• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. wewenang (agen). Menurut Anthony dan Govindarajan (2009), hubungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. wewenang (agen). Menurut Anthony dan Govindarajan (2009), hubungan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

A. KAJIAN PUSTAKA

1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Dalam teori keagenan dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara pihak pemberi wewenang (prinsipal) dengan pihak yang diberikan wewenang (agen). Menurut Anthony dan Govindarajan (2009), hubungan keagenan terjadi ketika satu pihak (prinsipal) mempekerjakan pihak lain (agen) untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan memberikan pihak lain tersebut wewenang untuk mengambil keputusan. Dalam sebuah perusahaan, prinsipal adalah pemilik saham yang memberikan wewenang untuk mengambil keputusan kepada manajer perusahaan selaku agen. Menurut Sutedi (2012), agency theory menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga profesional (disebut agent) yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari-hari.

Teori agensi mengasumsikan bahwa agen memiliki lebih banyak informasi mengenai kondisi perusahaannya daripada prinsipal. Hal ini dikarenakan prinsipal tidak dapat mengamati kegiatan yang dilakukan agen secara terus-menerus dan berkala. Agen berkewajiban untuk memberikan informasi kepada prinsipal. Teori agensi memiliki asumsi bahwa setiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya

(2)

sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Hal tersebut terjadi karena adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976).

Pandangan agency theory melihat penyebab munculnya potensi konflik yang mempengaruhi kualitas informasi laporan keuangan karena adanya pemisahan antara pihak principal dan agent. Perilaku aggressive tax avoidance dapat dipengaruhi oleh agency problem, satu sisi manajemen menginginkan peningkatan kompensasi melalui laba yang tinggi, sisi lainnya pemegang saham ingin menekan biaya pajak melalui laba yang rendah. Maka dalam rangka menjembatani agency problem ini digunakan aggressive tax avoidance dalam rangka mengoptimalkan kedua kepentingan tersebut (Rusydi dan Martani, 2014).

2. Tarif Pajak Efektif (Effective Tax rate)

Menurut Richardson dan Lanis (2007), tarif pajak efektif adalah perbandingan antara pajak riil yang kita bayar dengan laba komersial sebelum pajak. Tarif pajak efektif digunakan untuk mengukur dampak perubahan kebijakan perpajakan atas beban pajak perusahaan. Wibowo (2012) mendefinisikan effective tax rate (ETR) sebagai rasio (dalam presentase) dari pajak yang dibayarkan perusahaan berdasarkan total pendapatan sebelum pajak penghasilan akuntansi sehingga dapat mengetahui seberapa besar presentase perubahan membayar pajak sebenarnya terhadap laba komersial yang diperoleh perusahaan.

(3)

Effective tax rate (ETR) didefinisikan sebagai beban pajak penghasilan total dibagi dengan pendapatan sebelum pajak (PWC, 2011). Sedangkan Dittmer (2011) mendefinisikan effective tax rate (ETR) sebagai rasio pajak yang dibayar untuk keuntungan sebelum pajak untuk suatu periode tertentu. Effective tax rate (ETR) adalah tarif pajak yang terjadi dan dihitung dengan membandingkan beban pajak dengan laba akuntansi perusahaan. Tarif pajak efektif menunjukkan efektivitas manajemen pajak suatu perusahaan (Meilinda, 2013).

Effective tax rate dapat digunakan untuk mengukur dampak perubahan kebijakan pajak negara pada beban pajak perusahaan. Effective tax rate seringkali digunakan sebagai pengukuran efektivitas perencanaan pajak suatu perusahaan ataupun untuk mengukur penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan (Reza, 2012).

Effective tax rate (ETR) adalah tingkat pajak efektif perusahaan. Effective tax rate (ETR) dihitung dari beban pajak dibagi dengan pendapatan sebelum pajak. Semakin baik nilai effective tax rate ditandai dengan semakin rendahnya nilai effective tax rate perusahaan tersebut. Rasio effective tax rate (ETR) diukur dengan perhitungan sebagai berikut (Siregar dan Widyawati, 2016):

(4)

3. Ukuran Perusahaan (SIZE)

Salah satu tolok ukur yang menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan adalah ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan adalah suatu skala yang digunakan untuk mengklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain (Suwito dan Herawaty, 2005). Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2006), ukuran perusahaan adalah skala besar kecilnya perusahaan yang dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai cara antara lain dengan ukuran pendapatan, total aset, dan total ekuitas. Pada dasarnya, ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori, yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium firm) dan perusahaan kecil (small firm) (Hadi dan Mangoting, 2014).

