• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNALISME LINGKUNGAN DALAM KONFLIK PABRIK SEMEN DI REMBANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNALISME LINGKUNGAN DALAM KONFLIK PABRIK SEMEN DI REMBANG"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

JURNALISME LINGKUNGAN DALAM KONFLIK PABRIK SEMEN DI REMBANG

(Analisis Wacana Kritis Terhadap Pemberitaan Mengenai Konflik Pembangunan Pabrik PT Semen Indonesia di Kendeng Utara, Rembang, Pada Media Mainstream dan Media Alternatif Periode Juni 2014 - Desember

2015)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya

Universitas Islam Indonesia

Diajukan oleh: Khumaid Akhyat Sulkhan

14321151

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

(2)
(3)
(4)

iv

PERNYATAAN ETIKA AKADEMIK

Bismillahirahmanirrahim Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:

Nama : Khumaid Akhyat Sulkhan Nomor Mahasiswa : 14321151

Melalui surat ini saya menyatakan bahwa:

1. Selama menyusun skripsi ini saya tidak melakukan tindak pelanggaran akademik dalam bentuk apapun, seperti penjiplakan, pembuatan skripsi oleh orang lain, atau pelanggaran lain yang bertentangan dengan etika akademik yang dijunjung tinggi Universitas Islam Indonesia.

2. Karena itu, skripsi ini merupakan karya ilmiah saya sebagai penulis bukan karya jiplakan atau karya orang lain.

3. Apabila di kemudian hari, setelah saya lulus dari Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia, ditemukan bukti secara meyakinkan bahwa skripsi ini adalah karya jiplakan atau karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi akademis yang ditetapkan Universitas Islam Indonesia.

Demikian pernyataan ini saya setujui dengan sesungguhnya.

Yogyakarta, 24 Mei 2018 Yang menyatakan,

KHUMAID AKHYAT SULKHAN 14321151

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala puji dan syukur pada Zat yang Maka Kuasa Allah Subhanahu wa taala

Atas segala rahmat, hidayah, nikmat dan karunia yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulisan skirpsi ini dapat terselesaikan.

Sholawat dan salam selalu mengiringi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, sahabat dan para kerabat lainnya.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada Bapak dan Ibu tercinta

Bapak Basori Latif dan Ibu Mufidah

Atas cinta dan kasih sayang, dukungan, baik materi maupun moril dalam bentuk apapun. Mereka adalah orang tua yang hebat yang telah membesarkan dan

mendidik saya dengan pengertian dan penuh kasih sayang.

Selain itu juga terima kasih penulis sampaikan untuk

Ketigaadik sayaTaskiani Himmatushiba, Ahmad Qosidil Haq dan Nafa Syakia Juga teruntuk keluarga besarku dan kerabat juga teman lainnya yang selalu

(6)

vi

MOTTO

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman

di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu

pengetahuan beberapa derajat.”

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil’alamiin, puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan ilmu-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan karya skripsi ini dengan baik dan semoga lengkap tak kurang suatu apapun .

Dalam skripsi ini,penulis mengungkap dan membahas wacana konflik pabrik semen PT Semen Indonesia di Rembang dalam perspektif jurnalisme lingkungan.Subjek dalam penelitian ada dua kategori yaitu media mainstream atau arus utama dan media alternatif. Media mainstream diwakili oleh Liputan6.com, sedangkan media alternatif diwakili oleh Selamatkanbumi.com.

Pada penelitian ini, penulis mengurai wacana dari narasi teks dua kategori media tersebut melalui skema analisis wacana kritis Norman Fairclough. Skema Fairclough berfokus pada tiga aspek yaitu: teks, praktik kewacanaan, dan praktik sosial budaya.

Selama melakukan penelitian, banyak pihak yang telah membantu penulis baik berupa material, moral, maupun spiritual. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Basori Latif dan Ibu Mufidah yang selalu memberikan doa, mendukung penulis selama proses mengerjakan skripsi ini serta memberikan dukungan moral dan materi.

2. Seluruh keluarga penulis yang telah memberikan perhatian dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini

3. Bapak Muzayin Nazaruddin, S.Sos., M.A selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FPSB UII sekaligus dosen pembimbing yang dengan sabar memberi arahan pada penulis sekaligus menjadi partner diskusi. 4. Bapak Ali Minanto, S. Sos., M. A. selaku dosen pembimbing akademik. 5. Para Dosen Ilmu Komunikasi UII yang selama ini sudah memberi banyak

(8)

viii 6. Perempuan yang selalu mendampingi penulis di kala senang maupun

susah, Siti Qoniatul Maghfiroh.

7. Saudara-saudari alumni PP. Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang; Hamdani, Afif, Syifak, Meri, Lisna, Ruroh, Jazila, Nafada.

8. Almarhum Imam At-Tirmidzi, yang tanpanya, penulis tidak akan pernah berinteraksi dengan konflik lingkungan di Rembang.

9. Teman-teman dari Gerakan Literasi Indonesia, terkhusus Kang Dwicipta, yang sudah bersedia menjadi partner diskusi tentang konflik di Rembang. 10.Saudara-saudari penulis di Ilmu Komunikasi, LPM Kognisia, Komunitas

Red_Aksi, dan lingkar Persma UII; Rizal, Zakiyah, Satryo, Mirza, Indah, Nafisah, Niken, Reza, Ranisa, Nurul, Galih, Josi, Cholis, dan teman-teman lain yang tidak bisa saya sebut satu per satu karena saking banyaknya. 11.Keluarga KKN 63-64 Fadil, Hani, Adinda, Ajeng, Rahayu, Anjar, Emen,

Kentang, Yudha, Pandu, Syakia, Salma.

12.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan semua yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi ini, masih terdapat banyak kekurangan. Maka penulis berharap, kepada siapapun yang membaca, agar seyogyanya menyampaikan kritik dan saran yang membangun sehingga penulis dapat menyempurnakan karya ilmiah ini. Penulis pun berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang budiman.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 9 Mei 2018 Penulis

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ETIKA AKADEMIK ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

MOTTO... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

ABSTRAK ... xiv ABSTRACT ... xv BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 8 C. Tujuan Penelitian ... 8 D. Manfaat Penelitian ... 8 E. Tinjauan Pustaka ... 9 1. Penelitian Terdahulu ... 9 2. Kerangka Teori... 13

a. Wacana dan Analisis Wacana Kritis ... 13

b. Jurnalisme Lingkungan ... 18

c. Media Mainstream dan Media Alternatif ... 21

F. Metode Penelitian... 23 1. Pendekatan Penelitian ... 23 2. Unit Analisis... 24 3. Tahap Penelitian ... 25 a. Teks ... 25 b. Praktik Kewacanaan ... 26

c. Praktik Sosial dan Budaya ... 26

4. Waktu dan Tempat Penelitian ... 26

(10)

x

A. Media Onlinse Liputan6.com ... 28

B. Media Online Selamatkanbumi.com ... 29

C. Konflik Pembangunan Pabrik Semen PT Semen Indonesia di Rembang .. 31

BAB III TEMUAN ANALISIS DATA ... 34

A. Analisis Teks Liputan6.com... 34

1. Judul Teks: Pendirian Pabrik Semen Tuai Protes, Ini Kata Semen Indonesia ... 34

a. Representasi ... 34

b. Relasi ... 35

c. Identitas ... 36

2. Judul Teks: Kalau Semen Indonesia PunyaAmdal, Pembangunan Pabrik BisaLanjut ... 37

a. Representasi ... 37

b. Relasi ... 38

c. Identitas ... 39

3. Judul Teks: Warga Blora Tolak Pendirian Pabrik Semen ... 39

a. Representasi ... 40

b. Relasi ... 41

c. Identitas ... 41

4. Judul Teks: Hari Tani, Bupati Kendal Dukung Ratusan Petani Demo 42 a. Representasi ... 42

b. Relasi ... 43

c. Identitas ... 44

5. Judul Teks: Kala Puluhan Petani Wanita Salah Mengadu ke KPK .... 45

a. Representasi ... 45

b. Relasi ... 46

c. Identitas ... 47

6. Judul Teks: Aksi Massa di Semarang Tolak Pabrik Semen - Aksi Buruh di Bandung ... 47

a. Representasi ... 48

b. Relasi ... 48

(11)

xi

7. Judul Teks: Pekerjaan Rumah Menanti Bos Baru Semen Indonesia ... 49

a. Representasi ... 50

b. Relasi ... 50

c. Identitas ... 51

8. Judul Teks: Dirut Semen Indonesia lapor kemajuan Pabrik Baru ke JK ... 51

a. Representasi ... 51

b. Relasi ... 52

c. Identitas ... 53

B. Analisis Teks Selamatkanbumi.com ... 53

1. Judul Teks: Tolak Penambangan dan Pendirian Pabrik Semen di Rembang ... 53

a. Representasi ... 55

b. Relasi ... 55

c. Identitas ... 56

2. Judul Teks: [Seruan Solidaritas] Aksi Warga Rembang Tolak Pabrik Semen Direpresi Aparat ... 56

a. Representasi ... 56

b. Relasi ... 57

c. Identitas ... 58

3. Judul Teks: Chronology of Resitance to the Cement Factory In Rembang ... 58

a. Representasi ... 59

b. Relasi ... 60

c. Identitas ... 60

4. Judul Teks: [Rilis solidaritas dari Blora] Tolak Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng Utara! ... 61

a. Representasi ... 61

b. Relasi ... 62

c. Identitas ... 64

5. Judul Teks: Rakyat Melawan: Aksi Protes Rembang, Pandang Raya, Kulonprogo ... 64

a. Representasi ... 65

b. Relasi ... 67

c. Identitas ... 67

6. Judul Teks: Kronologi Represi Aparat Terhadap Ibu-Ibu Penolak Pabrik Semen di Rembang 27 November 2014 ... 67

(12)

xii

a. Representasi ... 68

b. Relasi ... 69

c. Identitas ... 70

BAB 4 PEMBAHASAN ... 71

A. Temuan Analisis Teks ... 71

1. Liputan6.com ... 71

2. Selamatkanbumi.com ... 72

B. Praktik Kewacanaan ... 73

C. Praktik Sosial dan Budaya ... 79

D. Diskusi Teoritik ... 85 BAB V PENUTUP ... 96 A. Kesimpulan ... 96 B. Saran ... 99 DAFTAR PUSTAKA ... 101 LAMPIRAN ... 106

