• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keselamatan dan Kesehatan Kerja"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 5

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1. Ruang Lingkup Kecelakaan Kerja

Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tidak di-harapkan menimpa manusia. Sedangkan kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dan berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan, yang berarti bahwa kecelaka-an terjadi dikarenakkecelaka-an oleh suatu pekerjakecelaka-an atau pada waktu melaksanakan pekerjaan, termasuk penyakit akibat kerja. Ruang lingkup kecelakaan kerja:

a. Selama bekerja di tempat kerja,

b. Perjalanan dari rumah menuju tempat kerja dan kem-bali lagi ke rumah melalui jalan yang wajar;

c. Semua kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan

pe-kerjaan atau tugas dari kantor.

Dalam pelaksanaan pekerjaan bangunan, pekerja/tukang/ bu-ruh sering mengalami kecelakaan seperti terjatuh, tertimpa, terpeleset, terpotong, tertusuk oleh material bangunan, dan sebagainya.

Hal ini disebabkan beberapa hal, yaitu:

a. Kurangnya pelatihan dan pengetahuan pekerja/tukang/ buruh tentang bangunan, sehingga dalam melaksana-kan pekerjaannya sering mengalami kendala,

b. Sistem penerimaan pekerja/tukang/buruh, kurang baik, lebih mengutamakan jumlah daripada kualitas pekerja/ tukang/buruh;

c. Perlakuan pengelola proyek terhadap pekerja/tukang/ buruh, yang sewenang-wenang;

d. Status pekerja/tukang/buruh dalam organisasi proyek; e. Durasi/jam kerja yang terlampau lama;

f. Minimnya pengadaan alat keselamatan dan kesehatan kerja bangunan;

g. Peralatan penunjang kerja yang kurang baik/terpelihara. Bagi pekerja ahli yang melakukan aktifitas di dalam ruangan seperti perencana, estimator, dan sebagainya; kecelakaan dan keselamatan kerja tidak merupakan sesuatu yang memperoleh perhatian serius. Hal ini disebabkan karena para pekerja ahli tidak berhubungan/berhadapan dengan situasi yang riil, yaitu bahan-bahan bangunan ( batuan, besi, kayu, mesin-mesin dan sebagainya).

Meskipun demikian, pekerja ahli perlu dibekali pengetahu-an hal keselamatpengetahu-an dpengetahu-an kesehatpengetahu-an kerja, dengpengetahu-an tujupengetahu-an agar ikut memikirkan dan menjaga agar pelaksanaan pekerjaan di lapangan menjadi lancar.

2. Perlindungan Bagi Keselamatan Tenaga Kerja

Ketentuan Pasal 86 UU.13/2003, mengamanatkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindung-an atas:

(2)

a. keselamatan dan kesehatan kerja; b. moral dan kesusilaan; dan

c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

Perusahaan jasa konstruksi bangunan gedung berupaya me-nyelesaikan kontrak kerjanya berdasarkan bestek yang telah disepakati, dengan melibatkan selain modal, peralatan-mesin juga tenaga kerja bangunan.

Pekerja/tukang/buruh yang sedang melakukan kegiatan pembangunan tidak terlepas dari berbagai rintangan (risiko) seperti tidak dibayarnya upah, penundaan pembayaran, dan kecelakaan kerja. Banyak pekerja/tukang/ buruh yang meng-alami kecelakaan yang diakibatkan kelalaian kerja, dan be-berapa di antaranya diakibatkan kurangnya pengetahuan serta tidak dilengkapinya alat pelindung diri dalam bekerja. Per-kembangan yang pesat dalam proyek konstruksi menyebabkan aspek keselamatan dan kesehatan kerja menjadi penting. Hal ini disebabkan semakin kompleksnya pekerjaan sehingga se-makin tinggi resiko kecelakaan kerja.41

Data kecelakaan menunjukkan bahwa untuk tahun 2010 terdapat 1525 korban kecelakaan kerja pada sektor jasa kon-struksi di Indonesia.42 Pemerintah sebagai penyelenggara negara telah menetapkan kebijakan agar kontraktor sebagai

