• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan etika dalam al-Qur'an surat Luqman ayat 18 perspektif Ibnu Miskawaih dan implementasinya dalam kehidupan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendidikan etika dalam al-Qur'an surat Luqman ayat 18 perspektif Ibnu Miskawaih dan implementasinya dalam kehidupan."

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN ETIKA DALAM AL-QUR’AN SURAT LUQMAN AYAT 18 PERSPEKTIF IBNU MISKAWAIH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM

KEHIDUPAN

SKRIPSI

OLEH: MUHSINAH NIM. D01213038

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Muhsinah, D01213038. Manusia sebagai mahluk sosial tentu mebutuhkan teman untuk bergaul, untuk menyatakan suka duka, dan memenuhi berbagai kebutuhan lainnya yang bersifat kolektif. Sebagai mahluk sosial mau tidak mau harus berinteraksi dengan manusia lainnya dan membutuhkan lingkungan di mana ia berada. Ia menginginkan adanya ligkungan sosial yang ramah, peduli, santun, dan saling menjaga dan menyayangi, dan sebagaiya. Akan tetapi di era ini telah banyak muncul perilaku amoral, tak jarang yang menjadi pelaku amoral datang dari kaum muslim. Hal tersebut jelas bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an sebagai pedoman hidup yang didalamnya telah banyak ditunjukkan bagaimana seharusnya manusia berinteraksi dengan orang lain, baik sesamanya maupun dengan yang lain.

Pendidikan Etika merupakan pendidikan yang membentuk perilaku seseorang melalui pendidikan budi pekerti atau penanaman nilai-nilai baik yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang. Pendidikan ini termasuk dalam kategori interaksi sosial dalam lingkungan kehidupan seperti contoh sikap rendah hati dan saling menghargai. Pendidikan etika membutuhkan banyak waktu dalam proses pembentukannya salah satu caranya adalah dengan cara pembiasaan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang ketiganya membutuhkan kesinambungan yang baik.

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep pendidikan etika, implementasi pedidikan etika pada keluarga, sekolah, dan masyarakat, dan juga keterpaduan lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sebagai pusat pendidikat etika, serta analisis pendidikan etika dalam Q.S. Luqman ayat 18 yang didasarkan pada pendapat Ibnu Miskawaih sebagai tokoh etika Islam sekaligus filsuf muslim. Penulisan ini merupakan analisis

kualitatif deskriptif menggunakan metode maudlu’iy, deskriptif analitik, serta

kajian pustaka (Library Research), yaitu dengan menghimpun ayat-ayat al-

Qur’an mengenai pendidikan etika, dan menguraikan secara teratur konsepsi sang tokoh (Ibn Miskawaih) mengenai inovasi metode Pendidikan Etika.

Dalam Q.S. Luqman berisi nasehat tentang etika berkomunikasi, yang termasuk ke dalam karakter sosial yang dikemas dengan bagaimana cara bersikap terhadap orang lain termasuk lawan bicara kita. Hal ini dijelaskan dalam surat Luqman ayat 18 yang berisi tentang larangan Luqman terhadap sang anak untuk memalingkan muka dari lawan bicara kita karena sombong dan berjalan dengan angkuh merasa diri sendiri paling tinggi derajatnya dan merendahkan orang lain. Dalam pandangan Ibnu Miskawaih sombong dalam surat Luqman di atas termasuk dalam penyakit jiwa manusia yang merupakan penyebab timbulnya amarah di dalam diri manusia, dan timbulnya amarah inilah yang kemudian menghalangi manusia untuk mendapatkan kebahagiaannya. Sebab hakikatnya tujuan manusia hidup adalah untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kegunaan Penelitian ... 9

E. Penelitian Terdahulu ... 10

F. Batasan Masalah ... 14

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metodologi Penelitian ... 16

I. Sistematika Pembahasan ... 22

BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Pendidikan Etika ... 25

(8)

2. Ruang Lingkup Pendidikan Etika ... 29

3. TujuanPendidikan Etika ... 36

4. Fungsi Pendidikan Etika ... 41

5. Macam-Macam Pendidikan Etika ... 43

B. Nilai-Nilai Pendidikan Etika dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 18 ... 46

1. Redaksi Ayat ... 46

2. Asbab An-Nuzul ... 48

3. Munasabah ... 48

4. Isi Kandungan Q.S. Luqman [31]:18 ... 56

5. Pendapat Para Mufasir ... 57

a. Imam Ibnu Katsir ... 57

b. Ahmad Mustofa Al-Maraghiy... 61

c. Sayyid Quthb ... 61

d. Quraish Shihab ... 62

6. Etika Berkomunikasi ... 73

BAB III BIOGRAFI IBNU MISKAWAIH A. Sejarah Kehidupan Ibnu Miskawaih ... 84

B. Perkembangan Intelektual dan Spiritual ... 86

C. Karya-Karya Ibnu Miskawaih ... 90

D. Pemikiran Ibnu Miskawaih tentang Pendidikan Etika ... 94

BAB IV PEMIKIRAN IBNU MISKAWAIH TENTANG PENDIDIKAN ETIKA DALAM Q.S. LUQMAN AYAT 18 DAN IMPLEMENTASI DALAM KEHIDUPAN A. Pendidikan Etika dalam Q.S. Luqman ayat 18 Perspektif Ibnu Miskawaih .. 110

1. Jenis-Jenis Sombong ... 125

2. Faktor-Faktor Penyebab Manusia Berperilaku Sombong ... 126

3. Dampak Kesombongan ... 133

B. Implementasi Pendidikan Etika dalam Al-Qur’an Surat Luqman Perspektif Ibnu Miskawaih ... 137

(9)

2. Pendidikan Etika di Lingkungan Sekolah ... 143

3. Pendidikan Etika di Lingkungan Masyarakat ... 146

4. Keterpaduan pendidikan Etika di Lingkungan keluarga, Sekolah dan

Masyarakat ... 156

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 160

B. Saran ... 163

DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu istilah yang disepakati sebagai wadah

pengembangan fisik dan psikis manusia untuk mencapai kebaikan Jasmani dan

Rohaninya. Sehingga kemudian Pendidikan dianggap sebagai aspek penting untuk

membentuk generasi yang siap memegang tongkat estafet generasi terdahulu

dalam rangka membangun masa depan, demikianlah Muhaimin berpendapat

dalam bukunya yang berjudul Konsep Pendidikan Islam. Tujuan pendidikan sebagaimana telah dilahirkan oleh Undang-Undang Pendidikan Nasional RI No. 2

Tahun 1989 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia

Indonesia seutuhnnya, dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan

keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan

mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan1 pada akhirnya

menuntut kita mewujudkannya dengan baik.

Kebutuhan yang paling esensial dalam kehidupan manusia adalah

pendidikan sebab pendidikan merupakan kebutuhan individu untuk

mengembangkan kualitas, potensi, dan bakat diri. Perubahan manusia dari yang

tidak mengetahui menjadi mengetahui, yang bodoh menjadi pintar, yang tidak

paham menjadi paham dan tidak tahu menahu menjadi ahli dibidangnya hal itu

merupakan hasil dari bentukan Pendidikan. Pendidikan menjadi jembatan dan

wadah pembentukan diri manusia menuju kesempurnaan yang diharapkan oleh

1

Undang-Undang Pendidikan Nasional, dan dikutip dari buku yang berjudul Dasar-Dasar

(11)

2

setiap individu, yang kemudian ada keterlibatan antara manusia dan proses

pendidikan itu sendiri, sehingga menjadi siklus kehidupan yang teratur.

Dalam Webster’s New World Dictionary (1962) dijelaskan bahwa

Pendidikan merupakan proses pelatihan dan pengembangan pengetahuan,

ketrampilan, pikiran, karakter, dan seterusnya, khususnya lewat persekolahan

formal. Proses pelatihan dan pengembangan untuk mempertinggi kualitas

keterampilan dan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan hidup yang

dihadapinya. Hal terpenting di sini adalah proses melatih peserta didik yang

dirancang dalam bentuk pengalaman belajar untuk mengembangkan pengetahuan,

keterampilan, kompetensi yang dapat dijadikan sebagai modal untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya dan keluarganya.2

Kepentingan proses dalam pendidikan akan menjadi prioritas dengan

tujuan melahirkan manusia yang berkarakter dan dapat mengaplikasikan ilmu

yang diperoleh selama pengalaman belajar baik di lingkungan sekolah atau

masyarakat. Dengan hal ini manusia sebagai mahluk sosial disamping melatih

keterampilan, kompetensi, dan mengembangkan pengetahuan sesuai bidang ilmu

yang diminatinya, maka manusia atau peserta didik juga dilatih dengan

kemampuan berpikir yang akhirnya dapat membentuk karakter dengan dilandasi

etika moral yang tinggi, sehingga dapat mudah dalam berinteraksi dengan

masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

Begitu besar cita-cita pendidikan yang sesungguhnya, hanya saja saat ini

banyak sekali fenomena atau kejadian yang justru mencoreng nama baik

2

Syaiful Sagala, Etika da Moralitas Pendidikan (Peluang dan Tantangan), (Jakarta: Kencana,

(12)

3

pendidikan. Moral dan etika peserta didik semakin tidak bisa diacungi jempol.