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 JumlahpendudukRembang (usia 15 tahunkeatas)

(14)

xiv

Abstrak

Khumaid Akhyat Sulkhan. 14321151. Jurnalisme Lingkungan dalam Konflik Pabrik Semen di Rembang (Analisis Wacana Kritis Terhadap Pemberitaan Mengenai Konflik Pembanguna Pabrik PT Semen Indonesia di Kendeng Utara, Rembang, oleh Media Mainstream dan Media Alternatif Periode Juni 2014 - Desember 2015)

Penelitian ini bertujuan mengungkap wacanayang diproduksi oleh media mainstream dan media alternatif mengenai konflik pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia di Rembang dalam perspektif jurnalisme lingkungan.Subjek dari kategori media mainstream adalah Liputan6.com, sedangkan subjek media alternaitf adalah Selamatkanbumi.com. Fokus penelitian ini adalah pada narasi teks berita dari periode Juni 2014-Desember 2015. Konflik pembangunan PT Semen Indonesia di Rembang sendiri terjadi manakala pembangunan pabrik tersebut disebut mengancam sumber mata air di CAT Watuputih dan mengancam goa-goa bawah tanah di dasarnya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis wacana kritis yang dikembangkan oleh Norman Fairclough. Fokusnya ada tiga aspek, yaitu teks, praktik kewacanaan, dan praktik sosial budaya. Sementara itu, penelitian ini juga menggunakan teori jurnalisme lingkungan Ana Nadya Abrar dan sikap wartawan lingkungan yang dirumuskan oleh Agus Sudibyo dalam buku 34 Prinsip Etis Jurnalisme Lingkunganyaitu pro-keberlanjutan, pro-keadilan lingkungan, biosentris, dan profesional.Dalam penelitian ini, penulis menemukan bahwa Liputan6.com juga tidak memiliki sikap pro-keadilan lingkungan dan biosentris.Sebab media Liputan6.com cenderung mendukung wacana “tambang untuk kesejahteraan.” Narasi yang dihadirkan oleh media tersebut menyudutkan argumen para penolak pabrik dengan menghadirkan pernyataan-pernyataan dari para ahli dan politisi, tanpa investigasi mendalam tentang dampak pembangunan pabrik semen di Rembang.Beritanyacenderung dari satu sisi sehingga kurang profesional.Sementara itu, Selamatkanbumi.com cukup gencar mengawal isu-isu lingkungan di Rembang. Wacana besar mereka adalah “tambang merusak lingkungan.” Selamatkanbumi.com mencakup tiga sikap jurnalisme lingkungan, kecuali profesionalitas.Sebab konten yang merekasajikan kebanyakan adalah siaran pers dan satu sisi. Belum memenuhi suatu karya jurnalistik yang bermutu.

Kata kunci: Analisis Wacana Kritis, Konflik Pembangunan Pabrik Semen di Rembang, Jurnalisme Lingkungan.

(15)

xv

Abstract

Khumaid Akhyat Sulkhan. 14321151. Environmental Journalism in Cement Conflict in Rembang (Critical Discourse Analysis on Coverage Concerning Conflict of Cement Plant Development of PT Semen Indonesia in Northern Kendeng, Rembang, by Mainstream Media and Alternative Media June 2014 - December 2015 Period)

This research aims to reveal the discourse produced by mainstream media and alternative media about conflict of cement factory development of PT Semen Indonesia in Rembang in perspective of environmental journalism. The subject of the mainstream media category is Liputan6.com, while the alternative media subject is Selamatkanbumi.com. The focus of this research is on narrative news texts from June 2014 to December 2015. The conflict of development of PT Semen Indonesia in Rembang occurs when the construction of a plant has the potential to threaten the springs in CAT Watuputih and threatens underground caves at the bottom.

This study uses a critical discourse analysis approach developed by Norman Fairclough. The focus there are three aspects, namely text, practice of discourse, and socio-cultural practices. Meanwhile, this research also uses environmental journalism theory Ana Nadya Abrar and environmental journalist attitude formulated by Agus Sudibyo in book “34 Prinsip Etis Jurnalisme Lingkungan” that is pro-sustainability, environmental pro-justice, biocentric, and professional. In this study, the authors found that Liputan6.com also lacks environmental and biocentric pro-environmental attitudes.. Because media Liputan6.com tend to support the discourse of "mine for the welfare."The narrative presented by the media cornered the arguments of the factory repellent by presenting statements from experts and politicians, without an in-depth investigation of the impact of the construction of a cement plant in Rembang. The news tends to one side so that, of course, is less professional.Meanwhile, Selamatkanbumi.com quite aggressively raise the news about the conflict environment in Rembang.Their big discourse is "mine destroys the environment."Selamatkanbumi.com includes three attitudes of environmental journalism, except professionalism.Because the content they serve mostly is press release and one side. Has not fulfilled a quality journalistic work.

Keywords: Critical Discourse Analysis, Conflict of Cement Plant Development in Rembang, Environmental Journalism.

(16)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemerintah Indonesia, dalam kebijakannya, menjadikan eksploitasi kekayaan alam sebagai sarana untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi (Saputra, 2014:4). Kebijakan ini pada akhirnya mendorong penguasaan sumber daya alam oleh para pemodal yang terus menerus meningkatkan kekayaannya lewat sektor perkebunan dan pertambangan. Hal tersebut tidak luput dari agenda neoliberalisasi ekonomi Indonesia yang menganakemaskan industrialisasi sebagai penguat infrastruktur dan peningkat kesejahteraan.

Sayangnya, kegiatan industrialisasi di Indonesia, baik industri perkebunan maupun pertambangan, seringkali mengabaikan dampak negatifnya terhadap kelestarian lingkungan. Padahal permasalahan lingkungan merupakan permasalahan yang menyangkut masa depan seluruh manusia. Kasus-kasus kerusakan alam yang mengerikan seperti lumpur Lapindo Sidoarjo dan kebakaran hutan di Kalimantan menjadi bukti nyata praktik industrialisasi yang justru kontraproduktif dengan wacana kesejahteraan. Ada pula dampak kerusakan alam akibat eksploitasi yang tidak bisa dirasakan secara langsung karena efeknya yang jangka panjang seperti kekeringan air.

Dalam satu dekade terakhir, sebagaimana dikatakan oleh Wiko Saputra (2013:24), pemerintah benar-benar menggenjot pertumbuhan melalui eksploitasi sumber daya alam yang masif. Polanya adalah di mana daerah-daerah yang berpotensi memiliki sumber daya alam yang besar menjadi target dari pembangunan. Persoalannya ialah ketika kepentingan ekonomi tersebut menghajar habis-habisan sumber daya alam tanpa ampun. Maka, bila mengacu pada keterangan Wiko, bisa dikatakan bahwa konflik lingkungan di Indonesia tak luput dari permasalahan struktural yang melibatkan relasi kuasa pemerintah dalam melanggengkan industrialisasi.

(17)

2 Pada sisi lain, sedikit demi sedikit masyarakat mulai menyadari bahwa industrialisasi, meskipun menunjang penguatan ekonomi, akan tetapi memiliki dampak yang berbahaya bagi kelestarian lingkungan hidup. Dari sinilah perlawanan demi perlawanan mulai timbul, ketika pemerintah dan korporasi semakin menggalakkan pembukaan lahan demi kegiatan industri. Sengketa agraria antara masyarakat yang tak ingin lingkungan hidupnya dieksploitasi dengan pihak korporasi yang mementingkan sektor ekonomi tak dapat dielakkan.

Sepanjang 2015, Konsorsarium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat ada 252 kasus konflik agraria, dengan luas wilayah konflik mencapai 400.430 hektar yang melibatkan sedikitnya 108.714 kepala keluarga (KPA, 2015:4). Memasuki 2016, jumlah konflik agraria naik menjadi 450 konflik dengan luasan wilayah 1.265.027 hektar yang melibatkan 86.745 kepala keluarga yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sektor perkebunan menduduki peringkat pertama dengan 163 konflik, disusul sektor properti dengan jumlah konflik 117, lalu di sektor infrastruktur dengan jumlah konflik 100, Kemudian, di sektor kehutanan sebanyak 25 konflik, sementara di sektor pertambangan, tercatat sedikitnya 21 konflik. Sisanya ialah sektor pesisir dan kelautan dengan 10 konflik dan terakhir sektor migas serta pertanian yang sama-sama menyumbang sebanyak 7 konflik (KPA, 2016:3-6).