41Beberapa contoh kejadian kecelakaan kerja yang dialami pekerja bangunan antara lain:

seorang pekerja bangunan tewas terjatuh saat bekerja membangun Kantor Pemerintah Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara ( Sinar Indonesia Baru, 2008 ), seorang buruh bangunan di Jawa Barat tewas terjatuh dari dari lantai 8 Hotel JW Marriot Medan, diduga di lokasi tersebut tidak tersedia sistem keamanan dan keselamatan kerja yang baik. Kecelakaan lainnya adalah dua orang pekerja bangunan tewas karena tersengat arus listrik, diduga kecelakaan tersebut akibat kelalaian keduanya saat bekerja, karena tidak memakai alat penunjang kerja yang baik saat memasang canopy di lantai dua yang dilintasi oleh kabel listrik bertegangan tinggi (Suara Merdeka, 2011).

42PT.Jamsostek, 2011.

pelaksana konstruksi melaksanakan Sistem Manajemen Ke-selamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).43

Masih tingginya angka kecelakaan kerja yang menimpa pekerja bangunan serta adanya tuntutan global dalam per-lindungan tenaga kerja, diperlukan upaya-upaya ke depan untuk mewujudkan tercapainya zero accident. Pengguna jasa dalam hal ini adalah para kepala satuan kerja/pemimpin pelaksana/pemilik bangunan, selaku penanggung jawab lang-sung pelaksanaan pekerjaan konstruksi di lapangan, me-nempati posisi kunci dalam penerapan sistem manajemen kesehatan dan kecelakaan kerja (K3) pada setiap kegiatan konstruksi.

Departemen Pekerjaan Umum sebagai salah satu unsur pemerintah yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam pembinaan bidang konstruksi, telah melakukan berbagai upaya di dalam mengimplementasikan kebijakan pemerintah, baik dalam bentuk kebijakan-kebijakan maupun kegiatan-kegiatan pembinaan lainnya. Upaya tersebut antara lain melalui pe-nerbitan petunjuk teknis seperti Surat Edaran Menteri Pekerja-an Umum Nomor 08/SE/M/2006 perihal PengadaPekerja-an Jasa Kon-struksi untuk Instansi Pemerintah Tahun Anggaran 2006 dan penyelenggaraan Sosialisasi Sistem Manajemen K3 Konstruksi.

Selain itu, beberapa kebijakan umum pemerintah yang dituangkan di dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan.

Menurut Soemaryanto dalam Angkat, ditinjau dari aspek yuridis, K3 adalah upaya perlindungan bagi keselamatan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan di tempat kerja dan

43K3 adalah ilmu pengetahuan dan penerapan untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit

(3)

melindungi keselamatan setiap orang yang memasuki tempat kerja, serta agar sumber produksi dapat dipergunakan secara aman dan efisien.44

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/ MEN/1996, SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber-daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pen-capaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Sistem manajemen wajib diterapkan pada kontraktor dengan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan/atau mengandung potensi bahaya. UU. 13/2003 telah menjelaskan tentang pelaksanaan SMK3 yang berupa paksaan diatur dalam pasal 87 ayat (1) yang ber-bunyi ‘setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan’.

Tahapan SMK3 menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Ke-selamatan dan Kesehatan Kerja (1996:7) adalah sebagai berikut:

a. Tahapan komitmen dan kebijakan K3. b. Tahapan perencanaan;

c. Tahapan penerapan;

d. Tahapan pengukuran dan evaluasi;

e. Tahapan tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen.

44Angkat,Analisa Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja pada Pekerja Bangunan Perusahaan X,

Jurnal Teknik Sipil, volume.1 Nomor 4, September 2012.

Implementasi SMK3 dalam organisasi bertujuan untuk me-ningkatkan kinerja K3 dengan melaksanakan upaya K3 secara efisien dan efektif sehingga risiko kecelakaan dan penyakit kerja dapat dicegah atau dikurangi.45 Ramli,46 menyatakan bahwa penilaian tingkat implementasi program K3 diperoleh dengan membandingkan setiap pertanyaan dalam kuisioner dengan standar implementasi yang digunakan sebagai acuan oleh pihak manajemen untuk menerapkan program K3.

