• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KANKER PAYUDARA LOKAL LANJUT PASCA MASTEKTOMI: REKURENSI DAN FAKTOR KLINIKOHISTOPATOLOGIS YANG MEMPENGARUHINYA TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KANKER PAYUDARA LOKAL LANJUT PASCA MASTEKTOMI: REKURENSI DAN FAKTOR KLINIKOHISTOPATOLOGIS YANG MEMPENGARUHINYA TESIS"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KANKER PAYUDARA LOKAL LANJUT PASCA

MASTEKTOMI: REKURENSI DAN FAKTOR

KLINIKOHISTOPATOLOGIS YANG MEMPENGARUHINYA

TESIS

Andrew Jackson Yang 0906646593

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI ILMU BEDAH

(2)

EVALUASI KANKER PAYUDARA LOKAL LANJUT PASCA

MASTEKTOMI: REKURENSI DAN FAKTOR

KLINIKOHISTOPATOLOGIS YANG MEMPENGARUHINYA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar spesialis bedah

dr. Andrew Jackson Yang 0906646593

(3)
(4)
(5)

Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini yang merupakan tugas akhir dari program pendidikan Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo.

Perkenankan penulis menghaturkan terima kasih kepada :

1. Dr. Erwin Danil Julian SpB(K)Onk, selaku pembimbing penelitian atas dukungan, bimbingan, diskusi, dan arahannya yang sangat membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.

2. DR. Dr. Toar JM Lalisang, Sp.B(K)BD, selaku Ketua Departemen Ilmu Bedah FKUI/ RSCM yang telah memberikan kesempatan dan ijin kepada saya untuk melakukan penelitian ini.

3. Dr. Riana Pauline Tamba, Sp.B, Sp.BA (K), selaku Ketua Program Studi Ilmu Bedah dan Dr. Wifanto Saditya Jeo, Sp.B(K)BD, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah, yang telah membimbing dan mengarahkan saya sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

4. Dr. Ahmad Kurnia SpB(K)Onk selaku Kepala Divisi Bedah Onkologi FKUI/ RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo atas izinnya untuk melakukan penelitian di Divisi Bedah Onkologi FKUI/ RSCM.

5. Seluruh Staf pengajar di Departemen Ilmu Bedah FKUI/ RSCM yang telah membimbing saya tanpa putus asa sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

6. Keluarga tercinta, terutama isteri, anak-anak, kedua orang tua dan saudara kandung yang selalu memberikan dukungan dan semangat untuk menyelesaikan penelitian ini.

7. Teman-teman residen bedah angkatan Januari 2010 terima kasih menjadi teman dalam suka dan duka.

8. Adik-adik angkatan residen bedah yang ikut membantu terutama pada saat penelusuran rekam medis yang sedemikian banyaknya.

(6)

ini

10. Pada pasien yang merupakan salah satu sumber ilmu, semoga Tuhan YME memberikan kekuatan dan kesembuhan. Semoga hasil penelitian ini dapat membantu pasien demi peningkatan keberhasilan terapi di masa yang akan datang

Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikannya. Semoga penelitian ini bermanfaat untuk peningkatan pelayanan kesehatan

Jakarta, Agustus 2013

(7)
(8)

Program Studi : Ilmu Bedah

Judul : Evaluasi Kanker Payudara Lokal Lanjut Pasca Mastektomi: Rekurensi dan Faktor Klinikohistopatologis yang

Mempengaruhinya

Pendahuluan: Kanker payudara lokal lanjut merupakan skenario klinis yang amat sering dijumpai di negara berkembang, dimana rekurensi masih menjadi permasalahan. Mastektomi merupakan salah satu terapi utama. Usia, stadium klinis, keterlibatan kelenjar getah bening, tipe histopatologis, grade histopatologis, subtipe tumor merupakan faktor-faktor klinikohistopatologis yang mempengaruhi rekurensi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap rekurensi kanker payudara lokal lanjut pasca mastektomi. Metode: Desain penelitian bersifat analitik potong lintang. Pengumpulan data dilakukan pada semua pasien kanker payudara lokal lanjut yang telah dilakukan mastektomi serta terapi definitif sesuai stadium tumor dan terdapat disease free interval serta dapat diikuti minimal 24 bulan pada periode Januari 2011 – Desember 2012 di RS Dr.Cipto Mangunkusumo.

Hasil: Didapatkan 39 pasien dengan kanker payudara lokal lanjut yang telah dilakukan mastektomi serta terapi definitif dan terdapat disease free interval dengan median follow up 30 bulan. Jumlah rekurensi adalah 7,6%. Pada analisis bivariat ditemukan hubungan bermakna antara jenis histopatologi (p 0,008) dan keterlibatan kelenjar getah bening (p 0,026) dengan rekurensi. Pada analisis multivariat didapati faktor yang paling berpengaruh terhadap rekurensi adalah keterlibatan kelenjar getah bening (p 0,002).

Konklusi: Faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya rekurensi kanker payudara lokal lanjut pasca mastektomi adalah kelenjar getah bening positif tumor dengan jumlah lebih dari tiga.

Kata kunci: kanker payudara lokal lanjut, mastektomi, rekurensi, klinikohistopatologis

(9)

Name : dr. Andrew Jackson Yang Program : Surgery

Title : Evaluation of Locally Advanced Breast Cancer

Post-Mastectomy: Recurrence and Affecting Clinicohistopathology Factors

Introduction: Locally advanced breast cancer is clinical scenario that is very common in developing countries where recurrence is still a problem. Mastectomy is one of the primary teraphy. Age, clinical stage, lymph nodes involvement, histopathlogic type, histopatologic grades, tumor subtypes are clinicohystopatoligic factors affecting recurrence. The purpose of this study was to determine the influence of these factors on the recurrence of locally advanced breast cancer after mastectomy.

Methodology: The study design was analytical cross-sectional. Data collection was performed in all patients with locally advanced breast cancer who had performed mastectomy and appropriate definitive therapy according to tumor stage, had disease free interval and can be followed at least 24 month in the period January 2011 – December 2012 at the Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo.

Result: There were 39 patient with locally advanced breast cancer patient who had performed mastectomy as well as definitive therapy, had disease free interval with a median follow-up interval of 30 months. The number of recurrences was 7,6%. In the bivariate analysis found a significant relationship between the hystopathology type (p 0,008), lymph node involvement (p 0,026) with recurrence. In multivariate analysis found that the most influential factor to

reccurrence was lymph node involvement (p 0,002).

Conclusion: The most influential factor on the occurrence of locally advanced breast cancer recurrence after mastectomy is tumor positive lymph nodes in an amount greater than three.

Keywords: locally advanced breast cancer, mastectomy, recurrence, clinicohistopatology.

(10)

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

ABSTRAK ... vii DAFTAR ISI ... ix DAFTAR TABEL ... xi BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 LatarBelakang ... 1 1.2 RumusanMasalah ... 2 1.3 Hipotesis ... 3 1.4 PertanyaanPenelitian ... 3 1.5 TujuanPenelitian... 3 1.5.1 TujuanUmum ... 3 1.5.2 TujuanKhusus ... 3 1.6 ManfaatPenelitian... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Kanker Payudara Lokal Lanjut, Definisi, Epidemiologi.... 5

2.2 Gambaran Klinis ... 5

2.3 Penatalaksanaan ... 7

2.4 Pembedahan ... 9

2.5 Rekurensi Kanker Payudara ... 10

2.6 Faktor Prognostik Kanker Payudara ... 16

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 17

3.1 Desain Penelitian ... 17

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 17

3.3 Sumber data ... 17

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 17

3.5 Kerangka Sampel ... 18

3.5.1 Besar Sampel ... 18

3.5.2 Teknik Pengambilan Sampel ... 18

3.6 Cara Kerja ... 19

(11)

memengaruhinya ... 23 4.2 Analisis Bivariat ... 26 4.3 Analisis Multivariat ... 29 BAB 5 PEMBAHASAN ... 31 BAB 6 PENUTUP ... 35 6.1 Kesimpulan... 35 6.2 Saran ... 35

(12)

2.1 Kateori risiko St. Gallen ... 15

4.1 Distribusi pasien menurut usia ... 24

4.2 Distribusi pasien menurut jenis histopatologi kanker ... 24

4.3 Distribusi pasien menurut keterlibatan kelenjar getah bening ... 24

4.4 Distribusi pasien menurut Grade ... 25

4.5 Distribusi pasien berdasarkan stadium klinis ... 25

4.6 Distribusi pasien berdasarkan subtipe tumor ... 25

4.7 Hubungan KGB dan rekurensi ... 26

4.8 Hubungan usia dan rekurensi ... 27

4.9 Hubungan jenis histopatologi dan rekurensi ... 27

4.10 Hubungan subtipe tumor dan rekurensi ... 28

4.11 Hubungan stadium klinis dan rekurensi ... 28

4.12 Hubungan grade dengan rekurensi ... 29

4.13 Hasil analisis multivariat ... 29

4.14 Hasil analisis multivariate regresi logistik histopatplogi, KGB, grade dan subtipe dengan rekurensi ... 29

4.15 Hasil analisis multivariate regresi logistik KGB, grade dan subtipe dengan rekurensi ... 29

4.16 Hasil analisis multivariat regresi logistik KGB dan grade dengan rekurensi ... 29

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kanker payudara saat ini merupakan keganasan yang paling banyak menyerang wanita di seluruh dunia.1 Setiap tahun diperkirakan terdapat 1,3 juta kasus kanker payudara baru di seluruh dunia.2 Di Indonesia, kanker payudara juga merupakan kanker terbanyak yang diderita wanita dengan angka kejadian 36,2 per 100.000 dan angka mortalitas 18,6 per 100.000 (estimasi Globocan 2008). Lebih dari 50% kasus kanker payudara merupakan stadium lanjut.3

Dalam penatalaksanaannya, kanker payudara dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu kanker payudara dini dan lanjut. Kasus lanjut meliputi kanker payudara lokal lanjut dan kanker payudara yang telah bermetastasis. Kanker Payudara Lokal Lanjut (KPLL) dicirikan oleh massa tumor yang besar (>5cm), keterlibatan kulit atau dinding dada, keterlibatan KGB aksila ipsilateral yang terfiksasi, mamaria interna sisi ipsilateral tanpa adanya metastasis jauh.4 KPLL merupakan skenario klinis yang amat sering dijumpai di negara berkembang, termasuk negara-negara Asia;5 kemungkinan terkait dengan status sosioekonomiserta pendidikan yang rendah.