Salah satu konflik lingkungan dalam sengketa agraria, adalah polemik mengenai keberadaan PT. Semen Indonesia di Rembang yang melibatkan aspek lingkungan hidup, dan telah menjadi salah satu permasalahan nasional yang semakin mendesak untuk diselesaikan.

Sebagaimana ditegaskan oleh Ming-Ming Lukiarti, dalam buku Rembang Melawan (2015:145), bahwa penambangan karst di kawasan Kendeng oleh PT. Semen Indonesia, akan merusak sumber mata air di Gunung Watuputih yang dalam kehidupan sehari-hari juga dimanfaatkan oleh PDAM (Perusahaan Air Minum Daerah) Rembang untuk melayani puluhan ribu Warga Lasem dan Rembang. Selain itu, pertambangan karst juga dinilai akan menurunkan produktivitas pertanian karena berpotensi mengakibatkan kekeringan sumber air,

(18)

3 polusi debu, dan terganggunya keseimbangan ekosistem. Pada akhirnya, seperti dikatakan Ming-Ming, hal tersebut akan menyebabkan hancurnya ketahanan pangan nasional dan daerah.

Bagaimanapun, konflik lingkungan di Rembang telah menarik perhatian banyak kalangan, mulai dari aktivis, akademisi, pegiat lingkungan, pejabat publik hingga para ulama. Banyak mereka yang mendukung pemberhentian operasi pembangunan pabrik semen di Rembang, meski tak sedikit pula yang kemudian menyatakan pro terhadap adanya industri semen yang ironisnya banyak datang dari warga area pertambangan itu sendiri.

Situasi konflik di Rembang pun berkembang dari yang tadinya laten menjadi konflik manifest (Oktaviana, 2015:77). Banyak asumsi mengenai alasan mengapa muncul gerakan masyarakat Rembang pro-semen ini, akan tetapi yang jelas, pemahaman mengenai lingkungan, terutama pentingnya karst, masih minim di kalangan masyarakat (Cipta, 2015:18). Sehingga hal tersebut acapkali mengakibatkan masyarakat menelan begitu saja mitos-mitos kesejahteraan yang dijejalkan oleh korporasi tanpa memahami adanya potensi krisis lingkungan.

Melihat fakta tersebut, pengenalan serta pemahaman mengenai persoalan lingkungan menjadi penting, dalam konteks masyarakat Rembang juga Indonesia secara luas agar tidak terjadi distorsi gerakan yang malah mendukung pihak-pihak yang hendak mengeksploitasi alam secara besar-besaran. Pemahaman tentang persoalan lingkungan hidup juga akan semakin meningkatkan kesadaran dalam diri masyarakat, sehingga makin banyak orang yang bersedia berjuang melestarikan alam.

Tentu saja dalam hal ini, medialah yang memiliki peran penting memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga kelestarian alam. Sebab, umumnya para pekerja media (pers) di Indonesia secara fundamental juga mengimani 9 elemen jurnalisme yang dirumuskan oleh Bill Kovach dan Rossenstiel yang salah satu poin utamanya adalah memprioritaskan kepentingan masyarakat (Kovach dan Rossenstiel, 2006:6). Maka jelas, media harus turut

(19)

4 mem-blow up konflik Kendeng dengan selalu menampilkan fakta-fakta yang penting untuk diketahui masyarakat. Terutama mengenai persoalan lingkungan hidup di Kendeng dan bagaimana dampaknya ketika pendirian pabrik semen benar-benar dilakukan di sana.

Pentingnya liputan terkait isu lingkungan sebetulnya telah lama disadari oleh pers. Bahkan hal itu memunculkan suatu tuntutan dan harapan akan kemampuan pers dalam memotret kompleksitas persoalan lingkungan sekaligus berkontribusi atas pemecahan masalahnya. Pada gilirannya tuntutan dan harapan ini pun melahirkan suatu disiplin tersendiri dalam kajian media, yaitu jurnalisme lingkungan. Ana Nadya Abrar mendefinisikan jurnalisme lingkungan sebagai cara-cara jurnalistik yang mengedepankan masalah lingkungan hidup dan berpihak pada kesinambungannya (1993:9).

Peran jurnalisme lingkungan di Indonesia sangat penting. Sebab, seperti disampaikan Agus Sudibyo dalam buku 34 Prinsip Etis Jurnalisme Lingkungan, tujuan utama dari jurnalisme lingkungan adalah menyampaikan seruan kepada publik untuk berpartisipasi terhadap kelestarian lingkungan hidup (2015:4). Oleh karenanya, hal tersebut berkaitan erat dengan kepentingan publik itu sendiri. Di sisi lain, aktivitas jurnalisme lingkungan juga didasari atas pemahaman bahwa persoalan lingkungan hidup acap kali bersentuhan langsung dengan masalah politik nasional, politik lokal, hubungan internasional, keadilan ekonomi, dan keadilan sosial.

Sejak kasus Semen di Rembang mencuat, banyak media memberitakan perkembangan konfliknya, baik media skala regional maupun nasional. Namun, belum bisa dipastikan sudah sejauh mana media-media di Indonesia mengawal wacana pembebasan lingkungan di Rembang. Mengingat seringkali media hanya terpaku pada konflik prosedural, teknis, dan mengabaikan liputan mendalam mengenai lingkungan. Selain itu, media juga tak lepas dari kepentingan-kepentingan para pemegang kuasanya.

(20)

5 Bahkan ada beberapa media yang tidak menjadi sarana informasi mengenai persoalan lingkungan bagi masyarakat, dan justru malah semakin menambah kesimpang-siuran kabar. Hendra Tri Ardiyanto (Cipta, 2015:110-121) mengatakan bahwa sejumlah media dengan tega memfitnah ibu-ibu petani Kendeng yang melakukan perlawanan dengan tinggal di tenda selama ratusan hari. Salah satu fitnah tersebut, menurut Hendra, datang dari seseorang bernama Alfin Tofler, wartawan Bareksa.com, yang menyatakan jika ibu-ibu yang tinggal di tenda merupakan demonstran bayaran.

Memang tak bisa dipungkiri, bahwa media cenderung seringkali menjadi instrumen bagi pihak yang memiliki kepentingan-kepentingan terselubung. Tak jarang, media mengonstruk suatu ideologi mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Kemudian konstruksi ideologi tersebut dimapankan dan disebarkan dengan tujuan membantu menyebarkan ide atau gagasan dari kelompok dominan untuk mengontrol kelompok lain (Barrat, 1994: 51-52).

Berkaitan dengan hal tersebut, Direktur Eksekutif Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Jawa Barat, Dadan Ramdan, dalam Mongabay.id, mengungkapkan bila media arus utama atau media mainstream, memang saat ini justru kurang memberi perhatian terhadap isu-isu lingkungan. Dadan menduga hal semacam itu terjadi lantaran banyak media di Indonesia dimiliki oleh pengusaha-pengusaha yang terlibat dalam bisnis yang merusak lingkungan1, memperkuat asumsi bila media mainstream memang kerapkali ditunggangi kepentingan pemiliknya.

Kondisi inilah yang kemudian menjadikan kemunculan model media alternatif berorientasi pemahaman intersubjektif dan kesadaran nyata masyarakat/komunitas (Karman, 2013: 25). Jika memang begitu, maka bisa dibilang kemunculan sejumlah media alternatif yang konsen terhadap aktivitas

1 Nugraha, Indra. “Media Arus Utama Masih Minim Angkat Isu Lingkungan,”

http://www.mongabay.co.id/2012/10/26/media-arus-utama-masih-minim-angkat-isu-lingkungan/. Diakses 05, April 2017

(21)

6 jurnalisme lingkungan menjadi sebuah perlawanan terhadap dominasi media mainstream yang lebih mementingkan kemauan pasar.

Oleh karenanya, berdasarkan paparan di atas, maka penulis hendak menganalisis wacana pemberitaan konflik semen di Rembang dalam media mainstream dan media alternatif, dari perspektif jurnalisme lingkungan. Penulis ingin menggali lebih dalam apakah media mainstream dan media alternatif sudah memuat wacana tentang lingkungan yang menjadi kunci penting dari konflik tersebut. Bagaimana dua kategori media tersebut memandang praktik industrialisasi yang dinilai merugikan lingkungan serta bagaimana media mainstream dan media alternatif mereproduksi wacana kebenaran tentang konflik semen di Rembang.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan skema analisis wacana kritis yang dikembangkan oleh Norman Fairclough. Analisis wacana kritis Fairclough ini akan berfokus pada tiga aspek, yaitu teks, praktik kewacanaan, dan praktik sosial budaya.