Pencapaian implementasi SMK3 dinayatakan dalam 3 kategori yaitu hijau, merah dan kuning, merujuk pada konsep Traffic Light System Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Sistem Manajemen Keselamatan Kerja Nomor PER.05/MEN/ 1996. Pembagian batasan untuk setiap kategori sebagai berikut:

a. Warna hijau

Indikator ini menyatakan bahwa implementasi yang dilakukan sudah baik. Kisaran nilai untuk indikator ini adalah 85% - 100%.

b. Warna kuning

Indikator ini menyatakan bahwa implementasi yang dilakukan belum tercapai, meskipun nilainya sudah mendekati target. Kisaran nilai indikator kinerja untuk indikator ini adalah 60 % - 84 %.

c. Warna merah

Indikator ini menyatakan bahwa implementasi yang dilakukan berada di bawah target sehingga harus di-lakukan perbaikan secepatnya. Kisaran nilai untuk indikator ini adalah 0 % - 59 %.

Penilaian terhadap pelaksanaan SMK3 didasarkan pada skala yang diperlihatkan dalam Tabel 5.1.

45Ramli,Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta: Dian Rakyat, hal.55. 46Ibid.,hal.60.

(4)

Tabel 5.1 Kategori Keparahan Kecelakaan

Hasil evaluasi atas kejadian-kejadian kecelakaan kerja dapat disimpulkan beberapa faktor penyebab terjadinya kecelakaan baik yang telah menimbulkan korban jiwa maupun luka-luka di antaranya adalah terjadinya kegagalan konstruksi, yang antara lain disebabkan tidak dilibatkannya ahli teknik kon-struksi (biasanya terjadi pada masyarakat yang melakukan pembangunan secara mandiri); penggunaan metoda pelaksana-an pekerjapelaksana-an ypelaksana-ang tidak tepat; lemahnya pengawaspelaksana-an pe-laksanaan konstruksi di lapangan; dan belum sepenuhnya melaksanakan ketentuan-ketentuan yang menyangkut K3; lemahnya pengawasan penyelenggaraan K3; kurang memadai-nya baik secara kualitas dan kuantitas ketersediaan alat pe-lindung diri (APD); faktor lingkungan sosial ekonomi dan budaya pekerja dan kurang disiplinnya para pekerja di dalam mematuhi ketentuan mengenai K3, dan sebagainya.47

3. Pencegahan Kecelakaan

Penyebab-penyebab terjadinya kecelakaan pada perusahaan konstruksi dapat dibagi dalam faktor manusia dan upaya-upaya pencegahan kecelakaan kerja yang telah dilaksanakan oleh pemilik perusahaan melalui kontraktor/pelaksana utama

47Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia, 2007.

KATEGORI PARAMETER KEPARAHAN KETERANGAN

HIJAU Terjadi kecelakaan ringan(injuries) Lukakehilangan hari kerjaringan/sakit ringan tidak

KUNING Terjadi kecelakaan sedang(illnesses) Luka berat/parah atau sakit denganperawatan intensif (kehilangan hari kerja)

MERAH Terjadi kecelakaan berat( fatalities) Meninggal atau cacat seumur hidup(tidak mampu bekerja)

dan konsultan pengawas. Upaya-upaya pencegahan tersebut dilaksanakan melalui pemakaian alat pelindung diri (APD) seperti helm proyek, kaca mata untuk pekerjaan las, sarung tangan rambu-rambu kecelakaan kerja, peralatan pencegahan dan pemadam kebakaran, peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan P3K. Peralatan pelindung diri tersebut, wajib di-gunakan oleh setiap pekerja apabila akan bekerja. Terdapat peraturan proyek yang akan memberikan sanksi kepada para pekerja/tukang/buruh yang tidak mentaatinya, berupa denda. 4. Alat Pelindung Diri

Menurut Dipohusodo, alat pelindung diri merupakan cara ter-akhir yang harus dilakukan untuk mencegah kecelakaan apabila program pengendalian lain tidak mungkin dilaksana-kan, artinya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja hendaknya dianalisis sedemikian rupa sehingga sistem kerja tidak mendatangkan akibat negatif terhadap para pekerja.48

Peraturan pada beberapa proyek pembangunan gedung, mewajibkan penggunaan alat pelindung diri, berupa helm pelindung kepala, bagi para pekerja/tukang/buruh dan seluruh petugas lapangan, termasuk petugas keamanan proyek dan para tamu.

