Parameter Kualitas Perairan di
Lokasi Transplantasi
Kondisi perairan merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap ekosistem padang lamun, berikut hasil pengukuran parameter perairan selama penelitian.
Tabel 14. Hasil Pengukuran Parameter
Perairan Selama Penelitian
No Parameter Perairan Satuan Ukur Nilai Rata-rata Standar Baku Mutu 1 Suhu 0C 28,7 28-30 2 Salinitas 0/ 00 32,2 33-34 3 pH Asam/basa 8,7 7-8,5 4 Arus m/s 0,17 - 5 DO mg/L 6,65 >5 6 Kecerahan % 100% (Tampak Dasar) - 1. Suhu
Hasil pengukuran suhu di lokasi penelitian didapatkan nilai rata-rata sebesar 28,50C, suhu di lokasi penelitian sangat
mendukung bagi pertumbuhan lamun. Menurut Kepmen LH No 51 Tahun 2004 suhu optimum
untuk ekosistem padang lamun berkisar antara 28-300C. Lamun dapat mentolerir suhu perairan
antara 26-360C, akan tetapi suhu optimum
untuk fotosintesis lamun berkisar antara 28-300C (Phillips dan Menez, 1988). Menurut
Glynn (1968) dalam Kordi, et al (2011) bahwa, daun Thalasia akan mati pada suhu 35-40 oC,
walaupun rhizomanya tidak berpengaruh, demikian pula pada suhu yang terlampau rendah juga dapat mematikan tumbuhan lamun di daerah sub tropis.
Suhu sangat berpengaruh bagi lamun, suhu mempengaruhi proses-proses fisiologis yaitu fotosintesis, tingkat respirasi, pertumbuhan, dan reproduksi. Proses- proses fisiologis akan menurun tajam apabila suhu perairan berada diluar kisaran antara 28-300C
(Berwich, 1983 dalam Faiqoh, 2006 dalam Sambara, 2014).
2. Salinitas
Hasil pengukuran salinitas di lokasi penelitian didapatkan nilai rata-rata sebesar 32,20/
00 , salinitas di lokasi penelitian cukup
mendukung bagi pertumbuhan lamun. Menurut Kepmen LH No 51 Tahun 2004 salinitas optimum untuk ekosistem padang lamun berkisar antara 33-34 0/
00. Lamun memiliki
kemampuan yang berbeda-beda dalam
mentoleransi salinitas tergantung jenisnya, umumnya dapat mentolerir kisaran salinitas antara 10-40 0/
00 (Dahuri, et al, 2001 dalam
Sambara, 2014).
Menurut Hilman, et all (1989) dalam Asriani (2014), kisaran salinitas 24 0/
00 – 35 0/00
dapat mendukung pertumbuhan lamun. Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan fotosintesis lamun (Dahuri, 2001
dalam Asriani, 2014).
3. pH
Hasil pengukuran pH di lokasi penelitian didapatkan nilai rata-rata sebesar 8,7. Menurut Kepmen LH No 51 Tahun 2004 pH optimum untuk ekosistem padang lamun berkisar antara 7 – 8,5. Berdasarkan hal ini jadi bisa disimpulkan bahwa pH di lokasi penelitian kurang mendukung untuk pertumbuhan lamun.
4. Arus
Hasil pengukuran arus di lokasi penelitian didapatkan nilai rata-rata sebesar 0,17 m/s. Arus di lokasi penelitian sangat mendukung untuk pertumbuhan lamun, hal ini didukung oleh pernyataan Phillips dan Menez (1988) yang menyatakan lamun umumnya dapat tumbuh pada perairan tenang dengan kecepatan arus sampai dengan 3,5 knots (0,70
m/s). Pertumbuhan lamun sangat dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan. Arus dan pergerakan air sangat penting dalam karena terkait dengan suplai unsur hara, sediaan gas-gas terlarut, dan menghalau sisa-sisa metabolisme atau limbah. Pada ekosistem padang lamun arus menentukan tingginya produktivitas primer, melalui pencampuran dan penyebaran unsur hara dan gas-gas, serta memindahkan limbah (Kordi, et al 2011).