Media mainstream dalam konteks penelitian ini adalah Liputan6.com. Media tersebut dipilih karena pertama, Liputan6.com merupakan berita online nasional serta memiliki intensitas pemberitaan mengenai konflik pabrik semen di Rembang yang cukup banyak. Selain itu Liputan6.com menjadi media di Indonesia dengan peringkat top 8 sites versi alexa.com tahun 2018, mengalahkan prestasi kompas.com yang memang sudah dikenal sebagai penerbitan besar skala nasional. Sejumlah penghargaan juga telah diraih media ini. Pada tahun 2016, Liputan6.com menyabet penghargaan The Best Digital Product (Produk Digital Terbaik) Kategori "News & Magazine App" dan The Best Website (Situs Terbaik) di kategori "Situs Berita" pada acara Social Media Award (SMA) dan Digital Marketing Award (DMA) 2016 yang dihelat di Jakarta.

Sedangkan media alternatif yang dipilih dalam hal ini ialah media online Selamatkanbumi.com. Media ini disebut sebagai media alternatif dengan mempertimbangkan asalnya sebagai media yang digagas oleh organisasi Forum

(22)

7 Komunikasi Masyarakat Agraris (FKMA). FKMA merupakan sebuah organisasi yang dibentuk oleh gerakan-gerakan komunitas petani/masyarakat. Mereka bergerak secara independen tanpa ada campur tangan LSM, pemerintah, maupun donatur.

Dalam skripsi ini, peneliti akan memfokuskan analisis pada teks-teks yang berada pada rentang periode Juni 2014 hingga Desember 2015. Alasannya karena pada tahun-tahun itulah pertarungan wacana, antara yang pro pembangunan pabrik semen dengan yang kontra, mulai dimapankan secara masif. Konflik yang bahkan sampai pada adu fisik antara tentara melawan masyarakat sipil juga beberapa kali terjadi pada periode tersebut. Lalu, rentang periode 2015 juga muncul aksi-aksi solidaritas terhadap petani Rembang di beberapa wilayah seperti Semarang, Blora, dan Yogyakarta.

Sementara alasan pemilihan media baru (online) sebagai subjek penelitian dibanding media konvensional ini mengacu pada beberapa hal. Pertama, sebagaimana dalam buku Journalism and New Media karya Jhon Pavlik (2001:4), media online memiliki beberapa keunggulan dibanding media konvensional yang diantaranya ialah model komunikasi yang lebar, hyperlink dalam media yang membuat banyaknya informasi mengenai suatu konflik menjadi terintegrasi dan mudah diakses, audiens yang lebih interaktif, serta mampu menghadirkan sebuah kedinamisan pemberitaan. Selain itu, esensi media online sebagai penyampai informasi kepada khalayak juga menjadikan para jurnalisnya berada dalam suatu titik silang yang cukup dilematis, antara mengupayakan berakhirnya konflik atau bahkan memerpanjangnya.

Penelitian ini akan menarik, mengingat masih belum banyak yang membahas bagaimana konflik lingkungan direkam dan direproduksi dalam media onlinedi Indonesia. Selain itu, riset ini akan memberikan kontribusi terhadap minimnya penelitian yang membahas wacana dalam media mainstream dan media alternatif di Indonesia.

(23)

8 B. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, rumusan masalahnya bertolak dari pertanyaan, “bagaimana media mainstream dan media alternatif memproduksi wacana terkait konflik lingkungan di kawasan Kendeng dalam perspektif jurnalisme lingkungan?” Analisis wacana dalam penelitian ini menggunakan tiga skema analisis wacana kritis Norman Fairclough. Sehingga pertanyaan penelitiannya meliputi tiga skema tersebut, yaitu antara lain:

1. Bagaimana media Liputan6.com dan Selamatkanbumi.com menarasikan kebenaran konflik lingkungan di Rembang dalam teks-teksnya?

2. Bagaimana praktik kewacanaan dalam produksi teks media Liputan6.com dan Selamatkanbumi.com?

3. Bagaimana praktik sosial yang memengaruhi praktik kewacanaan dan produksi teks Liputan6.com dan Selamatkanbumi.com?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya ingin mengungkap dan mendeskripsikan secara mendalam mengenai bagaimana wacana lingkungan dalam media mainstream dan media alternatif diproduksi. Lebih dari itu, penelitian ini juga ingin mengungkap lebih dalam bagaimana media mainstream dan media alternatif menciptakan realitas kebenaran mengenai konflik semen di area pegunungan Kendeng Utara dari perspektif jurnalisme lingkungan.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini akan menambah kekayaan intelektual para peneliti di Indonesia. Terutama bagi mereka yang tertarik mengkaji jurnalisme lingkungan, serta riset media baru. Penelitian ini juga bisa menjadi rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang hendak

(24)

9 meneliti pertarungan wacana antara media mainstream dan media alternatif.

2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menjadi refleksi serta acuan bagi para awak jurnalis agar tidak hanya berorientasi pada kepentingan kapital dan mengabaikan permasalahan lingkungan yang sebenarnya merupakan urusan bersama. Hasil penelitian ini juga akan menjadi evaluasi bagi kerja jurnalisme media mainstream dan media alternatif.

E. Tinjauan Pustaka

1. Penelitian Terdahulu

Muhammad Solihin, dalam tesisnya yang meneliti konstruksi berita mengenai konflik Kendeng di media online Kompas.com dan Suaramerdeka.com menemukan bahwa media-media tersebut memiliki kecenderungan untuk berperan netral dan seringkali sebagai pemertajam konflik, di samping lebih menekankan sisi human interest-nya demi kepentingan pasar (Solihin, 2016:188). Tesis Muhammad Sholihin ini, meskipun cukup menggambarkan kecenderungan media mainstream, namun belum mengkaji sisi jurnalisme lingkungan yang ada di media-media tersebut. Padahal, peran jurnalisme lingkungan dalam persoalan yang menyangkut lingkungan hidup menjadi suatu hal yang penting. Perbedaannya dengan riset ini selain dari sisi kajian jurnalismenya juga pada media yang diteliti.

Selanjutnya skripis milik Rizki Ramadhan Nasution. Pada skripsi tersebut, Rizki hendak melihat dan mendeskripsikan bagaimana implementasi jurnalisme lingkungan dalam pemberitaan kabut asap di Harian Waspada edisi 01 September-13 November 2015. Media tersebut dinilai tepat dijadikan subjek penelitian karena menurut si peneliti, Harian Waspada telah mempunyai kredibilitas yang tinggi di tengah kehidupan masyarakat Medan,ditambah media tersebut tergolong salah satu media tertua di kota itu. Selama 60 tahun berdiri, Harian Waspada juga

(25)

10 menjadi salah satu surat kabar lokal yang konsisten dalam melakukan pemberitaan mengenai lingkungan hidup (Nasution, 2016:5).

Penelitian ini menggunakan metode analisis isi kuantitatif dan pendekatan deskriptif untuk mengurai suatu pesan secara rinci dalam setiap teksnya. Selanjutnya, peneliti memfokuskan penelitiannya pada tiga hal, yaitu implementasi kode etik jurnalisme lingkungan berkaitan dengan pemberitaan kabut asap, jenis-jenis berita, posisi penempatan dan frekuensi penggunaan narasumber pada pemberitaan kabut asap. Penelitian Rizki Ramadhan ini menunjukkan bahwa media Harian Waspada rupanya tidak memenuhi krtiteria jurnalisme lingkungan hidup yang ditetapkan oleh Center Of Journalism melalui code of ethics of environmental journalism. Selain itu, berita mengenai polemik kabut asap pun relatif sedikit, yaitu sekitar 9, 67% , ini menunjukkan bahwa berita tentang lingkungan masih belum menjadi prioritas.

Kesamaannya dengan penelitian ini adalah pembahasan soal jurnalisme lingkungan sebagai kajian pentingnya. Sementara perbedaannya sendiri terletak pada fokus media yang diteliti serta permasalahan lingkungannya. Dalam penelitian ini, penulis fokus meneliti media Liputan6.com dan Selamatkanbumi.com dengan permasalahan pembangunan pabrik semen di Rembang. Analisis yang digunakan pun berbeda sebab peneliti dalam riset ini menggunakan pisau analisis Norman Fairclough sebagai metodenya yang tidak memisahkan teks dengan konteks.

Skripsi Rosalita Dian Utami yang menganalisis framming jurnalisme lingkungan dalam pemberitaan pembangunan pabrik semen di kawasan pegunungan Kendeng, Rembang oleh media online Mongabay.id. Dian menggunakan analisis framming model model Robert N. Entman untuk melihat bagaimana wacana jurnalisme lingkungan diproduksi oleh Mongabay.id dalam dua level yakni teks serta konteks. Dalam skripsi tersebut, Dian menemukan bahwa praktik jurnalisme lingkungan pada Mongabay.id lebih cenderung menampilkan ancaman-ancaman bila pabrik semen dibangun di pegunungan

(26)

11 Kendeng serta memberikan solusinya dibanding menampilkan konflik kepentingan (2016:159).

Senada dengan temuan Dian, Ratna Prastika yang juga menggunakan analisis framming model Robert N. Entman untuk meneliti bingkai jurnalisme lingkungan pada pemberitaan kabut asap di Riau oleh media online Riau Pos dan Tribun Pekanbaru juga menemukan pola framming jurnalisme lingkungan yang sama,yaitu jurnalisme yang tak hanya berfokus pada definisi penyebab masalah kabut asap di Riau serta dampak-dampaknya. Akan tetapi juga solusi pemerintah untuk mengatasi masalah lingkungan tersebut (2015:99-100). Dua penelitian tersebut walaupun sama-sama mengkaji soal jurnalisme lingkungan, akan tetapi memiliki perbedaan yang cukup mendasar dengan penelitian ini.

