• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Analisis

Terdapat beberapa pengertian analisis yaitu sebagai berikut: 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.

“Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagian-bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri, serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan yang padu”.

2. Menurut Sofyan Syafri Harahap (2004:189).

“Analisis adalah memecahkan atau menguraikan sesuatu unit menjadi berbagai unit terkecil”.

Dari definisi-definisi dapat disimpulkan bahwa analisis adalah kegiatan berpikir untuk menguraikan suatu pokok menjadi bagian-bagian atau komponen sehingga dapat diketahui ciri atau tanda tiap bagian, kemudian hubungan satu sama lain serta fungsi masing-masing bagian dari keseluruhan.

Menurut Munawir (2002:36) jika analisis dikaitkan dengan rasio keuangan, maka pengertian analisis yang digabungkan dengan rasio keuangan menjadi sebagai berikut:

“Menguraikan sesuatu unit menjadi unit terkecil untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba-rugi secara individu atau kombinasi antara kedua laporan tersebut.”

2.2 Laporan Keuangan

Laporan keuangan pada hakekatnya merupakan hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan data keuangan kepada pihak yang berkepentingan. Keputusan ekonomi yang diambil pemakai laporan keuangan memerlukan evaluasi atas kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas (dan setara kas) dan waktu serta kepastian dari hasil tersebut. Misalnya, kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban – kewajiban hutangnya. Para pemakai dapat mengevaluasi kemampuan perusahaan dengan lebih baik kalau

(2)

mereka mendapat informasi yang difokuskan pada posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan. Agar tidak salah dalam memakai informasi (laporan akuntansi) ini maka perlu diketahui secara benar pengertian dari proses akuntansi atau disebut juga siklus akuntansi.

Akuntansi merupakan suatu proses pencatatan, pengukuran, interpretasi, dan komunikasi data keuangan. Accounting Principle Board (APB) Statement No. 4 mendefinisikan akuntansi sebagai berikut:

“Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa. Fungsinya adalah memberikan informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi yang digunakan dalam memilih keputusan terbaik diantara beberapa alternatif keputusan.”

Menurut Arens (2000: 7), definisi akuntansi adalah :

Proses akuntansi tersebut meliputi pengumpulan dan pengolahan data keuangan perusahaan. Dalam proses akuntansi diidentifikasikan berbagai transaksi atau peristiwa yang merupakan kegiatan ekonomi perusahaan, yang dilakukan melalui pengukuran, pencatatan, penggolongan dan pengikhtisaran transaksi-transaksi yang bersifat keuangan sedemikian rupa sehingga hanya informasi yang relevan dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya yang mampu memberikan gambaran secara layak tentang keadaan keuangan serta hasil usaha perusahaan dalam suatu periode yang akan digabungkan dan disajikan dalam bentuk laporan keuangan.

Laporan keuangan merupakan pertanggungjawaban keuangan pimpinan atas perusahaan yang telah dipercayakan kepadanya. Kondisi keuangan dan hasil-hasil operasi perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan, pada hakekatnya merupakan hasil akhir dari kegiatan perusahaan yang mana dapat “Accounting is the process of recording, classifying and summarizing of economical event in logical manner for the purpose of providing financial information for decission making”.

(3)

menggambarkan performa atau kinerja keuangan dari perusahaan yang bersangkutan.

2.2.1 Pengertian Laporan Keuangan

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai laporan keuangan, berikut dikemukakan pengertian laporan keuangan menurut SAK No.1 (2002:2) pengertian laporan keuangan adalah:

“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap, biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam beberapa cara seperti misalnya : laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan, dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga”.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa laporan keuangan merupakan alat untuk menginformasikan kondisi keuangan pada periode tertentu, yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan posisi keuangan serta catatan atas laporan keuangan.

Bagi para analis, laporan keuangan merupakan media yang paling penting untuk menilai prestasi dan kondisi ekonomis suatu perusahaan. Agar dalam melakukan analisis dan interpretasi terhadap laporan keuangan itu hasilnya memuaskan, perlu adanya konsistensi penyajian yaitu keseragaman bentuk laporan untuk beberapa periode. Biasanya analis membutuhkan beberapa periode laporan keuangan untuk dianalisis.

2.2.2 Isi Laporan Keuangan

Laporan keuangan yang disusun oleh manajemen perusahaan menurut pernyataan SAK No.1 (2002:1.3) terdiri dari :

1. Neraca (Balance Sheet)

2. Laporan Laba-Rugi (Income Statement) 3. Laporan Arus Kas (Statement of Cash Flow)

4. Laporan Perubahan Ekuitas (Statement of Change in Equity) 5. Catatan Atas Laporan Keuangan (Notes to Financial Statement)

(4)

Berdasarkan latar belakang penelitian yang diambil oleh penulis, maka penulis menitikberatkan permasalahan yang ada kepada neraca dan laporan laba-rugi perusahaan. Berikut ini penulis mencoba untuk memberikan uraian secara singkat mengenai pengertian jenis-jenis laporan keuangan.

1. Neraca (Balance Sheet)

Neraca adalah suatu laporan yang menyajikan posisi keuangan suatu kesatuan usaha pada tanggal tertentu, yang memperlihatkan keadaan yang sistematis mengenai aktiva, hutang dan ekuitas.

Dwi Prastowo (2002:16) mengemukakan dalam bukunya “Analisa Laporan Keuangan” mengenai pengertian neraca yaitu:

“Laporan keuangan yang memberikan informasi mengenai posisi keuangan (aktiva, kewajiban dan ekuitas) perusahaan pada saat tertentu”.

Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa neraca terdiri dari tiga bagian utama, yaitu aktiva, hutang dan ekuitas. Berikut ini penjelasan secara ringkas mengenai ketiga komponen utama neraca tersebut.

A. Aktiva (Asset)

Aktiva adalah hak-hak dan harta-harta yang merupakan sumber penghasilan yang dapat memberikan hasil pada masa sekarang dan pada masa yang akan datang, atau dengan kata lain aktiva adalah segala harta-harta yang dimiliki pada saat ini. Menurut “Pernyataan SAK” (2002:13) pengertian aktiva adalah:

“Sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomis dimasa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan”.

Pada dasarnya aktiva dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu: a. Aktiva Lancar (Current Asset)

Uang kas atau aktiva lainnya yang dapat diharapkan untuk dinaikkan atau ditukar menjadi uang tunai, dijual atau dipakai pada

(5)

periode berikutnya (paling lama satu tahun atau dalam perputaran kegiatan perusahaan).

b. Aktiva Tidak Lancar (Non Current Asset)

Aktiva yang mempunyai umur kegunaan relatif permanen atau jangka panjang yang mempunyai umur ekonomis lebih dari satu tahun atau tidak habis dalam satu kali perputaran operasi perusahaan.

B. Kewajiban (Liabilities)

Kewajiban atau hutang dapat dinyatakan sedemikian rupa, sehingga apabila dihubungan dengan komponen neraca lainnya akan tergambar posisi keuangan secara layak baik pada awal maupun pada akhir periode tertentu. Menurut Munawir dalam bukunya “Analisa Laporan Keuangan” (2002:18) kewajiban adalah:

“Semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor”. Hutang atau kewajiban perusahaan dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

a. Kewajiban Lancar (Current Liabilities)

Kewajiban keuangan perusahaan yang pembayarannya akan dilakukan dalam jangka pendek (satu tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan. b. Kewajiban Jangka Panjang (Non Current Liabilities)

Kewajiban keuangan jangka panjang waktu pembayarannya (jatuh temponya) lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca.

C. Ekuitas

Ekuitas merupakan hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangkan dengan semua kewajiban, dengan kata lain ekuitas merupakan bagian hak pemilik dalam perusahaan yaitu selisih anatara aktiva dan kewajiban yang ada.

(6)

2. Laporan Laba-Rugi

Laporan laba rugi merupakan suatu laporan yang menyajikan kinerja suatu kesatuan usaha dalam suatu periode akuntansi. Menurut Dwi Prastowo dalam bukunya “Analisa Laporan Keuangan” (2002:16) laporan laba rugi adalah:

“Laporan keuangan yang memberikan informasi mengenai kemampuan (potensi) perusahaan dalam menghasilkan laba (kinerja) selama periode tertentu”.

