• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecelakaan Kerja

2.1.1. Pengertian Kecelakaan Kerja

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda (Suma‟mur, 2009).

Kecelakaan kerja merupakan hasil langsung dari tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman, yang keduanya dapat dikontrol oleh manajemen. Tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman disebut sebagai penyebab langsung (immediate / primary causes) kecelakaan karena keduanya adalah penyebab yang jelas / nyata dan secara langsung terlibat pada saat kecelakaan terjadi (Reese, 2009).

Kecelakaan kerja adalah suatu kecelakaan yang terjadi pada saat seseorang melakukan pekerjaan. Kecelakaan kerja merupakan peristiwa yang tidak

(2)

direncanakan yang disebabkan oleh suatu tindakan yang tidak berhati-hati atau suatu keadaan yang tidak aman atau kedua-duanya (Sheddy, 2008).

Menurut Silalahi (1991) kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Foressman (1973) mendefinisikan bahwa kecelakaan kerja adalah terjadinya suatu kejadian akibat kontak antara ernegi yang berlebihan (agent) secara akut dengan tubuh yang menyebabkan kerusakan jaringan/organ atau fungsi faali.

Word Health Organization (WHO) mendefinisikan kecelakaan kerja sebagai suatu kejadian yang tidak dapat dipersiapkan penanggulangan sebelumnya, sehingga menghasilkan cidera yang riil.

2.1.2. Penyebab Kecelakaan Kerja

Menurut Ramli (2010) kecelakaan kerja merupakan salah satu masalah yang besar di perusahaan dan banyak menimbulkan kerugian. Menurut statistik 85% penyebab kecelakaan adalah tindakan yang berbahaya (unsafe act) dan 15% disebabkan oleh kondisi yang berbahaya (unsafe condition). Secara garis besar sebab-sebab kecelakaan adalah :

1. Kondisi yang berbahaya (unsafe condition) yaitu faktor-faktor lingkungan fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan seperti mesin tanpa pengaman, penerangan yang tidak sesuai, Alat Pelindung Diri (APD) tidak efektif, lantai yang berminyak, dan lain-lain.

(3)

2. Tindakan yang berbahaya (unsafe act) yaitu perilaku atau kesalahan-kesalahan yang dapat menimbulkan kecelakaan seperti cerobah, tidak memakai alat pelindung diri, dan lain-lain, hal ini disebabkan oleh gangguan kesehatan, gangguan penglihatan, penyakit, cemas serta kurangnya pengetahuan dalam proses kerja, cara kerja, dan lain-lain.

Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab kecelakaan kerja. Ada faktor yang merupakan unsur tersendiri dan beberapa diantaranya adalah faktor yang menjadi unsur penyebab bersama-sama.

2.1.3. Teori Penyebab Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam dunia kerja, terjadinya kecelakaan kerja ini dapat kita pelajari dan diupayakan pencegahannya. Adapun beberapa teori mengenai penyebab kecelakaan kerja, yaitu:

1. Teori Heinrich ( Teori Domino)

Teori ini mengatakan bahwa suatu kecelakaan terjadi dari suatu rangkaian kejadian . Ada lima faktor yang terkait dalam rangkaian kejadian tersebut yaitu lingkungan, kesalahan manusia, perbuatan atau kondisi yang tidak aman, kecelakaan, dan cedera atau kerugian ( Ridley, 2004).

2. Teori Multiple Causation

Teori ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kemungkinan ada lebih dari satu penyebab terjadinya kecelakaan. Penyebab ini mewakili perbuatan, kondisi atau situasi yang tidak aman. Kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan kerja tersebut perlu diteliti.

(4)

3. Teori Gordon

Menurut Gordon (1949), kecelakaan merupakan akibat dari interaksi antara korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang kompleks, yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan mempertimbangkan salah satu dari 3 faktor yang terlibat. Oleh karena itu, untuk lebih memahami mengenai penyebab-penyebab terjadinya kecelakaan maka karakteristik dari korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang mendukung harus dapat diketahui secara detail.

