• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu dan Keterbaruan Penelitian 1. Penelitian Terdahulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu dan Keterbaruan Penelitian 1. Penelitian Terdahulu"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu dan Keterbaruan Penelitian 1. Penelitian Terdahulu

Penelitian Burhansyah (2011) pada petani jagung di Kalimantan dengan judul “ Nilai Tukar Petani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi di Sentra Produksi Jagung Kalimantan Barat” menyimpulkan bahwa terjadi penurunan nilai tukar petani tanaman pangan dengan berdasarkan data BPS selama kurun waktu tahun 2008 sampai 2011. Nilai tukar petani tanaman jagung di sentra produksi Kalimantan Barat dipengaruhi oleh produktivitas, harga pupuk urea, pupuk SP 36, pupuk KCl, upah kerja, harga jagung dan harga gula. Penelitiannya tersebut didapatkan kesimpulan bahwa peningkatan NTP akan meningkatkan pendapatan. Peningkatan nilai tukar petani diperlukan upaya menyeluruh berupa intervensi dalam hal kebijakan harga output (jagung) dan harga input terutama pupuk.

Sinuhaji (2011), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani di Desa Sei Mencirim, Kec.Sunggal, Kab.Deli Serdang”. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode Simple Random Sampling dengan menggunakan rumus Slovin. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar petani dianalisis dengan metode pembangunan model penduga regresi linear berganda Rata- rata nilai tukar petani di Desa Sei Mencirim serta perkembangan nilai tukar petani di Prov.Sumatera Utara diperoleh dari data primer. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar petani adalah produktivitas, luas lahan, biaya tenaga kerja, harga gabah, dan harga pupuk.

Susanti (2013), dalam penelitiannyayang berjudul Strategi Peningkatan Nilai Tukar Petani Padi Sawah, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari petani melalui wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Petani responden diambil dengan menggunakan metode Slovin sehingga ditentukan besar sampel petani padi sawah sebanyak 42 orang yang mengusahakan usahatani padi sawah. Metode analisis data yang

(2)

digunakan adalah analisis dengan rumus matematis NTP = It/Ibx100, indikator NTP dengan kriteria NTP>100 mengalami surplus, NTP=100 mengalami impas, NTP<100 mengalami defisit dan metode analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata Nilai Tukar Petani sebesar 91% (NTP<100) yang artinya petani ,mengalami defisit. Rata-rata tingkat kesejahteraan petani pada suatu periode mengalami penurunan dibanding tingkat kesejahteraan petani pada periode sebelumnya. Di dalam strategi peningkatan nilai tukar petani dengan metode SWOT adalah strategi agresif ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan.

Analisis nilai tukar komoditas pertanian pernah dilakukan oleh Supriyati (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Nilai Tukar Komoditas Pertanian (Kasus Komoditas Kentang)“ menjelaskan bahwa dalam periode 1987 – 1998, tingkat kesejahteraan petani kentang di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur cenderung meningkat karena pertumbuhan harga kentang lebih besar dibandingkan dengan harga yang dibayar petani untuk barang pengeluaran, sarana produksi dan barang modal. Sebaliknya, di Sulawesi Selatan tingkat kesejahteraan petani kentang cenderung menurun. Hal ini disebabkan laju pertumbuhan harga kentang lebih lambat dibandingkan dengan harga yang dibayar petani untuk barang pengeluaran, sarana produksi dan barang modal. Nilai tukar penerimaan komoditas kentang dipengaruhi oleh tingkat penerapan teknologi, harga sarana produksi, tingkat produktivitas, dan harga jual komoditas kentang. Harga kentang di tingkat produsen di tiga provinsi dipengaruhi oleh tingkat inflasi.

Penelitian nilai tukar petani dilakukan oleh Rachmat (2001) menunjukkan bahwa dibandingkan kondisi pada tahun dasar, secara kumulatif dalam tahun 1987 – 1998 terjadi peningkatan NTP di 8 provinsi yaitu di Provinsi Bali, Sunbar, NTB, Sulsel, Kalsel, Sulut, dan D I Yogyakarta; dan penurunan NTP di provinsi Lampung, Sumut, Jatim, Jateng, dan Jabar. Pada masa krisis terjadi penurunan NTP padi dan sayuran sedangkan NTP palawija dan tanaman perkebunan rakyat meningkat. Lebih lanjut Rachmad (2000) menjelaskan bahwa daerah dengan pangsa komoditas padi tinggi menghasilkan NTP relatif konstan. Daerah dengan pangsa perkebunan dominan NTP cenderung menurun. Sedangkan daerah dengan

(3)

pangsa pengeluaran makanan tinggi menghasilkan NTP yang cenderung lebih rendah.

Penelitian Saleh dkk (2000) dari Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian menjelaskan bahwa faktor harga berpengaruh besar terhadap nilai tukar penerimaan dan nilai tukar pendapatan. Nilai tukar penerimaan dipengaruhi oleh tingkat penerapan teknologi , tingkat serangan hama/penyakit, musim/cuaca serta harga (baik harga saprodi maupun harga produk). Nilai tukar subsisten dipengaruhi oleh besarnya tingkat pendapatan usaha pertanian dan tingkat pengeluaran untuk konsumsi pangan. Pada penelitian ini nilai tukar komoditas pertanian diukur dengan menggunakan konsep nilai tukar penerimaan dan nilai tukar barter. Nilai tukar pendapatan diukur dengan konsep nilai tukar subsisten dan nilai tukar pendapatan total.

Hendayana ( 2001 ) yang berjudul “Dimensi Perubahan Nilai Tukar dan Faktor – Faktor yang mempengaruhinya” menjelaskan penurunan NTP lebih banyak terjadi karena menurunnya indeks harga yang diterima petani dari subsektor tanaman perdagangan rakyat. Indeks NTP secara dominan dipengaruhi oleh indeks harga tanaman pangan dan harga konsumsi rumah tangga. Kemerosotan nilai tukar petani dan produk pertanian pada umumnya juga terjadi karena penurunan harga komoditas yang diproduksi dan dijual petani sementara harga barang industri yang dibeli petani meningkat. Perubahan NTP padi di Sumatera Utara dipengaruhi oleh produktivitas, harga gabah, konsumsi rumah tangga, dan luas garapan sawah petani.

2. Keterbaruan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian sebelumnya, perbedaan yang mendasar berada di metode pengambilan data yaitu diambil secara langsung dengan menggunakan kuisioner kepada petani padi di Kabupaten Sragen. Metode ini merupakan metode pendekatan langsung yang sangat berbeda dengan perhitungan NTP secara umum yang menggunakan aplikasi metode Laspeyres. Penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar petani sebagai indikator kesejahteraan petani padi di Kabupaten Sragen.

(4)

B. Tinjauan Pustaka 1. Kesejahteraan

Unsur Kesejahteraan hidup juga dapat dijadikan dua kategori yaitu objektif dan subjektif. Kesejahteraan hidup objektif merupakan keperluan hidup yang dapat dicapai oleh individu dan dapat dilihat secara luaran seperti pendapatan, perumahan, kesihatan dan pendidikan. Sedangkan kesejahteraan hidup subjektif dinilai berdasarkan kepuasan dan nikmat hidup yang dirasai oleh individu seperti berasa senang dan bersyukur karena mempunyai pekerjaan yang baik, anak-anak yang sukses dan mempunyai keluarga yang bahagia (Norizan, 2003).

Myers (2005) juga berpendapat bahwa kesejahteraan hidup merupakan sesuatu yang tidak dapat diukur (subjektif), sehingga sangat sulit untuk menafsirkan maksud dari kesejahteraan hidup tersebut. Hal ini karena kesejahteraan hidup merupakan cara hidup dalam mencapai tahap kesehatan dan kesejahteraan diri yang optimal, meliputi fisik, mental dan spiritual yang diintegrasikan oleh individu untuk kehidupan yang berkualitas di dalam masyarakat. Konsep kesejahteraan dapat dilihat dari berbagai dimensi, seperti ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. Inti dari konsep kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya setiap aspek hidup manusia baik moril atau materiil.