Walaupun belum ada keseragaman tentang susunan laporan laba rugi bagi tiap-tiap perusahaan, namun prinsip-prinsip yang umumnya diterapkan adalah sebagai berikut:

1. Bagian yang pertama menunjukkan penghasilan yang diperoleh dari usaha pokok perusahaan (penjualan barang dagangan atau memberikan service), diikuti dengan harga pokok barang/service yang dijual, sehingga diperoleh laba kotor.

2. Bagian kedua menunjukkan biaya-biaya operasional yang terdiri dari biaya penjualan dan biaya administrasi/umum (operating expense). 3. Bagian ketiga menunjukkan hasil-hasil yang diperoleh diluar operasi

pokok perusahaan, yang diikuti dengan biaya-biaya yang terjadi diluar usaha pokok perusahaan (non operating/financial income dan statement).

4. Bagian keempat menunjukkan laba rugi insidentil (extra ordinary gain or loss) sehingga akhirnya diperoleh laba bersih sebelum pajak pendapatan.

2.2.3 Tujuan Laporan Keuangan

Pada dasarnya laporan keuangan dimaksudkan untuk menyediakan informasi keuangan mengenai suatu badan usaha yang akan dipergunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan didalam pengambilan keputusan ekonomi.

(7)

Adapun tujuan dari penyusunan laporan keuangan menurut SAK No.1 (2002:1.2) adalah:

“Memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (Stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka”.

Sedangkan tujuan laporan keuangan menurut Harnanto dalam bukunya “Akuntansi Keuangan Lanjutan I” (2002:14) adalah:

1. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dan pengambilan keputusan ekonomi.

2. Tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan oleh pemakai dalam pengambilan keputusan, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan .

3. Menyediakan informasi tentang apa yang telah dilakukan oleh manajemen (Stewardship).

4. Catatan dan skedul tambahan.

Posisi keuangan perusahaan dipengaruhi oleh sumber daya yang terkendalikan, struktur keuangan, liquiditas, dan solvabilitas serta kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan.

Informasi kinerja perusahaan terutama profitabilitas, diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan.

Informasi perubahan posisi keuangan bermanfaat untuk menilai aktivitas investasi, pendanaan dan operasi selama periode pelaporan. Informasi ini berguna bagi pemakai sebagai dasar dalam menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas (dan setara kas) serta kebutuhan perusahaan untuk memanfaatkan arus kas tersebut.

Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Pemakai yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban manajemen, agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi.

(8)

2.2.4 Karakteristik Laporan Keuangan

Karakteristik laporan keuangan merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi para pemakai.

Menurut SAK (2000:7) terdapat empat karakteristik kualitatif utama yaitu : b. Dapat dipahami

Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini pemakai diasumsikan mengetahui pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian, informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dapat dipahami oleh pemakai tertentu.

c. Relevan

Agar dapat bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas yang relevan bila dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu.

d. Keandalan

Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (Faithfull Representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan untuk disajikan.

e. Dapat dibandingkan

Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasikan kecenderungan (Trend) posisi dan kinerja perusahaan. Pemakai juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja

(9)

serta posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu, pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan secara konsisten untuk perusahaan tersebut, antar periode perusahaan yang sama dan untuk perusahaan yang berbeda.

2.2.5 Pemakai Laporan Keuangan

Laporan keuangan tidak dapat menyediakan seluruh informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi, karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan.

Penyusunan laporan keuangan juga bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan informasi yang berbeda bagi pemakai laporan keuangan. Berdasarkan SAK (2002:2), para pemakai laporan keuangan adalah:

a. Investor (baik investor sekarang dan potensial)

Para investor berkepentingan dengan resiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah hasil membeli, menahan atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga terkait pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar denda.

b. Karyawan

Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada informasi mengenai stabilitas profitabilitas perusahaan. Mereka juga tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa.

c. Pemberi pinjaman

Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka dalam memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.

(10)

d. Pemasok dan kreditor usaha lainnya

Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang akan dibayar pada saat jatuh tempo.

e. Pelanggan

Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan terutama bila mereka terlibat perjanjian jangka panjang atau tergantung pada perusahaan.

f. Pemerintah

Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaannya berkepentingan dengan alokasi dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas perusahaan.

g. Masyarakat

Perusahaan mempengaruhi masyarakat dalam berbagai cara misalnya: perusahaan dapat mempekerjakan sejumlah orang dan perlindungan kepada penanam modal domestik.

Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bersifat umum. Dengan demikian tidak sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan informasi setiap pemakai. Berhubung para investor merupakan penanam modal beresiko ke perusahaan, maka kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan mereka juga akan memenuhi sebagian besar kebutuhan pemakai lain.

2.2.6 Fungsi Laporan Keuangan

Laporan keuangan yang disusun dan disajikan kepada semua pihak yang berkepentingan dengan eksistensi suatu perusahaan, pada hakekatnya merupakan alat komunikasi. Artinya laporan keuangan itu adalah suatu alat yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi keuangan dari suatu perusahaan dan kegiatan-kegiatannya kepada mereka yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut.

(11)

Menurut Munawir, dalam bukunya “Analisa Laporan Keuangan” (2002:3) menyatakan bahwa dari laporan keuangan, manajemen dapat memperoleh informasi yang berfungsi untuk:

1. Mengukur tingkat biaya dari berbagai kegiatan perusahaan.

2. untuk menentukan/mengukur efisiensi tiap-tiap bagian, proses atau produksi serta untuk menentukan derajat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan.

3. untuk menilai dan mengukur hasil kerja tiap-tiap individu yang telah diserahi wewenang dan tanggung jawab.

4. Untuk menentukan perlu tidaknya digunakan kebijaksanaan atau prosedur yang baru untuk mencapai hasil yang lebih baik.

Disamping fungsi tersebut di atas, laporan keuangan juga berfungsi sebagai alat pertanggungjawaban manajemen kepada semua pihak yang menanamkan dan mempercayakan pengelolaan dananya dalam perusahaan tersebut terutama kepada para pemilik melalui laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan.

2.2.7 Sifat dan Keterbatasan Laporan Keuangan

Laporan keuangan dipersiapkan untuk dibuat dengan maksud memberikan gambaran atau laporan kemajuan (Progress Report) secara periodik yang dilakukan pihak manajemen yang bersangkutan. Menurut Munawir dalam bukunya “Analisa Laporan Keuangan” (2002:6) menyatakan bahwa :

“Laporan keuangan adalah bersifat historis serta menyeluruh dan sebagai suatu progress report laporan keuangan terdiri dari data-data yang merupakan kombinasi dari fakta yang dicatat, konsep dasar akuntansi dan pendapat pribadi”.

Fakta yang dicatat

Penyusunan laporan keuangan didasarkan atas fakta dari catatan-catatan akuntansi historis sehingga laporan keuangan tidak dapat mencerminkan posisi keuangan perusahaan sesuai kondisi perekonomian paling akhir.

Prinsip dan kebiasaan

Data yang dicatat didasarkan pada prosedur maupun anggapan-anggapan tertentu yang merupakan prinsip akuntansi yang lazim. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pencatatan dalam membentuk keseragaman perlakuan akuntansi.

(12)

Hal mengenai konsep dasar akuntansi ini telah dibahas penulis di bagian sebelumnya pada bab ini.

Pendapat Pribadi

Walaupun pencatatan transaksi telah diatur oleh konvensi atau dalil yang sudah ditetapkan, namun penggunaan konvensi tersebut tergantung kemampuan dan integritas pembuatnya terhadap prinsip konvensi akuntansi tersebut.

Dengan melihat sifat laporan keuangan di atas, maka laporan keuangan memiliki keterbatasan. Sedangkan menurut SAK sifat dan keterbatasan laporan keuangan antara lain:

1) Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas kejadian yang telah lewat. Oleh karena itu, laporan keuangan tidak dapat dianggap satu-satunya sumber informasi dalam proses pengambilan keputusan.

