PERNIKAHAN NABI MUHAMMAD DENGAN MARIA AL-QIBTIYAH
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh:
Evi Indah Fariati
NIM: A02211050
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Pernikahan Nabi Muhammad dengan Maria Al-Qibtiyah.
Adapun Masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah: 1) Bagaimana Biografi Nabi Muhammd Dan Maria Al-Qibtiyah, 2) Bagaimana Proses pernikahan Nabi Muhammad dengan Maria al-Qibtiyah, 3) Problem apa yang terjadi di dalam rumah tangga Nabi Muhammad dengan Maria Al-Qibtiyah.
Dalam pembahasan skripai ini metode yang digunakan adalah metode study
historis, meliputi: Heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi, sedangkan pendekatan dan metodenya yang digunakan adalah pendekatan sejarah (historical analisis) dan teori peran.
ABSTRACT
This thesis entitled "The Marriage of the Prophet Muhammad with Maria Al
– Qibtiyah”. The problems discussed in this thesis are: 1) How Biography of the
Prophet Mohammad and Maria Al - Qibtiyah, 2) How is the marriage to the Prophet Muhammad with Maria Al - Qibtiyah. 3) What problem is happening to the household of the Prophet Muhammad with Maria Al- Qibtiyah?
In this thesis discussion method used is the method of historical study, include: Heuristics, criticism, interpretation and historiography, while the approach and methods used are historical approach (historical analysis) and the theory of the role.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
HALAMAN TRANSLITERASI...v
MOTTO...vi
HALAMAN KATA PENGANTAR... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN...viii
HALAMAN ABSTRAKSI ... ix
DAFTAR ISI ... xi
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... .1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Kegunaan Penelitian ... 5
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 6
F. Penelitian Terdahulu ... 7
G. Metode Penelitian ... 8
H. Sistematika Bahasan ... 10
BAB II : BIOGRAFI NABI MUHAMMAD DAN MARIA AL-QIBTIYAH...11
A. Biografi Nabi Muhammad SAW ... 11
1. Kehidupan Muhammad Sebelum Menjadi Nabi Dan Rasul....11
b. Pernikahan Muhammad dengan Khadijah ...11
2. Kehidupan Muhammad Pasca Menjadi Rasul...25
a. Menjadi Rasul...25
b. Beberapa pernikahan Muhammad Pasca Khadija...30
B. Biografi Maria Al-Qibtiyah ... 34
1. Nasab Hingga Wafatnya. ... 34
2. Deskripsi Umum ... 18
BAB III : PROSES PERNIKAHAN NABI MUHAMMAD DENGAN MARIA AL-QIBTIYAH ... 38
A. Masa Pra Nikah Sampai Pernikahan Nabi Muhammad Dengan Maria Al-Qibtiyah ... 38
B. Masa Setelah Menikah ... 45
BAB IV: PROBLEMATIKA RUMAH TANGGA NABI MUHAMMAD DENGAN MARIA AL-QIBTIYAH ... 51
A. Kecemburuan Istri-Istri Nabi Terhadap Maria al-Qibtiyah ... 51
B. Fitnah Terhadap Maria Al-Qibtiyah ... 60
BAB V. PENUTUP ... 62
A. Kesimpulan ... 62
B. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia kita tidak pernah lepas dari yang namanya
sejarah, sejarah seringkali dikaitkan dengan kehidupan masalalu, kehidupan
para tokoh-tokoh yang mendunia serta berbagai macam kejadian yang
dikaitkan dengan masa lalu dan berpengruh terhadap masa sekarang.
pengertian sejarah sendiri secara etimologi (arti bahasa) dalam bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Melayu, yang mengambil dari kata “
Al-syajarah” dari bahasa Arab, yang semula berarti pohon. Kemudian
berkembang lagi, yang berarti silsilah, asal-usul atau riwayat.1
Adapun secara terminologi, ada beberapa denifisi sejarah yang
dikemukakan para ahli, diantaranya adalah definisi sejarah yang dikemukakan
oleh Ibnu Khaldun, Al-Maqiri, W. Bauer, E. Bernheim. Sekalipun terdapat
perbedaan penekanan, namun para ahli sepakat bahwa sejarah ialah peristiwa
masa lalu yang tidak hanya sekedar memberi informasi tentang terjadinya
peristiwa, tetapi juga memberi interpretasi atas peristiwa yang terjadi dengan
melihat pada hukum sebab akibat. 2
Ketika kita mempelajari sejarah pasti kita tidak lepas dari yang
namanya tokoh, sebab seorang tokoh dalam sejarah selalu berperan penting
dalam suatu perubahan yang ada pada suatu bangsa atau kaum yang hidup
1
Drs. Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam Dalam Liintas Sejarah (UIN Malang Press: Sukses Offset, 2008), 1.
2
2
dimasa itu. Kehidupan para tokoh dalam sejarah memang selalu menarik
untuk dibahas, baik itu tokoh muslim maupun non muslim, sebab dalam
sejarah kehidupan mereka, kita bisa menemukan hal-hal yang menarik dan
bermanfaat bagi kita, terlebih lagi ketika kita membahas tokoh yang
mendunia, tokoh yang tidak asing bagi kita dan yang selalu kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari, seperti Nabi Muhammad, kehidupannya yang penuh
dengan liku-liku serta banyak disorot oleh kaum barat membuat kita ingin
mencari dan terus menggali kebenaran dari sejarah tersebut. apapun yang
Beliau lakukan selalu menjadi tolak ukur dalam menentukan hukum, sunah
beliau merupakan hukum kedua setelah Al-qur’an.
Kehidupan Rasulullah selalu menarik untuk dibahas dan dikaji, sebab
apapun yang dilakukan oleh Rasulullah selalu menjadi contoh serta menjadi
panutan bagi orang-orang muslim. Alasan lain mengapa kehidupan
Rasulullah sangat penting untuk dikaji sebab kehidupan Nabi Muhammad
telah dijadikan sasaran untuk semua jenis serangan yang dilancarkan oleh
barat dalam penyajian mengenai Beliau, khususnya oleh para orientalis dan
penginjil.3 Pada kenyataannya memang seperti itulah pandangan barat
terhadap Nabi Muhammad dan Islam.
Bahkan kehidupan rumah tangga Rasulullah pun juga tidak luput dari
sasaran para kaum orientalis Barat, misalnya pernikahan Nabi dengan Zainab,
ini merupakan pernikahan paling kontroversi dikalangan orang-orang barat
disamping pernikahan Nabi dengan istri-istrinya yang lain. Sebab Zainab
3
3
merupakan bekas istri dari anak angkat Nabi sendiri, dahulu bagi masyarakat
jahiliyyah pernikahan dengan bekas istri anak angkat dianggap sebagai
sebuah penyimpangan. Selain terdapat permasalahan-permasalahan yang
timbul dari ekstern terdapat juga masalah yang timbul di intern, yaitu
dikalangan para istri-istri Nabi sendiri. Ada kecemburuan-kecemburuan yang
sering kali timbul diantara mereka, seperti kecemburuan para istri Nabi
terhadap Maria Al-Qibtiyah.
Maria Al-Qibtiyah merupakan istri Nabi dari kalangan non muslim,
Dia adalah seorang yang ahli kitab, ada tiga istri Nabi yang merupakan ahli
kitab, diantaranya adalah Shafiyyah binti Huyay, Siti Raihanah r.a. keduanya
adalah istri Nabi dari kalangan Yahudi dan yang ketiga adalah Maria
Al-Qibtiyah yang berasal dari agama kristen koptik, meskipun pada akhirnya
ketiga-tiganya memilih masuk Islam. Maria Al-Qibtiyah dan Raihana adalah
istri Beliau dari kalangan budak. Maria al-Qibtiyah sendiri adalah hadiah dari
Raja Muqauqis mesir yang pada saat itu diajak Nabi Muhammad untuk
masuk islam, Nabi mengirimkan utusan yang bernama Hathib ibn Abi
Balta’ah r.a. untuk menyampaikan pesan yang isinya berupa ajakan Nabi
Muhammad kepada Raja mesir.4
Raja mesir tidak lantas memenuhi ajakan Nabi Muhammad namun
Beliau justru mengirim Maria beserta adiknya Sirin sebagai hadiah untuk
Nabi Muhammad.5 Dari sinilah kemudian terjadi kecemburuan-kecemburuan
4
Abdullah Hajjaj, Maria Al-Qibtiyah (Bandung: Mizan Pustaka, 2007), 38.