4. Teori Domino terbaru

Widnerdan Bird dan Loftus mengembangkan teori Domino Heinrich untuk memperlihatkan pengaruh manajemen dalam mengakibatkan terjadinya kecelakaan.

5. Teori Reason

Reason (1995-1997) menggambarkan kecelakaan kerja terjadi akibat terdapat “lubang” dalam sistem pertahanan. Sistem pertahanan ini dapat berupa pelatihan-pelatihan, prosedur atau peraturan mengenai keselamatan kerja.

6. Teori Frank E. Bird Petersen

Penelusuran sumber yang mengakibatkan kecelakaan. Bird mengadakan modifikasi dengan teori domino Heinrich dengan menggunakan teori manajemen, yang intinya sebagai berikut:

a. Manajemen kurang kontrol b. Sumber penyebab utama

(5)

d. Kontak peristiwa (kondisi di bawah standar) e. Kerugian gangguan (tubuh maupun harta benda)

Usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya berhasil apabila dimulai dari memperbaiki manajemen tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Kemudian, praktek dan kondisi di bawah standar merupakan penyebab terjadinya suatu kecelakaan dan merupakan gejala penyebab utama akibat kesalahan manajemen (Soekidjo, 2010).

2.1.4. Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kecelakaan akibat kerja ini diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan, yakni:

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan : a. Terjatuh

b. Tertimpa benda

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda d. Terjepit oleh benda

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan f. Pengaruh suhu tinggi

g. Terkena arus listrik

h. Kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi 2. Klasifikasi menurut penyebab :

(6)

b. Alat angkut: alat angkut darat, udara, dan air

c. Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin, alat-alat listrik, dan sebagainya

d. Bahan-bahan,zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak,gas, zat-zat kimia, dan sebagainya

e. Lingkungan kerja (di luar bangunan, di dalam bangunan dan di bawah tanah) f. Penyebab lain yang belum masuk tersebut di atas

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan : a. Patah tulang

b. Dislokasi ( keseleo ) c. Regang otot (urat)

d. Memar dan luka dalam yang lain e. Amputasi

f. Luka di permukaan g. Geger dan remuk h. Luka bakar

i. Keracunan-keracunan mendadak j. Pengaruh radiasi

k. Lain-lain

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh : a. Kepala

(7)

c. Badan d. Anggota atas e. Anggota bawah f. Banyak tempat

g. Letak lain yang tidak termasuk dalam klsifikasi tersebut. 2.1.5. Dampak Kecelakaan Kerja

Berikut ini merupakan penggolongan dampak dari kecelakaan kerja : 1. Meninggal dunia

Dalam hal ini termasuk kecelakaan yang paling fatal yang menyebabkan penderita meninggal dunia walaupun telah mendapatkan pertolongan dan perawatan sebelumnya.

2. Cacat permanen total

Merupakan cacat yang mengakibatkan penderita secara permanen tidak mampu lagi sepenuhnya melakukan pekerjaan produktif karena kehilangan atau tidak berfungsinya lagi bagian-bagian tubuh seperti: kedua mata, satu mata adan satu tangan atau satu lengan atau satu kaki. Dua bagian tubuh yang tidak terletak pada satu ruas tubuh.

3. Cacat permanen sebagian

Cacat yang mengakibatkan satu bagian tubuh hilang atau terpaksa dipotong atau sama sekali tidak berfungsi.

(8)

Kondisi sementara ini dimaksudkan baik ketika dalam masa pengobatan maupun karena harus beristirahat menunggu kesembuhan, sehingga ada hari-hari kerja hilang dalam arti yang bersangkutan tidak melakukan kerja produktif.

2.1.6. Pencegahan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan :

1. Perundang-undangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis dan pemeriksaan kesehatan.

2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi atau tidak resmi mengenai misalnya konstruksi yang memenuhi syarat-syarat keselamatan jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktek-praktek keselamatan dan higiene umum atau alat-alat perlindungan diri.

