• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL. dilakukan dengan tujuan untuk mengeksplorasi pengalaman. anggota keluarga dalam mendukung anak retardasi mental ringan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL. dilakukan dengan tujuan untuk mengeksplorasi pengalaman. anggota keluarga dalam mendukung anak retardasi mental ringan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

32 BAB IV HASIL

Bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan dengan tujuan untuk mengeksplorasi pengalaman anggota keluarga dalam mendukung anak retardasi mental ringan dan sedang di Kabupaten Wonogiri. Data penelitian yang didapat berupa trasnkrip data dan catatan lapangan yang didapat saat wawancara mendalam dengan riset partisipan. Dalam analisa datanya peneliti menggunakan metode Colaizzi dan memunculkan dua tingkatan hasil, yaitu tema dan sub tema.

4.1. Setting Penelitian

Penelitian ini dimulai dari beberapa tahap mulai dari tahap pendekatan dengan keluarga, tahap wawancara hingga tahap pembuatan esensial struktur. Penelitian ini diawali pada tanggal 13 April 2013 hingga 21 Mei 2013. Sebelum dilakukannya penelitian ini, terlebih dahulu desain penelitian ini diujicoba dalam pilot project dengan karakteristik partisipan yang berbeda (keluarga dengan anak tunarungu dan tunawicara).

Partisipan dalam penelitian ini adalah empat keluarga yang memiliki anak retardasi mental ringan dan sedang yang bersekolah dalam Sekolah Dasar Luar Biasa di Sekolah Luar Biasa Ngadirojo, karakteristik partisipan sebagai berikut;

(2)

33

1. Ny. K (35 tahun) adalah ibu dari anak W . Ny. K yang kesehariannya berperan sebagai ibu rumah tangga telah merawat anak W sejak 12 tahun yang lalu. Pendidikan terakhir dari ibu ini adalah SD. Anak W sendiri merupakan anak dengan kasus retardasi mental sedang.

2. Ny. I (44 tahun) yang berprofesi sebagai seorang petani ini adalah ibu dari anak V yang kini berumur 8 tahun. Pendidikan terakhir beliau adalah SMP. Anak V sendiri adalah anak dengan kasus retardasi mental sedang.

3. Ny. Y adalah ibu dari anak D beliau berumur 45 tahun, pendidikan terakhir Ny. Y adalah SD. Ny. Y yang berprofesi sebagai seorang petani ini telah merawat anak D selama 13 tahun. Anak D sendiri adalah anak dengan kasus retardasi mental ringan.

4. Ny. U merupakan seorang petani berumur 45 tahun yang berpendidikan terakhir SD ini adalah ibu dari anak I yang sekarang berumur 10 tahun. Anak I sendiri adalah anak dengan kasus retardasi mental ringan.

Semua partisipan adalah ibu karena di Kecamatan Ngadirojo Wonogirimemiliki sebuah sistem yang ada sejak turun temurun. Setiap keluarga memiliki ladang yang pada masa bercocok tanam akan ditanami bersama (istri, suami dan anak), selama menunggu masa panen, kepala rumah tangga yaitusuami, pergi merantau

(3)

34

keluar kota untuk memenuhi kebutuhan hidup selama menunggu masa panen, dan ketika panen itu tiba hasil bumi yang telah ditanami akan dipanen bersama-sama. Penelitian ini dilakukan pada masa menunggu panen, sehingga hanya ibu yang ada di rumah dan yang terlibat sebagai partisipan untuk penelitian ini.

4.2. Hasil Penelitian

Dalam sub bab ini peneliti memaparkan kategorisasi tematik dari hasil wawancara pengalaman partisipan. Dari tiga tema besar ada dua tema yang memiliki beberapa sub tema dan tema yang lain berdiri sendiri dengan satu sub tema. Kategori tema yang muncul dalam studi ini antara lain ; (1) kulakukan segalanya untuk dia yang kucintai, (2) ku tak tahu apa yang terjadi dengan dirinya, (3) gejolak dalam dada.

Berikut gambaran dari pengalaman partisipan dalam mendukung anak dengan retardasi mental ringan dan sedang.

