PENDIDIKAN ETIKA DALAM AL-QUR’AN SURAT LUQMAN AYAT 18 PERSPEKTIF IBNU MISKAWAIH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM
KEHIDUPAN
SKRIPSI
OLEH: MUHSINAH NIM. D01213038
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SURABAYA
ABSTRAK
Muhsinah, D01213038. Manusia sebagai mahluk sosial tentu mebutuhkan teman untuk bergaul, untuk menyatakan suka duka, dan memenuhi berbagai kebutuhan lainnya yang bersifat kolektif. Sebagai mahluk sosial mau tidak mau harus berinteraksi dengan manusia lainnya dan membutuhkan lingkungan di mana ia berada. Ia menginginkan adanya ligkungan sosial yang ramah, peduli, santun, dan saling menjaga dan menyayangi, dan sebagaiya. Akan tetapi di era ini telah banyak muncul perilaku amoral, tak jarang yang menjadi pelaku amoral datang dari kaum muslim. Hal tersebut jelas bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an sebagai pedoman hidup yang didalamnya telah banyak ditunjukkan bagaimana seharusnya manusia berinteraksi dengan orang lain, baik sesamanya maupun dengan yang lain.
Pendidikan Etika merupakan pendidikan yang membentuk perilaku seseorang melalui pendidikan budi pekerti atau penanaman nilai-nilai baik yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang. Pendidikan ini termasuk dalam kategori interaksi sosial dalam lingkungan kehidupan seperti contoh sikap rendah hati dan saling menghargai. Pendidikan etika membutuhkan banyak waktu dalam proses pembentukannya salah satu caranya adalah dengan cara pembiasaan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang ketiganya membutuhkan kesinambungan yang baik.
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep pendidikan etika, implementasi pedidikan etika pada keluarga, sekolah, dan masyarakat, dan juga keterpaduan lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sebagai pusat pendidikat etika, serta analisis pendidikan etika dalam Q.S. Luqman ayat 18 yang didasarkan pada pendapat Ibnu Miskawaih sebagai tokoh etika Islam sekaligus filsuf muslim. Penulisan ini merupakan analisis
kualitatif deskriptif menggunakan metode maudlu’iy, deskriptif analitik, serta
kajian pustaka (Library Research), yaitu dengan menghimpun ayat-ayat al-
Qur’an mengenai pendidikan etika, dan menguraikan secara teratur konsepsi sang tokoh (Ibn Miskawaih) mengenai inovasi metode Pendidikan Etika.
Dalam Q.S. Luqman berisi nasehat tentang etika berkomunikasi, yang termasuk ke dalam karakter sosial yang dikemas dengan bagaimana cara bersikap terhadap orang lain termasuk lawan bicara kita. Hal ini dijelaskan dalam surat Luqman ayat 18 yang berisi tentang larangan Luqman terhadap sang anak untuk memalingkan muka dari lawan bicara kita karena sombong dan berjalan dengan angkuh merasa diri sendiri paling tinggi derajatnya dan merendahkan orang lain. Dalam pandangan Ibnu Miskawaih sombong dalam surat Luqman di atas termasuk dalam penyakit jiwa manusia yang merupakan penyebab timbulnya amarah di dalam diri manusia, dan timbulnya amarah inilah yang kemudian menghalangi manusia untuk mendapatkan kebahagiaannya. Sebab hakikatnya tujuan manusia hidup adalah untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Kegunaan Penelitian ... 9
E. Penelitian Terdahulu ... 10
F. Batasan Masalah ... 14
G. Definisi Operasional ... 14
H. Metodologi Penelitian ... 16
I. Sistematika Pembahasan ... 22
BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Pendidikan Etika ... 25
2. Ruang Lingkup Pendidikan Etika ... 29
3. TujuanPendidikan Etika ... 36
4. Fungsi Pendidikan Etika ... 41
5. Macam-Macam Pendidikan Etika ... 43
B. Nilai-Nilai Pendidikan Etika dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 18 ... 46
1. Redaksi Ayat ... 46
2. Asbab An-Nuzul ... 48
3. Munasabah ... 48
4. Isi Kandungan Q.S. Luqman [31]:18 ... 56
5. Pendapat Para Mufasir ... 57
a. Imam Ibnu Katsir ... 57
b. Ahmad Mustofa Al-Maraghiy... 61
c. Sayyid Quthb ... 61
d. Quraish Shihab ... 62
6. Etika Berkomunikasi ... 73
BAB III BIOGRAFI IBNU MISKAWAIH A. Sejarah Kehidupan Ibnu Miskawaih ... 84
B. Perkembangan Intelektual dan Spiritual ... 86
C. Karya-Karya Ibnu Miskawaih ... 90
D. Pemikiran Ibnu Miskawaih tentang Pendidikan Etika ... 94
BAB IV PEMIKIRAN IBNU MISKAWAIH TENTANG PENDIDIKAN ETIKA DALAM Q.S. LUQMAN AYAT 18 DAN IMPLEMENTASI DALAM KEHIDUPAN A. Pendidikan Etika dalam Q.S. Luqman ayat 18 Perspektif Ibnu Miskawaih .. 110
1. Jenis-Jenis Sombong ... 125
2. Faktor-Faktor Penyebab Manusia Berperilaku Sombong ... 126
3. Dampak Kesombongan ... 133
B. Implementasi Pendidikan Etika dalam Al-Qur’an Surat Luqman Perspektif Ibnu Miskawaih ... 137
2. Pendidikan Etika di Lingkungan Sekolah ... 143
3. Pendidikan Etika di Lingkungan Masyarakat ... 146
4. Keterpaduan pendidikan Etika di Lingkungan keluarga, Sekolah dan
Masyarakat ... 156
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 160
B. Saran ... 163
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu istilah yang disepakati sebagai wadah
pengembangan fisik dan psikis manusia untuk mencapai kebaikan Jasmani dan
Rohaninya. Sehingga kemudian Pendidikan dianggap sebagai aspek penting untuk
membentuk generasi yang siap memegang tongkat estafet generasi terdahulu
dalam rangka membangun masa depan, demikianlah Muhaimin berpendapat
dalam bukunya yang berjudul Konsep Pendidikan Islam. Tujuan pendidikan sebagaimana telah dilahirkan oleh Undang-Undang Pendidikan Nasional RI No. 2
Tahun 1989 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnnya, dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan1 pada akhirnya
menuntut kita mewujudkannya dengan baik.
Kebutuhan yang paling esensial dalam kehidupan manusia adalah
pendidikan sebab pendidikan merupakan kebutuhan individu untuk
mengembangkan kualitas, potensi, dan bakat diri. Perubahan manusia dari yang
tidak mengetahui menjadi mengetahui, yang bodoh menjadi pintar, yang tidak
paham menjadi paham dan tidak tahu menahu menjadi ahli dibidangnya hal itu
merupakan hasil dari bentukan Pendidikan. Pendidikan menjadi jembatan dan
wadah pembentukan diri manusia menuju kesempurnaan yang diharapkan oleh
1
Undang-Undang Pendidikan Nasional, dan dikutip dari buku yang berjudul Dasar-Dasar
2
setiap individu, yang kemudian ada keterlibatan antara manusia dan proses
pendidikan itu sendiri, sehingga menjadi siklus kehidupan yang teratur.
Dalam Webster’s New World Dictionary (1962) dijelaskan bahwa
Pendidikan merupakan proses pelatihan dan pengembangan pengetahuan,
ketrampilan, pikiran, karakter, dan seterusnya, khususnya lewat persekolahan
formal. Proses pelatihan dan pengembangan untuk mempertinggi kualitas
keterampilan dan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan hidup yang
dihadapinya. Hal terpenting di sini adalah proses melatih peserta didik yang
dirancang dalam bentuk pengalaman belajar untuk mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, kompetensi yang dapat dijadikan sebagai modal untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya dan keluarganya.2
Kepentingan proses dalam pendidikan akan menjadi prioritas dengan
tujuan melahirkan manusia yang berkarakter dan dapat mengaplikasikan ilmu
yang diperoleh selama pengalaman belajar baik di lingkungan sekolah atau
masyarakat. Dengan hal ini manusia sebagai mahluk sosial disamping melatih
keterampilan, kompetensi, dan mengembangkan pengetahuan sesuai bidang ilmu
yang diminatinya, maka manusia atau peserta didik juga dilatih dengan
kemampuan berpikir yang akhirnya dapat membentuk karakter dengan dilandasi
etika moral yang tinggi, sehingga dapat mudah dalam berinteraksi dengan
masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Begitu besar cita-cita pendidikan yang sesungguhnya, hanya saja saat ini
banyak sekali fenomena atau kejadian yang justru mencoreng nama baik
2
Syaiful Sagala, Etika da Moralitas Pendidikan (Peluang dan Tantangan), (Jakarta: Kencana,
3
pendidikan. Moral dan etika peserta didik semakin tidak bisa diacungi jempol.