3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang diwajibkan.

4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat dan ciri-ciri, bahan-bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan debu atau penelaahan tentang bahan-bahan dan desain paling tepat untuk tambang-tambang pengangkatan dan peralatan pengangkat lainnya.

(9)

5. Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis dan patologis faktor-faktor lingkungan dan teknologis, dan keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.

6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.

7. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi, banyaknya, mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa dan apa sebab-sebabnya.

8. Pendidikan, yang menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum teknik, sekolah-sekolah perniagaan atau kursus-kursus pertukangan.

9. Latihan-latihan, yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga kerja yang baru dalam keselamatan kerja.

10. Penggairahan, yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk menimbulkan sikap untuk selamat.

11. Asuransi, yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan, jika tindakan-tindakan keselamatan sangat baik.

12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan yang merupakan ukuran utama efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja. Pada perusahaanlah kecelakaan-kecelakaan terjadi, sedangkan pola-pola kecelakaan pada suatu perusahaan sangat tergantung kepada tingkat kesadaran akan keselatan kerja oleh semua pihak yang bersangkutan.

(10)

2.2. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) 2.2.1. Pengertian SMK3

Sistem merupakan seperangkat unsur yg secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas (KBBI, 1990). Dalam Encylopedia of the social sciences dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses dengan proses mana pelaksanaan suatu tujuan tertentu di selenggarakan dan di awasi. Menurut Depnaker RI (2005) Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah segala daya upaya dan pemikiran yang dilakukan dalam rangka mencegah, mengurangi dan menanggulangi terjadinya kecelakaan dan dampaknya melalui langkah-langkan identifikasi, analisa, dan pengendalian bahaya secara tepat dan melaksanakan perundang-undangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja.

Menurut Kepmenaker No. 5 tahun 1996, SMK3 merupakan bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

SMK3 merupakan konsep pengelolaan secara sistematis dan komprehensif dalam suatu sistem manajemen yang utuh melalui proses perencanaan, penerapan, pengukuran dan pengawasan (Ramli, 2010).

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,

(11)

perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif (PP No. 50 Tahun 2012).

2.2.2. Tujuan SMK3

Berbagai tujuan Sistem Manajemen K3 dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Alat ukur kinerja K3 dalam organisasi

Sistem Manajemen K3 digunakan untuk menilai dan mengukur kinerja penerapan K3 dalam organisasi. Dengan membandingkan pencapaian K3 organisasi dengan persyaratan tersebut, organisasi dapat mengetahui tingkat pencapaian K3. Pengukuran ini dilakukan melalui audit Sistem Manajemen K3.

2. Pedoman implementasi K3 dalam organisasi

Sistem Manajemen K3 dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam mengembangkan Sistem Manajemen K3. Beberapa bentuk Sistem Manajemen K3 yang digunakan sebagai acuan misalnya ILO OHSMS Guidelines, API HSE MS Guideline, Oil and Gas Producer Forum (OGP) HSEMS Guidelines dan lainnya.

3. Dasar penghargaan (awards)

Sistem Manajemen K3 juga digunakan sebagai dasar untuk pemberian penghargaan K3 atas pencapaian kinerja K3. Penghargaan K3 diberikan baik oleh instansi pemerintah maupun lembaga independen lainnya seperti Sword of Honour dari British Safety Council, Five Star Safety Rating System dari DNV atau National

(12)

Safety Council Award dan SMK3 dari Depnaker. Penghargaan K3 diberikan atas pencapaian kinerja K3 sesuai dengan tolok ukur masing-masing. Karena bersifat penghargaan, maka penilaian hanya berlaku untuk periode tertentu.

4. Sertifikasi

Sistem Manajemen K3 juga dapat digunakan untuk sertifikasi penerapan manajemen K3 dalam organisasi. Sertifikasi diberikan oleh lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi oleh suatu badan akreditasi.

2.2.3. Proses SMK3

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja terdiri atas dua unsur pokok yaitu proses manajemen dan elemen-elemen implementasinya. Proses SMK3 menjelaskan bagaimana sistem manajemen tersebut dijalankan atau digerakkan. Sedangkan elemen merupakan komponen-komponen kunci yang terintegrasi satu dengan lainnya membentuk satu kesatuan sistem manajemen.

Pada Sistem Manajemen K3 menerapkan pendekatan PDCA (plan-do-check-action) yaitu mulai dari perencanaan, penerapan, pemeriksaan dan tindakan perbaikan. Sistem Manajemen K3 akan berjalan terus menerus secara berkelanjutan selama aktivitas organisasi masih berlangsung (Ramli, 2010).

(13)

Siklus PDCA merupakan metode peningkatan mutu yang dilakukan setahap demi setahap untuk memperoleh hasil kerja yang efektif dan terpercaya. Adapun tahapannya sebagai berikut (Sunu, 1999) :

a. Rencanakan (Plan) : Menetapkan tujuan dan proses yang diperlukan untuk menyerahkan hasil sesuai dengan kebijakan organisasi K3.

b. Laksanakan (Do) : Sistem Manajemen K3 dimulai dengan penetapan kebijakan K3 oleh manajemen puncak sebagai perwujudan komitmen manajemen dalam mendukung penerapan K3. Kebijakan K3 selanjutnya dikembangkan dalam perencanaan. Tanpa perencanaan yang baik, proses K3 berjalan tanpa arah (misguided), tidak efisien dan tidak efektif.

c. Periksa (Check) : Memantau dan mengukur proses terhadap kebijakan, tujuan, peraturan dan persyaratan lainnya, kemudianlaporkan hasilnya.

d. Tindak lanjuti (Act) : Melakukan tindakan untuk perbaikanberkelanjutan dari kinerja K3.

Berdasarkan hasil perencanaan tersebut dilanjutkan dengan penerapan operasional, melalui pengerahan semua sumber daya yang ada, serta melakukan berbagai program dan langkah pendukung untuk mencapai keberhasilan.

2.2.4. Penerapan SMK3 di Perusahaan

Beberapa tahapan penerapan SMK3 di perusahaan antara lain: 1. Penetapan Kebijakan K3

Pengusaha dalam menyusun kebijakan K3 paling sedikit harus: a. melakukan tinjauan awal kondisi K3, meliputi:

(14)

 perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain yang lebih baik

 peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan;

 kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan dengan keselamatan; dan

 penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan. b. memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus-menerus c. memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat

buruh.

Muatan Kebijakan K3 paling sedikit memuat visi, tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan, dan kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional.

2. Perencanaan K3

Yang harus dipertimbangkan dalam menyusun rencana K3: a. hasil penelaahan awal

b. identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko c. peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya d. sumber daya yang dimiliki.

3. Pelaksanaan Rencana K3

Dalam melaksanakan rencana K3 didukung oleh sumber daya manusia di bidang K3, prasarana, dan sarana.

(15)

a. Sumber daya manusia harus memiliki:

1. kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat

2. kewenangan di bidang K3 yang dibuktikan dengan surat izin kerja/operasi dan/atau surat penunjukkan dari instansi yang berwenang. b. Prasarana dan sarana paling sedikit terdiri dari:

1. organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang K3 2. anggaran yang memadai

3. prosedur operasi/kerja, informasi dan pelaporan serta pendokumentasian 4. instruksi kerja

c. Dalam melaksanakan rencana K3 harus melakukan kegiatan dalam pemenuhan persyaratan K3.Kegiatan tersebut:

1. Tindakan pengendalian

2. perancangan (design) dan rekayasa 3. prosedur dan instruksi kerja

4. penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan 5. pembelian/pengadaan barang dan jasa 6. produk akhir

7. upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri 8. rencana dan pemulihan keadaan darurat

d. Kegiatan 1 – 6 dilaksanakan berdasarkan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko

e. Kegiatan 7 dan 8 dilaksanakan berdasarkan potensi bahaya, investigasi dan analisa kecelakaan

(16)

f. Agar seluruh kegiatan tersebut bisa berjalan, maka harus:

1. Menunjuk SDM yang kompeten dan berwenang dibidang K3 2. Melibatkan seluruh pekerka/buruh

3. Membuat petunjuk K3 4. Membuat prosedur informasi 5. Membuat prosedur pelaporan

6. Mendokumentasikan seluruh kegiatan

g. Pelaksanaan kegiatan diintegrasikan dengan kegiatan manajemen perusahaan

4. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3

a. Melalui pemeriksaan, pengujian, pengukuran dan audit internal SMK3 dilakukan oleh sumber daya manusia yang kompeten

b. Dalam hal perusahaan tidak mempunyai SDM dapat menggunakan pihak lain

c. Hasil pemantauan dilaporkan kepada pengusaha

d. Hasil tersebut digunakan untuk untuk melakukan tindakan pengendalian e. Pelaksanaan pemantauan & Evaluasi dilakukan berdasarkan peraturan

Perundang-undangan

5. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3

a. Untuk menjamin kesesuaian dan efektifitas penerapan SMK3, dilakukan peninjauan terhadap kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi

(17)

c. Perbaikan dan peningkatan kinerja dilaksanakan dalam hal : 1. terjadi perubahan peraturan perundang-undangan 2. adanya tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar 3. adanya perubahan produk dan kegiatan perusahaan 4. terjadi perubahan struktur organisasi perusahaan

5. adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemiologi

6. adanya hasil kajian kecelakaan di tempat kerja 7. adanya pelaporan

8. adanya masukan dari pekerja/buruh

2.2.5. Penerapan SMK3 di PT Chevron Pacific Indonesia Duri

Beberapa program penerapan SMK3 di PT CPI dimodifikasi dari OHSAS 18001 (Occupational Health and Safety Assessment Series) dan PP No. 50 Tahun 2012. Adapun program yang dilakukan PT CPI di Treat and Ship Operations – Facility Operation PT Chevron Pacific Indonesia Duri tahun 2014 antara lain : a. Fundamental Safe Work Practice (FSWP)

Dalam IBU FSWP Guidebook (2011), FSWP merupakan beberapa asas untuk mewujudkan kerja yang aman. Tujuan dari proses Managing Safe Work (MSW) atau yang disebut sebagai Fundamental Safe Work Practice yakni untuk mengidentifikasi, menilai, mengurangi, mengendalikan atau menghilangkan risiko-risiko yang terkait dengan pekerjaan. Proses ini menyediakan pengenalan dan evaluasi dari bahaya kerja, spesifikasi dari tindakan pengendalian, manajemen dari tindakan tersebut, pengendalian kerja dan perilaku pendukung kerja yang aman. Pelaksanaan FSWP

(18)

lebih ditujukan untuk mengukur kinerja awal (leading indicator) sehingga kinerja akhir (lagging indicator) sudah seharusnya menjadi baik dan berkelanjutan. Setiap karyawan bertanggung jawab dan bertanggung-gugat terhadap kebiasaan praktik kerja yang selamat. Setiap Leader harus memastikan bahwa proses FSWP dilaksanakan dengan benar dan konsisten sesuai dengan prinsip-prinsip accountability. Beberapa asas tersebut secara spesifik antara lain Standart Operating Procedure (SOP), Personal Protective Equipment (PPE), Material Safety Data Sheet (MSDS).