Sehingga kemudian Pendidikan dinggap sebagai institusi yang gagal membentuk

peserta didik yang beretika baik.

Era reformasi globalisasi tidak lagi hanya menjadi bahan perbincangan

hangat, tetapi telah menjadi teman keseharian dalam hidup ini yang dapat

mempemudah juga dapat mempersulit keberlangsungan dalam bermasyarakat.

Baru-baru ini media sosial tengah dikagetkan dengan berita seorang guru yang

dianiaya oleh muridnya sendiri sebab murid tidak terima dengan perlakuan guru

saat guru memintanya mengerjakan tugas kelas. Sehingga menyebabkan sang

guru harus dirawat di rumah sakit selama beberapa minggu. Menurut berita yang

tersebar penganiayaan ini juga dilakukan oleh orang tuanya karena anak mengadu

kepada orangtua dan orangtua tidak terima dengan perlakuan guru tersebut.

Kejadian di atas mengambarkan bahwa saat ini Indonesia tengah

dihadapkan dengan krisis moral anak bangsa. Berbagai berita muncul ke

permukaan dan memanas, membuat semua orang miris dengan keadaan ini.

Berbagai opini publik muncul dan mencoba mencari celah solusi, juga mencari

titik temu antara kenyataan di lapangan dan cita-cita bangsa ini. Para pelaku

pendidikan tengah dipusingkan dengan keadaan yang semakin kompleks sehingga

menuntut untuk memiliki keterampilan lebih dalam mengahadapi setiap

problematika yang datang. Hal inilah yang kemudian menjadi PR besar kita

semua untuk dapat meminimalisir ketimpangan dunia pendidikan saat ini.

Islam memberikan perhatian penuh terhadap dunia Pendidikan, di

(13)

4

dengan diberikan pendidikan yang baik dan benar, akan terbentuk individu yang

beradab dan pada akhirnya dapat memunculkan kehidupan sosial yang bermoral.

Pendidikan Islam menjadi wadah yang berisi berbagai jenis pembelajaran hidup

yang dapat diambil dan dipelajari. Karena manusia merupakan mahluk sosial

maka pendidikan Islam pun memberikan rambu-rambu untuk berkehidupan

dengan sesamanya.

Muslih Usa mengutip pendapat Naquib Al-Attas yang ditulis dalam

bukunya Pendidikan Islam di Indonesia bahwa tujuan pendidikan Islam adalah pencapaian kebahagiaan di dunia dan akhirat. Hal ini akan berarti pula bahwa

Pendidikan Islam mengandung konsep agama (din), konsep manusia (insan), konsep kebijakan (hikmah), konsep keadilan („adl), konsep amal (amal sebagai adab), dan konsep perguruan tinggi (kuliyatul jam’iyah). Dengan perpaduan konsep inilah manusia mampu meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.3

Dari kutipan di atas dapat digaris bawahi bahwa pendidikan Islam itu juga

mencakup konsep amal (amal sebagai adab). Di sinilah kemudian mengapa pendidikan Islam menjadi bahan penting untuk melahirkan manusia yang beradab.

Oleh sebab itu Pendidikan akhlak menjadi alat yang tepat untuk mewujudkan

tujuan tersebut, sebagaimana diungkapkan oleh Rasulullah sebagai Sunnah Qauliyah yaitu “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Ahmad) dan “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling

3

(14)

5

baik akhlaknya” (HR Tirmidzi). Al-Attas juga menyampaikan bahwa wajib

hukumnya bagi peserta didik untuk membentengi dirinya dengan akhlak.4

Etika maupun akhlak menjadi sesuatu yang sangat penting dan berharga

bagi keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara, sudah tentu etika yang baik

dan mulia (akhlaqul karimah). Mengingat etika akan membentuk watak bangsa yang berkarakter dan memiliki jati diri. Pada masa Presiden Soekarno ketika itu,

dalam setiap kesempatan senantiasa mengingatkan tentang arti pentingnya nation and character building (pembangunan bagsa dan karakter), karena dengan memiliki karakter, suatu bagsa akan dihargai dan diperhitungakan oleh bangsa

manapun di dunia.5

Sementara itu Istighfaratur Rohmaniyah mengutip tulisan Khoirur Rijal

dan Muhammad Agus Khoirul Wafa bahwa Etika mulia yang bersifat absurd, jadi

tentu memerlukan berbagai pendekatan untuk mendapatkan formula yang aplikatif

yang sehingga manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat luas.

Banyak kalangan berpendapat media yang efektif bagi perbaikan akhlak, salah

satunya adalah pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal.6

Ibn Miskawaih seorang intelektual muslim merumuskan bahwa tujuan

pendidikan akhlak adalah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara

spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik. Secara

4

Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib

Al-Attas, (Bandung: Mizan, 2003), cet. Ke-1, h. 22.

5

Istighfarotur Rohmaniyah, Pendidikan Etika: Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibn Miskawaih

dalam kontribusinya di bidang Pendidikan, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), h.4

6

Istighfarotur Rohmaniyah, Pendidikan Etika: Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibn Miskawaih

(15)

6

keseluruhan tujuan pendidikan akhlak yang ingin dicapai bersifat meneyeluruh,

yakni mencakup kebahagiaan hidup dalam arti yang seluas-luasnya.7

Etika atau Akhlaq sering disebut filsafat moral dan merupakan cabang

filsafat yang biasanya disebut filsafat moral yang berbicara mengenai tindakan

manusia dalam kaitannya dengan tujuan utama hidupnya. Filsafat ini merupakan

cabang filsafat yang berbicara tentang praksis (tindakan) manusia. Dalam istilah

filsafat, etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat

kebiasaan yang menggambarkan nilai-nilai itu sendiri. Etika tidak mempersoalkan

keadaan manusia, tapi mempersoalkan bagaimana manusia harus bertidak dan

berperilaku yang ditentukan oleh berbagai norma dengan tujuan melahirkan

kebahagiaan, keutamaan, dan kehidupan sosial.8

Filsafat etika merupakan salah satu khazanah intelektual muslim yang

kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan. Islam memberi perhatian sangat

besar terhadap etika yang dapat dilihat secara historis maupun teologis dalam

ajaran islam itu sendiri. Baegitu banyak inteletual muslim yang telah membahas

akhlak secara filosofis, diantaranya adalah Ibn Miskawaih, Abu bakar Ar-Razi,

Ikhwan Ash- Shafa, Al-Ghazali, dan lain sebagainya.9

Filsuf Islam terbesar yang memberikan perhatian khusus mengenai filsafat

etika adalah Ibn Miskawaih. Bagi Ibn Miskawawaih, filsafat etika sebagai disiplin

ilmu tersendiri merupakan sistem metodologi untuk mencapai khulq yang baik

7

Abuddin Nata dalam bukunya Pemikiran para Tokoh Pendidikan Islam, yang dikutip dari Kitab

As-Sa’adat, h. 34-35.

8

Syaiful Sagala, Etika dan Moralitas Pendidikan (Peluang dan Tantangan), (Jakarta:KENCANA,

2013), h. 10-11.

9

Istighfarotur Rohmaniyah, Pendidikan Etika: Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibn Miskawaih

(16)

7

yang menerbitkan perbuatan-perbuatan baik secara mudah guna mencapai tujuan

akhir: sa’adah abadiyah. Untuk itu pertama-tama perlu diketahui hakikat nafs dan fungsinya berikut potensi-potensinya, yang bila potensi- potensi itu digunakan

sebagaimana mestinya akan tercapai martabat kemanusiaan yang tinggi. Juga

perlu dipahami cara-cara memelihara kesehatan nafs dan penyakit-penyakit yang menggerogotinya.10

Besarnya perhatian filsuf muslim terhadap pendididkan etika tentu tidak

luput dari tuntunan Al-Qur’an sebagai dasar berpikir yang paten. Ayat-ayat tentang etika banyak sekali dipaparkan dalam al-Quran salah satunya dalam Q.S.

Luqman ayat 18, dalam ayat ini diceritakan tentang larangan dari Allah kepada

manusia untuk tidak bersikap sombong dan angkuh terhadap sesama manusia,

yang kemudian disampaikan dengan contoh perilaku seseorang terhadap orang

lain. “Dan janganlah engkau palingkan mukamu dari manusia dan janganlah berjalan di muka bumi dengan congkak” dalam ayat ini terlihat jelas bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong atau takabur di muka bumi.

Surah Luqman merupakan surah yang sangat populer dikalangan

intelektual muslim, di dalamnya banyak terkandung ayat pendidikan dan pola

asuh anak sesuai dengan tuntunan Allah. Pribadi Luqman yang sholeh dan

bertaqwa sangat menginspirasi banyak umat di muka bumi ini. Allah

mengabadikan kisahnya dalam al-Qur’an dengan tujuan agar umat Islam belajar terhadap kesholehan dan ketaqwaan Luqman yang berhasil mendidik

anak-anaknya menjadi putra-putri yang sholeh sholehah, berakhlaqul karimah, dan

10

Istighfarotur Rohmaniyah, Pendidikan Etika: Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibn Miskawaih

(17)

8

menjunjung tinggi kehormatan Islam sebagai agamanya. Dia termasuk kedalam

daftar manusia yang ahli hikmah, kata-katanya merupakan pelajaran dan nasehat,

diamnya adalah berpikir dan isyarat-isyaratnya merupakan peringatan, dia bukan

seorang nabi melainkan manusia biasa yang bijaksana dan Allah telah

memberikan kebijakasanaan di dalam lisan dan hatinya. Di mana

nasehat-nasehatnya diabadikan, dan menjadi nama sebuah surat dalam al-Qur’an, nasehat-nasehat pada anaknya tercantum di dalam ayat 12-19. Surah Luqman lebih dikenal

dengan surah yang memuat pola pendidikan anak. Selayaknyalah kita sebagai

umat Islam mengetahui dan mengambil pelajaran penting dalam surah ini.

Berdasarkan dari uraian di atas, peneliti kemudian bermaksud untuk

melakukan penelitian guna mengetahui lebih jauh lagi tentang Pendidikan Etika

dalam Q. S. Luqman ayat 18, namun dalam hal ini peneliti fokuskan pada

pemikiran Ibn Miskawaih, sehingga penelitian ini diberi judul: “Pendidikan

Etika dalam Q.S. Luqman ayat 18 Perspektif Ibnu Miskawaih

B.Rumusan Masalah

1. Bagaimana pendapat para Mufasir tentang Pendidikan Etika dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 18?

2. Bagaimana analisis nilai-nilai Pendidikan Etika dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 18 Perspektif Ibnu Miskawaih?

(18)

9

C.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Penulis ingin mengetahui pendapat para Mufasir tentang Pendidikan Etika

dalam Al-Quran surah Luqman ayat 18.

2. Penulis ingin mengetahui analisis nilai-nilai Pendidikan Etika dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 18 Perspektif Ibn Miskawaih.

3. Penulis ingin mengetahui implemetasi nilai Pendidikan Etika dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 18 Perspektif Ibn Miskawaih dalam kehidupan.

D.Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian dari skripsi ini dapat memberi manfaat antara

lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Adapun hasil penelitian ini diharapkan untuk mengembangkan teori

pendidikan etika dalam Al-Quran.

b. Adapun hasil penelitian ini diharapkan untuk mengembangkan teori

pendidikan etika dalam Al-Quran Surah Luqman ayat 18 perspektif Ibn

Miskawaih.

c. Penelitian ini sebagai evaluasi diri agar menjadi manusia yang beretika

sesuai tuntunan Al-Quran

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan tambahan

(19)

10

ditransformasikan kepada masyarakat tentang pentingnya seseorang

muslim mempunyai etika yang sesuai dengan tuntuna Al-Quran.

b. Bagi peneliti yaitu sebagai salah satu syarat kelulusan dalam

menyelesaikan program sarjana di prodi Pendidikan Agama Islam, jurusan

Pendidikan Silam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Universitas

Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

c. Penelitian ini juga dapat dijadikan bahan literature atau refrensi baru untuk

menambah wawasan tambahan bagi peenliti selanjutnya.

E.Penelitian Terdahulu

Pada bagian ini penulis akan mendiskripsikan beberapa karya skripsi

sebelumnya yang ada kaitannya tentang nilai-nilai Pendidikan Etika dalam Q.S.

Luqman ayat 18 Perspektif Ibn Miskawaih. Adapun daftar skripsi tersebut sebagai

berikut:

1. Dewi Hamalatin Ni’mah (2016), alumni Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya. Skripsinya berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Etika Berkomunikasi dalam Surah Al-Hujurat ayat 1-3” yang menjelaskan tentang Etika berkomunikasi sesuai tuntunan Al-Quran.

Adapun bentuk pendidikan Etika Berkomunikasi dalam Q.S. Al-Hujurat ayat

1-3 adalah:

a. Kesopanan dalam perbuatan /tindakan

(20)

11

2. Ani Tuti Aswati (2014), alumni fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan

Ampel Surabaya. Skripsinya Berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Etika Sosial dalam Al-Quran (Kajian Q.S. Al-Hujurat ayat 11-13)” yang menjelaskan tentang Nilai-nilai Pendidikan yang menjunjung tinggi kehormatan sesama

Muslim.

Adapun poin–poin pokok yang dibahas dalam skripsi ini adalah :

a. Pendidikan berprasangka baik, agar tercipta persaudaraan yang harmonis

dan senantiasa menjaga kepercayaan sesama manusia terutama sesama

Muslim.

b. Pendidikan ta’aruf, sehubungan dengan berperasangka baik, ta’aruf adalah salah satu jalan agar tidak terjadi buruk sangka. Agar saling menjalin

komunikasi yang baik dan menjaga silaturrahmi.

c. Pendidikan taubat yaitu mengajarkan setiap manusia agar senantiasa

mendekatkan diri kepada-Nya.

3. Maftuchatul Choiriyah (2012), alumni Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN

Sunan Ampel Surabaya. Skripsinya berjudul “Studi Komparasi Konsep Akhlak Perspektif Ibn Miskawaih dan Syeh Muhammad Naquib Al-Attas”. Skripsi ini membahas tentang Komparasi hasil pemikiran dari dua tokoh Pendidikan Etika

yaitu Ibn Miskawaih dan Syeh Muhammad Naquib Al-Attas.adapun hasil

Pemikiran dari masing-masing tokoh adalah sebagi berikut:

a. Konsep Pendidikan Akhlak Ibn Miskawaih adalah “al-wasith” (jalan tengah) yang diartikan keadaan jiwa yang mendorong manusia untuk

(21)

12

pertimbangan) itu dapat diperoleh dari pembawaan sejak lahir, tetapi juga

daapat diperoleh dari latihan-latihan membiasakan diri, hingga menjadi

sifat kejiwaan yang dapat melahirkan perbuatan yang baik.

b. Konsep Pendidikan Akhlak menurut Syed Muhammad Naquib Al- Attas

adalah hasil adopsi dari kosep ta’dzib yaitu pengenalan dan pengamalan

yang secara berangsur-angsur ditanamkan daam diri manusia, tentang

tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan

sedemikian rupa sebagai upaya pembentukan akhlakul karimah guna

mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub) demi mencapai keselamatan di dunia dan di akhirat. Ketahuilah bahwa ketaatan dan ibadah dalam rangka

melaksanakan perintah dan larangan Allah haruslah sesuai dengan syari’at.

Dari dua konsep diatas dapat dianalisis persamaan diatara keduanya yaitu:

konsep keduanya sama-sama berlandaskan pada ontologi (tauhid),

epistimologi (ilmu), dan aksiologi (akhlak/moral) yang mengacu pada

Al-Qur’an dan Al-Hadits.

4. Nur Indah Jalilah (2017), alumni Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan

Ampel Surabaya. Skripsinya berjudul “Pendidikan Karakter dalam Q.S. Luqman ayat 12-19”. Adapun Nilai-Nilai Pendidikan Karakter yang ada dalam Q.S. Luqman ayat 12-19 adalah sebagai berikut:

a. Karakter Syukur

b. Karakter Iman

c. Karakter berbuat baik pada orang tua

(22)

13

e. Karakter Ibadah

f. Karakter Sosial

Persamaan dari skripsi yang ditulis oleh Dewi Hamalatin Ni’mah dan Ani Tuti

Aswati adalah sama-sama membahas tentang Pendidikan Etika yang tertulis

dalam Q.S. al-Hujurat. Juga keduanya sama-sama menggunakan kajian studi

analisis yaitu dengan mengambil sumber dari ayat al-Qur’an, as-Sunnah, buku

literatur yang relevan dan kitab karangan para Ulama’Salaf.

Perbedaan dari keempat skripsi di atas adalah dari segi obyek penelitian yaitu

pada skripsi pertama tentang pendidikan etika dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 1-3

sedangkan skripsi kedua pada surah yang sama namun ayatnya berbeda yaitu ayat

11-13. Kemudian skripsi yang ketiga perbedaanya terletak pada obyek penelitian

yaitu menggunakan analisis pendapat para tokoh. Skripsi keempat obyek

penelitiannya menggunakan kajian tafsir al-Qur’an yaitu Q. S. Luqman ayat 12-13 Peneliti menganalisis nilai-nilai pendidikan etika dalam Al-Qur’an Surat luqman ayat 18 berdasarkan pendapat Ibn Miskawaih sebagai tokoh yang banyak

berkontribusi dalam dunia pendidikan etika berikut implementasinya dalam

kehidupan. Perbedaan obyek penelitian dan metode yang digunakan tentu akan

berbeda dengan analisis dan kontribusi yang disumbangkan dengan penelitian

sebelumya. Meskipun pada penelitian saudari Maftuchatul Choiriyah sama-sama

meneliti pendapat tokoh ini.

Berdasarkan telaah pustaka yang telah penulis lakukan belum ditemukan

(23)

14

ayat 18 yang berdasarkan pendapat Ibn Miskawaih. Oleh karena itu penulis

memilih tokoh tersebut sebagai objek kajian dalam penelitian ini.

Pada skripsi kali ini penulis mengkaji sebuah penelitian dengan judul

“Pendidikan Etika dalam Al-Qur’an Surat ayat 18 Perspektif Ibn Miskawaih dan

Implementasinya dalam Kehidupan”.

F. Batasan Masalah

Mengingat luasnya pembahasan, maka untuk lebih memperjelas dan

memberi arah yang tepat dalam penulisan skripsi ini, perlu adanya pembatasan

masalah dalam pembahasannya. Maka penulis membatasi permasalahan dalam

penulisan skripsi ini sebagai berikut:

1. Konsep pendidikan Etika dalam Al-Quran Surah Luqman ayat 18.

2. Perspektif Ibn Miskwaih tentang Pendidikan Etika dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 18 dan Implementasinya dalam Kehidupan.

G.Definisi Oprasional

Dalam usaha menghindari terjadinya persepsi lain mengenai istilah-istilah

yang ada, oleh karena itu perlu adanya penjelasan mengenai definisi istilah dan

batasan-batasannya, dalam upaya mengarahkan penelitian ini. Adapun definisi

operasional yang terkait dengan judul penelitian ini sebagai berikut:

1. Pendidikan Etika

Pengertian pendidikan secara umum dapat kita artikan sebagai suatu

(24)

15

menanamkan pengetahuan (kognitif), menanamkan nilai-nilai atau sikap

(afektif), dan melatih keterampilan (psikomotorik) kepada para peserta didik

untuk mempersiapkan masa depannya yang lebih beretika.11 Etika adalah ilmu

tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.12

Pendidikan etika adalah suatu proses mendidik, memelihara, membentuk

dan memberikan latihan mental dan fisik tentang etika dan kecerdasan

berpikir baik yang bersifat formal maupun informal, sehingga menghasilkan

manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan

bertanggung jawab dalam masyarakat.13

2. Al-Quran Surah Luqman ayat 18

Surah ini termaktub dalam Al-Quran Juz 21 dan termasuk surat ke 31

yang terdiri dari 34 ayat dan surat ini termasuk dalam Surat Makkiyah. Surat

ini bercerita tentang seorang lelaki yang sholeh bernama Luqman ia adalah

seorang yang selalu mendekatkan hatinya kepada Allah dan merenungkan alam

yang ada disekelilingnya, sehingga dia mendapat kesan yang mendalam, dan

mendapat hikmat. Demikianlah pendapat Hamka dalam bukunya Tafsir Al-Azhar.

Hikmat yang dimaksud di sini adalah kesan yang tinggal dalam iwa

manusia dalam melihat pergantian suka duka hidup. Itulah sebabnya Luqman

diberi gelar “Luqmanul Hakim” yang berarti Luqman Ahli Hikmat. Dalam

surah ini hampir Sembilan puluh persen ayatnya bercerita tentang pola

11

http://www.bppk.depkeu.go.id/bdk/pontianak/index.php/home/10-umum/83-menanamkannilai-nilai-etika-dalam-kehidupan-mahasiswa-stan

12

K. Bertens, Etika, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011), hal. 4.

13

M. Yatimin Abdullah, Pengantar Pendidikan Etika, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006),

(25)

16

pendidikan dan pola asuh anak. Mulai dari ajaran tentang tauhid, sampai ajaran

tentang sosial terpampang jelas dalam surat ini.

Dalam penelitian ini penulis fokuskan pada ayat 18 yang mana berisi

tentang Larangan seorang manusia berlaku sombong di depan saudara

sesamanya. Secara harfiah ayat tersebut bermakna “dan janganlah engkau

palingkan muka dari manusia” itu sebagai tanda bahwa perilaku sombong atau takabbur sangat tidak disukai oleh Allah. Penelitian ini juga ditujukan untuk

mengetahui sisi psikologis manusia yang tersurat dalam ayat ini agar lebih

memahami nilai eetika dalam hidup berdampingan dan lebih berhati-hati dalam

menyikapi dan menanggapi sikap dan kondisi tertentu dalam menjalani

kehidupan.

3. Implementasi

Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana

yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Imlpementasi biasanya

dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap sempurna. Menurut Nurdin

Usman, imlpementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau

adanya mekanisme siatu sistem, implementasi bukan sekedar aktivitas tapi

suatu kegiatan yang terrencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.14

H.Metode Penelitian

Dalam menyusun skripsi ini penulis menggali dan memperoleh data

dengan metodologi penelitian sebagai berikut:

14

(26)

17

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif, yaitu

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati. 15 Data yang

dikumpulkan dalam menyelesaikan dan memberikan penafsiran tidak

menggunakan angka/ rumus statistic melainkan berupa kata-kata yang digali

dari buku atau literature.

Kajian ini merupakan kajian pustaka (Library Research) yaitu pengambilan data dari buku-buku atau karya ilmiah dan bidang tafsir

Al-Qura’an dan Pendidikan. Dalam penelitin ini mencari konsep Pendidikan Etika

dalam Al-Quran surah Luqman ayat 18 perspektif Ibn Miskawaih.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan Kualitatif, artinya prosedur

pemecahan masalah dengan menggunakan data yang dinyatakan secara verbal

dan kalsifikasinya bersifat teoritis. Tidak diolah melaui perhitungan matematik

dengan berbagai rumus statistic. Namun pengolahan datanya disajikan secara

rasional dengan menggunakan pola pikir menurut hukum-hukum logika.

3. Sumber Data

Data adalah segala keterangan (Informasi) mengenai segala hal yang

berkaitan dengan tujuan penelitian.

15

SYahrin Harahab, Metodologi Studi PEnelitian Ilmu-Ilmu UShuluddin, (Jakarta: Raja Grafindo

(27)

18

Menurut sumbernya, data penelitian digolongkan sebagai data primer dan data

sekunder. Data yang digunakan penulis dalam penelitian ini terdiri dari data

primer dan data sekunder, yaitu:

a. Data Primer

Data primer adalah sumber informasi yang mempunyai wewenang dan

tanggungjawab terhadap pengumpulan ataupun penyimpanan data atau

disebut juga sumber data/informasi tangan pertama, dikumpulkan oleh

peneliti secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga

sebagai data asli atau data baru. Sumber data primer penulis adalah:

1) Ahmad Musthafa al- Maraghi, Tafsir al- Maraghi, Juz 19, Tanpa Penerbit, 1974.

2) Al- Imam Abul Fidda Isma’il Ibn Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir, Bandung: Sinar Baru Algensido, 2004.

3) Sayyid Quthb, Tafsir FI Zilalil Qur’an, Jilid 9, Kairo: Darus Syauq,

1968.

4) Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Skripsi ini mengkaji Al-Qur’an surat Luqman ayat 18 yang kemudian digunakan untuk menganalisis pemikirn tokoh pendidikan yaitu Ibnu

Miskawaih. Pemikiran tokoh ini pada dasarnya hanya bersifat tentang

Etika Islam yang kemudian penulis tarik ke dalam kajian pendidikan

sehingga dapat ditemukan hasil pemikiran beliau tentang Pendidikan

(28)

19

pendapat para mufasir tentang ayat 18 Al-Qur’an Surat Luqman tersebut dan Implementasi dalam Kehidupan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data yang mendukung dan melengkapi

data-data primer. Data ini berfungsi sebagai penunjang data primer, dengan

adanya sumber data primer maka akan semakin menguatkan argumentasi

maupun landasan kajian teori dalam kajiannya.

Adapun data Sekunder dalam penelitian ini adalah beberapa ayat

Al-Quran, Hadits yang relevan dan buku- buku yang menunjang di dalamnya

mengandung tentang Pendidikan Etika dalam Al-Quran Surat Luqman ayat

18 Perspektif Ibn Miskawaih dan aplikasinyaa dalam kehidupan

bermasyarakat, diantaranya:

1) Ibnu Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, Bandung: Mizan, 1994.

2) Istighfaratur Rohmaniyah, Pendidikan Etika (Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibnu Miskawaih dalam Kontribusinya di bidang Pendidikan), Malang: UIN Maliki Press, 2010.

3) Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Prendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2003.

4) Toshihiko Izutsu, Konsep-Konsep Etika Religius dalam Qur’an, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1993.

(29)

20

6) K. Bertens, ETIKA¸ Jakarta: Gramedia, 2011. 4. Analisis Data

Adapun macam-macam metode tafsir al-Qur’an adalah sebagai berikut: a. Metode Tafsir Tahlily (analitis)

Secara etomologis metode Tahlili dapat diartikan sebagai cara mennjelaskan arti dan makasud ayat-ayat al-Qur’an dari sekian banyak seginya, dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutan-urutannya dai

dalam mushaf, melalui kosa kata, penjelasan asbab al-nuzul (sebab-sebab turunnya suatu ayat), munasabat (keterkaitan ayat dengan ayat, surat dengan surat dan seterusnya), serta kandungan ayat tersebut, sesuai

keahlian dan kecendrungan seorang mufasir.

b. Metode Tafsir Maudhu’iy (Tematik)

Metode Maudlu’iy adalah suatu metode menafsirkan Al-Qur’an dengan menghimpun ayat-ayat, baik dari suatu surat maupuun beberapa

surat, yang erbicara tentang topik tertentu, untuk kemudian mengaitkan

anatar satu dengan lainnya. Kemudian mengambil kesimpulan menyeluruh

tentang masalah tersebut menurut padangann Al-Qur’an. c. Metode Komparasi (Muqarran=Perbandingan)

Tafsir perbandingan adalah suatu metode mencari kandungan Al-Qur’an dengan cara membandingkan suatu ayat dengan ayat lain, yaitu ayat-ayat

yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua masalah atau

(30)

21

bertenntangan, serta membandingkan pendapat-pendapat para ulama tafsir

menyangkut penafsiran Al-Qur’an.

Dalam penelitian ini, penulis mengenalisis data dengan metode tafsir Maudlu’iy (tematik) karena metode maudlu’iy adalah metode penafsiran yang

difokuskan pada suatu permasalahan atau topik tertentu, kemudian

dihimpunlah ayat-ayat atau hadits terntentu yang berhubungan dengan masalah

atau topik tersebut yang akhirnya dilakukan analisis berdasar ilmu yang benar,

yang digunakan oleh pembahas untuk menjelaskan permasalahan tersebut

dengan mudah dan menenukan akar masalah dari sebuah tema atau topik.

Adapun tahapan kerja tafsir maudhu’iy adalah sebagai berikut:

1. Memilih atau menetapkan masalah al-Qur’an yang akan dikaji secara

maudhu’iy (tematik).16

2. Melacak seluruh ayat Al-Qur’an yang terdapat pada seluruh surat

al-Qur’an yang berkaitan dengan berbicara tentang tema yang hendak

dikaji, baik surat Makkiyah atau Madaniyah.17

3. Menjelaskan Munasabah (relevansi) antar ayat-ayat itu pada masing-masing suratnya dan kaitan antara masing-masing-masing-masing ayat itu dengan

ayat-ayat sesudahnya.18

4. Membuat sistematika kajian dalam kerangka yang sistematis dan

lengkap dengan outlinenya yang mencakup semua segi tema kajian.

16

Abd. Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu’iy, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996),

h.45.

17

Ali Hasan Al-Aridl, Seejarah dan Metodologi Tafsir, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), h.

88.

18

(31)

22

5. Mengemukakan Hadits-hadits Rasulullah SAW yang berbicara tentang

tema kajian.19

6. Merujuk kepada kalam (ungkapan-ungkapan bahasa) arab dan sya’ir

-sya’ir mereka yang berkaitan untuk menjelaskan lafadz-lafadz yang

terdekat pada ayat-ayat yang berbicara tentang tema.20

Selanjutnya karena judul dalam penelitian ini betitik fokus pada pendapat

seorang tokoh dari hasil tafsir ayat surat Luqman, maka metode yang

digunakan untuk menganalisis pendapat tokoh tersebut adalah:

d. Metode interpretasi, yaitu metode yang digunakan dengan cara menyelami

karya tokoh secara khas.21

e. Metode Kesinambungan Historis

Metode ini digunakan untuk mengetahui benang merah

pengembangan pemikiran sang tokoh dengan cara menyelidiki lingkungan

historis dan pengaruh-pengaruh yang dialami sang tokoh, maupun dalam

perjalanan hidupnya sendiri. Sebagai latar belakang eksternal diselidiki

keadaan khusus zaman yang dialami sang tokoh. Sebagai latar belakang

internal diperiksa riwayat hidupnya, pendidikan, pengaruh yang diterima,

reasi dengan tokoh sezamannya dan segala pengalaman-pengalaman yang

membentuk pandangannya.22

19

Ibid.

20

Ibid.

21

Anton Bakker dan Ahmad Chairiz Zubair, Metodologi Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1990),

64.

22

(32)

23

f. Metode Deskriptif Analitik

Menguraikan secara teratur konsepsi sang tokoh (Ibn Miskawaih)

mengenai inovasi metode Pendidikan Etika, kemudian dibuatkan teks-teks

sentral yang penting bagi konsep pemikiranya, sehingga diperoleh

kesimpulan.

Adapun metode yang digunakan dalam analisis kedua ini adalah

metode Deskriptif analitik sebagai metode menyelami karya tokoh Ibnu

Miskawaih dan pendapat beliau tentang pendidikan etika dalam surat

Luqman Maka setelah hasil dari penafsiran tersebut ditemukan kemudian di

korelasikan dengan hasil pemikiran tokoh tentang pendidikan etika.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas pada skripsi ini penulis

mencoba menguraikan isi pembahasannya. Adapun sistematika pembahasan

skripsi ini terdiri dari lima bab antara lain sebagai berikut:

Bab satu adalah uraian pendahuluan yang berfungsi sebagai pengantar dalam

memahami pembahasan bab-bab berikut yang meliputi; latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, Kegunaan Penelitian, Penelitian Terdahulu,

Batasan Masalah, Definisi Operasional, Metode Penelitian dan Sistematika

Pembahasan.

Bab dua adalah tentang Kajian Teori, di dalamnya memuat tiga bagian yang

masing-masing memiliki sub bahasan yaitu: A. Konsep Pendidikan Etika di

(33)

24

Pendidikan Etika 3.Tujuan Pendidikan Etika, 4. Fungsi Pendidikan Etika, 5.

Dasar-dasar Pendidikan Etika, 6. Jenis-Jenis Pendidikan Etika, Sedangkan di poin

B. Nilai-Nilai Pendidikan Etika dalam Surat Luqman ayat 18, di dalamnya

memuat 1. Teks Ayat, 2. Asbab Nuzul, 3. Munasabah, 4. Isi Kandungan Surat

Luqman, 5. Pendapat Para Mufasir, dan 6. Etika Berkomunikasi

Bab tiga adalah biografi Ibn Miskawaih, tinjauan historis akan dibahas di bab

ini meliputi: Sejarah Kehidupan Ibn Miskawaih, Perkembangan Intelektual dan

Spiritual, Karya-karya Ibn Miskawaih, dan pemikiran Ibn Miskawaih tentang

Pendidikan Etika.