5
4
dari kalangan istri Nabi, sebab Maria Al-Qibtiyah merupakan satu-satunya
istri yang mampu memberikan keturunan selepas kepergian Siti Khadijah.
Wajar jika terjadi kecemburuan-kecemburuan dikalangan istri-istri
Rasul, sebab dari semua istri-istri Nabi pasti ingin menjadi yang paling
istimewa, naluri kemanusiaannya pasti selalu menginginkan menjadi yang
pertama, tidak terkecuali pada Siti Aisyah, meskipun semua orang telah
mengetahui bagaimana kecintaan Nabi terhadap Beliau namun Aisyah tetap
merasa waspada terhadap istri-istri yang lain. Ada beberapa tipu muslihat
yang dilakukan Aisyah terhadap istri-istri yang lain. Walaupun begitu
Rasulullah tidak lantas marah sebab Rasul mengetahui betul bagaimana
kondisi hati para istri-istri Beliau.
Aisyah merupakan salah satu istri Nabi yang paling pencemburu
diantara istri-istri lain, Dia juga yang bersekongkol bersama dengan Hafsah
untuk menjauhkan Maria dari Rasullah. pada awalnya Maria Al-Qibtiyah
tidak diperdulikan oleh Aisyah karena Dia hanyalah seorang budak dan
bangsa asing, statusnya sebagai budak membuatnya ditempatkan dirumah
yang berbeda dengan rumah istri-istri Nabi. Namun ketika Maria
mengandung dari Rasulullah, kecemburuan Aisyah mulai bergejolak. Dari
sinilah timbul persekongkolan antara Aisyah dan Hafsah juga dengan para
istri yang lain, ini semua terjadi dikarenakan mereka semua merasa bahwa
kedudukannya lebih tinggi dari pada Maria Al-Qibtiyah, mereka yang
5
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang diuaraikan diatas, maka peneliti merumuskan
permasalahan yang akan menjadi pokok pembahasan pada penelitian ini,
adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang kehidupan Nabi Muhammad dan Maria
Al-Qibtiyah sebelum menikah?
2. Bagaimana proses pernikahan Nabi Muhammad dengan Maria
al-Qibtiyah?
3. Problem apa yang terjadi setelah Nabi Muhammad menikah dengan
Maria al-Qibtiyah?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan yang tersebut diatas, maka tujuan yang
diharapakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui latar belakang kehidupan Nabi Muhammad dengan
Maria Al-Qibtiyah sebelum menikah.
2. Untuk mengetahui proses pernikahan Nabi dengan Maria.
3. Untuk mengetahui problem apa yang terjadi setelah Nabi menikah
dengan Maria.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian terhadap sejarah konflik pernikahan Nabi
6
1. Secara akademik manfaat dari penulisan ini adalah untuk memperluas
khazanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai kehidupan Nabi
Muhammad.
2. Dalam segi keilmuan pada dasarnya penulisan ini memiliki arti penting
bagi penulis untuk menginfestasikan keseluruhan mata kuliah sejarah
kebudayaan islam.
3. Secara aplikatif penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah
contoh teladan kehidupan rumah tangga yang sakinah mawadah wa
rahmah, sehingga mampu dijadikan acuan dalam kehidupan rumah
tangga.
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan sejarah
(historical analisis). Disini berarti sejarah sebagai sebuah kerangka
metodologi di dalam pengkajian atas suatu masalah, yang sesungguhnya
dimaksudkan untuk meneropong segala sesuatu dalam kelampauan, untuk
menyelidiki data-data yang mempunyairelevansi dengan tema kajian.6
Dengan pendekatan ini peneliti menjadikan peristiwa yang telah terjadi di
masa lampau sebagai objek analisis. Melalui pelacakan sumber-sumber
sejarah yang bersifat primer yang ditulis oleh sejarawan klasik dan
sumber yang telah dianalisis oleh penulisnya. Tentunya melalui
sumber-sumber tersebut dapat membantu penelitian ini sehinggan dapat dijadikan
acuan dalam penulisan selanjutnya.
6
7
Sedangkan kerangka teoritik peneliti menggunakan teori peran,
sebagaimana diungkapkan oleh Bruce J. Biddel dan Edwin J. Thomas “peran”
merupakan pembawaan “Lakon” oleh seorang pelaku dalam panggung
sandiwara.7
Teori peran beranggapan bahwa peranan seseorang itu merupakan
hasil interaksi diri (self) dengan posisi (status dalam masyarakat) dan dengan
peran akan menyangkut perbuatan yang mempunyai nilai dan normatif.
Dalam teori peran yang terpenting adalah bahwa individu atau aktor sebagai
pelaku peristiwa dan hasil perbuatan sebagai objek peristiwa sejarah yang
mempunyai hubungan erat bersifat kontinum dan temporal.8
Sebagai contoh teori peran dalam penelitian ini dimainkan oleh
Muhammad dalam kehidupannya di masyarakat. Muhammad selain berperan
sebagai Nabi yang segala tindakannya dijadikan panutan, dia juga berperan
sebagai pelaku budaya, dengan melihat pada keadaan sosial kehidupan
Muhammad dengan Maria al-Qibtiyah.
F. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai sejarah Nabi Muhammad memang sudah banyak
dilakukan oleh sarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, namun mereka lebih
cenderung membahas tentang dakwah maupun rumah tangga Nabi bersama
istri-istri yang lain. Penelitian tersebut antara lain:
7
Edy Suhardono, Teori peran (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994), 7.
8
8
1. “Kehidupan rumah tangga Nabi Muhammad SAW bersama istri
pertamanya Siti Khadijah” oleh MA. Hanif selasi yang lebih banyak
membahas tentang tauladan Nabi Muhammad dalam membina rumah
tangga yang harmonis bersama Siti Khadijah.9
2. “Sejarah kehidupan Rumah tangga Shafiyyah binti Huyyai (Ummul al
-Mu’minin dari Yahudi) bersama Rasulullah SAW” oleh M. Nur Salim
dalam perspektif kajian sosial budaya.10
3. “Pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Zainab binti Jahsh” oleh
Nur Dahlia yang lebih banyak mengupas tentang latar belakang Nabi
Muhammad menikahi Zainab binti Jahsh dan hikmah dibalik pernikahan
tersebut.11
G. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode studi historis yang
telah banyak digunakan oleh sejarawan, salah satunya adalah Nugroho
Notosusanto,12 metodenya meliputi:
1. Heuristik atau pencarian sumber yaitu suatu proses yang dilakuka oleh
peneliti umtuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data yang digunakan
sebagai rujukan, baik sumber primer ataupun sumber sekunder, untuk
9
Selasi Hanif, Kehidupan Rumah Tangga Nabi Muhammad Saw Bersama Istri Pertamanya Khadijah (Skripsi IAIN Sunan Ampel Surabaya Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, 2003).
10
M. Nur Salim, sejarah Kehidupan Rumah Tangga Shafiyyah binti Huyay (Ummul al-Mukminin dari Yahudi) bersama rasulullah saw (Skripsi IAIN Sunan Ampel Surabaya Jurusn Sejarah dan Kebudayaan Islam, 2013).
11
Nur Dahlia, Pernikahan Nabi saw dengan Zainab binti Jahsh (Skripsi IAIN Sunan Ampel Surabaya Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, 2014).
12
9
sumber primer peneliti mengambil dari tarikh al-Tabrani, As-sirah.
Sementara untuk sumber sekunder peneliti menggunakan buku-buku
literatur yang telah diteliti oleh pengarangnya, seperti istri-istri nabi
karya Aisyah bintusy-syati, rumah tangga Nabi Muhammad karya Hamid
al-Husaini, sejarah hidup Muhammad karya husein Haekal, dan lain
sebagainya.
2. Kritik sumber adalah suatu kegiatan meneliti keontetikan sumber-sumber
yang didapat, pada proses ini dalam metode sejarah biasa disebut dengan
istilah kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern adalah suatu upaya
yang dilakuka oleh sejarawan untuk melihat apakah isi sumber tersebut
cukup kredibel atau tidak (mencari otentitas sumber), sedangkan kritik
intern adalah kegiatan melihat apakah sumber yang didapat kridibel atau
tidak. Dengan demikian semua data yang diperoleh dari buku-buku
literatur baik primer maupun sekunder perlu diselidiki untuk memperoleh
fakt yang valid. Sesuai dengan pokok pembahasan dan klarifikasi
permasalahan untuk kemudian dianalisis. Namun metode ini tidak
digunakan oleh penulis.