Standart Operating Procedure (SOP) adalah langkah-langkah kerja tertulis yang terfokus kepada pelaksanaan pekerjaan untuk mengurangi risiko kerugian dan mempertahankan kehandalan. SOP harus tersedia dan dilaksanakan saat bekerja. SOP di PT CPI dilakukan sehari sebelum melakukan pekerjaan untuk mendapatkan Permit to Work (izin kerja). Namun hal tersebut tidak berlaku dalam keadaan emergency. Secara umum SOP berisi batasan-batasan operasi peralatan dan keselamatan, dan prosedur menghidupkan, mengoperasikan, dan mematikan peralatan. Beberapa kriteria dari SOP yang memenuhi kualifikasi antara lain:

1. SOP harus menjelaskan secara spesifik tentang pekerjaan yang akan dilakukan. SOP harus sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan.

2. SOP harus membagi langkah kerja sesuai urutan pekerjaan. Jelaskan kegiatan pada pekerjaan secara terperinci agar bahaya yang muncul dapat teridentifikasi.

(19)

3. SOP harus mengidentifikasikan kemungkinan bahaya terhadap keselamatan pekerja pada tiap langkah pada pekerjaan. Termasuk cidera pada pekerja, jatuh, kejatuhan material, paparan sumber energi, dan lainnya.

4. SOP harus menentukan langkah mitigasi kemungkinan bahaya terhadap keselamatan pekerja yang akan terjadi. Jelaskan langkah mitigasi yang dilakukan untuk tiap bahaya terhadap keselamatan pekerja yang teridentifikasi seperti helm, sepatu, area kerja, rambu-rambu dan kualifikasi pekerja.

5. SOP harus mengidentifikasikan kemungkinan bahaya terhadap lingkungan yang terkait dengan langkah kerja, termasuk dampaknya terhadap lingkungan. Contoh : tumpahan minyak ke air atau tanah, kebisingan, gas yang terpapar ke udara.

6. SOP harus menentukan langkah mitigasi terhadap kemungkinan bahaya lingkungan yang akan terjadi. Jelaskan langkah mitigasi yang dilakukan untuk tiap bahaya terhadap lingkungan yang teridentifikasi. Contoh : pelindung tumpahan secondary, monitoring, dan lainnya.

7. SOP harus mengidentifikasikan kemungkinan bahaya terhadap kesehatan atau ergonomi yang terkait dengan tiap langkah kerja, termasuk dampaknya terhadap kesehatan pekerja. Contoh : terpapar bahan beracun, kebisingan, ergonomic (repetitive stress) pengangkatan yang dapat juga bersinggungan dengan bahaya pada keselamatan pekerja dan lingkungan.

8. SOP harus menentukan langkah mitigasi terhadap kemungkinan bahaya yang akan terjadi pada kesehatan atau ergonomi. Jelaskan langkah mitigai yang dilakukan untuk tiap bahaya terhadap kesehatan atau ergonomi. Contoh :

(20)

pelindung pernafasan, pelindung pendengaran, jadwal untunk istirahat, batas pengangkatan dan lainnya.

9. SOP harus menjelaskan jika Surat Izin Kerja Khusus dibutuhkan, termasuk pekerjaan spesifik dalam SWP.

10. SOP harus mengidentifikasi aktivitas, tanggung jawab dan kewenangan selruh pihak. Tentukan jumlah pekerja pada pekerjaan tersebut dan apa tugas mereka, termasuk apabila ada persetujuan dari pihak-pihak terkait.

Personal Protective Equipment (PPE) atau Alat Pelindung Diri (APD) merupakan alat bantu sebagai pertahanan terakhir untuk mengurangi risiko akibat dari suatu kecelakaan. PPE mencakup semua alat pelindung diri dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja antara lain:

1. Alat Pelindung Kepala (Head Cover)

2. Alat Pelindung Mata (eye glasses, goggles, eye wash) 3. Alat Pelindung Telinga (ear muffler, ear plug)

4. Alat Pelindung Tangan (hand gloves:rubber,cotton, leather) 5. Alat Pelindung Kaki (safety shoes, rubber boot)

6. Alat Pelindung Pernafasan (Purifying Respirator, Air Supply Respirator , Breathing Apparatus)

7. Alat Pelindung Tubuh

8. Alat Pelindung Bekerja Di Ketinggian dan lainnya

Material Safety Data Sheet (MSDS) merupakan penjelasan mengenai suatu bahan kimia berbahaya yang mencakup informasi mengenai bahaya potensial dan cara