Sehingga kemudian Pendidikan dinggap sebagai institusi yang gagal membentuk
peserta didik yang beretika baik.
Era reformasi globalisasi tidak lagi hanya menjadi bahan perbincangan
hangat, tetapi telah menjadi teman keseharian dalam hidup ini yang dapat
mempemudah juga dapat mempersulit keberlangsungan dalam bermasyarakat.
Baru-baru ini media sosial tengah dikagetkan dengan berita seorang guru yang
dianiaya oleh muridnya sendiri sebab murid tidak terima dengan perlakuan guru
saat guru memintanya mengerjakan tugas kelas. Sehingga menyebabkan sang
guru harus dirawat di rumah sakit selama beberapa minggu. Menurut berita yang
tersebar penganiayaan ini juga dilakukan oleh orang tuanya karena anak mengadu
kepada orangtua dan orangtua tidak terima dengan perlakuan guru tersebut.
Kejadian di atas mengambarkan bahwa saat ini Indonesia tengah
dihadapkan dengan krisis moral anak bangsa. Berbagai berita muncul ke
permukaan dan memanas, membuat semua orang miris dengan keadaan ini.
Berbagai opini publik muncul dan mencoba mencari celah solusi, juga mencari
titik temu antara kenyataan di lapangan dan cita-cita bangsa ini. Para pelaku
pendidikan tengah dipusingkan dengan keadaan yang semakin kompleks sehingga
menuntut untuk memiliki keterampilan lebih dalam mengahadapi setiap
problematika yang datang. Hal inilah yang kemudian menjadi PR besar kita
semua untuk dapat meminimalisir ketimpangan dunia pendidikan saat ini.
Islam memberikan perhatian penuh terhadap dunia Pendidikan, di
4
dengan diberikan pendidikan yang baik dan benar, akan terbentuk individu yang
beradab dan pada akhirnya dapat memunculkan kehidupan sosial yang bermoral.
Pendidikan Islam menjadi wadah yang berisi berbagai jenis pembelajaran hidup
yang dapat diambil dan dipelajari. Karena manusia merupakan mahluk sosial
maka pendidikan Islam pun memberikan rambu-rambu untuk berkehidupan
dengan sesamanya.
Muslih Usa mengutip pendapat Naquib Al-Attas yang ditulis dalam
bukunya Pendidikan Islam di Indonesia bahwa tujuan pendidikan Islam adalah pencapaian kebahagiaan di dunia dan akhirat. Hal ini akan berarti pula bahwa
Pendidikan Islam mengandung konsep agama (din), konsep manusia (insan), konsep kebijakan (hikmah), konsep keadilan („adl), konsep amal (amal sebagai adab), dan konsep perguruan tinggi (kuliyatul jam’iyah). Dengan perpaduan konsep inilah manusia mampu meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.3
Dari kutipan di atas dapat digaris bawahi bahwa pendidikan Islam itu juga
mencakup konsep amal (amal sebagai adab). Di sinilah kemudian mengapa pendidikan Islam menjadi bahan penting untuk melahirkan manusia yang beradab.
Oleh sebab itu Pendidikan akhlak menjadi alat yang tepat untuk mewujudkan
tujuan tersebut, sebagaimana diungkapkan oleh Rasulullah sebagai Sunnah Qauliyah yaitu “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Ahmad) dan “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling
3
5
baik akhlaknya” (HR Tirmidzi). Al-Attas juga menyampaikan bahwa wajib
hukumnya bagi peserta didik untuk membentengi dirinya dengan akhlak.4
Etika maupun akhlak menjadi sesuatu yang sangat penting dan berharga
bagi keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara, sudah tentu etika yang baik
dan mulia (akhlaqul karimah). Mengingat etika akan membentuk watak bangsa yang berkarakter dan memiliki jati diri. Pada masa Presiden Soekarno ketika itu,
dalam setiap kesempatan senantiasa mengingatkan tentang arti pentingnya nation and character building (pembangunan bagsa dan karakter), karena dengan memiliki karakter, suatu bagsa akan dihargai dan diperhitungakan oleh bangsa
manapun di dunia.5
Sementara itu Istighfaratur Rohmaniyah mengutip tulisan Khoirur Rijal
dan Muhammad Agus Khoirul Wafa bahwa Etika mulia yang bersifat absurd, jadi
tentu memerlukan berbagai pendekatan untuk mendapatkan formula yang aplikatif
yang sehingga manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat luas.
Banyak kalangan berpendapat media yang efektif bagi perbaikan akhlak, salah
satunya adalah pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal.6
Ibn Miskawaih seorang intelektual muslim merumuskan bahwa tujuan
pendidikan akhlak adalah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara
spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik. Secara
4
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib
Al-Attas, (Bandung: Mizan, 2003), cet. Ke-1, h. 22.
5
Istighfarotur Rohmaniyah, Pendidikan Etika: Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibn Miskawaih
dalam kontribusinya di bidang Pendidikan, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), h.4
6
Istighfarotur Rohmaniyah, Pendidikan Etika: Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibn Miskawaih
6
keseluruhan tujuan pendidikan akhlak yang ingin dicapai bersifat meneyeluruh,
yakni mencakup kebahagiaan hidup dalam arti yang seluas-luasnya.7
Etika atau Akhlaq sering disebut filsafat moral dan merupakan cabang
filsafat yang biasanya disebut filsafat moral yang berbicara mengenai tindakan
manusia dalam kaitannya dengan tujuan utama hidupnya. Filsafat ini merupakan
cabang filsafat yang berbicara tentang praksis (tindakan) manusia. Dalam istilah
filsafat, etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan yang menggambarkan nilai-nilai itu sendiri. Etika tidak mempersoalkan
keadaan manusia, tapi mempersoalkan bagaimana manusia harus bertidak dan
berperilaku yang ditentukan oleh berbagai norma dengan tujuan melahirkan
kebahagiaan, keutamaan, dan kehidupan sosial.8
Filsafat etika merupakan salah satu khazanah intelektual muslim yang
kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan. Islam memberi perhatian sangat
besar terhadap etika yang dapat dilihat secara historis maupun teologis dalam
ajaran islam itu sendiri. Baegitu banyak inteletual muslim yang telah membahas
akhlak secara filosofis, diantaranya adalah Ibn Miskawaih, Abu bakar Ar-Razi,
Ikhwan Ash- Shafa, Al-Ghazali, dan lain sebagainya.9
Filsuf Islam terbesar yang memberikan perhatian khusus mengenai filsafat
etika adalah Ibn Miskawaih. Bagi Ibn Miskawawaih, filsafat etika sebagai disiplin
ilmu tersendiri merupakan sistem metodologi untuk mencapai khulq yang baik
7
Abuddin Nata dalam bukunya Pemikiran para Tokoh Pendidikan Islam, yang dikutip dari Kitab
As-Sa’adat, h. 34-35.
8
Syaiful Sagala, Etika dan Moralitas Pendidikan (Peluang dan Tantangan), (Jakarta:KENCANA,
2013), h. 10-11.
9
Istighfarotur Rohmaniyah, Pendidikan Etika: Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibn Miskawaih
7
yang menerbitkan perbuatan-perbuatan baik secara mudah guna mencapai tujuan
akhir: sa’adah abadiyah. Untuk itu pertama-tama perlu diketahui hakikat nafs dan fungsinya berikut potensi-potensinya, yang bila potensi- potensi itu digunakan
sebagaimana mestinya akan tercapai martabat kemanusiaan yang tinggi. Juga
perlu dipahami cara-cara memelihara kesehatan nafs dan penyakit-penyakit yang menggerogotinya.10
Besarnya perhatian filsuf muslim terhadap pendididkan etika tentu tidak
luput dari tuntunan Al-Qur’an sebagai dasar berpikir yang paten. Ayat-ayat tentang etika banyak sekali dipaparkan dalam al-Quran salah satunya dalam Q.S.
Luqman ayat 18, dalam ayat ini diceritakan tentang larangan dari Allah kepada
manusia untuk tidak bersikap sombong dan angkuh terhadap sesama manusia,
yang kemudian disampaikan dengan contoh perilaku seseorang terhadap orang
lain. “Dan janganlah engkau palingkan mukamu dari manusia dan janganlah berjalan di muka bumi dengan congkak” dalam ayat ini terlihat jelas bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong atau takabur di muka bumi.
Surah Luqman merupakan surah yang sangat populer dikalangan
intelektual muslim, di dalamnya banyak terkandung ayat pendidikan dan pola
asuh anak sesuai dengan tuntunan Allah. Pribadi Luqman yang sholeh dan
bertaqwa sangat menginspirasi banyak umat di muka bumi ini. Allah
mengabadikan kisahnya dalam al-Qur’an dengan tujuan agar umat Islam belajar terhadap kesholehan dan ketaqwaan Luqman yang berhasil mendidik
anak-anaknya menjadi putra-putri yang sholeh sholehah, berakhlaqul karimah, dan
10
Istighfarotur Rohmaniyah, Pendidikan Etika: Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibn Miskawaih
8
menjunjung tinggi kehormatan Islam sebagai agamanya. Dia termasuk kedalam
daftar manusia yang ahli hikmah, kata-katanya merupakan pelajaran dan nasehat,
diamnya adalah berpikir dan isyarat-isyaratnya merupakan peringatan, dia bukan
seorang nabi melainkan manusia biasa yang bijaksana dan Allah telah
memberikan kebijakasanaan di dalam lisan dan hatinya. Di mana
nasehat-nasehatnya diabadikan, dan menjadi nama sebuah surat dalam al-Qur’an, nasehat-nasehat pada anaknya tercantum di dalam ayat 12-19. Surah Luqman lebih dikenal
dengan surah yang memuat pola pendidikan anak. Selayaknyalah kita sebagai
umat Islam mengetahui dan mengambil pelajaran penting dalam surah ini.
Berdasarkan dari uraian di atas, peneliti kemudian bermaksud untuk
melakukan penelitian guna mengetahui lebih jauh lagi tentang Pendidikan Etika
dalam Q. S. Luqman ayat 18, namun dalam hal ini peneliti fokuskan pada
pemikiran Ibn Miskawaih, sehingga penelitian ini diberi judul: “Pendidikan
Etika dalam Q.S. Luqman ayat 18 Perspektif Ibnu Miskawaih”
B.Rumusan Masalah
1. Bagaimana pendapat para Mufasir tentang Pendidikan Etika dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 18?
2. Bagaimana analisis nilai-nilai Pendidikan Etika dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 18 Perspektif Ibnu Miskawaih?
9
C.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Penulis ingin mengetahui pendapat para Mufasir tentang Pendidikan Etika
dalam Al-Quran surah Luqman ayat 18.
2. Penulis ingin mengetahui analisis nilai-nilai Pendidikan Etika dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 18 Perspektif Ibn Miskawaih.
3. Penulis ingin mengetahui implemetasi nilai Pendidikan Etika dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 18 Perspektif Ibn Miskawaih dalam kehidupan.
D.Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian dari skripsi ini dapat memberi manfaat antara
lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Adapun hasil penelitian ini diharapkan untuk mengembangkan teori
pendidikan etika dalam Al-Quran.
b. Adapun hasil penelitian ini diharapkan untuk mengembangkan teori
pendidikan etika dalam Al-Quran Surah Luqman ayat 18 perspektif Ibn
Miskawaih.
c. Penelitian ini sebagai evaluasi diri agar menjadi manusia yang beretika
sesuai tuntunan Al-Quran
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan tambahan
10
ditransformasikan kepada masyarakat tentang pentingnya seseorang
muslim mempunyai etika yang sesuai dengan tuntuna Al-Quran.
b. Bagi peneliti yaitu sebagai salah satu syarat kelulusan dalam
menyelesaikan program sarjana di prodi Pendidikan Agama Islam, jurusan
Pendidikan Silam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Universitas
Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
c. Penelitian ini juga dapat dijadikan bahan literature atau refrensi baru untuk
menambah wawasan tambahan bagi peenliti selanjutnya.
E.Penelitian Terdahulu
Pada bagian ini penulis akan mendiskripsikan beberapa karya skripsi
sebelumnya yang ada kaitannya tentang nilai-nilai Pendidikan Etika dalam Q.S.
Luqman ayat 18 Perspektif Ibn Miskawaih. Adapun daftar skripsi tersebut sebagai
berikut:
1. Dewi Hamalatin Ni’mah (2016), alumni Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya. Skripsinya berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Etika Berkomunikasi dalam Surah Al-Hujurat ayat 1-3” yang menjelaskan tentang Etika berkomunikasi sesuai tuntunan Al-Quran.
Adapun bentuk pendidikan Etika Berkomunikasi dalam Q.S. Al-Hujurat ayat
1-3 adalah:
a. Kesopanan dalam perbuatan /tindakan
11
2. Ani Tuti Aswati (2014), alumni fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan
Ampel Surabaya. Skripsinya Berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Etika Sosial dalam Al-Quran (Kajian Q.S. Al-Hujurat ayat 11-13)” yang menjelaskan tentang Nilai-nilai Pendidikan yang menjunjung tinggi kehormatan sesama
Muslim.
Adapun poin–poin pokok yang dibahas dalam skripsi ini adalah :
a. Pendidikan berprasangka baik, agar tercipta persaudaraan yang harmonis
dan senantiasa menjaga kepercayaan sesama manusia terutama sesama
Muslim.
b. Pendidikan ta’aruf, sehubungan dengan berperasangka baik, ta’aruf adalah salah satu jalan agar tidak terjadi buruk sangka. Agar saling menjalin
komunikasi yang baik dan menjaga silaturrahmi.
c. Pendidikan taubat yaitu mengajarkan setiap manusia agar senantiasa
mendekatkan diri kepada-Nya.
3. Maftuchatul Choiriyah (2012), alumni Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN
Sunan Ampel Surabaya. Skripsinya berjudul “Studi Komparasi Konsep Akhlak Perspektif Ibn Miskawaih dan Syeh Muhammad Naquib Al-Attas”. Skripsi ini membahas tentang Komparasi hasil pemikiran dari dua tokoh Pendidikan Etika
yaitu Ibn Miskawaih dan Syeh Muhammad Naquib Al-Attas.adapun hasil
Pemikiran dari masing-masing tokoh adalah sebagi berikut:
a. Konsep Pendidikan Akhlak Ibn Miskawaih adalah “al-wasith” (jalan tengah) yang diartikan keadaan jiwa yang mendorong manusia untuk
12
pertimbangan) itu dapat diperoleh dari pembawaan sejak lahir, tetapi juga
daapat diperoleh dari latihan-latihan membiasakan diri, hingga menjadi
sifat kejiwaan yang dapat melahirkan perbuatan yang baik.
b. Konsep Pendidikan Akhlak menurut Syed Muhammad Naquib Al- Attas
adalah hasil adopsi dari kosep ta’dzib yaitu pengenalan dan pengamalan
yang secara berangsur-angsur ditanamkan daam diri manusia, tentang
tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan
sedemikian rupa sebagai upaya pembentukan akhlakul karimah guna
mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub) demi mencapai keselamatan di dunia dan di akhirat. Ketahuilah bahwa ketaatan dan ibadah dalam rangka
melaksanakan perintah dan larangan Allah haruslah sesuai dengan syari’at.
Dari dua konsep diatas dapat dianalisis persamaan diatara keduanya yaitu:
konsep keduanya sama-sama berlandaskan pada ontologi (tauhid),
epistimologi (ilmu), dan aksiologi (akhlak/moral) yang mengacu pada
Al-Qur’an dan Al-Hadits.
4. Nur Indah Jalilah (2017), alumni Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan
Ampel Surabaya. Skripsinya berjudul “Pendidikan Karakter dalam Q.S. Luqman ayat 12-19”. Adapun Nilai-Nilai Pendidikan Karakter yang ada dalam Q.S. Luqman ayat 12-19 adalah sebagai berikut:
a. Karakter Syukur
b. Karakter Iman
c. Karakter berbuat baik pada orang tua
13
e. Karakter Ibadah
f. Karakter Sosial
Persamaan dari skripsi yang ditulis oleh Dewi Hamalatin Ni’mah dan Ani Tuti
Aswati adalah sama-sama membahas tentang Pendidikan Etika yang tertulis
dalam Q.S. al-Hujurat. Juga keduanya sama-sama menggunakan kajian studi
analisis yaitu dengan mengambil sumber dari ayat al-Qur’an, as-Sunnah, buku
literatur yang relevan dan kitab karangan para Ulama’Salaf.
Perbedaan dari keempat skripsi di atas adalah dari segi obyek penelitian yaitu
pada skripsi pertama tentang pendidikan etika dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 1-3
sedangkan skripsi kedua pada surah yang sama namun ayatnya berbeda yaitu ayat
11-13. Kemudian skripsi yang ketiga perbedaanya terletak pada obyek penelitian
yaitu menggunakan analisis pendapat para tokoh. Skripsi keempat obyek
penelitiannya menggunakan kajian tafsir al-Qur’an yaitu Q. S. Luqman ayat 12-13 Peneliti menganalisis nilai-nilai pendidikan etika dalam Al-Qur’an Surat luqman ayat 18 berdasarkan pendapat Ibn Miskawaih sebagai tokoh yang banyak
berkontribusi dalam dunia pendidikan etika berikut implementasinya dalam
kehidupan. Perbedaan obyek penelitian dan metode yang digunakan tentu akan
berbeda dengan analisis dan kontribusi yang disumbangkan dengan penelitian
sebelumya. Meskipun pada penelitian saudari Maftuchatul Choiriyah sama-sama
meneliti pendapat tokoh ini.
Berdasarkan telaah pustaka yang telah penulis lakukan belum ditemukan
14
ayat 18 yang berdasarkan pendapat Ibn Miskawaih. Oleh karena itu penulis
memilih tokoh tersebut sebagai objek kajian dalam penelitian ini.
Pada skripsi kali ini penulis mengkaji sebuah penelitian dengan judul
“Pendidikan Etika dalam Al-Qur’an Surat ayat 18 Perspektif Ibn Miskawaih dan
Implementasinya dalam Kehidupan”.
F. Batasan Masalah
Mengingat luasnya pembahasan, maka untuk lebih memperjelas dan
memberi arah yang tepat dalam penulisan skripsi ini, perlu adanya pembatasan
masalah dalam pembahasannya. Maka penulis membatasi permasalahan dalam
penulisan skripsi ini sebagai berikut:
1. Konsep pendidikan Etika dalam Al-Quran Surah Luqman ayat 18.
2. Perspektif Ibn Miskwaih tentang Pendidikan Etika dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 18 dan Implementasinya dalam Kehidupan.
G.Definisi Oprasional
Dalam usaha menghindari terjadinya persepsi lain mengenai istilah-istilah
yang ada, oleh karena itu perlu adanya penjelasan mengenai definisi istilah dan
batasan-batasannya, dalam upaya mengarahkan penelitian ini. Adapun definisi
operasional yang terkait dengan judul penelitian ini sebagai berikut:
1. Pendidikan Etika
Pengertian pendidikan secara umum dapat kita artikan sebagai suatu
15
menanamkan pengetahuan (kognitif), menanamkan nilai-nilai atau sikap
(afektif), dan melatih keterampilan (psikomotorik) kepada para peserta didik
untuk mempersiapkan masa depannya yang lebih beretika.11 Etika adalah ilmu
tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.12
Pendidikan etika adalah suatu proses mendidik, memelihara, membentuk
dan memberikan latihan mental dan fisik tentang etika dan kecerdasan
berpikir baik yang bersifat formal maupun informal, sehingga menghasilkan
manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan
bertanggung jawab dalam masyarakat.13
2. Al-Quran Surah Luqman ayat 18
Surah ini termaktub dalam Al-Quran Juz 21 dan termasuk surat ke 31
yang terdiri dari 34 ayat dan surat ini termasuk dalam Surat Makkiyah. Surat
ini bercerita tentang seorang lelaki yang sholeh bernama Luqman ia adalah
seorang yang selalu mendekatkan hatinya kepada Allah dan merenungkan alam
yang ada disekelilingnya, sehingga dia mendapat kesan yang mendalam, dan
mendapat hikmat. Demikianlah pendapat Hamka dalam bukunya Tafsir Al-Azhar.
Hikmat yang dimaksud di sini adalah kesan yang tinggal dalam iwa
manusia dalam melihat pergantian suka duka hidup. Itulah sebabnya Luqman
diberi gelar “Luqmanul Hakim” yang berarti Luqman Ahli Hikmat. Dalam
surah ini hampir Sembilan puluh persen ayatnya bercerita tentang pola
11
http://www.bppk.depkeu.go.id/bdk/pontianak/index.php/home/10-umum/83-menanamkannilai-nilai-etika-dalam-kehidupan-mahasiswa-stan
12
K. Bertens, Etika, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011), hal. 4.
13
M. Yatimin Abdullah, Pengantar Pendidikan Etika, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006),
16
pendidikan dan pola asuh anak. Mulai dari ajaran tentang tauhid, sampai ajaran
tentang sosial terpampang jelas dalam surat ini.
Dalam penelitian ini penulis fokuskan pada ayat 18 yang mana berisi
tentang Larangan seorang manusia berlaku sombong di depan saudara
sesamanya. Secara harfiah ayat tersebut bermakna “dan janganlah engkau
palingkan muka dari manusia” itu sebagai tanda bahwa perilaku sombong atau takabbur sangat tidak disukai oleh Allah. Penelitian ini juga ditujukan untuk
mengetahui sisi psikologis manusia yang tersurat dalam ayat ini agar lebih
memahami nilai eetika dalam hidup berdampingan dan lebih berhati-hati dalam
menyikapi dan menanggapi sikap dan kondisi tertentu dalam menjalani
kehidupan.
3. Implementasi
Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana
yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Imlpementasi biasanya
dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap sempurna. Menurut Nurdin
Usman, imlpementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau
adanya mekanisme siatu sistem, implementasi bukan sekedar aktivitas tapi
suatu kegiatan yang terrencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.14
H.Metode Penelitian
Dalam menyusun skripsi ini penulis menggali dan memperoleh data
dengan metodologi penelitian sebagai berikut:
14
17
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif, yaitu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati. 15 Data yang
dikumpulkan dalam menyelesaikan dan memberikan penafsiran tidak
menggunakan angka/ rumus statistic melainkan berupa kata-kata yang digali
dari buku atau literature.
Kajian ini merupakan kajian pustaka (Library Research) yaitu pengambilan data dari buku-buku atau karya ilmiah dan bidang tafsir
Al-Qura’an dan Pendidikan. Dalam penelitin ini mencari konsep Pendidikan Etika
dalam Al-Quran surah Luqman ayat 18 perspektif Ibn Miskawaih.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan Kualitatif, artinya prosedur
pemecahan masalah dengan menggunakan data yang dinyatakan secara verbal
dan kalsifikasinya bersifat teoritis. Tidak diolah melaui perhitungan matematik
dengan berbagai rumus statistic. Namun pengolahan datanya disajikan secara
rasional dengan menggunakan pola pikir menurut hukum-hukum logika.
3. Sumber Data
Data adalah segala keterangan (Informasi) mengenai segala hal yang
berkaitan dengan tujuan penelitian.
15
SYahrin Harahab, Metodologi Studi PEnelitian Ilmu-Ilmu UShuluddin, (Jakarta: Raja Grafindo
18
Menurut sumbernya, data penelitian digolongkan sebagai data primer dan data
sekunder. Data yang digunakan penulis dalam penelitian ini terdiri dari data
primer dan data sekunder, yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah sumber informasi yang mempunyai wewenang dan
tanggungjawab terhadap pengumpulan ataupun penyimpanan data atau
disebut juga sumber data/informasi tangan pertama, dikumpulkan oleh
peneliti secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga
sebagai data asli atau data baru. Sumber data primer penulis adalah:
1) Ahmad Musthafa al- Maraghi, Tafsir al- Maraghi, Juz 19, Tanpa Penerbit, 1974.
2) Al- Imam Abul Fidda Isma’il Ibn Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir, Bandung: Sinar Baru Algensido, 2004.
3) Sayyid Quthb, Tafsir FI Zilalil Qur’an, Jilid 9, Kairo: Darus Syauq,
1968.
4) Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Skripsi ini mengkaji Al-Qur’an surat Luqman ayat 18 yang kemudian digunakan untuk menganalisis pemikirn tokoh pendidikan yaitu Ibnu
Miskawaih. Pemikiran tokoh ini pada dasarnya hanya bersifat tentang
Etika Islam yang kemudian penulis tarik ke dalam kajian pendidikan
sehingga dapat ditemukan hasil pemikiran beliau tentang Pendidikan
19
pendapat para mufasir tentang ayat 18 Al-Qur’an Surat Luqman tersebut dan Implementasi dalam Kehidupan.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber data yang mendukung dan melengkapi
data-data primer. Data ini berfungsi sebagai penunjang data primer, dengan
adanya sumber data primer maka akan semakin menguatkan argumentasi
maupun landasan kajian teori dalam kajiannya.
Adapun data Sekunder dalam penelitian ini adalah beberapa ayat
Al-Quran, Hadits yang relevan dan buku- buku yang menunjang di dalamnya
mengandung tentang Pendidikan Etika dalam Al-Quran Surat Luqman ayat
18 Perspektif Ibn Miskawaih dan aplikasinyaa dalam kehidupan
bermasyarakat, diantaranya:
1) Ibnu Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, Bandung: Mizan, 1994.
2) Istighfaratur Rohmaniyah, Pendidikan Etika (Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibnu Miskawaih dalam Kontribusinya di bidang Pendidikan), Malang: UIN Maliki Press, 2010.
3) Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Prendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2003.
4) Toshihiko Izutsu, Konsep-Konsep Etika Religius dalam Qur’an, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1993.
20
6) K. Bertens, ETIKA¸ Jakarta: Gramedia, 2011. 4. Analisis Data
Adapun macam-macam metode tafsir al-Qur’an adalah sebagai berikut: a. Metode Tafsir Tahlily (analitis)
Secara etomologis metode Tahlili dapat diartikan sebagai cara mennjelaskan arti dan makasud ayat-ayat al-Qur’an dari sekian banyak seginya, dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutan-urutannya dai
dalam mushaf, melalui kosa kata, penjelasan asbab al-nuzul (sebab-sebab turunnya suatu ayat), munasabat (keterkaitan ayat dengan ayat, surat dengan surat dan seterusnya), serta kandungan ayat tersebut, sesuai
keahlian dan kecendrungan seorang mufasir.
b. Metode Tafsir Maudhu’iy (Tematik)
Metode Maudlu’iy adalah suatu metode menafsirkan Al-Qur’an dengan menghimpun ayat-ayat, baik dari suatu surat maupuun beberapa
surat, yang erbicara tentang topik tertentu, untuk kemudian mengaitkan
anatar satu dengan lainnya. Kemudian mengambil kesimpulan menyeluruh
tentang masalah tersebut menurut padangann Al-Qur’an. c. Metode Komparasi (Muqarran=Perbandingan)
Tafsir perbandingan adalah suatu metode mencari kandungan Al-Qur’an dengan cara membandingkan suatu ayat dengan ayat lain, yaitu ayat-ayat
yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua masalah atau
21
bertenntangan, serta membandingkan pendapat-pendapat para ulama tafsir
menyangkut penafsiran Al-Qur’an.
Dalam penelitian ini, penulis mengenalisis data dengan metode tafsir Maudlu’iy (tematik) karena metode maudlu’iy adalah metode penafsiran yang
difokuskan pada suatu permasalahan atau topik tertentu, kemudian
dihimpunlah ayat-ayat atau hadits terntentu yang berhubungan dengan masalah
atau topik tersebut yang akhirnya dilakukan analisis berdasar ilmu yang benar,
yang digunakan oleh pembahas untuk menjelaskan permasalahan tersebut
dengan mudah dan menenukan akar masalah dari sebuah tema atau topik.
Adapun tahapan kerja tafsir maudhu’iy adalah sebagai berikut:
1. Memilih atau menetapkan masalah al-Qur’an yang akan dikaji secara
maudhu’iy (tematik).16
2. Melacak seluruh ayat Al-Qur’an yang terdapat pada seluruh surat
al-Qur’an yang berkaitan dengan berbicara tentang tema yang hendak
dikaji, baik surat Makkiyah atau Madaniyah.17
3. Menjelaskan Munasabah (relevansi) antar ayat-ayat itu pada masing-masing suratnya dan kaitan antara masing-masing-masing-masing ayat itu dengan
ayat-ayat sesudahnya.18
4. Membuat sistematika kajian dalam kerangka yang sistematis dan
lengkap dengan outlinenya yang mencakup semua segi tema kajian.
16
Abd. Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu’iy, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996),
h.45.
17
Ali Hasan Al-Aridl, Seejarah dan Metodologi Tafsir, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), h.
88.
18
22
5. Mengemukakan Hadits-hadits Rasulullah SAW yang berbicara tentang
tema kajian.19
6. Merujuk kepada kalam (ungkapan-ungkapan bahasa) arab dan sya’ir
-sya’ir mereka yang berkaitan untuk menjelaskan lafadz-lafadz yang
terdekat pada ayat-ayat yang berbicara tentang tema.20
Selanjutnya karena judul dalam penelitian ini betitik fokus pada pendapat
seorang tokoh dari hasil tafsir ayat surat Luqman, maka metode yang
digunakan untuk menganalisis pendapat tokoh tersebut adalah:
d. Metode interpretasi, yaitu metode yang digunakan dengan cara menyelami
karya tokoh secara khas.21
e. Metode Kesinambungan Historis
Metode ini digunakan untuk mengetahui benang merah
pengembangan pemikiran sang tokoh dengan cara menyelidiki lingkungan
historis dan pengaruh-pengaruh yang dialami sang tokoh, maupun dalam
perjalanan hidupnya sendiri. Sebagai latar belakang eksternal diselidiki
keadaan khusus zaman yang dialami sang tokoh. Sebagai latar belakang
internal diperiksa riwayat hidupnya, pendidikan, pengaruh yang diterima,
reasi dengan tokoh sezamannya dan segala pengalaman-pengalaman yang
membentuk pandangannya.22
19
Ibid.
20
Ibid.
21
Anton Bakker dan Ahmad Chairiz Zubair, Metodologi Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1990),
64.
22
23
f. Metode Deskriptif Analitik
Menguraikan secara teratur konsepsi sang tokoh (Ibn Miskawaih)
mengenai inovasi metode Pendidikan Etika, kemudian dibuatkan teks-teks
sentral yang penting bagi konsep pemikiranya, sehingga diperoleh
kesimpulan.
Adapun metode yang digunakan dalam analisis kedua ini adalah
metode Deskriptif analitik sebagai metode menyelami karya tokoh Ibnu
Miskawaih dan pendapat beliau tentang pendidikan etika dalam surat
Luqman Maka setelah hasil dari penafsiran tersebut ditemukan kemudian di
korelasikan dengan hasil pemikiran tokoh tentang pendidikan etika.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas pada skripsi ini penulis
mencoba menguraikan isi pembahasannya. Adapun sistematika pembahasan
skripsi ini terdiri dari lima bab antara lain sebagai berikut:
Bab satu adalah uraian pendahuluan yang berfungsi sebagai pengantar dalam
memahami pembahasan bab-bab berikut yang meliputi; latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, Kegunaan Penelitian, Penelitian Terdahulu,
Batasan Masalah, Definisi Operasional, Metode Penelitian dan Sistematika
Pembahasan.
Bab dua adalah tentang Kajian Teori, di dalamnya memuat tiga bagian yang
masing-masing memiliki sub bahasan yaitu: A. Konsep Pendidikan Etika di
24
Pendidikan Etika 3.Tujuan Pendidikan Etika, 4. Fungsi Pendidikan Etika, 5.
Dasar-dasar Pendidikan Etika, 6. Jenis-Jenis Pendidikan Etika, Sedangkan di poin
B. Nilai-Nilai Pendidikan Etika dalam Surat Luqman ayat 18, di dalamnya
memuat 1. Teks Ayat, 2. Asbab Nuzul, 3. Munasabah, 4. Isi Kandungan Surat
Luqman, 5. Pendapat Para Mufasir, dan 6. Etika Berkomunikasi
Bab tiga adalah biografi Ibn Miskawaih, tinjauan historis akan dibahas di bab
ini meliputi: Sejarah Kehidupan Ibn Miskawaih, Perkembangan Intelektual dan
Spiritual, Karya-karya Ibn Miskawaih, dan pemikiran Ibn Miskawaih tentang
Pendidikan Etika.
Bab empat adalah bab inti yang akan memaparkan hasil penelitian ini, yaitu
pemikiran Ibn Miskawaih dengan tafsir surat Luqman ayat 18 tentang pendidikan
etika dan Implementasinya dalam kehidupan yang di dalamnya membahas tentang
Nilai-Nilai pendidikan Etika dalam Surat Luqman Perspektif Ibnu Miskawaih
Pendidikan Etika di Lingkungan keluarga, Sekolah,Masyarakat, dan pendidikan
etika dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 18 perspektif Ibn Miskawaih, dan keterpaduan lingkungan keluarga, sekolah dan Masyarakat
Bab lima adalah bab penutup dari skripsi ini yang terdiri dari kesimpulan dan
BAB II KAJIAN TEORI
A.Konsep Pendidikan Etika
Era Modern ini berbagai jenis kata muncul sebagai salah satu perkembangan
khazanah pengetahun. Untuk dapat menjelaskan tentang satu hal kita perlu
menggunakan istilah atau kata yang beragam, walaupun kadang perbendaharaan
kata tersebut tidak selamanya memiliki arti yang sama. Namun kebanyakan orang
utamanya di Indonesia hanya menyebut dengan satu kata tanpa melihat kesesuaian
dengan dari kata tersebut.
Istilah Moral, adab, akhlak, dan etika adalah istilah yang melekat di
masyarakat awam, hanya saja keempat kata tersebut dianggap sama dalam arti
maupun penggunaannya. Oleh sebab itu, karena pembahasan kali ini tentang
pendidikan etika maka penulis perlu menjelaskan pengertian dari masing-masing
istilah tersebut agar tidak menimbulkan kerancuan pemahaman pembaca.
Moral berasal dari bahasa latin mos (jamak:mores) yang juga mengandung arti adat kebiasaan, kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan.1 Sedangkan dalam
kamus umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik
buruk terhadap perbuatan dan kelakuan2. Selanjutnya dalam arti istilah adalah
suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai,
kehendak, pendapat atau perbuatan secara layak dapat dikatakan benar, salah,
baik, atau buruk.
1
Abd. Haris, Pengantar Etika Islam, (Sidoarjo: Al-Afkar Press, 2007) h. 5
2
W.J,S. Poerwadarminta , Kmaus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,1991),cet. XII,
26
Setelah membahas pengertian moral penulis akan menjelaskan tentang
pengertian adab. Menurut bahasa adab memiliki arti kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi pekerti, tata cara hidup, penghalusan dan kemuliaan kebudayaan manusia. Sedangkan menurut istilah, adab adalah suatu ibarat tentang
pengetahuan yang dapat menjaga diri dari segala sifat yang salah.3 Sedangkan
Hamka mendefinisikan adab ke dalam dua bagian yaitu adab di dalam dan adab di
luar. Pada intinya setiap orang dituntut memiliki dua adab ini, adab di luar berarti
adab terhadap masyarakat tata cara bersikap di tengah masyarakat dan
berhubungan dengan masyarakat. Sedangkan adab di dalam adalah adab yang ada
di dalam batin. Adab disinilah kemudian menjadi bahan kesiapan bagi anak untuk
berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya sekarang dan masa yang akan
datang.
Setelah membahas tentang adab penulis akan membahas tentang akhlak.
Kata akhlak adalah bentuk jamak dari kata “al-khuluqu” dan kata yang terakhir ini mengandung segi-segi yang sesuai dengan kata “al-khalqu” yang bermakna “kejadian”. Kedua kata tersebut berasal dari kata kerja “khalaqa” yang
mempunyai arti “mejadikan’. Dari kata “khalaqa” inilah timbul bermacam-macam
kata seperti: al-Khuluqu yang mempunyai makna budi pekerti, al-Khalqu yang mempunyai makna kejadian, dan al-khaliq yang mempunyai makna segala sesuatu yang diciptakan tuhan.4
Imam Ghazali menuliskan dalam bukunya “Ihya Ulumuddin” bahwa
pengertian dari akhlak adalah sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
3
Sutan Rajasa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Cendikia, 2002), h. 309
4Anwar Masy’ari,
27
menimbulkan segala perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan.5 Sedangkan Hamad Amin dalam bukunya mengatakan akhlak ialah ilmu untuk menetapkan ukuran segala perbuatan manusia, yang baik
atau yang buruk, yang benar atau salah, yang hak atau batil.6
Dua definisi yang dikemukakan oleh dua ilmuwan di atas kemudian
disimpulkan oleh Anwar Masy’ari dalam bukunya Akhlak Al-Qur’an bahwa
akhlak merupakan sumber dari segala perbuatan yang sewajarnya, yakni tidak
dibuat-buat. Dan perbuatan yang dapat kita lihat sebenarnya adalah merupakan
gambaran dari sifat –sifat yang tertanam dalam jiwa.7
Penulis sengaja menggunakan kata etika dalam pembahasan ini karena Etika
telah dapat mewakili seluruh perbendaharaan kata di atas, baik dari segi akhlak,
adab, maupun moral. Kemudian secara rinci pengertian etika akan dijelaskna di
bawah ini berikut ruang lingkup, tujuan, fungsi, dan dasar-dasanya.
1. Pengertian Pendidikan Etika
Istilah pendidikan berasal dari kata didik yang mendapat awalan pe dan akhiran an yang mengandung arti perbuatan (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan merupakan terjemahan dari bahasa Yunani, yaitu Pedagogie, yang berarti bimbingan kepada anak didik. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa Inggris dengan istilah education yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa arab istilah ini sering diterjemahkan dengan
kata tarbiyah yang berarti pendidikan.8
5
Imam abu Hamid Al-ghazali, Ihya Ulumuddin, (Cairo: Al-Sya’ab, tt) h. 56.
6
Ahmad Amin, Al-Akhlak; Terjemahan Y Bahtiar Affandy, (Jakarta: Pnb Jembatan, 1957), h. 1
7Anwar Masy’ari,
Akhlak Al-Qur’an, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990), cet. 1 h. 2
8
28
Sedangkan apabila pendidikan diberi awalan me menjadi mendidik, artinya memelihara dan memberikan latihan, dalam memelihara dan memberi
latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, pimpinan mengenai akhlak
mengenai kecerdasan pikiran.9 Pengertian pendidikan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia ialah Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Dalam bahasa inggris, education (pendidikan) berasal dari kata educate (mendidik) artinya memberikan peningkatan (to elicit, to give riset to), dan mengembangkan (to avove, to develop). Dalam pengertian yang sempit, education atau pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan.10
Jadi dapat diartikan bahwa pendidikan merupakan proses bimbingan
secara sadar yang diberikan oleh pendidik kepada si terdidik dalam proses
pengembangan jasmaniah dan rohaniah kearah kedewasaan dan juga kearah
terbentuknya kepribadian muslim yang baik.
Etika sering disamakan dengan pengertian akhlak dan moral, dan adalagi
ulama yang mengatakan bahwa akhlak merupakan etika Islam. etika berasal
dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos dalam bentuk tunggal memiliki banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput; kandang habitat; kebiasaan;
adat; akhlak; watak; perasaan; sikap; cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah yang menjadi latar
9
W.J.S. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka, 1966),h.206
10
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT.Remaja
29
belakang bagi terbentuknya istilah “etika” yang oleh filsuf Yunani besar
Aristoteles (384-322 s.M.) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral.11
Burhanuddin Salam menjelaskan bahwa etika berasal dari kata latin
ethics, dalam bahasa Gerik: ethikos is body of moral principleor values. Ethic arti sebenarnya adalah kebiasaan. Namun lambat laun pengertian etika
berubah, seperti sekarang. Etika ialah suatu ilmu yang membicarakan masalah
perbuatan atau tingkah laku manusia.12
Secara sederhana, Pendidikan Etika dapat diartikan dengan suatu Proses
bimbingan terhadap si terdidik dari Pendidik tentang perbuatan baik dan buruk
tingkah laku manusia. Hal ini biasanya dikaitkan dengan kesopanan yang
bergantung pada norma yang berlaku di lingkungan yang ditinggali. Mengenai
cara berbicara, menyapa, duduk, berjalan, dan bahkan sampai urusan makan
semua akan menjadi bahan penting dalam kajian ini.
2. Ruang Lingkup Pendidikan Etika
Etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang
dilakukan oleh manusia. Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak
bersifat mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah,
memiliki kekurangan, kelebihan dan sebagainya. Selain itu, etika juga
memanfaatkan berbagai ilmu yang membahas perilaku manusia seperti ilmu
antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya.
11
K. Bertens, Etika (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2011), h. 4
12
Burhanuddin Salam, Etika Indivuda: Pola Dasar Filsafat Moral (Jakarta: PT Rineka Cipta,
30
Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagi penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah
perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan
sebagainya. Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap
sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu
kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai tuntutan
zaman.
Dengan ciri-cirinya demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang
dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Berbagai pemikiran yang
dikemukakan para filosof barat mengenai perbuatan baik atau buruk dapat
dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil berpikir.
Dengan demikian etika sifatnya humanistis dan antroposentris yakni bersifat
pada pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika
adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.
Ruang lingkup etika tidak memberikan arah yang khusus atau pedoman
yang tegas terhadap pokok-pokok bahasannya, tetapi secara umum ruang
lingkup Pendidikan etika adalah sebagai berikut:13
a. Menyelidiki faktor-faktor penting yang mencetak, mempengaruhi, dan
mendorong lahirnya tingkah laku manusia, meliputi faktor manusia itu
sendiri, fitrahnya (nalurinya), adat kebiasaannya, lingkungannya, kehendak,
13
Dedi Supriyadi, Ruang Lingkup Etika,
31
cita-citanya, suara hatinya, motif yang mendorongnya berbuat dan masalah
pendidikan etika.
Perubahan tingkah laku manusia, Dalam istilah pendidikan terdapat tiga
aliran populer yang mempengaruhi pola perilaku manusia yaitu aliran
Nativisme, Empirisme, dan Konvergensi.
Pertama aliran Nativisme, aliran ini termasuk kedalam jenis aliran internal, karena menurut nativisme faktor yang paling berpengaruh terhadap
pembentukan perilaku seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang
bentuknya berupa kecendrungan, bakat, akal, dan lain-lain. Jika pembawaan
atau kecendrungan seseorang kepada hal baik maka dengan sendirinya ia
menjadi baik.
Aliran ini sering kali dikaitkan dengan aliran intuisisme karena sangat yakin
dengan potensi batin yang ada dalam diri manusia dalam hal penentuan baik
dan buruk perilaku manusia. Aliran ini tanpak kurang menghargai atau
kurang memperhitungkan peranan pembinaan dan pendidikan.
Kedua, aliran empirisme. John Lock mengatakan dalam teorinya Tabularasa, bahwa perkembangan jiwa anak mutlak ditentukan oleh
pendidikan atau faktor lingkungan. Hal ini sejalan dengan aliran empirisme
yang menyatakan bahwa faktor dari yaitu lingkungan sosial, termasuk
pembinaan dan pendidikan yang diberikan kepada anak didik. Jika
pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik maka
demikian juga sebaliknya. Aliran ini tampak begitu percaya kepada peranan
32
Ketiga, aliran konvergensi dalam bahasa sederhana aliran ini lebih moderat karena menurut aliran ini pembentukan akhlak seseorang dipengaruhi oleh
dua hal, yaitu internal yang berupa pembawaaan si anak, dan eksternal yaitu
pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi
dalam lingkungan sosial, untuk menyeimbangkan keduanya diperlukan
metode-metode tertentu.
Dalam Al-Qur’an juga terdapat ayat yang memperkuat aliran ini, sebagaimana dalam Q.S. al-Nahl:78
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, pengihatan dan hati, agar kamu bersyukur.(Q.S al-Nahl [16]: 78).
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk
dididik, yaitu pengihatan, pendengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut
harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan.
Kesesuaian teori konvergensi tersebut di atas, juga sejalan dengan hadits
Nabi yang berbunyi:
Setiap anak diahirkan dalam keadaan (membawa) fithrah (rasa ketuhanan dan kecendrungan kepada kebenaran), maka kedua orang tuanyalah yang membentuk anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR.Bukhari)
Ayat dan hadits tersebut diatas selain menggambarkan adanya teori
33
pendidikan adalah kedua orang tua. Khususnya ibu mendapat gelar sebagai
madrasah, yakni tempat berlanngungnya kegiatan pendidikan.14
Dengan demikian faktor yang mempengaruhi perilaku manusia ada dua
yaitu, faktor internal yaitu potensi fisik, intelektual dan hati (rohaniah) yang
dibawa si anak dari sejak lahir. Dan faktor eksternal yang dalam hal ini
termasuk juga kedua orangtua di rumah, guru di sekola, dan tokoh-tokoh
serta pemimpin di masyarakat. Melalui kerja sama yang baik antara tiga
unsur tersebut maka aspek kognitif (pengetahuan), afektif (penghayatan),
dan psikomotorik (pengamalan) ajaran yang diajarkan akan terbentuk pada
diri anak. Dan inilah yang selanjutnya dikenal dengan istilah manusia
seutuhnya.15
b. Menerangkan mana yang baik dan mana pula yang buruk. Menurut
ajaran Islam etika yang baik itu harus bersumber pada Al-Qur’an dan hadits nabi. Ini tidak dapat ditawar-tawar lagi, karena jika etika
didasarkan pada pemikiran manusia (filsafat), hasilnya sebagaian selalu
bertentangan dengan fitrah manusia.
Sebagai contoh dibawah ini akan dijelaskan tentang contoh akhak
Rasulullah yang patut kita contoh, diantaranya: memuliakan yang lebih
tua serta menyayangi yang kecil, bersikap amanah, keadilan,
ketawaduan, kasih sayang, berakhlak baik/terpuji, memellihara
14
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1997), h. 165-167.
15
34
silaturahim/persaudaraan, menunjukkan wajah berseri-seri, suka
memaafkan, dan gemar beinfak.16
Adapun yang termasuk kedalam akhlak tercela yang dirumuskan oleh
Anwar Masy’ari dalam bukunya Akhlaq Al-Qur’an yang perlu kita
hindari karena akan merusak diri kita sendiri, adalah sebagai berikut:17
1. Khianat
2. Dusta
3. Melanggar Janji
4. Zalim
5. Tidak mempunyai muru’ah yang baik
6. Ucapan kotor, maki-maki dan kata-kata yang rendah
7. Mengadu domba
8. Hasud (dengki)
9. Tamak (Loba)
10. Marah
11. Riya’ (Pamrih) 12. Kikir (al-Bukhl)
13. Takabur/ sombong
14. Keluh kesah (al- Jaza’u) 15. Kufur nikmat
16. Penggunjing, pengumpat dan tukang mencari aib orang
17. Pemboros dalam pakaian, perkakas rumah dll
16
Nur Hidayat, Akidah Akhlak dan Pembelajarannya, (Yogyakarta: Penerbit Ombak,
2015),h.165-169.
17Anwar Masy’ari,
35
18. Menyakiti tetangga
c. Mengajarkan cara-cara yang perlu ditempuh, juga untuk meningkatkan budi
pekerti ke jenjang kemuliaan. Misalnya dengan cara melatih diri untuk
mencapai perbaikan bagi kesempurnaan pribadi. Latihan adalah cara yang
sangat tepat untuk membiasakan manusia beretika luhur bukan hanya teori
saja, tetapi benar-benar mengakar dalam hati sanubari setiap insan.
d. Menegaskan arti dan tujuan hidup dengan sebenarnya, sehingga dapatlah
manusia terangsang secara aktif mengerjakan kebaikan dan menjauhkan
segala kelakuan yang buruk dan tercela.
Ibnu Miskawaih menuliskan bahwa tujuan hidup sesungguhnya adalah untuk
mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Maka apa-apa yang menjadi
jalan menuju kebahagiaan itu maka peru kita lakukan seperti meakukan
kebaikan kepada diri sendiri, dan orang lain.
e. Membahas tentang cara-cara menghukum, menilai baik dan buruknya suatu
pekerjaan;kebiasaannya, lingkungannya, kehendak, cita-citanya, suara
hatinya, motif mendorongnya berbuat dan masalah pendidikan etika.
Etika tidak hanya mengetahui pandangan (theory), bahkan setengah
tujuan-tujuannya, ia mempengaruhi dan mendorong kehendak supaya membentuk hidup
suci, menghasilkan kebaikan, kesempurnaan, dan memberi faedah kepada sesama
manusia. Etika itu sendiri mendorong manusia agar berbuat baik, tetapi ia tidak
36
3. Tujuan Pendidikan Etika
Lahirnya pendidikan tentu tidak luput dari yang namanya tujuan, sebab
segala sesuatu dimunculkan dengan tujuan-tujuan tertetu. K.Hajar Dewantoro
sebagai tokoh penting pendidikan di Indonesia merumuskan bahwa tujuan
pendidikan adalah mengajarkan berbagai ilmu kepada anak didik dengan
harapan agar anak bisa menjadi pribadi yang baik dan sempurna hidupnya yang
selaras dengan masyarakat dan alamnya.
Kemudian JJ. Rousseau, seorang tokoh aliran Naturalisme
mengemukakan pendapatnya mengenai tujuan pendidikan yaitu
mempertahankan sifat baik yang ada di dalam diri manusia untuk diajarkan
kepada anak didik sehingga menciptakan anak didik yang dapat tumbuh secara
alami layaknya manusia dengan kebaikan yang mereka miliki.
Pada dasarnya tujuan pendidikan banyak sekali dan dapat kita rumuskan
sendiri. Pada akhirya tujuan pendidikan seutuhnya adalah untuk melahirkan
insan yang baik dan mumpuni di masyarakat. Dalam Islam pendidikan juga
dilahirkan dengan tujuan mulia Moh. Atiyah al-Abrasy menuliskan dalam
bukunya bahwa tujuan pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak yang
mulia. Pembentukan moral yang tinggi adalah tujuan utama dari pendidikan
Islam. Ulama dan sarjana-sarjana Muslim dengan penuh perhatian telah
berusaha menanamkan akhlak yang mulia, meresapkan fadhilah di dalam jiwa
para siswa, membiasakan mereka berpegang kepada moral yang tinggi dan
37
(perikemanusiaan) serta menggunakan waktu untuk belajar ilmu-ilmu duniawi
dan ilmu-ilmu keagamaan, tanpa memandang kepada keuntungan materi.18
Tujuan adalah sesuatu yang dikehendaki, baik individu maupun
kelompok. Tujuan etika yang dimaksud merupakan tujuan akhir dari setiap
aktivitas manusia dalam hidup dan kehidupannya yaitu untuk mewujudkan
kebahagiaan. Tujuan utama etika yaitu menemukan, menentukan, membatasi,
dan membenarkan kewajiban, hak, cita-cita moral dari indiviidu dan
masyarakatnya, baik masyarakat pada umumnya, khususnya masyarakat
profesi.19
Selanjutnya Aristoteles menyebutkan bahwa kebahagiaan yang sempurna
adalah apabila ia telah melakukan kebaikan, seperti kebijaksanaan yang
bersifat penalaran dan kebijaksanaan yang berisifat kerja. Dengan
kebijaksanaan nalar dapat memperoleh pandangan yang sehat dan dengan kerja
dapat memperoleh keadaan utama yang menimbulkan perbuatan-perbuatan
yang baik. Hal inilah menurut Arestoteles menjadi tujuan dari etika. Al-
Ghazali menyebutkan bahwa ketinggian akhlak (etika) merupakan kebaikan
yang tertinggi, dimana kebaikan dalam kehidupan itu bersumber dari empat
hal:
a. Kebaikan jiwa, yaitu ilmu, bijaksana, suci diri, berani, dan adil.
b. Kebaikan dan keutamaan badan. Ada empat macam, yakni sehat, kuat,
tampan, dan usia panjang.
18
Moh. Atiyah al-Abrosyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (jakarta: Bulan Bintang, 1970),
h. 10-11.
19
38
c. Kebaikan eksternal (al-kharijiyah), juga ada empat macam yaitu harta, keluarga, pangkat dan ama baik (kehormatan).
d. Kebaikan bimbingan (taufik-hipotensih), juga ada empat macam, yaitu, petunjuk Allah, bimbingan Allah, pelurusan, dan penguatannya.
Jadi pada dasarnya tujuan etika adalah adalah untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat. Walaupun tujuan ini sering sekali dikaitkan
dengan aliran hedonisme yang menyatakan bahwa tujuan akhir manusia adalah
kesenangan. Semua perbuatan manusia diarahkan pada pencapaian
kesenangan.20
Pada dasarnya tujuan etika didasarkan pada dua aliran yaitu hedonisme
dan idealisme. Aliran idealisme menyatakan bahwa seseorang melakukan
kebaikan tidak dasarkan pada pencapaian di luar kebaikan tersebut. Sehingga
tidak ada kepentingan lain yang masuk baik dalam rangka mencapai
kebahagiaan atau apa pun. Dalam artian ada suatu kewajiban yang timbul dari
dalam diri sendiri.21
Jika etika dalam arti akhlak maka tujuan akhlak adalah hendak
menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna, yang
membedakannya dari mahluk-mahluk lainnya. Akhlak hendak menjadikan
manusia berprilaku baik terhadap sesamanya, baik terhadap mahluk lain.22
Dalam kehidupan sehari-hari, Pendidikan Etika sangat penting diterapkan
untuk menciptakan nilai moral yang baik. Terlepas dari anggapan orang-orang
20
Mudlor Ahmad, Etika dalam Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, tanpa tahun), h. 32.
21
Istighfarotur Rohmaniyah, Pendidikan Etika: Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibn Miskawaih
dalam kontribusinya di bidang Pendidikan, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), h. 62-63.
22Anwar Masy’ari,
39
tentang pendidikan etika yang hanya merupakan konsep untuk dipahami dan
menjadi bagian dari diri kita. Pada dasarnya pedidikan etika harus dimiliki dan
diterapkan oleh diri kita masing-masing, sebagai modal utama untuk
melahirkan perilaku yang baik, karena etika yang baik akan mencerminkan
perilaku yang baik.
Secara umum pendidikan etika bertujuan untuk menfasilitasi anak agar
mampu menggunakan pengetahuan, mengkaji dan menginternalisasi serta
mampu menggunakan pengetahuan, mengkaji dan mengiternalisasi serta
mempersonalisasi nilai, mengembangkan keterampilan sosial yang
memungkinkan tumbuh dan berkembangnya akhlak mulia dalam diri siswa
serta mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari.23
Adapun tujuan pendidikan etika menurut Anwar Masy’ari adalah untuk mengetahui perbedaan perangai manusia yang baik dan jahat, agar manusia
memegang teguh perangai-perangai manusia yang jelek sehingga terciptalah
tata tertib dalam pergaulan masyarakat, tidak saling membenci dengan yang
lain.24
Selanjutnya M. Athiyah Al-Abrasyi juga berpendapat bahwa tujuan
pendidikan etika adalah membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras
kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan
perangai, bersifak bijaksana,