2) Laporan keuangan bersifat umum, disajikan untuk semua pemakai dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu.

3) Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan berbagai pertimbangan.

4) Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material. Demikian pula, penerapan prinsip akuntansi terhadap suatu fakta atau pos tertentu mungkin tidak dilaksanakan jika hal ini tidak menimbulkan pengaruh yang material terhadap kewajaran laporan keuangan.

5) Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian. Apabila terdapat beberapa kemungkinan kesimpulan yang tidak pasti mengenai penilaian suatu pos, maka lazimnya dipilih alternatif yang menghasilkan laba bersih atau nilai aktiva yang paling kecil.

6) Laporan keuangan menekankan pada makna ekonomis suatu peristiwa atau transaksi dari bentuk hukumnya.

7) Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis, dan pemakai laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat informasi yang dilaporkan.

(13)

8) Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan menimbulkan variasi pada pengukuran sumber-sumber ekonomis dan tingkat kesuksesan antar perusahaan.

9) Informasi bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan umumnya diabaikan.

2.3 Analisis Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang penting bagi para pemakai laporan keuangan dalam rangka mengambil keputusan ekonomi. Pada sisi lain, ternyata bahwa karena karakteristiknya, laporan keuangan bukanlah segala-segalanya, karena laporan keuangan memiliki keterbatasan.

Laporan keuangan akan menjadi lebih bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi apabila dengan informasi laporan keuangan tersebut dapat memprediksikan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Dengan mengolah lebih lanjut laporan keuangan melalui proses pembandingan, evaluasi dan analisis trend akan diperoleh prediksi tentang apa yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang. Disinilah arti pentingnya suatu analisis terhadap laporan keuangan.

Hasil analisis laporan keuangan akan membantu menginterpretasikan berbagai hubungan kunci dan kecenderungan yang dapat memberikan dasar pertimbangan mengenai potensi keberhasilan dasar pertimbangan mengenai potensi keberhasilan perusahaan dimasa yang akan datang.

2.3.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan

Secara harfiah analisis laporan keuangan terdiri dari dua kata, yaitu analisis dan laporan keuangan.

Menurut Harahap dalam bukunya ”Analisa Laporan Keuangan” (2004:189) pengertian analisis dan laporan keuangan adalah:

“Analisis adalah memecahkan atau menguraikan sesuatu unit menjadi berbagai unit terkecil”.

(14)

Menurut Harahap (2004:190) pengertian analisis laporan keuangan adalah: “Menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara yang satu dengan lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat”.

Sedangkan menurut pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia mengenai analisis yang telah dijelaskan diawal dapat disimpulkan bahwa analisis laporan keuangan merupakan suatu proses untuk membedah laporan keuangan kedalam unsur-unsurnya, menelaah masing-masing unsur tersebut, dan menelaah hubungan diantara masing-masing unsur-unsur tersebut, dengan tujuan untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang baik dan tepat atas laporan keuangan itu sendiri.

2.3.2 Tujuan Analisis Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting dalam memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan.

Menurut Prastowo ( 2002 : 53 ) tujuan analisis laporan keuangan sebagai berikut: “ Analisis laporan keuangan dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan. Misalnya dapat digunakan sebagai alat screening awal dalam memilih alternatif investasi atau merger; sebagai alat forecasting mengenai kondisi dan kinerja keuangan dimasa datang ; sebagai proses diagnosis terhadap masalah-masalah manajemen, operasi atau masalah-masalah lainya ; atau sebagai alat evaluasi terhadap manajemen.”

Data keuangan tersebut akan lebih berarti bagi pihak-pihak yang berkepentingan apabila data tersebut diperbandingkan untuk dua periode atau lebih dan dianalisis lebih lanjut sehingga dapat diperoleh data yang dapat mendukung keputusan yang akan diambil. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan dilakukannya analisis laporan keuangan adalah untuk memperoleh informasi yang lebih berarti dalam rangka proses pengambilan keputusan oleh pihak-pihak tertentu yang membutuhkan informasi tersebut.

(15)

2.3.3 Prosedur Analisis Laporan Keuangan

Sebelum mengadakan analisis, analis harus memahami laporan keuangan tersebut. Analis harus dapat menggambarkan aktivitas perusahan yang tercermin dalam laporan keuangan tersebut. Sebelum mengadakan perhitungan-perhitungan, analisis dan interpretasi analis harus mempelajari atau me-review secara menyeluruh dan kalau perlu diadakan penyusunan kembali dari data-data yang sesuai dengan prinsip yang berlaku dan tujuan analisis tersebut.

Menurut Munawir (2002 : 35), maksud perlunya mempelajari data secara menyeluruh adalah :

“ Maksud dari perlunya mempelajari data secara menyeluruh ini adalah untuk meyakinkan pada analis bahwa laporan itu sudah cukup jelas menggambarkan semua data keuangan yang relevan dan telah diterapkannya prosedur akuntansi maupun metode penilaian yang tepat, sehingga penganalisa akan betul-betul mendapatkan laporan keuangan yang dapat diperbandingkan (comparable).”

Terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh dalam menganalisis laporan keuangan. Beberapa langkah yang harus ditempuh menurut Dwi Prastowo (2002:53) adalah :

1. Memahami latar belakang data keuangan perusahaan

Pemahaman latar belakang data keuangan perusahaan yang dianalisis mencakup pemahaman tentang bidang usaha perusahaan dan kebijakan akuntansi yang dianut dan diterapkan oleh perusahaan. Memahami latar belakang data keuangan perusahaan yang akan dianalisis merupakan langkah yang perlu dilakukan sebelum menganalisis laporan keuangan perusahaan.

2. Memahami kondisi-kondisi yang berpengaruh pada perusahaan

Selain latar belakang data keuangan, kondisi-kondisi yang mempunyai pengaruh terhadap perusahaan perlu juga untuk dipahami. Kondisi-kondisi yang perlu dipahami mencakup informasi mengenai trend (kecenderungan) industri dimana perusahaan beroperasi; perubahan teknologi; perubahan selera konsumen; perubahan faktor-faktor ekonomi seperti perubahan pendapatan perkapita, tingkat bunga, tingkat inflasi dan

(16)

pajak; dan perubahan yang terjadi di dalam perusahaan itu sendiri, seperti perubahan posisi manajemen kunci

3. Mempelajari dan mereview laporan keuangan

Kedua langkah pertama akan memberikan gambaran mengenai karakteristik (profil) perusahaan. Sebelum berbagai teknik analisis diaplikasikan, perlu dilakukan review terhadap laporan keuangan secara menyeluruh. Apabila dipandang perlu, dapat menyusun kembali laporan keuangan perusahaan yang dianalisis.

4. Menganalisis laporan keuangan

Setelah memahami profil perusahaan dan mereview laporan keuangan maka dengan menggunakan berbagai metode dan teknik analisis yang ada dapat menganalisis laporan keuangan dan menginterpretasikan hasil analisis tersebut (bila perlu disertai dengan rekomendasi).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa prosedur dalam melakukan analisis adalah sebagai berikut :

1) Analis harus memahami laporan keuangan tersebut sebelum dilakukan analisis.

2) Data-data yang dijadikan dasar analisis harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku.

3) Laporan yang akan dianalisis harus relevan dengan dengan tujuan dilakukannya analisis.

4) Laporan yang akan dianalisis harus bersifat comparable (dapat dibandingkan).

5) Analis harus memahami latar belakang data keuangan perusahaan.

6) Analis harus mempelajari dan mengetahui kondisi-kondisi yang berpengaruh pada perusahaan.

7) Analis harus mereview kembali laporan keuangan sebelum dilakukannya analisis.

(17)

2.3.4 Metode dan Teknik Analisis Laporan Keuangan

Metode dan teknik analisis digunakan untuk menentukan dan mengukur hubungan antara pos-pos yang ada dalam laporan keuangan sehingga dapat diketahui perubahan-perubahan dari masing-masing pos tersebut bila diperbandingkan dengan laporan dari beberapa periode untuk satu perusahaan tertentu, atau diperbandingkan dengan alat-alat pembanding lainnya, misalnya diperbandingkan dengan laporan keuangan yang dibudgetkan atau dengan laporan keuangan perusahaan lainnya.