5. Oksigen Terlarut (DO)
Hasil pengukuran salinitas di lokasi penelitian didapatkan nilai rata-rata sebesar 6,65 mg/L. Oksigen terlarut di lokasi penelitian sangat mendukung untuk pertumbuhan lamun. DO berfungsi membantu proses metabolisme biota yang hidup di dalam perairan. \
6. Kecerahan
Nilai kecerahan di lokasi penelitian sebesar 100 % (tampak dasar), kecerahan peraran di lokasi transplantasi sangat mendukung untuk proses fotosintesis lamun, hal ini karena penetrasi cahaya matahari sampai kedasar perairan.
7. Nutrien (Fosfat dan Nitrat)
Hasil pengujian nitrat dan fosfat pada sedimen di lokasi transplantasi lamun didapat nilai sebesar 2,002 mg/L (fosfat/PO4), dan <0,1
mg/L (nitrat/NO3). Tingkat kesuburan perairan
berdasarkan kandungan fosfat dapat dilihat dari tabel 24 berikut:
Tabel 15. Tingkat Kesuburan Berdasarkan
Kandungan Fosfat (Sulaeman, 2005 dalam Sambara, 2014).
Kandungan Fosfat Tingkat Kesuburan
<5 ppm Kesuburan sangat rendah
5-10 ppm Kesuburan rendah
11-15 ppm Kesuburan sedang
16-20 ppm Kesuburan baik sekali
>21 Kesuburan sangat baik
Berdasarkan hasil pengujian kandungan fosfat di lokasi penelitian tergolong dalam kategori sangat rendah (kesuburan sangat rendah). Hal ini dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan lamun. Menurut Smith, 1950
dalam Yatim, 2005 dalam Sambara, 2014),
fosfat sangat diperlukan bagi pertumbuhan lamun, dan sangat berpengaruh pada produktivitas biomassa.
Kandungan nitrat di lokasi transplantasi sebesar <0,1 mg/L, kandungan ini tergolong
rendah (kesuburan rendah), menurut Yatim (2005) dalam Sambara (2014), konsentrasi nitrat dalam tanah dibagi 3 bagian, yaitu <3 ppm (rendah), 3-10 ppm (sedang), dan >10 (tinggi). Kandungan nitrat di lokasi penelitian
yang rendah berpengaruh terhadap
pertumbuhan lamun. Kandungan nitrat yang tinggi cenderung menyebabkan pertumbuhan yang tinggi pula (Supriadi, et al, 2006 dalam Sambara, 2014
).
V.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Laju pertumbuhan daun lamun berbeda untuk tiap tegakan pada metode TERFs dan plug, untuk metode TERFs rata-rata laju pertumbuhan daun lamun perminggu sebesar 0,27 – 0,53 cm, dengan rata-rata tingkat kelangsungan hidup sebesar 78,4 %; sedangkan untuk metode plug rata-rata laju pertumbuhan daun lamun perminggu sebesar 0,23 – 0,66 cm, dengan rata-rata tingkat kelangsungan hidup sebesar 57,4 %. 2. Jumlah tegakan optimal yang diperoleh adalah tegakan 2 untuk metode TERFs dan plug sebagai tegakan yang efektif dan efisien dalam transplantasi lamun secara berkelanjutan.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis menyarankan hal-hal berikut:
1. Kegiatan transplantasi lamun Thallasia
hemprichi sebaiknya menggunakan bibit
lamun dengan jumlah tegakan 2, agar didapat hasil yang efektif dan efisien. 2. Pemilihan lokasi untuk kegiatan
transplantasi lamun harus diperhatikan, kegiatan transplantasi lamun sebaiknya dilakukan pada daerah dengan gelombang dan arus yang tidak terlalu kuat, hal ini untuk menghindari kegagalan dalam kegiatan transplantasi lamun.
3. Pemilihan musim sebelum melakukan kegiatan transplantasi lamun sangat perlu dilakukan; sebaiknya kegiatan transplantasi lamun dilakukan pada musim timur karena pada saat itu gelombang dan arus tidak terlalu kuat.
4. Sebaiknya dilakukan penelitian pengaruh
pertumbuhan lamun Thallasia hemprichi hasil transplantasi, serta penelitian mengenai pengaruh musim terhadap tingkat keberhasilan transplantasi lamun.
DAFTAR PUSTAKA
Asriani, Nenni. 2014. Tingkat Kelangsungan
Hidup dan Persen Penutupan Berbagai Jenis Lamun yang Ditransplantasi di
Pulau Barranglompo. Skripsi.
Universitas Hasanuddin. Makassar. Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. 2006.
Metode Penanaman Lamun. BTNKpS.
Jakarta.
Febriyantoro, I. Riniatsih, dan H. Endrawati.
2013. Rekayasa Teknologi
Transplantasi Lamun (Enhalus
acoroides) di Kawasan Padang Lamun Perairan Prawean Bandengan Jepara.
Jurnal Penelitian Kelautan. Volume 1. Nomor 1.
Hutomo, M & Soemodihardjo, S. 1992.
Prosiding Lokakarya Nasional
Penyusunan Program Penelitian
Biologi Kelautan dan Proses Dinamika Pesisir. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia – Universitas Diponegoro. Kementerian Lingkungan Hidup. 2004.
Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004. Tentang Kriteria Baku Mutu Air
Laut Untuk Biota Air Laut.
Kiswara W. 2009. Perspektif Lamun dalam
Produktifitas Hayati Pesisir. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional 1 Pengelolaan Ekosistem Lamun “Peran Ekosistem Lamun dalam Produktifitas Hayati dan Meregulasi Perubahan Iklim”. 18 November 2009.
PKSPL-IPB, DKP, LH, dan LIPI. Jakarta.
Kordi K, M Ghufran H & A.B. Bancung. 2011.
Padang Lamun. Rineka Cipta: Jakarta.
Larkum, W.D, Anthony, R.J. Orth, and C.M. Duarte. 2006. Seagrasses: Biology,
Ekology and Conservation. Springer.
Netherlands.
Marabessy, Djen Muhammad. 2010. Sumber
Daya Ikan di Daerah Padang Lamun Pulau-Pulau Derawan, Kalimantan Timur. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 36 (2) : 193-210.
McKenzie, L.J. 2007. Seagrass-watch: Guidelines for Philippine Participants Proceedings of training workshop,
Bolinao marine Laboratory, University of the Philippines, 9th – 10th April 2007 (DPI&F, Cairns). 36pp
Nadiarti, E. Riani, I. Djuwita, S. Budiharsono, A. Purbayanto dan H. Asmus. 2012.
Challenging for seagrass management in Indonesia. Journal of Coastal
Development 15:234-242.
Patty, I Simon and Rifai, Husen. 2013.
Community Structure of Seagrass Meadows In Mentehage Island Waters,
North Sulawesi. Jurnal Ilmiah
Platax.Vol. 1: No. 4.
Phillips, R.C. dan E.G Menez. 1988. Seagrasses. Smithsonian Institution Press, Washington, D.C. 104 pp. Poedjirahajoe, Erny, Mahayani, N.P. Diana,
S.B. Rahardjo, dan M. Salamuddin. 2013. Tutupan lamun dan Kondisi
Ekosistem di Kawasan Pesisir
Madasanger, Jelenga, dan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis.
Vol. 5: No. 1.
Riniatsih, Ita dan H. Endrawati. 2013.
Pertumbuhan Lamun Hasil
Transplantasi Jenis Cymodocea
rotundata di Padang Lamun Teluk Awur Jepara. Buletin Oseanografi
Marina Januari 2013. vol. 2 34 – 40 Sambara, Rapi Zusan. 2014. Laju Penjalaran
Rhizoma Lamun yang Ditransplantasi Secara Multi Spesies di Pulau Barrang
Lompo. Skripsi. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Supriadi. 2003. Produktivitas Lamun E.
acoroides (Linn. F) Royle dan
Thalassia hemprichii (Enrenb)
Ascherson di Pulau Barrang Lompo Makassar (Tesis). Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Tristanto, Riki, P.A. Megawati, P.A.
Situmorang, dan Suryanti. 2014.
Optimalisasi Pemanfaatan Daun
Lamun Thalassia hemprichii Sebagai Sumber Anti Oksidan Alami. Jurnal
Saintek Perikanan. Vol. 10: No. 1. Widiastuti, I. M. 2009. Pertumbuhan dan
Kelangsungan Hidup (Survival Rate) Ikan Mas (Cyprinus carpio) yang Dipelihara dalam Wadah Terkontrol dengan Padat Penebaran Berbeda.
Wulandari, D, I. Riniatsih, dan E. Yudiati. 2013. Transplantasi Lamun Thalassia
hemprichii Dengan Metode Jangkar di Perairan Teluk Awur dan Bandengan, Jepara. Journal of Marine Research.