Menurut Richardson dan Lanis (2007) ada dua pandangan yang saling bersaing tentang hubungan antara effective tax rate (ETR) dan ukuran perusahaan: the political cost theory dan the political power theory. The political cost theory mempunyai visibilitas yang tinggi, hal ini menyebabkan perusahaan akan menjadi sorotan pemerintah dan menjadi korban regulasi dari kebijakan pemerintah. Sedangkan the political power theory menjelaskan hubungan antara perusahaan besar dengan sumber daya yang dimilikinya untuk memanipulasi proses politik dalam melakukan tax planning untuk mencapai penghematan pajak yang optimal. Untuk mengukur tingkat ukuran perusahaan dapat dihitung dari jumlah asetnya karena ukuran perusahaan diproksikan dengan natural log dari

(5)

total aset. Penggunaan natural log pada penelitian ini bertujuan untuk mengurangi fluktuasi data tanpa mengubah proporsi nilai asal (Bachtiar, 2015). Ukuran perusahaan diukur menggunakan rumus sebagai berikut:

4. Profitabilitas

Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan yang terpenting adalah memperoleh laba atau keuntungan yang maksimal, di samping hal-hal lainnya. Manajemen perusahaan dituntut harus mampu untuk memenuhi target yang telah di tetapkan. Besarnya keuntungan harus dicapai sesuai dengan yang diharapkan dan bukan berarti asal mendapatkan keuntungan. Menurut Agus Sartono (2010:122) menyatakan bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Untuk mengukur tingkat keuntungan suatu perusahaan, digunakan rasio keuntungan atau rasio profitabilitas yang dikenal juga dengan nama rasio rentabilitas. Rasio profitabilitas juga memiliki tujuan dan manfaat, tidak hanya bagi pihak pemilik usaha atau manajemen saja, tetapi juga bagi pihak di luar perusahaan, terutama pihak-pihak yang memiliki hubungan atau kepentingan dengan perusahaan. Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan maupun pihak lain menurut Kasmir (2012:197), adalah:

a) Mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu.

(6)

b) Menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.

c) Menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.

d) Menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. e) Mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik

modal pinjaman maupun modal sendiri.

f) Mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal sendiri.

Penelitian ini menggunakan return on asset (ROA) sebagai pengukuran dari profitabilitas. ROA menunjukkan efektifitas perusahaan dalam mengelola aktiva baik modal sendiri maupun dari modal pinjaman. Investor akan melihat seberapa efektif perusahaan dalam mengelola aset. ROA juga mampu mengukur kemampuan perusahaan manghasilkan keuntungan pada masa lampau untuk kemudian diproyeksikan di masa yang akan datang. Semakin tinggi ROA, semakin tinggi keuntungan perusahaan sehingga semakin baik pengelolaan aset perusahaan (Rinaldi dan Cheisviyanny, 2015).

ROA dilihat dari laba bersih perusahaan dan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) untuk Wajib Pajak Badan. Pengukuran kinerja dengan ROA menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan laba. ROA adalah rasio keuntungan bersih pajak yang juga berarti suatu ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari aset yang dimiliki perusahaan

(7)

(Maharani dan Suardana, 2015). Roifah (2015) menggunakan ROA dalam penelitian dengan rumus sebagai berikut:

5. Leverage

Leverage menggambarkan tingkat ketergantungan perusahaan terhadap utang dalam membiayai kegiatan operasinya. Selain itu, leverage juga memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan sehingga dapat melihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang (Hanum, 2005). Sawir (2000:13) menjelaskan bahwa rasio leverage mengukur tingkat solvabilitas suatu perusahaan. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya, seandainya perusahaan pada saat itu dilikuidasi. Dengan demikian solvabilitas berarti kemampuan perusahaan untuk membayar utang-utangnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang (Andriyanto, 2015).

Menurut Brigham dan Houston (2006:101) ada tiga implikasi penting dalam leverage ini, yaitu:

a) Dengan memperoleh dana melalui utang, para pemegang saham dapat mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut sekaligus membatasi investasi yang diberikan.

b) Kreditor akan melihat ekuitas atau dana yang diperoleh sendiri, sehingga semakin tinggi tingkat proporsi dari jumlah modal yang diberikan pemegang saham, maka semakin kecil resiko yang dihadapi kreditor.