Berdasarkan kuesioner yang dibagikan di 5 proyek pem-bangunan gedung di kota Semarang, diperoleh hasil bahwa sebanyak 67% responden selalu menggunaan alat pelindung diri dengan kategori sangat lengkap, atas kesadaran bahwa perlindungan diri sangat diperlukan untuk mencegah hal-hal yang mungkin terjadi dalam proses pekerjaan. Namun, di-jumpai sebanyak 33% yang menyatakan bahwa mereka tidak memakai alat pelindung diri dalam bekerja, dengan alasan alat

(5)

pelindung diri membuat gerakan mereka kurang leluasa, panas, sesak nafas, tidak nyaman, berat, dan kurang terbiasa.

Selain alat-alat pelindung diri, pemasangan rambu-rambu pencegahan kecelakaan kerja, yang terdiri dari papan peringat-an. Pemasangan rambu-rambu kecelakaan sangat dibutuhkan, khususnya bagi para supervisor, konsultan pengawas, pekerja/ tukang/buruh yang telah selesai mengerjakan pekerjaan tertentu dan berpindah ke lokasi pekerjaan yang baru yang belum diketahui kondisinya.

5. Pendekatan Keselamatan

Secara umum, aturan yang berkaitan dengan keselamatan kerja di proyek konstruksi ditujukan agar para pekerja/tukang/buruh memiliki kesadaran menjaga diri sendiri dan orang lain yang bekerja bersama-sama, di antaranya dengan melakukan hal-hal yang bisa meminimalkan terjadinya kecelakaan kerja.

Di samping upaya-upaya pencegahan terhadap kecelakaan kerja, terdapat upaya lain yang bersifat preventif untuk men-cegah terjadinya kecelakaan kerja, yaitu melalui pendekatan keselamatan.49

a. Perencanaan

dimaksudkan agar kecelakaan bisa dihindari dengan me-minimalkan penyebab kecelakaan, seperti:

§ pekerjaan yang mempergunakan bahan baku berbahaya

penyimpanannya dilakukan secara terpisah,

§ mengisolasi tempat-tempat yang berbahaya;

§ menyediakan area untuk berjalan yang aman di antara lorong, dan tangga;

49Sahrial, Analisis Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja Pada Pekerjaan Bangunan, Jakarta:

Penerbit Harapan, 2012,hal.31.

§ menyediakan area yang luas dan terlindung, untuk

penyimpanan mesin-mesin dan peralatan;

§ tempat para pekerja/tukang/buruh, dikondisikan aman;

§ kewajiban bagi pekerja/tukang/buruh untuk mengguna-kan peralatan keselamatan;

§ terdapat jalan evakuasi apabila terjadi kebakaran;

§ menyediakan area untuk pengembangan;

§ pemilihan operator ahli untuk mengoperasikan

per-alatan/mesin;

§ memperhitungkan sistem ventilasi udara;

§ memperhitungkan kebisingan suara di area kerja. b. Keteraturan

dimaksudkan agar tercipta efektivitas dan meminimalkan penghalang terhadap kelancaran kerja, seperti:

§ menyediakan area untuk membuang benda-benda yang

menghalangi kelancaran dan tidak terpakai,

§ menempatkan peralatan sesuai dengan fungsinya;

§ menyediakan peralatan yang diperlukan;

§ memeriksa peralatan kerja secara teratur. c. Pakaian Kerja

dimaksudkan agar tercipta kenyamanan kerja, seperti:

§ pakaian pekerja/tukang/buruh harus sesuai dengan

ukuran dan tidak menghalangi gerakan,

§ pakaian yang longgar/berdasi, dilarang dipakai saat mendekati mesin yang sedang hidup;

§ pakaian pekerja/tukang/buruh, berlengan pendek;

§ menyediakan pakaian/rompi khusus yang berwarna

mencolok dan mudah terlihat. d. Peralatan perlindungan diri

(6)

§ memakai kacamata pelidung, bagi pekerjaan yang dapat membahayakan mata,

§ memakai sepatu pengaman, yang berfungsi sebagai pe-lindung dari arus listrik, untuk pekerjaan instalasi listrik dan sepatu pelindung untuk mencampur adonan beton;

§ memakai topi pengaman/helm pelindung kepala;

§ memakai pelindung telinga, bagi pekerja/tukang yang bekerja di lokasi yang mempunyai nilai kebisingan di atas ambang batas;