Penatalaksanaan KPLL terdiri atas kontrol lokoregional serta terapi sistemik; keduanya terdiri dari berbagai modalitas terapi, meliputi pembedahan, terapi radiasi serta terapi sistemik berupa kemoterapi dan terapi hormonal. Saat ini mastektomi merupakan salah satu terapi utama pada KPLL, dimana pembedahan yang dilakukan untuk KPLLdapat berupa mastektomi radikal modifikasi atau mastektomi radikal klasik.6

Terdapat kecenderungan pengurangan angka mortalitas karena kanker payudara dibanding dekade 1980-an, saat mortalitas kanker payudara mencapai puncaknya. Pada 1971-1975, five-years survival rate kanker payudara hanya 52%, meningkat menjadi 80% pada tahun 2003.7 Penurunan angka mortalitas ini disebabkan oleh beberapa faktor; tersedianya modalitas penapisan secara luas dianggap sebagai faktor

(14)

utama, selain berkembangnya pendekatan multidisiplin dalam penatalaksanaan kanker payudara (pembedahan, radioterapi serta kemoterapi dan terapi hormonal).8 Penurunan angka mortalitas ini juga dibarengi dengan kenaikan dari usia harapan hidup penderita kanker payudara, terutama di negara berkembang.9 Sayangnya rekurensi kanker payudara, baik rekurensi lokoregional maupun rekurensi jauh, masih menjadi permasalahan sendiri.

Istilah rekurensi merujuk pada keadaan munculnya kembali secara klinis kanker yang sebelumnya telah menjalani terapi definitif dan dinyatakan sembuh. Untuk dinyatakan sebagai rekuren harus ada periode di antara terapi dan rekurensi yang disebut dengan disease-free interval. Adanya rekurensi pada kanker payudara yang telah menjalani operasi dapat disebabkan oleh penyebaran kanker itu sendiri atau karena tidak lengkapnya pengangkatan jaringan lokal dan regional (Donegan 1979). Rekurensi lokal dan regional (lokoregional) terjadipada sekitar 12% pasien kanker payudara dalam kurun waktu 10 tahun pasca mastektomi.

Terdapat beberapa faktor prognostik yang diketahui memengaruhi rekurensi penderita kanker payudara seperti faktor klinis (usia, stadium klinis, status kelenjar getah bening) dan faktor histopatologis (tipe histopatologis, grade histopatologis, subtipe tumor). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor prognostik tersebut terhadap rekurensi KPLL pasca mastektomi di Indonesia. Diharapkan dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk mengurangi angka kejadian rekurensi KPLL pacsa mastektomi.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah berapa angka rekurensi pasien KPLL pasca mastektomi di RSCM pada tahun 2011-2012, serta faktor klinikohistopatologis apa yang memengaruhinya.

(15)

1.3. Hipotesis

Terdapat hubungan antara usia, jenis histopatologi, stadium klinis, keterlibatan KGB, grade, subtipe tumor, dengan rekurensi pada pasien KPLL pasca mastektomi di RS Dr. Cipto Mangunkusumo

1.4. Pertanyaan Penelitian

- Berapa angka rekurensi pasien KPLL pasca mastektomi di RS Dr. Cipto Mangunkusumo?

- Apakah terdapat hubungan antara usia, jenis histopatologi, stadium klinis, keterlibatan KGB, grade, subtipe tumor, dengan rekurensi pada pasien KPLL pasca mastektomi di RS Dr. Cipto Mangunkusumo?

1.5. Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan umum

- Diketahuinya karakteristik pasien KPLL diRS Dr. Cipto Mangunkusumo 1.5.2 Tujuan khusus

- Diketahuinya angka rekurensi pasien KPLL pasca mastektomi di RS Dr. Cipto Mangunkusumo

- Diketahuinya hubungan antara usia, jenis histopatologi, stadium klinis, keterlibatan KGB, grade, subtipe tumor, dengan rekurensi pada pasien KPLL pasca mastektomi di RS Dr. Cipto Mangunkusumo.

1.6. Manfaat Penelitian

1.6.1 Bagi peneliti

- Meningkatkan pengetahuan mengenai rekurensi kanker payudara lokal lanjut pasca mastektomi

(16)

1.6.2. Bagi institusi

- Mendapat gambaran angka rekurensi lokal, regional serta metastasis jauh pasien kanker payudara lokal lanjut pasca mastektomi di RS Dr. Cipto Mangunkusumo

- Mengetahui faktor prognostik yang berperan dalam rekurensi KPLL pasca mastektomi di RS Dr. Cipto Mangunkusumo

- Membantu mengevaluasi pelayanan Divisi Bedah Onkologi RS Dr. Cipto Mangunkusumo

1.6.3. Bagi pasien

- Menurunkan angka rekurensi lokal, regional serta metastasis jauh pasien kanker payudara lokal lanjut pasca mastektomi

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kanker Payudara Lokal Lanjut, Definisi, Epidemiologi

Kanker Payudara Lokal Lanjut (KPLL) merupakan kelompok kanker payudara dengan salah satu karakteristik: ukuran yang besar (diameter >5 cm) dengan keterlibatan kulit atau dinding dada, adanya keterlibatan Kelenjar Getah Bening (KGB) aksila ipsilateral yang terfiksasi atau keterlibatan KGB mammaria interna atau supraklavikula ipsilateral.10 Kanker ini mencakup kanker payudara stadium IIIA, IIIB, IIIC menurut American Joint Committee for Cancer Staging and End Results Reporting.11 Salah satu subtipe dari KPLL, mastitis karsinomatosa, memberikan gambaran klinis eritema payudara disertai edem (peau d'orange) dan hangat; dengan atau tanpa adanya massa yang teraba. Kanker ini diklasifikasikan sebagai stadium IIIB atau IV menurut klasifikasi TNM (Tumor Nodul Metastasis), tergantung ada tidaknya metastasis jauh.

Menurut United States National Cancer Database (NCDB), sekitar 10% kasus kanker payudara di Amerika Serikat merupakan KPLL.12 Terdapat kecenderungan penurunan insidensi KPLL terutama pada populasi yung menjalani program penapisan dengan mamografi.13 Di sisi lain, KPLL merupakan kasus yang banyak ditemukan pada masyarakat dengan akses kesehatan rendah serta di negara berkembang,12 hal ini terkait dengan lebih rendahnya status sosioekonomi serta tingkat pendidikan.14

2.2. Gambaran Klinis

KPLL merupakan kelompok penyakit yang heterogen, mencakup banyak subgrup serta stadium kanker; oleh karena itu prevalensinya sulit untuk dipastikan. Sekitar 50% kasus kanker payudara di negara berkembang merupakan KPLL. Diagnosis klinis KPLL biasanya tidak sulit karena hampir semua kasus menunjukkan massa di payudara yang berukuran besar, disertai dengan gejala edema, kemerahan, retraksi puting, nyeri, dimpling, skin ulcer serta massa di aksila. Pemeriksaan

(18)

inspeksi dan palpasi biasanya dapat memberikan gambaran yang cukup lengkap. Pemeriksaan fisik harus dilakukan pada kedua payudara serta KGB sekitarnya. Semua massa di payudara serta KGB harus diukur diameternya. Walaupun begitu, pada sebagian wanita, kanker bersifat difus dan sulit dipalpasi. Sekitar 75% penderita memiliki massa di aksila dan/atau supraklavikula yang teraba dan 65-90% pasien menunjukkan metastasis di KGB; lebih dari 50% pasien menunjukkan keterlibatan >4 KGB saat diagnosis.15 Risiko keterlibatan KGB aksila berkorelasi dengan ukuran tumor. Sebagian besar KPLL bersifat operabel, hanya 25-30% pasien yang datang dengan KPLL inoperabel.