(8)

c) Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar.

Konsep leverage tersebut sangat penting terutama untuk menunjukkan kepada analis keuangan dalam melihat trade-off antara risiko dan tingkat keuntungan dari berbagai tipe keputusan financial (Sartono, 2000). Salah satunya adalah rasio utang terhadap modal atau Debt to Equity Ratio (DER) yang menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya (Sawir, 2000). Rumus untuk menghitung DER adalah sebagi berikut (Andriyanto, 2015):

6. Capital Intensity Ratio

Capital intensity atau Intensitas aset tetap perusahaan menggambarkan banyaknya investasi perusahaan terhadap aset tetap perusahaan (Darmadi, 2013). Intensitas modal mencerminkan seberapa besar modal yang dibutuhkan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan. Dalam melakukan investasi perusahaan harus selalu memperhatikan peluang dan prospek perusahaan dalam merebut pasar.

Hampir semua asset tetap mengalami penyusutan dan biaya penyusutan dapat mengurangi jumlah pajak yang dibayar perusahaan. Seperti yang dijelaskan Hanum (2013), biaya depresiasi merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan dalam menghitung pajak, maka

(9)

dengan semakin besar jumlah aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan maka akan semakin besar pula depresiasinya sehingga mengakibatkan jumlah penghasilan kena pajak dan tarif pajak efektifnya akan semakin kecil. Lebih lanjut Leauby et al (1996), perusahaan dengan capital intensity ratio yang tinggi menunjukkan tingkat pajak efektifnya rendah. Variabel Capital Intensity Ratio diukur dengan menggunakan rasio antara total aset tetap terhadap total asset (Rodriguez dan Arias, 2012). Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

7. Kepemilikan Intitusional

Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi yang umunya bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan (Jaya, 2014). Kepemilikan institusional merupakan proporsi kepemilikan saham oleh institusi pendiri perusahaan, bukan institusi pemegang saham publik yang diukur dengan presentase jumlah saham yang dimiliki oleh investor institusi intern (Sujoko dalam Fadhilah, 2014).

Menurut Faisal (2004: 199), kepemilikan institusional merupakan pihak yang memonitor perusahaan dengan kepemilikan institusi yang besar (lebih dari 5%) mengidentifikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen lebih besar. Institusi dapat berupa yayasan, bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dana pensiun, perusahaan berbentuk perseroan (PT), dan institusi lainnya.

(10)

Adanya kepemilikan institusional di suatu perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen. Pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional sangat bergantung pada besarnya investasi yang dilakukan. Pihak institusional yang menguasai saham lebih besar daripada pemegang saham lainnya dapat melakukan pengawasan terhadap kebijakan manajemen yang lebih besar juga sehingga manajemen akan menghindari perilaku yang merugikan para pemegang saham. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin kuat kendali yang dilakukan pihak eksternal terhadap perusahaan (Ngadiman dan Puspitasari, 2014).

Wien Ika (2010) dalam Sartika (2012) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki kelebihan antara lain:

a) Memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi sehingga dapat menguji keandalan informasi.

b) Memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan.

Kepemilikan institusional dapat diukur dengan persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh institusional (Situmorang, 2015). Pengukurannya sebagai berikut:

(11)

8. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, capital intensity ratio dan kepemilikan institusional sebelumnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

Surbakti (2012) meneliti tentang pengaruh karakteristik perusahaan dan reformasi perpajakan terhadap penghindaran perpajakan, dengan perusahaan manufaktur periode tahun 2008-2010 sebagai sampel penelitian, memperoleh hasil bahwa ukuran perusahaan dan intensitas modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap adanya penghindaran pajak pada perusahaan, intensitas persediaan berpengaruh negatif signifikan terhadap penghindaran pajak dan leverage dan reformasi perpajakan tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

Dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Ukuran, Return On Sales, Solvabilitas, Aset Tetap, Jenis Industri dan Kepemilikan Terhadap Tarif Pajak Efektif pada Perusahaan yang Terdaftar di Tehran, Iran”, Izadinia et al (2013) menemukan bahwa ukuran perusahaan, Debt to Asset Ratio, struktur kepemilikan dan jenis industri berpengaruh terhadap tarif pajak efektif. Sedangkan, profitabilitas dan asset tetap tidak berpengaruh signifikan terhadap tarif pajak efektif.