Bab empat adalah bab inti yang akan memaparkan hasil penelitian ini, yaitu

pemikiran Ibn Miskawaih dengan tafsir surat Luqman ayat 18 tentang pendidikan

etika dan Implementasinya dalam kehidupan yang di dalamnya membahas tentang

Nilai-Nilai pendidikan Etika dalam Surat Luqman Perspektif Ibnu Miskawaih

Pendidikan Etika di Lingkungan keluarga, Sekolah,Masyarakat, dan pendidikan

etika dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 18 perspektif Ibn Miskawaih, dan keterpaduan lingkungan keluarga, sekolah dan Masyarakat

Bab lima adalah bab penutup dari skripsi ini yang terdiri dari kesimpulan dan

(34)

BAB II KAJIAN TEORI

A.Konsep Pendidikan Etika

Era Modern ini berbagai jenis kata muncul sebagai salah satu perkembangan

khazanah pengetahun. Untuk dapat menjelaskan tentang satu hal kita perlu

menggunakan istilah atau kata yang beragam, walaupun kadang perbendaharaan

kata tersebut tidak selamanya memiliki arti yang sama. Namun kebanyakan orang

utamanya di Indonesia hanya menyebut dengan satu kata tanpa melihat kesesuaian

dengan dari kata tersebut.

Istilah Moral, adab, akhlak, dan etika adalah istilah yang melekat di

masyarakat awam, hanya saja keempat kata tersebut dianggap sama dalam arti

maupun penggunaannya. Oleh sebab itu, karena pembahasan kali ini tentang

pendidikan etika maka penulis perlu menjelaskan pengertian dari masing-masing

istilah tersebut agar tidak menimbulkan kerancuan pemahaman pembaca.

Moral berasal dari bahasa latin mos (jamak:mores) yang juga mengandung arti adat kebiasaan, kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan.1 Sedangkan dalam

kamus umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik

buruk terhadap perbuatan dan kelakuan2. Selanjutnya dalam arti istilah adalah

suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai,

kehendak, pendapat atau perbuatan secara layak dapat dikatakan benar, salah,

baik, atau buruk.

1

Abd. Haris, Pengantar Etika Islam, (Sidoarjo: Al-Afkar Press, 2007) h. 5

2

W.J,S. Poerwadarminta , Kmaus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,1991),cet. XII,

(35)

26

Setelah membahas pengertian moral penulis akan menjelaskan tentang

pengertian adab. Menurut bahasa adab memiliki arti kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi pekerti, tata cara hidup, penghalusan dan kemuliaan kebudayaan manusia. Sedangkan menurut istilah, adab adalah suatu ibarat tentang

pengetahuan yang dapat menjaga diri dari segala sifat yang salah.3 Sedangkan

Hamka mendefinisikan adab ke dalam dua bagian yaitu adab di dalam dan adab di

luar. Pada intinya setiap orang dituntut memiliki dua adab ini, adab di luar berarti

adab terhadap masyarakat tata cara bersikap di tengah masyarakat dan

berhubungan dengan masyarakat. Sedangkan adab di dalam adalah adab yang ada

di dalam batin. Adab disinilah kemudian menjadi bahan kesiapan bagi anak untuk

berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya sekarang dan masa yang akan

datang.

Setelah membahas tentang adab penulis akan membahas tentang akhlak.

Kata akhlak adalah bentuk jamak dari kata “al-khuluqu” dan kata yang terakhir ini mengandung segi-segi yang sesuai dengan kata “al-khalqu” yang bermakna “kejadian”. Kedua kata tersebut berasal dari kata kerja “khalaqa” yang

mempunyai arti “mejadikan’. Dari kata “khalaqa” inilah timbul bermacam-macam

kata seperti: al-Khuluqu yang mempunyai makna budi pekerti, al-Khalqu yang mempunyai makna kejadian, dan al-khaliq yang mempunyai makna segala sesuatu yang diciptakan tuhan.4

Imam Ghazali menuliskan dalam bukunya “Ihya Ulumuddin” bahwa

pengertian dari akhlak adalah sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang

3

Sutan Rajasa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Cendikia, 2002), h. 309

4Anwar Masy’ari,

(36)

27

menimbulkan segala perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan.5 Sedangkan Hamad Amin dalam bukunya mengatakan akhlak ialah ilmu untuk menetapkan ukuran segala perbuatan manusia, yang baik

atau yang buruk, yang benar atau salah, yang hak atau batil.6

Dua definisi yang dikemukakan oleh dua ilmuwan di atas kemudian

disimpulkan oleh Anwar Masy’ari dalam bukunya Akhlak Al-Qur’an bahwa

akhlak merupakan sumber dari segala perbuatan yang sewajarnya, yakni tidak

dibuat-buat. Dan perbuatan yang dapat kita lihat sebenarnya adalah merupakan

gambaran dari sifat –sifat yang tertanam dalam jiwa.7

Penulis sengaja menggunakan kata etika dalam pembahasan ini karena Etika

telah dapat mewakili seluruh perbendaharaan kata di atas, baik dari segi akhlak,

adab, maupun moral. Kemudian secara rinci pengertian etika akan dijelaskna di

bawah ini berikut ruang lingkup, tujuan, fungsi, dan dasar-dasanya.

1. Pengertian Pendidikan Etika

Istilah pendidikan berasal dari kata didik yang mendapat awalan pe dan akhiran an yang mengandung arti perbuatan (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan merupakan terjemahan dari bahasa Yunani, yaitu Pedagogie, yang berarti bimbingan kepada anak didik. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke

dalam bahasa Inggris dengan istilah education yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa arab istilah ini sering diterjemahkan dengan

kata tarbiyah yang berarti pendidikan.8

5

Imam abu Hamid Al-ghazali, Ihya Ulumuddin, (Cairo: Al-Sya’ab, tt) h. 56.

6

Ahmad Amin, Al-Akhlak; Terjemahan Y Bahtiar Affandy, (Jakarta: Pnb Jembatan, 1957), h. 1

7Anwar Masy’ari,

Akhlak Al-Qur’an, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990), cet. 1 h. 2

8

(37)

28

Sedangkan apabila pendidikan diberi awalan me menjadi mendidik, artinya memelihara dan memberikan latihan, dalam memelihara dan memberi

latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, pimpinan mengenai akhlak

mengenai kecerdasan pikiran.9 Pengertian pendidikan dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia ialah Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan pelatihan. Dalam bahasa inggris, education (pendidikan) berasal dari kata educate (mendidik) artinya memberikan peningkatan (to elicit, to give riset to), dan mengembangkan (to avove, to develop). Dalam pengertian yang sempit, education atau pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan.10

Jadi dapat diartikan bahwa pendidikan merupakan proses bimbingan

secara sadar yang diberikan oleh pendidik kepada si terdidik dalam proses

pengembangan jasmaniah dan rohaniah kearah kedewasaan dan juga kearah

terbentuknya kepribadian muslim yang baik.

Etika sering disamakan dengan pengertian akhlak dan moral, dan adalagi

ulama yang mengatakan bahwa akhlak merupakan etika Islam. etika berasal

dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos dalam bentuk tunggal memiliki banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput; kandang habitat; kebiasaan;

adat; akhlak; watak; perasaan; sikap; cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah yang menjadi latar

9

W.J.S. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka, 1966),h.206

10

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT.Remaja

(38)

29

belakang bagi terbentuknya istilah “etika” yang oleh filsuf Yunani besar

Aristoteles (384-322 s.M.) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral.11

Burhanuddin Salam menjelaskan bahwa etika berasal dari kata latin

ethics, dalam bahasa Gerik: ethikos is body of moral principleor values. Ethic arti sebenarnya adalah kebiasaan. Namun lambat laun pengertian etika

berubah, seperti sekarang. Etika ialah suatu ilmu yang membicarakan masalah

perbuatan atau tingkah laku manusia.12

Secara sederhana, Pendidikan Etika dapat diartikan dengan suatu Proses

bimbingan terhadap si terdidik dari Pendidik tentang perbuatan baik dan buruk

tingkah laku manusia. Hal ini biasanya dikaitkan dengan kesopanan yang

bergantung pada norma yang berlaku di lingkungan yang ditinggali. Mengenai

cara berbicara, menyapa, duduk, berjalan, dan bahkan sampai urusan makan

semua akan menjadi bahan penting dalam kajian ini.

2. Ruang Lingkup Pendidikan Etika

Etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang

dilakukan oleh manusia. Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak

bersifat mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah,

memiliki kekurangan, kelebihan dan sebagainya. Selain itu, etika juga

memanfaatkan berbagai ilmu yang membahas perilaku manusia seperti ilmu

antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya.

11

K. Bertens, Etika (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2011), h. 4

12

Burhanuddin Salam, Etika Indivuda: Pola Dasar Filsafat Moral (Jakarta: PT Rineka Cipta,

(39)

30

Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagi penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah

perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan

sebagainya. Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap

sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu

kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai tuntutan

zaman.

Dengan ciri-cirinya demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu

pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang

dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Berbagai pemikiran yang

dikemukakan para filosof barat mengenai perbuatan baik atau buruk dapat

dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil berpikir.

Dengan demikian etika sifatnya humanistis dan antroposentris yakni bersifat

pada pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika

adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.

Ruang lingkup etika tidak memberikan arah yang khusus atau pedoman

yang tegas terhadap pokok-pokok bahasannya, tetapi secara umum ruang

lingkup Pendidikan etika adalah sebagai berikut:13

a. Menyelidiki faktor-faktor penting yang mencetak, mempengaruhi, dan

mendorong lahirnya tingkah laku manusia, meliputi faktor manusia itu

sendiri, fitrahnya (nalurinya), adat kebiasaannya, lingkungannya, kehendak,

13

Dedi Supriyadi, Ruang Lingkup Etika,

(40)

31

cita-citanya, suara hatinya, motif yang mendorongnya berbuat dan masalah

pendidikan etika.

Perubahan tingkah laku manusia, Dalam istilah pendidikan terdapat tiga

aliran populer yang mempengaruhi pola perilaku manusia yaitu aliran

Nativisme, Empirisme, dan Konvergensi.

Pertama aliran Nativisme, aliran ini termasuk kedalam jenis aliran internal, karena menurut nativisme faktor yang paling berpengaruh terhadap

pembentukan perilaku seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang

bentuknya berupa kecendrungan, bakat, akal, dan lain-lain. Jika pembawaan

atau kecendrungan seseorang kepada hal baik maka dengan sendirinya ia

menjadi baik.

Aliran ini sering kali dikaitkan dengan aliran intuisisme karena sangat yakin

dengan potensi batin yang ada dalam diri manusia dalam hal penentuan baik

dan buruk perilaku manusia. Aliran ini tanpak kurang menghargai atau

kurang memperhitungkan peranan pembinaan dan pendidikan.

Kedua, aliran empirisme. John Lock mengatakan dalam teorinya Tabularasa, bahwa perkembangan jiwa anak mutlak ditentukan oleh

pendidikan atau faktor lingkungan. Hal ini sejalan dengan aliran empirisme

yang menyatakan bahwa faktor dari yaitu lingkungan sosial, termasuk

pembinaan dan pendidikan yang diberikan kepada anak didik. Jika

pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik maka

demikian juga sebaliknya. Aliran ini tampak begitu percaya kepada peranan

(41)

32

Ketiga, aliran konvergensi dalam bahasa sederhana aliran ini lebih moderat karena menurut aliran ini pembentukan akhlak seseorang dipengaruhi oleh

dua hal, yaitu internal yang berupa pembawaaan si anak, dan eksternal yaitu

pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi

dalam lingkungan sosial, untuk menyeimbangkan keduanya diperlukan

metode-metode tertentu.

Dalam Al-Qur’an juga terdapat ayat yang memperkuat aliran ini, sebagaimana dalam Q.S. al-Nahl:78











Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, pengihatan dan hati, agar kamu bersyukur.(Q.S al-Nahl [16]: 78).

Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk

dididik, yaitu pengihatan, pendengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut

harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan.

Kesesuaian teori konvergensi tersebut di atas, juga sejalan dengan hadits

Nabi yang berbunyi:

Setiap anak diahirkan dalam keadaan (membawa) fithrah (rasa ketuhanan dan kecendrungan kepada kebenaran), maka kedua orang tuanyalah yang membentuk anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR.Bukhari)

Ayat dan hadits tersebut diatas selain menggambarkan adanya teori

(42)

33

pendidikan adalah kedua orang tua. Khususnya ibu mendapat gelar sebagai

madrasah, yakni tempat berlanngungnya kegiatan pendidikan.14

Dengan demikian faktor yang mempengaruhi perilaku manusia ada dua

yaitu, faktor internal yaitu potensi fisik, intelektual dan hati (rohaniah) yang

dibawa si anak dari sejak lahir. Dan faktor eksternal yang dalam hal ini

termasuk juga kedua orangtua di rumah, guru di sekola, dan tokoh-tokoh

serta pemimpin di masyarakat. Melalui kerja sama yang baik antara tiga

unsur tersebut maka aspek kognitif (pengetahuan), afektif (penghayatan),

dan psikomotorik (pengamalan) ajaran yang diajarkan akan terbentuk pada

diri anak. Dan inilah yang selanjutnya dikenal dengan istilah manusia

seutuhnya.15

b. Menerangkan mana yang baik dan mana pula yang buruk. Menurut

ajaran Islam etika yang baik itu harus bersumber pada Al-Qur’an dan hadits nabi. Ini tidak dapat ditawar-tawar lagi, karena jika etika

didasarkan pada pemikiran manusia (filsafat), hasilnya sebagaian selalu

bertentangan dengan fitrah manusia.

Sebagai contoh dibawah ini akan dijelaskan tentang contoh akhak

Rasulullah yang patut kita contoh, diantaranya: memuliakan yang lebih

tua serta menyayangi yang kecil, bersikap amanah, keadilan,

ketawaduan, kasih sayang, berakhlak baik/terpuji, memellihara

14

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1997), h. 165-167.

15

(43)

34

silaturahim/persaudaraan, menunjukkan wajah berseri-seri, suka

memaafkan, dan gemar beinfak.16

Adapun yang termasuk kedalam akhlak tercela yang dirumuskan oleh

Anwar Masy’ari dalam bukunya Akhlaq Al-Qur’an yang perlu kita

hindari karena akan merusak diri kita sendiri, adalah sebagai berikut:17

1. Khianat

2. Dusta

3. Melanggar Janji

4. Zalim

5. Tidak mempunyai muru’ah yang baik

6. Ucapan kotor, maki-maki dan kata-kata yang rendah

7. Mengadu domba

8. Hasud (dengki)

9. Tamak (Loba)

10. Marah

11. Riya’ (Pamrih) 12. Kikir (al-Bukhl)

13. Takabur/ sombong

14. Keluh kesah (al- Jaza’u) 15. Kufur nikmat

16. Penggunjing, pengumpat dan tukang mencari aib orang

17. Pemboros dalam pakaian, perkakas rumah dll

16

Nur Hidayat, Akidah Akhlak dan Pembelajarannya, (Yogyakarta: Penerbit Ombak,

2015),h.165-169.

17Anwar Masy’ari,

(44)

35

18. Menyakiti tetangga

c. Mengajarkan cara-cara yang perlu ditempuh, juga untuk meningkatkan budi

pekerti ke jenjang kemuliaan. Misalnya dengan cara melatih diri untuk

mencapai perbaikan bagi kesempurnaan pribadi. Latihan adalah cara yang

sangat tepat untuk membiasakan manusia beretika luhur bukan hanya teori

saja, tetapi benar-benar mengakar dalam hati sanubari setiap insan.

d. Menegaskan arti dan tujuan hidup dengan sebenarnya, sehingga dapatlah

manusia terangsang secara aktif mengerjakan kebaikan dan menjauhkan

segala kelakuan yang buruk dan tercela.

Ibnu Miskawaih menuliskan bahwa tujuan hidup sesungguhnya adalah untuk

mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Maka apa-apa yang menjadi

jalan menuju kebahagiaan itu maka peru kita lakukan seperti meakukan

kebaikan kepada diri sendiri, dan orang lain.

e. Membahas tentang cara-cara menghukum, menilai baik dan buruknya suatu

pekerjaan;kebiasaannya, lingkungannya, kehendak, cita-citanya, suara

hatinya, motif mendorongnya berbuat dan masalah pendidikan etika.

Etika tidak hanya mengetahui pandangan (theory), bahkan setengah

tujuan-tujuannya, ia mempengaruhi dan mendorong kehendak supaya membentuk hidup

suci, menghasilkan kebaikan, kesempurnaan, dan memberi faedah kepada sesama

manusia. Etika itu sendiri mendorong manusia agar berbuat baik, tetapi ia tidak

(45)

36

3. Tujuan Pendidikan Etika

Lahirnya pendidikan tentu tidak luput dari yang namanya tujuan, sebab

segala sesuatu dimunculkan dengan tujuan-tujuan tertetu. K.Hajar Dewantoro

sebagai tokoh penting pendidikan di Indonesia merumuskan bahwa tujuan

pendidikan adalah mengajarkan berbagai ilmu kepada anak didik dengan

harapan agar anak bisa menjadi pribadi yang baik dan sempurna hidupnya yang

selaras dengan masyarakat dan alamnya.

Kemudian JJ. Rousseau, seorang tokoh aliran Naturalisme

mengemukakan pendapatnya mengenai tujuan pendidikan yaitu

mempertahankan sifat baik yang ada di dalam diri manusia untuk diajarkan

kepada anak didik sehingga menciptakan anak didik yang dapat tumbuh secara

alami layaknya manusia dengan kebaikan yang mereka miliki.

Pada dasarnya tujuan pendidikan banyak sekali dan dapat kita rumuskan

sendiri. Pada akhirya tujuan pendidikan seutuhnya adalah untuk melahirkan

insan yang baik dan mumpuni di masyarakat. Dalam Islam pendidikan juga

dilahirkan dengan tujuan mulia Moh. Atiyah al-Abrasy menuliskan dalam

bukunya bahwa tujuan pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak yang

mulia. Pembentukan moral yang tinggi adalah tujuan utama dari pendidikan

Islam. Ulama dan sarjana-sarjana Muslim dengan penuh perhatian telah

berusaha menanamkan akhlak yang mulia, meresapkan fadhilah di dalam jiwa

para siswa, membiasakan mereka berpegang kepada moral yang tinggi dan

(46)

37

(perikemanusiaan) serta menggunakan waktu untuk belajar ilmu-ilmu duniawi

dan ilmu-ilmu keagamaan, tanpa memandang kepada keuntungan materi.18

Tujuan adalah sesuatu yang dikehendaki, baik individu maupun

kelompok. Tujuan etika yang dimaksud merupakan tujuan akhir dari setiap

aktivitas manusia dalam hidup dan kehidupannya yaitu untuk mewujudkan

kebahagiaan. Tujuan utama etika yaitu menemukan, menentukan, membatasi,

dan membenarkan kewajiban, hak, cita-cita moral dari indiviidu dan

masyarakatnya, baik masyarakat pada umumnya, khususnya masyarakat

profesi.19

Selanjutnya Aristoteles menyebutkan bahwa kebahagiaan yang sempurna

adalah apabila ia telah melakukan kebaikan, seperti kebijaksanaan yang

bersifat penalaran dan kebijaksanaan yang berisifat kerja. Dengan

kebijaksanaan nalar dapat memperoleh pandangan yang sehat dan dengan kerja

dapat memperoleh keadaan utama yang menimbulkan perbuatan-perbuatan

yang baik. Hal inilah menurut Arestoteles menjadi tujuan dari etika. Al-

Ghazali menyebutkan bahwa ketinggian akhlak (etika) merupakan kebaikan

yang tertinggi, dimana kebaikan dalam kehidupan itu bersumber dari empat

hal:

a. Kebaikan jiwa, yaitu ilmu, bijaksana, suci diri, berani, dan adil.

b. Kebaikan dan keutamaan badan. Ada empat macam, yakni sehat, kuat,

tampan, dan usia panjang.

18

Moh. Atiyah al-Abrosyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (jakarta: Bulan Bintang, 1970),

h. 10-11.

19

(47)

38

c. Kebaikan eksternal (al-kharijiyah), juga ada empat macam yaitu harta, keluarga, pangkat dan ama baik (kehormatan).

d. Kebaikan bimbingan (taufik-hipotensih), juga ada empat macam, yaitu, petunjuk Allah, bimbingan Allah, pelurusan, dan penguatannya.

Jadi pada dasarnya tujuan etika adalah adalah untuk mencapai

kebahagiaan dunia dan akhirat. Walaupun tujuan ini sering sekali dikaitkan

dengan aliran hedonisme yang menyatakan bahwa tujuan akhir manusia adalah

kesenangan. Semua perbuatan manusia diarahkan pada pencapaian

kesenangan.20

Pada dasarnya tujuan etika didasarkan pada dua aliran yaitu hedonisme

dan idealisme. Aliran idealisme menyatakan bahwa seseorang melakukan

kebaikan tidak dasarkan pada pencapaian di luar kebaikan tersebut. Sehingga

tidak ada kepentingan lain yang masuk baik dalam rangka mencapai

kebahagiaan atau apa pun. Dalam artian ada suatu kewajiban yang timbul dari

dalam diri sendiri.21

Jika etika dalam arti akhlak maka tujuan akhlak adalah hendak

menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna, yang

membedakannya dari mahluk-mahluk lainnya. Akhlak hendak menjadikan

manusia berprilaku baik terhadap sesamanya, baik terhadap mahluk lain.22

Dalam kehidupan sehari-hari, Pendidikan Etika sangat penting diterapkan

untuk menciptakan nilai moral yang baik. Terlepas dari anggapan orang-orang

20

Mudlor Ahmad, Etika dalam Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, tanpa tahun), h. 32.

21

Istighfarotur Rohmaniyah, Pendidikan Etika: Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibn Miskawaih

dalam kontribusinya di bidang Pendidikan, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), h. 62-63.

22Anwar Masy’ari,

(48)

39

tentang pendidikan etika yang hanya merupakan konsep untuk dipahami dan

menjadi bagian dari diri kita. Pada dasarnya pedidikan etika harus dimiliki dan

diterapkan oleh diri kita masing-masing, sebagai modal utama untuk

melahirkan perilaku yang baik, karena etika yang baik akan mencerminkan

perilaku yang baik.

Secara umum pendidikan etika bertujuan untuk menfasilitasi anak agar

mampu menggunakan pengetahuan, mengkaji dan menginternalisasi serta

mampu menggunakan pengetahuan, mengkaji dan mengiternalisasi serta

mempersonalisasi nilai, mengembangkan keterampilan sosial yang

memungkinkan tumbuh dan berkembangnya akhlak mulia dalam diri siswa

serta mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari.23

Adapun tujuan pendidikan etika menurut Anwar Masy’ari adalah untuk mengetahui perbedaan perangai manusia yang baik dan jahat, agar manusia

memegang teguh perangai-perangai manusia yang jelek sehingga terciptalah

tata tertib dalam pergaulan masyarakat, tidak saling membenci dengan yang

lain.24

Selanjutnya M. Athiyah Al-Abrasyi juga berpendapat bahwa tujuan

pendidikan etika adalah membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras

kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan

perangai, bersifak bijaksana,

Gambar

Tabel 1.1 Karya Ibnu Miskawaih yang telah dicetak
Tabel 1.3 Karya Ibnu Miskawaih yang dinyatakan Hilang
Tabel 1.4 Contoh Implementasi Pendidikan Etika dalam Kehidupan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah media pembelajaran yang menarik dengan cara menampilkan data berupa teks, gambar dan suara yang terdapat pada aplikasi ini

Salah satu upaya yang ditempuh oleh guru bimbingan dan konseling MAN 1 Bawu Jepara sebagai seorang pembimbing di sekolah untuk meningkatkan kedisiplinan peserta

Pengujian keamanan secara klinis dilakukan dengan metode Uji Tempel Terbuka Berulang (UTTB) dan Uji Tempel Tertutup Tunggal (UTTT) pada lebih dari 50 relawan. Sifat iritasinya

Kebiasaan belajar yang efektif juga akan berdampak dalam kehidupan sehari-hari siswa dimana mereka akan senantiasa terbiasa melakukan sesuatu dengan hasil

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa debu dapat menyebabkan penurunan fungsi paru baik secara obstruktif (penurunan FEV1) dan restriktif (penurunan FVC)

Allhamdulillahirabbil‘alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahamat, taufik, dan hidayah-NYA sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis hasil dari

ANGGOTA KELOMPOK SEMUA PESERTA DLM KELAS SETIAP KELOMPOK RB MELAKUKAN DISKUSI BERPASANGAN UNTUK PEMECAHAN MASALAH WAKTU BERDISKUSI RELATIF PENDEK 3 - 6 MENIT PENGAJAR SEBAGAI

antipiretik sesuai program. Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien anak dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat antipiretik untuk menurunkan panas