Prosedur staging harus dilakukan secara lengkap pada pasien dengan kecurigaan KPLL karena kemungkinan metastasisnya yang tinggi. Sekitar 20% pasien KPLL datang saat sudah terjadi metastasis. Setelah pemeriksaan fisik, pasien harus menjalani panel pemeriksaan laboratorium lengkap, mammografi bilateral, rontgen thorax, bone scan serta USG (Ultrasonografi) atau CT Scan abdomen. Pemeriksaan radiologi payudara penting dilakukan pada kasus KPLL untuk menentukan penyebaran lokal kanker serta menilai bisa/tidaknya pasien menjalani (BCT) breast conserving therapy. Mammografi digital, dapat disertai dengan USG, merupakan pemeriksaan paling dasar yang bisa dilakukan untuk menilai ukuran tumor serta kemungkinan penyakit multifokal atau multisentrik. Pada kasus KPLL seringkali mammografi tidak cukup karena jaringan payudara posterior sulit dinilai; pemeriksaan radiologi dapat diteruskan dengan USG payudara dan KGB sekitarnya atau MRI (Magnetic Resonance Imaging).

MRI payudara dapat menilai penyebaran lokal kanker lebih baik, serta dapat menilai lesi lain yang tidak mencurigakan di payudara ipsi- maupun kontralateral;16 serta pada wanita muda17 atau wanita dengan jaringan payudara yang padat serta invasive lobular carcinoma.18 Setiap pemeriksaan ini memiliki angka false positive yang bermakna sehingga setiap temuan harus diinterpretasikan sesuai temuan lain. Pada akhir pemeriksaan ini, harus ditentukan apakah kanker masih operabel atau inoperabel. Kanker inoperabel mencakup mastitis karsinomatosa, keterlibatan

(19)

ekstensif dari kulit, KGB yang terfiksasi, keterlibatan KGB mammaria interna atau supraklavikular ipsilateral atau edema lengan ipsilateral.

Konfirmasi diagnosis dilakukan lewat pemeriksaan histopatologis, sekaligus mencari status reseptor hormon untuk membantu pemilihan terapi sistemik neoadjuvan. Core biopsy merupakan jenis biopsi yang disarankan karena membantu menegakkan diagnosis serta menilai status reseptor hormon,19 Namun pemeriksaan ini lebih sedikit tersedia di daerah dengan keterbatasan fasilitas.20 Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) merupakan jenis biopsi yang lebih sederhana, tidak membutuhkan peralatan kompleks serta lebih murah; FNAB telah disepakati merupakan modalitas diagnosis, walaupun tidak bisa membedakan secara langsung kanker payudara invasif dan non invasif.21 Kelemahan FNAB adalah tidak bisa membedakan antara massa invasif dengan carcinoma in situ. Biopsi insisional serta eksisional sebisa mungkin dihindari.

2.3 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan KPLL harus mempertimbangkan seluruh modalitas terapi yang tersedia, baik dalam kontrol lokoregional maupun terapi sistemik. Prognosis pasien dengan KPLL dahulu sangat buruk; pasien biasanya hanya memiliki pilihan terapi mastektomi radikal atau terapi radiasi. Walaupun terapi bersifat agresif, angka rekurensi lokal dan metastasis jauh sangat tinggi dan angka five-years survival rate kurang dari 20%.22 Pendekatan kontrol regional dengan kombinasi pembedahan dan terapi radiasi serta penggunaan terapi sistemik telah memperbaiki prognosis pasien KPLL.23 Saat ini terapi sistemik kemoterapi neoadjuvan merupakan pendekatan standar bagi KPLL inoperabel. Pemilihan terapi definitif beserta kemoterapi neoadjuvan dan/atau adjuvan harus dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk keinginan pasien untuk mempertahankan payudaranya lewat breast conserving therapy.

Bagi pasien dengan tumor inoperabel, terapi sistemik merupakan modalitas pertama yang digunakan dalam tata laksana. Penentuan jenis kemoterapi atau terapi hormonal yang digunakan akan bergantung pada status reseptor hormonal tumor serta

(20)

kondisi kesehatan umum pasien. Sebagian kanker inoperabel akan mengalami down staging dan dapat menjalani operasi; penentuan jenis operasi yang dilakukan (lumpektomi, mastektomi) bergantung pada kondisi tumor serta derajat respon terhadap terapi sistemik. Walaupun begitu, breast conservation therapy tidak dianjurkan sebagai terapi kuratif bagi pasien mastitis karsinomatosa.24 Jika respon yang terjadi tidak adekuat, dapat dipertimbangkan pemberian terapi sistemik lain atau pemberian terapi radiasi.

Bagi pasien dengan kanker yang operabel, tata laksana awal dapat berupa pembedahan atau terapi sistemik. Terapi sistemik biasa diberikan untuk memungkinkan dilakukannya BCT pada pasien dengan kanker operabel yang awalnya membutuhkan mastektomi. Pembedahan sebagai terapi awal dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak memungkinkan dilakukan BCT atau jika pathological staging dapat membantu menentukan terapi sistemik yang akan diberikan. Penanganan KPLL membutuhkan pendekatan multidisiplin. Rencana tatalaksana harus disesuaikan pasien per pasien, dengan mempertimbangkan stadium penyakit. Jenis dan urutan modalitas terapi yang digunakan harus disesuaikan pasien per pasien, dengan mempertimbangkan banyak faktor, terutama stadim penyakit.

Pasien dengan stadium IIIA seringkali bersifat operabel, sehingga dapat ditawarkan operasi MRM (Modified Radical Mastectomy) dengan kemoterapi adjuvan dan terapi radiasi, atau dengan kemoterapi neoadjuvan diikuti operasi dan terapi radiasi.25 Tidak ada perbedaan yang bermakna pada disease-free survival atau overall survival antara kemoterapi adjuvan dan neoadjuvan,26 namun penggunaan kemoterapi neoadjuvan memungkinkan dilakukannya BCT.27 Beberapa penelitian menunjukkan angka rekurensi lokal yang bermakna pada kelompok yang mendapat kemoterapi neoadjuvan, walaupun begitu penelitian ini skalanya lebih kecil.

Pemilihan regimen kemoterapi yang digunakan untuk stadium IIIA banyak menggunakan data dari penelitian mengenai kanker payudara dengan metastasis jauh. Terdapat perbedaan bermakna dalam disease-free survival pada kelompok yang menggunakan regimen dengan antrasiklin28serta taxane.29 Direkomendasikan juga

(21)

pemberian enam siklus kemoterapi (dengan regimen yang menggunakan salah satu dari epirubisin, adriamisin atau vinkristin).30

Pada stadium IIIB dan IIIC yang seringkali inoperabel, pemberian kemoterapi neoadjuvan sebaiknya dengan regimen yang menggunakan antrasiklin, ditambah dengan taxane.31 Penggunaan tamoksifen selama 5 tahun dianjurkan bagi pasien dengan kanker dengan reseptor positif.32 Kenaikan disease-free survival juga diamati pada penggunaan aromatase inhibitor.33

2.4 Pembedahan

Setelah pemberian kemoterapi neoadjuvan, terapi lokoregional dapat berupa pembedahan (baik mastektomi radikal maupun mastektomi radikal modifikasi) dan terapi radiasi adjuvan. Pemberian terapi lokoregional harus mempertimbangkan respon klinis tumor, pembedahan hanya dilakukan jika pengangkatan total dari massa tumor dapat dilakukan.

Pasien dengan KPLL operabel harus dipertimbangkan menjalani mastektomi yang diikuti kemoterapi adjuvan. Pada kanker operabel, beberapa clinical trial dan meta-analisis menunjukkan angka disease-free interval serta overall survival yang setara antara pembedahan yang diikuti kemoterapi adjuvan dengan kemoterapi neoadjuvan yang diikuti pembedahan.

Pasien dengan mikrokalsifikasi ekstensif, massa multisentris serta massa dengan perubahan kulit ekstensif sebagian besar tidak dapat menjalani Beast Conserving Surgery (BCS). Kanker yang melibatkan nipple areola complex dan membutuhkan reseksi puting dan areola juga tidak dapat menjalani BCS. Pasien yang menjalani mastektomi harus dipertimbangkan untuk menjalani rekonstruksi; waktu rekonstruksi harus direncanakan sesuai dengan rencana tatalaksana lainnya.

Pasien yang menjalani terapi pembedahan primer harus menjalani terapi radiasi adjuvan untuk mengurangi risiko rekurensi lokoregional. Pasien dengan keterlibatan empat atau lebih KGB aksila biasanya juga menjalani terapi radiasi adjuvan.

Terdapat perkembangan pola pembedahan yang dilakukan untuk KPLL, dengan banyak kasus yang sekarang layak menjalani BCT, termasuk mastitis karsinomatosa.

(22)

Faktor prediktor terjadinya rekurensi adalah keterlibatan KGB saat diagnosis, sisa massa tumor >2 cm; dan invasi limfovaskular.34 Jika terdapat risiko yang besar untuk mengalami kegagalan kontrol lokoregional, maka harus dipertimbangkan pemilihan operasi mastektomi. Pasien dengan tumor besar dengan respon inkomplit terhadap kemoterapi neoadjuvan mungkin membutuhkan en bloc chest wall resection, yang kemudian ditutup dengan skin graft, myocutaneous flap, fasciocutaneous flap, dan cutaneous serta local flap. Setiap pasien KPLL yang menjalani mastektomi sebaiknya ditawarkan menjalani rekonstruksi, kecuali pasien dengan batas sayatan yang tidak bebas tumor.35 Pemberian terapi radiasi juga harus dipertimbangkan.