Tujuan dari metode dan teknik adalah digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang membutuhkan agar data dapat lebih dimengerti. Metode yang digunakan untuk analisis laporan keuangan menurut Munawir (2002 : 36) yaitu :

1) Analisis horizontal

yaitu analsis dengan mengadakan perbandingan laporan keuangan untuk beberapa pereiode atau beberapa saat, sehingga akan diketahui perkembangannnya. Metode horizontal ini disebut pula sebagai metode analisa dinamis.

2) Analisis vertikal

yaitu apabila laporan keuangan yang dianalisis hanya meliputi satu periode atau satu saat saja, sehingga diketahui keadaan keuangan atau hasil operasi pada saat itu saja. Analisa vertikal ini disebut juga sebagai metode analisa yang statis karena kesimpulan yang dapat diperoleh hanya untuk periode itu saja tanpa mengetahui perkembangannya.

Teknik analisis yang biasa digunakan dalam menganalisis laporan keuangan menurut Munawir dalam bukunya “Analisa Laporan Keuangan” (2002:36) adalah sebagai berikut:

a. Analisis Perbandingan Laporan Keuangan

Metode atau teknik analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan laporan keuangan untuk dua periode atau lebih dengan menunjukkan:

(18)

2) Kenaikan atau penurunan dalam jumlah rupiah 3) Kenaikan atau penurunan dalam prosentase 4) Perbandingan yang dinyatakan dalam rasio 5) Prosentase dari total

Analisis dengan menggunakan metode ini akan dapat diketahui perubahan-perubahan yang terjadi, dan perubahan-perubahan mana yang memerlukan penelitian lebih lanjut.

b. Trend Percentage Analysis

Metode ini ditujukan untuk mengetahui tendensi daripada keadaan keuangan, apakah menunjukkan tendensi tetap, naik, atau bahkan turun.

c. Laporan Persentase per Komponen (Common Size Statement)

Metode analisis ini ditujukan untuk mengetahui prosentase investasi pada masing-masing aktiva terhadap total aktivanya, juga untuk mengetahui struktur permodalan dan komposisi biaya yang terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualannya.

d. Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja

Analisis ini digunakan untuk mengetahui sumber dan penggunaan modal kerja atau untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya modal kerja dalam periode tertentu.

e. Analisis Sumber dan Penggunaan Kas (Cash Flow Statement Analysis)

Adalah suatu metode analisis untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya jumlah kas atau untuk mengetahui sumber-sumber atau penggunaan uang kas selama periode tertentu.

f. Analisis Rasio

Suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba-rugi secara individu atau kombinasi antara kedua laporan tersebut.

g. Analisis Perubahan Laba Kotor (Gross Profit Analysis)

Suatu analisis untuk mengetahui sebab-sebab perubahan laba kotor suatu perusahaan dari periode ke periode yang lain atau perubahan laba kotor suatu periode dengan laba yang dibudgetkan untuk periode tersebut.

(19)

h. Analisis Break Even

Suatu teknik analisis yang digunakan untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak menderita kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan analisis ini juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian untuk berbagai tingkat penjualan.

2.3.5 Kelemahan dan Keterbatasan Analisis Laporan Keuangan

Dikemukakan oleh Harahap (2001;201), kelemahan analisis laporan keuangan antara lain:

1. Analisis laporan keuangan didasarkan pada laporan keuangan, oleh karenanya harus selalu diingat kelemahan dari laporan keuangan agar kesimpulan dari analisis tidak salah.

2. Objek analisis laporan keuangan hanya laporan keuangan. untuk menilai suatu laporan keuangan tidak cukup hanya dari angka-angka laporan keuangan. tetapi juga harus melihat aspek lainnya seperti tujuan perusahaan, situasi ekonomi, situasi industri, gaya manajemen, budaya perusahaan, dan budaya masyarakat.

3. Objek analisis adalah data historis yang menggambarkan masa lalu dan kondisi ini dapat berbeda dengan kondisi masa depan.

4. Jika kita melakukan perbandingan dengan perusahaan lain maka perlu dilihat beberapa perbedaan prinsip yang bisa menjadi penyebab perbedaan angka, misalnya:

a. Prinsip Akuntansi

b. Size atau Ukuran Perusahaan c. Jenis Industri

d. Periode Laporan

e. Laporan Individual atau Laporan Konsolidasi

(20)

5. Laporan keuangan hasil konsolidasi atau hasil konversi mata uang asing perlu mendapat perhatian tersendiri karena perbedaan bisa saja timbul karena masalah kurs konversi atau metode konsolidasi.

Agnes Sawir (2003:44) menjelaskan bahwa keterbatasan analisis atas laporan keuangan antara lain:

a. Kesulitan dalam mengidentifikasikan kategari industri dari perusahaan yang dianalisis apabila perusahaan tersebut bergerak di beberapa bidang usaha. b. Ratio disusun dari data akuntansi dan data tersebut dipengaruhi oleh cara

penafsiran yang berbeda dan bahkan bisa merupakan hasil manipulasi.

c. Perbedaan metode akuntansi akan menghasilkan perhitungan yang berbeda , misalnya perbedaan metode penyusutan atau metode penilaian persediaan. d. Informasi rata-rata industri adalah data umum dan hanya merupakan

perkiraan.

2.3.6 Tahap-tahap Analisis Laporan Keuangan

Agar lebih teratur dalam melakukan analisis laporan keuangan, maka diperlukan tahap-tahap prosedural yang dapat dipakai dalam menganalisis laporan keuangan. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mengenal perusahaan; 2. Menguasai situasi ekonomi;

3. Menilai reliability terhadap laporan keuangan; 4. Menilai akurasi laporan keuangan;

5. Membaca informasi keuangan secara eksplisit;

6. Menganalisis hubungan antar pos laporan keuangan mengungkapkan informasi implisit;

7. Melihat trend/growth;

8. Melakukan evaluasi fakta dan kualitas perusahaan dari hasil analisis; 9. Melakukan prediksi atau proyeksi;

(21)

2.3.7 Prasyarat Pelaksanaan Analisis Laporan Keuangan yang Baik

Terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan analisis laporan keuangan agar analisis tersebut berguna dalam pengambilan keputusan yang antara lain terdiri dari:

1. Kualifikasi analisis laporan keuangan

Kualifikasi yang baik dan adanya kejelasan mengenai siapa yang harus melakukan analisis tersebut. Seorang analis harus memenuhi persyaratan seperti berikut:

a. Harus memahami cara menganalisis laporan keuangan. b. Harus memahami teknik analisis laporan keuangan .

c. Seorang analis laporan keuangan harus memahami konsep akuntansi. d. Seorang analis laporan keuangan harus memahami segmen bisnis. e. Harus diketahui latar belakang pendidikan analis tersebut.

2. Ketepatan waktu analisis

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2002:7) menyatakan bahwa: “laporan keuangan itu harus relevan dan standar artinya disajikan tepat waktu serta berkesinambungan antara biaya dan manfaat”.

3. Menilai Reliability terhadap laporan keuangan

Menurut Sofyan Syafri Harahap (2004:224), bahwa:

a. Laporan keuangan disajikan menurut Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia;

b. Metode dan kebijakan akuntansi harus ditetapkan secara konsisten; c. Laporan keuangan yang disajikan harus diungkapkan sebagaimana

mestinya;

d. Semua karakteristik kualitatif harus melekat pada laporan keuangan; dan

e. Apakah laporan keuangan itu diaudit oleh auditor ekstern atau tidak. 4. Adanya hasil analisis secara tertulis

Agar informasi yang dihasilkan lebih efektif, maka hal yang harus diperhatikan adalah penyajian laporan keuangan, karena menurut

(22)

Harnanto dalam bukunya “Akuntansi Keuangan Lanjutan I” (2002:4) menyatakan bahwa:

“Analisis atas laporan keuangan merupakan bagian dari pelaporan keuangan yang harus disajikan secara tertulis”.