3. Interpretasi atau penafsiran, yaitu melihat kembali apakah
sumber-sumber yang telah didapat dan telah diuji autentitasnya terdapat saling
hubungan antara satu dengan yang lainnya. Dengan demikian peneliti
memberi penafsiran terhadap sumber yang telah didapatkan.
4. Penulisan atau historiografi. Setelah semua sumber telah didapatkan dan
10
bentuk tulisan deskriptif dengan menggunakan susunan bahasa yang baik
dan benar.
H. Sistematika Bahasan
Dalam mempermudah pembahasan, penulis menggunakn sistematika
bahasan yang meliputi:
pertama pendahuluan meliputi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka
teoritik, penelitin terdahulu, metode penelitian, dan kerangka pembahasan.
kedua, dalam bab ini membahas tentang latar belakang kehidupan Nabi
Muhammad dengan Maria al-Qibtiyah sebelum menikah.
ketiga, dalam bab ini akan dibahas mengenai proses pernikahan Nabi
dengan Maria al-Qibtiyah.
keempat, pada bab ini akan membahas tentang problem yang ada setelah
Nabi menikah dengan Maria al-Qibtiyah.
kelima, pada bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan
BAB II
BIOGRAFI NABI MUHAMMAD
DAN MARIA AL-QIBTIYAH
A. Biografi Nabi Muhammad SAW
1. Kehidupan Muhammad Sebelum Menjadi Nabi Dan Rasul
a. Masa kelahiran sampai perkawinan
Muhammad saw adalah Nabi dan Rasul terakhir, pembawa
ajaran Islam. Menurut biografi tradisional atau dalam bahasa Arab
disebut sirah, Muhammad lahir pada hari senin, 12 Rabi’ul Awal tahun
571 Masehi (lebih dikenal sebagai tahun gajah) di kota mekah.1 Ada
beberapa perbedaan pendapat mengenai hal ini, namun sebagian besar
mengatakan pada tahun gajah 570 Masehi dan yang lain mengatakan
lima belas tahun sebelum peristiwa tersebut.2 Muhammad wafat pada 8
juni 632 Masehi di Madinah, kedua kota tersebut terletak di daerah
Hijaz atau Arab Saudi saat ini.3
Ayahnya adalah Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin
Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin ka’ab bin Lu’ay bin
Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhir bin Kinanah bin Khuzaimah
1
Haekal Fadel et al, Nabi Muhammad sebagai utusan Allah (Jakarta: Lentera abadi, 2011), 139.
2
Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad terj. Ali Audah (Jakarta: Lenteta Antar Nusa, 2010), 51.
3
12
bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudharr bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.4
Adnan merupakan keturunan laki-laki ke tujuh dari Ismail bin Ibrahim.
Kata Muhammad dalam bahasa Arab berarti yang terpuji. Kaum
muslimin memanggilnya dengan gelar Muhammad Rasulullah, dan
menambahkan kalimat shallallaahu alayhi wasallam, yang berarti
semoga Allah memberi kebahagiaaan dan keselamatan kepadanya.5
Muhammad lahir dalam keadaan yatim, ayahnya Abdullah telah
meninggal ketika Muhammad masih dua bulan berada dalam
kandungan ibunya (Aminah).6 Pada hari ketujuh kelahirannya seekor
domba disembelih oleh Abdul Muthallib sebagai ungkapan rasa
syukurnya kepada Allah. Sejumlah orang diundang ke pesta. Di pesta
perayaan yang besar itu, dihadiri oleh kebanyakan orang Qurays, ia
menamakan cucunya “Muhammad”. Ketika ditanya mengapa Ia
menamakan Muhammad padahal nama itu jarang dipakai oleh orang
Arab, ia menjawab, “ Saya berharap ia terpuji di surga maupun di
bumi”.7
Sebagaimana sudah menjadi kebiasaan bangsawan-bangsawan
di Mekah pada hari kedelapan mereka biasa mengirim anak-anak itu
kepedalaman dan baru kembali pulang ke kota sesudah berumur
4
Qarni Aidh, Story Of The Message terj. Aima Abdul Halim (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2008), 15.
5
Haekal Fadel All, Nabi Muhammad Sebagai utusan Allah, 142.
6
M. Quraysh Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad saw Dalam Sorotan Al-Quran dan Hadis Shahih (Jakarta: Lentera Hati, 2011), 203.
7Subhani ja’far,
13
delapan atau sepuluh tahun.8 Di kalangan kabilah-kabilah pedalaman
yang terkenal dalam menyusukan ini diantaranya adalah Bani Sa’d.
Sementara menunggu orang yang menyusukan, Aminah menyerahkan
anaknya kepada Suwaibah, budak perempuan pamannya, Abu Lahab. Ia
disusukan selama beberapa waktu, seperti Hamzah yang juga kemudian
disusukannya, jadi mereka adalah saudara susuan.9
Setelah menunggu selama empat bulan akhirnya datang juga
perempuan-perempuan keluarga Sa’ad yang akan menyusukan itu ke
Mekah. Sudah menjadi kebiasaan juga bagi kabilah pedalaman untuk
mencari bayi yang akan disusukan. Pada umumnya para ibu susu itu
mencari bayi dari keluarga orang kaya agar mereka mendapat upah
yang besar.10 Pada mulanya setiap kali cucu Abdul Muthallib itu
ditawarkan pada setiap orang mereka selalu menolak, termasuk juga Siti
Halimah yang pada waktu itu juga mencari bayi dari keluarga kaya.
Namun sayang Siti Halimah tidak mendapatkan bayi orang kaya, karena
itu lalu terpaksa ia menerima cucu Abdul Muthallib yang miskin dan
yatim, Halimah binti Abi Zua’ib dari Bani Sa’ad bersedia menerima
Muhammad dengan harapan ingin mendapat berkah dengan merawat
anak yatim.11
Selama dua tahun Muhammad tinggal di sahara, disusukan oleh
Halimah dan diasuh oleh Syaima’ putrinya. Udara sahara dan
8
Haekal, sejarah Hidup Muhammmad, 52.
9
Ibid 52.
10
An-nadwi, Riwayat Hidup Rasulullah, 58.
11
14
kehidupan pedalaman yang kasar menyebabkannya cepat menjadi
tumbuh besar. Setelah cukup dua tahun dan tiba saatnya untuk disapih,
Halimah membawa anak itu kepada ibunya di kota Mekah. Kemudian
keluarga Siti Halimah memohon kepada ibunya agar rela menyerahkan
Muhammad sekali lagi ke rumah Halimah di dusun sampai anak itu
agak besar. Permintaan itu dikabulkan oleh Aminah dan akhirnya
Muhammad kembali lagi ke dusun Siti Halimah.12
Terjadi peristiwa kenabian ketika usia Muhammad dua tahun
lebih sedikit. Ketika itu Muhammad sedang bermain bersama saudara
dan teman-teman sebayanya lepas dari pengawasan keluarganya, datang
dua orang berbaju putih yang diduga keduanya adalah malaikat.
Diceritakan, anak dari keluarga Sa’ad yang berlari pulang dan berkata
kepada orang tuanya, bahwa saudaranya dari Quraysh itu (Muhammad)
diambil oleh dua orang laki-laki berbaju putih-putih, ia dibaringkan,
perutnya dibelah sambil diguncang-guncangkan dan dibalik-balikkan.
Namun cerita ini sulit dipercaya baik di kalangan muslim maupun
orientalis, karena dianggap sumbernya lemah, yang melihat peristiwa
itu adalah anak-anak kecil yang baru berusia dua tahun lebih sedikit,
begitupula dengan Muhammad.13
Menyangkut penjelasan kejadian-kejadian ini, para penulis
terbagi menjadi dua kelompok, kaum imperialis dan sejumlah orientalis.
Para sarjana materialis yang melihat dunia dari sisi pandang material
12
An-Nadwi, Riwayat Hidup Rasulullah, 59. 13
15
dan memandang tatanan kehidupan hanya pada batas-batas kebendaan
dan percaya bahwa fenomena yang bersifat material serta bergantung
pada sebab fisik mengabaikan kejadian-kejadian itu, sekalipun
didukung oleh fakta-fakta yang kuat. Alasannya, menurut prinsip
materialisme, peristiwa demikian adalah mustahil. Ketika mengetahui
peristiwa demikian tercatat dalam sejarah, mereka menyatakan bahwa
itu semua hanyalah hasil imajinasi, cinta, dan pengabdian para pengikut
agama itu.14
Kelompok orientalis, kendati jelas menunjukkan diri sebagai
orang bertuhan, manusia spiritual, dan mengekspresikan keyakinan
pada hal-hal supranatural, namun, karena lemahnya iman, kebanggaan
akan pengetahuan mereka dan pikiran materialis menguasi mereka.
Dalam menganalisis kejadian, mereka menggunakan prinsip-prinsip
materialisme.15
Lima tahun sudah Muhammad tinggal bersama Halimah di
pedalaman, menghirup udara gurun sahara yang penuh kebebasan. Dari
kabilah Sa’ad ini Muhammad belajar mempergunakan bahasa Arab
yang murni,16 sehingga ia pernah berkata kepada teman-temnnya “aku
yang paling fasih berbahasa Arab diantara kalian, aku dari Quraysh dan
diasuh di tengah-tengah keluarga Sa’ad bin Bakr”.17
14
Subhani, Ar-risalah, 104.
15
Ibid; 104.
16
Al-Husaini, Riwayat kehidupan Muhammad (Bandung: Pustaka Hidayat, 2005), 213.
17
16
Sesudah usia lima tahun lebih satu bulan, Muhammad
dikembalikan lagi ke asuhan ibu kandungnya, Aminah di Mekah.18 Dan
ketika Muhammad telah berumur enam tahun ia dibawa oleh ibunya
untuk berkunjung di keluarga ayahnya di Madinah dan untuk berziarah
ke makam ayahnya, kunjungan beliau ke keluarga ayahnya dan ke
kuburnya itu sangat membekas sekali di hati Muhammad yang masih
kecil,19 sesudah cukup sebulan mereka tinggal di Madinah, Aminah
beserta rombongan kembali pulang dengan dua ekor unta yang dibawa
dari Mekah. Tetapi di tengah perjalanan, ketika sampai di Abwa
Aminah menderita sakit, yang kemudian meninggal dan dikuburkan di
tempat itu.20
Kemudian Muhammad dibawa pulang oleh Ummu Aiman ke
Mekah untuk diserahkan kepada kakek beliau Abdul Muthalib. Abdul
Muthalib sangat sayang sekali kepada cucunya yang masih kecil dan
telah ditinggal kedua orangtuanya. Karena itu beliau sangat
memanjakan sekali kapada Muhammad. Muhammad selalu didudukkan
di tempat yang biasa Abdul Muthalib duduk dekat Ka’bah. Walaupun
tidak ada seorangpun yang biasa duduk di dekat tempat duduk Abdul
Muthalib.21 Namun Muhammad harus merasakan lagi kepahitan
18
Abu Firdaus al-Halwani, Wanita-Wanita Pendamping Rasulullah (Yagyakarta: Mitra Pustaka, 1996), 36.
19
An-nadwi, Riwayat Hidup Rasulullah, 59.
20
Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, 56.
21
17
ditinggalkan oleh keluarga, sebab Abdul Muthalib meninggal dua tahun
setelahnya.
Kepergian Abdul Muthalib ini bukan hanya duka bagi
Muhammad tetapi juga bagi bani Hasyim semua, karena di antara
anak-anaknya tidak ada yang seperti dia, mempunyai keteguhan hati,
dermawan, penuh kewibawaan serta pandangan yang tajam. Dia
menyediakan makanan dan minumam bagi peziarah yang datang dan
memberikan bantuan kepada penduduk jika mendapat bencana,
sedangkan di antara yang lain tidak mampu melakukan hal itu.22
Muhammad kemudian berada dibawah pengasuhan pamannya,
Abu Thalib, ia adalah saudara kandung Abdullah, ayah Muhammad.23
Sebelum Abdul Muthalib wafat ia mewasiatkan kepada Abu Thalib
untuk rela merawat Muhammad, walaupun ia tahu keadaan Abu Thalib
yang sangat miskin, hal itu dikarenakan tabiat Abu Thalib lebih cocok
bagi Muhammad dari paman-pamannya yang lain. Selama dalam
pengasuhannya ia mendapatkan perlakuan yang baik dan sangat
diperhatikan serta mendapat perlindungan sampai masa kenabiannya
bahkan sampai pamannya wafat.
Budi pekerti Muhammad yang luhur, cerdas dan suka berbakti
membuat Abu Thalib sangat menyayangi Muhammad melebihi anak
kandungnya sendiri, bahkan tidak jarang ia mendahulukan kepentingan
keponakannya itu dari pada anaknya sendiri.
22
Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, 57.
23
18
Dalam riwayat dikatakan pernah suatu hari Abu Thalib
menyertai rombongan dagang Quraisy menuju Syam. Tatkala ia telah
siap untuk berangkat, Muhammad berkeinginan untuk pergi bersama
pamannya. Abu Thalib tidak kuasa meninggalkannya. Ia berkata: “
Demi Allah aku harus membawanya pergi bersamaku. Ia harus tidak
berpisah denganku dan aku harus tidak berpisah dengannya untuk
waktu yang lama.” Kemudian Abu Thalib membawanya pergi
bersamanya.24 Ketika itu usianya mencapai dua belas tahun,25 ada juga
yang mengatakan sembilan tahun.26 Ditengah perjalanan sesampainya
di desa Busra yaitu Sham selatan, dan juga seperti banyak diriwayatkan
dalam buku-buku Sirah Nabawi, bahwa dalam perjalanan itu
Muhammad bertemu dengan rahib Bahira, dan bahwa ia melihat
tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad seperti petunjuk dalam buku-buku
Kristiani.
Kemudian rahib Bahira itu berkata kepada Abu Thalib:
“Bawalah pulang keponakanmu itu (Muhammad), jangan sampai anak
kecil itu ditemui oleh orang Yahudi agar mereka tidak membunuhnya,
karena kelak ia akan menjadi Nabi akhir zaman”. Ketika Abu Thalib
mendengar ucapan rahib yang ikhlas itu maka beliau cepat-cepat pulang
24
Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyat terj. Samson Rahman (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2015), 110.
25
Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, 58.
26
19
untuk menjauhkan keponakannya itu dari hal-hal yang tidak
diinginkan.27
Di Syam Muhammad menemukan berita-berita tentang kerajaan
Romawi dan agama Kristen, kitab suci mereka, serta keadaan
masyarakat Persia yang menyembah api.
Sejak masa kanak-kanak tanda-tanda kesempurnaan,
kedewasaan dan kejujuran hati Muhammad sudah mulai nampak,
sehingga penduduk Mekah, memanggilnya dengan sebutan al-Amin
artinya yang dapat dipercaya.28
Muhammad muda suka menggembala kambing, dan mendapat
upah dari pekerjaan mengembala kambing-kambing itu. Sedangkan
Abu Thalib hidup dalam keadaan miskin dan mempunyai banyak anak.
Ia berharap dari keponakannya itu ia dapat memperoleh tambahan rizki
dari upah penggembalaan kambing.29
Ketika Muhammad berumur empat belas atau lima belas tahun
terjadi perang dahsyat antara Kabilah Quraisy yang didukung oleh
Kinanah melawan suku Hawazin.30
Perang ini disebut dengan perang fijar, perang fijar bagi
orang-orang Quraisy, merupakan upaya untuk mempertahankan kesucian
bulan-bulan haram (Dzilqi’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab) dan
27
An-nadwi, Riwayat Hidup Muhammad, 60.
28
Shalabi, Sejarah Dan KebudayaanIslam terj. Mukhtar Yahya dan Sanusi Latief (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1990), 80.
29
Ibid;
30
20
tanah suci. Lambang-lambang kesucian itu merupakan sisa peninggalan
agama Nabi Ibrahim a.s. yang masih tetap dihormati oleh orang-orang
Arab. Sedemikian tingginya penghormatan mereka kepada tempat dan
bulan-bulan suci itu, sehingga bila seorang bertemu dengan orang yang
membunuh ayahnya di tempat dan di dalam bulan-bulan tersebut, ia
tidak akan membalaskan dendanmya. 31
Akan tetapi masih ada juga orang yang dengan sikap
jahiliahnya, melecehkan kesakralan tempat itu dengan
pelanggaran-pelanggaran terhadap larangan yang berlaku. Akibatnya terjadilah
perang fijar.32
Selain perang fijar Muhammad juga terlibat di dalam peristiwa
Hilful Fudhul, sebab terjadinya peristiwa ini adalah ketika seseorang
dari Yaman membawa barang dagangannya ke Mekah. Lalu, seseorang
dari Bani Hasyim membeli barang itu dan meminta barangnya. Namun,
si pembeli juga enggan. Lantas orang yaman itu duduk di atas batu dan
berkata bahwa di Mekah ada seseorang yang hartanya dizhalimi, yang
jauh tempat tinggal dan kerabatnya. Al-Abbas dan Abu Sufyan pun
membelanya, sehingga mereka mengembalikan haknya.33
Kemudian mereka saling bersumpah seperti sumpah yang
dilakukan dalam suku Jurhum pada permasalahan itu, bersepakat untuk
31
Al-Ghazali, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad terj. Imam Muttaqien (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), 67-68.
32
Ibid; 69.
33
21
tidak membiarkan adanya kezaliman di Mekah.34 Muhammad ikut serta
di dalam dalam perjanjian yang menjamin kesejahteraan orang tertindas
ini, Beliau sendiri menyatakan keagungan perjanjian itu. “Di rumah
Abdullah bin Jad’an, saya mengikuti perjanjian itu. Saat inipun (yaitu
sesudah menjadi Rasul), jika diundang ke perjanjian serupa, saya akan
menghadirinya.” Ibn Hisyam mengutip bahwa Nabi suka berkata tentang perjanjian tersebut, “saya tidak mau melanggar janji saya itu,
sekalipun ditawari hadiah paling berharga.”35 Dua peristiwa itulah yang
terjadi sebelum masa kerasulan Muhammad.
Suatu hari Abu Thalib mendengar berita bahwa ada seorang
saudagar kaya, yaitu Khadijah binti Khuwailid yang mengupah
orang-orang Quraysh yang menjalankan dagangannya. Ketika mendengar
berita bahwa Khadijah sedang menyiapkan barang dagangannya untuk
dibawa ke Syam, Abu Thalib memanggil kemenakannya Muhammad
untuk bersedia bekerja kepada Khadijah dengan mengantarkan
dagangannya itu, dengan tujuan mendapatkan upah dan hasilnya nanti
sebagai tambahan memenuhi kebutuhan hidup keluarganya yang
kekurangan. Ketika itu usia Muhammad mencapai dua puluh lima
tahun.36
34
ibid
35
Subhani, Ar-Risalah, 123.
36
22
Kemudian Muhammad ditemani karyawan laki-laki Khadijah
yang terpercaya yang bernama Maisarah.37 Ini merupakan perjalanan
kedua Muhammad menuju Syam, setelah dahulu pernah melakukan
perjalanan bersama pamannya Abu Thalib. Dengan kejujuran dan
kemampuannya, Muhammad mampu memperdagangkan barang-barang
dagangan Khadijah dengan keuntungan lebih banyak. Setelah pulang
dari Syam, Khadijah akhirnya jatuh hati kepada Muhammad dan
berhasrat ingin menikah dengan pemuda seperti Muhammad. Padahal
sebelumnya ia pernah menolak lamaran dari beberapa laki-laki.38
b. Pernikahan Muhammad dengan Khadijah
Melalui Nafaishah, sahabatnya, Khadijah menyampaikan
keinginan hatinya tersebut. Rupanya Muhammad juga telah menaruh
hati pada Khadijah hanya saja Muhammad tidak berani karena merasa
dirinya tidak mempunyai apa-apa untuk diberikan kepada Khadijah.
Perkawinan Muhammad dan Khadijah akhirnya berlangsung,
dengan dihadiri oleh Amr bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay, paman
Khadijah sebagai walinya, karena Khuwailid ayah Khadijah sudah
meninggal sebelum perang fijar, menurut riwayat lain mengatakan yang
menjadi wali Khadijah adalah ayahnya sendiri. dengan mas kawin dua
puluh ekor unta muda. Ketika itu usia Muhammad mencapai dua puluh
lima tahun dan Khadijah berusia empat puluh tahun.39
37
Ibnu Ishaq, Sirah Nabawiyyah, 115.
38
Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, 66.
39
23
Sebelum menikah dengan Muhammad, Khadijah sudah pernah
menikah dua kali, yaitu Atiq bin Aidz bin Abdullah bin Amr bin
Makhzum, dan yang kedua dengan Hindun Abu Halah bin Malik bin
Nabbasy bin Zurrah.40
Rumah tangga Muhammad dan Khadijah sangat harmonis dan
selalu dijadikan teladan dari dahulu sampai sekarang Khadijah
merupakan sosok wanita yang istimewa di sisi Muhmmad, ia bukan
hanya sebagai pendamping hidup, tetapi juga ibu, sahabat dan tempat
mencurahkan segala kepahitan hidup yang dialami oleh Muhammad
pasca ia menerima wahyu yang menandai kerasulannya. Khadijah juga
demikian, senantiasa mengorbankan harta dan jiwanya demi dakwah
Islam yang di emban oleh Muhammad, untuk itu tidak heran jika
Muhammad selalu mengenang dan mengagungkan nama Khadijah,
sekalipun Khadijah telah meninggal. Bahkan tidak jarang sikap
Muhammad yang selalu memuji kebaikan Khadijah membuat para istri
Muhammad lainnya cemburu, seperti Aisyah ra. ia menceritakan bahwa
ketika Nabi Muhammad mendengar suara hallah, saudara perempuan
Khadijah wajahnya berubah menjadi merah, karena teringat akan
istrinya Khadijah yang sudah meninggal.41
Selama lima belas tahun Muhmmad berumah tangga dengan
Khadijah, mereka dikaruniai enam orang anak, diantaranya adalah:
40
Ibnu Sahid As-Sunday, Spirit Khadijah: Kisah Wanita Mulia Pendamping Rasulullah Saw terj. Yusuf Abdussalam (Yogyakarta: Media Insani, 2006), 23-24.
41
24
Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kaltsum dan Fathimah
Az-Zahra, dua orang putra Muhammad dan Khadijah meninggal dalam
usia kanak-kanak.42
Menjelang usia empat puluh tahun, kematangan berpikir
Muhammad mulai tampak, dia mulai membiasakan diri berkhalwat di
dalam gua Hira di pinggiran kota Mekah. Semakin lama ia berkhalwat
maka semakin dirinya merasa dekat dengan kebenaran akan sesuatu
yang lebih Agung didalam kesadarannya. Selama berhari-hari
Muhammad tinggal di gua Hira dan baru pulang, jika bekal yang
dibawanya telah habis. Sebagai istri, Khadijah merasa ingin tahu
tentang apa yang dilakukan oleh suaminya. Kadang Khadijah
menghimbau agar suaminya tinggal di rumah saja, namun Muhammad
tetap saja meneruskan khalwatnya.43
Sebelum kedatangan wahyu yang pertama, Muhammad sering
didatangi mimpi yang aneh, dan setiap apa yang terlihat dalam
mimpinya itu selalu terjadi dalam kenyataan. Setelah itu dirinya
terdorong untuk berkhalwat (menyepi atau menyendiri dari segala
kesibukan) di gua Hira. Disana ia beribadah selama beberapa malam,
kemudian baru pulang ke tengah keluarganya jika perbekalannya habis.
Beberapa riwayat mengatakan mimpi-mimpi itu dialami Muhammad
selama enam bulan sebelum turunnya wahyu. Beberapa waktu
menjelang turunnya wahyu, Muhammad sering kali mendengar suara
42
Al-Husaini, Baitun Nubuwwah, 71.
43
25
“Hai Muhammad, sesungguhnya engkau adalah utusan Allah Yang
Maha Besar!” kemudian saat dilihat posisi suara itu, ternyata yang
nampak seluruh penjuru itu terlihat gemerlap cahaya, ini membuat
Muhammad khawatir, sehingga ia segera pulang menemui istri
tercintanya Khadijah di rumah,44 Ia khawatir itu adalah Jin yang
mencoba mengganggu dirinya.45
2. Kehidupan Muhammad Pasca Menjadi Rasul
a. Menjadi Rasul
Pada malam ke 17 Ramadhan atau 6 Agustus 610 Masehi di
gua Hira, Muhammad menerima wahyu pertama yakni surat Al-Alaq
1-5
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya”.46
44
Ibid 108-10.
45
Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, 80.
46
26
Ketika menerima wahyu Muhammad dalam keadaan menggigil
kedinginan, kemudian dia pulang dan menceritakan semua yang
dialaminya kepada Khadijah. Ketika Jibril datang dan memerintahkan
“Bacalah...! hai Muhammad,””” Aku tidak dapat membaca” kata
Muhammad, “Dia membawaku dan menekanku dengan suara keras”
dan diulanginya hingga tiga kali, namun tetap saja Muhmmad semakin
bergetar seperti ada yang menekik dirinya.47 Dan ketakutan lalu
akhirnya pulang.
Ibnu Jauzi mengatakan,’Aisyah meriwayatkan bahwasanya
Al-Qharits bin Hamman bertanya kepada Rasulullah “Wahai Rasulullah
beritahu kami bagaimana wahyu turun kepadamu?”, Rasulullah
kemudian menjawab “sesekali wahyu itu turun seperti gemerincing
lonceng, itu yang berat bagiku, lalu bunyi itu berhenti dan aku telah
memahami apa yang dikatakan, kadangkala malaikat datang kepadaku
dalam wujud seorang lelaki, lalu berbicara kepadaku dan aku mengerti
apa yang dikatakannya”.48
Setelah turunnya wahyu tersebut Khadijah membawa
Muhammad kepada pamannya Waraqah bin Naufal yang seorang
Nasrani. Khadijah menceritakan semua yang telah dialami oleh
suaminya itu. Waraqah meyakinkan Nabi bahwa dirinya adalah utusan
Allah, dan yang datang menemuinya adalah malaikat Jibril.49
47
Haekal, sejarah Hidup Muhammad, 80.
48
Aidh bin Abdullah al-Qarni, story of The Message terj: Gufron (Jakarta: pustaka Maghfirah, 2008), 86.
49
27
Orang-orang Quraisy tentu saja tidak langsung percaya terhadap
apa yang dialami Muhammad, Mereka mengira itu adalah hasil pikiran
Muhammad sendiri. Namun jika kita kaji secara mendalam, banyak
bukti yang mengungkapkan bahwa apa yang dialami Muhammad
adalah benar adanya wahyu tersebut datang dari Allah. Muhammad saw
kemudian mengemukakan bahwa dia adalah seorang Nabi yang
diamanati sebuah misi untuk menyempurnakan akhlak bagi umat
manusia, yaitu Nabi terakhir dari rangkaian para Nabi dan Rasul
pemimpin umat.50 Sebagaimana disebutkan dalam Alquran:
“apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja
bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri, Kami
mengutsmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah
allah menjadi saksi.”51
“katakanlah, Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusanAllah kepada,u semua. Yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan
50
Siddiqi Hamid, Sirah Nabi Muhammad saw, terj: Munir (Bandung: Marja, 2005),96.
51
28
bumi; tidak ada Tuhan (yang berhk disembah) selain Dia, yang
menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah
dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada Allah dan
kepada kalimat-kalimat-Nya (Kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia,
supaya kamu mendapat petunjuk.52
Setelah menerima wahyu tersebut Muhammad kemudian
memulai dakwahnya langsung dari lingkungan keluarganya, Khadijah
adalah orang yang pertama kali meyakini kebenaran kerasulan
Muhammad, ialah orang yang pertama kali masuk Islam dan
mengorbankan seluruh harta benda serta tenaganya demi perjuangan
dakwah Islam hingga akhir hayatnya. Kemudian disusul Ali bin Abi
Thalib dari golongan anak-anak yang tidak lain merupakan sepupu
Muhmmad yang sejak kecil tinggal bersamanya. Selanjutnya adalah
Zayd bin Harithah yang berasal dari kalangan budak yang
dimerdekakan dan diangkat anak oleh Muhammad. kemudian disusul
dari kalangan sahabat yakni Abu Bakar Ash-Shidiq. Kemudian
dilanjutkan sahabat-sahabat yang kemudian mereka ini disebut
“Asabiqunal Awwalun” atau orang-orang yang pertama masuk Islam.53 Setelah dakwah dari lingkungan keluarga yakni dakwah secara
rahasia, kemudian dakwah dilanjutkan secara terang-terangan pada
masyarakat umum Quraisy. Namun sayang tidak mudah untuk meraih
hati Masyarakat Quraisy yang terkenal keras. Mereka banyak
52
Al-Quran, 7 (Al-A’raf): 158.
53
29
mengecam, memaki dan memusuhi Muhmmad selama menjalankan
misi kenabiannya. Mereka tidak ingin agama baru yang dibawa
Muhammad itu akan merebut kekuasan yang selama ini berada
ditangan mereka jatuh ke tangan Muhammad, Mereka tidak dapat
membedakan antara misi kenabian dengan misi kekuasaan, Bagi
mereka menerima agama baru yang dibawa Muhammad sama halnya
dengan tunduk kepada kekuasaan Bani Abd al-Muthalib, ini karena
sejak lama suku-suku bangsa Arab selalu bersaing untuk
memperebutkan kekuasaan.54
Kaum muslim pengikut Muhammad mengalami penyiksaan,
Mereka tidak berdaya untuk menghindari siksaan dan ancaman dari
kafir Quraisy. Kaum muslim akhirnya hijrah. Negeri pertama yang
menjadi tujuan mereka adalah Habashah. Rajanya terkenal sebagai raja
yang adil, dan tidak pernah menganiaya orang. Umat Islam disini
diterima secara baik, sehingga kafir Quraisy meminta kepada raja
Najashi untuk mengembalikan mereka ke Mekah, tetapi tidak diterima.
Peristiwa ini terjadi pada tahun kelima pasca kenabian, saat itu kaum
muslim hanya berjumlah sembilan orang, namun jumlah itu tentu terus
bertambah hingga mencapai seratus orang.55 Sampai masa hijrah ke
Madinah, perkembangan umat Islam di sana sangat pesat.
Setelah sepuluh tahun Nabi melakukan dakwah Islamnya yang
penuh dengan berbagai cobaan dan rintangan, akhirnya baliau harus
54
Ibid; 97.
55
30
kehilangan dua orang yang selama ini menemani dan mendukung
dakwah Islamnya, mereka adalah istri kinasihnya dan paman
tercintanya, yakni Khadijah dan Abu Thalib. Khadijah adalah istri
kinasihnya yang selalu menemani susah dan penderitan Nabi ketika
orang-orang kafir memusuhinya dan juga orang pertama yang
mengimani kerasulan Muhammad ketika semua orang mencemooh dan
menghardiknya, tempat berbagi dan mencurahkan segala kegundahan
hatinya. Abu Thalib pun demikian menjadi orang yang selalu membela
dan melindungi Nabi sejak kecil hingga masa kenabiannya. Abu Thalib
meninggal pada pertengahan Syawal, tahun ke sepuluh kenabian dan
Khadijah menyusul tiga hari kemudian.56
Khadijah wafat pada tahun ketiga sebelum hijrah dalam usia 65
tahun, dan Abu Thalib meninggal dalam usia 87 tahun. Sebagian besar
ahli sejarah mengatakan Abu Thalib tidak menganut agama Islam
sampai meninggalnya. Akan tetapi ketika sakratul maut ia sempat
menyebut dalam syair (puisinya) yang berbunyi: “Aku telah yakin
bahwa agama Muhammad adalah agama yang paling baik,” dengan
begitu beberapa ahli sejarah mengambil kesimpulan bahwa Abu Thalib
telah menganut Islam.57
b. Beberapa Pernikahan Muhammad Pasca Khadijah
Setelah kepergian Khadijah, kini tibalah Muhammad harus
menghadapi perjuangan Islam sendirian, ditambah lagi dengan
56
Shihab, membaca Sirah Nabi Muhammad saw Dalam Sorotan Al-Quran dan Hadits Shahih,
420.
57
31
kepergian pamannya, orang yang selalu melindunginya, menjadikan
duka kesedihan yang paling mendalam baginya. Setiap malam tiba
kesedihannya semakin bertambah, banyak kenangan yang terlintas
dalam benaknya akibat ditinggal wafat oleh seorang ibu rumah tangga
yang setia mendampingi tugasnya mendakwahkan Islam. Namun duka
itu berangsur-angsur mereda, dengan hadirnya istri Nabi setelah
Khadijah, meskipun selamanya Khadijah akan selalu disebut-sebut
dalam ingatannya.
Sahabat-sahabatnya menyarankan supaya Muhammad mau
menikah lagi, karena hanya dengan jalan itulah beliau mampu
menghilangkan duka dan rasa kesepian. Tapi para pengikutnya tidak
ada yang berani mengutarakannya kepada Muhammad.
Sepeninggal Khadijah, Nabi menikah berturut-turut sebanyak 10
kali,58 diantara mereka itu ada yang masih gadis, janda muda, janda
yang mempunyai anak, dan juga janda yang sudah mendekati usia
senja.59
Adapun istri Nabi setelah Khadijah meninggal adalah Saudah
binti Zam’ah binti Qa’ia bin Abdu Shams bin Abdi Wudd
al-Amiriyyah, janda dari Sakran bin Abdushams bin Abdi Wudd
Al-Qurayshi Al-Amiriy saudara sepupunya. Saudah adalah janda tua yang
ditinggal mati oleh suaminya ketika hijrah ke Habashah. Saudah
memiliki perasaan yang lugu dan berpikir sederhana sehingga tampak
58
Husaini, Rumah Tangga Nabi Muhammad, 117.
59
32
amat terbelakang, akan tetapi ia adalah wanita yang rendah hati. Bahkan
pernah suatu hari ia merelakan gilirannya kepada A’isyah istri
Muhammad yang lain.60
Istri yang kedua adalah Aisyah binti Abu Bakar, Muhammad
menikahi Aisyah ketika ia masih berumur sembilan tahun sedangkan
Nabi berumur 53. dengan mahar sebanyak 500 dirham.61 Aisyah
terkenal sebagai salah satu istri Nabi yang paling muda dan paling
disayang, kecemburuan Aisyah bahkan pernah mengalahkan
kecemburuan siapapun diantara istri-istri Nabi yang lain.
Ketiga adalah Hafsyah binti Umar, puteri sahabat Umar bin
Khatab. Ia adalah janda dari Hunais bin Hudhafah bin Qa’is bin Adiy
as-Sahmiy al-Qurayshiy yang meninggal ketika perang Uhud.62 Ketika
itu usianya masih delapan belas tahun kemudian Nabi menikahinya.
Keempat adalah Zainab binti Khuzaymah bin Al-Harith bin
Abdullah bin Amr bin Abdi Manaf Bin Hilal bin Amir bin Sha’sha’ah
dari bani Hilal. Ia mendapat julukan Umm al-Masakin (ibunya
orang-orang miskin).63 Ia merupakan janda dari Tufail bin Al-Harith,
kemudian menikah lagi dengan iparnya Ubaidah bin Al-Harith yang
gugur dalam perang Badar. Kemudian dinikahi oleh Nabi sebagai
penghormatan dan penghargaan atas jasa suaminya.
60
Husaini, Rumah Tangga Nabi Muhammad, 126-8.
61
Muhammad Abd al-Malik Ibn Hisyam, Sirah Ibn Hisyam (Beirut: Dar al-Khatab al-Ilmiyah, 2003), 175.
62
hUsaini. Rumah Tangg Nabi Muhammad, 150.
63
Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad saw Dalam Sejarah Al-Quran dan Hadith Shahih,
33
Kelima adalah Ummu Salamah, nama aslinya adalah Hindun
binti Umayyah bin Mahzum dari bani Makhzum kabilah Quraysh.
Wanita berparas cantik dan lembut, janda dari Abu Salamah yang gugur
dalam perang Uhud yang kemudian dinikahi oleh Nabi. Pernikahan
tersebut terjadi pada bulan Shawal tahun keempat Hijriyah, ia banyak
meriwayatkan hadith. Menurut riwayat, ia dikaruniai umur panjang dan
sempat menyaksikan pembantaian dikarbala yakni peristiwa
terbunuhnya cucu Rasulullah Al-Husain dan keturunan Ahlul Bait
lainnya,64 kemudian Ummu Salamah wafat tidak lama setelah itu.
Keenam adalah Zaynab binti Jahsh, wanita berparas cantik
sepupu Rasulullah yang mendapat julukan wanita paling mulia wali
nikahnya, Zaynab merupakan janda dari Zaid, yaitu anak angkat Nabi
Muhammad.
Ketujuh adalah Juwairiyah binti Al-harith bin Abi Dhirar, puteri
dari pemimpin bani Mustalyq tawanan perang. pernikahan ini terjadi
pada tahun keenam Hijriyah setelah pasukan Islam berhasil
mengalahkan bani Mustalyq di perang Muraisi, Nabi menikahinya
dengan mahar 4000 Dirham.65
Kedelapan adalah Safiyah binti Huyay bin Akhtab wanita
pemuka dari bani Nadr keturunan Nabi Harun saudara Musa yang
menjadi tawanan perang Kaibar, ia adalah putri dari pemimpin Yahudi.
Nabi menikahinya ketika kaumnya kalah dalam peperangan Kaibar dan
64
Maulana Saeed Ansari Nadwi, Para Wanita Yang Akrab Dalam Kehidupan Rasul terj. Chairijal (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 192-3.
65
34
dirinya menjadi tawanan perang, kemudian Nabi membebaskannya
sebagai mahar pernikahannya, ketika itu usianya baru mencapai 17
tahun,66 namun sudah pernah menikah dua kali yakni dengan Sallam
bin Mishkam dan kedua Kinanah bin Ar-Rabbi’ bin Abi Haqiq.67
Kesembilan adalah Ummu Habibah binti Abu sufyan, puteri dari
Abu Sufyan salah satu orang yang memusuhi Islam. Ia adalah janda dari
Ubaidillah bin Jahs yang murtad ketika berada di Habashah. Nabi
menikahinya karena perasaan iba melihat Ummu Habibah yang terlunta
di tanah rantau akibat ditinggal oleh suaminya. Ketika itu usianya sudah
mencapai 40 tahun. Ummu Habibah wafat dalam usia 65 tahun pada
tahun 44 Hijriyah.68
Kesepuluh adalah Maimunah binti al-Harith. Ia adalah janda
dari Abu Rahm bin Abu Uzza Al-Amiriy. Ketika Nabi menikahinya
usianya baru mencapai 26 tahun, dan ditinggal mati oleh Suaminya, ia
meninggal pada tahun 51 Hijriyah.
Selain itu Hamid al Husaini dalam tarikhnya juga Tarikh
Thobari menyebut keterangan mengenai Maria al-Qibtiyah sebagai istri
Nabi,69 ia merupakan ibu dari Ibrahim bin Muhammad, dan keterangan
mengenai Maria al-Qibtiyah ini menjadi topik utama dalam
pembahasan ini, yang akan penulis jelaskan pada pembahasan
berikutnya.
66
Husaini, Rumah Tangga Nabi Muhammad, 244.
67
Al-Nadwi, Riwayat Hidup Nabi Muhammad, 207.
68
Ibid; 223.
69
35
B. Biografi Maria Al-Qibtiyah
1. Nasab Hingga Wafatnya.
Tidak banyak yang mengetahui tentang kehidupan Maria
Al-Qibtiyah namun dari beberapa sumber menyebutkan Maria lahir di sebuah
desa yang diberi nama Hiffin, dekat kota Anshuna, yang terletak di pinggir
sebelah Timur sungai Nil dekat Asymunin, ayahnya seorang bangsa
Qibthi, dan ibunya seorang bangsa Romawi yang beragama kristen.70
Maria Al-Qibtiyah merupakan wanita yang memiliki pengetahuan
luas. Dia bukanlah seorang wanita hamba sahaya biasa. Dia adalah wanita
hamba sahaya terpilih yang dihadiahkan oleh raja mesir (Almuqauqis)
kepada Rasulullah saw.71
Maria menghabiskan masa kecilnya di desa Hafna. Menjelang usia
remajanya yang indah, Raja Qibthi Al-Muqawqis memilih dirinya dan
saudarinya Sirin untuk menjadi budak sekaligus pelayan Istana.72
Maria adalah seorang wanita yang memiliki kecantikan yang luar
biasa dan rambut yang sangat lebat. Dari istana ia mendengar kemunculan
seorang Nabi dari Jazirah Arab, yang menyeru kepada Tuhan yang satu
dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Juga kepada agama langit yang baru.
70
Aisyah Binti Al-Syatik, Istri-Istri Nabi, terj. Abdullah Zaki Alkaf (Bandung: PutakaHidayah, 2001), 243.
71
Hajjaj Abdullah, Maria Al-Qibtiyah, terj. Risyan Nurhakim (Bandung: Mizan Media Utama, 2007), 46-7.
72
36
Maria masih berada dalam istana Al-Muqawqis ketika datang
Hathib bin Abi Balta’ah sebagai utusan Rasulullah, sambil membawa surat
ajakan kepada Raja Al-Qibthi Al-Muqawqis,73
Meskipun Raja Al-Muqawqis tidak menerima ajakan Muhammad
untuk masuk Islam namun Al-Muqawqis memberikan hadiah kepada Nabi
berupa dua perempuan yaitu Mariyah Al-Qibtiyah dan saudarinya Sirin,
juga memberikan seorang budak laki-laki yang dikebiri, seribu mitsqal
emas, dua puluh stel pakaian produk mesir, keledai lengkap dengan
pelananya, keledai putih berbelang-belang hitam, manisan dari madu
“Banha,” kayu gaharu, minyak kesturi dan wewangian. 74
Kedua kakak beradik itu merasa kesepian karena berpisah dengan
tanah air. Mereka berjalan sambil memuaskan matanya memandangi
lembah tercinta. Sampai akhirnya hilang dari pandangannya. Kemudian
mereka melayangkan pandangan selamat tinggal, perpisahan yang disertai
air mata tergenang, kepada tanah tempat tumpah darahnya dan tempat
bermain-main dimasa kecilnya.75
Rombongan sudah datang mendekat Madinah dan tiba didalamnya
pada tahun ke 7 Hijriyah. Ketika Rasulullah baru saja pulang dari
Hudaibiyah setelah melakukan perjanjian damai dengan kaum Quraisy.76
73
Ibid; 182
74
Syati, Istri-Istri Nabi, 245. 75
Ibid; 245.
76
37
Rasulullah tertarik dengan Maria Al-Qibthiyah, kemudian
mengambilnya untuk dirinya. Sememntara saudarinya Sirin, beliau berikan
kepada penyair beliau Hassan bin Tsabit.77
Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Maria wafat pada tahun 16
Hijriyah, ibunda Ibrahim itu wafat pada bulan Muharram.78 lima tahun
setelah wafatnya putera tercintanya. Ia wafat pada masa kekhalifahan
Umar bin Khattab, Umar sendiri juga yang menshalati jenazah Maria
Al-Qibtiyah. mengenai keislaman Maria Al-Qibtiyah tidak disebutkan dengan
pasti kapan Maria masuk Islam.
77
Ibid; 186.
78
BAB III
PROSES PERNIKAHAN NABI MUHAMMAD
DENGAN MARIA AL-QIBTIYAH
A. Masa Pra Nikah Sampai Pernikahan Nabi Muhammad Dengan Maria
Al-Qibtiyah
Perjanjian Hudaibiyah setidaknya telah menghilangkan kekhawatiran
Nabi terhadap ancaman dari bagian selatan Mekah. Dengan ini, sekelompok
orang dari kalangan pemimpin Arabia jadi tertarik pada Islam. Sementara itu,
Nabi memanfaatkan kesempatan itu untuk mengirim beberapa surat kepada
para penguasa, pemimpin suku, serta pemuka agama Kristen, dan
memperkenalkan agamanya kepada bangsa-bangsa yang hidup di zaman itu. 1
Surat-surat yang ditulis Nabi untuk pangeran, raja, kepala suku, dan
tokoh agama dan politik terkemuka mengungkapkan metode dakwahnya. Saat
ini, tercatat 185 surat yang ditulis Nabi, baik surat ajakan kepada orang untuk
masuk Islam maupun surat perjanjian. Sebagaimana hal penting lain, masalah
mengajak penguasa berbagai negeri kepada Islam juga diajukan Nabi ke
hadapan dewan musyawarah untuk dibahas.2
Nabi mengirim delegasi ke berbagai wilayah negara-negara lain,
diantara delegasi tersebut adalah Dihiah bin Kalbi diutus Nabi membawa
surat kepada kaisar Romawi timur, sementara itu Abdullah bin Huzafah
as-Sahmi al-Qurasyi diutus Nabi untuk mengantarkan surat kepada Khosru
1
Shubani, Ar-Risalah (Jakarta: PT: Lentera Basritama, 1996), 481.
2
39
Parves, dan Hatib bin Balta’ah dikirim Nabi kepada pemimpin Mesir yaitu
Raja Muqauqis.3 Ia salah satu dari enam orang yang diutus membawa surat
dakwah Nabi kepada para penguasa dunia. Nabi memerintahkannya
membawa surat berikut kepada Muqauqis.
ِ ب
ِ س
ِ مِ
ِ لا
ِ
ِ رلا
ِ ح
ِ مِ ن
ِ
ِ رلا
ِ حِ ي
ِ م
ِ مِ.
ِ نِ
ِ مِ ح
ِ م
ِ دِ
ِ عِ ب
ِ دِ
ِ لا
ِِ وِ ر
ِ سِ
وِ ل
ِ هِِ ا
ِ ل
لاِى
ِ مِ ق
ِ وِ
ِ ق
ِ س
ِِ ع
ِ ظِ ي
ِ مِ
لاِ ق
ِ ي
ِ ط
ِ
ِ س
ِ ل
ِ مِ
ِ عِ ل
ِ مِى
ِ نِ
ِ تاِ ب
ِ عِ
لا
ِ هِ د
ِ اِ،
ِ م
ِ بِا
ِ عِ د
ِ فِ،
ِ اِ ن
ِ اِي
ِ دِ
ِ عِ و
ِ كِ
ِ بِ د
ِ عِ
باِ ة
ِ
ِ لا
ِ س
ِ ل
ِ م
ِ اِ،
ِ سِ ل
ِ مِِ
ت
ِ سِ ل
ِ م
ِ وِ،
ِ اِ س
ِ لِ م
ِ
ِ يِ ؤِ ت
ِ ك
ِ
ِ لا
ِِ ا
ِ جِ ر
ِ كِ
ِ مِ رِ ت
ِ يِ ن
ِِ فِ ا
ِ نِ ت
ِ وِ لِ ي
ِ ت
ِِ فِ ا
ِ نِ
ِ عِ ل
ِ ي
ِ ك
ِِ اِ ث
ِ مِِ ا
ِ ِ ل
ِ لا
ِ قِ ب
ِ ط
.ِ
ِ ة م ل كِى ل اا و لا ع تِ با ت ك لاِ ل اا ي
ِ ن ن ي بِ ءا و س
ِ ن ما با ب ر اِاًض ع بِا ن ض ع بِ ذ خّت يِل وِاًء ي شِ ه بِ ك ر ش نِ ل وِ لاِ لِ اِ د ب ع نِ لِ م ك ن ي ب وِا
ِ. ن و م ل س ما ن أ بِا و د ه ش اِا و ل و ق فِاو ل و تِ ن إ فِ لاِ ن و د
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.“
“inilah surat dari Muhammad bin Abdullah kepada Muqauqis, pemimpin Mesir.
Selamat sejahtera bagi orang yang mengikuti hidayah. Amma ba’du, peluklah
agama Islam anda pasti selamat dan Allah akan memberi imbalan kebajikan dua
kali lipat kepada anda. Akan tetapi jika anda bertolak belakang maka anda
menanggung dosa seluruh Qibth. “Hai ahlul-kitab, marilah kita berpegang pada
suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian,
(yaitu) kita tidak menyekutukan Allah dengan apapun juga dan di antara sesama
kita tidak ada yang akan dipandang sebagai tuhan (karena tiada Tuhan) selain
Allah. Apabila mereka berpaling (bertolak belakang) maka katakan sajalah:
3
40
Hendaklah kalian menjadi saksi bahwa kami adalah orang-orang yang berserah
diri (kepada Allah).4
Muqauqis setelah membaca surat tersebut, lalu melipatnya kembali
dengan hati-hati dengan rasa hormat, kemudian disimpannya dalam sebuah
kotak terbuat dari gading. ia menoleh kepada Hatib bin Balta'ah, minta agar ia
berbicara menjelaskan bagaimana Nabi Muhammad Saw, bagaimana
sifat-sifat perangainya, apa saja yang diperbuat dan bagaimana para pengikutnya.
Ia mendengarkan penjelasan Hathib dengan penuh perhati