Bahkan pada pasien yang menjalani mastektomi, angka rekurensi mastitis karsinomatosa termasuk tinggi, sekitar 16%.36 Karena itu, saat ini standar baku untuk melakukan kontrol lokoregional mastitis karsinomatosa adalah mastektomi.37 Setiap pasien yang menjalani operasi perlu menjalani axillary staging. Penelitian NSABP B-27 menunjukkan keamanan penggunaan sentinel lymph node biopsy setelah kemoterapi neoadjuvan dengan angka false negatif sekitar 10%38 serta sensitivitas 88%.39

2.5 Rekurensi Kanker Payudara

Dahulu, tatalaksana KPLL dengan mastektomi saja menunjukkan laju rekurensi lokoregional maupun metastasis jauh yang tinggi. Manajemen KPLL dengan multimodalitas saat ini telah menjadi standar baku, menggabungkan kontrol lokoregional dengan pembedahan dan/atau terapi radiasi dengan terapi sistemik untuk membunuh mikrometastasis. Dengan pendekatan multimodalitas itu, tercapai peningkatan angka survival berkisar antara 35-80%. Peningkatan overall survival ini diketahui berkorelasi dengan penurunan laju rekurensi dan peningkatan disease-free survival.40 Pencegahan terjadinya rekurensi lokoregional penting, karena rekurensi sulit untuk ditatalaksana.41

Beberapa studi menunjukkan beberapa faktor yang berkorelasi dengan rekurensi lokoregional, misalnya usia,42 keterlibatan KGB aksila,43serta kanker grade tinggi.44

(23)

pemberian terapi radiasi berkorelasi dengan rekurensi lokoregional.45 Walaupun begitu, data ini belum dapat menggambarkan fenomena rekurensi lokoregional dengan tepat karena bervariasinya populasi serta waktu dilakukannya studi-studi di atas.46

Laju rekurensi 10 tahun setelah mastektomi radikal modifikasi berkisar antara 12-27%.47 Beberapa Randomized Control Trial (RCT) telah menunjukkan bahwa terapi radiasi paska mastektomi dapat mengurangi laju rekurensi lokoregional, walaupun tidak memberikan perbedaan overall survival yang bermakna. Pemberian terapi radiasi paska mastektomi dapat menurunkan laju rekurensi lokoregional hingga duapertiganya.48 Kuru menemukan bahwa laju rekurensi lokoregional selama lima tahun jauh lebih rendah pada pasien yang mendapat terapi radiasi (2% vs. 12%, p < 0,0001).45

2.6 Faktor Prognostik Kanker Payudara

Rekurensi pada kanker payudara berhubungan dengan faktor prognostik. Faktor prognostik adalah suatu pengukuran yang dilakukan pada saat diagnosis atau pembedahan yang berhubungan dengan outcome (overall survival, disease-free survival, local control).49

Faktor prognostik kanker payudara antara lain sebagai berikut: 1. Kelenjar getah bening

Keterlibatan kelenjar getah bening aksila merupakan salah satu faktor prognostik yang dapat dipercaya untuk memprediksi metasatasis dan survival. Dihitung jumlah kelenjar getah bening aksila yang positif atau presentase kelenjar betah bening aksila yang positif. Pasien dengan KGB positif memiliki mortalitas 4-8 kali lebih tinggi dibanding psien dengan KGB negatif. Dibanding pasien dengan jumlah KGB positif,49,50 pasien dengan jumlah KGB positif 4 atau lebih memiliki risiko kematian pada 10 tahun sebesar 70%.51

(24)

2. Usia

Pasien usia muda (35 tahun atau kurang) ataupun usia lebih dari 70 tahun saat terdiagnosis menderita kanker payudara juga memliki prognostik yang buruk dibanding kelompok usia lainnya. Hal ini disebabkan pasien dengan usia yang lbih muda biasanya memliki karakteristik tumor dengan grade yang lebih tinggi, Estrogen Receptor (ER) dan/ atau Progesteron Receptor (PR) negatif, dan cenderung meiliki invasi limfovaskular, serta cenderung meiliki disease free survival yang rendah. Sedangkan pasien usia tua >70 tahun biasanya memiliki prognosis yang lebih buruk karena pasien kelompok usia tersebut tidak mendapatkan terapi yang ekstensif.49, 50, 51

3. Tipe histopatologi tumor

Tipe histopatologi tumor merupakan salah satu prognosis yang dapat dibagi menjadi 4 grup, yaitu sangat baik, baik, buruk dan sangat buruk. Tipe histoptologi sangat baik adalah kribiform invasif, tubular, tubule-lobular, dan musinosum, dengan survival 10 tahun sebesar > 80%. Prognosis baik pada histopatologi campuran tubular, campuran tubular dengan tipe spesial, atipikal medulare dan alveolar lobular dengan survival 10 tahun sebesar 60-80%. Tipe papilary juga dimasukkan ke dalam prognosis baik. Prognosis buruk dengan survival 10 tahun di bawah 50% pada tipe duktal, solid lobular, duktal campuran dan lobular. Secara khusus kanker payudara inflammatory memliki prognosis yang buruk yaitu lobular invasif, dan medulare. Pada sebagian besar populasi, tipe paling banyak adalah karsinoma duktal invasif sebesar 70%.51

4. Grade

Beberapa sitem grading diperkenalkan sebagai faktor prognostik. Kalisifikasi berdasarkan Scarrf-Bloom-Richardson (SBR) menggunakan indeks mitotik, diferensiasi, dan pleomorfisme untuk menentukan grade, dan dibagi menjadi

(25)

difrerensiasi baik (grade 1), diferensiasi menengah (grade 2), dan diferensiasi buruk (grade 3). Indeks aktivitas tumor merepresentsikan aktivitas mitotik pada area tertentu tumor. Digabungkan dengan faktor prognostik lain, Mitotic Activity Index (MAI) dapat digunakan untuk memprediksi survival jangka panjang.50,50

5. Subtipe tumor

Ekspresi reseptor estrogen dan progesteron merupakan faktor prognostik dan prediktif. Pada kanker payudara, sekitar 55% mengekspresikan ER dan PR positif, 22% dengan ER dan PR negatif, 20% ER positif namun PR negaitf, dan 3% ER negatif namun PR positif.52

Pasien dengan ER/PR positif memiliki disease free survival 5 tahun yang lebih baik dibanding pasien dengan ER/PR negatif, namun untuk disease free survival 10 tahun hal tersebut kurang bermakna. Sebagai faktor prediktif, pasien dengan ER/PR negatif tidak respon terhadap terapi hormonal baik sebagai terapi adjuvan maupun untuk terapi metastasis. PR adalah marker pengganti dari ER yang fungsional karena PR adalah gen yang diatur oleh ER. Lebih dari setengah tumor ER positif memiliki ekspresi PR positif.52 Sorlie dkk dan Perou dkk mengklasifikasikan subtipe tumor yang memiliki pola ekspresi gen yang berbeda sehingga memiliki prognosis yang berbeda pula, dengan menggunakan DNA microarrays.49 Subtipe tumor tersebut adalah:

1. Luminal A: ER positif dan/ atau PR positif, HER2/neu negatif 2. Luminal B: ER positif dan/atau PR positif, HER2/neu positif 3. HER2/neu positif: ER negatif, PR negatif, HER2/neu positif

4. Basal-like (basaloid atau triple negative) ER, PR dan HER2 negatif dan/ atau CK5/6 positif dan/ atau epidermal growth factor positive.49,53

Selain menentukan prognosis penderita, penggolongan ini dapat menentukan pilihan terapi tambahan. Kanker payudara dengan tipe luminal A memiliki prognosis yang terbaik. Che lin dkk menyatakan kanker payudara dengan triple negative

(26)

memliiki overall survival dan disease free survival yang lebih buruk dibanding pasien yang bukan triple negative.54

Tumor dengan ER dan PR positif biasanya memiliki rata-rata proliferasi yang lebih rendah, cenderung memiliki tipe derajat histopatologi yang lebih rendah, dan berhubungan dengan prognosis yang lebih baik. Hilsenbeck dkk mengemukakan peningkatan prognosis paisen dengan ER positif dalam 3 tahun pertama post follow up namun tidak dalam 3 tahun berikutnya. Hal ini dikarenakan adanya reseptor estrogen maupun progesteron merupakan suatu prediksi sifat tumor yang lebih indolen, pertumbuhan lebih lambat dan membutuhkan waktu lebih lama untuk terjadinya rekurensi.51

Faktor prognostik lain

Beberapa faktor prognostik dan prediktif telah dievaluasi pada pasien kanker payudara stadium awal, namun belum digunakan sebagai faktor prognostik dan prediktif rutin, antara lain:

1. Marker proliferasi seperti S-phase Ki-67

2. Pengukuran plasminogen activator system, misalnya konsentrasi urokinase plasminogen activator (u-Pa) dan inhibitornya, plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1). Pasien KGB negatif dengan uPA/PAI-1 yang rendah memiliki prognosis yang baik tanpa terapi adjuvan dengan disease-free survival 5 tahun mencapain 90%. Sebaliknya pasien dengan KGB negatif dan uPA/PAI-1 yang tinggi memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadi rekurensi.50 3. Pengukuran angiogenesis tumor

4. Deteksi mikrometastasis occult pada sumsum tulang menggunakan tehnik Imuno Histo Kimia (IHK).49

Saat ini terdapat beberapa indeks prognostik untuk menghitung risiko dan prognosis kanker payudara, antara lain Indeks Prognostik Nottingham (Nottingham Prognostic Index/ NPI), 51kategori risiko St.Gallen, dan adjuvant Online.55

(27)

Nottingham Prognostic Index mengukur prognosis menggunakan grading, kelenjar getah bening dan diameter tumor maksimum. Konsensus St. Gallen pada tahun 2005 menggolongkan kanker payudara menjadi risiko rendah, intermediet, dan risiko tinggi. Adjuvan online bertujuan untuk mengestimasi secara objektif keuntungan terapi adjuvant sistemik secara individual bagi pasien kanker payudara. Estimasi menggunakan faktor usia, kondisi, komorbid, derajat tumor, status reseptor hormonal, ukuran tumor, dan jumlah kelenjar getah bening yang terkena.55

Tabel 2.1 Kateori risiko St. Gallen

Risiko rendah KGB negatif dan semua hal berikut: 1. Ukuran patologi tumor < 2cm 2. Derajat 1

3. Tidak ada invasi vaskular peritumoral

4. Tidak ada overekspresi atau amplifikasi HER2/neu

5. Usia > 35 tahun

Risiko intermediet 1. KGB Negatif dan setidaknya satu dari hal berikut:

a. Ukuran patologi tumor > 2cm

b. Derajat 2-3

c. Adanya invasi vaskular peritumoral

d. Overekspresi / amplifikasi HER2/neu

2. KGB positif dan tidak ada overekspresi atau amplifikasi Her2/neu

Risiko tinggi 1. KGB positif (1-3) dan Overekspresi atau amplifikasi HER2/neu

2. KGB positif (>4 KGB)

Profil ekspresi gen

Perkembangan terkini untuk melihat prognostik tumor adalah dengan menggunakan profil ekspresi gen. Contohnya adalah Mamma Print (Agendia Br, Amsterdam, Belanda). Salah satu tes yang dapat dipakai adalah skor rekurensi

(28)

oncotype DX yang merupakan penilaian kuantitatif menggunakan 21 gen yang berhubungan dengan biologi kanker.51,52,56

Oncotype DX mengestimasi kecenderungan rekurensi jauh (metastasis) kenker payudara pada penderita kanker payudara stadium dini dengan reseptor estrogen positif dan KGB negatif yang akan diterapi dengan tamoksifen. Tes ini bersifat kuantitatif dengan menganalisis multipel gen menggunakan RNA yang berasal dari tumor. Beberapa tes lain saat ini sedang dalam penelitian. Tes risiko rekurensi seperti ini akan memberikan estimasi risiko rekurensi secara individual. Hal ini dapat berguna untuk terapi kanker payudara secara individual, dimana pasien dengan risiko tinggi dapat menjalani terapi yang lebih agresif.56 Harga yang tinggi dari pemeriksaan genomik ini merupakan suatu keterbatasan, sehingga penggunaannya hanya bila pemeriksaan ini memberikan informasi tambahan selain informasi dari data klinikopatologi lain.57

(29)

BAB 3 METODOLOGI 3.1Desain penelitian

Desain penelitian yang digunakan bersifat analitik potong lintang.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2013 di poli bedah onkologi dan ruang rekam medis RS Dr. Cipto Mangunkusumo.

3.3. Sumber data

Data diperoleh dari registrasi kanker Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) dan rekam medis pasien Bedah Onkologi di ruang rekam medis RS Dr. Cipto Mangunkusumo.

3.4. Populasi dan Sampel

1. Populasi target adalah pasien kanker payudara lokal lanjut.

2. Populasi terjangkau adalah pasien kanker payudara lokal lanjut yang telah selesai menjalani mastektomi serta terapi definitif sesuai stadium kanker yang dideritanya dan telah dinyatakan sembuh, menjalani disease-free interval dan dapat diikuti minimal selama 24 bulan di RS Dr. Cipto Mangunkusumo selama Januari 2011-Desember 2012

3. Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

(30)

3.5. Kerangka Sampel 3.5.1. Besar sampel

Melalui rumus di bawah ini didapatkan besar sampel penelitian sebagai berikut:

)

(

2 2 L pq Z n= α Keterangan :

n : jumlah sampel minimal

α : batas kemaknaan digunakan 5%

Z1-α : tingkat batas kepercayaan dengan α = 0,05 Z1-α = 1,96.

p : angka rekurensi menurut literatur 2% atau 0,02 45 q : 100% - p = % 0,98

L : derajat kesalahan yang masih dapat diterima sebesar 10%

Dengan memasukkan angka-angka ini ke dalam rumus di atas, didapatkan besar sampel untuk setiap kelompok (n) adalah 7,52 orang ~ 8 orang.

3.5.2. Teknik Pengambilan Sampel

Digunakan teknik convenience sampling berdasarkan kelengkapan data rekam medis.

3.5.2.1Kriteria Inklusi

Kanker payudara lokal lanjut (Stadium IIIA, IIIB, IIIC) yang menjalani mastektomi serta terapi definitif sesuai protokol PERABOI.

3.5.2.2Kriteria Eksklusi

(31)

3.6. Cara Kerja

Subjek penelitian berasal dari data registrasi kanker PERABOI dan data rekam medis pasien yang berobat di RS Dr. Cipto Mangunkusuo yang terdiagnosis kanker payudara lokal lanjut, telah menjalani operasi mastektomi serta terapi definitif sesuai stadium kanker yang dideritanya dan telah dinyatakan sembuh, menjalani disease-free interval serta dapat diikuti minimal selama 24 bulan di RS Dr. Cipto Mangunkusumo selama Januari 2011-Desember 2012.

Ditetapkan subjek penelitian berdasarkan pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian didokumentasikan data dasar pasien berupa: usia, jenis histopatologi, stadium klinis, keterlibatan KGB, derajat differansiasi sel (grade), subtipe tumor, rekurensi lokal, regional serta metastasis jauh.

3.6.1. Manajemen dan Analisis Data

Setelah data dikumpulkan, akan dilakukan verifikasi data, pengeditan, dan coding data. Data akan diolah menggunakan SPSS 17.0 for windows secara statistik deskriptif untuk menilai karakteristik subjek penelitian berupa usia, jenis histopatologi, stadium klinis, keterlibatan KGB, derajat differansiasi sel (grade), subtipe tumor, rekurensi lokal, regional serta metastasis jauh. Analisis uji korelasi akan dilakukan terhadap berbagai variabel bebas dihubungkan dengan angka rekurensi.

3.6.2. Penyajian data

Data deskriptif dan analitik akan disajikan dalam bentuk naratif, tabular dan grafikal.

(32)

3.6.3. Pelaporan hasil

Data disusun dalam bentuk laporan penelitian.

3.7. Alur penelitian

3.8. Batasan operasional

1. Usia: usia berdasarkan perhitungan dari tanggal lahir.

2. Kanker Payudara: Kanker pada sel epitel dan kelenjar payudara yang dibuktikan lewat pemeriksaan histopatologi.

3. Stadium: Stadium dibuat berdasarkan klasifikasi TNM (UICC/AJCC) 2009

Kanker Payudara Lokal Lanjut

Mastektomi dan Terapi definitif diikuti 24 bulan

Rekuren: - Lokal - Regional - Metastasis jauh - Usia - histopatologi - stadium - keterlibatan KGB - grade - subtipe Tidak Rekuren

(33)

4. Stadium lokal lanjut: Stadium IIIA-IIIC berdasarkan klasifikasi TNM (UICC/AJCC) 2009.

5. Terapi definitif: terapi pembedahan, kemoterapi, radiasi, hormonal sesuai stadium kanker payudara berdasarkan protokol PERABOI 2010

6. Modified Radical Mastectomy (MRM): Tindakan pembedahan kanker payudara yang mengangkat tumor, kulit diatas tumorbeserta jaringan payudara, nipple-areola complex (NAC) dan fasia pectoralis disertai diseksi KGB aksila level I dan II.

7. Classic Radical Mastectomy (CRM): Tindakan pembedahan kanker payudara yang mengangkat tumor, kulit diatas tumor beserta jaringan payudara, nipple-areola complex dan otot pectoralis disertai diseksi KGB aksila level I, II dan III.

8. Kemoterapi: penggunaan obat anti kanker untuk menghancurkan sel-sel kanker

9. Radioterapi: modalitas terapi kanker payudara yang menggunakan radiasi 10. Disease free interval: waktu bebas gejala, yaitu periode antara selesai

pengobatan definitif kanker payudara dengan timbulnya kembali gejala kanker payudara

11. Rekurensi: Munculnya kembali gejala kanker payudara pada pasien yang telah menjalani terapi definitif dan melewati suatu periode sembuh secara klinis (disease-free).

12. Rekurensi lokal: Rekurensi pada jaringan lunak dinding dada anterior, yaitu pada kulit, jaringan payudara atau jaringan sisa payudara, jaringan subkutan atau otot dibawahnya.

13. Rekurensi regional: Rekurensi pada KGB regional ipsilateral yang tidak diangkat

(34)

14. Rekurensi jauh: Rekurensi selain rekurensi lokal dan regional yang dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang.

15. Diagnosis histopatologi: diagnosis sesuai klasifikasi histopatologi kanker payudara berdasarkan klasifikasi WHO.

16. Status Kelenjar Getah bening (N): Pembesaran KGB sesuai dengan pemeriksaan Patologi Anatomi, dibagi menjadi:

1) ≤ 3 KGB positif mengandung anak sebar tumor 2) >3 KGB positif mengandung anak sebar tumor

17. Grade: derajat keganasan berdasarkan hasil pemeriksaan Patologi Anatomi, dibagi menjadi:

1) Grade I: derajat keganasan rendah 2) Grade II: derajat keganasan sedang 3) Grade III: derajat keganasan tinggi

18. Subtipe tumor adalah:

1) Luminal A: ER positif dan/ atau PR positif, HER2/neu negatif 2) Luminal B: ER positif dan/atau PR positif, HER2/neu positif 3) HER2/neu positif: ER negatif, PR negatif, HER2/neu positif

(35)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelusuran data pasien kanker payudara yang berobat di RS Dr. Cipto Mangunkusumo dari Januari 2011 hingga Desember 2012 didapatkan data jumlah pasien kanker payudara yang berobat di poliklinik Bedah Onkologi adalah 758 pasien. Dari jumlah tersebut didapatkan 324 pasien kanker payudara lokal lanjut. Setelah dilakukan penelusuran didapatkan 39 pasien kanker payudara lokal lanjut yang telah menjalani mastektomi dan terapi definitif serta menjalani disease free interval dan dapat diikuti minimal selama 24 bulan. Rerata lama follow up adalah 30 bulan. Tiga puluh tiga pasien menjalani kemoterapi neoadjuvan, sementara 6 pasien kemoterapi adjuvan. Dua puluh delapan pasien menjalani mastektomi dalam bentuk Modified Radical Mastectomy (MRM), sedangkan 18 pasien menjalani mastektomi dalam bentuk Classic Radical Mastectomy (CRM). Semua pasien mendapatkan terapi radiasi, sementara terapi hormonal diberikan pada 21 pasien.

4.1. Gambaran rekurensi KPLL dan faktor klinikohistopatologis yang memengaruhinya

4.1.1. Rekurensi

Dari penelitian ini didapati 39 pasien KPLL yang telah menjalani mastektomi serta terapi definitif dan menjalani disease free interval diikuti dengan median lama follow up 30 bulan. Dari 39 pasien tersebut 7,6% (3) pasien mengalami rekurensi. Lokasi 2 rekurensi lokal, serta 1 metastasis jauh.

4.1.2. Usia

Usia pasien dilaporkan terbanyak kelompok <35 tahun, yaitu sebanyak 1 (2,6%). Kelompok usia ≥35 tahun berjumlah 38 (97,4%). (lihat tabel 4.1)

(36)

Tabel 4.1 Distribusi pasien menurut usia

Usia Frekuensi Persentase

>=35 38 97,4

<35 1 2,6

Total 39 100,0

4.1.3. Jenis Histopatologi Kanker

Jenis histopatologi kanker terbanyak yang dilaporkan adalah jenis duktal invasif, yaitu sebanyak 31 (79,5%). Jenis histopatologi lain yang ditemukan adalah medulare (10,3%), lobular invasif (7,7%), serta campuran lobular dan duktal invasif (2,6%). (tabel 4.2)

Tabel 4.2 Distribusi pasien menurut jenis histopatologi kanker

Histopatologi Frekuensi Persentase

Duktal invasif 31 79,5

Lobular invasif 3 7,7

Campuran lobular invasif dan duktal invasif 1 2,6

Medulare 4 10,3

Total 39 100,0

4.1.4. Status Kelenjar Getah Bening

Kelenjar getah bening sebagain besar dilaporkan ≤3, yaitu 18 (46,2%), KGB positif >3 berjumlah 4 (10,3%) sementara 17 tidak ada data. (tabel 4.3)

Tabel 4.3 Distribusi pasien menurut keterlibatan kelenjar getah bening

KGB Frekuensi Persentase

≤3 18 46,2

>3 4 10,,3

Tidak ada data 17 43,6

(37)

4.1.5. Grade

Derajat keganasan berdasarkan pemeriksaan histopatologis dilaporkan terbanyak adalah grade 1 dan 2, yaitu sebanyak 26 (66,7%). Sedangkan grade 3 sebanyak 13 (33,3%).(tabel 4.4)

Tabel 4.4 Distribusi pasien menurut Grade

Grade Frekuensi Persentase

1 1 2,6

2 25 64,1

3 13 33,3

Total 39 100,0

4.1.6. Stadium kinis

Dilaporkan stadium klinis 3B lebih banyak yaitu 33 (84,6%) sedangkan stadium 3A sebanyak 6 (15,4%). (Tabel 4.5)

Tabel 4.5 Distribusi pasien berdasarkan stadium klinis

Stadium Frekuensi Persentase

3A 6 15,4

3B 33 84,6

Total 39 100,0

4.1.7. Subtipe tumor

Subtipe tumor Luminal A dilaporkan sebanyak 16 (41,4%), sedangkan Luminal B sebanyak 5 (12,8%), HER2 positif 4 (10,3%), tipe basal 7 (17,9%).(tabel 4.6) Tabel 4.6 Distribusi pasien berdasarkan subtipe tumor

Stadium Frekuensi Persentase

Luminal A 16 41,0

Luminal B 5 12,8

HER2+ 4 10,3

Basal 7 17,9

(38)

4.2. Analisis Bivariat

Dilakukan analisis untuk mengetahui hubungan antara faktor prognostik yang terdapat pada pasien dengan terjadinya rekurensi KPLL pasca mastektomi. Analisis dilakukan dengan menggunakan uji Chi-square (hipotesis komparatif tidak berpasangan) dan uji Fisher (alternatif uji Chi-square).

4.2.1. Hubungan KGB dengan Rekurensi

KGB positif >3 diduga berkaitan erat dengan rekurensi. Hubungan KGB positif dengan terjadinya rekurensi dapat dilihat pada tabel 7. Hasil uji statistik disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi terjadinya rekurensi antar pasien yang ditemukan KGB positif >3 dengan yang KGB ≤3 (p=0,026). Adapun besar bedanya dapat dilihat dari nilai OR yang besarnya 2 (95%CI 0,751-5,329), artinya pasien yang KGB positif tumor >3 memiliki peluang 2 kali terjadi rekurensi dibanding pasien yang KGB positif ≤3.

Tabel 4.7 Hubungan KGB dan rekurensi Rekuren Total Nilai p OR (95%CI) Tidak(%) Rekuren (%) KGB >3 18(100%) 0(0%) 18 0,026 2 (0,751- 5,329) KGB ≤3 2(50%) 2(50%) 4 Total 20 2 22

4.2.2. Hubungan Usia dengan Rekurensi

Hubungan usiadengan terjadinya rekurensi dapat dilihat pada tabel 4.8. Hasil penelitian didapatkan 38 pasien yang usianya ≥35 tahun (92,1%). Sedangkan 1 pasien yang usianya <35 tahun (7,9%). Dari hasil tersebut rekurensi terjadi seluruhnya pada pasien dengan usia ≥ 35 tahun.

Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,923, berarti pada α=5% dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan persentase rekurensi antara pasien dengan usia ≥35 dengan <35 tahun.

(39)

Tabel 4.8 Hubungan usia dan rekurensi Rekuren Total Nilai p OR (95%CI) Tidak (%) Rekuren (%) Usia>=35 35 (92,1%) 3 (7,9%) 38 0,923 0,923 Usia <35 1 (100%) 0 (0%) 1 Total 36 3 39

4.2.3.Hubungan Jenis Histopatologi dengan Rekurensi

Tabel 4.9 memperlihatkan hubungan jenis histopatologi dengan rekurensi. Berturut-turut peluang/proporsi terjadinya rekurensi dari jenis histopatologi duktal invasif, lobular invasif, campuran lobular invasif dengan duktal invasif, medulare adalah 0%, 33,7%, 0%, 50%.

Hasil uji chi-square dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jenis histopatologi dengan rekurensi (p=0,008).

Tabel 4.9 Hubungan jenis histopatologi dan rekurensi

Histopatologi Rekuren Total

Nilai p OR (95%CI) Tidak (%) Rekuren (%) Duktal invasif 31(100%) 0(0%) 31 0,008 000 ,500 (0,023 – 11,088) ,000 1 Lobular invasif 2(66,7%) 1(33,7%) 3 Campuran lobular 1(100%) 0(0%) 1 Duktal invasif Medulare 2(50%) 2(50%) 4 Total 36 3 39

4.2.4.Hubungan Subtipe Tumor dengan Rekurensi

Hubungan jenis subtipe tumor dengan rekurensi diperlihatkan dalam tabel 10. Dari diantara subtipe tumor luminal A, luminal B, HER2 positif, basal, proporsi terjadinya rekurensi adalah 0%, kecuali tipe basal 26,6%.

Hasil uji chi-square dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara subtipe tumor dengan rekurensi (p=0,091).

(40)

Tabel 4.10 Hubungan subtipe tumor dan rekurensi

Histopatologi Rekuren Total

Nilai p Tidak (%) Rekuren (%) Luminal A 16(100%) 0(0%) 16 0,091 Luminal B 5(100%) 0(0%) 5 HER2+ 3 (100%) 0(0%) 3 Basal 7 (100%) 0(0%) 7 Total 29 2 31

4.2.5. Hubungan Stadium Klinis dengan Rekurensi

Hubungan stadium klinis positif dengan terjadinya rekurensi dapat dilihat pada tabel 4.11 Hasil uji statistik disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi terjadinya rekurensi antar stadium klinis 3A dan 3B (p=0,579).

Tabel 4.11 Hubungan stadium klinis dan rekurensi

Histopatologi Rekuren Total Nilai p OR (95%CI)

Tidak (%) Rekuren (%)

3A 6 (100%) 0 (0%) 6

0,579 1,1 (0,987 – 1,225)

3B 30 (90,9%) 3 (9,1%) 33

Total 36 3 39

4.2.4.Hubungan Grade dengan Rekurensi

Hubungan grade dengan rekurensi diperlihatkan dalam tabel 4.12. Proporsi terjadinya rekurensi pada low grade (grade 1 dan 2) adalah 15,4%, sedangkan pada high grade (grade 3) 3,8%. Hasil uji chi-kuadrat dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara grade dengan rekurensi (p=0,597).

(41)

Tabel 4.12 Hubungan grade dengan rekurensi

Histopatologi Rekuren Total Nilai p OR (95%CI)

Tidak (%) Rekuren (%) low 11 (84,6%) 2 (15,4%) 13 0,579 2,53 (0,018 – 2,688) high 25 (96,2%) 1 (3,8%) 26 Total 36 3 39 4.3. Analisis Multivariat

Pada analisis multi variat dilakukan uji regresi logistik ganda untuk melihat hubungan variabel independen usia, jenis histopatologi, stadium klinis, keterlibatan KGB, grade, subtipe tumor, terhadap variabel dependen rekurensi.

Tabel 4.13 Hasil analisis multivariat

Variabel P value Usia 0,921 Histopatologi 0,008 Stadium 0,306 KGB 0,005 Grade 0,219 Subtipe 0,091

Dari hasil di atas ternyata ada empat variable yang p valuenya <0,25 yaitu histopatologi, KGB, grade dan subtipe. Variabel-variabel tersebut yang akan masuk dalam analisis multivariat. Analisis multivariat bertujuan mendapatkan model terbaik dalam menentukan determinan rekurensi. Dalam pemodelan ini semua variabel kandidat dimasukan secara bersama-sama.

(42)

Tabel 4.14 Hasil analisis multivariate regresi logistik histopatplogi, KGB, grade dan subtipe dengan rekurensi

Variabel Persentase

Subtipe 0,582

KGB 0,007

Grade 0,110

Histopatologi ,0707

Pengeluaran variabel dilakukan bertahap mulai dari variable yang nilai p nya paling besar. Untuk hasil di atas terlihat bahwa variabel histopatologik mempunyai p yang paling besar, sehingga proses model berikutnya tidak mengikutkan variabel histopatologi.

Tabel 4.15 Hasil analisis multivariate regresi logistik KGB, grade dan subtipe dengan rekurensi

Variabel Persentase

Subtipe 0,245

KGB 0,007

Grade 0,110

Hasil analisis di atas ternyata subtipe mempunyai nilai p terbesar. Dengan hasil ini berarti variabel subtipe dikeluarkan dari model.

Tabel 4.16

Hasil analisis multivariat regresi logistik KGB dan grade dengan rekurensi

Variabel Persentase

KGB 0,002

Grade 0,075

Hasil di atas terllihat variabel KGB mempunyai p value dibawah 0,05, berarti variabel KGB yang berhubungan secara signifikan dengan rekurensi.

(43)

BAB 5 PEMBAHASAN

Persentase pasien kanker payudara lokal lanjut yang berobat di RS Dr. Cipto Mangunkusumo, telah menjalani operasi mastektomi serta terapi definitif sesuai stadium kanker yang dideritanya dan telah dinyatakan sembuh, menjalani disease-free interval di RS Dr. Cipto Mangunkusumo selama Januari 2011-Desember 2012 yang mengalami rekurensi adalah 7,6%, tidak terlalu jauh berbeda dengan hasil penelitian Lertsanguansinchai dkk sebesar 5,1%.58

Berdasarkan kepustakaan, usia kurang dari 35 tahun merupakan salah satu risiko terjadinya rekuensi,50,51,52 karena pasien usia muda cenderung memiliki karakteristik tumor dengan grade yang lebih tinggi, ER/PR negatif, dan cenderung memiliki invasi limfovaskuer.50,51 Sedangkan pasien dengan usia di atas 70 tahun akan memiliki outcome yang buruk karena adanya faktor komorbid pada usia tersebut.52 Pada penelitian ini didapati usia tidak signifikan berhubungan dengan rekurensi.

Berbagai kepustakaan menyatakan bahwa stadium klinis merupakan salah satu prognostik kuat untuk terjadinya rekurensi.46,51,52 Pada penelitain ini stadium yang paling banyak dilaporkan yaitu 3B, sebesar 84,6%, sementara 3A 15,4%. Hal ini sesuai dengan penelitian Kheradmand dkk, yang mendapati tumor yang sesuai dengan stadium 3B ditemukan paling banyak.46

Histopatologi pasien terbanyak adalah karsinoma duktal invasif sebanyak 79,5%. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa secara umum patologi kanker payudara yang terbanyak adalah karsinoma duktal invasif yaitu sebanyak 70%.52 Histopatologi duktal invasif memiliki prognosis yang buruk dengan survival sepuluh tahun dibawah 50%, dan angka ini termasuk juga pada histopatologi campuran duktal dan lobular, yang didapatkan pada 2,6% pasien dan lobular invasif 7,7%. Sedangkan histopatologi karsinoma meduler sebesar 10,3% menurut kepustakaan sangat buruk.52

(44)

Pasien dengan KGB positif tumor diatas 3 didapati 10,3% sedangkan KGB yang berjumlah kurang dari atau sama dengan 3 sebanyak 81,8%. Hasil analisis mendapatkan hubungan bermakna antara status KGB dengan rekurensi. Dengan nilai OR yang besarnya 2 (95%CI 0,751-5,329), bermakna pasien yang KGB positif tumor >3 memiliki peluang 2 kali terjadi rekurensi dibanding pasien yang KGB positif ≤ 3. Kepustakaan menyatakan adanya hubungan langsung antara jumlah KGB dengan risiko untuk terjadi rekurensi jauh.46,50

Grade II ditemukan sebanyak 64,1% pada penelitian ini, grade III sebanyak 33,3% dan grade I 2,6%. Data penelitian ini berbeda dengan Kheramand dkk yang mendapatkan data rekurensi paling tinggi pada pasien grade III sebanyak 69,56%, grade II sebayak 47,82% dan grade I sebanyak 8,6%. Grade yang lebih tinggi berhubungan dengan survival jangka panjang yang lebih rendah.46 Dalam penelitian ini didapatkan hubungan bermakna pada analisis bivariat antara grade tinggi (3) dengan rekurensi.

Karakteristik biologis ER dan PR dapat dilihat pada subtipe kanker payudara berdasarkan Sorlie dkk,50 terutama bila digabungkan dengan HER2/neu. Berdasarkan subtipe kanker payudara, tipe basl-like/ triple negatif dengan ER, PR dan HER2/neu negatif memiliki perangai paling agresif dengan disease free survival dan overall survival yang peling rendah. Dari enam faktor yang dianalisis walaupun hanya terdapat dua faktor yang bermakna, namun pada status subtipe tumor terdapat trend untuk bermakna yaitu nilai p 0,091. Subtipe tumor merupakan faktor yang sangat berpengaruh untuk terjadinya rekurensi. Nilai p dengan trend bermakna dapat dijelaskan karena data sampel yang kurang. Demikian juga dengan faktor tidak bermakna, yaitu usia (p 0,923), stadium (p 0,306), grade (p 0,219), menjadi tidak bermakna karena fokus pada stadium lokal lanjut serta pasien yang datang dengan rekuren ke RSCM memiliki karakteristik faktor-faktor tersebut yang hampir sama dengan pasien yang tidak rekuren. Usia yang dominan<35 tahun (97,4%), grade I-II (66,7%), stadium 3B (84,6%) dapat turut menjelaskan hasil tersebut.

(45)

pertama didapatkan variabel histopatologi memiliki nilai p terbesar (0,707) sehingga dikeluarkan dari model. Dilanjutkan analisis kedua dengan variabel logistik KGB, grade dan subtipe. Didapati variabel subtipe dengan nilai p terbesar (0,582) dan dikeluarkan dari model. Pada analisis ketiga dengan variabel KGB dan grade didapati bahwa variabel KGB mempunyai p value 0,002 (dibawah 0,05), berarti variabel KGB merupakan faktor prognostik yang berhubungan secara signifikan dengan terjadinya rekurensi pada pasien KPLL pasca mastektomi.