§ memakai masker pelindung paru, bagi pekerja/tukang

yang berada pada lokasi dengan nilai pencemaran udara yang tinggi, atau bahan-bahan kimia.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011, mengatur tentang Nilai Ambang Batas, di antaranya sebagai berikut:

§ Nilai ambang batas kebisingan,

§ Nilai ambang batas getaran alat kerja yg kontak lang-sung maupun tidak langlang-sung pada lengan dan tangan tenaga kerja;

§ Nilai ambang batas getaran yang kontak langsung

maupun tidak langsung dengan seluruh tubuh;

§ Nilai ambang batas radiasi frekuensi radio dan

ge-lombang mikro;

§ Nilai ambang batas radiasi sinar ultra ungu;

§ Nilai ambang batas medan magnet statis untuk seluruh tubuh;

§ Nilai ambang batas medan magnet statis untuk bagian anggota tubuh kaki dan tangan.

Kriteria umum yang dimaksud dalam ketentuan tersebut di atas adalah sebagai berikut:

§ Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, ter-tutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.

§ Faktor lingkungan kerja adalah potensi-potensi bahaya yang kemungkinan terjadi di lingkungan kerja akibat adanya suatu proses kerja.

§ Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB

adalah standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.

§ Kadar Tertinggi Diperkenankan yang selanjutnya

di-singkat KTD adalah kadar bahan kimia di udara tempat kerja yang tidak boleh dilampaui meskipun dalam wak-tu sekejap selama tenaga kerja melakukan pekerjaan.

§ Faktor fisika adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika yang dalam keputusan ini terdiri dari iklim kerja, kebisingan, getaran, gelombang mikro, sinar ultra ungu, dan medan magnet.

§ Faktor kimia adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat kimia yang dalam keputusan ini meliputi bentuk padatan (partikel), cair, gas, kabut, aerosol dan uap yang berasal dari bahan-bahan kimia.

§ Faktor kimia mencakup wujud yang bersifat partikel

adalah debu, awan, kabut, uap logam, dan asap; serta wujud yang tidak bersifat partikel adalah gas dan uap.

(7)

§ Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, ke-lembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya, yang dimaksudkan dalam peraturan ini adalah iklim kerja panas.

§ Suhu kering (Dry Bulb Temperature) adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer suhu kering, suhu basah alami (Natural Wet Bulb Thermometer) adalah suhu yang ditunjukkan oleh oleh termometer bola basah alami (Natural Wet Bulb Thermometer); suhu bola (Globe Temperature) adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola (Globe Thermometer).

§ Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang selanjutnya disingkat ISBB adalah para-meter untuk menilai tingkat iklim kerja yang me-rupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami dan suhu bola.

§ Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat me-nimbulkan gangguan pendengaran.50

§ Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak-balik dari kedudukan ke-seimbangannya.51

§ Radiasi frekuensi radio dan gelombang mikro

(Microwave) adalah radiasi elektromagnetik dengan frekuensi 30 Kilo Hertz sampai 300 Giga Herzt.

50NAB kebisingan ditetapkan sebesar 85 decibel A (dBA).

51NAB getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan dan tangan

tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 meter per detik kuadrat (m/det2), NAB getaran yang kontak langsung maupun tidak langsung pada seluruh tubuh ditetapkan sebesar 0,5 meter per detik kuadrat (m/det2).

§ Radiasi ultra ungu (ultraviolet) adalah radiasi elektro-magnetik dengan panjang gelombang 180 nano meter sampai 400 nano meter (nm).52

§ Medan magnet statis adalah suatu medan atau area

yang ditimbulkan oleh pergerakan arus listrik.53

§ Terpapar adalah peristiwa seseorang terkena atau

kontak dengan faktor bahaya di tempat kerja.

§ Paparan Singkat Diperkenankan yang selanjutnya

di-singkat PSD adalah kadar zat kimia di udara di tempat kerja yang tidak boleh dilampaui agar tenaga kerja yang terpapar pada periode singkat yaitu tidak lebih dari 15 menit masih dapat menerimanya tanpa mengakibatkan iritasi, kerusakan jaringan tubuh maupun terbius yang tidak boleh dilakukan lebih dari 4 kali dalam satu hari kerja.