5. Digunakannya teknik analisa umum

Analisis rasio utama yang banyak digunakan dalam menganalisis laporan keuangan antara lain:

1) Rasio Profitabilitas atau Rentabilitas 2) Rasio Liquiditas

3) Rasio Solvabilitas 4) Rasio Aktivitas 5) Rasio Penilaian Pasar

6. Membandingkannya dengan kinerja masa lalu

Salah satu peraturan yang diterapkan biasanya menyatakan bahwa untuk menganalisis suatu laporan keuangan harus dibandingkan dengan hasil kinerja perusahaan di masa yang lalu.

2.4 Analisis Rasio Keuangan

Untuk menilai kondisi keuangan dan prestasi suatu perusahaan, analisis laporan keuangan memerlukan beberapa tolok ukur. Tolok ukur yang biasanya sering digunakan adalah rasio atau indeks yang menghubungkan dua data keuangan yang satu dengan yang lainnya. Analisis dan interpretasi dari macam-macam rasio dapat memberikan pandangan yang lebih jelas mengenai kondisi finansial dan prestasi suatu perusahaan.

Rasio-rasio keuangan memberikan indikasi tentang kekuatan keuangan dari suatu perusahaan. Keterbatasan analisis rasio timbul dari kenyataan bahwa metodologinya pada dasarnya bersifat univariate, yang artinya setiap rasio diuji secara terpisah. Pengaruh kombinasi dari beberapa rasio hanya didasarkan pada pertimbangan para analis keuangan. Oleh karena itu, untuk mengatasi kekurangan dari analisis rasio maka dikombinasikan berbagai rasio agar menjadi suatu model prediksi yang berarti.

(23)

2.4.1 Rasio Likuiditas

Adalah rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya.

Rasio likuiditas terdiri dari : a. Current Ratio

b. Quick Ratio c. Cash Ratio

Ÿ Rasio Modal Kerja terhadap Total Aktiva (dilambangkan X1)

Merupakan bagian dari rasio likuiditas yang mengukur likuiditas dengan membandingkan aktiva likuid bersih dengan total aktiva. Aktiva likuid bersih atau modal kerja didefinisikan sebagai total aktiva lancar dikurangi total kewajiban lancar. Umumnya, bila perusahaan mengalami kesulitan keuangan, modal kerja akan turun lebih cepat daripada total aktiva menyebabkan rasio ini turun. Perhitungannya adalah sebagai berikut:

(Aktiva Lancar – Hutang Lancar) X1 =

Total Aktiva

2.4.2 Rasio Profitabilitas

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau memberikan informasi tentang kemampuan perusahaan untuk menutup biaya – biaya operasi dari hasil penjualannya. Rasio profitabilitas terdiri dari :

a. GrossProfit Margin b. Net Profit Margin c. Basic Earning Power

Ÿ Rasio Laba yang Ditahan terhadap Total Aktiva (dilambangkan X2)

Merupakan bagian dari rasio profitabilitas yang mengukur kemampulabaan kumulatif dari perusahaan. Pada beberapa tingkat, rasio ini juga mencerminkan umur perusahaan, karena semakin muda perusahaan, semakin sedikit waktu yang dimilikinya untuk membangun laba kumulatif.Bias yang menguntungkan perusahaan-perusahaan yang lebih

(24)

berumur ini tidak mengherankan, karena pemberian tingkat kegagalan yang tinggi kepada perusahaan yang lebih muda merupakan hal yang wajar. Bila perusahaan mulai merugi, tentu saja nilai dari total laba ditahan mulai turun. Bagi banyak perusahaan, nilai laba ditahan dan rasio X2 akan menjadi negatif.

Untuk menghitungnya adalah sebagai berikut: Laba yang Ditahan X2 =

Total Aktiva

2.4.3 Rasio Rentabilitas

Merupakan rasio yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, juga bertujuan untuk mengukur tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan operasional perusahaannya. Rasio ini terdiri dari :

a. Operating Profit Margin b. Return on Assets

c. Return on Equity

Ÿ Rasio Laba sebelum Bunga dan Pajak terhadap Total Aktiva (dilambangkan X3)

Merupakan bagian dari rasio profitabilitas yang mengukur kemampulabaan, yaitu tingkat pengembalian dari aktiva. Rasio ini mencoba mengukur efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan seluruh sumber dayanya. Rasio ini juga dapat digunakan sebagai ukuran seberapa besar produktivitas penggunaan dana yang dipinjam. Bila rasio ini lebih besar dari rata-rata tingkat bunga yang dibayar, maka berarti perusahaan menghasilkan uang yang lebih banyak daripada bunga pinjaman. Rasio ini dihitung dengan cara sebagai berikut:

EBIT (laba sebelum bunga dan pajak) X3 =

(25)

2.4.4 Rasio Solvabilitas

Rasio solvabilitas ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjang atau kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Rasio solvabilitas ini terdiri dari :

a. Total Debt to Equity Ratio b. Total Debt to Total Assets Ratio c. Time Interest Earned

d. Fixed Charge Coverage

e. Long Term Debt to Total Assets

Ÿ Rasio Modal Sendiri terhadap Total Hutang (dilambangkan X4)

Merupakan bagian dari rasio solvabilitas dan kebalikan dari rasio utang per modal sendiri (DER) yang lebih terkenal. Umumnya perusahaan-perusahaan yang gagal mengakumulasi lebih banyak utang dibandingkan modal sendiri. Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut:

Modal Sendiri X4 =

Total Hutang

2.4.5 Rasio Aktivitas

Rasio ini menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian, dan kegiatan lainnya. Yang termasuk kedalam rasio ini antara lain :

a. Inventory Turnover (at cost/at market) b. Average Collection Period

c. Working Capital Turnover d. Receivable Turnover e. Fixed Assets Turnover f. Total Assets Turnover

Ÿ Rasio Tingkat Perputaran (Total) Aktiva (dilambangkan X5)

Merupakan rasio aktivitas (pendayagunaan aktiva) untuk mengukur kecepatan berputarnya total asset dalam suatu periode tertentu serta

(26)

merupakan indikator untuk mendeteksi kemungkinan ada atau tidaknya over investment dalam perusahaan. Rasio ini dihitung dengan cara sebagai berikut:

Penjualan X5 =

Total Aktiva

2.5 Kebangkrutan

Salah satu aspek pentingnya analisis terhadap laporan keuangan dari setiap perusahaan adalah kegunaannya untuk meramalkan kontinuitas atau kelangsungan hidup perusahaan. Meramalkan kelangsungan hidup perusahaan itu merupakan aspek yang terpenting dari segala aspek kegunaan hasil analisis yang dilakukan oleh hampir semua pihak yang berkepentingan dalam perusahaan.karena sebelum tujuan-tujuan yang lain dari analisis yang dilakukan, tentu harus ada jaminan atau setidak-tidaknya harapan bahwa perusahaan masih mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pentingnya meramalkan kelangsungan hidup perusahaan juga karena menurut faktanya, tidak satupun pihak dalam perusahaan mengharapkan akan terjadinya kebangkrutan atau keharusan untuk menutup usahanya pada suatu saat. Di lain pihak karena sesuatu atau lebih hal perusahaan bisa dihadapkan pada situasi di mana terpaksa dinyatakan bangkrut dan tidak diperkenankan untuk melanjutkan usahanya. Oleh karena itu, akan lebih baik apabila adanya gejala dan tanda-tanda kebangkrutan itu diketahui lebih awal, sehingga dapat dicarikan jalan keluarnya.

2.5.1 Pengertian Kebangkrutan

Terdapat beberapa pengertian kebangkrutan yaitu sebagai berikut: 1. Menurut White et. al. (2002:650):

“In addition, bankruptcy imposes significant legal costs and risks on its investors and creditors as well as the firm, even if it survives.” 2. Menurut Rico Lesmana (2003:174):

Resiko kebangkrutan berhubungan dengan ketidakpastian mengenai kemampuan atas suatu perusahaan untuk melanjutkan kegiatan operasinya jika kondisi keuangan yang dimiliki mengalami penurunan.