Kepustakaan menyatakan KGB regional positif tumor merupakan faktor prediktif untuk terjadinya metastasis jauh.50,59,60 Diestimasi 80% metastasis kanker solid, seperti kanker payudara dan melanoma, menyebar melalui sistem limfatik, sementara 20% dapat terjadi melalui pembuluh darahatau dengan penyebaran langsung.60 Diperkirakan mayoritas sel tumor menembus langsung KGB daripada memasuki limfatik efferen atau sistem vena melalui hubungan limfatikovena. Beberapa studi menunjukan hubungan limfatikovena langsung di dalam KGB menggunakan udara atau bakteri, kromium radioaktif, dan material kontras radio opak.59 Wills, melalui evaluasi patologi yang cermat, berpendapat bahwa diseminasi hematologis dari tumor terjadi melalui cabang-cabang limfatik ke vena di dalam KGB.59 Eksperimen baru-baru ini mendemonstrasikan tumor cytokine-induced angiogenesis dan limfangiogenesis KGB sentinel, mengisyaratkan adanya sebuah jalur anatomik bagi sel tumor di dalam KGB untuk bermigrasi dari limfatik ke vena-vena disekitarnya, meskipun jalur ini belum didokumentasikan secara langsung.59Alitalo dan Detmar mengatakan rute yang pasti dari sel metastasis keluar dari KGB masih perlu diinvestigasi, di masa depan labelisasi sel saat transit di KGB akan memberikan pencerahan mengenai jalur yang digunakan sel metastasis.60

Tachibana dan Yoshida mengatakan KGB regional dapat berfungsi sebagai barier sementara dan menolak sel-sel tumor dalam jumlah kecil pada fase awal pertumbuhan tumor atau setelah eksisi tumor primer dan dapat memainkan peranan penting dalam mempertahankan imunitas terhadap tumor. Namun, sekali aktivitas supresor terinduksi pada KGB regional, tumor lokal bertumbuh, menghasilkan stimulus antigen yang berlebih pada KGB. Pembentukan terus menerus sel T supresor pada

(46)

KGB akibat stimulasi antigen yang berlebih, memfasilitasi berkembangnya metastasis dan sebaliknya.61 Hal ini menjelaskan bahwa adanyapenyebaran tumor pada KGB regional juga dapat memprediksi terjadinya rekurensi lokal.

Faktor prognostik bukan saja yang bersifat konvensional seperti faktor yang diteliti dalam penelitian ini, tetapi sudah sampai kepada tahapan genetika. Masih terdapat berbagai faktor prognostik khusus yang belum ditinjau satu persatu seperti S-phase, Ki-67, u-PA, PAI-1, angiogenesis, metastasis occult, hingga profil ekspresi gen. Sehingga pada pasien-pasien tersebut dapat diperiksakan khusus untuk mengetahui faktor prognostik yang lebih berperan.

(47)

BAB 6 PENUTUP

6.1. Kesimpulan

1. Persentase pasien KPLL pasca mastektomi yang mengalami rekurensi di RSCM periode Januari 2011- Desember 2012 adalah 7,6%

2. Faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya rekurensi KPLL pasca mastektomi di RSCM adalah KGB positif tumor dengan jumlah >3

6.2. Saran

1. Perlunya registrasi terhadap kanker payudara yang lebih baik dan lebih teratur

2. Perlu penelitian prospektif dengan jumlah sampel yang lebih besar agar dapat mengendalikan faktor bias, sehingga dihasilkan penelitian lanjutan yang lebih baik

3. Perlunya penerapan terapi kanker payudara lokal lanjut sesuai dengan protokol untuk menurunkan angka kekambuhan

4. Perlunya follow up yang lebih intensif pada KPLL post mastektomi terutama pada pasien dengan KGB positif >3

(48)

DAFTAR PUSTAKA

1. Alfiyannul A, Aryandono T.Prognostic Factors of Locally Advanced Breast CancerPatients Receiving Neoadjuvant and Adjuvant Chemotherapy. Asian Pacific J Cancel Prev 2005; 11: 759-761

2. Parkin DM, Whelan SL, Ferlay J, et al, editors. Cancer Incidence in Five Continents Vol. VIII. IARC, Lyon: IARC Scientific Publications; 2002; 155

3. Manuaba TW (ed). 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid PERABOI 2010. CV Sagung Seto, Jakarta.

4. Rakha EA, El-Sayed ME, Green AR. Prognostic markers in triple-negative breast cancer. Cancer. 2007;109, 25-32.

5. Agarwal G, Pradeep FV, Aggarwal V, Yip CH, Cheung PS Spectrum of breast cancer in Asian women.World J Surg. 2007;31:1031-1040

6. Special report: Treatment of primary breast cancer. N Engl J Med 1979: 301; 304

7. Coleman MP. Trends and socioeconomic inequalities in England and Wales up to 2001. (http://infocancerresearchuk.org/cancerstats/types/breast/survival.com).

8. Autier P, Boniol M, La Vecchia C, et al. Disparities in breast cancer mortality

trends between 30 European countries: retrospective trend analysis of WHO

mortality database. BMJ2010;341

9. Jemai A, Murray T, Ward E, etal. Cancer Statistics. CA Cancer J Clin 2005; 55: 10-30

10. Singletary SE, Allred C, Ashley P, et al. Revision of the American Joint Committee on Cancer Staging System for Breast Cancer. J Clin Oncol 2002 , 20 : 3628 - 36

11. Greene FL, Page DL, Fleming ID, et al, eds. AJCC Cancer Staging Manual, 6th ed. New York, NY: Springer-Verlag; 2002.

12. Newman LA. Epidemiology of locally advanced breast cancer. Semin Radiat Oncol 2009; 19:195.

13. American Cancer Society. Breast Cancer Facts & Figures 2009-2010. Atlanta: American Cancer Society, Inc.

14. Desai PB. Breast cancer profile in India: Experiences at the Tata Memorial Hospital, Bombay. In Paterson AHG, Lees AW, editors. Fundamental Problems in

(49)

15. Whitman GJ, Strom EA. Workup and staging of locally advanced breast cancer. Semin P.aditt Oncol. 2009;19(4):211-21

16. Lehman CD, Gatsonis C, Kuhl CK, et al. MRI evaluation of the contralateral breast in women with recently diagnosed breast cancer. New Eng J Med. 2007;356 -1295-1303.

17. Samphao S, Wheeler AJ, Rafferty E. Diagnosis of breast cancer in women age 40 and younger: delays in diagnosis result from underutilization of genetic testing and breast imaging. Am J Surg. In press.

18. Quan ML, Sciafani L, Heerdt AS, et al. Magnetic Resonance imaging detects unsuspected disease in patients with invasive lobular cancer. Ann Surg Oncol. 2003;10:1048-1053

19. Fleicher GH. Local results of irradiation in the primary management of localized breast cancer. Cancer 1972; 29:545

20. Shyyan R, Sener SF, Anderson BC, et al. Breast health guideline implementation in low and middle- income countries: diagnosis resource allocation.Cancer. 2008; 113(8 suppl):2257-2268

21. Anderson BC, Shyyan R, Eniu A, et al. Breast cancer in limited-resource

countries: an overview of the Breast Health Global Initiative 2005 guidelines. Breast J 2006;12(suppl 1):S3-S 15

22. Haagensen CD, Stout AP. Carcinoma Of The Breast: II. Criteria of Operability. Ann Surg 1943; 118:859

23. Rustogi A, Budrukkar A, Dinshaw K, et.al. Management of locallv advanced breast cancer, evolution and current piactice. J Cancer Res Ther. 2005; 1:21-30

24. Buchhelz TA. Lehman CD, Harris JR, et al. Statement of the science concerning locoregional treatments after preoperative chemotherapy for breast cancer: a National Cancer Institute Conference. J Clin Oncol. 2008; 26:791-797

25. Wolff AC , Davidson N . Primary systemic therapy in operable breast cancer. J Clin Oncol 2000 ; 18 : 1558-69

26. Wolmark N, Wang J, Maiucmas F, et al. Preoperative chemotherapy in patient with operable breast cancer: nine-year results from National Surgical Adjuvant Breast and Bowel Project B-18. J Natl Cancer Inst Monogr 2001 ; 30 : 96 - 102

Gambar

Tabel 2.1 Kateori risiko St. Gallen
Tabel 4.2  Distribusi pasien menurut jenis histopatologi kanker
Tabel 4.4  Distribusi pasien menurut Grade
Tabel 4.7 Hubungan KGB dan rekurensi     Rekuren Total  Nilai p  OR (95%CI) Tidak (%)  Rekuren  (%)  KGB  &gt;3 18(100%)  0(0%)  18  0,026 2 (0,751- 5,329) KGB  ≤ 3 2(50%)  2(50%)  4  Total  20  2  22
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pendahuluan Vagina spa merupakan perawatan daerah vagina melalui teknik penguapan dengan menggunakan ramuan tertentu, yang mempunyai manfaat merawat organ intim

[r]

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif TPS dengan Pendekatan Scientific terhadap Hasil Belajar

Keterangan: diambil salah satu cover, daftar isi Wartazoa pada volume 26 no 1 tahun 2016.. Tampilan Artikel

Pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi metode, wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah (DKT). Hasil penelitian memaparkan bahwa; 1) perasaan jijik,

berjumlah 63 siswa, teknik samplingnya adalah sampling jenuh, sampelnya adalah siswa kelas VIII A dan VIII B,variabel bebas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair

Pengetahuan ibu adalah tingkat pemahaman ibu tentang kebutuhan gizi dan kesehatan bagi balitanya serta pemilihan pengolahan makanan bagi balita (Muntofiah,

Hukum kepailitan perlu menyediakan upaya hukum yang dapat digunakan oleh kreditur lain dengan adanya keberatan kreditur lain tersebut, maka perlu dibahas tentang