Ngadiman dan Puspitasari (2014) mencoba menguji pengaruh leverage, kepemilikan Institusional dan ukuran perusahaan terhadap penghindaran pajak pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di BEI Periode 2010-2012. Hasilnya adalah adanya variabel leverage tidak

(12)

berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Sedangkan, kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance.

Ukuran perusahaan dan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap ETR. Namun, leverage, profitability dan capital intensity tidak berpengaruh signifikan terhadap ETR. Hasil tersebut didapat dari penelitian yang dilakukan oleh Ardyansah (2014) dengan menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode tahun 2010-2012 sebagai sampel penelitian.

Bachtiar (2015) menganalisa pengaruh struktur kepemilikan, ukuran perusahaan dan capital intensity ratio terhadap effective tax rate. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2011-2013. Terdapat 137 perusahaan yang memenuhi kriteria pengambilan sampel. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kepemilikan publik secara signifikan memiliki pengaruh negatif terhadap effective tax rate. Variabel capital intensity menunjukkan hubungan yang positif signifikan terhadap effective tax rate. Sedangkan variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap effective tax rate.

Dalam penelitian Marfu’ah (2015) diperoleh hasil bahwa leverage dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Namun, return on asset, kompensasi rugi fiskal dan koneksi politik tidak

(13)

berpengaruh terhadap tax avoidance. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai tahun 2011 sampai 2013.

Siregar dan Widyawati (2016) menguji pengaruh karakteristik perusahaan terhadap penghindaran pajak. Karakteristik diproksikan dengan profitabilitas, leverage, size, capital intensity, dan inventory intensity. Sampel terdiri dari 33 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel leverage berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak, perusahaan yang memiliki beban pajak tinggi dapat melakukan penghematan pajak dengan cara menambah hutang perusahaan. Size berpengaruh signifikan terhadap praktik penghindaran pajak perusahaan, perusahaan-perusahaan tersebut menghadapi political power theory karena mempunyai sumber daya yang mencukupi untuk memanfaatkan proses politik yang dapat menguntungkan mereka dan melakukan aktivitas perencanaan pajak yang agresif dengan tujuan mendapatkan penghematan pajak yang optimal. Variabel profitabilitas, capital intensity dan inventory intensity tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik penghindaran pajak perusahaan.

Merslythalia dan Lasmana (2016) meneliti pengaruh kompetensi eksekutif, ukuran perusahaan, komisaris independen dan kepemilikan institusional terhadap tax avoidance. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2012 hingga 2014 dengan jumlah 141 perusahaan. Hasil penelitian

(14)

menunjukkan terdapat 49 perusahaan yang memenuhi target populasi yang ditetapkan dalam penelitian. Berdasarkan hasil uji analisis linier berganda dengan tingkat signifikansi 5,5% maka hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kompetensi eksekutif, ukuran perusahaan dan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. Sedangkan, kepemilikan institusional berpengaruh terhadap tax avoidance.

Penelitian Meisiska (2016) bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh debt to equity ratio, intensitas aset tetap, perputaran persediaan dan profitabilitas terhadap efektivitas pembayaran pajak dengan menggunakan indikator tarif pajak efektif. Sampel penelitian adalah 55 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang bergerak di bidang industri dasar dan kimia dan yang memiliki tarif pajak efektif yaitu dibawah 20% untuk tahun 2012-2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif debt to equity ratio terhadap tarif pajak efektif. Hasil lain menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif perputaran persediaan terhadap tarif pajak efektif. Hasil lain juga menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh profitabilitas dan intensitas aset tetap terhadap tarif pajak efektif.

Berikut adalah ikhtisar atas penelitian terdahulu yang dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini:

(15)

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian terdahulu

No.

