• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIMULASI INDEKS PENGGUNAAN AIR (IPA) GUNA PENGHEMATAN AIR IRIGASI DI D.I. PAKIS KABUPATEN MALANG JURNAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIMULASI INDEKS PENGGUNAAN AIR (IPA) GUNA PENGHEMATAN AIR IRIGASI DI D.I. PAKIS KABUPATEN MALANG JURNAL"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

SIMULASI INDEKS PENGGUNAAN AIR (IPA) GUNA

PENGHEMATAN AIR IRIGASI DI D.I. PAKIS KABUPATEN

MALANG

JURNAL

TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI PEMANFAATAN DAN

PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik

MAULANA HELMI WIDYASTAMA NIM. 125060400111066

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS TEKNIK

MALANG

2017

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

SIMULASI INDEKS PENGGUNAAN AIR (IPA) GUNA

PENGHEMATAN AIR IRIGASI DI D.I. PAKIS KABUPATEN

MALANG

JURNAL ILMIAH

TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI

PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR

Ditujukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik

MAULANA HELMI WIDYASTAMA NIM. 125060400111066

Jurnal ini telah direvisi dan disetujui oleh dosen pembimbing pada Januari 2017

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. Rini Wahyu Sayekti, MS Dr. Ir. Endang Purwati, MP. NIP. 19600907 198603 2 002 NIP. 19521117 198103 2 001

(3)

SIMULASI INDEKS PENGGUNAAN AIR (IPA) GUNA

PENGHEMATAN AIR IRIGASI DI D.I. PAKIS KABUPATEN

MALANG

Maulana Helmi Widyastama1, Rini Wahyu Sayekti2, Endang Purwati3

1

Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 2

Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya-Malang, Jawa Timur, Indonesia Jalan MT.Haryono 167 Malang 65145 Indonesia

Email: mhelmiw@yahoo.co.id

ABSTRAK

Pemanfaatan air irigasi untuk Daerah Irigasi Pakis memiliki total luas baku sawah sebesar 726 ha dan memiliki saluran yang cukup panjang sehingga sering terjadi kekurangan pada musim kemarau. Adanya waktu irigasi yang bersamaan, menjadikan adanya kelemahan pada sistem pengelolaan air pada Daerah Irigasi Pakis, yaitu pembagian air pada petak tersier yang kurang merata serta kehilangan air yang menyebabkan alokasi air yang tidak terpenuhi secara menyeluruh hingga petak tersier terjauh. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dalam studi ini dilakukan analisa ketersediaan dan kebutuhan air dengan mengacu pada nilai FPR lalu dilakukan simulasi indeks penggunaan air (IPA) untuk mendapatkan efisiensi dan berapa air yang dapat dihemat.

Berdasarkan hasil simulasi indeks penggunaan air (IPA) didapatkan bahwa untuk penghematan pemberian air irigasi yang paling besar, yaitu pada efisiensi 55% di musim kemarau I sebesar 540,45 lt/dt dengan nilai IPA = 0,55 yang termasuk kategori sedang. Sementara untuk penghematan pemberian air irigasi dengan nilai IPA dan efisiensi yang sama pada musim hujan didapatkan debit sebesar 486,45 lt/dt dan musim kemarau II sebesar 412,20 lt/dt.

Kata kunci: Indeks Penggunaan Air (IPA), Penghematan Air, Kebutuhan Air, Kekritisan Air

ABSTRACT

The utilization of irrigation water for Pakis irrigation area have a total of 726 ha of rice fields and have channel long enough to frequent shortages in the dry season. The existence of irrigation at the same time makes the weakness in the system of water management in Pakis irrigation area, namely the division of water in the tertiary uneven and loss of water caused water allocations are not fulfilled completely up to tertiary furthest. To overcome these problems, so that in this study analyzes the supply and demand for water by reference to the FPR then simulated water use index to gain the efficiency and water saving irrigation.

Based from the simulation results of water use index found that for the provision of irrigation water savings are greatest, at the efficiency of 55% in the dry season I at 540.45 L/ sec to the value of the IPA = 0.55 in the medium category. As for the provision of irrigation water savings to the value of IPA and the same efficiency in the wet season discharge obtained at 486.45 L/sec and dry season II amounted to 412.20 L/sec.

(4)

1. PENDAHULUAN

Pemanfaatan air irigasi yang baik erat hubungannya dengan peningkatan hasil

pertanian guna ketahanan pangan.

Pemanfaatan air irigasi di Provinsi Jawa Timur khususnya Kabupaten Malang dirasa masih kurang efektif, hal ini dapat dilihat ketika terjadi kekurangan air pada

musim kemarau. Pengaturan dan

pendistribusian air irigasi juga belum dilakukan secara akurat dan optimum, hal ini dapat dilihat dari sering terjadinya pemberian air yang cenderung berlebihan

sehingga mengakibatkan pemborosan

penggunaan air. Pendistribusian air yang akurat dan optimum dapat menghemat

penggunaan air irigasi sehingga

pemberian air irigasi tidak perlu

dilakukan 100%.

Daerah Irigasi Pakis merupakan daerah irigasi yang mempunyai sumber utama pemenuhan airnya berasal dari Bendung Pakis dimana memiliki saluran yang cukup panjang sehingga banyak terjadi kehilangan air yang disebabkan oleh beberapa faktor. Pada umumnya, kehilangan air disini diakibatkan oleh adanya pengambilan air secara liar oleh masyarakat sekitar saluran, kehilangan air karena evaporasi yang dipengaruhi oleh luas penampang saluran dan panjang saluran, dan juga dikarenakan adanya perkolasi dan rembesan pada panjang ruas saluran irigasi.

Lokasi studi ini diambil pada bangunan induk BP.1A sampai dengan BP.5 yang berada di Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Jarak yang terlalu jauh serta besarnya petak sawah yang harus diairi menyebabkan kurangnya alokasi air untuk petak-petak tersier terjauh yang ada pada lokasi studi.

Adanya waktu irigasi yang

bersamaan, menjadikan adanya

kelemahan pada sistem pengelolaan air

pada daerah irigasi Pakis, yaitu

pembagian air pada petak tersier yang kurang merata serta kehilangan air yang menyebabkan alokasi air yang tidak

terpenuhi secara menyeluruh hingga petak tersier terjauh.

Tujuan dari studi ini adalah untuk mendapatkan hasil optimal simulasi nilai IPA yang digunakan untuk menghemat kebutuhan air sehingga kebutuhan air tersebut bisa terpenuhi hingga petak tersier terakhir.

2. METODOLOGI

Studi ini terletak pada Daerah Irigasi Pakis di Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Daerah Irigasi Pakis memiliki luas lahan untuk diairi sebesar 726 Ha. Secara geografis, Daerah Irigasi Pakis terletak pada posisi

112o43’02” BT dan 7o57’06” LU.

Gambar 1 Peta Lokasi Studi

Jenis metode penelitian dalam kajian ini adalah penelitian deskriptif yang

merupakan peneliitian kasus dan

penelitian lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kebutuhan air irigasi di Daerah Irigasi Pakis dan seberapa besar penghematan air irigasi berdasarkan simulasi nilai IPA dan selajutnya perencanaan pemberian dan pembagian air irigasi dari hasil kajian yang telah dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan air di Daerah Irigasi Jeruk Taman.

Untuk memperlancar langkah – langkah perhitungan dalam studi ini, maka diperlukan tahapan – tahapan sebagai berikut:

(5)

1. Pengolahan data realisasi tanam.

2. Pengolahan data debit riil.

3. Pengolahan data efisiensi di lapangan.

4. Analisa ketersediaan air irigasi pada

tiap petak kondisi eksisting.

5. Analisa kebutuhan air irigasi tiap

petak kondisi eksisting.

6. Analisa neraca air kondisi eksisting.

7. Analisa karakteristik pemberian air

kondisi eksisting.

8. Penyusunan rencana pemberian air

berdasarkan karakteristik pemberian air, nilai IPA, dan faktor K.

9. Simulasi nilai IPA pada tiap nodes.

10. Efisiensi pemberian air berdasarkan

hasil simulasi tiap nodes.

11. Kesimpulan dan saran.

Kebutuhan Air Irigasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya pemakaian air irigasi adalah (Haliem, 2012:32):

a. Jenis tanaman, beragamnya jenis

tanaman yang menyebabkan

perhitungan kebutuhan air menjadi banyak dan rumit karena setiap

tanaman kebutuhan airnya

berbeda-beda.

b. Pola tanam, pola tanam yang

direncanakan untuk suatu daerah irigasi merupakan jadwal tanam

yang disesuaikan dengan

ketersediaan airnya dan

memberikan gambaran tentang jenis dan luas tanaman yang akan diusahakan dalam satu tahun. Pola umum dimaksudkan untuk

menghindari ketidakseragaman

tanaman, melaksanakan waktu tanam sesuai dengan jadwal yang

telah ditentukan dan untuk

menghemat air.

c. Cara pemberian air, oemberian air

secara serentak untuk semua daerah itigasi membutuhkan air

yang relatif lebih banyak

dibangdingkan dengan pemberian secara golongan atau giliran. Jadi waktu tanam diatur berurutan,

sehingga memudahkan pergiliran air.

d. Jenis tanah dan cara

pengelolaannya, keperluan air

untuk pengolahan tanah

diperlukan dalam satu periode yang singkat secara terkonsentrasi,

sehingga keperluan air ini

mempunyai pengaruh yang peting dalam pemakaian air irigasi.

e. Iklim dan cuaca yang meliputi

crah hujan, angina, letak lintang, kelembaban, dan suhu udara.

f. Cara pengelolaan dan

pemeliharaan saluran dan

bangunan dengan

memperhitungkan kehilangan air yang berkisar 30%-40%.

Metode FPR dan LPR

Pada metode ini harga dasar LPR ditentukan 1,0 (palawija) berdasarkan pada kebutuhan air tanaman palawija dan faktor-faktor lain ditentukan berdasarkan jenis tanaman dengan persamaan sebagai berikut:

Nilai LPR = Luas x K (1)

dimana:

Nilai LPR = nilai luas palawija relatif

(pol/har)

Luas = luas lahan yang ditanami

(ha)

K = faktor tanaman (pol)

Tabel 1 Harga K untuk berbagai Jenis Tanaman

Jenis Tanaman Faktor

Konversi

Polowijo

1. yang perlu banyak air 1,0

2. yang perlu sedikit air 0,5 Padi Rendeng/ Padi Gadu Ijin

1. Bibit 20,0 2. Garap 6,0 3. Tanam 4,0 Tebu 1. Tebu muda 1,5 2. Tebu tua 0,0

Sumber: Dirjen Pengairan, (1997:1)

Untuk memudahkan pelaksanaan di lapangan, cara perhitungan kebutuhan tanaman di Jawa Timur memakai metode Faktor Polowijo Relatif (FPR). Metode

(6)

ini merupakan perbaikan dari metode-metode yang telah diterapkan di Negara Belanda, yaitu Metode Pasten. Berikut ini adalah persamaan untuk metode FPR, yaitu:

dimana:

FPR = faktor polowijo relatif

(lt/dt/ha.pol)

Q = debit air yang mengalir di

sungai (m3/dt)

LPR = luas polowijo relatif (ha/pol)

Sedangkan kategori nilai FPR untuk keperluan operasional pembagian air pada petak tersier dapat dikategorikan sebagai berikut:  Baik, FPR = 0,20 lt/dt/ha.pol ke atas  Sedang, FPR = 0,10 – 0,19 lt/dt/ha.pol  Kurang, FPR = 0,01 – 0,10 lt/dt/ha.pol

Kategori nilai FPR ditentukan di lapangan, tergantung pada kondisi daerah penelitian. Jika nilai FPR kurang dari nilai FPR yang ditentukan maka perlu dilakukan pergiliran pemberian air. Tabel 2 Kriteria FPR Berdasarkan Jenis Tanah

Jenis Tanah

FPR (lt/dt/ha.pl) Air

Kurang Air Cukup

Air Memadai/Lebih

Aluvial 0,18 0,18 - 0,36 0,36

Latosol 0,12 0,12 - 0,23 0,23

Grumosol 0,06 0,06 - 0,12 0,12

Giliran Perlu Mungkin Tidak

Sumber: Dirjen Pengairan, (1997:1)

Pada sistem giliran, apabila air kurang maka FPR perlu diperhitungkan, dan pada saat air cukup FPR juga masih mungkin diperhitungkan. Jika air memadai atau berlebih, maka FPR pada sistem giliran tidak perlu diperhitungkan.

Sistem Pemberian Air Irigasi

Mengingat pentingnya fungsi air bagi penanaman padi di sawah, maka

pengaturan pemberian air perlu

disesuaikan dengan kebutuhannya. Air

yang masuk ke petakan sawah akan merembes ke bawah (infiltrasi) dan perembesan diteruskan ke lapisan tanah yang lebih bawah yang disebut perkolasi.

Sistem Giliran adalah cara pemberian air di saluran tersier atau saluran utama dengan interval waktu tertentu bila debit yang tersedia kurang dari faktor K. Sistem golongan adalah sawah dibagi

menjadi golongan-golongan saat

permulaan pekerjaan sawah bergiliran

menurut golongan masing-masing.

Faktor K adalah perbandingan antara debit tersedia di bendung dengan debit yang dibutuhkan pada periode pembagian dan pemberian air.

Menurut Departemen Pekerjaan

Umum (2005:10), saat ketersediaan air cukup (faktor K>1), terjadi apabila luas lahan yang tersedia untuk diari lebih kecil dibandingkan dengan debit yang tersedia, serta selama masa pengembangan setelah konstruksi selesai apabila areal yang akan dikembangkan masih tetap lebih kecil

dibandingkan areal yang dapat

dikembangkan, maka diberikan secara terus-menerus. Sementara pada saat ketersediaan air kurang (K<1), pembagian dan pemberian air disesuaikan dengan nilai faktor K yang sudah dihitung.

Tabel 3 Kriteria Pemberian Air dengan Faktor K

Faktor K = 0,75 – 1,00 Terus menerus

Faktor K = 0,50 – 0,75 Giliran di saluran tersier Faktor K = 0,25 – 0,50 Giliran di saluran

sekunder Faktor K < 0,25 Giliran di saluran

primer

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2005:10)

Indeks Penggunaan Air (IPA)

Perhitungan indeks penggunaan air (IPA), yaitu:

1. Perbandingan antara kebutuhan air

dengan ketersediaan air yang ada.

(4)

(3) (2)

(7)

Nilai IPA suatu daerah irigasi dikatakan baik jika air yang dibutuhkan masih lebih sedikit dari pada potensinya sehingga masih menghasilkan air untuk bagian hilirnya, sebaliknya dikatakan buruk jika jumlah air yang digunakan lebih besar dari potensinya. Sehingga volume air yang dihasilkan untuk hilirnya sedikit atau tidak ada indikator IPA dalam pengelolaan air sangat penting kaitannya dengan mitigasi bencana kekeringan di jaringan irigasi.

Tabel 4 Klasifikasi Indeks Penggunaan Air (IPA)

No. Nilai IPA Kelas

1 ≤ 0,5 Baik

2 0,5 - 0,9 Sedang

3 ≥ 1,0 Jelek

Sumber: Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS), (2005:Lampiran,25)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kebutuhan Air Irigasi Kondisi Eksisting

Berdasarkan data debit untuk

kebutuhan air irigasi kondisi eksisting selama setahun maka perlu dilakukan rekap data per musim tanam, yaitu pada musim hujan, musim kemarau I, dan musim kemarau II untuk sepuluh petak tersier di Daerah Irigasi Pakis. Dari hasil rekap data maka akan dipilih data debit

kebutuhan air irigasi yang paling

maksimum guna mengetahui nilai FPR yang paling maksimum. Dari hasil perhitungan berdasarkan hasil rekap data kebutuhan air irigasi kondisi eksisting didapatkan bahwa untuk nilai FPR di Daerah Irigasi Pakis, hampir sesuai dengan nilai yang tercantum pada tabel nilai FPR berdasarkan jenis tanah atau

mendekati ketentuan range nilai FPR

berdasarkan jenis tanah alluvial yaitu, 0,18 - 0,36. Menurut peta sebaran jenis tanah, Daerah Irigasi Pakis memiliki jenis

tanah Aluvial sehingga nilai FPR yang digunakan adalah 0,18 saat persediaan air kurang. Sedangkan saat ketersediaan air cukup maka nilai FPR digunakan adalah 0,18 – 0,36 dan saat ketersediaan air cukup maka nilai FPR digunakan adalah 0,36. Selengkapnya pada tabel berikut: Tabel 5 Rekap Kebutuhan Air Irigasi Kondisi Eksisting Berdasarkan Debit Maksimum

Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

Evaluasi Nilai FPR berdasarkan Kebutuhan Air Irigasi Kondisi Eksisting

Berdasarkan evaluasi nilai FPR didapatkan bahwa nilai FPR hitung yang

tidak sesuai dengan nilai FPR

berdasarkan jenis tanah sebanyak 27 kali dari total tiga kali musim tanam untuk sepuluh petak tersier selama setahun, maka apabila diprosentasekan didapat nilai sebesar 90%. Artinya kondisi antara kebutuhan dan ketersediaan air di D.I. Pakis terjadi kelebihan air sehingga dinyatakan adanya pemborosan. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya untuk mengurangi pemborosan tersebut dan salah satu caranya adalah mensimulasi

(8)

Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

nilai indeks penggunaan air (IPA). Dengan mensimulasi nilai IPA maka didapatkan kebutuhan air irigasi dengan nilai FPR yang sesuai dengan ketentuan

range yang ada. Selengkapnya pada tabel berikut:

Tabel 6 Evaluasi Nilai FPR di D.I. Pakis

Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

Simulasi Indeks Penggunaan Air (IPA)

Dalam studi ini, dilakukan

simulasi IPA sebanyak lima kali

percobaan dengan mencoba nilai IPA 0,9, 0,8, 0,7, 0,6, dan 0,55 yang dimana kelima simulasi IPA dilakukan pada tiap musim tanam, yaitu musim hujan, musim kemarau I, dan musim kemarau II. Simulasi dilakukan berulang kali untuk menemukan nilai debit penghematan yang paling optimal dengan mengacu pada evaluasi nilai FPR pada tiap petak tersier. Selengkapnya tabel beserta grafik hasil simulasi IPA dengan nilai 0,55 per musim tanam berikut:

Tabel 7 Simulasi IPA = 0,55 (MH)

Gambar 1 Grafik Hubungan

Perbandingan Ketersediaan

dan Kebutuhan Air Irigasi di Petak Tersier untuk IPA = 0,55 (Musim Hujan)

Tabel 8 Simulasi IPA = 0,55 (MK I)

Gambar 2 Grafik Hubungan

Perbandingan Ketersediaan

dan Kebutuhan Air Irigasi di Petak Tersier untuk IPA = 0,55 (Musim Kemarau I) Tabel 9 Simulasi IPA = 0,55 (MK II)

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] D.I. Pakis 726 0,55 Sedang 1084,00 594,55 0,21

T. SP 1A Ki 5 0,55 Sedang 8,00 4,40 0,22 T. SP 1 Ki 40 0,55 Sedang 54,00 29,70 0,19 T. SP 1 Ka 158 0,55 Sedang 203,00 111,65 0,21 T. SS 1A Ki 72 0,55 Sedang 127,00 69,85 0,26 T. SS 2 Ki 83 0,55 Sedang 106,00 58,30 0,20 T. SS 3 Ka 132 0,55 Sedang 216,00 118,80 0,25 T. SS 4 Ki 82 0,55 Sedang 121,00 66,55 0,17 T. SS 5 Ka 30 0,55 Sedang 60,00 33,00 0,20 T. SS 5 Te 10 0,55 Sedang 16,00 8,80 0,22 T. SS 5 Ki 114 0,55 Sedang 170,00 93,50 0,21 FPR (lt/dtk/ha.p ol) Petak Luas Baku

Sawah (ha)

Evaluasi IPA Ketersediaan Air Irigasi

(lt/dtk)

Kebutuhan Air Irigasi (lt/dtk) IPA Kriteria IPA

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] D.I. Pakis 726 0,55 Sedang 1205,00 660,55 0,21

T. SP 1A Ki 5 0,55 Sedang 8,00 4,40 0,21 T. SP 1 Ki 40 0,55 Sedang 71,00 39,05 0,22 T. SP 1 Ka 158 0,55 Sedang 260,00 143,00 0,21 T. SS 1A Ki 72 0,55 Sedang 127,00 69,85 0,20 T. SS 2 Ki 83 0,55 Sedang 99,00 54,45 0,22 T. SS 3 Ka 132 0,55 Sedang 233,00 128,15 0,22 T. SS 4 Ki 82 0,55 Sedang 106,00 58,30 0,15 T. SS 5 Ka 30 0,55 Sedang 45,00 24,75 0,21 T. SS 5 Te 10 0,55 Sedang 19,00 10,45 0,21 T. SS 5 Ki 114 0,55 Sedang 233,00 128,15 0,25 FPR (lt/dtk/ha.p ol) Petak Luas Baku

Sawah (ha)

Evaluasi IPA Ketersediaan Air Irigasi

(lt/dtk)

Kebutuhan Air Irigasi (lt/dtk) IPA Kriteria IPA

(9)

Sumber: Hasil Perhitungan, 2016

Gambar 3 Grafik Hubungan

Perbandingan Ketersediaan

dan Kebutuhan Air Irigasi di Petak Tersier untuk IPA = 0,55 (Musim Kemarau II)

Penghematan Air Irigasi

Berdasarkan simulasi nilai indeks penggunaan air didapatkan efisiensi saluran dan penghematan pemberian air irigasi, yaitu dengan melihat dari selisih kebutuhan air irigasi kondisi eksisting dengan kebutuhan air irigasi hasil simulasi indeks penggunaan air pada tiap musim tanam untuk sepuluh petak tersier. Maka dari hasil simulasi tersebut, didapatkan bahwa untuk penghematan pemberian air irigasi yang paling besar, yaitu pada efisiensi 55% di musim kemarau I sebesar 540,45 lt/dt dengan nilai IPA = 0,55 yang dimana apabila dilihat pada kriteria pemberian airnya termasuk kategori sedang. Sementara untuk penghematan pemberian air irigasi hasil simulasi indeks penggunaan air (IPA) pada Daerah Irigasi Pakis, pada musim hujan didapatkan debit sebesar 486,45 lt/dt dan musim kemarau II sebesar 412,20 lt/dt dengan nilai IPA = 0,55 dan efisiensi sebesar 55%.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan penelitian

ini maka dapat diambil beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil analisa kebutuhan air

irigasi kondisi eksisting pada tiap petak tersier per musim tanam

dengan menggunakan metode

FPR/LPR didapatkan bahwa dari data debit maksimum kebutuhan air irigasi

kondisi eksisting digunakan

ketentuan range nilai FPR jenis tanah

alluvial dengan nilai 0,18 - 0,36 untuk kategori air cukup. Dengan mengacu pada ketentuan tersebut,

untuk musim hujan didapatkan

delapan nilai FPR hitung yang tidak sesuai dengan ketentuan dari total sepuluh petak tersier. Sementara untuk musim kemarau I terdapat sembilan dari total sepuluh petak tersier dan untuk musim kemarau II terdapat sepuluh atau dapat dikatakan seluruh petak masih belum sesuai

dengan ketentuan range nilai FPR

yang dipakai.

2. Berdasarkan perhitungan kebutuhan

air irigasi eksisting pada D.I. Pakis dan dilakukan evaluasi nilai FPR dimana telah ditetapkan ketentuan

untuk jenis tanah alluvial maka range

nilai FPR yang d ipakai, yaitu 0,18 - 0,36. Dari hasil evaluasi nilai FPR didapatkan 27 nilai FPR yang lebih besar dari 0,36 atau tidak sesuai dari total tiga kali musim tanam untuk

sepuluh petak tersier, maka

prosentase yang dihasilkan adalah 90%. Nilai yang tidak sesuai dengan tabel nilai FPR berdasarkan jenis

tanah dapat mempengaruhi

kebutuhan air irigasi sehingga

menyebabkan pemberian air tidak merata di Daerah Irigasi Pakis.

3. Karakeristik berdasarkan hasil

perhitungan pemberian dan

pembagian air kondisi pada D.I. Pakis karena tiap petak air yang diberikan pada tiap petak tersier sama

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] D.I. Pakis 726 0,55 Sedang 962,20 503,80 0,23 T. SP 1A Ki 5 0,55 Sedang 2,00 1,10 0,28 T. SP 1 Ki 40 0,55 Sedang 46,00 25,30 0,21 T. SP 1 Ka 158 0,55 Sedang 203,00 111,65 0,22 T. SS 1A Ki 72 0,55 Sedang 127,00 69,85 0,20 T. SS 2 Ki 83 0,55 Sedang 92,00 50,60 0,35 T. SS 3 Ka 132 0,55 Sedang 177,00 97,35 0,22 T. SS 4 Ki 82 0,55 Sedang 106,00 58,30 0,31 T. SS 5 Ka 30 0,55 Sedang 40,00 22,00 0,21 T. SS 5 Te 10 0,55 Sedang 16,00 8,80 0,22 T. SS 5 Ki 114 0,55 Sedang 107,00 58,85 0,22 FPR (lt/dtk/ha.p ol) Petak Luas Baku

Sawah (ha)

Evaluasi IPA Ketersediaan Air Irigasi

(lt/dtk)

Kebutuhan Air Irigasi (lt/dtk) IPA Kriteria IPA

(10)

besarnya dengan air yang tersedia sehingga didapatkan bahwa nilai IPA = 1, sehingga menurut kriteria IPA, apabila nilai IPA > 0,9 maka pemberian dan pembagian air untuk tiap petak tersier termasuk kategori jelek. Sedangkan untuk nilai faktor K didapatkan nilai = 1, maka menurut kriteria nilai faktor K pemberian air dilakukan secara terus menerus karena apabila nilai faktor K > 0,75 dilakukan pemberian air

secara terus menerus karena

ketersediaan air cukup untuk tiap petak tersier.

4. Dengan dilakukan simulasi nilai IPA,

didapatkan bahwa untuk

penghematan pemberian air irigasi yang paling besar, yaitu pada efisiensi 55% di musim kemarau I sebesar 540,45 lt/dtk dengan nilai IPA = 0,55 yang termasuk kategori

sedang. Sementara untuk

penghematan pemberian air irigasi dengan nilai IPA dan efisiensi yang sama pada musim hujan didapatkan debit sebesar 486,45 lt/dtk dan musim kemarau II sebesar 412,20 lt/dtk.

Saran

Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil perhitungan dan analisa dalam pengerjaan tugas akhir ini antara lain sebagai berikut

1. Perhitungan kebutuhan air irigasi

dengan menggunakan metode LPR-FPR untuk melakukan simulasi

indeks penggunaan air (IPA)

hendaknya lebih memperhitungkan nilai FPR berdasarkan jenis tanah.

2. Instansi terkait atau pengelola

diharapkan dapat lebih rutin dalam hal pengecekan dan pemeliharaan

daerah irigasi tersebut, serta

menyediakan data dan melakukan

pengukuran secara berkala dan

terjadwal khusus bidang kualitas air dan data waduk lainnya sebagai

referensi bagi peneliti untuk

melaksanakan penelitian dengan baik dan sesuai dengan perkembangan zaman yang menuntut penelitian lebih lanjut.

5. DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pekerjaan Umum. 2005.

Penguatan Masyarakat Petani

Pemakai Air Dalam Operasi

Pemeliharaan Jaringan Irigasi (Pd T-08-2005-A). Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.

Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS).

2005. Pedoman Monitoring dan

Evaluasi Pengelolaan DAS. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Ditjen Pengairan. 1997. Pedoman Umum

Operasi & Pemeliharaan Jaringan Irigasi. Bandung: Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen

Pekerjaan Umum – Japan

International Cooperation Agency (JICA).

Ditjen Pengairan. 2013. Standar

Perencanaan Irigasi (Kriteria Perencanaan 01-07). Bandung: Ditjen Pengairan Dep. PU Galang Persada.

Garg, Santosh Kumar. 1981. Irigation

Engineering and Hydroulic

Structures. Khana Publisher: Nai Sarak New Delhi.

Haliem, Win. 2012. Studi Pola

Penatagunaan Potensi Air Sumber Pitu di Wilayah Kali Lijang Sebagai

Dasar Pengembangan Sumber

Daya Air Wilayah Sungai Amprong.

Tesis tidak dipublikasikan.

Universitas Brawijaya.

Montarcih, Lily. 2010. Hidrologi Praktis.

Bandung: CV Lubuk Agung.

Mualifa, Zulma Aninda. 2013. Studi

Pemberian Air Irigasi Berdasarkan Faktor Jarak di Daerah Irigasi Bagong Kabupaten Trenggalek.

(11)

Skripsi tidak dipublikasikan. Universitas Brawijaya.

Nurisma, Ilfia Jihan. 2015. Studi

Perencanaan Pemberian Air Irigasi

dengan Menentukan Indeks

Penggunaan Air (IPA) pada

Saluran Sekunder Bumiayu. Skripsi tidak dipublikasikan. Universitas Brawijaya.

Prayudi, Ardianto. 2014. Studi Evaluasi

Pemanfaatan Air Irigasi pada Daerah Irigasi Sumber Wuni

Kecamatan Turen Kabupaten

Malang. Skripsi tidak

dipublikasikan. Universitas

Brawijaya.

Raju, Rangga. 1986. Aliran Melalui

Saluran Terbuka. Jakarta: Erlangga.

Sighn, Gucharan.1980. Irrigation

Engineering. Standart Book House. Nai Sarak. Delhi.

Soemarto, C.D. 1986. Hidrologi Teknik

Edisi 1. Surabaya: Usaha Nasional.

Sudjawardi. 1990. Teori dan Praktek

Irigasi. PAU Ilmu Teknik

Universitas Gajahmada.

Yogyakarta.

Subarkah, Iman. 1980. Hidrologi untuk

Perencanaan Bangunan Air.

Bandung: Idea Dharma.

Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidrologi

Gambar

Gambar 1  Peta Lokasi Studi
Tabel  4    Klasifikasi  Indeks  Penggunaan  Air (IPA)
Tabel 7  Simulasi IPA = 0,55 (MH)
Gambar 3  Grafik  Hubungan

Referensi

Dokumen terkait

Multazam Wisata Agung Cabang Pekanbaru dalam meningkatkan jumlah jamaah haji dan umrah adalah sesuai dengan prinsip-prinsip dalam etika Ekonomi Islam seperti

Peta tangan kiri-tangan kanan merupakan suatu alat dari studi gerakan untuk mengetahui gerakan-gerakan yang dilakukan oleh tangan kiri dan tangan kanan dalam

Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian adalah menentukan model isoterm adsorpsi nisbah bobot ampas teh hitam dan ampas kopi sebagai adsorben air

Penelitian dilakukan pada 31 responden yang bekerja sebagai pembimbing praktikum (dosen dan Pranata Laboratorium) di PSIK UR Pengolahan data menunjukkan hasil

Sebagai salah satu unsur, maka pembahasannya selalu memperhatikan unsur- unsur lainnya, sehingga terjamin keterpaduan dan saling mengisi tetapi tidak terjadi tumpang tindih

• Mampu melakukan pekerjaan sesuai request kepada direksi pekerjaan jika telah diterima untuk penyiapan verifikasi • Menjelaskan prosedur penyiapan request kepada

LOASANA, SSos, MHum.. THIMOTIUS