Pertama, penelitian ini hendak mengungkap wacana mengenai konflik pembangunan pabrik semen di Rembang dalam media mainstream dan alternatif melalui perspektif jurnalisme lingkungan, khsususnya bagaimana dua kategori media tersebut mengonstruksi kebenaran yang dimapankan dalam masyarakat. Kedua, model analisis yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah analisis wacana kritis yang dikembangkan Norman Fairclough.

Berbeda dengan Entman yang melihat teks berita dari dua unsur, yaitu seleksi isu serta penonjolan isu. Analisis wacana kritis model Fairclough memandang posisi wacana pada teks sebagai praktik transfer makna yang berlandaskan pada ideologi-ideologi tertentu sebagai bagian dari pengukuhan dominasi dan subordinasi terhadap masyarakat. Dalam konsepnya, Fairclough menawarkan tiga dimensi analisis yaitu teks, praktik kewacanaan, dan praktik sosial.

Definisi tentang mainstream dan alternatif di sini penulis ambil dari riset Crhistian Fuhz dalam European Journal of Social Theory yang diterbitkan tahun 2010 berjudul Alternative Media As Critical Media. Riset Fuhz tersebut memang hendak menarik suatu definisi yang tegas antara mainstream media sebagai media kapitalis yang tidak independen, dengan penerbitan skala besar, serta

(27)

12 mendominasi wacana, dan alternative media sebagai media kritis, berbasis akar rumput, dengan skala penerbitan kecil, tetapi independen dan umumnya memainkan wacana yang kurang dominan.

Penelitian mengenai jurnalisme lingkungan lainnya penulis kutip dari jurnal Discourse and Communication yang diterbitkan oleh Sagepub.com, yakni artikel jurnal Monika Bednarek dan Helen Caple yang fokus membahas bagaimana penerbitan The Sydney Morning Herald (SMH), Australia, memainkan cerita-cerita fenomena lingkungan di korannya. Dengan menggunakan kerangka semiotika sosial dan teori penilaian, mereka menganalisa korpus dari 40 cerita dalam istilah-istilah yang membentuk makna evaluatif melalui judul, gambar, serta keterangan. Setelah itu mereka menginterpertasikan temuan mereka ke dalam dua perspektif, yakni melalui perspektif Critical Discourse Analysis (CDA) dan Positive Discourse Analysis (PDA).

Dalam jurnal tersebut, Monika dan Helen menemukan fakta bahwa SMH acap kali menyadur judul film dan lagu untuk judul cerita-cerita fenomena lingkungannya. Seperti salah satu judul beritanya, Dry Hard With A Vengeance yang merupakan saduran film Die Hard: With A Vengeance dan judul And they call this Ocean Breeze yang disadur dari lagu And They Call It Puppy Love. Selain itu, mereka juga menemukan adanya ketidaksesuaian antara judul, gambar, dengan keterangan cerita. Seperti dalam berita cerita It’s Spraytime On The Waterfront, dengan judul Spraytime yang menurut peneliti merupakan perumpamaan dari Playtime disertai gambar sekelompok anak yang tengah bermain-main air. Padahal di keterangan berita tersebut, secara serius SMH sedang membicarakan soal badai.

Dari perspektif PDA, dominasi gambar serta judul cerita itu secara positif dimaknai sebagai sebuah cara agar pembaca tidak bosan sekaligus upaya melawan pemikiran santai orang-orang dalam menghadapi bencana alam. Namun dari perspektif CDA, pemberitaan semacam itu cukup problematik karena berpotensi membuat pembaca meremehkan dampak serius bencana lingkungan yang mungkin diakibatkan ulah manusia (5-18). Perbedaannya dengan penelitian ini

(28)

13 cukup banyak, sebab penelitian Monika hanya fokus pada permasalahan bagaimana wacana jurnalisme lingkungan diproduksi di media SMH dari pandangan PDA serta CDA, sementara penelitian ini berusaha melihat bagaimana dua kategori media mewacanakan kebenaran atas konflik lingkungan di Rembang.

Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa kebaruan dari penelitian ini ialah soal bagaimanamedia mainstream dan media alternatif memroduksi wacana tentang konflik pembangunan pabrik PT Semen Indonesia di Rembang. Mengingat media mainstream yang cenderung berorientasi pada kepentingan pasar serta kemunculan media alternatif yang menurut Atton dan Hamilton merupakan suatu bentuk kekecewaan terhadap jurnalisme mainstream (2008:1). Tentu menarik mengkaji bagaimana dua kategori tersebut memproduksi kebenaran tentang konflik semen di Rembang. Selain itu, menurut Fuhz riset tentang media alternatif seringkali menjadi bidang riset yang terbengkalai (2010:174). Oleh karenanya penelitian ini akan berkontribusi dalam riset-riset mengenai media mainstream dan alternatif di Indonesia yang masih tergolong minim, terutama dalam hal penarikan definisi antara dua konsepsi media tersebut secara tegas.

2. Kerangka Teori

a. Wacana dan Analisis Wacana Kritis

Menurut Deddy Mulyana, istilah wacana berasal dari bahasa sansekerta yaitu wac/wak/uak yang artinya “berkata” atau “berucap” sementara kata ana merupakan bentuk akhiran yang bermakna membendakan. Secara sederhana wacana bisa diartikan sebagai perkataan atau tuturan (Mulyana, 2005:3). Di Indonesia wacana seringkali dipakai oleh para ahli bahasa sebagai terjemahan dari istilah bahasa Inggris discourse. Discourse sendiri berakar dari bahasa latin discursus (lari ke sana lari ke mari) (Oetomo, 1993:3). Sementara di Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, kata wacana memiliki tiga pemahaman. Pertama, perkataan, tuturan, atau percakapan. Kedua, keseluruhan tutur atau kecakapan dalam satu kesatuan. Ketiga, sebuah satuan bahasa yang besar dan lengkap yang direalisasikan dalam suatu bentuk karangan utuh (Salim, 2002:1709).

(29)

14 Meski bisa dipahami dari sisi etimologi, akan tetapi menurut Jorgensen dan Philips sampai saat ini belum ada konsensus yang jelas mengenai apa itu wacana dan bagaimana menganalisisnya (2010:1-2). Padahal wacana telah menjadi suatu bahasan yang populer di mana-mana, baik dalam perdebatan maupun teks-teks ilmiah. Namun kedua peneliti tersebut mengatakan penggunaan istilah wacana masih cenderung sembarangan bahkan seringkali tanpa di definiskan terlebih dahulu.

Hal itu berakibat pada kaburnya makna wacana itu sendiri. Lebih jauh, Jorgensen dan Philips mengkritik gagasan umum mengenai wacana sebagai bahasa yang ditata menurut pola-pola yang berbeda dalam konteks-konteks berbeda. Bagi mereka definisi tersebut belum mampu menjelaskan apa sesungguhnya wacana itu? Bagaimana wacana berfungsi? Serta bagaimana cara menganalisisnya? Berangkat dari hal itu, Jorgensen dan Philips pun menawarkan definisi wacana sebagai “cara tertentu untuk membicarakan dan memahami dunia (atau aspek dunia) ini.”

Teori mengenai wacana atau discourse sendiri sebetulnya tak bisa lepas dari pemikiran seorang Michel Foucault. Bagaimanapun, Foucault telah memainkan peran utama dalam perkembangan analisis wacana melalui karya teoretis dan penelitian praktis (Jorgensen dan Philips, 2010:23). Hampir di semua pendekatan analisis wacana, Foucault selalu menjadi sosok utama yang dikutip, dihubungkan, dikomentari, dimodifikasi, dan juga dikritik.

Menurut Foucault, dalam buku Archaelogy of Knowledge (1972:80), wacana di definisikan sebagai "general domain of statements.”

"Lastly, instead of gradually reducing the rather fluctuating meaning of the word 'discourse', I believe that I have in fact added to its meanings: treating it sometimes as the general domain of all statements, sometimes as an individualizable group of statements, and sometimes as a regulated practice that accounts for a certain number of statements". (Foucault, 1972:80).

Maknanya ialah, wacana acap kali menjadi domain umum dari segala pernyataan, kadang sebagai pernyataan sekelompok individu, dan bahkan sejumlah praktik

(30)

15 kebijakan bagi sejumlah pernyataan. Artinya wacana adalah berbagai pernyataan atau ungkapan yang diproduksi sehingga memiliki makna serta efek. Dengan kata lain, Foucault tidak memandang wacana sebagai teks semata, akan tetapi bagaimana teks tersebut diproduksi sedemikian rupa sehingga memiliki kekuatan.

Lebih jauh, Foucault menjelaskan bahwa wacana berasal dari kekuasaan yang bekerja melalui jaringan relasi serta interaksi (Haryatmoko, 2010:12-15). Kekuasaan bisa di mana saja karena ia tidak berada di luar relasi sosial atau berada di tangan agen-agen tertentu, melainkan turut bermain di dalamnya. Selain itu, kekuasaan dalam pandangan Foucault tidak semata-mata dipahami sebagai bentuk penindasan, akan tetapi sebagai sebuah hal yang memiliki sifat produktif (Jorgensen dan Philips, 2010:25). Karena itu bagi Foucault, kekuasaan mampu memproduksi pengetahuan tersendiri mengenai suatu kebenaran yang pada akhirnya akan berkembang dan melahirkan berbagai wacana.

Misalnya, tata norma dalam masyarakat mengatur bagaimana kita berlaku secara baik dan benar. Dalam hal ini, tata norma yang berasal dari kesepakatan masyarakat merupakan wacana yang mengatur gerak laku kita. Darinyalah berbagai macam tindakan yang dianggap baik atau buruk berasal. Seterusnya, tindakan kita yang mematuhi wacana norma tersebut juga akan memberi dampak lain atau katakanlah mempoduksi sesuatu yang lain lagi. Dengan demikian, wacana akan berlangsung dan berkembang secara terus-menerus dalam kehidupan.

Teori wacana Foucault ini memberi pengaruh kuat bagi perkembangan model analisis wacana kritis yang juga memperlakukan kekuasaan sebagai sesuatu yang produktif serta memandang pentingnya pola-pola dominasi di mana suatu kelompok sosial merupakan subordinasi kelompok sosial lain.

Tujuan dari analisis wacana kritis atau yang kerap disingkat AWK, menurut Habermas (dalam Darma, 2009: 53) ialah untuk mengembangkan asumsi-asumsi ideologis yang terkandung di dalam suatu teks atau ucapan dengan

(31)

16 maksud menjelajah secara sistematis keterkaitan antara praktik-praktik diskursif, teks, peristiwa, serta sosial budaya yang lebih luas.

Menurut Jorgensen dan Philips (2010:114), analisis wacana kritis digunakan untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan antara wacana, perkembangan sosial, serta kultural dalam domain-domain sosial yang berbeda. Ada lima ciri umum analisis wacana kritis dalam pendekatan-pendekatan yang berbeda sebagaimana disajikan oleh Jorgensen dan Philips (2010: 115-120) dari tinjauan Fairclough dan Wodak, yang kurang lebih antara lain:

1. Sifat struktur, proses budaya, dan sosial merupakan sebagian Linguistik-Kewacanaan. Dengan kata lain, praktik-praktik kewacanaan (dari mulai produksi hingga konsumsi) dilihat sebagai bentuk dari praktik sosial yang berkontribusi besar terhadap penyusunan dunia sosial yang mencakup berbagai hubungan serta identitas sosial.

2. Wacana tersusun dan bersifat konstitutif. Artinnya wacana merupakan bentuk praktik sosial yang disusun oleh praktik-praktik sosial yang lain. Sederhananya, kita melihat bagaimana sebuah struktur sosial memainkan pengaruh terhadap praktik kewacanaan yang pada akhirnya juga berpengaruh terhadap suatu tatanan sosial.

3. Penggunaan bahasa hendaknya dianalisis secara empiris sesuai konteks sosialnya. Ini menegaskan bahwa analisis wacana tak lepas dari bagaimana bahasa dalam interaksi sosial. Dengan kata lain, mesti memetakan bagaimana hubungan kultural, sosial, serta nonwacana dalam struktur yang menyusun konteks wacana itu sendiri.

4. Melihat fungsi wacana secara ideologis. Dalam hal ini, wacana dipandang sebagai praktik sosial yang mengonstruk representasi dunia, subjek sosial, dan hubungan-hubungan kekuasaan serta peran kelompok-kelompok tertentu guna melanggengkan kepentingannya.

5. Analisis wacana kritis bukan pendekatan yang secara politik netral. Sebab analisis wacana kritis memihak pada kelompok-kelompok sosial yang tertindas.

(32)

17 Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan analisis wacana kritis model Fairclough. Bagi Fairclough wacana secara ideologis berkontribusi dalam usaha untuk mempertahankan dan mentrasformasikan hubungan-hubungan kekuasaan (Jorgensen dan Philips, 2012:22). Dalam Discourse and Social Change, Norman Fairclough memandang bahasa sebagai praktik sosial (Fairclough, 1992:63-64). Pandangan Fairclough ini kemudian menempatkan wacana sebagai bentuk tindakan seseorang atau kelompok ketika melihat realitas. Selain itu, pandangan Fairclough juga mengimplikasikan terjadinya hubungan timbal balik antara wacana dan struktur sosial. Maka analisis wacana kritis model Fairclough pun, dalam Critical Discourse Analysis, dipusatkan pada bagaimana bahasa terbentuk dan dibentuk dari hubungan sosial serta konteks sosial tertentu (Fairclough, 1998: 131-132).

Berkaitan dengan hal tersebut, Fairclough memandang posisi wacana pada teks sebagai praktik transfer makna yang berlandaskan pada ideologi-ideologi tertentu sebagai bagian dari pengukuhan dominasi dan subordinasi terhadap masyarakat. Meski begitu, Fairclough berpendapat bahwa setiap orang bisa diposisikan ke dalam ideologi-ideologi yang berbeda di mana hal itu berpotensi menimbulkan persaingan antar kelompok dalam menghegemoni kesadaran publik. Fairclough menyebut fenomena ini sebagai “keseimbangan yang saling bertentangan dan tidak stabil” (Jorgensen dan Philips, 2010: 141-142).

Ada tiga dimensi yang ditawarkan Fairclough dalam analisis wacana kritisnya yang antara lain sebagai berikut:

1. Teks (tuturan, pencitraan visual, atau gabungan ketiganya)

2. Praktik kewacanaan yang melibatkan pemroduksian dan pengonsumsian teks

3. Praktik sosial, menganalisis hubungan praktik kewacanaan dengan praktik sosial yang menyusun konteks dari wacana tersebut

(33)

18 Tujuan umum model tiga dimensi itu adalah untuk membentuk suatu kerangka analitis bagi analisis wacana. Model ini memakai prinsip-prinsip yang mengatakan bila teks tidak bisa dipahami atau dianalisis secara terpisah,melainkan hanya bisa dipahami melalui jaringan antartekstualitas serta hubungannya dengan konteks sosial (Jorgensen dan Philips, 2010:130).

Bertolak dari skema analisis wacana kritis yang ditawarkan Fairclough inilah, peneliti akan memetakan bagaimana konflik lingkungan dalam media mainstream dan alternatif diwacanakan melalui teks-teks berita media online mereka masing-masing untuk menciptakan suatu kebenaran tertentu mengenai konflik semen di Rembang.

b. Jurnalisme Lingkungan

Ana Nadya Abrar mendefinisikan jurnalisme lingkungan atau environmetal journalism sebagai cara-cara jurnalistik yang mengedepankan masalah lingkungan hidup dan berpihak pada kesinambungannya (Abrar, 1993:9). Di Indonesia, peran jurnalisme lingkungan sangat penting. Sebab, seperti disampaikan Agus Sudibyo dalam bukunya, bahwa tujuan utama dari jurnalisme lingkungan adalah usaha menyampaikan seruan kepada publik untuk berpartisipasi terhadap kelestarian lingkungan hidup (Sudibyo, 2015:4). Oleh karenanya, hal tersebut berkaitan erat dengan kepentingan publik itu sendri. Di sisi lain, aktivitas jurnalisme lingkungan juga didasari atas pemahaman bahwa persoalan lingkungan hidup acap kali bersentuhan langsung dengan masalah politik nasional, politik lokal, hubungan internasional, keadilan ekonomi, dan keadilan sosial.

Pada sisi lain, jurnalisme lingkungan sendiri pada dasarnya merupakan jurnalisme yang mesti berpihak. Dalam artian berpihak pada upaya-upaya meminimalisir berbagai tindakan yang merugikan lingkungan hidup serta memihak segala bentuk kegiatan yang bertujuan melestarikan alam. Oleh karena itu, menurut Muhammad Badri (dalam Agus Sudibyo, 2014: 5-6) ada beberapa sikap yang mesti tumbuh dalam wartawan lingkungan, di antaranya:

(34)

19 1. Pro-keberlanjutan: artinya turut berkontribusi dalam mewujudkan lingkungan hidup yang mendukung kehidupan berkelanjutan, yaitu kondisi lingkungan yang bisa dinikmati generasi saat ini tanpa harus mengurangi kesempatan generasi mendatang.

2. Biosentris: berkontribusi dalam mewujudkan kesetaraan spesies, mengakui bahwa setiap spesies memiliki hak yang sama untuk berada di lingkungan hidup. Sehingga setiap perubahan yang hendak dilakukan mesti mempertimbangkan keunikan masing-masing spesies dan sistem di dalamnya.

3. Pro-keadilan lingkungan: berpihak kepada kaum yang lemah, agar bisa mendapat akses terhadap lingkungan yang bersih, aman, serta bebas dari berbagai dampak kerusakan lingkungan.

4. Profesional: memahami materi-materi tentang lingkungan, kaidah-kaidah jurnalistik, taat pada etika profesi serta tunduk pada hukum.

Terkait hal yang disebutkan di atas, ada beberapa persoalan yang cukup dilematis untuk dicermati. Pertama, jika jurnalisme lingkungan adalah jurnalisme yang ekosentris, berpihak pada lingkungan, lalu bagaimana jadinya bila prinsip tersebut berbenturan dengan kepentingan publik? Seperti banyaknya pembangunan jalan tol. Pada satu sisi hal itu merusak banyak ekosistem tetapi di sisi lain pembangunan jalan tol mempermudah arus transportasi, mengurangi kemacetan, dan menghemat BBM. Penggunaan benih transgenik dan pupuk pestisida berpotensi mengganggu keseimbangan alam, akan tetapi masih banyak negara yang tetap mengizinkan pemakaiannya demi meningkatkan produktivitas pertanian. Semua itu adalah upaya-upaya pemenuhan kepentingan publik.

Persoalan berikutnya, bila jurnalisme lingkungan adalah jurnalisme yang berpihak, lantas bagaimana ia mampu memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik, bagaimana ia akan menegakkan etika pers yang mesti independen, tidak berpihak, imparsial, dan selalu proporsional?

(35)

20 I Gede Gusti Maha Adi, Direktur Eksekutif Society Of Indonesian Environmental, mengatakan jurnalisme lingkungan sebagai jurnalisme yang rawan terjebak dalam jurnalisme yang ke-aktivis-aktivisan (Sudibyo, 2014:127). Dampak negatifnya, menurut IGG Maha Adi, ialah kecenderungan penulisannya yang tidak lengkap, kurang cover both side, serta seringkali jump to conclusion (langsung menarik kesimpulan).

Semua persoalan tersebut menjadikan jurnalisme lingkungan semakin menantang untuk dipelajari. Sebab, jurnalisme lingkungan bagaimanapun caranya mesti tetap berpihak pada kelestarian alam namun tak mengabaikan standar-standar jurnalistik yang ada di samping tetap mempertimbangkan kemaslahatan publik. Untuk itu, seorang wartawan lingkungan mesti memegang kode etik wartawan, selain itu seorang wartawan lingkungan juga wajib menelusuri fakta hingga tuntas mengenai suatu problema kerusakan alam, bukan fakta yang setengah-setengah.

Para akademisi serta praktisi media dalam acara Asian Federation of Environmental Journalists pernah melakukan sebuah ratifikasi code of ethics pada tahun 1998, tepatnya dalam event 6th world congress of environmental journalism di Colombo, Sri Lanka2.Adapun poin-poin yang diratifikasi ialah sebagai berikut:

1. Jurnalis lingkungan wajib menginformasikan kepada khalayak mengenai hal-hal yang menjadi ancaman bagi lingkungan hidup mereka, baik itu yang berskala regional, nasional, maupun global.

2. Tugas para jurnalis lingkungan adalah untuk meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya isu-isu lingkungan. Karena itu, jurnalis harus melaporkan dari beragam pandangan.

2Accountablejournalisme.org. “Asian Federation of Environmental Journalists Code of

ethics.”https://accountablejournalism.org/ethics-codes/international-asian-federation-of-environmental-journalist. Diakses 20 Februari 2018.

(36)

21 3. Tugas jurnalis tidak hanya membangun kewaspadaan masyarakat atas berbagai macam hal yang dapat mengancam lingkungan mereka, akan tetapi juga turut membangun kesadaran berkelanjutan. Untuk itu, wartawan juga mesti berusaha menuliskan solusi-solusi atas permasalahan lingkungan.

4. Mampu memelihara jarak dari berbagai kepentingan politik baik itu dari perusahaan, pemerintah, politisi, maupun organisasi sosial dengan tidak memasukkan kepentingan mereka. Dengan kata lain, hal ini membuat seorang jurnalis mesti melaporkan berita dari berbagai sisi.

5. Jurnalis harus menghindar sejauh mungkin dari info-info yang sifatnya spekulatif dan komentar-komentar tendensius. Memastikan otentitas narasumber dari berbagai pihak mejadi penting.

6. Jurnalis lingkungan harus mengembangkan keadilan informasi, dalam artian membantu pihak siapapun untuk mendapat informasi tersebut. 7. Jurnalis lingkungan harus menghormati hak-hak individu yang terkena

dampak permasalahan lingkungan, misalnya korban bencana.

8. Jurnalis lingkungan tidak boleh ragu untuk mengoreksi apa saja yang ia yakini sebagai sebuah kebenaran.

Kehadiran jurnalisme lingkungan dalam kehidupan bangsa Indonesia memang sangat penting, sebab masih banyak tindakan-tindakan di negeri ini, baik oleh industri mauapun warga setempat, yang belum memperhatikan kelestarian lingkungan. Selain itu,kita tak bisa memungkiri bahwa terdapat pemahaman umum jika respon manusia terhadap lingkungan hidup bergantung pada sejauh mana pengetahuan dan pengalaman mereka tentang lingkungan hidup itu sendiri (Abrar, 1993:1).

c. Media Mainstream dan Media Alternatif

Sampai saat ini, di Indonesia belum ada penelitian yang secara tegas dan eksplisit mendefinisikan media arus utama atau mainstream dan media alternatif. Karenanya cukup susah menemukan literatur yang spesifik membahas karakteristik dua media tersebut.

(37)

22 Definisi serta karakteristik mengenai media mainstream dan media alternatif ini peneliti ambil dari riset Crhistian Fuhz dalam European Journal Of Social Theory yang diterbitkan tahun 2010 berjudul Alternative Media As Critical Media. Mengutip salah satu dari empat pendekatan definisi media alternatif Bailey, Cammaerts, dan Carpentier (Dalam Fuhz, 2010:176), peneliti menemukan beberapa karakteristik dari media mainstreamdan media alternatif. Pertama, media mainstream cenderung merupakan media yang memiliki skala penerbitan besar, bisa dimiliki negara atau bisa komersial, sangat hierarkis, serta mendominasi wacana sementara media alternatif sebagai media dengan skala penerbitan kecil, independen, non-hirarkis, dan tidak mendominasi wacana.

Dari segi isi dan bentuk, media mainstream mengarah pada isu apa yang dianggap populer dan menjual. Walaupun dorongan untuk mendapatkan keuntungan bisa berakibat pada kurangnya kualitas, kompleksitas, dan kecanggihan (Dalam hal ini Fuhz menyamakannya dengan jurnalisme kuning yang menyederhanakan kenyataan dan difokuskan pada contoh tunggal, emosionalisme, dan sensasionalisme).

Konten-konten dilaporkan seolah itu sesuatu yang penting, namun sebenarnya tidak terlalu penting bagi masyarakat luas. Bahkan seringkali konten semacam itu ditujukan untuk mengalihkan perhatian audiens dari konfrontasi dengan masalah sosial aktual dan penyebabnya. Sebaliknya media alternatif seringkali ditandai oleh bentuk dan konten kritis. Ada konten oposisi yang memberikan alternatif bagi perspektif dominan yang mencerminkan peraturan modal, patriarki, rasisme, seksisme, nasionalisme, dan sebagainya. Isi semacam itu mengungkapkan sudut pandang oposisi yang mempertanyakan semua bentuk heteronomi dan dominasi (Fuhz, 2010: 179).

Mengenai struktur organisasi, perusahaan media mainstream yang kapitalis hierarkis mendapat penghasilan dengan menjual konten ke khalayak dan atau dengan iklan. Ada kepemilikan pribadi atas perusahaan media dan ada struktur hierarkis dengan perbedaan kekuatan yang jelas, di mana hal tersebut

(38)

23 menciptakan aktor pembuat keputusan berpengaruh dan peran yang kurang berpengaruh serta pembagian kerja di dalam organisasi media.

Sedangkan media alternatif biasanya adalah organisasi media akar rumput. Maksudnya menggunakan sistem keputusan kolektif dan pengambilan keputusan konsensus oleh mereka yang bekerja dalam organisasi, tidak ada hierarki dan otoritas, distribusi kekuatan simetris, tidak ada kepemilikan pribadi. Media semacam ini tidak dibiayai oleh iklan atau penjualan komoditas, namun oleh sumbangan, pendanaan publik, sumber daya pribadi, atau bahkan tanpa strategi biaya sama sekali. Pembagian kerja terbagi antara peran penulis, perancang, penerbit, dan distributor, cenderung saling tumpang tindih (Fuhz, 2010:179).

Dalam media mainstream distribusi merupakan bentuk pemasaran yang memanfaatkan teknologi tinggi. Ada departemen distribusi, pemasaran dan hubungan masyarakat, spesialis dan strategi, departemen penjualan, iklan, dan kontrak distribusi. Dalam media alternatif, teknologi yang digunakan biasanya diutamakan yang lebih mudah dan murah. Strategi seperti anti hak cipta, akses gratis, atau konten terbuka memungkinkan konten dibagikan, disalin, didistribusikan, atau bahkan seringkali diubah secara terbuka.

Semua pengertian di atas barangkali tak sepenuhnya bisa digunakan untuk melihat konteks dari media mainstream dan media alternatif sepenuhnya. Tetapi paling tidak, berangkat dari pengertian-pengertian di atas kita bisa memahami orientasi dari kedua media tersebut, kecenderungan pemberitaannya, serta karakteristiknya.

F. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan model Analisis Wacana Kritis Fairclough. Penelitian kualitatif merupakan tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya (Kirk dan Miller, dalam Moleong 2008: 4). Sementara AWK Fairclough memandang posisi

(39)

24 wacana pada teks sebagai praktik transfer makna yang berlandaskan pada ideologi-ideologi tertentu sebagai bagian dari pengukuhan dominasi dan subordinasi terhadap masyarakat.

Sementara itu, penelitian ini menggunakan paradigma kritis. Sebab paradigma kritis percaya bahwa media adalah sarana di mana kelompok dominan dapat mengontrol kelompok yang tidak dominan bahkan memarjinalkan mereka dengan menguasai dan mengontrol media (Eriyanto, 2001:24). Dengan kata lain, menggunakan paradigma kritis, kita akan mampu melihat kekuatan-kekuatan berbeda yang mengontrol wacana media.

2. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah teks-teks pemberitaan mengenai konflik pendirian pabrik semen di Rembang periode Juni 2014 sampai Desember 2015. Alasan pemilihan waktu tersebut, karena peneliti berasumsi bahwa tahun 2014-2015 merupakan tahun awal ketika wacana-wacana perlawanan terhadap pendirian pabrik semen PT. Semen Indonesia mulai dimapankan dan disebarkan ke khalayak. Sebab pada Juni 2014 lah pembangunan pabrik semen betul-betul sudah dimulai. Sedangkan sepanjang 2014-2015 perlawanan melalui berbagai macam bentuk, mulai dari penyebaran wacana sampai aksi massa, gencar dilakukan tidak hanya oleh masyarakat Rembang tetapi juga para aktivis dan mahasiswa di luar daerah tersebut.

Adapun dalam pengambilan data teks, penulis melakukan observasi terhadap semua teks dari periode Juni 2014 - Desember 2015. Lalu, demi terfokusnya penelitian, maka peneliti hanya mengambil teks yang secara eksplisit membahas lingkungan di area Kendeng dan yang secara implisit mengarahkan kebenaran mengenai konflik lingkungan di sana.

(40)

25 3. Tahap Penelitian

Semua data yangsudah terkumpul kemudian dianalisis menggunakan model analisis wacana kritis Norman Fairclough yang akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Teks

Fairclough mengusulkan sejumlah piranti yang dapat memudahkan analisis teks, seperti kendali interaksional, etos, metafora, dan tata bahasa. Piranti-piranti tersebut digunakan untuk menjelaskan bagaimana wacana dalam diaktifkan secara tekstual dan memberi kesimpulan serta dukungan terhadap interpertasi-interpertasi tertentu. Selain itu, dalam buku berjudul Analisis Wacana yang ditulis oleh Jorgensen dan Philips, analisis teks juga harus dicermati dari dua unsur gramatikal yang penting, yaitu transitivitas dan modalitas. Transitivitas berfokus pada bagaimana peristiwa-peristiwa dan proses-proses dikatikan dengan subjek dan objek, sementara modalitas memusatkan perhatian pada derajat kelekatan penutur dengan pernyataannya. Pada peneltian ini, untuk analisis teksnya, peneliti menggunakan skema Norman Fairclough (dalam Eriyanto, 2009:289) yang mencakup tiga pokok analisis, yaitu representasi, relasi, dan identitas. Secara rincinya ialah sebagaimana berikut:

- Representasi: bagaimana situasi, orang, peristiwa, kelompok, keadaan, atau apapun ditampilkan serta dinarasikan dalam teks.

- Relasi: bagaimana hubungan antara wartawan, khalayak, atau partisipan berita ditampilkan dalam teks.

- Identitas: Bagaimana identitas wartawan, khalayak, atau partisipan ditampilkan dan dinarasikan dalam teks.

(41)

26 b. Praktik Kewacanaan

Analisis praktik kewacanaan dipusatkan pada bagaimana teks diproduksi dan dikonsumsi. Dalam hal ini, peneliti bisa menyelidiki kondisi pemroduksian suatu teks berita, proses-proses apa sajakah yang dilalui sebuah teks sebelum dicetak. Dengan melakukan analisis praktik kewacanaan, kita bisa melihat bagaimana struktur dan isi teks ditransformasikan. Walau di sisi lain, analisis terhadap praktik kewacanaan dapat dilakukan dengan mengidentifikasi wacana-wacana apa yang digunakan dalam teks dan bagaimana wacana-wacana itu secara antartekstual menggunakan teks-teks lain. Pada penelitan ini, peneliti memilih melakukan analisis dengan cara mengidentifikasi wacana-wacana dalam teks.

c. Praktik Sosial dan Budaya

Sebelum menganalisis praktik sosial, Fairclough terlebih dahulu menekankan pentingnya mengeksplorasi hubungan praktik kewacanaan dan tatanan wacana. Baru kemudian memetakan hubungan kultural, sosial, dan nonwacana serta struktur yang menyusun konteks praktik kewacanaan itu sendiri. Fairclough menyebutnya matriks wacana. Namun dalam analisis ini, perlu adanya trans-disiplin teori-teori lain seperti misalnya teori sosial atau teori kultural agar mampu menjelaskan hubungan antara praktik kewacanaan dan praktik sosial (Jorgensen dan Philips, 2010: 149-159). Untuk itu, peneliti mengumpulkan berbagai literatur yang berhubungan dengan konflik lingkungan di Kendeng serta melakukan pengamatan langsung di tempat terjadinya konflik agar bisa mendapat gambaran yang utuh.

4. Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian ini akan mulai dilaksanakan sekitar bulan Agustus 2017 ketika proposal sudah diterima sampai dengan Januari 2018 atau sampai penelitian ini diselesaikan. Tempat penelitian seperti analisis teks dan lain sebagainya, sebagian besar akan dilakukan di Yogyakarta. Untuk menganalisis sosial budaya, selain menganalisis dari berbagai literatur, peneliti juga akan

(42)

27 mengunjungi lokasi konflik, yakni tepatnyadi kawasan Kendeng Utara demi memperoleh gambaran utuh mengenai konflik tersebut. Adapun jadwal penelitan ialah sebagai berikut:

3. Tahap analisis teks, Agustus - Oktober 2017

4. Tahap analisis praktik kewacanaan, Oktober 2017 - Januari 2018 5. Tahap analisis praktik sosial budaya, Januari - Februai 2018 6. Tahap penulisan bab Akhir, Februari - Maret 2018

(43)

28 Bab 2

GAMBARAN UMUM

A. Media Online Liputan6.com

Liputan6.com adalah portal media online yang didirikan oleh PT Surya Citra Media (SCM) pada tanggal 24 Agustus tahun 2000. SCM sendiri merupakan anak perusahaan PT Elang Media Tekonologi (Emtek), sebuah kelompok perusahaan modern dan terintegrasi yang berorientasi pada tiga divisi usaha utama, yaitu Media, Telekomunikasi dan Solusi TI, serta Konektivitas.

Pada saat awal mula dibentuk, Liputan6.com hanya menyajikan berita yang tayang di channel berita Liputan 6 SCTV. Namun, sejak Emtek Grup memutuskan untuk berkonsentrasi secara serius membuat portal online, maka berita-berita yang tayang pun mengalami perubahan besar secara kuantitas pada bulan Oktober 2012. Di bawah naungan PT Kreatif Media, yang juga merupakan anak perusahaan Emtek, portal Liputan6.com berkembang pesat3.

Selain telah berdiri sendiri (tidak lagi hanya menayangkan hasil Liputan 6 versi TV), rubrik konten Liputan6.com yang semula hanya berktutat soal politik, olahraga, dan gaya hidup, ditambah dengan rubrik bisnis, tekno, showbiz, serta health.

Saat ini, Liputan6.com termasuk salah satu medai pemberitaan yang diperhitungkan di Indonesia. Ia menempati posisi 3 besar portal berita yang menempati ratting teratas di Indonesia versi Alexa.com, setelah Detiknews.com dan Tribunnews.com. Pada tahun 2016, Liputan6.com menyabet penghargaan The Best Digital Product (Produk Digital Terbaik) Kategori "News & Magazine App" dan The Best Website (Situs Terbaik) di kategori "Situs Berita" pada acaraSocial Media Award (SMA) dan Digital Marketing Award (DMA) 2016 yang dihelat di

3Liputan6.com. “Tentang Kami.” https://www.liputan6.com/info/tentang-kami. Diakses 12 Februari 2018.

Gambar

Ilustrasi semen indonesia (Liputan6.com/Andri Wiranuari)
Ilustrasi semen indonesia (Liputan6.com/Andri Wiranuari)
Ilustrasi semen indonesia (Liputan6.com/Andri Wiranuari)
Ilustrasi semen indonesia (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Mencari estimasi kerugian maksimum pada tingkat kepercayaan ( yaitu sebagai nilai kuantil ke- dari distribusi empiris return portofolio yang diperoleh

Kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di SMAI tersebut diatas, menjadi suatu pertanyaan “Apakah kegiatan tersebut dapat membentuk karakter siswa seperti yang tertuang dalam

Hasil pengumpulan data bahwa perencanaan program dibuat dari bawah ke atas ( buttom up ) yaitu puskesmas membuat rencana berdasarkan evaluasi program tahun sebelumnya

Penelitian ini merumuskan Bagaimana pengaruh kesadaran wajib pajak dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor yang ada diKota Palembang

Hasil analisis yang terdapat pada penelitian pengaruh terpaan berita kasus kekerasan seksual pada anak ditelevisi terhadap tingkat kecemasan orangtua di SD Al-Ulum dan

• Plentiful natural resources, workers, wealth, and markets explain why Great Britain was the country where the Industrial Revolution began. 254) • The pace of industrialization

Arifin dan Riharjo (2014) melakukan penelitian mengenai pertanggungjawaban keuangan pada pondok pesantren Nazhatut Thullab, dari penelitian tersebut diketahui bahwa