(27)

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kebangkrutan adalah suatu keadaan dari perusahaan yang mempunyai kemungkinan tidak dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya dan tidak dapat memenuhi kewajibannya.

Menurut Muliaman (2003:10) pengertian failure (kepailitan) di Indonesia mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang (Perpu) No.1 Tahun 1998 Jo. Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, yang menyebutkan:

1. Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan tidak dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya.

2. Permohonan sebagaimana disebut dalam butir di atas, dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.

Undang – undang kepailitan pada dasarnya menyatakan bagaimana menyelesaikan sengketa yang muncul di kala satu perusahaan tidak bisa lagi memenuhi kewajiban utang, juga bagaimana menangani pertikaian antar individu yang berkaitan dengan bisnis yang dijalankan. Ada beberapa kriteria penting:

1) Pembukuan harus jelas. Penilaian aktiva harus transparan dan dengan cara yang diakui umum (international standard);

2) Tingkat gradasi utang piutang berdasarkan tanggungan menentukan siapa yang boleh didahulukan dalam menyelesaikan masalah utang. Misalnya: sebuah perusahaan bangkrut, siapa yang berhak memperoleh pembayaran terlebih dahulu dan siapa yang kemudian;

3) Acara hukum perdata mengatur siapa yang berkepentingan, pihak pengatur kebangkrutan, pengadilan mana yang kompeten dan bagaimana cara/proses yang harus dilakukan untuk menyelesaikan perkara ini;

4) Penetapan sanksi oleh pengadilan yang berwenang andaikata satu pihak tidak memenuhi janji. Berapa waktu yg diberikan kepada perusahaan yang merasa mampu membereskan utang-utangnya sendiri;

(28)

5) Sekalipun dinyatakan pailit, tentunya perusahaan masih bisa berjalan sementara. Dalam hal ini ditetapkan persyaratan- persyaratannya dan siapa yang harus mengawasi proses penyehatannya. Suatu perusahaan yang dinyatakan pailit tidak perlu langsung menghentikan semua kegiatannya. Mereka harus diberi kesempatan untuk membereskan keuangan dan kegiatan yang lain demi kepentingan penagih utang;

6) Penyelesaian sengketa boleh dijalankan lewat arbitrase di luar pengadilan; 7) Perusahaan dinyatakan pailit/bangkrut apabila dalam jangka waktu tertentu

tidak bisa melakukan pembayaran pokok dan atau bunganya. Kepailitan juga bisa diminta pemilik perusahaan atau juga oleh para penagih utang.

2.5.2 Likuidasi, Bangkrut atau Penutupan Usaha

Sebelum membahas tentang model mana yang dapat meramalkan kebangkrutan, terlebih dahulu dikemukakan pengertian bangkrut yang dipakai sebagai titik tolak untuk dapat digunakannya teknik – teknik peramalan sehingga tidak salah tafsir.

Pengertian likuidasi, bangkrut atau penutupan usaha walaupun berakibat sama yaitu tidak adanya aktivitas perusahaan untuk mencapai tujuan pokoknya, tetapi sebenarnya ada perbedaan yang prinsipil. Menurut Suad Husnan (2004:406) menyebutkan bahwa likuidasi merupakan suatu proses yang berakhir pada pembubaran perusahaan sebagai suatu organisasi. Likuidasi lebih menekankan pada aspek status yuridis perusahaan sebagai suatu badan hukum dengan segala hak – hak dan kewajibannya.

Sedang pengertian bangkrut, dimaksudkan sebagai suatu keadaan atau situasi dimana perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya. Akibat yang lebih serius dari kebangkrutan adalah berupa penutupan usaha dan pada akhirnya pembubaran perusahaan atau likuidasi. Istilah bangkrut lebih menitikberatkan pada usaha mencapai tujuan atau aspek ekonomis perusahaan, yaitu berupa kegagalan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Likuidasi atau pembubaran perusahaan

(29)

senantiasa berakibat penutupan usahanya. Tetapi likuidasi dan penutupan usaha perusahaan tidak selalu berarti perusahaan bangkrut.

Kadang – kadang bangkrut juga diartikan sebagai suatu keadaan atau situasi dimana perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban – kewajibannya kepada kreditur (melalui tuntutan hukum). Dalam hal ini aspek ekonomis dari kebangkrutan itu bersamaan waktunya dengan berlakunya ketentuan hukum atau undang – undang.

2.5.3 Berbagai Faktor yang Mendorong Terjadinya Kebangkrutan

Tidak mudah untuk menentukan secara pasti mengenai faktor yang menyebabkan terjadinya kebangkrutan suatu perusahaan. Seringkali kebangkrutan suatu perusahaan merupakan hasil kombinasi dari banyak faktor, yang mengakibatkan timbulnya suatu faktor baru yang mempercepat proses terjadinya kebangkrutan tersebut. Sulit untuk menentukan satu faktor yang fundamental menyebabkan terjadinya kebangkrutan.

Menurut Rico (2003:183) terdapat beberapa faktor yang mendorong sebuah perusahaan mengalami kesulitan dalam bisnisnya dan mungkin kesulitan keuangan antara lain:

Ÿ Penjualan atau pendapatan yang mengalami penurunan secara signifikan. Ÿ Penurunan laba dan atau arus kas dari operasi.

Ÿ Harga pasar saham menurun secara signifikan. Ÿ Penurunan total aktiva.

Ÿ Kemungkinan gagal yang besar dalam industri atau industri dengan resiko yang tinggi.

Ÿ Young company, perusahaan berusia muda pada umumnya mengalami kesulitan di tahun – tahun awal operasinya, sehingga kalau tidak didukung sumber permodalan yang kuat akan dapat mengalami kesulitan keuangan yang serius dan berakhir dengan kebangkrutan.

(30)

Ada pula beberapa defisiensi keuangan dan operasional yang mengindikasikan bisnis dalam kesulitan, seperti yang dikutip oleh Rico (2003:184) sebagai berikut:

Ÿ Ketidakstabilan laba.

Ÿ Tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo dan atau kesulitan dalam memperoleh sumber pendanaan.

Ÿ Kesulitan dalam melakukan penjualan obligasi.

Ÿ Sistem administrasi dan pelaporan yang tidak efektif dan efisien.

Ÿ Kualitas manajemen yang meragukan, tidak ada atau kurangnya perencanaan, dan manajemen yang miskin pengalaman.

Ÿ Ekspansi yang dilakukan tidak sesuai dengan bisnis inti (core business) perusahaan dan manajemen tidak memiliki keahlian dalam bisnis tersebut. Ÿ Kegagalan manajemen dalam melakukan antisipasi terhadap perubahan

pasar.

Ÿ Pembatasan – pembatasan yang material dalam perjanjian kredit. Ÿ Ketidakmampuan dalam mengendalikan biaya.

Ÿ Ketergantungan pada energi yang besar.

Ÿ Entry barrier yang rendah, sehingga relatif mudah memasuki industri bagi perusahaan – perusahaan baru.

Ÿ Tambahan resiko bisnis dengan adanya lini produk yang sama – sama elastis dan berkorelasi positif.

Menurut Luciana (2004:2) menjelaskan bahwa berdasarkan penelitian – penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perusahaan mengalami financial distress antara lain:

Ÿ Kondisi ekonomi (misalnya: tingkat inflasi).

Ÿ Opini yang diberikan auditor pada laporan keuangan kliennya.

Maksudnya, semakin tinggi reputasi auditor perusahaan, semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami kondisi financial distress.

(31)

2.5.4 Tahap – tahap dan Berbagai Indikator akan Terjadinya Kebangkrutan

Dalam kaitannya dengan faktor – faktor intern seperti dikemukakan di atas, kebangkrutan yang menimpa suatu perusahaan tidak terjadi secara tiba – tiba, tanpa dapat diramalkan sebelumnya. Kebangkrutan merupakan klimaks dari serentetan tahap atau proses dari situasi kesulitan finansial yang dihadapi oleh perusahaan.