(21)

penanganan yang sesuai terhadap bahan yang digunakan. MSDS umumnya dibagi atas 7 bagian yang mencakup jenis informasi berikut:

1. Identifikasi 2. Unsur Berbahaya

3. Data Bahaya Api dan Ledakan 4. Data Fisik

5. Data Bahaya untuk Kesehatan 6. Informasi Pelindung Khusus

7. Prosedur Penanganan Tumpahan atau Kebocoran dan Tindakan Pencegahan Khusus

b. Behaviour Based Safety (BBS)

Merupakan program yang digunakan untuk menggambarkan program yang berfokus pada perilaku pekerja sebagai salah satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Program Behavior Based Safety akan mengidentifikasi pekerja yang berperilaku tidak aman kemudian mengarahkan pekerja tersebut untuk berperilaku aman pada saat bekerja (Krause, 2000). BBS dilaksanakan dengan beberapa tahap, antara lain:

1. Pengamatan di tempat kerja. Dimulai dengan memantau perilaku pekerja selama bekerja. Pengamatan tersebut dilakukan oleh seorang pengamat yang telah ditunjuk oleh perusahaan.

2. Pengumpulan data dan laporan awal. Hasil pengamatan yang diperoleh akan dikumpulkan untuk dijadikan laporan awal dalam pelaksanaan BBS.

(22)

3. Laporan analisis dan rekomendasi. Laporan awal yang diterima akan dianalisis oleh perusahaan dan menghasilkan sebuah rekomendasi untuk mengatasi perilaku berisiko pada pekerja, sehingga dapat menghilangkan bahaya atau risiko di tempat kerja.

c. Hazard Identification (HAZID)

Hazard merupakan suatu kondisi atau tindakan yang mempunyai potensi pelepasan energi yang tidak direncanakan, atau kontak yang tidak dikehendaki dengan sumber energi, yang dapat membahayakan atau melukai orang, atau merusak harta benda maupun lingkungan. Sumber energi tersebut antara lain :

1. Gravitasi. Gaya tarik bumi terhadap massa/benda. Contoh: benda jatuh, atap runtuh, tersandung atau jatuh

2. Gerakan terarah. Benda atau zat yang berpindah dalam arah tertentu. Contoh: kendaraan atau peralatan yang bergerak, arus air, angin, dan posisi badan: mengangkat, menjangkau, atau membungkuk.

3. Mekanik. Energi pada komponen sistem mekanis, yaitu perputaran, getaran/vibrasi, atau gerakan yang terjadi pada peralatan/mesin yang tidak bergerak. Contoh: peralatan berputar, pegas tekan, sabuk pembawa (drive belt), ban berjalan, dan motor.

4. Listrik. Keberadaan arus dan aliran bermuatan listrik. Contoh: jaringan listrik, trafo, listrik statis, petir, peralatan bermuatan listrik, instalasi listrik, dan baterai.

5. Tekanan. Energi yang terdapat pada cairan atau gas yang dimampatkan atau dalam kondisi hampa udara. Contoh: pipa bertekanan, tabung gas bertekanan,

(23)

saluran pengendali (control lines), bejana, tangki, selang, dan peralatan pneumatik dan hidrolik.

6. Suhu. Perbedaan energi termal/panas yang diukur terhadap benda atau lingkungan, yang dirasakan oleh tubuh sebagai panas atau dingin. Contoh: api terbuka, sumber percikan api, permukaan cairan atau gas yang panas atau dingin, uap gesekan dan kondisi lingkungan dan cuaca.