1. Kulakukan segalanya untuk dia yang kucintai

Segala hal dilakukan untuk memberikan hal yang terbaik kepada orang yang kita cintai, tidak berbeda dengan anggota keluarga yang memiliki anak atau saudara yang memiliki kasus retardasi mental. Dalam tema ini peneliti membaginya menjadi dua sub tema yang berbeda yaitu

(4)

35

“kubawa kemanapun untuk menyembuhkannya” dan “harus kupenuhi semua yang dia minta”

a. Kubawa kemanapun untuk menyembuhkannya

Keluarga membawa kemanapun untuk menyembuhkan anak atau saudara mereka yang mengalami retardasi mental, mulai dari dukun, pijat syaraf hingga membawanya ke dokter spesialis anak.

“Ya sudah, sudah saya bawa kemana-mana itu, sudah alternatif sudah pijat syaraf, gara-gara tidak biasa berbicara dan berjalan, ya sudah kemana-mana, pokoknya orang bilang kemana ya saya turuti begitu, empat tahun baru bisa berjalan itu.“ (R1).

“Ya sudah saya upayakan to, disuruh memijatkan syaraf kesana ya saya pijatkan, itu biasanya berjalan sama berbicara bersamaan setelah saya pijatkan ke pasar Jumapolo Pak S namanya, kalau sekarang apakah masih atau tidak beliau , lalu saya kesana tiga atau empat kali saya kesana.“ (R2). “Ke khusus anak itu mas, terus disana di ajari begitu, hanya gambar ini dengan gambar yang ini beda atau tidak, begitu lalu kan tidak bisa, lalu ibu dokternya anu, ini terlambat belajar begitu anu anda diminta untuk menyekolahkannya ke SLB, nanti kalau di SD bisa stres begitu, terus saya langsung sekolahkan kesana (SLB), terus sesampainya disana ya sama saja, disuruh membaca tidak mau cuma begitu lho kalau menulis ya bisa huruf-huruf itu ya bisa tapi kok membacanya tidak bisa begitu lho sampai saya terapikan ke Batu (nama kecamatan di Wonogiri) katanya disini belakang sini lemah, kalau di dekati oleh bu guru begitu malah tidak mau mengerjakan malah diam saja, malah melihat kebawah begitu , lha bagaimana supaya cepat bisa begitu sampai saya suwuk (salah satu prosesi perdukunan jawa) suparanya berani supaya mau belajar rajin begitu saya sampai heran mas.” (R4)

(5)

36

b. Harus kupenuhi semua yang dia minta

Harus dipenuhinya semua yang anak atau saudaranya minta memang menjadi satu hal yang tidak bisa dilepaskan dari pemberian dukungan dalam studi ini. Baju, sepatu, ada ataupun tidak ada biaya para partisipan inipun memberikan apa yang anak-anak retardasi mental inginkan.

“Ya, kalau minta sesuatu itu harus, kalau tidak hari ini ya besuk kalau belum dibelikan ya belum diam, ya seperti minta ini (binder) ya ini tadi turun pasar, pasar Ngadirojo beli binder “ (R1).

“Jajannya itu pokoknya tidak bisa dicegah, sama kalau minta ya harus ada.” (R2).

“ya jajannya kuat itu, tidak bisa “direm”, sebenarnya disekolahkan sudah jajan habis tiga ribu empat ribu terus di rumah kan ada “cilok” terus saya bilang udah ndak punya uang begitu ya mengamuk itu, semuanya dibuang begitu, bukunya sendiri saja ya diobrak-abrik kalau tidak cepet dikasih, sebenarnya lima ratus begitu ya mau sebenarnya kalau dikasih, itu jajannya luar biasa kuat.” (R4)

2. Ku tak tahu apa yang terjadi dengan dirinya

Tidak mengerti apa yang terjadi dengan anak atau saudara mereka menjadikan dukungan mereka tidak tepat sasaran. Banyak partisipan yang tidak tahu tentang kondisi yang sebenarnya dialami oleh oleh yang mereka cintai ini. Tema ini terbagi menjadi tiga sub tema yang mendampinginya yaitu “kenyataan yang terlambat”, “perlakuan yang sama”, dan “tidak ada yang harus kuajarkan”

(6)

37 a. Kenyataan yang terlambat

Sebagian besar keluarga mengerti apa yang terjadi dengan anak mereka ketika sang anak telah beranjak pada usia sekolah, karena menurut mereka tidak ada gejala apapun sewaktu dia kecil.

“Tidak tau mas, perasaannya kok disuruh ke SLB begitu, masak anak saya di taruh di SLB Cuma begitu soalnya di SD itu lha kok takut begitu lho mas, kalau sama teman-temannya itu sudah dibawah sendiri, ini di SLB mengganggap dirinya pintar sendiri, mengganggap dirinya bisa berbicara sendiri, makanya itu di SLB agak centil begitu, terus kalau di mobil (angkutan umum) itu anak SMEA STM itu sampai heran mas, centil itu dalam angkutan umum itu, coba besok bagaimana anak seperti itu centil banget padahal belum pinter saya bilang begitu,sebenarnya sudah dapat berbicara dieja sendiri sudah bisa, iya pokoknya saya ya ini bu sri itu alhamdulilah yang pegang itu agak baik, dulu kan dipegang bu wahyu terus sekarang diganti ibu sri lagi, bu sri semin pokoh sini ya bagus itu. “ (R3)

“tidak tahu, tahunya itu ya sekolah tidak bisa anu begitu, kecilnya itu ya tidak papa mas, ya sehat terus tidak tahu kalau seperti itu, tahunya di SD itu lho tahu kalau seperti itu, penakut terus tidak mau mengerjakan begitu , lalau disarankan ke SLB sama kepala sekolahnya disuruh pindah begitu lha ketinggalan pelajaran terus, tidak mau menulis tidak mau anu tahunya, ya seperti itu bayinya ya tidak sakit-sakitan, tidak kenapa-kenaoa ya sehat sebenarnya, apa ya di bawa weton (penganggalan jawa) juga itu wetonnya sabtu pahing (hari dalam jawa seperti kliwon dan sebagainya) kalau itu nakal ya nakal kalau diam ya diam sabtu pahing itu, itu angan-angannya diambil sendiri” (R4).

(7)

38 b. Perlakuan yang sama

Partisipan sebagian besar tidak tahu apa yang harus dilakukannya dengan kondisi anak yang seperti itu. Para partisipanpun tidak membedakan perlakuan yang dia berikan kepada anak tersebut dengan perlakuan yang dia berikan kepada kakaknya dahulu.

Peneliti: buk kalau seperti adik begini ada perlakuan khusus tidak buk? “Sama saja mas” (R1) “Tidak, tidak mas malah lebih susah mbaknya itu, mbaknya itu saja jam segini belum mau bekerja samapai SMEA, ya sukurlah ini alhamdulilah sudah bisa ke jakarta sudah bisa, apa mas mandiri begitu, mbaknya tidak pernah bekerja dirumah samapai sekolah SMEA itu ndak mau, ya alhamdulilah lulus SMEA langsung bisa istilahnya berdagang sedikit, sama jadi tukang cuci nyetrika ditempat orang, lalu suaminya jadi tukang pasang plafon” (R3).

Peneliti : buk kalau seperti adik begini ada perlakuan khusus tidak buk? “Tidak “ “ya sama saja” (R4)

c. Tidak ada yang harus kuajarkan.

Berbagai penjelasan partisipan mengungkapkan bahwa tidak ada hal sebenarnya harus diajarkan kepada anak ini. Karena sebagian besar anak sudah dapat mencontoh kegiatan sehari-hari yang dilakukan orang tuanya di rumah mulai dari menyapu, mengepel dan lain hal.

(8)

39

“Ya apapun, nyuci piring, apa mandi sendiri sudah bisa, memakai baju sendiri juga sudah bisa sekarang.” (R1)

“Tidak, bisa sendiri nyapu juga bersih itu, terus anu ini tadi pagi sudah terus sorenya belum nyapu.” (R3)

“ lha kalau mau tidak usah disuruh itu juga maunya bersih-bersih terus lha kalau mau bersih-bersih ya malah bikin kotor, kalau nyapu ya, liat ini terus dikerubutin semut begitu kotorannya ya disapu langsung di taruh di cikrak” (R4).

3. Gejolak dalam dada

Rasa sakit, bingung bercampur aduk menimbulkan gejolak dalam hati para partisipan. Tidak dipungkiri lagi kenyataan yang cukup pahit dirasakan karena memiliki anak yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Dalam tema ini hanya didampingi dengan satu sub tema yang mendampinginya yaitu stres yang berkorelasi langsung dengan tema yang dimunculkan.

“Ya sedih, pegel sama jengkel mas” (R2)

“Lha kalau bapaknya kan tidak mengurus dia sejak kecil pergi bekerja terus, kalau perasaan saya ya sedih ya, orang sekolah kok tidak bisa,kok tidak begini gitu lho sama temen-temennya, kadang sedih ya dihilangkan saja begitu. “ (R4)

(9)

40

Berbagai hal telah dipaparkan diatas oleh partisipan mengenai pengalaman mereka dalam mendukung anak dengan retardasi mental ringan dan sedang di kabupaten Wonogiri. Hasil dari paparan partisipanpun kemudian peneliti coba untuk ungkapkan atau deskripsikan secara lengkap dalam sudut pandang para partisipan. Hasil paparan partisipan peneliti mulai dari tema besar pertama hingga mengalir ke tema-tema selanjutnya. Adapun pemaparannya sebagai berikut;

4.3. Deskripsi Fenomena

4.3.1. Kenyataanya, memang ku tak tahu

Berbagai cara, daya dan upaya telah dilakukan oleh para partisipan mulai dari pergi ke dukun, tukang pijat syaraf, semua hal yang dilakukan untuk buah hati mereka yang tersayang. Berbagai hal yang telah dilakukan memang luar biasa untuk kesembuhan anggota keluarga mereka. Hal inilah yang sebenarnya menimbulkan sebuah permasalah yang kompleks. Berbagai hal yang dilakukan sebagian besar memang tidak berguna bahkan bisa kita sebut perlakuan untuk menyembuhkan anak mereka adalah kurang tepat.

(10)

41

Perlakuan yang kurang tepat bukan hanya terjadi saat kejanggalan-kejanggalan pada anak muncul namun perlakuan yang kurang tepat pula diberikan setelah diagnosa akan masalah anak sudah terang terlihat. Berbagai partisipan memperlakukan anak-anak retardasi mental sama dengan anak-anak normal pada umunya.

Berbagai penjelasan yang ada memang tidak bisa dilihat dalam satu sudut pandang. Peneiti tidak dapat menyalahkan perlakuan yang dilakukan oleh para partisipan. Kurangnya paparan informasi menjadi hal yang bisa kita garis bawahi untuk melihat fenomena ini, para anggota keluarga memang sebenarnya tidak tahu apa yang harus mereka lakukan dengan tepat untuk proses perkembangan sang anak nantinya.

4.3.2. Kenyataan yang menyakitkan

Kenyataan terkadang menyakitkan dan juga datangnya terkadang sudah sangat lama baru dapat disadari. Hal ini pula juga dirasakan oleh para anggota keluarga saat menyadari salah satu orang yang mereka cintai memiliki kondisi yang berbeda dengan orang-orang pada umumnya. Bingung, sakit hati, jengkel kenapa harus berbedapun muncul dalam hati mereka. Hal ini memang menjadi salah satu permasalahan dalam kehidupan mereka.

(11)

42

Namun apa mau dikata semua ini memang mereka jalani dengan penuh keihlasan mulai dari mengantarkan, hingga menunggu sampai selesainya sekolah si buah hati. Tak hanya itu kondisi anak atau saudara mereka yang berbeda membuat mereka tidak bisa meninggalkannya walau barang sejenak saja.

4.4. Pembahasan

Tujuan dalam pembahasan ini untuk mendiskusikan tentang intepretasi hasil yang didapatkan dari penelitian yang berfokus pada pengalaman anggota keluarga dalam mendukung anak retardasi mental ringan dan sedang. Intepretasi hasil ini dilakukan dengan cara membandingkannya dengan konsep-konsep teoretikal atau bahkan situasi dan penelitian sebelumnya.

Dari hasil ekplorasi pengalaman dukungan anggota keluarga terhadap anak retardasi mental ringan dan sedang dalam bentuk deskripsi fenomena. Dalam bagian ini peneliti membahas relevansi penelitian ini dalam kaitannya dengan penelitian sebelumnya. Konsep-konsep teoretikal yang muncul pada bab 2 pun akan menjadi acuan pula dalam bagian ini.

(12)

43

4.3.1. Kenyataannya, memang ku tak tahu

Kenyataan yang memang begitu terlihat bahwa dalam studi ini para partisipan tidak mengetahui dukungan-dukungan yang tepat. Kurangnya pengetahuan membuat para keluarga menjadi bingung bagaimana mendukung anak-anak dengan retardasi mental ini dengan tepat sasaran.

Hal ini sependapat dengan penelitian di Iran (Kermanshahi, Vanaki, Ahmadi, Kazemnejad, Mordoch, & Azadfalah., 2008) yang menjelaskan bahwa beberapa ibu (caregiver) tidak mengetahui apapun tentang keadaan anak mereka, yang secara spesifik digambarkan kurangnya pengetahuan akan perawatan dan juga komunikasi dengan anak.

Kurang pengetahuan dalam konteks studi ini juga menjadikan keluarga lambat menyadari masalah yang sedang dialami oleh sang anak. Lambatnya kesadaran keluarga mempengaruhi tingkat adapatasi mereka akan masalah yang sedang dihadapi oleh anggota yang lain.

Hal ini diperkuat oleh sebuah penelitian yang dilakukan di Tehran Iran, yang menyebutkan bahwa urutan kelahiran anak dan saat kesadaran akan masalah anak berkaitan erat dengan tingkat adaptasi pada ibu (Taghvi, Aliakbarzadeh-Arani, & Khari-Arani, 2012).

(13)

44

Kurang pahamnya paparan informasi mengakibatkan berbagai permasalahan termasuk kurang tepatnya tindakan yang diberikan (Gordon, Roberts and Odeka., 2007). Hal ini juga muncul di berbagai penelitian dalam isi yang berbeda seperti dalam masalah kontrasepsi, pemberian layanan kesehatan untuk keluarga gay dan lesbian serta masih banyak lagi studi-studi yang menunjukkan pentingnya sebuah iniformasi untuk meningkatkan kualiatas tindakan di masa yang akan datang (Lim, Mackey, Liam and He., 2011; Chapman, Wardrop, Freeman, Zappia, Watkins and Shields 2012; Dalal, Lao, Gifford, Wang 2012;Khowaja, Khan,Nizam, Omer & Zaidi., 2012).

Beberapa paparan yang ada dalam kaitannya dengan fenomena yang terjadi, perawat profesional dapat memberikan informasi mengenai karakteristik anak dan juga dukungan yang harusnya dapat diberikan dengan tepat dan dapat dipahami oleh orang tua sehingga meningkatkan kualitas pengetahuan orang tua akan keadaan masalah anak. Hal inilah yang akan meningkatkan kualitas peran orang tua dalam mendukung anak (Lim, Mackey, Liam and He., 2011). Perawat profesional dapat pula memainkan peran kunci dalam advokasi untuk program penelitian yang signifikan untuk populasi dalam areal kecamatan Ngadirojo Wonogiri, yang mengarah ke pengembangan layanan berbasis bukti yang akan meningkatkan pengalaman hidup orang tua dan

(14)

45

anak-anak dengan keterbelakangan mental (Kermanshahi, Vanaki, Ahmadi, Kazemnejad, Mordoch, & Azadfalah., 2008)

4.3.2. Kenyataan yang Menyakitkan

Kenyataan yang menyakitkan dianggap sebagai pernyataan yang tepat untuk menggambarkan hal yang terjadi dalam deskripsi fenomena yang telah dijabarkan. Kenyataan yang terjadi memang membuat para anggota keluarga merasakan hal yang tidak mengenakan.

Pernyataan tadi juga diperkuat oleh penelitian dari Iran yang menyebutkan adanya “painful emosional reaction” disaat mengetahui anak mereka berbeda dengan anak-anak pada umumnya (Kermanshahi, Vanaki, Ahmadi, Kazemnejad, Mordoch, & Azadfalah., 2008).

Dalam studi Kenyataan yang menyakitkan memang dirasakan oleh semua lini dalam keluarga namun rasa yang menyakitkan itu terkadang harus langsung diusir jauh-jauh dari hati mereka. Kehidupan yang ada didepan harus terus diperjuangkan walaupun ada masalah yang sedang membebani mereka saat ini.

(15)

46

Hal ini sependapat dengan penelitian yang mengkaji tentang perspektif dari kakek dan nenek. Bebagai rasa memang dirasakan dan menyesakkan namun memberikan pemikiran positif bagi anak-anak mereka merupakan hal terbaik yang dapat dilakukan pada saat usia senja mereka. (Miller, Buys & Woodbridge.,2012).

Untuk mengurangi masalah yang lebih parah mekanisme koping yang adaptif dapat menjadi suatu solusi yang dapat dicoba oleh para anggota keluarga saat mendapati kenyataan yang tidak sesuai dengan keinginan setiap manusia (Pence, Thielman, Whetten, Ostermann, Kumar, and Mugavero., 2008). Dalam salah satu penelitian disebutkan bahwa mekanisme koping yang adaptif dapat meningkatkan harga diri seseorang dan meningkatkan suasana hati kepada suasana yang lebih nyaman dibandingkan dengan kita meratapi masalah yang kita hadapi (Pavlickova, Varese, Smith, Myin-Germeys, Turnbull, Emsley, dan Bentall., 2012). Mekanisme koping yang adaptif pula dapat digunakan sebagai prediktor signifikan dari kualitas hidup terkait kesehatan (D’Souza, Karkada and Somayaji., 2013).

Dalam kaitannya mekanisme koping yang adaptif para keluarga membutuhkan sebuah wadah untuk mengajarkan atau memberikan sebuah gambaran mekanisme koping yang adaptif. Disini peran perawat komunitas dapat digunakan sebagai profesi

(16)

47

yang dapat merangkul masyarakat untuk memberikan penjelasan dan gambaran mengenai koping yang adaptif. Namun perlu diketahui bahwa belum ada mekanisme koping yang tepat yang dapat diterapkan secara baik untuk masyarakat yang memiliki anak retardasi mental di kecamatan Ngadirojo hal inilah yang masih memerlukan adanya sebuah penelitian yang cukup mendalam dari instansi pendidikan keperawatan.

4.5. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam sebuah penelitian memang tidak dapat disangkal keberadaanya. Dalam perjalanan studi ini pun peneliti menemukan keterbatasan yang muncul diantaranya;

4.5.1. Waktu yang cukup singkat yang dimiliki oleh peneliti membuat penelitian ini kurang dalam untuk gambaran yang didapatkan dilapangan selama proses penggalian informasi.

4.5.2. Dalam studi ini hanya didapatkan mengenai pengalaman anggota keluarga dengan kasus anak retardasi mental ringan dan sedang. Sehingga dirasa penting untuk menggali pengalaman keluarga dengan kasus anak retardasi mental berat dan sangat berat.

4.5.3. Penelitian ini menggali pengalaman dukungan ibu terhadap anaknya yang menyandang retardasi mental dan tidak menggali kompleksitas tradisi yang mempengaruhi peran

(17)

48

ibu merawat anak dengan retardasi mental selama menunggu panen / tanpa kehadiran suami. Direkomendasikan untuk penelitian selanjutnya dapat meneliti pengalaman peran ibu dan seluruh anggota keluarga mendukung anak retardasi mental di dalam tradisi Kecamatan Ngadirojo Wonogiri.

Referensi

Dokumen terkait

Sesaat sebelum intubasi pada kelompok A disemprotkan xylocain spray 10 % , 5 semprotan pada ETT mulai ujung distal sampai dengan kurang lebih 10 cm dari ujung ETT... dan 5

Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen Tahun 2009 memuat berbagai data tentang kesehatan, yang meliputi derajat kesehatan, upaya kesehatan, dan sumber daya

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial orangtua dengan keraguan mengambil keputusan karier pada mahasiswa tahun

[r]

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai kerapatan papan partikel yang dihasilkan berkisar antara 0,80 gr/cm3 sampai dengan 0,91 gr/cm3, nilai kerapatan tertinggi pada

menunjukkan angka larva uji asal Sekotong 0,97; Batu Layar 0,89 dan Pasar Seni Senggigi 0,90 dengan kriteria yang telah ditetapkan maka larva uji asal Sekotong

Perpustakaan ditinjau dari segi perkembangan budaya dapat merupakan agen perubahan (agen of changes).Hal itu dimungkinkan dan dapat dimengerti, karena diperpustakaan

Analisis spasial wilayah potensial PKL menghasilkan peta tingkat wilayah potensial yang tersebar sepanjang Jalan Dr.Radjiman berdasarkan aksesibilitas lokasi dan