Menurut Rico Lesmana (2003:184), sebelum pada akhirnya suatu perusahaan dinyatakan bangkrut, biasanya ditandai oleh berbagai situasi atau keadaan khususnya berhubungan dengan efektivitas dan efisiensi operasinya, seperti misalnya:

a. Volume penjualan yang relatif rendah atau adanya trend penjualan yang menurun,

b. Cash flow yang negatif,

c. Kerugian yang selalu diderita dari operasinya, dan d. Hutang yang membengkak.

Kombinasi dari berbagai situasi tersebut merupakan petunjuk dan bukti akan terjadinya kemerosotan keadaan atau posisi solvabilitas perusahaan. Kerugian – kerugian yang senantiasa diderita oleh perusahaan, disebabkan oleh relatif tingginya struktur biaya dalam perusahaan dibandingkan dengan rata – rata industri di mana perusahaan berada. Kerugian – kerugian dalam operasinya itu berakibat semakin berkurangnya aktiva perusahaan. Penggantian aktiva tidak mungkin dapat dilakukan seperti halnya pada masa perusahaan tidak mengalami kesulitan – kesulitan finansial demikian itu. Situasi semacam itu dengan ditambah lagi kerugian – kerugian yang kumulatif sifatnya, tentu semakin menambah kesulitan perusahaan untuk bangkit kembali dalam usahanya untuk menghasilkan laba dari operasinya.

Kesulitan – kesulitan finansial yang menuju ke arah terjadinya kebangkrutan demikian itu, dapat dianalisa dan diidentifikasikan melalui tahap – tahap yang tercakup di dalam proses perjalanan yang berakhir pada (keadaan) kebangkrutan tersebut. Adapun tahap – tahap itu adalah:

(32)

1. Tahap permulaan (awal).

Pada tahap ini biasanya ditandai oleh adanya satu atau lebih keadaan operasi dan finansial perusahaan yang tidak menggembirakan, yang kemungkinan tidak disadari baik oleh pihak kreditur dan lain – lain pihak ekstern bahkan oleh manajemen sendiri.

Berbagai situasi yang menandai tahap permulaan yang bisa berakibat terjadinya kebangkrutan itu misalnya:

1. Penurunan volume penjualan karena adanya perubahan selera atau permintaan konsumen.

2. Kenaikan biaya – biaya komersial dan finansial.

3. In-efisiensi produksi karena metode produksi yang ketinggalan jaman atau kuno.

4. Tingkat persaingan yang semakin ketat.

5. Personalia yang memegang jabatan – jabatan kunci tidak memiliki kompetensi.

6. Kegagalan dalam melaksanakan ekspansi.

7. Ketidakefektifan dalam pelaksanaan fungsi pengumpulan piutang. 8. Kurang adanya dukungan atau fasilitas perbankan (kredit).

Pada tahap ini kadang – kadang ditandai oleh kerugian – kerugian yang berakibat rentabilitas perusahaan jauh lebih rendah dari rata – rata perusahaan dalam industri di mana perusahaan berada. Tetapi kadang – kadang tanda – tanda kerugian di dalam operasinya belum tampak pada tahap permulaan, dan baru muncul kemudian bersamaan dengan tahap di mana perusahaan mulai mengalami kesulitan likuiditas. Oleh karena itu, tidak mudah bagi manajemen untuk segera merasakan dan menyadari situasi yang dihadapinya.

2. Tahap dimana perusahaan mengalami kekurangan kas dan alat – alat likuid lainnya atau tahap kesulitan likuiditas.

Pada tahap ini biasanya diawali oleh ketidak mampuan perusahaan untuk membayar hutang – hutang jangka pendek dan biaya – biaya operasinya. Kesulitan likuiditas yang dialami perusahaan mungkin tidak

(33)

dapat segera disadari oleh pihak – pihak di luar perusahaan, karena perusahaan masih menunjukkan posisi solvabilitas dan rentabilitas yang tergolong cukup. Masalah pokok yang dihadapi oleh perusahaan dalam tahap ini adalah kekurangan alat – alat likuid dan kebutuhan modal untuk diinvestasikan dalam piutang dan persediaan. Di lain pihak perusahaan mungkin memiliki aktiva – aktiva tidak lancar dengan jumlah yang berlebihan dalam kaitannya dengan skala operasinya. Situasi kesulitan likuiditas yang tidak segera dapat diatasi atau berlangsung berlarut –larut pada akhirnya akan mengamcam solvabilitas atau kebangkrutan bagi perusahaan.

3. Tahap dimana perusahaan tidak solvabel dalam kegiatan komersial dan finansial.

Sesuai dengan tahap yang biasanya harus dilampaui sebelum perusahaan dinyatakan bangkrut secara total dan menutup usahanya, keadaan di mana perusahaan tidak solvabel ini dikategorikan ke dalam kelompok Financial atau Commercial Insolvency. Dalam tahap ini, ditandai oleh keadaan di mana perusahaan tidak mampu mendapatkan dana dari sumber – sumber reguler, untuk membayar hutang – hutangnya yang jatuh tempo dan bahkan yang sudah menunggak. Manajemen harus berusaha membuat perhitungan – perhitungan yang lebih drastis dengan memanfaatkan jasa – jasa konsultan, terpaksa mengadakan negosiasi dengan para kreditur atau menggunakan cara – cara baru untuk mendapatkan sumber dana. Namun demikian perusahaan masih dapat diharapkan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya bahkan untuk bangkit kembali, apabila berhasil mendapatkan dukungan finansial yang baru.

4. Bangkrut secara total.

Akan tetapi apabila usaha – usaha untuk mendapatkan sumber dana dan dukungan finansial yang baru itu gagal, maka perusahaan terpaksa harus menutup usahanya. Dalam keadaan demikian berarti total insolvency atau kebangkrutan dalam arti sebenarnya telah menimpa perusahaan.

(34)

Gejala yang paling menonjol dalam tahap total insolvency ini adalah jumlah hutang yang lebih besar dari nilai aktiva perusahaan. Keadaan total insolvency ini menjadi semakin lengkap dan syah setelah pernyataan kebangkrutan secara resmi dan perusahaan dibubarkan.

Selain istilah kepailitan seperti yang diuraikan sebelumnya, dalam dunia bisnis dikenal pula istilah delisted. Peraturan Pencatatan Bursa Efek Indonesia No.1B tahun 2000 dan 2001 menyebutkan pengaturan delisted sebagai berikut:

1. Delisting dapat dilakukan baik atas permohonan emiten maupun diputuskan oleh Bursa. Dalam hal delisting diputuskan oleh Bursa terlebih dahulu wajib mendengar pendapat dari Komite Pencatatan Efek.

2. Delisting atas permohonan emiten hanya dapt dilaksanakan apabila hal tersebut telah diputuskan oleh RUPS dan emiten yang bersangkutan telah menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada Bursa.

3. Delisting atas permohonan emiten diajukan 2 (dua) bulan sebelum tanggal delisting diberlakukan dengan mengemukakan alasannya serta melampirkan berita acara RUPS sebagaimana dimaksud pada angka 2 (dua) di atas. 4. Dalam hal permohonan delisting dipenuhi, bursa wajib mengumumkan

rencana delisting tersebut sekurang-kurangnya 30 hari sebelum tanggal delisting diberlakukan.

5. Emiten yang efeknya tercatat di bursa yang mengalami salah satu kondisi tersebut di bawah ini, dipertimbangkan untuk dikenakan delisting:

a. Selama 3 tahun berturut- turut menderita rugi, atau terdapat saldo rugi sebesar 50% atau lebih dari modal disetor dalam neraca perusahaan pada tahun terakhir;

b. Selama 3 tahun berturut-turut tidak membayar deviden tunai (untuk saham). Melakukan tiga kali cedera janji (untuk obligasi);

c. Jumlah modal sendiri kurang dari Rp3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah); d. Jumlah pemegang saham kurang dari 100 pemodal (orang/badan) selama 3 (tiga) bulan berturut- turut berdasarkan laporan bulanan emiten/Biro Administrasi Efek;

(35)

f. Laporan keuangan disusun tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan ketentuan yang ditetapkan oleh BAPEPAM;

g. Melanggar ketentuan bursa pada khususnya dan ketentuan pasar modal pada umumnya;

h. Melakukan tindakan-tindakan yang melanggar kepentingan umum berdasarkan keputusan instansi yang berwenang;

i. Emiten dilikuidasi baik karena merger, penggabungan, bangkrut, dibubarkan (reksadana) atau alasan lainnya;

j. Emiten dinyatakan pailit oleh pengadilan;

k. Emiten menghadapi gugatan/perkara/peristiwa yang secara material mempengaruhi kondisi dan kelangsungan hidup perusahaan;

l. Khusus untuk emiten reksadana, nilai kekayaan bersih (nilai asset value) turun menjadi kurang dari 50% dari nilai perdana yang disebabkan oleh kerugian operasi.

2.5.5 Cara Untuk Mendeteksi dan Meramalkan Terjadinya Kebangkrutan Manajemen yang efekif tentu tidak akan membiarkan dan berbuat sesuatu, baru pada saat perusahaan mengalami kesulitan likuiditas atau bahkan pada tahap perusahaan terancam solvabilitasnya. Karena dalam tahap demikian tindakan – tindakan untuk menyelamatkan perusahaan dari ancaman kebangkrutan semakin terbatas. Ada berbagai alat untuk mendeteksi dan meramalkan akan kemungkinan terjadinya kesulitan finansial, kegagalan – kegagalan dan kebangkrutan, dan menentukan berbagai penyebabnya. Mengetahui penyebab terjadinya kesulitan finansial, kegagalan dan intensitas pengaruhnya sehingga perusahaan terpaksa menutup usahanya, tentu sangat penting bagi manajemen. Karena apabila hal demikian diketahui jauh hari sebelumnya, manajemen akan mempunyai cukup waktu untuk melakukan tindakan – tindakan perbaikan dan mencegah perkembangan keadaan yang lebih fatal.

Berbagai alat tersebut secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua berdasar pada informasi atau data yang digunakan:

(36)

1. Analisa Data Ekstern

Melalui analisa hubungan trend dari data ekstern dan kemudian membandingkannya dengan situasi dalam perusahaan. Data ekstern yang biasanya digunakan adalah rata – rata industri, data statistik dan indikator ekonomi baik yang diterbitkan oleh instansi pemerintah maupun pihak swasta. 2. Analisa Data Intern

Analisa data intern biasanya bersumber pada penemuan yang dikemukakan oleh akuntan dari hasil pemeriksaannya kepada manajemen. Karena pendidikan dan pengalamannya, akuntan diharapkan mampu mengidentifikasi adanya berbagai faktor atau gejala – gejala adanya kesulitan finansial perusahaan dan memberitahukannya kepada manajemen. Melalui data ini, penulis mencoba untuk melakukan analisa rasio finansial dan kegunaannya untuk membuat ramalan akan terjadinya kebangkrutan suatu perusahaan.

Analisis ini dikenal sebagai analisis Z-score. Menurut Sawir (2003:22), analisis Z-score merupakan salah satu teknik statistik yang bisa digunakan dengan mengkombinasikan berbagai rasio yang dimiliki perusahaan untuk pengklasifikasian apakah suatu perusahaan bangkrut atau tidak bangkrut. Teknik analisis ini telah dikembangkan dan digunakan oleh Altman dengan menyusun suatu model untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Dalam studinya, setelah menyeleksi 22 rasio keuangan seperti yang diuraikan diatas, Altman menemukan 5 rasio yang dapat dikombinasikan yaitu Zeta Score (Z-Score) untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut. Dengan 5 variabel pengamatan itu nilai Z-Score untuk masing-masing perusahaan ditentukan berdasarkan persamaan fungsi diskriminan beserta koefisien tiap-tiap variabelnya seperti yang dijelaskan White et. al. (2002:653) adalah sebagai berikut:

Zi = 0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,420 X4 + 0,998 X5

Dimana:

Zi = adalah nilai Z (tingkat kebangkrutan perusahaan). X1 = adalah rasio dari modal kerja terhadap total aktiva.

(37)

X2 = adalah rasio dari laba yang ditahan terhadap total aktiva.

X3 = adalah rasio dari laba sebelum bunga dan pajak terhadap total

aktiva.

X4 = adalah rasio dari modal sendiri terhadap total hutang.

X5 = adalah tingkat perputaran (total) aktiva.

Tabel 2.1

TITIK CUT-OFF (PEMBATAS) ALTMAN

Nilai Zi Keterangan

Jika Z > 2,90 Tidak Bangkrut (Non-bankrupt) Jika Z diantara 1,23 – 2,90 Daerah Rawan (Gray Area)

Jika Z < 1,23 Bangkrut (Bankrupt)

Sumber : White, Sondhi, Fried, 2003, “The Analysis and Use of Financial Statement”, 3rd ed.

Daerah rawan merupakan kemungkinan munculnya klasifikasi yang salah.

2.5.6 Pemakai Informasi Kebangkrutan

Menurut Mamduh (2003:261), informasi kebangkrutan bisa bermanfaat bagi beberapa pihak seperti berikut ini:

1) Pemberi Pinjaman (seperti pihak Bank). Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk mengambil keputusan siapa yang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk kebijakan memonitor pinjaman yang ada.

2) Investor. Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut. Investor yang menganut strategi aktif akan mengembangkan model prediksi kebangkrutan untuk melihat tanda – tanda kebangkrutan seawal mungkin dan kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut.

3) Pihak Pemerintah. Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi jalannya usaha tersebut (misal sektor perbankan). Juga pemerintah mempunyai badan – badan usaha

(38)

(BUMN) yang harus selalu diawasi. Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan untuk melihat tanda – tanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan – tindakan yang perlu bisa dilakukan lebih awal.

4) Akuntan. Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan suatu usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going concern suatu perusahaan.

5) Manajemen. Kebangkrutan berarti munculnya biaya – biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan dan biaya ini cukup besar. Suatu penelitian menunjukkan biaya kebangkrutan bisa mencapai 11 – 17% dari nilai perusahaan. Contoh biaya kebangkrutan yang langsung adalah biaya akuntan dan biaya penasehat hukum. Sedangkan contoh biaya kebangkrutan yang tidak langsung adalah hilangnya kesempatan penjualan dan keuntungan karena beberapa hal seperti pembatasan yang mungkin diberlakukan oleh pengadilan. Apabila manajemen bisa mendeteksi kebangkrutan ini lebih awal, maka tindakan – tindakan penghematan bisa dilakukan, misal dengan melakukan merger atau restrukturisasi keuangan sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari.

Referensi

Dokumen terkait

Laporan keuangan yang telah dipublikasikan dianggap penting karena berpengaruh terhadap pengambilan keputusan, analisis terhadap laporan keuangan yang merupakan

[r]

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya yang bersumber dari sebagai hasil-hasil kajian referensi dari jurnal- jurnal dan juga tinjuan pustaka yang

54 Tabel pemetaan desa Pada Gambar 1.54, tampilan layar Daftar Petak terdapat table yang berisi daftar Pemetaan Desa (No. Tata Hutan, Jenis Pemanfaatan, Nama Desa, Luas )..

Menurut Sugiyono (2016:81), sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak

- Masalah didalam jurnal teridentifikasi dengan jelas di dalam perumusan masalah yaitu ingin mengetahui pengaruh komunikasi, motivasi, komitmen, dan

pelayanannya baik jumlah pengunjung akan semakin bertambah. c) Dalam penempatan perabot seperti meja, kursi, rak buku, lemari, dan lainnya hendaknya disusun dalam

1) Laporan keuangan dapat bersifat historis, merupakan laporan atas kejadian yang telah terjadi. Oleh karena itu, laporan keuangan.. 2) tidak dapat dianggap sebagai