7. Kimia. Energi terkandung dalam bahan kimia atau melalui reaksi kimia, yang berpotensi menimbulkan hazard (bahaya) fisik atau kesehatan pada manusia, peralatan, atau lingkungan. Contoh: uap mudah terbakar, hazard (bahaya) reaktif, karsinogen atau senyawa beracun lainnya, korosif, piroforik, mudah meledak, bahan kimia yang menyerap oksigen di udara, asap las, dan debu. 8. Biologi. Organisme hidup yang menimbulkan hazard (bahaya). Contoh:

hewan, bakteri, virus, serangga, penyakit yang menular melalui darah, penanganan makanan yang tidak baik/higienis, dan air yang terkontaminasi. 9. Radiasi. Energi yang terpancar dari unsur atau sumber radioaktif, dan bahan

radioaktif alami (NORM). Contoh: sinar/cahaya, cahaya las listrik, sinar matahari, gelombang mikro (microwave), sinar laser, sinar-X, dan skala NORM.

10. Bunyi. Bunyi adalah energi yang timbul dari benda atau zat bergetar yang disampaikan berupa gelombang. Contoh: kebisingan peralatan, kebisingan benturan, getaran, bunyi pelepasan tekanan tinggi (pressure release), dan dampak kebisingan terhadap komunikasi.

(24)

Gambar 2.2. Hazard Type

Sumber : IndoAsia Business Unit Fundamental Safe Work Practice Guidebook, Jakarta

Tujuannya Hazard Identification antara lain :

1. Menjelaskan metode untuk mengidentifikasi sumber energi di lingkungan kerja

2. Membantu identifikasi potensi hazard (bahaya) yang berhubungan dengan sumber energi

3. Mempertajam kemampuan menilai hazard (bahaya) dengan menggunakan metode ini secara utuh.

d. Stop Work Authority (SWA)

Yaitu hak untuk berhenti bekerja berguna untuk menetapkan tanggung jawab dan kewenangan setiap individu untuk berhenti bekerja ketika kondisi tidak aman atau tindakan dapat mengakibatkan peristiwa yang tidak diinginkan. Situasi yang menyebabakan berhenti bekerja antara lain : kondisi yang tidak aman, terjadi insiden, signifikan terjadi near-loss, situasi darurat, suara alarm, perubahan kondisi,

(25)

perubahan lingkup pekerjaan, perubahan rencana kerja, dan ketika setiap orang merasa bahwa personil, lingkungan, atau peralatan yang berisiko

e. SSWA (Self Stop Work Authority)

Sama halnya dengan SWA, SSWA merupakan hak pribadi seorang pekerja untuk berhenti bekerja ketika kondisi tidak aman atau tindakan dapat mengakibatkan peristiwa yang tidak diinginkan.

Secara keseluruhan, hasil penerapan K3 harus ditinjau ulang secara berkala oleh manajemen puncak untuk memastikan bahwa SMK3 telah berjalan sesuai dengan kebijakan dan strategi bisnis serta untuk mengetahui kendala yang dapat mempengaruhi pelaksanaannya. Dengan demikian, organisasi dapat segera melakukan perbaikan dan langkah koreksi lainnya.

Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 telah mengeluarkan pedoman SMK3. Berbagai institusi, lembaga atau negara telah mengembangkan berbagai bentuk Sistem Manajemen K3. Semua Sistem Manajemen K3 tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk mengelola dan mengendalikan bahaya yang ada dalam operasi organisasi. Oleh karena itu antara SMK3 (Kemenaker) dengan sistem manajemen K3 lainnya (termasuk OHSAS 18001) tidak perlu dipertentangkan karena semuanya memiliki tujuan yang sama.

Gambar

Gambar 2.1.  Siklus Manajemen (Ramli, 2010)
Gambar 2.2. Hazard Type

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Permenaker 05/MEN/1996, definisi dari SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung

Sistem Manajemen K3 (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab,

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/ MEN/1996, SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,

Sistem Manajemen K3 (SMK3) didefinisikan sebagai "bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung

Sistem Manajemen K3 (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab,

Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya

Sistem Manajemen K3 (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab,

SMK3: pengertian SMK3: bagian dari sistem manjemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya