KAJIAN EKONOMI REGIONAL
PROVINSI BALI
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Kelompok Kajian Ekonomi
Bank Indonesia Denpasar Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar – Bali, 80234 Tel. (0361) 248982 – 88
■
Kata PengantarPuji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya, maka Laporan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bali Triwulan I-2009 dapat
diselesaikan dengan baik. Laporan ini disusun untuk memenuhi kebutuhan baik intern Bank
Indonesia maupun pihak ekstern (external stakeholders) akan informasi perkembangan
ekonomi regional, maupun perkembangan moneter, perbankan, dan sistem pembayaran
serta isu-isu seputar pembangunan ekonomi regional.
Bank Indonesia menilai bahwa perekonomian regional mempunyai posisi dan peran
yang strategis dalam konteks pembangunan ekonomi nasional dan upaya menstabilkan
nilai rupiah. Hal ini didasari oleh fakta semakin meningkatnya proporsi inflasi regional
dalam menyumbang inflasi nasional. Selain itu, dinamika ekonomi regional semakin
meningkat sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Oleh sebab itu, Bank
Indonesia memiliki perhatian yang besar dalam rangka ikut mendorong pertumbuhan
ekonomi regional karena berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi yang diperlukan khususnya
Pemerintah Daerah Provinsi Bali, Badan Pusat Statistik (BPS), perbankan, akademisi, dan
instansi pemerintah lainnya. Kami menyadari bahwa cakupan dan analisis dalam Kajian
Ekonomi Regional masih jauh dari sempurna, sehingga saran, kritik dan dukungan
informasi/data dari Bapak/Ibu sekalian sangat diharapkan guna peningkatan kualitas analisis
kajian.
Akhir kata, kami berharap semoga Kajian Ekonomi Regional ini bermanfaat bagi
■
DAFTAR ISIDAFTAR GRAFIK --- hal 4 DAFTAR TABEL --- hal 6 DAFTAR BOKS --- hal 7 Ringkasan Eksekutif --- hal 8
BAB 1. MAKRO EKONOMI REGIONAL --- hal 11 1.1SISI PENAWARAN --- hal 11
1.1.1. Pertanian --- hal 12 1.1.2. Industri --- hal 12
1.1.3. Listrik, Gas dan Air --- hal 13 1.1.4. Bangunan --- hal 14
1.1.5. Perdagangan, Hotel dan Restoran --- hal 15 1.1.6. Pengangkutan dan Komunikasi --- hal 16 1.1.7. Keuangan dan Persewaan --- hal 17 1.1.8. Jasa – Jasa --- hal 17
1.2. SISI PERMINTAAN --- hal 18 1.2.1. Konsumsi --- hal 18 1.2.2. Investasi --- hal 20 1.2.3. Ekspor Impor --- hal 21
BAB 2. INFLASI REGIONAL --- hal 28 2.1KONDISI UMUM --- hal 28 2.2 INFLASI BULANAN --- hal 30 2.3 INFLASI TAHUNAN --- hal 32
BAB 3. KINERJA PERBANKAN DAERAH --- hal 34
3.1.PERKEMBANGAN KEGIATAN BANK UMUM --- hal 34 3.1.1. Penghimpunan Aset Bank Umum ---hal 34 3.1.2. Pelaksanaan Fungsi Intermediasi --- hal 36 3.1.2.1. Penghimpunan Dana ---hal 37 3.1.2.2. Penyaluran Kredit --- hal 39
3.2. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT--- hal 42
BAB 4. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN--- hal 47
4.1. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI --- hal 47
4.1.1. Perkembangan Aliran Masuk/Keluar dan Kegiatan Penukaran --- hal 47 4.1.2. Perkembangan Pemberian Tanda Tidak Berharga --- hal 49
4.2. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI --- hal 49
BAB 5. KEUANGAN DAERAH --- hal 52 5.1. ANGGARAN PENDAPATAN --- hal 52 5.2. ANGGARAN BELANJA --- hal 53
5.3. PROGRAM PEMERINTAH DAERAH --- hal 53
BAB 6. OUTLOOK --- hal 58
6.1. MAKRO EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II-2009 --- hal 58 6.1.1. Sisi Penawaran --- hal 58
6.1.2. Sisi Permintaan --- hal 59
6.2. INFLASI REGIONAL TRIWULAN II-2009 --- hal 60
6.3. KINERJA PERBANKAN DAERAH TRIWULAN II-2009 --- hal 60 6.4. REKOMENDASI ---hal 61
■
DAFTAR GRAFIKGrafik 1.1. Konsumsi Listrik Industri dan Jumlah Pelanggan Industri --- hal 13 Grafik 1.2. Perkembangan Volume Ekspor Manufaktur --- hal 13
Grafik 1.3. Konsumsi Listrik di Bali --- hal 13 Grafik 1.4. Jumlah Pelanggan Listrik --- hal 13
Grafik 1.5. Kredit Sektor Listrik, Gas dan Air --- hal 14 Grafik 1.6. Konsumsi Semen --- hal 14
Grafik 1.7. Kredit Sektor Bangunan --- hal 14 Grafik 1.8. Kunjungan Wisman --- hal 15
Grafik 1.9. Tingkat Penghunian Kamar --- hal 15 Grafik 1.10. Penerimaan VoA --- hal 16
Grafik 1.11. Konsumsi Listrik Bisnis dan Jumlah Pelanggan Bisnis --- hal 16 Grafik 1.12. Jumlah Penumpang Pesawat --- hal 16
Grafik 1.13. Jumlah Pos Melalui Udara --- hal 16 Grafik 1.14. Pembiayaan LPD --- hal 17
Grafik 1.15. Kredit Perbankan --- hal 17 Grafik 1.16. Kredit Sektor Jasa --- hal 17 Grafik 1.17. Penjualan Mobil --- hal 18
Grafik 1.18. Konsumsi Listrik Rumah Tangga dan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga --- hal 18
Grafik 1.19. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini --- hal 19 Grafik 1.20. Indeks Keyakinan Konsumen --- hal 19
Grafik 1.21. Kredit Konsumsi --- hal 19 Grafik 1.22. Konsumsi Semen --- hal 19 Grafik 1.23. Nilai Tukar Petani --- hal 20 Grafik 1.24. Penjualan Motor --- hal 20 Grafik 1.25. Konsumsi Semen --- hal 20 Grafik 1.26. Impor Barang Modal --- hal 20 Grafik 1.27. Kredit Investasi --- hal 21
Grafik 1.28. Perkembangan Nilai Ekspor Bali --- hal 21 Grafik 1.29. Perkembangan Volume Ekspor --- hal 21
Grafik 1.30. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditi Utama Bali --- hal 22 Grafik 1.31. Komposisi Ekspor Bali --- hal 22
Grafik 1.32. Perkembangan Nilai Impor Bali --- hal 22 Grafik 1.33. Komposisi Impor Bali --- hal 22
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Denpasar --- hal 28 Grafik 2.2. Harga Komoditas Minyak Goreng --- hal 30
Grafik 2.3. Harga Komoditas Bumbu-bumbuan --- hal 30 Grafik 2.4. Inflasi Tahunan --- hal 32
Grafik 3.1. Pertumbuhan Tahunan Aset, Dana, Kredit --- hal 36
Grafik 3.2. Komposisi, Kredit, DPK dan Aset Menurut Kelompok Bank --- hal 36 Grafik 3.3. Loan to Deposit Ratio--- hal 37
Grafik 3.4. Perkembangan Dana dan Kredit --- hal 37 Grafik 3.5. Pertumbuhan Tahunan Dana --- hal 37 Grafik 3.6. Komposisi Dana --- hal 37
Grafik 3.7. Perkembangan Jumlah Dana Pihak Ketiga --- hal 37 Grafik 3.8. Komposisi Dana --- hal 37
Grafik 3.9. Pertumbuhan Tahunan Kredit Menurut Jenisnya --- hal 37 Grafik 3.10. Perkembangan Nominal Kredit --- hal 41
Grafik 3.11. Komposisi Kredit Menurut Jenisnya --- hal 41 Grafik 3.12. Kredit Sektor PHR dan Sektor Lain-Lain --- hal 41 Grafik 3.13. Pertumbuhan Aset, Kredit, dan LDR --- hal 43
Grafik 3.14. Komposisi Kredit terhadap Aset dan Pertumbuhan Kredit --- hal 43 Grafik 3.15. Komposisi Penyaluran Kredit Menurut Sektor --- hal 44
Grafik 4.1. Perkembangan Uang Kartal di Bali --- hal 49 Grafik 4.2. Perkembangan Uang Kartal di Bali --- hal 49 Grafik 4.3. Perkembangan Uang Kartal di Bali --- hal 49 Grafik 4.4. Perkembangan Kliring dan RTGS --- hal 51 Grafik 4.5. Perkembangan Transaksi Kliring --- hal 51
Grafik 4.6. Perkembangan Tolakan Transaksi Kliring --- hal 51 Grafik 4.7. Perkembangan Transaksi RTGS --- hal 51
■
DAFTAR TABELTabel 1.1. Pertumbuhan PDRB dari Sisi Penawaran, 2008-2009 --- hal 11 Tabel 1.2. Perbandingan Produksi Padi dan Palawija per Subround di Bali,
2008-2009 --- hal 12
Tabel 1.3. Pertumbuhan PDRB dari Sisi Permintaan, 2008 – 2009 --- hal 18 Tabel 2.1. Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang --- hal 31
Tabel 2.2. Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang --- hal 33 Tabel 3.1. Perkembangan Usaha Bank Umum di Bali --- hal 35 Tabel 3.2. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Bali --- hal 43 Tabel 4.1. Perkembangan Uang Kartal di Bali --- hal 48
Tabel 4.2. Perkembangan Perputaran Kliring, Cek/BG Kosong di Bali --- hal 50 Tabel 5.1. APBD 2007-2009 --- hal 54
Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi --- hal 58 Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi --- hal 59
■
DAFTAR BOKSBOKS A. “Petani pun Membeli Raskin” --- hal 23
BOKS B. Peta Ketenagakerjaan: Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali --- hal 25 BOKS C. Kinerja Anggaran Pemerintah Daerah di Bidang Pariwisata --- hal 55 BOKS D. Ketahanan Perbankan Bali --- hal 45
■
Ringkasan EksekutifMAKRO EKONOMI REGIONAL
Perekonomian Bali pada triwulan I-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 7,73% (y-o-y),
melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,28%. Krisis keuangan
global diperkirakan mulai memberikan tekanan terhadap perekonomian Bali meskipun
belum signifikan. Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi masih didominasi oleh sektor
perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa. Di sisi permintaan, peran konsumsi,
terutama konsumsi rumah tangga, diperkirakan masih cukup besar di dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi. Sedangkan ekspor mengalami penurunan seiring dengan
melemahnya permintaan di negara tujuan ekspor.
INFLASI REGIONAL
Tekanan terhadap harga-harga di Bali pada triwulan I-2009 cenderung meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari inflasi yang lebih tinggi
dibanding dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan I-2009 inflasi mencapai sebesar
2,14% (q-t-q) meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 1,04% (q-t-q). Sementara
itu, secara tahunan (y-o-y) inflasi Kota Denpasar pada triwulan I-2009 menurun (8,93%)
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (9,62%), tetapi masíh lebih tinggi bila
dibandingkan dengan inflasi Nasional yang mencapai 7,92% (y-o-y).
KINERJA PERBANKAN DAERAH
Kinerja keuangan perbankan di Bali pada triwulan I-2009 mulai menunjukkan arah
pertumbuhan secepat pertumbuhan pada periode sebelum krisis keuangan global.
Pertumbuhan beberapa indikator utama yang sempat melambat pada tiwulan III dan IV
2008, kembali menguat pada triwulan I-2009. Aset perbankan tumbuh 23,45% meningkat
dibandingkan pertumbuhan pada triwulan III dan IV tahun 2008. Seiring dengan
pertumbuhan aset, kredit dan dana pihak ketiga (DPK), juga mengalami pertumbuhan
dengan arah yang sama. Secara umum dapak krisis keuangan terhadap kinerja perbankan
hanya terjadi pada pelambatan penyaluran kredit selama triwulan IV-2008. Demikian pula
kekuatiran akan terjadinya lonjakan rasio kredit bermasalah (NPL) sebagai dampak krisis
keuangan global, sampai dengan triwulan I-2009 masih belum terjadi. Rasio pada triwulan I
masih terjaga pada kisaran 2,30%. Sementara fungsi intermediasi bank masih berjalan
cukup baik ditunjukkan dengan rasio kredit dibandikan dana (LDR) yang berada pada
kisaran 57,03%.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Sistem pembayaran sebagai pendorong dan urat nadi perekonomian regional pada
triwulan I-2009 berjalan dengan lancar. Walaupun terjadi penurunan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya baik dalam volume maupun nilai transaksi. Penurun terjadi baik dari
transaksi tunai maupun transaksi non tunai. Namun demikian kondisi tersebut dapat
dikatakan normal, sebab fenomena ini selaras dengan karakteristik perekonomian daerah.
KEUANGAN DAERAH
Pada tahun anggaran 2009, Anggaran Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Bali
mencapai sebesar Rp 1,41 triliun meningkat 1,51% dibandingkan dengan anggaran
pendapatan tahun sebelumnya. Sementara itu, Anggaran Belanja Daerah pada tahun ini
tercatat sebesar Rp 1,64 triliun menurun 1,15% dibandingkan anggaran belanja
sebelumnya. Hal ini menunjukkan pemerintah mengurangi ekspansi fiskalnya pada
perekonomian daerah.
OUTLOOK
Pada triwulan II-2009 pertumbuhan ekonomi Bali diperkirakan masih akan dibayangi
oleh tekanan eksternal dan diperkirakan masih akan melambat dibandingkan dengan
triwulan I-2009 bahkan berpeluang untuk mengalami kontraksi. Pertumbuhan ekonomi
pada triwulan II-2009 diperkirakan berkisar 4,23% - 5,85% (y-o-y).
Pada triwulan II-2009, laju inflasi regional Bali (q-t-q) diperkirakan akan turun
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan angka inflasi diperkirakan
mencapai 1,6% (q-t-q) dan sampai dengan akhir triwulan I-2009 berada pada kisaran
2,86% (y-t-d). Penahan laju inflasi di triwulan II-2009 diperkirakan berasal dari kelompok
bahan makanan, dimana lancarnya aliran distribusi dan produksi bahan makanan seiring
dengan membaiknya faktor cuaca diduga akan menurunkan tekanan harga.
Kinerja perbankan pada triwulan II-2009, secara nominal diperkirakan akan terus
meningkat, baik aset, DPK dan kredit. Peningkatan kinerja perbankan ini diperkirakan
didorong oleh peningkatan kinerja perekonomian nasional dan regional. Kinerja perbankan
juga diperkirakan akan didorong oleh tingginya konsumsi polotik yang akan terjadi pada
triwulan II. Selain itu kinerja perbankan juga diperkirakan akan didorong oleh membaiknya
kinerja pasar modal pada triwulan II dan kecenderungan turunnya suku bunga kredit.
Makro Ekonomi Regional
Bab 1
Perekonomian Bali pada triwulan I-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 7,73% (y-o-y),
melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,28%. Krisis keuangan
global diperkirakan mulai memberikan tekanan terhadap perekonomian Bali meskipun belum
signifikan. Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi masih didominasi oleh sektor
perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa. Di sisi permintaan, peran konsumsi,
terutama konsumsi rumah tangga, diperkirakan masih cukup besar di dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi. Sedangkan ekspor mengalami penurunan seiring dengan melemahnya
permintaan di negara tujuan ekspor.
1.1. SISI PENAWARAN
Pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan I-2009 diperkirakan tumbuh sebesar
7,73%, melambat dibandingkan triwulan IV-2008 yang tumbuh sebesar 10,28%.
Namun angka pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibanding triwulan yang sama pada tahun
sebelumnya yang hanya tumbuh 0,32%. Di sisi penawaran atau sektoral, pada triwulan
laporan sebagian besar sektor mengalami pelambatan, kecuali sektor jasa-jasa yang meningkat
dibanding triwulan sebelumnya.
Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB dari sisi Penawaran, 2008-2009 (% y-o-y)
Sektor 2008 Q1-2008 Q2-2008 Q3-2008 Q4-2008 Q1-2009P
Pertanian 0,61 -3,56 -4,01 2,78 7,75 4,20
Pertambangan 3,52 -17,62 4,23 10,48 21,98 12,00
Industri 8,17 -2,93 9,20 13,13 14,05 11,08
Listrik, Gas & Air 8,98 13,05 10,52 8,25 4,62 4,61
Bangunan 6,71 6,70 8,31 7,68 4,28 1,61
Perdg, Hotel & Rest. 8,62 1,18 8,43 11,39 13,68 10,09 Pengangkutan & Kom. 8,92 1,15 6,79 13,77 14,12 12,82 Keuangan & Persewaan 4,28 -2,90 7,08 6,30 6,99 4,36
Jasa-Jasa 4,66 5,72 4,94 3,58 4,44 4,77
PDRB 5,97 0,32 5,08 8,33 10,28 7,73
Sumber: BPS
Keterangan: * Angka Ramalan
1.1.1. Pertanian
Sektor pertanian pada triwulan I-2009 diperkirakan tumbuh 4,2% atau
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,75%. Melambatnya
pertumbuhan di sektor pertanian ini diperkirakan bukan disebabkan penurunan produktivitas,
namun karena siklus panen yang mundur waktunya khususnya untuk tanaman bahan
makanan (tabama).
Namun demikian, sepanjang tahun 2009 diramalkan produksi dan luas panen padi dan
palawija mengalami peningkatan dibandingkan produksi dan luas panen tahun sebelumnya.
Siklus dan musim yang kurang mendukung pada periode triwulan laporan ini diperkirakan juga
menekan subsektor perkebunan dan perikanan. Cuaca yang kurang mendukung di triwulan
I-2009 ini juga mempengaruhi produksi pada subsektor perikanan.
Tabel 1.2. Produksi dan Luas Panen Padi dan Palawija per Subround di Bali, 2008-2009
Sumber: BPS
Keterangan: * Angka Ramalan
1.1.2. Industri
Pada triwulan I-2009, sektor industri diperkirakan tumbuh sebesar 11,08% atau
lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2008 yang tumbuh sebesar 14,05%.
Pertumbuhan di sektor industri dipengaruhi oleh adanya beberapa hari raya keagamaan (Imlek,
Nyepi, Galungan, dan Kuningan). Kunjungan wisatawan domestik diperkirakan juga
mendorong pertumbuhan di sektor ini khususnya pada industri makanan, tekstil, dan kayu.
Pertumbuhan tersebut juga dikonfirmasi dengan pertumbuhan konsumsi listrik dan
jumlah pelanggan untuk golongan industri. Namun demikian, tampaknya pasar utama untuk
produk-produk sektor industri ini pada triwulan I-2009 adalah pasar domestik. Hal ini
dikonfirmasi dengan turunnya volume ekspor produk manufaktur pada triwulan laporan.
Penurunan ekspor ini disebabkan oleh adanya penurunan permintaan produk ekspor
Bali di negara tujuan sebagai imbas dari krisis keuangan global. Pelemahan nilai rupiah
terhadap dolar AS ternyata belum dapat meningkatkan kinerja ekspor manufaktur. Negara
tujuan ekspor yang mengalami penurunan paling besar adalah Amerika Serikat.
Sumber: PLN Distribusi Bali Sumber: Bank Indonesia
1.1.3. Listrik, Gas, dan Air
Pertumbuhan sektor listrik, gas, dan air pada triwulan I-2009 diperkirakan
tumbuh 4,61%, melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
4,62%. Pertumbuhan sektor ini dikonfirmasi oleh pertumbuhan pada konsumsi dan jumlah
pelanggan listrik di Bali. Prompt indicator lainnya yang mengindikasikan pertumbuhan sektor
ini adalah pertumbuhan pada pembiayaan di sektor ini. Kredit sektor listrik, gas, dan air pada
triwulan I-2009 tumbuh 16,3% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Sumber: PLN Distribusi Bali Sumber: PLN Distribusi Bali
Sumber: Bank Indonesia
1.1.4. Bangunan
Sektor bangunan pada triwulan I-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 1,61%,
melambat dibanding triwulan IV-2008 yang tumbuh 4,28%. Pertumbuhan sektor
bangunan ini dikonfirmasi dengan prompt indicators yakni konsumsi semen dan kredit sektor
bangunan. Meskipun outstanding kredit sektor bangunan pada triwulan laporan tercatat
sebesar Rp 447 miliar atau tumbuh 11,2% dari periode triwulan I-2008. Namun konsumsi
semen pada triwulan laporan mengalami kontraksi sebesar 11,8%. Hal ini mengindikasikan
bahwa pembangunan pembangunan fisik infrastruktur maupun properti pada triwulan laporan
mengalami penurunan.
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: Bank Indonesia
1.1.5. Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada triwulan I-2009 diperkirakan
tumbuh sebesar 10,09%, lebih rendah dibanding triwulan IV-2008 yang tumbuh
13,68%. Pertumbuhan di sektor ini dikonfirmasi oleh sejumlah prompt indicators yaitu jumlah
kunjungan wisatawan mancanegera (wisman), tingkat penghunian kamar (TPK), penerimaan
Visa on Arrival (VoA), dan data konsumsi listrik golongan bisnis.
Jumlah wisman yang berkunjung ke Bali pada triwulan I-2009 diperkirakan mencapai
480.025 orang, naik 7,7% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Meski jumlah
wisman meningkat, namun demikian lama tinggal wisman di Bali diperkirakan mengalami
penurunan dimana sebagian besar wisman tinggal kurang dari tujuh hari. Hal itu dikonfirmasi
dengan turunnya penerimaan VoA. Peneriman VoA pada triwulan laporan tercatat sebesar 6,1
juta dolar AS lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 6,7 juta dolar AS.
Data prompt indicator TPK atau occupancy rate hotel berbintang pada triwulan ini
secara rata-rata juga mengalami penurunan menjadi 51% lebih rendah dari triwulan
sebelumnya yang rata-rata mencapai 54%.
Sementara itu, konsumsi dan jumlah pelanggan listrik untuk golongan bisnis seperti
mal, pasar, pertokoan, dan pusat bisnis lainnya menunjukkan pertumbuhan meskipun tidak
signifikan. Konsumsi listrik pada triwulan laporan mencapai 94.374 MWH dengan jumlah
pelanggan sebanyak 64.383 unit.
Sumber: Dinas Pariwisata Daerah Bali Sumber: Dinas Pariwisata Daerah Bali
Sumber: PT Bank Negara Indonesia Kanwil 08 Sumber: PT PLN Distribusi Bali
1.1.6. Pengangkutan dan Komunikasi
Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan I-2009
diperkirakan sebesar 12,82%, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang
tumbuh 14,12%. Pertumbuhan di sektor ini dikonfirmasi dengan jumlah penumpang pesawat
di Bandara Ngurah Rai dan jumlah pos melalui udara. Melambatnya pertumbuhan di sektor
pengangkutan dan komunikasi ini dikonfirmasi dengan kontraksi pada jumlah penumpang
pesawat dan jumlah pos melalui udara.
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
1.1.7. Keuangan dan Persewaan
Pada triwulan I-2009, sektor keuangan dan persewaan diperkirakan mengalami
pertumbuhan sebesar 4,36%, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV-2008
yang tumbuh sebesar 6,99%. Pertumbuhan nilai tambah sektor ini pada triwulan laporan
dikonfirmasi dengan pertumbuhan pembiayaan oleh lembaga keuangan non bank dan bank.
Outstanding pembiayaan yang disalurkan oleh Lembaga Perkreditan Desa (LPD) pada triwulan
laporan mencapai Rp 2,4 triliun, tumbuh 32% dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya. Sementara itu, outstanding kredit perbankan di Bali pada triwulan laporan
tercatat mencapai sebesar Rp 16,7 triliun atau naik 35,3% dibanding triwulan I-2008.
Sumber: PT BPD Bali Sumber: Bank Indonesia
1.1.8. Jasa-Jasa
Pada triwulan I-2009, sektor jasa-jasa diperkirakan tumbuh sebesar 4,77%, naik
dibanding triwulan IV-2008 yang tumbuh sebesar 4,44%. Pertumbuhan di ini
dikonfirmasi dengan pertumbuhan pada kredit perbankan untuk sektor jasa-jasa. Outstanding
kredit perbankan untuk sektor jasa pada triwulan I-2009 tercatat mencapai sebesar Rp 1,4
triliun, atau meningkat 16,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
17
1.2. SISI PERMINTAAN
Di sisi permintaan, pertumbuhan Bali pada triwulan I-2009 yang diperkirakan
tumbuh sebesar 7,73% utamanya masih didorong oleh konsumsi. Selama ini konsumsi
memiliki pangsa mencapai lebih dari 60% dalam pembentukan pertumbuhan ekonomi dari sisi
permintaan.
Tabel 1.3. Pertumbuhan PDRB dari sisi Permintaan, 2008-2009 (% y-o-y)
Komponen 2008 Q1-2008 Q2-2008 Q3-2008 Q4-2008 Q1-2009
Konsumsi Rumah Tangga 3,03 -3,58 -10,00 4,28 23,16 20,62 Konsumsi Pemerintah 7,98 20,87 11,07 3,68 -0,14 4,48 Investasi/PMTB 23,16 3,15 21,99 29,38 40,52 7,10 Ekspor 16,98 16,92 20,21 14,83 16,19 8,40 Impor 36,44 10,81 52,87 31,78 51,15 51,63
PDRB 5,97 0,32 5,08 8,33 10,28 7,73
Sumber: BPS
Keterangan: * Angka Ramalan
1.2.1. Konsumsi
Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2009 tercatat sebesar 20,62%, lebih
rendah dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 23,16%. Pertumbuhan
konsumsi tersebut antara lain dipengaruhi oleh adanya faktor musiman hari raya keagamaan
(Imlek, Nyepi, Galungan, dan Kuningan). Pertumbuhan konsumsi ini dikonfirmasi dengan
sejumlah data prompt indicators. Penjualan mobil dan motor masih mengalami pertumbuhan.
Begitu pula halnya dengan konsumsi dan jumlah pelanggan listrik rumah tangga. Namun
demikian, konsumsi semen mengalami kontraksi yang menunjukkan bahwa pengeluaran
masyarakat untuk membangun properti residen pada triwulan laporan mengalami penurunan.
Sumber: PT Toyota Astra Motor Sumber: PT PLN Distribusi Bali
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi pada triwulan laporan ini dikonfirmasi pula
oleh angka Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang menunjukkan bahwa masyarakat
konsumen masih pesimis menyikapi perkembangan kondisi ekonomi belakangan ini, yang
ditunjukkan dengan rata-rata nilai IKK pada triwulan I-2009 sebesar 83,2 lebih rendah
dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai rata-rata 105,3.
Sementara itu, kredit konsumsi masih menunjukkan pertumbuhan dan didominasi oleh
kredit kepemilikan kendaraan bermotor. Outstanding kredit konsumsi pada triwulan laporan
mencapai Rp 7 triliun, naik 30,8% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Asosiasi Semen Indonesia
Data prompt indicator lainnya yang mempengaruhi konsumsi adalah Nilai Tukar Petani
(NTP). NTP pada Februari 2009 tercatat sebesar 100,56, lebih rendah dari NTP Desember 2008
yang mencapai 102,05. Ini menunjukkan bahwa meskipun daya beli mengalami penurunan
namun masyarakat di pedesaan masih memiliki kekuatan daya beli yang cukup baik.
Sumber: BPS, diolah Sumber: PT Asaparis
1.2.2. Investasi
Nilai tambah investasi yang merupakan representasi dari Pembentukan Modal
Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan I-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 7,1%, lebih
rendah dibanding triwulan IV-2008 yang tumbuh 40,52%. Melambatnya pertumbuhan
investasi tersebut dikonfirmasi dengan sejumlah data prompt indicators seperti konsumsi
semen dan pertumbuhan pada impor barang modal. Kontraksi pertumbuhan pada konsumsi
semen mengindikasikan bahwa investasi fisik menurun dan penurunan impor barang modal
menggambarkan investasi di sektor swasta mengalami penurunan.
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu, outstanding kredit investasi pada triwulan I-2009 sebesar Rp 2,6 triliun,
naik 41,8% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Sumber: Bank Indonesia
1.2.3. Ekspor Impor
Nilai tambah ekspor dari Bali pada triwulan I-2009 diperkirakan tumbuh sebesar
8,4%, turun dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 16,19%. Faktor yang
mempengaruhi melambatnya pertumbuhan ekspor ini diperkirakan karena turunnya
permintaan ekspor yang ditunjukkan dengan kontraksi pertumbuhan nilai ekspor Bali yang
mencapai 9,1%. Kontraksi tersebut terutama terjadi pada ekspor produk-produk manufaktur
seperti furniture dan handicraft sedangkan ekspor produk pertanian diperkirakan masih
tumbuh positif.
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Namun demikian, karena pangsa ekspor produk pertanian hanya sebesar 21,5% maka
pertumbuhan positif tersebut tidak dapat mendorong pertumbuhan ekspor secara
keseluruhan. Jika dilihat dari ekspor per komoditi utama, terlihat bahwa hanya komoditi ikan
dan udang yang tumbuh positif sementara komoditi lainnya seperti kayu, pakaian jadi,
perhiasan, dan perabot rumah mengalami kontraksi.
Sementara itu, nilai tambah impor Bali pada triwulan I-2009 diperkirakan tumbuh
sebesar 51,63%. Faktor utama yang mendorong pertumbuhan tersebut adalah pertumbuhan
impor pada triwulan laporan yang diperkirakan mencapai 5,8%. Impor pada triwulan laporan
didominasi oleh produk manufaktur dengan pangsa 90,2% sementara produk pertanian hanya
memiliki pangsa 9,8%.
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
23
BOKS A
“Petani pun Membeli Raskin”
Pertanian di Bali merupakan sektor dengan konstribusi tertinggi setelah sektor perdagangan,
hotel dan restoran (PHR) dengan nilai konstribusi mencapai di atas 18 %. Sebagai sektor dengan
konstribusi besar, pertanian diharapkan menjadi penopang kinerja sektor PHR di Bali. Hal ini terlihat
pada banyaknya tenaga kerja industri kerajinan yang beralih profesi menjadi petani ketika permintaan
produk menurun. Apabila dilihat dari pertumbuhan sektor pertanian, terlihat bahwa pola
pertumbuhannya berfluktuasi dari waktu ke waktu (lihat Gambar 1). Pada akhir tahun 2008
pertumbuhan sektor pertanian justru mengalami penurunan hingga minus 1,56%. Luasan panen padi
pada tahun 2007 juga mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yaitu hanya
seluas 46.915 hektar jauh di bawah luas panen pada tahun 2006 dan 2005 yang mencapai 56.512
hektar dan 53.253 hektar. Fakta ini memunculkan kekhawatiran kinerja kinerja pertanian Bali di masa
depan.
Gambar 1. Pertumbuhan Produksi Pertanian Provinsi Bali Tahun 2005 - 2008
(8.00) Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008
Sumber : PDRB Bali 2005-2008, diolah
Upaya peningkatan kinerja sektor pertanian tidak dapat lepas dari peran sumber daya manusia
yang berkecimpung di sektor pertanian. Petani sebagai ujung tombak utama produksi pertanian
merupakan agen utama kelangsungan kinerja sektor pertanian. Oleh karena itu regenerasi petani
harus terus diupayakan guna mewujudkan pertanian yang berkelanjutan. Sayangnya, upaya
Salah satu temuan yang menarik adalah konsumsi beras untuk masyarakat miskin (raskin) oleh
rumah tangga petani. Sehingga adalah suatu ironi jika petani yang merupakan produsen beras justru
mengkonsumsi raskin. Besarnya konstribusi sektor pertanian pada perekonomian Bali juga tidak
membuat petani Bali menjadi sejahtera. Paling tidak dapat diindikasikan oleh konsumsi raskin oleh
rumah tangga petani. Hasil survei Susenas tahun 2007 pada 834 rumah tangga di Provinsi Bali
menunjukkan bahwa proporsi rumah tangga petani yang mengkonsumsi raskin cukup besar (lihat
Gambar 2). Fenomena ini merupakan sinyal bagi kerentanan kinerja pertanian Bali di masa depan.
Gambar 2. Rumah Tangga Petani yang Membeli Raskin
Tidak Membeli
47% Membeli
53%
Sumber : Susenas 2007, diolah
Namun demikian, apabila dirinci pada tiap wilayah kabupaten/kota, tampak bahwa proporsi petani yang mengkonsumsi raskin di daerah-daerah dengan wilayah panen relatif luas seperti Gianyar (11.382 ha) dan Tabanan (11.018 ha) memiliki proporsi yang lebih sedikit. Wilayah dengan rumah tangga petani kurang sejahtera memang berada di wilayah dengan luas panen sempit seperti Buleleng (5.052 ha), Karangasem (3.420 ha) dan Bangli (1.734 ha).
Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karang Asem
Buleleng Denpasar Gambar 3. Proposi Rumah Tangga Petani yang Mengkonsumsi
Raskin Menurut Kabupaten/Kota di Bali Tahun 2007
%Raskin %Non Raskin
Sumber: Susenas 2007, diolah
Gambaran di atas menunjukkan adanya peluang bagi optimalisasi kinerja pertanian yang dapat memberikan kesejahteraan bagi petani di Bali. Kenyataan bahwa proporsi petani membeli raskin terbesar ada di daerah dengan luas panen yang sempit menunjukkan bahwa luas lahan sangat diperlukan bagi upaya meningkatkan kinerja pertanian yang berujung pada kesejahteraan petani. Alih fungsi lahan pertanian tidak hanya menyebabkan berkurangnya produksi pertanian namun juga menyebabkan penurunan kesejahteraan petani. Upaya mempertahankan lahan pertanian kemudian menjadi penting tidak hanya bagi upaya mempertahankan konstribusi pertanian sebagai pelapis industri pariwisata Bali namun juga bagi upaya mensejahterakan masyarakat Bali khususnya petani.
BOKS B
Peta Ketenagakerjaan : Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali
Jumlah penduduk Bali meningkat dari tahun ke tahun, namun peningkatan penduduk di usia angkatan kerja tidak sebanding dengan pertambahan investasi yang dapat menciptakan kesempatan kerja. Proporsi penduduk yang tergolong angkatan kerja dan memiliki kesempatan bekerja dapat digambarkan dalam grafik berikut :
- 500.000 1.000.000 1.500.0002.000.000 2.500.000 3.000.000 3.500.000 Mencari pekerjaan
Bekerja Angkatan kerja Penduduk usia kerja Jumlah penduduk Bali
Kondisi Tenaga Kerja Bali terhadap Jumlah Penduduk Bali Secara Keseluruhan (Tahun 2007)
Total Perempuan Laki-Laki
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, diolah
Berdasarkan data BPS tahun 2005 dan 2006, mayoritas penduduk Bali memiliki tingkat pendidikan hingga Sekolah Dasar (SD), disusul dengan tingkat pendidikan SMA, dan SMP. Namun pada tahun 2007, terjadi pergeseran pada tingkat pendidikan yang ada.
Tingkat pendidikan yang terbanyak setelah SD adalah SMP, disusul SMA pada posisi ketiga. Jumlah penduduk yang bersekolah hingga ke jenjang SD dan SMP mengalami peningkatan pada tahun 2007, sementara untuk jenjang SMA mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan terjadinya pergeseran jenjang dari tingkat SMA ke SMP, sehingga jumlah yang berpendidikan SMP bertambah banyak.
Mayoritas penduduk Bali bekerja di sektor pertanian, disusul dengan sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta industri pengolahan. Proporsi sektor usaha yang mempekerjakan mereka dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1. Proporsi Jumlah Penduduk yang Bekerja Berdasarkan Lapangan Usaha (Sektor) Terbesar Tahun 2005-2007
Total Total Total Proporsi Penyerapan TK thd 9 Sektor
Lapangan Pekerjaan
Utama 2005 2006 2007 2005 2006 2007
636.237 663.016 714.091 33,56 35,45 36,03 Pertanian
314.394 250.613 289.108 16,58 13,40 14,59 Industri
416.374 403.612 462.517 21,96 21,58 23,33 Perdagangan
1.895.741 1.870.288 1.982.134 72,11 70,43 73,95 Jumlah di 9 Sektor
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, diolah
Sektor pertanian menyerap paling banyak tenaga kerja (36,03 %). Sektor pertanian merupakan salah satu sektor usaha padat karya yang dapat menampung banyak tenaga kerja dari berbagai background pendidikan. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran berada pada posisi kedua dalam penyerapan tenaga kerja (23,33 %). Hal ini terjadi karena dominasi sektor ini pada perolehan PDRB Bali, dimana pada tahun 2008 (PDRB harga berlaku) adalah sebesar 29,02% dari keseluruhan sektor yang ada. Sektor ini juga merupakan penggerak ekonomi Bali yang mempekerjakan tenaga-tenaga terampil. Sementara itu, industri-industri mulai berkembang dan membantu penyerapan tenaga kerja yang ada.
Terdapat indikasi bahwa penduduk yang memiliki tingkat pendidikan tertingginya SD akan bekerja di sektor pertanian, sementara penduduk dengan tingkat pendidikan SMU bekerja di sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran sebagai SPG atau bagian sales, cleaning service, waiters atau tenaga terampil lainnya. Di sisi lain, penduduk dengan lulusan tingkat SMP dapat bekerja menjadi buruh/tenaga kerja kasar. Indikasi ini dapat dilihat dalam kombinasi penyerapan penduduk dalam lapangan pekerjaan terbesar dan tingkat pendidikan yang dimiliki. Jika dilihat trend tingkat pendidikan masyarakat Bali, maka dari periode 2003/2004 hingga periode 2007/2008, terjadi kenaikan jumlah penduduk yang mengenyam pendidikan baik di tingkat SD SMP maupun SMA
Tabel 2. Jumlah Penduduk Bali Berdasarkan Tingkat Pendidikan yang Ditempuh dan Persentase Melanjutkan ke Jenjang Berikutnya
Tingkat Pendidikan (Jumlah Murid)
Tahun (Periode) % SMP thd SD % SMA thd SMP
SD SMP SMA
411.410 152.596 76.308 37,09 50,01
2007/2008
397.506 145.372 76.438 36,57 52,58
2006/2007
387.611 140.862 74.974 36,34 53,23
2005/2006
381.549 138.160 74.395 36,21 53,85
2004/2005
373.529 131.619 72.580 35,24 55,14
2003/2004
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, diolah
Jumlah penduduk yang menempuh pendidikan, baik SD, SMP maupun SMA mengalami peningkatan. Namun dari proporsi perbaikan jenjang pendidikan yang ditunjukkan pada tabel di atas, terlihat bahwa tidak ada perbedaan dari tahun ke tahun. Rata-rata 66,66 % dari semua murid SD tidak melanjutkan ke jenjang SMP dan rata-rata 50 % dari semua murid SMP tidak melanjutkan ke jenjang SMA. Hal ini berarti hanya sekitar 15 % penduduk Bali yang berhasil lanjutkan ke jenjang SMA. Karena pekerjaan di sektor pertanian tidak memerlukan suatu skill tertentu, maka dengan mayoritas penduduk Bali yang memiliki tingkat pendidikan SD, sektor ini mampu menyerap tenaga kerja terbanyak.
Jumlah penduduk yang mengenyam pendidikan SMA dapat ditingkatkan dengan melakukan efisiensi dana yang dikeluarkan untuk pembiayaan aparatur pemerintahan yang kemudian dialihkan untuk meningkatkan kualitas fasilitas kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat, seperti yang telah dilakukan oleh pemerintah di Kabupaten Jembrana. Dengan demikian, perbaikan mutu SDM masyarakat Bali dapat terlaksana dan peningkatan kualitas kerja bagi tenaga kerja Bali dapat terwujud. Hal ini perlu didukung oleh peningkatan investasi yang dapat memperluas lapangan kerja bagi mereka.
Perkembangan Inflasi
Bab 2
Tekanan terhadap harga-harga di Bali pada triwulan I-2009 cenderung meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari inflasi yang lebih tinggi
dibanding dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan I-2009 inflasi mencapai sebesar 2,14%
(q-t-q) meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 1,04% (q-t-q). Sementara itu, secara
tahunan (y-o-y) inflasi Kota Denpasar pada triwulan I-2009 menurun (8,93%) dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya (9,62%), tetapi masíh lebih tinggi bila dibandingkan dengan
inflasi Nasional yang mencapai 7,92% (y-o-y).
2.1. KONDISI UMUM
Tingkat harga-harga di Kota Denpasar pada triwulan I-2009 berdasarkan Indeks
Harga Konsumen (IHK) menunjukkan kecenderungan peningkatan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Secara triwulanan (q-t-q) inflasi pada triwulan I-2009 mengalami
peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan I-2009 inflasi mencapai 2,14%
(q-t-q) meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 1,04% (q-(q-t-q). Pada akhir triwulan
I-2009 inflasi tahunan (y-o-y) kota Denpasar tercatat sebesar 8,93% atau menurun dibawah
inflasi pada triwulan IV-2008 yang sebesar 9,62%.
Grafik 2. 1. Perkembangan Inflasi Denpasar (%)
-2.00
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tekanan laju inflasi selama periode triwulan I-2009 terutama terjadi pada kelompok
bahan makanan, kesehatan, dan sandang. Adapun penyebab kenaikan harga pada
kelompok-kelompok tersebut disebabkan oleh faktor musiman seperti adanya gangguan cuaca (curah
hujan dan gelombang ombak tinggi), perubahan pola tanam petani, naiknya harga komoditas
yang diperdagangkan dalam pasar dunia dan peningkatan permintaan sehubungan adanya
perayaan hari besar keagamaan. Selain itu, pelemahan nilai mata uang rupiah diperkirakan
juga berperan dalam pembentukan inflasi komoditas impor maupun komoditas lokal dengan
kandungan impor yang tinggi. Komoditi yang cukup memberikan pengaruh pada inflasi adalah
beras, cabe rawit, dan tarif rumah sakit.
Laju inflasi bulanan (m-t-m) tertinggi pada triwulan I-2009 terjadi di bulan Maret
sebesar 1,35%, sementara di bulan Januari terjadi deflasi sebesar 0,21% dibanding periode
sebelumnya adapun penurunan harga pada awal tahun merupakan fenomena yang jarang
terjadi di Bali (terakhir tahun 1991), kemudian pada bulan Februari kenaikan harga kembali
terjadi sebesar 0,98% seperti yang terlihat pada grafik 2.1. Penurunan harga yang terjadi pada
bulan Januari merupakan dampak dari kebijakan penurunan harga BBM (pertamax, premium
dan solar) yang diambil pemerintah pada akhir tahun 2008 dan pada pertengahan bulan
Januari 2009. Pada bulan Februari tekanan inflasi disebabkan oleh faktor cuaca dan musim
hujan yang mempengaruhi produktivitas pertanian.
Berdasarkan kelompok barang, selama triwulan I-2009 kecenderungan peningkatan
harga secara kumulatif terjadi pada kelompok-kelompok seperti: bahan makanan; makanan
jadi, minuman, rokok dan tembakau; dan perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar;
sandang; kesehatan; pendidikan, rekreasi dan olahraga. Kondisi ini menjadikan kelompok
kesehatan sebagai kelompok barang/jasa yang mengalami inflasi terbesar pada triwulan I
-2009 sebesar 17,58%. Sedangkan secara kumulatif penurunan harga barang dan jasa
sepanjang periode laporan hanya terjadi pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa
keuangan yaitu sebesar 3,20%.
Perkembangan harga minyak goreng kemasan cenderung stabil pada bulan Januari
hingga Maret seperti terlihat di grafik 2.2. Sementara itu, perkembangan harga minyak goreng
curah (non kemasan) menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan dari Januari sampai
akhir Februari kemudian cenderung stabil hingga akhir triwulan I-2009. Perkembangan pada
harga minyak goreng curah diperkirakan mengikuti pergerakan harga CPO dunia. Untuk
komoditi cabe rawit, cabe merah, dan bawang merah perkembangan harga pada akhir
triwulan I-2009 menunjukkan kecenderungan kenaikkan harga seiring dengan meningkatnya
permintaan menjelang perayaan hari besar keagamaan Galungan, Kuningan, dan Nyepi.
Grafik 2.2. Harga Komoditas Minyak Goreng
0
Okt-08 Nov-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09
Grafik 2.3. Harga Komoditas Bumbu-Bumbuan
Okt-08 Nov-08 Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09
Rp
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
2.2. INFLASI BULANAN (M-T-M)
Meskipun pada awal tahun kota Denpasar mengalami deflasi namun, inflasi
bulanan selama triwulan I-2009 mempunyai kecenderungan lebih tinggi dibanding
dengan triwulan sebelumnya. Pada bulan Januari 2009 secara umum perkembangan harga
kelompok barang dan jasa mengalami penurunan harga. Deflasi pada bulan Januari tercatat
sebesar 0,21% (m-t-m). Kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan merupakan
kelompok yang mengalami deflasi terbesar yaitu mencapai 2,14%. Faktor pendorong
penurunan harga disebabkan oleh adanya kebijakan penurunan harga BBM (tercatat pada sub
kelompok transpor) terutama pada komoditas bensin (pertamax dan premium), dimana sub
kelompok tersebut mengalami deflasi sebesar 3,07%. Sementara itu, sub kelompok sarana
dan penunjang transpor mencatat inflasi sebesar 0,60%, komoditas yang mengalami inflasi
adalah mobil karena kenaikan harga jual mobil yang dipengaruhi penguatan mata uang asing.
Sedangkan kelompok barang dan jasa yang mengalami inflasi terbesar pada bulan
Januari 2009 yaitu kelompok bahan makanan sebesar 0,32%. Tekanan inflasi pada Januari
secara umum lebih disebabkan oleh kondisi cuaca buruk, adanya curah hujan dan gelombang
yang tinggi menyebabkan gangguan pada produksi dan distribusi bahan makanan. Inflasi
terbesar dialami oleh sub kelompok bumbu-bumbuan yakni sebesar 3,73%, komoditas
utamanya yaitu cabe rawit (andil 0,0749%) dan sub kelompok padi-padian sebesar 0,38%
dengan komoditas utamanya beras (andil 0,0199%). Inflasi pada sub kelompok padi-padian
disebabkan oleh masih tingginya curah hujan, yang menyebabkan proses pengeringan gabah
menjadi lebih lama. Sementara itu, jumlah penggilingan padi yang memiliki mesin pengering
masih sedikit, sehingga sebagian besar mengandalkan pengeringan dengan cahaya matahari.
Sebagai akibat dari kendala cuaca ini maka persediaan beras di pasaran cenderung berkurang,
yang menyebabkan harga mengalami peningkatan.
Secara umum perkembangan harga barang dan jasa pada bulan Februari 2009
mengalami peningkatan, yaitu sebesar 0,98% (m-t-m). Adapun kelompok sandang merupakan
kelompok barang yang mengalami inflasi tertinggi sebesar 4,14% (m-t-m). Beberapa komoditi
yang memberi sumbangan inflasi terbesar antara lain emas perhiasan, baju kaos laki-laki dan
baju kaos anak. Sedangkan kelompok bahan makanan mengalami inflasi tertinggi kedua yaitu
sebesar 3,24% dimana komoditas yang memeberikan sumbangan terbesar yaitu beras dan
cabe rawit.
Tabel 2.1
Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Inflasi bulan Maret merupakan inflasi bulanan tertinggi selama triwulan I-2009 yaitu
sebesar 1,35%. Sumbangan inflasi terbesar terjadi pada kelompok kesehatan sebesar 17,79%
(m-t-m) yang dipicu oleh peningkatan harga komoditas jasa yaitu tarif rumah sakit. Kenaikan
tarif rumah sakit ini merupakan penyesuaian harga setelah tidak ada kenaikan tarif dalam
I-2009
No Kelompok Barang
Jan Feb Mar
1 Bahan Makanan 0,32 3,24 2,52
2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 0,10 1,54 0,16 3 Perumahan, Air, Lisrik, Gas, dan Bahan Bakar 0,57 0,44 0,14
4 Sandang -0,42 4,14 -0,45
5 Kesehatan -0,22 0,04 17,79
6 Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 0,35 0,04 0,05 7 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan -2,14 -1,07 -0,01
Umum -0,21 0,98 1,35
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
kurun waktu lima tahun terakhir. Selain itu tekanan inflasi juga berasal dari kenaikan harga
pada kelompok bahan makanan, terutama pada sub kelompok bumbu-bumbuan dan
buah-buahan. Melonjaknya permintaan terhadap sub kelompok tersebut terutama disebabkan
karena kebutuhan akan barang-barang terkait adanya perayaan hari besar keagamaan.
2.3. INFLASI TAHUNAN (Y-O-Y)
Secara tahunan (y-o-y) inflasi Kota Denpasar pada triwulan I-2009 sedikit
menurun (8,93%) dibandingkan dengan triwulan IV-2008 (9,62%), tetapi masíh lebih
tinggi bila dibandingkan dengan inflasi nasional periode triwulan I-2009 yang
mencapai 7,92%(y-o-y). Tekanan harga yang tinggi terjadi pada kelompok-kelompok seperti:
bahan makanan; makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau; dan perumahan, air, listrik,
gas, dan bahan bakar. Sedangkan penurunan harga dialami oleh kelompok transpor,
komunikasi dan jasa keuangan dan kelompok sandang. Dari grafik 2.4 dapat terlihat bahwa
sepanjang triwulan I 2009 pada bulan Januari dan Februari inflasi tahunan kota Denpasar
selalu lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi nasional, namun pada bulan Maret inflasi
Kota Denpasar berada diatas inflasi nasional.
Grafik 2. 4. Inflasi Tahunan Denpasar dan Nasional (%)
0.00
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pada triwulan I-2009, secara tahunan hampir seluruh kelompok barang mengalami
inflasi dan kelompok barang yang paling kecil inflasinya adalah transportasi, komunikasi, dan
jasa keuangan yaitu sebesar 2,73% (y-o-y). Adapun tekanan inflasi paling dominan berasal
dari kelompok kesehatan dimana inflasinya mencapai 19,02% (y-o-y).
Tabel 2.2
Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang (%)
Sementara itu, inflasi kedua terbesar berasal dari kelompok bahan makanan dengan
sumbangan terhadap inflasi sebesar 16,03% (y-o-y), tekanan pada kelompok tersebut
disebabkan karena adanya pergeseran pola tanam yang dilakukan oleh sebagian besar petani
secara bersamaan untuk menghindari hasil panen yang buruk pada musim hujan. Selain itu,
tekanan juga berasal dari tingginya permintaan masyarakat terhadap bahan makanan terkait
pemenuhan kebutuhan upacara hari besar keagamaan. Selain itu kelompok makanan jadi,
minuman, rokok dan tembakau juga memberikan tekanan pada inflasi sebesar 11% (y-o-y)
adapun kenaikan dialami oleh komoditas gula pasir.
IV-2008 I-2009
No. Kelompok Barang
Inflasi Inflasi
1 Bahan Makanan 16,40 16,03
2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, & Tembakau 11,84 11,00 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar 8,07 6,52
4 Sandang 6,41 6,22
5 Kesehatan 1,63 19,02
6 Pendidikan, Rekreasi, & Olahraga 6,80 7,14 7 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 7,15 2,73
UMUM 9,62 8,93
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Kinerja Perbankan Daerah
Bab 3
Kinerja keuangan perbankan di Bali pada triwulan I-2009 mulai menunjukkan arah
pertumbuhan secepat pertumbuhan pada periode sebelum krisis keuangan global.
Pertumbuhan beberapa indikator utama yang sempat melambat pada tiwulan III dan IV 2008,
kembali menguat pada triwulan I-2009. Aset perbankan tumbuh 23,45% meningkat
dibandingkan pertumbuhan pada triwulan III dan IV tahun 2008. Seiring dengan
pertumbuhan aset, kredit dan dana pihak ketiga (DPK), juga mengalami pertumbuhan dengan
arah yang sama. Secara umum dapak krisis keuangan terhadap kinerja perbankan hanya
terjadi pada pelambatan penyaluran kredit selama triwulan IV-2008. Demikian pula kekuatiran
akan terjadinya lonjakan rasio kredit bermasalah (NPL) sebagai dampak krisis keuangan global,
sampai dengan triwulan I-2009 masih belum terjadi. Rasio pada triwulan I masih terjaga pada
kisaran 2,30%. Sementara fungsi intermediasi bank masih berjalan cukup baik ditunjukkan
dengan rasio kredit dibandikan dana (LDR) yang berada pada kisaran 57,03%.
3.1. PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA BANK UMUM
3.1.1. Perkembangan Aset Bank Umum
Aset bank umum pada triwulan I-2009 mengalami pertumbuhan tahunan yang cukup
signifikan. Setelah melambat pada triwulan III dan IV tahun2008, yang masing-masing tercatat
tumbuh sebesar 22,02% dan 22,74%, aset bank umum di Bali mampu tumbuh sebesar
23,45%, atau Rp 6.510 miliar dari Rp 27.754 miliar pada triwulan I-2008 menjadi Rp 34.264
miliar pada triwulan I 2009 (tabel 3.1). Pertumbuhan aset terutama didorong oleh ekspansi
kredit yang mengalami pertumbuhan signifikan. Pertumbuhan kredit yang disalurkan
perbankan pada triwulan I 2009 sebesar 29,91% (y-o-y), sedangkan kredit UMKM tumbuh
25,53% (y-o-y). Pertumbuhan kredit secara tahunan yang tinggi tersebut sangat didorong
oleh pertumbuhan kredit triwulanannya, dimana terjadi recovery pada triwulan I. Secara
nominal total kredit meningkat Rp 3.856 miliar (y-o-y) sedangkan secara triwulanan kredit
tumbuh sebesar Rp 1.179 miliar (q-t-q). Sementara kredit UMKM meningkat sebesar Rp 2.868
miliar (y-o-y). Tingginya pertumbuhan kredit dibandingkan dengan laju pertumbuhan DPK
menyebabkan LDR perbankan Bali pada triwulan I-2009 meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya dari 55,59% menjadi 57,03%.
Aset perbankan di Bali sangat dipengaruhi oleh pembentukan aset pada bank-bank
pemerintah yang mencapai Rp 20.766 miliar atau 60,6% dari total aset seluruh bank.
Besarnya pembentukan aset bank pemerintah di Bali, terutama di karenakan jumlah kantor
dan jaringan kantor yang relatif lebih besar dibandingkan dengan kolompok bank yang lain.
Sementara pembentukan aset pada kelompok bank swasta pada triwulan I-2009 mencapai
Rp12.031 miliar atau 35,1% dari total aset. Pembentukan aset kelompok bank swasta pada
triwulan I-2009 mengalami kontraksi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar
Rp12.259 miliar. Kontraksi tersebut disinyalir sebagai dampak perpindahan DPK dari bank
swasta ke bank-bank milik pemerintah yang dipicu oleh kekuatiran masyarakat akan kinerja
beberapa bank swasta. Sementara kelompok bank asing campuran yang memiliki jaringan
kantor terkecil memiliki share pembentukan aset sebesar 4.3%, dengan total aset sebesar
Rp1.467 miliar (grafik 3.2).
Tabel 3.1. Perkembangan Usaha Bank Umum Di Bali (Rp miliar)
2006 2007 2008 2009
Pangsa kredit UMKM 87,55% 86,22% 87,14% 85,37% 84,74% 84,06% 84,20%
NPL (Gross)% 4,26% 3,02% 3,31% 2,40% 2,15% 1,54% 2,30%
LDR 55,69% 53,54% 53,12% 56,62% 58,93% 55,59% 57,03%
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
3.1.2. Pelaksanaan Fungsi Intermediasi
Kemampuan bank dalam melaksanaan fungsi intermediasi, yang dapat dilihat dari Loan
to Deposit Ratio (LDR), menunjukkan terjadinya peningkatan. Waluapun tidak setinggi pada
triwulan III-2008, LDR perbankan Bali pada triwulan I 2009 meningkat dibandingkan posisi
triwulan IV-2008 yaitu dari posisi 55,59% menjadi 57,03% (lihat Grafik 3.4). Peningkatan LDR
pada triwulan I-2009 ini diperkirakan dipengaruhi oleh pertumbuhan kredit yang cukup cepat
seiring dengan poses recovery perekonomian dan tren tingkat suku bunga yang cenderung
turun. Peningkatan LDR ini juga mengindikasikan perbankan mulai melakukan ekspansi kredit
dan melihat kondisi perekonomian yang telah layak untuk dibiayai. Namun demikian dilihat
dari kelompok bank penyumbang LDR, masih terdapat kesenjangan yang cukup dalam antara
bank pemerintah, swasta dan asing. LDR tertinggi dibentuk oleh bank pemerintah dengan
rasio sebesar 68,36%, diikuti oleh bank swasta sebesar 42,21% dan bank asing dengan LDR
15%.
Tingginya LDR bank pemerintah mengindikasikan bahwa bank pemerintah lebih
mampu melihat peluang ekspansi kredit di daerah, selain alasan luasnya jangkauan dan
jaringan kantor bank pemerintah. Sementara itu pada bank swasta dan asing, yang umumnya
hanya berkantor di Kota Denpasar kurang mampu bersaing dalam penyaluran kredit, dan
disinyalir beberapa bank swasta lebih fokus pada penghimpunan dana.
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Walaupun terjadi peningkatan rasio LDR, namun dapat dikatakan bahwa LDR
perbankan di Bali masih cukup rendah, artinya masih terdapat cukup ruang untuk
menyalurkan kredit atau melakukan ekspansi kredit. Rendahnya rasio LDR selain disebabkan
oleh a) permasalahan administratif seperti i) keterbatasan wewenang memutus pemberi kredit
pada kantor cabang, ii) lokasi kantor debitur yang tidak sama dengan lokasi proyek debitur,
khususnya untuk perusahaan perhotelan yang memiliki kantor pusat di luar Bali, sehingga
pembiayaan dilakukan di luar Bali; b) permasalahan persaingan, baik bersaing dengan
holdning company perusahaan yang biasanya melakukan pembiayaan sendiri, bersaing
dengan koperasi, lembaga pinjaman daerah (LPD) dan pegadaian dengan prosedur yang lebih
mudah khususnya untuk kredit UMKM; c) kondisi perekonomian yang sedang lesu; juga
disebabkan oleh d) karakteristik ekonomi Bali. Karakteristik perekonomian Bali dimana
perekonomian sebagian besar digerakkan oleh usaha UMKM, sementara usaha dalam skala
besar masih sangat terbatas. Hal ini menyebabkan ekspansi kredit perbankan terkonsentrasi
pada kredit golongan UMKM.
3.1.2.1. Penghimpunan Dana
Dana pihak ketiga (DPK) pada triwulan I-2009, mengalami peningkatan dibanding
periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 21,01%. Sebagian besar DPK berupa
penempatan simpanan dalam bentuk tabungan. Pertumbuhan tahunan tabungan pada
triwulan I-2009 meningkat dari 18,8% pada triwulan sebelumnya menjadi 19,89% dengan
total sebesar Rp12.889 miliar (grafik 3.5). DPK cenderung didominasi oleh dana-dana jangka
pendek, jumlah dana jangka pendek pada triwulan I-2009 tercatat sebesar 67,01%
sedangkan DPK dalam jangka panjang sebesar 32,97% (lihat Grafik 3.6). Dana jangka
pendek, dalam bentuk tabungan dan giro pada bulan Maret 2008 tumbuh sebesar 18,97%
dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa likuiditas
perbankan masih memiliki risiko yang cukup tinggi. Lain halnya dengan dana jangka panjang,
deposito memiliki pertumbuhan tahunan yang cenderung lebih rendah daripada triwulan
sebelumnya. Hal tersebut berpotensi menciptakan maturity mismatch, karena kredit yang
disalurkan perbankan jangka waktunya relatif lebih panjang.
Pertumbuhan penyerapan dana dari masyarakat pada triwulan I-2009 menunjukkan
kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Bahkan tren peningkatan pertumbuhan
deposito sudah terjadi pada akhir tahun 2007. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya
konversi bentuk simpanan masyarakat dari tabungan ke deposito. Dilihat dari pangsa dana
pihak ketiga dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang relatif sama, share
terbesar pada simpanan dalam bentuk tabungan, diikuti deposito dan giro, pada Desember
2008 share masing-masing simpanan berturut-turut adalah 43,89%; 32,97%; dan 23,13%.
Indikasi konversi bentuk simpanan dari tabungan ke deposito didukung oleh
pertumbuhan secara tahunan simpanan dalam bentuk deposito yang memiliki pola yang
berlawanan dengan pola pertumbuhan simpanan giro dan tabungan (grafik 3.6). Pola ini
menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan penggantian atau pemindahan dana dari
simpanan dalam bentuk giro dan tabungan ke dalam bentuk deposito dan sebaliknya. Lebih
jauh dilihat dari data empiris komposisi DPK, tabungan dan deposito memiliki pola yang
berbanding terbalik. Hal ini menunjukkan bahwa perpindahan dana DPK yang sering
dilakukan oleh masyarakat dari simpanan dalam bentuk tabungan menjadi simpanan dalam
bentuk deposito dan sebaliknya.
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
3.1.2.2 Penyaluran Kredit
Pertumbuhan tahunan kredit pada triwulan I-2009 tercatat cukup besar, yaitu 29,91%
atau pertumbuhan ini meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 23,6%
(y-o-y). Seiring usaha memperbaiki kondisi keuangan baik global maupun nasional sedang
mengalami gangguan, maka perbankan mulai malakukan ekspansi kredit. Hal ini ditunjukkan
dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dari pertumbuhan DPK. Kondisi ini juga
menunjukkan bahwa perbankan secara berkesinambungan mampu menyalurkan kredit
sejalan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga. Pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit
modal kerja dan kredit konsumsi (grafik 3.11). Namun demikian apabila dilihat pertumbuhan
kreditnya, kredit investasi adalah kredit dengan pertumbuhan tertinggi pada triwulan I-2009
mencapai 41,80% dibandingkan dengan kredit konsumsi dan modal kerja masing-masing
hanya sebesar 30,80% dan 25,20% (grafik 3.9). Pola pertumbuhan ini menunjukkan peranan
investasi di perekonomian mulai tampak meskipun masih dalam level yang relatif kecil.
Penyaluran kredit bank umum pada triwulan I-2009 sebesar Rp16.747 miliar
meningkat sebesar 7,57% atau Rp 1.179 miliar dibanding posisi triwulan sebelumnya. Jenis
kredit yang menjadi konsentrasi oleh perbankan saat ini adalah untuk jenis kredit yang
potensial dengan risiko kredit yang rendah, selain itu perbankan juga lebih cenderung
memberikan kredit untuk kredit jangka pendek. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik
perekonomian Bali yang masing didorong oleh konsusmi, sementara sampai saat ini tidak
terdapat industri pengolahan yang dengan skala ekonomi besar yang dapat dibiayai oleh
bank. Segmen pasar yang menjadi primadona bagi kredit perbankan adalah segmen pasar
konsumer dan segmen untuk modal kerja usaha. Komposisi kredit modal kerja sedikit lebih
besar daripada kredit konsumsi pada penyaluran kredit bank umum di Bali periode Maret
2008. Penyaluran kredit modal kerja sebesar 42,3% atau sebesar Rp7.082 miliar diikuti
dengan kredit konsumsi sebesar 42,1% atau sebesar Rp 7.059 miliar, dan kredit investasi
15,6% atau sebesar Rp 2.606 miliar. Kredit investasi walapun memiliki pertumbuhan terbesar,
namun share terhadap pembentukan kredit mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena nilai
kedit investasi yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan kredit lain sehingga perubahnya
lebih cepat. Tingginya ekspansi kredit investasi pada beberapa triwulan terakhir
mengindikasikan bahwa makro perekonomian cukup mendukung iklim usaha di Bali,
sehingga perbankan cukup berani ekspansi di sektor investasi.
Penyaluran kredit di Bali cenderung di dominasi oleh kredit modal kerja dan konsumsi
dengan total share kedua jenis kredit tersebut sebesar 84,4%. Kondisi ini dapat
mengindikasikan bahwa kredit di Bali umumnya memiliki jangka pendek dan menengah.
Penyaluran kredit berjangka pendek dan menengah ini disesuaikan dengan penyerapan dana
yang umumnya jangka pendek.
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Sementara itu, kredit secara sektoral masih didominasi oleh sektor lain-lain dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Porsi pembentukan kredit sektor PHR pada posisi
Maret 2009 mengalami penurunan sementara kredit sektor lain-lain tumbuh sangat tinggi.
Porsi kredit sektor lain-lain dan sektor PHR masing-masing tercatat sebesar Rp 6.578 miliar
atau 42,20% dari total kredit dan Rp 7.115 miliar atau 40,36% dari total kredit. Pola
penyebaran kredit tersebut relatif tidak berubah dibandingkan pada periode-periode
sebelumnya, mengingat karakteristik perekonomian Bali yang digerakkan oleh industri
pariwisata. Komposisi untuk kredit sektor lain-lain dan PHR cenderung konstan walaupun
cukup fluktuatif. Kondisi ini mengindikasikan bahwa keduanya tetap menjadi sektor
primadona bagi perbankan.
Pertumbuhan kredit sampai dengan pada Maret 2009 yang mencapai 29,91% (y-o-y),
juga diikuti dengan meningkatnya jumlah kredit bermasalah, rasio non performing loan (NPL)
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
pada Maret 2009 sebesar 2,30%, tercatat lebih tinggi dari NPL pada tahun 2008 sebesar
1,54%. Secara nominal, sektor ekonomi yang paling besar menyumbang NPL adalah kredit
sektor PRH sebesar Rp 243 miliar dengan atau 63,08% dari total NPL, rasio NPL sektor PRH
sebesar 2,88%. Sementara share NPL kredit sektor lain-lain sebesar 16,29% dengan rasio NPL
sebesar 0,73%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyaluran kredit sektor lain-lain relatif
lebih aman dibandingkan sektor lainnya terutama PRH, yang dikarenakan kredit sektor
lain-lain sebagian besar adalah kredit jenis konsumsi yang sebagian besar krediturnya adalah
pegawai (baik negeri maupun swasta) sehingga tingkat kolektibilitas sangat baik karena
pembayaran atau pelunasan dilakukan dengan pemotongan gaji secara langsung. Sementara
itu untuk kredit sektor lainnya relatif lebih berisiko karena kredit tersebut untuk membiayai
sektor produktif yang pengembalian atau pelunasannya sangat tergantung pada kemampuan
usaha dari kreditur.
3.2. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
Pertumbuhan usaha BPR pada triwulan I-2009 menunjukan peningkatan yang
cenderung tetap dari tahun ke tahun. Dalam lima tahun terakhir rata-rata pertumbuhan
tiwulanan aset BPR tercatat sebesar 24,56% (q-t-q), demikian pula kredit secara triwulanan
tumbuh rata-rata sebesar 25,5% (q-t-q). Kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat juga
menunjukkan pertumbuhan yang konstan, rata-rata pertumbuhan dalam lima tahun terakhir
tercatat sebesar 22,51% (q-t-q), sementara LDR berkisar pada 79%. Walaupun secara umum
kinerja BPR menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, namun dibandingkan dengan
pertumbuhan pada triwulan IV-2008 kinerja ini sedikit mengalami pelambatan. Aset pada
triwulan I-2009 tumbuh sebesar 24,92% melambat dibanding pertumbuhan pada triwulan
sebelumnya sebesar 25,43%.
Tabel 3.2. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Bali
(miliar Rp)
2006 2007 2008 2009
INDIKATOR DES DES Mar Jun Sep Dec Mar
1, Total Aset 1.479 1.875 1.926 2.076 2.235 2.352 2.385 2, Dana Pihak Ketiga 949 1.179 1.241 1.324 1.388 1.455 1.527 a, Tabungan 320 426 454 491 497 532 537 b, Deposito 629 753 787 833 891 924 989 3, Kredit 1.091 1.348 1.427 1.567 1.740 1.777 1.843 4, LDR (%) 79,47 74,82 76,35 77,80 80,71 79,51 79,09 5, NPLs gross (%) 6,81 5,82 6,17 5,22 4,74 4,65 4,65
Sumber : Bank Indonesia
Fungsi intermediasi yang dilaksanakan oleh BPR sampai triwulan I-2009 masih berjalan
dengan cukup baik, terbukti dari peningkatan jumlah kredit yang disalurkan dan dana yang
berhasil dihimpun. DPK dalam bentuk tabungan dan deposito pada triwulan I 2009 tumbuh
sebesar Rp 286 miliar atau 23,01%, melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 23,45%. Sementara kredit tumbuh sebesar Rp 417 miliar atau naik 29,22%,
melambat dibanding triwulan I-2008. Walaupun kredit yang disalurkan mengalami
peningkatan namun tercatat mengalami pelambatan dibandingkan dengan pertumbuhan
pada triwulan sebelumnya sebesar 31,86%. Dilihat dari komposisi kredit terhadap aset BPR,
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
dalam lima tahun terakhir rata-rata komposisi kredit terhadap aset secara triwulanan
mencapai 75,49%.
Seperti halnya konsentrasi penyaluran kredit pada bank umum pada sektor
perdagangan dan kelompok lain-lain, konsentrasi ekspansi kredit BPR juga difokuskan pada
sektor perdangan dan lain-lain. Penyaluran kredit terbesar dilakukan untuk sektor
perdagangan sebesar 47%, diikuti sektor lain-lain sebesar 39% (grafik 3.15.). Hal ini
mengindikasikan walaupun terjadi terdapat perbedaan antara BPR dengan bank umum dalam
volume kredit dimana BPR sebagai pelayan jasa keuangan mikro, namun terdapat kesamaan
dalam sektor penyaluran kredit.
Sumber : Bank Indonesia
Penyaluran kredit pada triwulan I-2009 apabila dibandingkan dengan penghimpunan
dana pihak ketiga yang dilakukan oleh BPR pada periode yang sama maka rasionya (LDR)
adalah sebesar 79,09 %. Tingginya rasio LDR BPR tersebut menunjukkan bahwa penyaluran
kredit dilakukan tidak hanya dari penghimpunan dana tetapi juga dari modal bank, maupun
program lingkage dengan bank umum. Peningkatan penyaluran kredit ini antara lain didorong
oleh linkage program antara bank umum dan BPR serta sudah beroperasinya Lembaga Dana
Apex (LDA Apex) yang berperan di dalam membantu BPR anggotanya yang mengalami
liquidity mismatch. Kondisi ini menunjukkan bahwa BPR masih dapat berperan dalam
pembiayaan walaupun persaingan dalam pembiayaan mikro semakin ketat. Walaupun terjadi
peningkatan pada kredit yang disalurkan, kualitas kinerja kredit BPR tetap dapat dipertahanan,
rasio NPL pada triwulan I-2009 tercatat sebesar 4,65% sama dengan rasio NPL triwulan
sebelumya yang tercatat sebesar 4,65%.
45
BOKS D
Ketahanan Perbankan Bali
Secara umum kinerja perbankan di Bali memiliki pola dan pertumbuhan yang mendekati pola pertumbuhan nasional. Aset perbankan nasional dalam tiga tahun terakhir, secara triwulan, rata-rata tumbuh 3,85%, sementara aset perbankan Bali tumbuh 4,05%. Pola pertumbuhan aset baik perbankan Bali maupun Nasional mengikuti pola yang sama, dengan pelambatan terjadi pada triwulan I dan puncak pada triwulan IV. Namun demikian, laju pertumbuhan nasional lebih berfluktuasi dibandingkan dengan laju pertumbuhan aset perbankan di daerah, hal ini dipengaruhi oleh keragaman jasa produk perbankan secara nasional dan adanya keterkaitan antara industri perbankan dan industri jasa keuangan lain. Sementara produk jasa perbankan di Bali lebih fokus pada sektor tertentu dan persaingan serta keterkaitan dengan sektor keuangan non bank lain relatif kecil.
Secara umum kinerja perbankan di Bali memiliki pola dan pertumbuhan yang mendekati pola pertumbuhan nasional. Aset perbankan nasional dalam tiga tahun terakhir, secara triwulan, rata-rata tumbuh 3,85%, sementara aset perbankan Bali tumbuh 4,05%. Pola pertumbuhan aset baik perbankan Bali maupun nasional mengikuti pola yang sama, dengan pelambatan terjadi pada triwulan I dan puncak pada triwulan IV.
Hal ini menyebabkan pertumbuhan aset perbankan nasional pada Oktober hingga Desember 2008 meningkat tajam. Pertumbuhan aset perbankan nasional yang sangat tinggi pada triwulan IV-2008 sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan DPK yang pada Oktober hingga Desember. Sementara pertumbuhan DPK Bali relatif lebih stabil walaupun mengalami peningkatan.
Dampak krisis keuangan global terhadap pertumbuhan kredit perbankan nasional baru dirasakan pada triwulan I-2009, dimana dari Januari hingga Maret, secara triwulanan, terjadi kontraksi kredit. Berbeda dengan kondisi kredit nasional yang tumbuh pada triwulan IV-2008, kredit perbankan di Bali melambat dan pada Desember 2008 mengalami kontraksi sebesar -0,59% (q-t-q), fenomena ini berbeda dengan pola Desember tahun sebelumnya yang selalu tumbuh. Kontraksi kredit pada Desember ini diperkirakan dipengaruhi oleh tingginya suku bunga pinjaman dan lesunya perekonomian daerah.
Dampak krisis lain yang dikhawatirkan akan terjadi adalah peningkatan kredit bermasalah (NPL) akibat lesunya kegiatan usaha debitur, namun demikian hal tersebut belum terbukti mengingat NPL, baik perbankan nasional maupun perbankan di Bali masih terjaga. NPL nasional masih terjaga pada level 3,9%, sedangkan NPL perbankan di Bali masih terjadi pada kisaran 2,3%.