Nama Peneliti dan Tahun

Penelitian

Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian

1 Theresa Adelina Victoria Surbakti (2012) Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Reformasi Perpajakan Terhadap Penghindaran Pajak di Perusahaan Industri Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2008-2010 X1: Ukuran Perusahaan X2: Debt to Asset Ratio X3: Bauran Aset-Capital Intensity X4: Bauran Aset-Inventory Intensity X5: Reformasi Perpajakan X6: Profitabilitas X7: Pertumbuhan Perusahaan Y1: Penghindaran Pajak - Ukuran perusahaan dan intensitas modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap adanya penghindaran pajak pada perusahaan - Intensitas persediaan berpengaruh negatif signifikan terhadap penghindaran pajak - Leverage dan reformasi perpajakan tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak 2 Naser Izadinia, Darius Foroghi dan Setare Soltan Pengaruh Ukuran, Return On Sales, Solvabilitas, Aset Tetap, Jenis Industri

X1: Ukuran Perusahaan

X2: Return On Sales X3: Debt to Asset

- Ukuran perusahaan, Debt to Asset Ratio, struktur kepemilikan dan jenis industri

(16)

Ghels (2013) dan Kepemilikan Terhadap Tarif Pajak Efektif pada

Perusahaan yang Terdaftar di Tehran, Iran

Ratio

X4: Total Aset Tetap X5: Struktur

Kepemilikan X6: Jenis Industri Y1: Tarif Pajak Efektif

berpengaruh terhadap tarif pajak efektif - Profitabilitas dan asset

tetap tidak berpengaruh signifikan terhadap tarif pajak efektif

3 Ngadiman dan Christiany Puspitasari (2014) Pengaruh Leverage, Kepemilikan Institusional dan Ukuran Perusahaan Terhadap Penghindaran Pajak Pada Perusahaan Sektor Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2010-2012 X1: Leverage X2: Kepemilikan Institusional X3: Ukuran Perusahaan Y1: Penghindaran Pajak - Leverage tidak berpengaruh

signifikan terhadap tax avoidance

- Kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan berpengaruh

signifikan terhadap tax avoidance 4 Danis Ardyansah (2014) Pengaruh Size, Leverage, Profitability, Capital InstensityRatio dan Komisaris

Independen Terhadap Effective Tax Rate (ETR) X1: Ukuran Perusahaan X2: Debt to Equity Ratio X3: Return On Asset X4: Intensitas Modal X5: Komisaris Independen - Ukuran perusahaan dan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap ETR - Leverage, profitability dan capital intensity

(17)

Y1: Effective Tax Rate (ETR) tidak berpengaruh signifikan terhadap ETR 5 Mohammad Danu Bachtiar (2015) Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan dan Capital Intensity Ratio

Terhadap Effective tax Rate X1: Struktur Kepemilikan (Manajerial, Institusional dan Publik) X2: Ukuran Perusahaan X3: Capital Intensity Ratio

Y1: Effective Tax Rate (ETR)

- Kepemilikan publik berpengaruh negatif signifikan terhadap ETR

- Capital Intensity Ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap ETR - Kepemilikan

manajerial, kpemilikan publik dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap ETR 6 Laila Marfu’ah (2015) Pengaruh Return On Asset, Leverage, Ukuran Perusahaan, Kompensasi Rugi Fiskal dan Koneksi Politik Terhadap Tax Avoidance X1: Return On Asset X2: Debt to Asset Ratio X3: Ukuran Perusahaan X4: Kompensasi Rugi Fiskal

- Leverage dan ukuran perusahaan

berpengaruh terhadap penghindaran pajak - Return on Asset,

Kompensasi rugi fiskal dan koneksi

(18)

X5: Koneksi Politik Y1: Tax Avoidance

politik tidak berpengaruh terhadap tax avoidance 7 Rifka Siregar dan Dini Widyawati (2016) Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Penghindaran Pajak pada Perusahaan Manufaktur di BEI X1: Return On Asset X2: Debt to Asset Ratio X3: Ukuran Perusahaan X4: Intensitas Modal X5: Intensitas Persediaan Y1: Penghidaran Pajak - Solvabilitas dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak - Profitabilitas,

intensitas modal dan intensitas persediaan tidak memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak 8 Dy Retta Merslythalia dan Mienati Somya Lasmana (2016) Pengaruh Kompetensi Eksekutif, Ukuran Perusahaan, Komisaris Independen dan Kepemilikan Institusional Terhadap Tax Avoidance X1: Kompetensi Eksekutif X2: Ukuran Perusahaan X3: Komisaris Independen X4: Kepemilikan Institusional Y1: Penghindaran Pajak - Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap penghindaran pajak - Kompetensi eksekutif,

ukuran perusahaan dan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak

(19)

(2016) yang Mempengaruhi Efektivitas Pembayaran Pajak Pada Wajib Pajak Badan Ratio X2: Intensitas Aset Tetap X3: Perputaran Persediaan X4: Return On Asset Y1: Tarif Pajak Efektif

berpengaruh negatif signifikan terhadap tarif pajak efektif - Perputaran persediaan

berpengaruh positif signifikan terhadap tarif pajak efektif - Profitabilitas dan

intensitas aset tetap tidak berpengaruh terhadap tarif pajak efektif

Sumber: Data diolah peneliti (2016)

B. RERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya dan landasan teori, maka variabel yang terkait dalam penelitian ini dapat dirumuskan melalui suatu modal konseptual sebagai berikut :

1. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Effective Tax Rate

Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar atau kecil perusahaan, salah satunya berdasarkan total aset (Bujaki dan Richarson, 1997 dalam Merslythalia dan Lasmana, 2016). Ukuran perusahaan menunjukkan kestabilan dan kemampuan perusahaan untuk melakukan aktivitas ekonominya. Perusahaan yang besar tentu memiliki banyak sumber daya manusia yang ahli dalam pengelolaan beban pajaknya

(20)

jika di bandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan berskala kecil tidak dapat optimal dalam mengelola beban pajaknya dikarenakan kekurangan ahli dalam perpajakan (Nicodeme, 2007; Darmadi, 2013).

Perusahaan besar cenderung memiliki ruang lebih besar untuk perencanaan pajak yang baik dan mengadopsi praktek akuntansi yang efektif untuk menurunkan ETR perusahaan (Rodriguez dan Arias, 2012). Selain itu, aset yang dimiliki suatu perusahaan berhubungan dengan besar kecilnya perusahaan, perusahaan yang besar cenderung mempunyai aset yang besar. Aset akan mengalami penyusutan setiap tahunnya yang dapat mengurangi laba bersih perusahaan, sehingga menurunkan beban pajak yang dibayarkan (Ardyansah, 2014). Richardson dan Lanis (2007) menyebutkan bahwa, semakin besar perusahaan maka akan semakin rendah effective tax rate (ETR) yang dimilikinya.

Adanya pengaruh antara ukuran perusahaan dan effective tax rate telah dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Aunalal (2011), Kristanto (2013), Rinaldi dan Cheisviyanny (2015), Marfuah (2015) dan Kartika Halim (2016). Oleh karena itu, hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

HA1: Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap effective tax rate.

2. Pengaruh Return On Asset Terhadap Effective Tax Rate

Profitabilitas merupakan gambaran kinerja keuangan perusahaan dalam menghasilkan laba dari pengelolaan aktiva yang dikenal dengan Return On Asset (ROA). ROA berguna untuk mengukur sejauh mana

(21)

efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan seluruh sumber daya yang dimilikinya (Siahaan, 2004). Dendawijaya (2003:120) menyatakan bahwa ROA menggambarkan kemampuan manajemen untuk memperoleh keuntungan (laba). Semakin tinggi ROA, semakin tinggi keuntungan perusahaan sehingga semakin baik pengelolaan aktiva perusahaan (Prakosa, 2014).

Perusahaan yang memiliki kemampuan untuk memperoleh keuntungan harus mempersiapkan pajak yang akan dibayarkan sebesar pendapatan yang diperoleh. Oleh karena itu, tingkat pendapatan cenderung berbanding lurus dengan pajak yang dibayarkan, sehingga perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi cenderung memiliki tax burden yang tinggi (Ardyansah, 2014).

Pendapat diatas sejalan dengan hasil penelitian Prakosa (2014), Fitriani (2015) dan Priskalia (2016) yang menyatakan bahwa adanya profitabilitas dapat memicu perusahaan untuk melakukan tindakan pajak agresif. Berdasarkan latar belakang diatas, maka hipotesis kedua penelitian ini adalah sebagai berikut:

HA2: Return On Asset berpengaruh positif terhadap effective tax rate

3. Pengaruh Debt to Equtiy Ratio Terhadap Effective Tax Rate

Leverage adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Leverage dapat dihitung dengan rasio total hutang terhadap total ekuitas. Rasio ini menghitung seberapa jauh dana yang disediakan oleh kreditur (Hanafi dan Halim, 2009:79). Perusahaan

(22)

dimungkinkan menggunakan utang untuk memenuhi kebutuhan operasional dan investasi perusahaan. Perusahaan mengunakan hutang akan menimbulkan adanya bunga yang harus dibayar. Biaya bunga yang semakin tinggi akan memberikan pengaruh berkurangnya beban pajak perusahaan. Hal ini dikarenakan biaya bunga pinjaman dapat digunakan sebagai pengurang pajak (Andriyanto, 2015).

Semakin tinggi leverage maka semakin tinggi pula resiko perusahaan, karena perusahaan harus membayar bunga hutang yang tinggi menggunakan hasil usahanya, sehingga mempengaruhi laba bersih perusahaan. Terdapat hubungan positif antara ETR dengan leverage karena perusahaan menggunakan beban bunga perusahaan untuk menggurangi laba bersih perusahaan, sehingga beban bunga juga mengurangi penghasilan kena pajak perusahaan (Hadi dan Mangoting, 2014). Hal ini mengindikasikan bahwa penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan semakin tinggi.

Penjelasan diatas sesuai dengan hasil penelitian yang didapat oleh Suyanto dan Supramono (2012), Izadinia et al (2013) dan Andriyanto (2015) yang menemukan bahwa leverage memiliki pengaruh signifikan terhadap tarif pajak efektif. Dengan demikian hipotesis ketiga dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(23)

4. Pengaruh Capital Intensity Ratio Terhadap Effective Tax Rate Capital intensity ratio dapat di definisikan sebagai perusahaan menginvestasikan asetnya pada aset tetap dan persediaan. Dalam penelitian ini, capital intensity diproksikan menggunakan rasio intensitas aset tetap. Intensitas aset tetap adalah seberapa besar proporsi aset tetap perusahaan dalam total aset yang dimiliki perusahaan (Siregar dan Widyawati, 2016).

Kebijakan investasi dinilai dapat mempengaruhi penghindaran pajak. Perusahaan yang lebih menekankan pada investasi berupa asset tetap akan memiliki tarif pajak efektif yang lebih rendah (Gupta dan Newberry, 1997 dalam Surbakti, 2012). Rodriguez dan Arias (dalam Ardyansah 2014) mengatakan bahwa aset tetap perusahaan memungkinkan perusahaan untuk mengurangi pajaknya akibat dari penyusutan yang muncul dari aset tetap setiap tahunnya. Hal ini karena beban penyusutan aset tetap ini secara langsung akan mengurangi laba perusahaan yang menjadi dasar perhitungan pajak perusahaan. Lebih lanjut, Sabli dan Noor (2012) menjelaskan bahwa perusahaan yang mempunyai aset tetap yang tinggi cenderung melakukan perencanaan pajak, sehingga mempunyai effective tax rate yang rendah

Pernyataan bahwa capital instensity ratio berpengaruh terhadap penghindaran pajak juga didukung oleh hasil penelitian Surbakti (2012) dan Tikha (2015). Hal ini dikarenakan, manajer akan menginvestasikan dana menganggur perusahaan untuk berinvestasi dalam aset tetap, dengan

(24)

tujuan untuk mendapatkan keuntungan berupa depresiasi yang dapat digunakan sebagai pengurang pajak. Dengan memanfaatkan adanya depresiasi, manajer dapat meningkatkan kinerja perusahaan untuk tercapainya kompensasi kinerja manjer yang dinginkan dan dapat mengefektivitaskan pembayaran pajak perusahaan (Meisiska, 2016).

Dengan adanya uraian diatas, maka hipotesis keempat penelitian ini adalah sebagai berikut:

HA4: Capital Intensity Ratio berpengaruh negatif terhadap effective tax rate

5. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Effective Tax Rate Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemerintah, perusahaan asuransi, investor luar negeri atau bank (Dewi dan Jati, 2014). Karena adanya tanggung jawab perusahaan kepada pemegang saham, maka pemilik instusional memiliki insentif untuk memastikan bahwa manajemen perusahaan membuat keputusan yang akan memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham. Pada pengungkapan suka rela menemukan bahwa perusahaan dengan kepemilikan institusional yang lebih besar lebih memungkinkan untuk mengeluarkan, meramalkan dan memperkirakan sesuatu lebih spesifik, akurat dan optimis (Khurana, 2009).

Menurut (Shleifer dalam Annisa, 2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemilik institusional memainkan peran penting dalam memantau, mendisiplinkan dan mempengaruhi manajer sehingga kepemilikan institusional dapat memaksa manajer untuk meminimalkan

(25)

tindakan tax avoidance. Kepemilikan institusional berperan penting dalam mengawasi kinerja manajemen yang lebih optimal. Dengan tingginya tingkat kepemilikan institusional maka semakin besar tingkat pengawasan kepada manajerial sehingga mengurangi tindakan meminimalkan beban pajak yang dilakukan oleh perusahaan.

Pernyataan diatas sejalan dengan penelitian Ngadiman dan Christiany Puspitasari (2014) dan Situmorang (2015). Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa investor institusional memiliki tingkat pengendalian yang tinggi terhadap tindakan manajemen yang dapat memperkecil potensi manajemen untuk melakukan kecurangan yang merugikan pemegang saham (Situmorang, 2015).

Terdapatnya andil kepemilikan institusional dalam penetapan kebijakan pajak efektif memberikan hipotesis kelima dalam penelitian ini yaitu:

HA5: Kepemilikan Institusional berpengaruh negatif terhadap effective tax rate

6. Model Konseptual

Penelitian ini menguji pengaruh signifikan ukuran perusahaan(size), profitabilitas, leverage, capital intensity ratio dan kepemilikan institusional terhadap Effective tax rate. Pada dasarnya, ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori, yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium firm) dan perusahaan kecil (small firm) (Hadi dan Mangoting, 2014). Semakin besar ukuran perusahaannya, maka

(26)

transaksi yang dilakukan semakin kompleks, sehingga memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan celah-celah atau kelemahan yang ada pada ketentuan perundang-undangan untuk melakukan tindakan tax avoidance dari setiap transaksi (Merslythalia dan Lasmana, 2016). Sedangkan Profitabilitas merupakan gambaran kinerja keuangan perusahaan dalam menghasilkan laba dari pengelolaan aktiva yang dikenal dengan Return On Asset (ROA). Dan setiap adanya profitabilitas dapat memicu perusahaan untuk melakukan tindakan pajak agresif. Sedangkan adanya hubungan positif antara ETR dengan leverage karena perusahaan menggunakan beban bunga perusahaan untuk menggurangi laba bersih perusahaan, sehingga beban bunga juga mengurangi penghasilan kena pajak perusahaan (Hadi dan Mangoting, 2014). Hal ini mengindikasikan bahwa penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan semakin tinggi. Untuk kebijakan investasi dinilai dapat mempengaruhi penghindaran pajak. Perusahaan yang lebih menekankan pada investasi berupa asset tetap akan memiliki tarif pajak efektif yang lebih rendah (Gupta dan Newberry, 1997 dalam Surbakti, 2012)

Selain menguji secara parsial, penelitian ini juga melakukan pengujian secara simultan. Kerangka pemikiran yang disusun berdasarkan uraian teoritis akan menjelaskan bagaimana size, profitabilitas, leverage, capital intensity ratio dan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap Effective tax rate suatu perusahaan yang dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut :

(27)

Ukuran Perusahaan (SIZE)

Return On Asset (ROA)

Debt to Equity Ratio (DER)

Capital Intensity Ratio (CIR)

Kepemilikan Institusional (INST)

Effective Tax Rate

(ETR) HA1 HA2 HA3 HA4 HA5 Gambar 2.1 Modal Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan karakter bangsa dalam pendidikan berpedoman pada tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 yaitu untuk

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat kontribusi yang positif dan signifikan kontribusi perilaku kepemimpinan kepala sekolah, kontribusi

E-Business atau bisnis elektronik adalah kegiatan bisnis yang dilakukan secara otomatis dan semi otomatis dengan bantuan sistem informasi komputer.. Atau dengan kata lain

a) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua. b) Tipe Kepribadian Mandiri

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang

Efektivitas dan kenyamanan dalam penggunaan ekstrak etanolik bunga kembang sepatu pada kulit dapat ditingkatkan dengan cara diformulasikan menjadi bentuk sediaan gel,

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, Taufik, serta Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Penggunaan Permainan

Selain dokumen persiapan proyek lainnya (seperti Feasibility Study atau FS), Klien harus mempersiapkan dan mengungkapkan dokumen-dokumen Perlindungan Lingkungan dan Sosial