Berdasarkan Peraturan Menteri PER.13/MEN/X/2011, maka pengusaha dan/ atau pengurus, yaitu orang yang mem-punyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja; wajib melakukan pengendalian faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja sampai dengan di bawah NAB. Pengurus dan/atau pengusaha harus melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dan me-nyampaikan hasil pengukuran pada kantor yang ber-tanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. NAB faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja dalam Peraturan Menteri ini dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sekali sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

52NAB radiasi sinar ultra ungu ditetapkan sebesar 0,0001 milliWatt per sentimeter persegi

(mW/cm2).

(8)

Dengan ditetapkannya Per-aturan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Fisika di Tempat Kerja dan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor: SE-01/MEN/1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Tempat Kerja, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 6. Program Jaminan Bagi Pekerja Konstruksi

a. JAMSOSTEK

bahwa tugas dan fungsi PT. Jamsostek (Persero) sebagai-mana tersebut dalam pasal 25 ayat 3 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah mengutamakan pelayanan kepada peserta dalam rangka peningkatan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya; bahwa sesuai Anggaran Dasar PT Jamsostek (Persero), Dana Pengembangan yang bersumber dari distribusi laba digunakan untuk peningkatan manfaat tambahan kepada peserta dan keluarganya.

Keputusan Direksi PT. JAMSOSTEK (Persero) Nomor : KEP/310/102011 tentang Pemberian Manfaat Tambahan Bagi Peserta Program JAMSOSTEK, mengatur tentang jenis manfaat tambahan bagi tenaga kerja dan keluarga peserta program Jamsostek sebagai berikut :

a. Pemberian pelatihan (K3) bagi tenaga kerja dan pe-rusahaan.

b. Pemberian peralatan K3 kepada perusahaan Jasa Kon-struksi.

c. Pemberian bantuan uang pemakaman untuk keluarga yang meninggal dunia dari tenaga kerja yang masih aktif.

d. Pemberian bantuan pemeriksaan kesehatan / Medical

Check Up (MCU) bagi tenaga kerja berusia diatas 40 tahun

e. Pemberian bantuan bagi tenaga kerja dan keluarga yangmembutuhkan tindakan hemodialisa (cuci darah), operasi jantung, pengobatan kanker dan pengobatan HIV/AIDS.

Program-program jaminan di PT.JAMSOSTEK meliputi: 1. Jaminan Kecelakaan Kerja ( JKK ),

2. Jaminan Hari Tua ( JHT ); 3. Jaminan Kematian ( JK );

4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ( JPK ).

Sanksi bagi pengusaha jasa konstruksi berbentuk Perseroan Terbatas yang tidak menjadi anggota adalah kurungan 6 (enam) bulan penjara atau denda maksimal Rp.50 juta.

b. BPJS

Program pemerintah lainnya dalam perlindungan tenaga kerja adalah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, maka seorang pekerja yang bekerja pada sebuah perusahaan yang berbadan hukum diwajibkan untuk diikutsertakan dalam BPJS. Merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial bagi tenaga kerja/karyawan, dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti ber-kurang atau hilangnya penghasilan dan berupa pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja, berupa:

1. Jamian Kecelakaan Kerja ( JKK ), 2. Jaminan Hari Tua ( JHT ); 3. Jaminan Kematian ( JK ); 4. Jaminan Pensiun ( JP ).

(9)

Dasar hukum BPJS Ketenagakerjaan adalah:

§ Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992,

§ Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004;

§ Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011;

§ Peraturan Pemerintah Noor 84 Tahun 2013;

§ Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013;

§ Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2013;

§ Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2013;

§ Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993;

§ Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 12/Men/

2007;

§ Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 20 Tahun

2012.

Sanksi bagi pengusaha jasa konstruksi berbentuk Per-seroan Terbatas yang tidak menjadi anggota adalah kurungan 8 (delapan) tahun penjara atau denda maksimal Rp.1 milyar.

Gambar

Tabel 5.1 Kategori Keparahan Kecelakaan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan peraturan menteri tenaga kerja nomor: PER.05/MEN/1996, pengertian sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah bagian dari sistem manajemen secara

Sistem Manajemen K3 (SMK3) didefinisikan sebagai "bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung

 Adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: 05/MEN/1996 Bab 1 Pasal 1, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen

Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur,

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen keseluruhanyang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung

5 tahun 1996, SMK3 merupakan bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan prosedur, proses dan

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem manajemen keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab,