• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATERNAK SAPI PERAH DI WILAYAH KERJA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATERNAK SAPI PERAH DI WILAYAH KERJA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATERNAK SAPI

PERAH DI WILAYAH KERJA KPSBU LEMBANG

KABUPATEN BANDUNG

SKRIPSI

MIRA SUKMAPRADITA

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

MIRA SUKMAPRADITA. D34104027. Analisis Kelayakan Finansial Usahaternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang Kabupaten Bandung. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Zulfikar Moesa, MS Pembimbing Anggota : Ir. Lucia Cyrilla ENSD, MSi

Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya nilai gizi, membuat masyarakat lebih banyak mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi. Salah satu contohnya adalah susu sapi. Namun, produksi susu sapi perah selalu jauh di bawah permintaan konsumsi nasional. Pada tahun 2005 permintaan susu sapi perah mencapai 1.306.000 ton, sementara produksi nasional hanya 342.000 ton atau 26% dari permintaan susu nasional (Apriantono, 2007).

Salah satu daerah penghasil susu sapi terbesar di Jawa Barat yang membantu dalam pemenuhan kebutuhan permintaan susu nasional adalah Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung yang termasuk wilayah kerja Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU).. Rata-rata peternak di wilayah kerja KPSBU Lembang hanya memiliki ternak sapi perah sebesar 2-3 Satuan Ternak yang dinilai kurang efisien. Informasi mengenai kelayakan usahaternak sapi perah di Lembang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi usaha. Analisis finansial perlu dilakukan di daerah tersebut untuk mengetahui layak atau tidaknya usahaternak sapi perah yang sudah berjalan. Informasi tersebut dapat dijadikan acuan untuk pengembangan usahaternak sapi perah di masa yang akan datang.

Tujuan penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi sistem manajemen pemeliharaan sapi perah di wilayah kerja KPSBU Lembang agar mendatangkan kuntungan maksimal. 2) menganalisis kelayakan usaha peternakan dilihat dari aspek finansial dan aspek sensitivitasnya terhadap perubahan harga input maupun harga output.

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja KPSBU Lembang selama tiga bulan yaitu Juli sampai September 2007. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive).

Metode pengambilan sampel dengan menggunakan metode Simple Random Sampling. Penentuan jumlah sampel dari populasi peternak menggunakan Rumus Slovin(e = 5 persen), dan didapat sebanyak 285 data responden yang dianalisis. Pengolahan data dilakukan dengan metode deskriptif, analisis biaya dan manfaat, dan analisis kelayakan finansial..

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari observasi langsung di lapangan melalui wawancara dengan responden menggunakan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait dengan masalah penelitian seperti KPSBU, Dinas Peternakan, dan Kecamatan Lembang.

(3)

dengan diskon faktor 14 persen layak untuk dikembangkan sebab telah memenuhi kriteria kelayakan usaha (Kadariah, 1999). Nilai NPV yang dihasilkan sebesar Rp 2.253.807.218, IRR sebesar 18,24 %, dan BCR sebesar 1,27.

Batas maksimum kenaikan nilai pakan yang masih dapat menghasilkan keuntungan pada usahaternak sapi perah di wilayah kerja KPSBU Lembang adalah sebesar 4,65 persen. Apabila terjadi kenaikan nilai biaya pakan lebih besar dari 4,65 persen, peternak akan mengalami kerugian (menjadi tidak layak usaha). Penurunan penerimaan tidak diperhitungkan oleh peneliti karena usahaternak di wilayah kerja KPSBU Lembang tidak pernah mengalami penurunan harga jual susu.

(4)

ABSTRACT

Financial Feasibility Analysis of Dairy Cattle Farm At KPSBU Lembang Working Area, Bandung Regency

Sukmapradita, M, Z. Moesa, and L.Cyrilla ENSD

The aims of this research are : 1) to identify the management of dairy cattle at KPSBU Lembang working area which will produce maximum profit. 2) to analyze the financial feasibility of dairy cattle husbandry and its sensitivity. The research was conducted for three months (from July until September 2007) at Lembang, Bandung. This research used cluster random sampling method, and taken 285 respondents to analyze. Data were analyzed by descriptive analysis, income analysis, feasibility and sensitivity analysis. Primary data obtained by observation and direct interview with farmers as respondents. Secondary data obtained from relevant institutions sources which related to the research topic. The results of this research showed that dairy cattle farms at KPSBU Lembang working area were feasible to be developed, according to the NPV which was positive (Rp 2.253.807.218), BCR more than one (1,27), and IRR more than interest rate (18,24 %). The sensitivity analysis showed that dairy cattle farm were not feasible any longer if the increasing of feed higher than 4,65 percents.

(5)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATERNAK SAPI

PERAH DI WILAYAH KERJA KPSBU LEMBANG

KABUPATEN BANDUNG

MIRA SUKMAPRADITA D34104027

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATERNAK SAPI

PERAH DI WILAYAH KERJA KPSBU LEMBANG

KABUPATEN BANDUNG

Oleh

MIRA SUKMAPRADITA

D34104027

Skripsi ini telah disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 24 Maret 2008

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MScAgr NIP. 131 955 531

Pembimbing Utama

Ir. Zulfikar Moesa, MS NIP. 130 516 995

Pembimbing Anggota

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 11 Maret tahun 1986. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Budiarto (Alm) dan Ibu Ratna Komala.

Penulis menyelesaikan Pendidikan Taman Kanak-kanak pada tahun 1993 di TK Assalaam Bandung. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SD Assalaam II Bandung. Pendidikan lanjutan tingkat pertama di SLTPN 13 Bandung diselesaikan pada tahun 2001, dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 22 Bandung.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada pemimpin para nabi dan rasul, Nabi Muhammad SAW.

Penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Kelayakan Finansial Usahaternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang Kabupaten Bandung merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi sistem manajemen pemeliharaan sapi perah di wilayah kerja KPSBU Lembang agar mendatangkan keuntungan maksimal dan menganalisis kelayakan usahaternak dilihat dari aspek finansial dan aspek sensitivitasnya terhadap perubahan harga input maupun harga output.

Skripsi ini diharapkan bisa menjadi suatu bahan pertimbangan untuk pengembangan usahaternak sapi perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang. Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan dan saran dari pembaca untuk perbaikan lebih lanjut. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat baik bagi penulis ataupun semua pihak yang membutuhkan.

Akhir kata, penulis berharap karya kecil ini menjadi salah satu karya terbaik yang bisa penulis persembahkan terutama untuk keluarga tercinta. Amin!

Bogor, Maret 2008

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN………. i

ABSTRACT……….. iii

RIWAYAT HIDUP………...……….…………... vi

KATA PENGANTAR………...………... vii

DAFTAR ISI………. viii

DAFTAR TABEL………. xi

DAFTAR LAMPIRAN………...….. xiii

PENDAHULUAN………. 1

Latar Belakang………. 1

Perumusan Masalah……….……… 3

Tujuan Penelitian………. 4

Kegunaan Penelitian……….. 4

KERANGKA PEMIKIRAN………. 5

TINJAUAN PUSTAKA……….... 7

Usaha Peternakan Sapi Perah………... 7

Pencegahan Penyakit Ternak……… 11

Produksi Susu………... 12

Frekuensi Pemerahan……… 13

Pemasaran Hasil……… 13

Penerimaan dan Biaya………... 14

Analisis Kelayakan Finansial……… 15

Analisis Sensitivitas……….. 16

METODE PENELITIAN………... 17

Lokasi dan Waktu……… 18

Populasi dan Sampel……… 18

Desain Penelitian………. 18

Data dan Instrumentasi………. 19

Analisis Data………. 19

Analisis Deskriptif... 19

Analisis Biaya………... 20

Analisis Penerimaan……….. 20

(10)

Analisis Kelayakan Finansial……… 21

Analisis Sensitivitas……….. 23

Definisi Istilah... 24

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN……… 26

Kecamatan Lembang……….... 26

Keadaan Geografi……… 26

Keadaan Demografi……… 27

Tenaga Kerja……… 28

Potensi Peternakan Sapi Perah………. 30

Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU)………... 31

Jumlah dan Komposisi Sapi Perah………... 33

Jumlah Penerimaan Susu dari Tiap Wilayah………... 34

Organisasi KPSBU………... 35

HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 36

Karakteristik Responden………... 36

Umur………. 36

Pendidikan……… 36

Pengalaman Beternak………... 37

Motivasi Beternak……… 37

Kendala Beternak………... 37

Aspek Teknis………... 38

Bangsa Sapi... 38

Kepemilikan Ternak Sapi Perah……….. 39

Produktivitas Sapi Perah……….. 39

Perkandangan………... 40

Tenaga Kerja yang Digunakan………. 47

Pemasaran Hasil………... 48

Proyeksi Sapi Perah………. 49

Proyeksi Produksi Susu……… 50

Analisis Kelayakan Finansial……… 51

Arus Penerimaan Sapi Perah……… 51

Arus Pengeluaran………. 52

Investasi………... 52

Biaya Operasional……… 53

Biaya Administrasi dan Umum………... 53

Arus Pendapatan……….. 53

Penilaian Kriteria Kelayakan Finansial……… 54

Analisis Sensitivitas………. 56

(11)

UCAPAN TERIMA KASIH……….. 59

DAFTAR PUSTAKA……… 61

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produktivitas Teknis dan Ekonomis Tenaga Kerja pada Usaha

Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Sukaraja... 11 2. Umur Sapi, Pemerahan, dan Persentasi Susu yang

Dihasilkan... 13 3. Hasil Perhitungan Kelayakan Finansial Sapi Perah Pondok

Rangon... 16 4. Hasil Analisa Sensitivitas Perencanaan Pengembangan

Perusahaan Peternakan CV. Cisarua Integrated Farming

Tanpa Pembiayaan dan dengan Pembiayaan... 17 5. Jumlah Penduduk Kecamatan Lembang Tiap Desa Tahun

2006... 27 6. Sumber Mata Pencaharian Penduduk Lembang 2007... 28 7. Tingkat Pendidikan Masyarakat di Kecamatan Lembang 2007.. 28 8. Sebaran Tenaga Kerja di Kecamatan Lembang... 29 9. Penggunaan Lahan di Kecamatan Lembang (dalam Ha)... 30 10. Sebaran Populasi Sapi Perah, Luas Lahan Pakan Ternak, dan

Produksi HMT di Kecamatan Lembang... 31 11. Daerah TPK dan Jumlah Kelompok TPS di KPSBU tahun

2007………. 32

12. Jumlah Anggota Aktif dan Non Aktif KPSBU Lembang

2007………. 33

13. Jumlah dan Komposisi Sapi Perah KPSBU Lembang Tahun

2007………... 34 14. Rataan Produksi Susu Harian Setiap Cooling Unit Selama

Bulan April 2007 di KPSBU Lembang... 35 15. Karakteristik Responden Dilihat dari Umur, Pendidikan

Formal... 36 16. Karakteristik Responden berdasarkan Pengalaman Beternak,

Motivasi, dan Kendala Beternak... 38 17. Perubahan Total Komposisi dan Jumlah Ternak Sapi Perah

Responden di Wilayah Kerja KPSBU Lembang... 39 18. Perbandingan Pemberian Pakan di Wilayah Kerja KPSBU

Lembang... 43 19. Daftar Nama Peralatan dan Perlengkapan yang Digunakan

(13)

20. Penggunaan Tenaga Kerja Usahaternak Sapi Perah di Kecamatan Lembang... 47 21. Total Jumlah HKP per Hari per ST dalam Kegiatan

Usahaternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang.... 48 22. Proyeksi Total Penerimaan Usahaternak Sapi Perah di KPSBU

Lembang Tahun 2008-2018... 52 23. Proyeksi Total Biaya Usahaternak Sapi Perah di KPSBU

Lembang... 53 24. Pendapatan Usahaternak Sapi Perah di KPSBU Lembang

Tahun 2008-2018... 54 25. Hasil Analisa Kelayakan Finansial Usahaternak Sapi Perah di

KPSBU Lembang... 55 26. Perhitungan NPV pada Tingkat Faktor Diskonto 14 Persen dan

20 Persen... 56 27. Hasil Analisis Kelayakan pada Kenaikan Biaya Pakan 4,65

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Koefisien Teknis dan Asumsi Usahaternak Sapi Perah

Anggota KPSBU Lembang... 64 2. Proyeksi Populasi Sapi Perah di KPSBU Lembang... 65 3. Proyeksi Produksi Susu Usahaternak Sapi Perah di KPSBU

Lembang……… 65

4. Proyeksi Biaya Pembelian Peralatan Usahaternak Sapi Perah

di KPSBU Lembang………. 66 5. Proyeksi Biaya Pembelian Perlengkapan Usahaternak Sapi

Perah di KPSBU Lembang……… 66 6. Proyeksi Kelayakan Finansial Usahaternak Sapi Perah di

KPSBU Lembang……….. 67

7. Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Pakan dengan Metode Switching Value (Kenaikan Biaya Pakan Maksimum

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian yang dilakukan untuk menciptakan suatu agribisnis yang kuat di masa mendatang dengan mengarah pada pengembangan peternakan yang maju, efisien, dan mempunyai daya saing global. Dibutuhkan Sumberdaya Manusia yang terampil dan cerdas untuk memasuki daya saing global tersebut. Hal ini salah satunya didukung oleh makanan yang bergizi tinggi khususnya berasal dari protein hewani, misalnya daging, susu, dan telur.

Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya nilai gizi, membuat masyarakat lebih banyak mengkonsumsi pangan yang bergizi tinggi. Salah satu contohnya adalah susu. Produksi susu sapi perah selalu jauh di bawah permintaan konsumsi nasional. Pada tahun 2005 permintaan susu sapi perah mencapai 1.306.000 ton, sementara produksi nasional hanya 342.000 ton atau 26% dari permintaan nasional (Apriantono, 2007). Rendahnya produksi susu dalam negeri, salah satunya diakibatkan terbatasnya bibit unggul sapi perah sehingga menyebabkan produktivitas yang rendah. Produksi susu sapi perah di Pulau Jawa pada tahun 2005 rata-rata hanya mencapai 10,80 l/ekor/hari. Menurut Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KMNRT, 2005), perkembangan populasi sapi perah di Indonesia pada tahun 1998-2001 mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan sebesar 2,5 % per tahun. Namun hal tersebut tidak sebanding dengan populasi penduduknya. Populasi penduduk Indonesia tahun 2001 sebesar 214,84 juta jiwa dengan populasi sapi perah hanya 360.000 ekor dan produksi susu sebesar 505.000 ton. Kondisi tersebut sangat berbeda sekali jika dibandingkan dengan negara Jepang, penduduknya berjumlah 120 juta jiwa, populasi sapi perah sebesar 1,5 juta ekor dan produksi susu 8,2 juta ton.

(16)

Pengembangan sapi perah salah satunya dilakukan dengan meningkatkan populasi sapi perah. Rataan kepemilikan sapi perah per peternakan 2-3 ekor dan produksi susu/ekor sapi perah baru mencapai 10 liter/hari. Masa laktasi seekor sapi rata-rata 10 bulan (305 hari) dan masa kering kandang selama 2 bulan, secara normal seekor sapi mampu beranak satu kali setiap tahun. Kelayakan usaha setiap peternak dapat dicapai apabila peternak memiliki 7-10 ekor induk, tetapi jumlah tersebut sulit dicapai disebabkan Hijauan Makanan Ternak (HMT) yang mahal akibat biaya transportasi yang tinggi, sehingga peternakan tidak efisien. Demi terwujudnya hal tersebut peternak membutuhkan tambahan modal baik dari modal sendiri, pemerintah maupun swasta. Menurut Soeharto (1995), keputusan untuk melakukan investasi yang menyangkut sejumlah besar dana dengan harapan mendapatkan keuntungan bertahun-tahun dalam jangka panjang. Oleh karena itu sebelum diambil keputusan jadi tidaknya suatu investasi, salah satu syarat terpenting adalah mengkaji aspek finansialnya dan ekonominya. Analisis finansial digunakan untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang didapat dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.

(17)

Perumusan Masalah

Usaha pengembangan sapi perah di Lembang dilakukan karena sampai saat ini Lembang merupakan daerah penghasil susu di Jawa Barat, dan memiliki sumber daya alam seperti iklim, pakan, transportasi yang mendukung pelaksanaan usaha di daerah tersebut. Pertumbuhan penduduk dan kesadaran akan pentingnya gizi mengakibatkan negara harus mampu memenuhi permintaan konsumsi susu. Kondisi ini merupakan peluang pasar yang harus dimanfaatkan oleh para peternak untuk mengembangkan skala usahanya sehingga mendapatkan keuntungan yang maksimal. Manajemen pemeliharaan di Lembang masih tradisional, khususnya pada penyediaan HMT dan manajemen pemeliharaan sapi. Unit usahaternak sapi perah rakyat dengan ketersediaan HMT sangat terbatas, maka upaya meningkatkan skala usaha menjadi tidak bermanfaat karena terbatas oleh kemampuan memenuhi kebutuhan hijauan yang kurang. Hal ini berdampak pada produksi sapi perah yang kurang baik.

Tahun 2007 total peternak yang berada di KPSBU Lembang adalah sebesar 5.970 peternak dengan populasi sapi sebesar 12.359,25 Satuan Ternak, dari data tersebut dapat diketahui setiap peternak rata-rata hanya memiliki 2-3 ekor sapi dewasa yang dinilai masih rendah, untuk meningkatkan pendapatan, peternak selayaknya memiliki 7-10 ekor sapi dewasa. Penambahan populasi ini membutuhkan perencanaan yang matang agar tidak mengalami kerugian. Selain itu perencanaan juga dilihat dari aspek lahan dan ketersediaan HMT di daerah tersebut. Oleh karena itu analisis kelayakan usaha dibutuhkan agar pengembangan peternakan terencana dengan baik dan dapat mencapai target yang diinginkan. Analisis yang dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha adalah aspek teknis dan aspek finansial.

Berdasarkan uraian tersebut, maka masalah yang dapat dirumuskan untuk penelitian ini adalah :

1. Bagaimana sistem manajemen pemeliharaan yang digunakan di wilayah kerja KPSBU Lembang agar mendatangkan keuntungan yang maksimal untuk peternak?

(18)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi sistem manajemen pemeliharaan sapi perah di wilayah kerja KPSBU Lembang agar mendatangkan kuntungan maksimal.

2. Menganalisis kelayakan usaha peternakan dilihat dari aspek finansial dan aspek sensitivitasnya terhadap perubahan harga input maupun harga output.

Kegunaan

Kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi kepada peternak dalam melakukan pertimbangan usaha agar peternak mencapai tujuan usaha yaitu memperoleh keuntungan yang maksimal.

2. Memberikan informasi kepada pemerintah daerah atau pemerintah pusat dalam menentukan arah dan kebijakan peternakan.

(19)

KERANGKA PEMIKIRAN

Usaha peternak sapi perah di KPSBU Lembang merupakan salah satu usaha peternakan yang perlu diperhatikan karena memiliki potensi yang baik dalam pengembangan sapi perah guna meningkatkan produksi susu dalam negeri. Sebelum dilakukan pengembangan baiknya dilakukan terlebih dahulu pengkajian dari segi finansial dan segi teknis.

Pengkajian dari segi teknis meliputi lokasi peternakan, perkandangan, bibit, pakan, produktivitas sapi perah, penyakit ternak sapi perah, tenaga kerja, dan pemasaran hasil. Semua aspek teknis tersebut dikaji untuk mengetahui manajemen pemeliharaan sapi perah di daerah Lembang agar dapat mendatangkan keuntungan maksimal.

Aspek finansial yang dianalisis meliputi analisis biaya, penerimaan, dan pendapatan. Analisis biaya dan penerimaan untuk mengetahui besarnya total biaya dan total penerimaan yang diperoleh peternak sehingga dapat diketahui besarnya keuntungan yang didapat.

Analisis teknis dan analisis finansial dapat digabungkan untuk mengetahui kelayakan usaha yang dilakukan meliputi penghitungan Net Present Value (NPV) untuk mengetahui nilai bersih Present Value manfaat dibandingkan dengan Present Value biaya yang dikeluarkan, Benefit Cost Ratio (BCR) untuk mengetahui besarnya manfaat bersih yang diterima suatu proyek untuk setiap satu rupiah yang dikeluarkan, Internal Rate and Return (IRR) untuk mengetahui tingkat keuntungan tahunan bagi pihak yang melakukan investasi, yang terakhir adalah analisis sensitivitas untuk melihat kejadian yang akan terjadi dengan hasil analisa proyek jika ada sesuatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit (Kadariah, 1999).

(20)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Usaha Peternak Rakyat Sapi Perah

Di Wilayah Kerja KPSBU Lembang

Aspek Finansial

• Biaya

• Penerimaan

• Pendapatan

Aspek Teknis

• Lokasi

• Kandang

• Produktivitas sapi perah

• Pakan

• Penyakit ternak

• Tenaga kerja

• Pemasaran hasil

Kesimpulan Layak/ Tidak layak

Analisis Kelayakan Finansial Kriteria :

• NPV

• IRR

• BCR

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Usaha Peternakan Sapi Perah

Besarnya usaha peternakan sapi perah tergantung pada luas lahan yang tersedia dan daerah dimana peternakan tersebut didirikan. Pendapatan suatu usaha peternakan akan berubah dengan reorganisasi usaha peternakan tersebut dengan maksud untuk meningkatkan pendapatan peternak. Fakor-faktor produksi yang dapat diatur untuk reorganisasi usaha peternakan sapi perah ialah : 1). Jumlah sapi yang diperah, 2). Luas lahan yang ditanami hijauan pakan ternak, 3). Kandang, 4). Peralatan, dan 5). Tenaga kerja (Sudono, 2002). Dibandingkan dengan usaha peternakan hewan lainnya, beberapa keuntungan usaha peternakan sapi perah adalah peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori, memiliki jaminan pendapatan yang tetap, tenaga kerja yang tetap, pakan yang relatif mudah dan murah, kesuburan tanah dapat dipertahankan, menghasilkan pedet yang bisa dijual jika jantan atau menghasilkan susu jika betina (Sudono et al., 2003)

Bangsa/Rumpun Sapi. Telah umum diketahui bahwa tiap-tiap bangsa sapi mempunyai sifat-sifat sendiri dalam menghasilkan susu yang berbeda dalam jumlah yang dihasilkan, kadar lemak susu dan warna susu. Dilihat dari sudut jumlah susu yang dihasilkan, bangsa sapi Fries Holland (FH) adalah yang tertinggi dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi perah lainnya baik di daerah sub-tropis maupun di daerah tropis (Sudono,1999).

Menurut Sudono (1999), Sapi FH di Amerika Serikat disebut Holstein Friesian atau disingkat Holstein, sedangkan di Europa disebut Friesian. Bobot badan sapi betina dewasa yang ideal adalah 682 kg, sedangkan yang jantan dewasa bobotnya 1.000 kg. Sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi, dibandingkan bangsa-bangsa sapi perah lainnya, dengan kadar lemak susu yang rendah. Produksi susu rata-rata di Amerika Serikat 7.245 kg/laktasi dan kadar lemak 3,65 %, sedangkan di Indonesia produksi susu rata-rata per hari 10 liter/ekor.

(22)

(17%) dan lebih dari tujuh ekor (3%). Hal itu menujukkan bahwa produksi susu nasional sekitar 64 persen disumbangkan oleh usahaternak sapi perah skala kecil, sisanya 28 persen dan 8 persen diproduksi oleh usahaternak sapi perah skala menengah dan usahaternak sapi perah skala besar (Swastika et al., 2005).

Effendi (2002), dalam penelitiannya mengatakan bahwa secara umum peternak di Kecamatan Cisarua memiliki sapi perah sekitar 7,57 Satuan Ternak(ST)/peternak. Pemilikan sapi terbanyak terdapat di kelompok Baru Sireum, yaitu 11,39 ST/peternak, sedangkan pemilikan sapi perah terkecil berada pada kelompok Tirta Kencana, yaitu 4,66 ST/peternak.

Bibit. Bibit sapi perah yang dipelihara sangat menentukan keberhasilan usaha sapi perah. Pemeliharaan bibit hendaknya dipersiapkan dengan memperhatikan genetik atau keturunan, bentuk ambing, eksterior atau penampilan, dan umur bibit. Umur bibit sapi perah betina yang ideal adalah 1,5 tahun dengan bobot badan sekitar 300 kg. Sementara itu umur pejantan 2 tahun dengan bobot badan sekitar 350 kg (Sudono et al., 2003)

Menurut penelitian Suherni (2006), upaya peningkatan produksi susu selain ditentukan oleh pakan yang diberikan, juga ditentukan oleh kondisi bibit yang tersedia. Umumnya sapi perah yang dipelihara di Kelurahan Kebon Pedes yaitu sapi perah peranakan FH. Peternak dapat bibit dari sesama peternak/pasar ternak di wilayah Bogor maupun daerah Jakarta. Peternak melakukan Inseminasi Buatan (IB) dalam rangka perbaikan dan perbanyakan bibit. Angka yang menunjukkan keberhasilan IB tersebut sudah memadai dengan rata-rata Service per Conception (S/C) = 1,81 yang artinya betina dewasa sudah dapat beruntung dengan 2 kali IB.

Hariyaman (2002) dalam penelitiannya mengatakan bahwa salah satu upaya dalam memperbaiki mutu genetik ternak, disarankan agar pejantan yang dipakai dalam program IB memiliki nilai genetik yang benar-benar teruji. Pejantan yang diuji memiliki keturunan anak betina yang banyak dan tersebar pada beberapa peternakan untuk meningkatkan keakuratan dalam penelitian.

(23)

kebutuhan dan kesehatan sapi perah. Jika dilihat dari peruntukannya, kandang sapi perah dapat dibagi menjadi 5 jenis kandang, yakni kandang pedet (0-4 bulan), kandang sapi lepas sapih (4-8 bulan), kandang sapi dara (8 bulan-2 tahun), kandang sapi dewasa (lebih dari 2 tahun dan masa laktasi), dan kandang sapi yang akan beranak (Sudono et al., 2003).

Menurut Agustina (2007), kandang merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam peternakan sapi perah, hal ini menyangkut pada pengawasan dan kesehatan ternak. Peternakan CV Cisarua Integrated Farming (CIF) membedakan konstruksi kandang menurut kegunaan dan tingkatan umur sapi yang dipelihara. Sistem kandang yang digunakan adalah sistem kandang ganda Tie Stall yang terdiri atas 6 unit kandang sapi dewasa dan 1 unit kandang sapi dara. Kandang pedet dibuat secara terpisah yaitu sistem Free Stall (kandang bebas) dengan menggunakan alas dari serbuk gergaji atau sekam.

Berbeda dengan penelitian Rofik (2005), semua peternak di Pondok Rangon karena terbatasnya lahan yang tersedia membangun kandang berdekatan dengan rumah. Sistem pekandangan yang digunakan adalah Head To Head untuk memudahkan pemberian pakan. Kandang yang digunakan untuk sapi perah oleh peternak berbentuk kandang permanen yang beratap genteng/asbes dan berlantai semen. Setiap ternak memiliki tempat makan dan minum sendiri-sendiri.

Tipe lahan dimana peternakan akan didirikan merupakan hal yang penting dan harus diselidiki tingkat kesuburannya. Pada dasarnya lahan yang baik dapat ditingkatkan kesuburannya, tetapi lahan yang kurus tidak dapat atau sulit ditingkatkan kesuburannya. Disamping itu tipologi iklim (curah hujan dan temperatur) perlu diperhatikan. Hal penting yang tidak dapat diabaikan adalah tersedianya air bersih dalam jumlah yang banyak, karena peternakan sapi perah selalu membutuhkan air untuk minum, pembersihan kandang dan kamar susu. Setiap liter susu yang dihasilkan sapi membutuhkan air minum sebanyak 3,5-4 liter (Sudono, 1999).

(24)

lahan di Kelurahan Kebon Pedes sebagian besar (63 %) sudah digunakan untuk pemukiman. Sehingga ketersediaan lahan untuk kandang sangat terbatas sekali.

Perkawinan. Pengaturan perkawinan merupakan faktor yang sangat penting dalam tata laksana pemeliharaan sapi perah, juga merupakan salah satu faktor untuk mengetahui apakah betina induk dapat beranak setiap tahun. Jumlah sapi yang bunting sebaiknya tidak kurang dari 60 persen dari jumlah sapi dewasa, agar produksi susu dapat dipertahankan sepanjang waktu. Perkawinan sapi perah dapat dilakukan dengan dua cara, yakni kawin alam dan kawin suntik (Inseminasi Buatan (IB)) (Sudono et al., 2003).

Menurut penelitian Khoiriyah (2002), secara umum pengelolaan reproduksi di Koperasi Unit Desa (KUD) Jatinom, Klaten Jawa Tengah sudah cukup baik. Seleksi dilakukan untuk memperoleh produksi susu dan pedet yang baik. Perkawinan ternak 91,18 persen dengan IB. Rata-rata umur sapi beranak pertama adalah 2,6 tahun, jarak beranak (Calving Interval) 13,6 bulan, dan service per conception 2.

Pakan. Salah satu faktor yang menentukan berhasilnya peternakan sapi perah yaitu pemberian pakan. Sapi perah yang produksinya tinggi, bila tidak mendapat pakan yang cukup baik kuantitas maupun kualitasnya tidak akan menghasilkan susu yang sesuai dengan kemampuannya. Cara pemberian pakan yang salah dapat mengakibatkan penurunan produksi, gangguan kesehatan bahkan dapat juga menyebabkan kematian (Sudono, 1999). Secara umum, pakan sapi perah adalah rumput dan konsentrat sebagai pakan penguat. Pemberian pakan harus sesuai dengan bobot badan sapi, kadar lemak susu, dan produksi susunya, terutama bagi sapi-sapi yang telah bereproduksi (Sudono et al., 2003). Menurut Sutardi (1981), untuk memperoleh ransum yang murah dengan koefisien cerna yang tinggi digunakan pakan hijauan sebanyak-banyaknya 50% dari bahan kering dan sisanya 50% berasal dari konsentrat.

(25)

konsentrat lebih besar dari 50 persen jumlah produksi susu. Selain itu kebiasaan peternak yang tidak pernah memperhitungkan secara tepat kebutuhan pakan untuk ternaknya. Berdasarkan penelitian Hidayat (2001) di Kecamatan Cipogo Kabupaten Boyolali menunjukkan bahwa rata-rata pakan hijauan yang diberikan peternak adalah 62 Kg per hari atau 2,71 Kg/ST/hari, ampas tahu sebesar 1 Kg/peternak/hari atau 0,3 Kg/ ST/hari.

Tenaga Kerja. Penggunaan ketenagakerjaan di bidang pertanian dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya berapa tenaga kerja yang dibutuhkan dan juga menentukan macam tenaga kerja yang bagaimana yang diperlukan (Soekartawi, 2002). Usaha peternakan sapi perah modern harus mempunyai tenaga kerja yang terampil dan berpengalaman, karena itu diperlukan fasilitas perumahan untuk dapat menarik tenaga tersebut dan bekerja dengan baik di perusahaan peternakan (Sudono, 1999).

Menurut penelitian Ratna (2000), rata-rata produktivitas teknis tenaga kerja di Kecamatan Sukaraja sebesar 4,31 ST/HKP, artinya setiap satu HKP tenaga kerja mampu menangani 4,31 ST/Hari. Perbandingan produktivitas teknis antara tenaga kerja keluarga dan luar keluarga yaitu 4,32 ST/HKP : 4,29 ST/HKP. Rata-rata produktivitas teknis dan ekonomis tenaga kerja pada usahaternak sapi perah di Kecamatan Sukarajadisajikan pada Tabel 1.

Rataan produktivitas ekonomis tenaga kerja Rp 9.441,46/HKP berarti sumbangan tenaga kerja pada usaha ternak sapi perah sebesar Rp 9.441,46 setiap harinya. Tingkat produktivitas ekonomis tenaga kerja ini lebih tinggi nilainya dari UMR Sukabumi tahun 1999.

Tabel 1. Produktivitas Teknis dan Ekonomis Tenaga Kerja pada Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Sukaraja

Tenaga Kerja Produktivitas

Keluarga Luar Keluarga Rata-rata

Teknis (ST/HKP) 4,32 4,29 4,31

Ekonomis (Rp/HKP) 8.510,60 10.372,32 9.441,46

Sumber : Ratna (2000)

(26)

terjangkiti penyakit menular, misalnya Tuberkulosis (TBC), Brucellosis, Penyakit Mulut dan Kuku, Radang Limpa dan lain-lain. Di daerah-daerah dimana sering terjadi penyakit-penyakit, hendaklah dilakukan vaksinasi secara teratur terhadap penyakit (Sudono, 1999). Pemeliharaan yang tidak baik bisa menyebabkan kematian anak sapi, terutama yang baru berumur 2-3 minggu. Beberapa peternakan yang baik manajemennya dapat menekan kematian anak sapi sampai serendah-rendahnya satu persen, sedangkan peternakan yang tidak baik, angka kematiannya bisa mencapai 20-25 persen (Sudono et al., 2003).

Beberapa penyakit tidak menyebabkan kematian pada anak sapi. Namun, anak sapi yang lemah dan kurus sangat peka terhadap penyakit dan mudah terserang penyakit lainnya. Umumnya penyakit-penyakit pada anak sapi disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau karena tata laksana pemberian pakan yang buruk (Sudono et al., 2003).

Menurut penelitian Agustina (2007), pencegahan penyakit yang dilakukan CV CIF adalah dengan memandikan sapi 3 x 1 hari dan membersihkan kandang sapi agar tetap bersih dan terhindar dari bakteri. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan kesehatan ternak sapi perah di peternakan CIF setiap hari. Supervisor dalam menangani kesehatan ternak merangkap sebagai pengawas kandang. Sapi yang sakit ditangani dengan cepat, tetapi jika tidak dapat ditangani, sapi tersebut dijual dengan persetujuan manajer dan direktur. Penyakit yang banyak menyerang CV CIF adalah diare dan mastitis. Beberapa feed aditif yang tersedia adalah vitamin, antibiotik, dan hormon.

Produksi Susu. Menurut Sudono (1999), bahwa sapi yang telah dikawinkan dan bunting akan menghasilkan susu yang lebih sedikit daripada sapi setelah melahirkan sampai dia dikawinkan kembali. Pada masa produksi, peternak harus melakukan manajemen secara optimal, sehingga hasil yang diperoleh optimal pula.

(27)

produksi susu kembali meningkat, disebabkan pada populasi yang diamati terdapat dua ekor sapi yang berusia 6 tahun dan 1 ekor berusia 5 tahun.

Sapi-sapi yang beranak pada umur yang lebih tua (3 tahun) akan menghasilkan susu yang lebih banyak daripada sapi-sapi yang beranak pada umur muda (2 tahun). Produksi susu akan terus meningkat dengan bertambahnya umur sapi sampai sapi itu berumur 7 tahun atau 8 tahun, yang kemudian setelah umur tersebut produksi susu akan menurun sedikit demi sedikit sampai sapi berumur 11-12 tahun. Hal ini disebabkan kondisi telah menurun sehingga aktivitas kelenjar ambing sudah berkurang dan senilitas (Sudono, 2002). Menurut Sudono (1999), meningkatnya hasil susu tiap laktasi dari umur 2 sampai 7 tahun disebabkan bertambahnya besar sapi karena pertumbuhan dan jumlah tenunan dalam ambing juga bertambah.

Menurut penelitian Kadarini (2005), puncak produksi susu sapi perah peternak di KUD Cipanas terjadi pada umur 7 tahun. Pada saat sapi berumur 3,5 tahun terjadi kenaikan produksi susu. Peternak di KUD Cipanas cenderung untuk memelihara sapi yang produksinya masih tinggi, meskipun umurnya sudah tua.

Frekuensi Pemerahan. Menurut Sudono (2002), pengaturan jadwal pemerahan yang baik memberi kesempatan bagi pembentukan air susu di dalam ambing secara berkesinambungan, tidak ada saat berhenti untuk mensintesa air susu, sehingga produksinya menjadi maksimal. Bila sapi diperah dua kali sehari dengan selang waktu yang sama antara pemerahan itu, maka sedikit sekali terjadi perubahan kualitas susu. Bila sapi diperah 4 kali sehari, kadar lemak akan tinggi pada besok paginya pada pemerahan yang pertama. Makin sering sapi itu diperah, produksi susu akan naik seperti yang ditunjukkan oleh penelitian dari Sudono (2002) :

Tabel 2. Umur Sapi, Pemerahan, dan Persentase Susu yang Dihasilkan

Umur sapi Pemerahan 3 kali/hari Pemerahan 4 kali/hari

2 tahun + 20 % + 35 %

3 tahun + 17 % + 30 %

4 tahun + 15 % + 26 %

Sumber : Sudono, 2002

(28)

karena susu mudah busuk, sehingga peternak akan mendapatkan keuntungan yang baik dari penjualan susu. Peternak harus dapat menyalurkan susu ke penjual (dealer) di kota, atau secara teratur membayar pada tingkat harga yang tinggi dan mempunyai reputasi menjual hasil yang berkualitas tinggi (Sudono, 1999).

Menurut penelitian Suherni (2006), harga jual produk output merupakan imbalan/ balas jasa dari penggunaan faktor-faktor produksi. Harga jual susu yang berkisar antara Rp 2.000 - Rp 4.000/ liter di Kebon Pedes merupakan suatu peluang besar bagi pengembangan usahaternak sapi perah di daerah tesebut. Tingginya harga jual susu dikarenakan penjualan susu dilakukan melalui loper dan konsumen langsung.

Penerimaan dan Biaya

Kadarsan (1995), penerimaan adalah semua hasil agribisnis yang dipakai untuk konsumsi keluarga pun harus dihitung dan dimasukkan sebagai penerimaan perusahaan, walaupun akhirnya dipakai pemilik perusahaan secara pribadi. Tujuan pencatatan penerimaan adalah untuk memperlihatkan sejelas mungkin seberapa besar penerimaan kotor dari penjualan hasil operasional dan penerimaan lainnya.

Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan, yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan, dan dapat diukur untuk menghasilkan sesuatu produk. Biaya bagi perusahan adalah nilai faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan output (Boediono, 2002). Ada dua macam biaya dalam usaha tani, yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja luar keluarga, biaya untuk pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan, dan bawon panen. Biaya ini dalam usaha peternakan meliputi biaya pengembalaan, biaya pembelian pakan, biaya pembersihan kandang, dan jenis upah kegiatan lainnya (Daniel, 2004)

(29)

(1990) biaya total produksi adalah biaya tetap total ditambah biaya variabel total. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (Net Farm Income).

Menurut penelitian Khoiriyah (2002), biaya tetap pada Koperasi Unit Desa Jatinom Klaten, Jawa Tengah meliputi biaya pembuatan dan perawatan kandang, pembelian milk can dan peralatan serta biaya listrik. Sedangkan biaya tidak tetap meliputi biaya pembelian sapi, pakan, obat-obatan, perkawinan, pemeliharaan pedet dan biaya air. Penerimaan yang didapat oleh KUD Jatinom berasal dari penjualan susu, penjualan pedet, Salvage value sapi afkir, penjualan pupuk kandang dan karung bekas pakan.

Analisis Kelayakan Finansial

Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil. Proyek investasi umumnya memerlukan dana yang cukup besar dan mempengaruhi perusahaan dalam jangka panjang, karenanya diperlukan studi agar jangan sampai setelah menginvestasikan dana yang sangat besar, ternyata proyek tersebut tidak menguntungkan (Husnan, dan Suwarsono, 2000). Analisis kelayakan usaha yang dimaksud untuk mengetahui kelayakan investasi yang telah kita tanamkan dengan membandingkan biaya dan manfaat yang akan diperoleh. Kriteria analisis kelayakan yang digunakan yaitu Net Present Value (NPV), Benefit-Cost Ratio (BCR), Internal Rate Of Return (IRR), dan Analisis Sensitivitas (Husnan dan Suwarsono, 2000) .

(30)

penerimaan sebesar Rp 0,52,00 dari setiap pengeluaran Rp 1,00. Semua nilai tersebut menunjukkan bahwa perbandingan penerimaan yang diterima peternak lebih besar dari biaya yang dikeluarkannya. Nilai IRR pada kelompok I sebesar 23,32%, pada kelompok II sebesar 36,07%, dan pada kelompok III sebesar 29,88% artinya investasi yang ditanamkan layak dan menguntungkan karena tingkat pengembalian internalnya lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku. Secara keseluruhan berdasarkan nilai-nilai pada kriteria investasi tersebut secara finansial usaha ternak Sapi Perah Pondok Rangon layak untuk dikembangkan.

Tabel 3. Hasil Perhitungan Kelayakan Finansial Sapi Perah Pondok Rangon

Uraian Kriteria Investasi

NPV (Rp) BCR IRR (%)

Kel. I 74.420.770 1,35 23,32

Kel. II 152.071.340 1,43 36,07

Kel. III 311.022.350 1,52 29,88

Sumber : Rofik (2005)

Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk meneliti kembali suatu analisis proyek. Analisis ini dapat melihat pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah. Oleh karena itu disimulasikan dengan penurunan harga jual maupun peningkatan biaya produksi. Analisis sensitivitas digunakan untuk mengetahui sampai titik berapa peningkatan maupun penurunan suatu komponen yang dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak layak ataupun sebaliknya (Kadarsan, 1995).

Menurut Kadariah (1999), analisis sensitivitas dikerjakan dengan merubah suatu unsur atau dengan mengkombinasikan beberapa unsur, kemudian menentukan pengaruh dari analisis yang dilakukan pada hasil analisis finansial. Tujuan analisis sensitivitas adalah untuk melihat perubahan yang akan terjadi pada hasil analisis, jika terjadi perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan manfaat.

(31)

artinya setiap penambahan pengeluaran Rp1,00 maka akan mengahasilkan manfaat sebesar Rp 0,10. IRR sebesar 14,36% artinya pada tingkat suku bunga tersebut NPV perusahaan akan 0 atau BCR=1. PbP sebesar 15,74 artinya dengan investasi sebesar Rp. 2.038.961,52 akan kembali selama 15,74 tahun.

Tabel 4. Hasil Analisa Sensitivitas Perencanaan Pengembangan Perusahaan Peternakan CV. Cisarua Integrated Farming Tanpa Pembiayaan dan dengan Pembiayaan

Peningkatan Harga Pakan 5%

i = 12 % i = 16 %

NPV(Rp) 120.155.660,70 -9.102.885,00

BCR 1,10 0,99

IRR (%) 14,36 15,68

PbP 15,74 22,5

Sumber : Agustina (2007)

Hasil analisa sensitivitas dengan pembiayaan dengan bunga 16%, peningkatan harga pakan 5%, secara finansial tidak layak untuk dikembangkan karena NPV sebesar -Rp. 9.102.885,00. Nilai BCR sebesar Rp. 1,00 artinya setiap penambahan pengeluaran Rp1,00 maka tidak akan menghasilkan manfaat, malah merugi sebesar Rp 0,01. IRR sebesar 15,68% artinya berada di bawah tingkat suku bunga yang digunakan. PbP sebesar 22,5 artinya dengan investasi sebesar Rp. 2.038.961,52 akan kembali selama 22,50 tahun.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa hasil uji analisis sensitivitas proyek terhadap perubahan harga pakan sebesar 5 persen menunjukkan bahwa proyek masih layak untuk dilaksanakan hanya pada tingkat suku bunga 12 persen tanpa pembiayaan, sedangkan hasil analisis sensitivitas yang terjadi pada tingkat suku bunga kredit 16 persen dengan adanya perubahan harga pakan 5 persen perusahaan mengalami kerugian sehingga perusahaan harus mengantisipasi jika terjadi peningkatan harga pakan.

(32)

MEODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) yang terletak di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive) dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan salah satu wilayah penyumbang susu sapi perah terbesar di Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan mulai Bulan Juli sampai September 2007.

Populasi dan Sampel

Populasinya adalah seluruh peternak sapi perah yang aktif dan non aktif sebagai anggota Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) yang berada di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung berjumlah 5970 peternak.

Metode pengambilan sampel dengan menggunakan metode Simple Random Sampling. Penentuan jumlah sampel dari populasi peternak menggunakan Rumus Slovin :

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir ( 5 %)

Jumlah sampel yang dianalisis sebanyak 285 responden.

Desain Penelitian

(33)

menentukan kelayakan usahaternak sapi perah rakyat secara finansial, yang dianalisis dengan menggunakan beberapa parameter kelayakan investasi.

Metode survei dalam penelitian ini digunakan untuk mengenal masalah-masalah penelitian dengan cara mencari pembenaran terhadap keadaan dan praktek-praktek usahaternak sapi perah rakyat yang dijalankan di lokasi penelitian, dengan mengacu pada penelitian-penelitian serupa yang telah dilakukan.

Data dan Instrumentasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari observasi langsung di lapangan dan melalui wawancara dengan responden menggunakan kuesioner. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber seperti laporan-laporan Dinas Peternakan Kabupaten Bandung, Kecamatan Lembang, Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU), dan instansi lain yang terkait, serta literatur yang relevan dengan penelitian ini.

Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah secara kualitatif dan kuantitatif, dan disajikan dalam bentuk uraian dan tabulasi angka dengan menggunakan bantuan aplikasi komputer dan hasilnya dijelaskan dengan menggambarkan kondisi aktual peternakan dalam aspek teknis produksi dan aspek finansial. Pengolahan data dilakukan dengan metode deskriptif, analisis biaya dan manfaat, dan analisis kelayakan finansial.

Analisis Deskriptif

(34)

Analisis Biaya

Analisis ini digunakan untuk mengetahui komponen dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap peternak untuk kelangsungan proses produksi dan menghasilkan susu sapi, rumus yang digunakan menurut Soekartawi (1986) sebagai berikut :

TC = TFC + TVC

Keterangan : TC = Total Biaya TFC = Total Biaya Tetap TVC = Total Biaya Variabel

Analisis Penerimaan

Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan outputnya, rumus yang digunakan menurut Soekartawi (1986) adalah :

TR = (Q x H) + P

Keterangan : TR = Penerimaan total

Q = Jumlah Output yang dijual H = Harga jual Output / unit. P = Penerimaan Tidak Tunai

Analisis Pendapatan/ Keuntungan

Analisis ini digunakan untuk mengetahui pendapatan/kuntungan yang diperoleh Peternak anggota KPSBU, rumus yang digunakan menurut Soekartawi (1986) adalah: π = TR – TC

Keterangan : π = Keuntungan

TR = Total penerimaan TC = Total Biaya

Analisis Kelayakan Finansial

(35)

kelayakan investasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi metode Net Present Value (NPV), metode Internal Rate of Return (IRR), dan metode Benefit Cost Ratio (BCR).

1. Net Present Value (NPV)

Metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal cash flow) dimasa yang akan datang. Apabila NPV positif, maka proyek dikatakan menguntungkan sehingga diterima, sedangkan jika NPV negatif, maka proyek ditolak karena dinilai tidak menguntungkan ( Husnan dan Suwarsono, 2000).

Rumus dari NPV menurut Kadariah (1999) adalah :

t

Dari hasil perhitungan NPV terdapat 3 kriteria kelayakan investasi yaitu : a. NPV > 0, maka proyek layak untuk dilaksanakan, proyek tersebut

mengembalikan lebih besar dari Social Oportunity Cost of Capital b. NPV < 0, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan, ada pengguna

lain yang lebih menguntungkan untuk sumber-sumber yang digunakan proyek.

(36)

2. Internal Rate of Return (IRR)

Nilai Discount Rate(i) yang membuat NPV dari suatu proyek sama dengan nol. Menurut Kadariah (1999), IRR dapat juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam suatu proyek, asal setiap benefit bersih yang diwujudkan (yaitu setiap Bt – Ct bersifat positif) secara otomatis ditanam kembali dalam tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan i yang sama yang diberi bunga selama sisa umur proyek.

Rumus IRR menurut Kadariah (1999) adalah :

)

i1 = Tingkat diskon faktor yang menghasilkan NPV positif (%)

i2 = Tingkat diskon faktor yang menghasilkan NPV negatif (%)

NPV1 = NPV Positif (Rp)

NPV2 = NPV Negatif (Rp)

Jika IRR daripada suatu proyek sama dengan nilai i yang berlaku sebagai Social Discount Rate, maka NPV dari proyek itu adalah sebesar 0. Jika IRR < Social Discount Rate, maka NPV < 0. Oleh karena itu jika suatu nilai IRR yang lebih besar atau sama dengan Social Discount Rate menyatakan tanda bahwa proyek layak untuk dilaksanakan, sedangkan IRR kurang dari Social Discount Rate menunjukkan bahwa proyek tidak layak untuk dilaksanakan.

3. Benefit-Cost Ratio (BCR)

(37)

bersifat negatif yaitu biaya kotor lebih besar daripada benefit kotor (Kadariah, 1999).

Perhitungan BCR menurut Kadariah (1999) adalah :

0

Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rp) i = Discount Rate (%)

t = Umur ekonomis (tahun)

Dalam metode BCR terdapat 3 kriteria penting, yaitu : a. Net BCR > 1, usaha yang dilakukan menguntungkan b. Net BCR =1, usaha yang dilakukan impas

c. Net BCR <1, usaha yang dilakukan rugi.

4. Analisis Sensitivitas

(38)

Definisi Istilah

Usaha peternakan sapi perah adalah usaha mengembangbiakan sapi perah yang dilakukan oleh seorang peternak atau suatu keluarga tani atau badan-badan tertentu untuk dimanfaatkan hasil susunya.

Kelayakan Finansial adalah pengkajian manfaat dan biaya-biaya suatu usaha dan menyederhanakannya sehingga dapat menilai layak/ tidak usahaternak tersebut untuk dijalankan dan dikembangkan.

Biaya Produksi adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi susu sapi perah, terdiri dari biaya investasi, biaya operasional, dan biaya administrasi dan umum.

Biaya Investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada awal pengembangan untuk memulai suatu usaha, besarnya disesuaikan dengan jumlah Satuan Ternak setiap tahun, terdiri dari biaya pembuatan kandang, biaya pembelian peralatan, biaya pembuatan sumber mata air (dalam Rp/tahun).

Biaya Operasional adalah biaya yang langsung berhubungan di dalam operasi produksi. Terdiri dari biaya pakan, biaya tenaga kerja, biaya air, biaya transportasi, biaya perawatan kandang, biaya pembelian perlengkapan, Vaseline dan minyak tanah (dalam Rp/Tahun).

Biaya Pakan adalah biaya yang dikeluarkan oleh peternak untuk pembelian pakan yang dihitung dari jumlah pakan yang dibutuhkan dikali harga yang berlaku pada saat penelitian dikurangi dengan biaya mencari hijauan dan mencacah rumput.

Biaya Tenaga Kerja adalah biaya yang dikeluarkan oleh peternak kepada pekerja, kegiatannya terdiri dari pemberian hijauan, pemberian konsentrat, pemberian minum, membersihkan kandang, memandikan sapi, pemerahan, mengangkut susu, mencari hijauan, dan mencacah rumput.

Biaya Administrasi dan Umum adalah biaya yang tidak langsung berhubungan dengan operasi produksi. Terdiri dari biaya listrik, biaya telepon, dan PBB (dalam Rp/tahun).

(39)

Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan biaya.

Pedet adalah anak sapi yang baru lahir sehingga mencapai umur delapan bulan.

Calving Interval adalah jarak antara kelahiran pertama dengan kelahiran berikutnya.

Sapi Dara adalah sapi betina yang belum beranak.

Sapi Laktasi adalah sapi betina dewasa yang sedang berproduksi atau menghasilkan susu.

Produksi Susu adalah jumlah susu yang dihasilkan oleh sapi-sapi laktasi(liter/ST/Hari).

Satuan Ternak adalah satuan yang digunakan untuk menentukan populasi ternak sapi perah, dimana satu ekor sapi dewasa setara dengan satu ST, satu ekor dara setara dengan 0,5 ST sapi dara dan sapi jantan muda, satu ekor pedet setara dengan 0,25 ST.

Tenaga Kerja adalah orang yang bekerja dalam suatu usaha peternakan sapi perah.

Tanaga Kerja Dalam Keluarga adalah tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga dan terlibat dalam kegiatan usahaternak sapi perah.

Tenaga Kerja Luar Keluarga adalah jumlah tenaga kerja yang tersedia dari luar keluarga untuk menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi dalam rangka menghasilkan output yang berasal dari ternak sapi perah.

NPV metode untuk menghitung keuntungan yang akan diterima oleh usahaternak selama masa proyek yang telah dinilai dengan nilai uang sekarang menggunakan faktor diskonto.

IRR metode untuk menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa mendatang.

BCR merupakan besar penerimaan bersih tiap besarnya tingkat investasi dari biaya-biaya yang digunakan.

(40)

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Kecamatan Lembang

Keadaan Geografi

Wilayah kerja Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) salah satunya berada di Kecamatan Lembang. Kecamatan Lembang merupakan salah satu dari 45 kecamatan di Kabupaten Bandung yang berada di wilayah utara Kabupaten Bandung dan merupakan salah satu kawasan yang sangat cocok dalam pengembangan usahaternak sapi perah. Adapun batasan Kecamatan Lembang adalah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Subang, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung, Sebelah selatan berbatasan dengan Kota Bandung, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung.

Berdasarkan topografinya Kecamatan Lembang memiliki kondisi geografis yang berbukit, ketinggian tempat 1.200 m sampai dengan 1.257 m di atas permukaan laut. Curah hujan yang cukup tinggi sekitar 1.800-2.500 mm/tahun. Wilayah Kecamatan Lembang berada di dataran tinggi yang berhawa sejuk dengan kisaran suhu antara 15,6-16,8 0C pada musim hujan dan 30,5-32,7 0C pada musim kemarau (rataan suhu mencapai 15-18 0C). Luas wilayah Kecamatan Lembang 10.620 Ha yang terdiri dari 16 Desa, 43 Dusun. Keadaan lingkungan yang sedemikian rupa sangat mendukung usaha peternakan sapi perah di daerah Lembang. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutardi (1981) bahwa daerah sejuk dan kering yang sesuai untuk sapi perah adalah pegunungan berketinggian di atas permukaan laut sekurang-kurangnya 800 m dan bersuhu 18,30C.

(41)

Keadaan Demografi

Jumlah penduduk di Kecamatan Lembang pada tahun 2006 sebanyak 132.666 jiwa yang terdiri dari laki-laki 65.695 jiwa, perempuan 66.971 jiwa yang tersebar ke dalam 16 desa yang ada di wilayah Kecamatan Lembang. Jumlah penduduk Kecamatan Lembang tiap desa tahun 2006 ditunjukkan oleh Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Penduduk Kecamatan Lembang Tiap Desa Tahun 2006

Penduduk

Laki-Laki Perempuan Jumlah Desa

Jumlah

(Orang) (%)

Jumlah

(Orang) (%) (Orang) (%)

Cibodas 4.398 6,69 4.171 6,23 8.569 6,46

Cibogo 3.796 5,78 3.999 5,97 7.795 5,88

Suntenjaya 3.462 5,27 3.197 4,77 6.659 5,02

Gudang Kahuripan 4.936 7,51 5.390 8,05 10.326 7,78

Cikidang 3.204 4,88 3.678 5.49 6.882 5,19

Lembang 6.607 10,06 6.591 9,84 13.198 9,95

Kayu Ambon 3.152 4,80 4.110 6,14 7.262 5,47

Cikahuripan 4.220 6,42 3.995 5,97 8.215 6,19

Jaya Giri 7.168 10,91 7.219 10,78 14.387 10,84

Langen Sari 4.183 6,37 4.275 6,38 8.458 6,38

Wangun Sari 4.175 6,36 3.848 5,75 8.023 6,05

Wangun Harja 2.984 4,54 3.125 4,67 6.109 4,60

Mekar Wangi 2.258 3,44 2.368 3,54 4.626 3,49

Pager Wangi 3.574 5,44 3.459 5,16 7.033 5,30

Suka Jaya 4.020 6,12 3.990 5,96 8.010 6,04

Cikole 3.558 5,42 3.556 5,31 7.114 5,36

Jumlah 65.695 100.00 66.971 100.00 132.666 100,00

Sumber : Kecamatan Lembang, 2006

Perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan (Sex Ratio) di Kecamatan Lembang adalah 98 persen. Artinya setiap 100 orang jumlah penduduk perempuan terdapat sejumlah 98 orang penduduk laki-laki. Angka tersebut menunjukkan lebih banyak penduduk perempuan daripada penduduk laki-laki.

(42)

Tabel 6. Sumber Mata Pencaharian Penduduk Lembang 2007

Pegawai negeri 2.243 6,13

TNI/POLRI 1.674 4,57

Buruh 6.432 17,57

Pensiunan 1.054 2,88

Pedagang 6.336 17,31

Pegawai swasta 3.276 8,95

Profesi, dan lain-lain 3.211 8,77

Jumlah 36.598 100,00

Sumber : Kecamatan Lembang, 2007 (data diolah)

Tabel 7 menunjukkan bahwa pendidikan formal Penduduk di Kecamatan Lembang sebagian besar Tamat SD/Sederajat yaitu sebanyak 67.467 orang atau sebesar 61,73 persen, persentasi ini merupakan jumlah terbesar dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang lainnya. Terbesar kedua sebanyak 14,09 persen berada pada tingkat pendidikan SMP/Sederajat. Tamat Strata Satu hanya berjumlah 128 orang atau 0,12 persen.

Tabel 7. Tingkat Pendidikan Masyarakat di Kecamatan Lembang 2007

Tingkat Pendidikan Jumlah

(orang)

Persentase (%)

Belum Sekolah 12.425 11,37

Tidak Tamat SD 10.610 9,71

Tamat SD/Sederajat 67.467 61,73

Tamat SMP/Sederajat 15.395 14,09

Tamat SMU/Sederajat 2.841 2,60

Tamat Akademi/Diploma 431 0,39

Tamat Strata Satu 128 0,12

Jumlah 10.9297 100,00

Sumber : Kecamatan Lembang, 2007 (data diolah)

Tenaga Kerja

(43)

Kecamatan Lembang masih kurang optimal, yaitu baru mencapai 14 persen. Keadaan ini disebabkan oleh penduduk di Kecamatan Lembang banyak yang tidak bekerja, banyaknya ibu rumah tangga yang tidak bekerja dan banyaknya penduduk usia 15-55 tahun yang masih sekolah. Penduduk di Kecamatan Lembang belum mampu memanfaatkan lahan yang ada, padahal lahannya cukup potensial dalam bidang pertanian sehingga dapat membuat lapangan pekerjaan sendiri.

Tabel 8. Sebaran Tenaga Kerja di Kecamatan Lembang Jumlah (orang)

Persentase (%) 1. Jumlah penduduk usia 15-55 tahun 85.499 100,00 2. Jumlah penduduk usia 15-55 tahun tidak bekerja 21.004 24,57 3. Jumlah penduduk usia > 15 tahun yang cacat

sehingga tidak dapat bekerja

241 0,28

4. Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang menjadi ibu rumah tangga

28.854 33,75 5. Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang masih

sekolah

23.433 27,41 6. Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang sudah

bekerja

11.967 14,00

Sumber : Monografi Kecamatan Lembang, 2006 (data diolah)

(44)

Tabel 9. Penggunaan Lahan di Kecamatan Lembang (dalam Ha)

Cikahuripan - 586,68 - 2,00 12,42 441,49 1.042,59 Gudang

Cikahuripan - 225,74 2,50 - 5,15 - 233,39

Jaya giri 458,52 - - 0,76 12,20 527,75 999,23

Suntenjaya 410,56 164,00 889,00 1.463,56

Cikole 215,00 200,00 15,00 430,00

Jumlah 757,22 3499,95 12,75 407,26 568,55 2.428,24 7.673,97 Sumber : Monografi Kecamatan Lembang, 2006 (data diolah)

Potensi Peternakan Sapi Perah

Manurut data Dinas Peternakan Jawa Barat tahun 2006, produksi susu yang dihasilkan dari KPSBU Lembang sebesar 110 ton/hari, sedangkan produksi susu Jawa Barat sebesar 430 ton/hari. Angka tersebut menunjukkan bahwa KPSBU Lembang mampu menyumbang 30 persen dari produksi Jawa Barat. Data sebaran populasi sapi perah dan luasan lahan Hijauan Makanan Ternak (HMT) dapat dilihat pada Tabel 10.

(45)

Menurut Dinas Peternakan Kabupaten Bandung, populasi ternak sapi perah di Kecamatan Lembang pada tahun 2007 berjumlah 16.275 ekor yang terdiri dari 1.627 ekor jantan dan 14.648 ekor betina, sedangkan jumlah populasi sapi perah pada tahun 2006 sebesar 15.776 ekor. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan populasi sapi perah sebanyak 499 ekor dalam satu tahun dari tahun 2006.

Tabel 10. Sebaran Populasi Sapi Perah, Luas Lahan Pakan Ternak, dan Produksi HMT di Kecamatan Lembang.

Nama Desa Populasi Sapi

Perah (ekor)

Cikahuripan 1.950 97,50 31,5 304,5 Surplus

Jaya Giri 1.758 87,90 2,0 4,0 Defisit

Sumber : Monografi Kecamatan Lembang Tahun 2006 (Data diolah)

Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU)

(46)

swasta seringkali tidak memuaskan. Selanjutnya koperasi susu itu dinamakan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara yang saat ini lebih dikenal dengan singkatan KPSBU.

KPSBU Lembang memiliki 22 wilayah kerja yang terdiri dari 8 Komisaris Daerah (RISDA), 21 Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) dan 603 Tempat Penampungan Susu (TPS) yang dibuat untuk memudahkan dalam pengambilan susu segar dari peternak. Tiap-tiap TPK memiliki beberapa kelompok TPS, adapun syarat-syarat pembentukan TPS adalah anggota peternak yang memiliki sapi perah dan menghasilkan susu segar sebanyak 200 liter per hari. Mengenai daerah TPK dan jumlah kelompok TPS dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Daerah TPK dan Jumlah Kelompok TPS di KPSBU Lembang.

No Daerah TPK Jumlah TPS (%)

8. Citespong 23 3,81

9. Genteng 20 3,32

15. Pamecelan 48 7,96

16. Bukanagara 27 4,48

17. Pasar Kemis 36 5,97

18. Pasir Ipis 8 1,33

19 Pencut 29 4,81

20 Pojok (A+B) 43 7,13

21. Suntenjaya 27 4,48

Jumlah 603 100,00

Sumber : KPSBU Lembang, 2007

(47)

Tabel 12. Jumlah Anggota Aktif dan Non Aktif KPSBU Lembang 2007.

Gunung Putri 315 5,28

Keramat 213 3,57

Manoko 379 6,35

Nagrak 257 4,30

Pagerwangi 297 4,97

Pamecelan 428 7,17

Pasar Kemis 212 3,55

Pasir Ipis 143 2,40

Pencut 275 4,61

Pojok 368 6,16

Suntenjaya 352 5,90

Jumlah 5.970 100,00

Sumber : KPSBU Lembang, 2007

Jumlah dan Komposisi Sapi Perah

Jumlah satuan ternak (ST) di KPSBU Lembang adalah sebanyak 12.359,25 ST. Pada umumnya sapi yang dipelihara oleh anggota KPSBU adalah sapi bangsa Holstein dan peranakan FH, yang diperoleh dari paket kredit koperasi, kredit Bank Bukopin dan BRI. Jumlah satuan ternak sapi perah di KPSBU Lembang dapat dilihat pada Tabel 13.

(48)

jumlah pedet sebesar 7,59 persen berada di bawah batas minimal yaitu 10 persen, hal ini menyebabkan akan terjadinya pengurangan jumlah sapi di tahun-tahun yang akan datang akibat berkurangnya jumlah pedet yang dilahirkan. Menurut Achjadi (2000), komposisi struktur populasi yang ideal adalah sapi laktasi 60 persen, sapi kering kandang 20 persen, sapi dara 10 persen dengan 5 persen sapi bunting dan 5 persen sapi belum bunting serta pedet 10 persen.

Tabel 13. Jumlah dan Komposisi Sapi Perah KPSBU Lembang Tahun 2007 No Keadaan Sapi Jumlah

(ekor)

Satuan Ternak (ST)

Persentase (%)

1. Laktasi 8.632 8.632,00 69,84

2. Dara 2.721 1.360,5 11,01

4. Pedet Jantan 1.370 342,50 2,77

5. Pedet Betina 2.381 595,25 4,82

6. Jantan Dewasa 213 213,00 1,72

7. Sapi Kering Kandang 1.216 1.216,00 9,84

Jumlah 16.533 12.359,25 100,00

Sumber : KPSBU Lembang, 2007

Jumlah Penerimaan Susu dari Tiap Wilayah

Penerimaan susu di tiap TPK dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 05.00-07.30 dan pada sore hari pukul 15.30-17.30 WIB. Pengujian dilakukan oleh petugas di tiap TPK meliputi uji alkohol 70% dengan gun tester, uji berat jenis dengan laktodensimeter dan bila perlu dilakukan uji organoleptik. Pengambilan susu di tiap TPK yaitu dengan menggunakan mobil tangki sebanyak 7 unit untuk 7 TPK yang produksi susunya mencapai 3.000 liter, dan menggunakan 7 truk bak yang membawa milkcan sebanyak 8 unit untuk daerah yang produksinya kurang dari 3.000 liter dan segera dibawa ke Cooling Unit yang ada di Nagrak, Pamecelan, Pojok dan di Koperasi. Rataan produksi susu perhari selama bulan April 2007 di KPSBU Lembang dapat dilihat pada Tabel 14.

(49)

Tabel 14. Rataan Produksi Susu Harian Setiap Cooling Unit selama Bulan April 2007 di KPSBU Lembang

No Nama Cooling Unit Susu Pagi (Liter)

Susu Sore (Liter)

Jumlah (Liter) 1. Cooling Unit Pusat 28.955 19.512 48.467

2. Cooling Unit Nagrak 4.640 3.374 8.014

3. Cooling Unit Pamecelan 4.704 3.510 8.214 4. Cooling Unit Cibedug 8.460 8.086 16.546 5. Cooling Unit Pojok 9.570 7.062 16.632

Jumlah 56.329 41.544 97.873

Sumber : KPSBU Lembang, 2007

Organisasi KPSBU

Struktur organisasi KPSBU terdiri dari pengurus dan badan pengawas. Pengurus bertugas mengelola koperasi yang dibantu oleh para karyawan, sedangkan badan pengawas bertugas mengawasi pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi. Badan pengurus terdiri Ketua, Sekretaris, dan Bendahara, sedangkan Badan Pengawas terdiri dari satu orang ketua dan satu orang anggota. Koperasi dipimpin oleh dua orang Manajer untuk mendukung pelayanan yang efektif dan efisien yaitu Manajer Operasional dan Manajer Keuangan. Terdapat 258 karyawan yang melayani anggota agar dapat menghasilkan susu segar bermutu tinggi yang dapat diterima oleh Industri Pengolahan Susu (IPS).

(50)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang dibahas dalam penelitian ini meliputi ; umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak dan motivasi beternak. Tabel 15 menunjukkan karakteristik responden mengenai umur dan tingkat pendidikan.

Tabel 15. Karakteristik Responden Dilihat dari Umur, Pendidikan Formal. Jumlah

Tidak Sekolah 4 1,40

Tidak Tamat SD 29 10,18

Tamat SD 205 71,93

Tidak Tamat SMP 1 0,35

Tamat SMP 28 9,82

Tamat SMA 16 5,61

Diploma 1 0,35

Perguruan Tinggi 1 0,35

Umur

Umur peternak berada pada usia produktif bekerja yaitu berkisar antara 18 sampai 55 tahun dengan rataan 41 tahun. Peternak yang memiliki umur 18-55 tahun di KPSBU Lembang jumlahnya cukup banyak yaitu sekitar 89,47 persen. Hal ini menunjukkan bahwa peternak di Lembang mempunyai peluang untuk lebih meningkatkan produktivitasnya dalam melakukan usahaternak sapi perah.

Pendidikan

(51)

tinggal responden yang jauh dari lokasi sekolah sehingga masyarakatnya berpendidikan hanya Tamat SD/ Sederajat. Pada umumnya peternak tidak mau melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dikarenakan kekurangan biaya dan adanya keinginan untuk melakukan hal lain yang dianggap lebih berguna, seperti bertani/beternak.

Peneliti tidak mencantumkan pengalaman peternak dalam mendapatkan pendidikan informal. Hal ini dikarenakan seluruh peternak anggota KPSBU Lembang pernah mendapatkan pendidikan informal berupa penyuluhan, baik penyuluhan dari pihak koperasi maupun Dinas Peternakan Kecamatan Lembang.

Pengalaman Beternak

Lama beternak menggambarkan pengalaman para peternak pada usaha peternakan sapi perah. Tingkat pengalaman beternak peternak responden sebagian besar selama 1 sampai 16 tahun yaitu 190 responden (66,67%). Rata-rata peternak memiliki pengalaman selama 13 tahun. Peternak mendapatkan pengalaman beternak dari keluarganya sendiri atau orang tuanya yang memang berprofesi sebagai peternak juga.

Motivasi Beternak

(52)

Kendala Beternak

Sebanyak 299 responden atau sebesar 73,33 persen memiliki kendala dalam hal mendapatkan pakan. Pakan hijauan yang sulit didapat dikarenakan lahan yang sudah berkurang untuk ditanami hijauan, banyak lahan-lahan hutan yang sebelumnya sebagai tempat menanam rumput sudah dijadikan tempat wisata. Selain itu pada saat penelitian dilaksanakan, di Lembang sedang terjadi musim kemarau, hijauan sulit untuk tumbuh sehingga kesulitan mencari pakan hijauan adalah kendala yang sangat berarti bagi para peternak karena hal ini akan berdampak pada menurunnya produksi dan kualitas susu sapi perah milik peternak. Karakteristik Responden berdasarkan Pengalaman Beternak, Motivasi, dan Kendala Beternak dapat dilihat di Tabel 16.

Tabel 16. Karakteristik Responden berdasarkan Pengalaman Beternak, Motivasi, dan Kendala Beternak.

Jumlah

Karakteristik Orang (%)

Pengalaman Betrnak

1 sampai 16 tahun 190 66,67

17 sampai 32 tahun 86 30.18

33 sampai 48 tahun 9 3,16

Motivasi beternak

Usaha Turun Temurun 60 21,05

Hobi 21 7,37

Usaha Kebutuhan Utama Keluarga 191 67,02

Tambahan Pendapatan 7 2,46

Tidak Ada Pekerjaan Lain 6 2,11

Kendala

Pakan Sulit Didapat 209 73,33

Penyakit Ganas 5 1,75

Obat Sulit Didapat 38 13,33

Modal Usaha Kurang 6 2,11

Air Sulit Didapat 27 9,47

Aspek Teknis

Bangsa Sapi

(53)

produksi rata-rata di Wilayah Kerja KPSBU Lembang adalah sebesar 14.68±3,21 liter/ekor/hari.

Kepemilikan Ternak Sapi Perah

Ternak sapi yang dimiliki oleh responden terdiri dari enam kategori yaitu Pedet Jantan (PJ), Pedet Betina (PB), Dara (D), Sapi Laktasi (SL), Sapi Kering (SK), Sapi Jantan Dewasa (JD). Pada penelitian ini semua ternak sapi disetarakan ke dalam Satuan Ternak (ST), dimana satu satuan ternak setara dengan satu ekor sapi dewasa, atau dua ekor sapi dara, atau empat ekor pedet.

Kepemilikan ternak sapi perah saat ini di 20 TPK berdasarkan jumlah sampel yang diambil mengalami penurunan pada tahun 2007 sebesar 93,25 ST atau sebesar 7,54 persen dibandingkan dengan kepemilikan tahun 2006. Pada umumnya peternak menjual sapi perah baik laktasi, pedet maupun jantan dengan alasan kenaikan biaya pakan, kesulitan dalam mencari pakan hijauan serta untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga peternak. Persentase kepemilikan ternak sapi terbesar tahun 2007 adalah kepemilikan laktasi (78,88 %). Rata-rata kepemilikan tahun 2007 per peternak adalah 4,01±2,21 ST dengan rataan kepemilikan sapi laktasi adalah 3,16±1,75 ST/peternak. Perubahan komposisi dan jumlah ternak sapi perah berdasarkan jumlah sampel yang diambil di 20 TPK ditunjukkan pada Tabel 17.

Tabel 17. Perubahan Total Komposisi dan Jumlah Ternak Sapi Perah Responden di Wilayah Kerja KPSBU Lembang

Kepemilikan Tahun 2006 Kepemilikan 2007 Kategori

Ekor ST % Ekor ST %

PJ 113 28,25 2,28 122 30,50 2,67

PB 170 42,50 3,44 188 47,00 4,11

D 108 54,00 4,37 150 75,00 6,56

SL 1052 1052,00 85,06 902 902,00 78,88

SK 35 35,00 2,83 65 65,00 5,68

JD 25 25,00 2,02 24 24,00 2,10

Jumlah 1503 1236,75 100,00 1451 1143,50 100,00

Produktivitas Sapi Perah

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 1. Produktivitas Teknis dan Ekonomis Tenaga Kerja pada Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Sukaraja
Tabel 2. Umur Sapi, Pemerahan, dan Persentase Susu yang Dihasilkan
Tabel 3. Hasil Perhitungan Kelayakan Finansial Sapi Perah Pondok Rangon
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan sosialisasi literasi media digital diharapkan mampu meningkatkan minat membaca siswa SMU dengan bijak menyeleksi sumber-sumber terpercaya dan konten-konten yang bermanfaat

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh antara penerapan prinsip-prinsip good corporate governance, komitmen organisasi, dan gaya kepemimpinan terhadap

Pada tulisan ini dikaji suatu metode untuk menduga komponen periodik dari fungsi intensitas yang berbentuk perkalian fungsi periodik dengan tren fungsi linear dari

Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah penerapan model terpadu Problem Based Learning dan Numbered Heads Together dengan media audio visual dapat meningkatkan

Tujuan penelitian untuk mengetahui: (1) perbedaan pengaruh antara Pendekatan Berbasis Produk dan Pendekatan Berbasis Kompetensi terhadap Prestasi Belajar Siswa pada

2) Silangkan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang sama dengan arah berlawanan letakkan pada gigi bagian atas dan bawah di sudut mulut pasien. 3) Lebarkan/jauhkan

16 Nilai faktor daya dukung ini merupakan fungsi dari sudut geser dalam tanah φ dari Terzaghi (1943). q u adalah beban total maksimum per satuan luas ketika pondasi akan mengalami

Bogor (ANTARA News) - HFIH (24) mahasiswa semester akhir ini terancam dipecat dari kampusnya jika terbukti bersalah dalam kasus prostitusi online