Dalam pasal 1 yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Yosep (1996) mengungkapkan dua pendekatan kesejahteraan yakni: a. Pendekatan makro, kesejahteraan dinyatakan dengan indikator-indikator

yang disepakati secara alamiah, sehingga ukuran kesejahteraan masyarakat berdasarkan data empiris suatu masyarakat.

b. Pendekatan mikro, didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan psikologi individu secara pribadi untuk melihat apa yang dianggapnya sejahtera.

(5)

Konsep kesejahteraan dapat dijelaskan oleh sebuah model, yaitu NESP (Nested Spheres of Poverty) (CIFOR 2007). Model ini menjelaskan bahwa kesejahteraan dipengaruhi oleh berbagai lingkungan beserta aspek kehidupan yang ada di dalamnya.

Dimensi kesejahteraan rakyat disadari sangat luas dan kompleks, sehingga suatu taraf kesejahteraan rakyat hanya dapat terlihat jika dilihat dari suatu aspek tertentu. Untuk mengukur seberapa tinggi tingkat kesejahteraan suatu individu, diperlukan berbagai indikator dari berbagai dimensi. Sama seperti definisi dari konsep kesejahteraan, sebuah indikator yang menyatakan apakah individu sejahtera atau tidak, juga memiliki berbagai versi dari banyak ahli. BPS menyatakan untuk mengetahui kesejahteraan seseorang, maka ada 7 hal yang mengindikasikan, antara lain kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola pengeluaran, perumahan dan lingkungan serta sosial dan budaya (BPS, 2006).

Penjabaran indikator tingkat kesejahteraan menurut BPS yaitu: a. Kependudukan

Masalah kependudukan yang meliputi jumlah, komposisi, dan distribusi penduduk merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan. Oleh sebab itu, untuk menunjang keberhasilan pembangunan nasional dalam penanganan masalah kependudukan, pemerintah tidak hanya mengarahkan upaya pengendalian jumlah penduduk, tetapi juga menitikberatkan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Di samping itu, program perencanaan pembangunan sosial di segala bidang harus mendapat prioritas utama yang berguna untuk peningkatan kesejahteraan penduduk.

b. Kesehatan dan Gizi

Salah satu aspek penting kesejahteraan adalah kualitas fisik penduduk yang dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk dengan menggunakan indikator utama angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Selain itu, aspek penting lainnya yang turut mempengaruhi kualitas fisik penduduk

(6)

adalah status kesehatan yang antara lain diukur melalui angka kesakitan dan status gizi.

c. Pendidikan

Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subjek sekaligus objek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Faktor kemiskinan merupakan faktor yang menyebabkan belum semua anak Indonesia dapat menikmati kesempatan pendidikan dasar. Karena itu dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai suatu masyarakat, maka masyarakat tersebut dapat dikatakan sejahtera.

d. Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek penting tidak hanya untuk mencapai kepuasan individu, tetapi juga untuk memenuhi perekonomian rumah tangga dan kesejahteraan seluruh masyarakat.

e. Taraf dan Pola Pengeluaran

Jumlah penduduk miskin merupakan indikator yang cukup baik untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat. Aspek lain yang perlu dipantau berkenaan dengan peningkatan pendapatan penduduk tersebut adalah bagaimana pendapatan tersebut direstribusi di antara kelompok penduduk. Indikator distribusi pendapatan akan memberi petunjuk aspek pemerataan yang telah dicapai walaupun didekati dengan pengeluaran.

f. Perumahan dan Lingkungan

Rumah dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kesejahteraan bagi pemiliknya. Semakin baik fasilitas yang dimiliki, maka dapat diasumsikan semakin sejahtera rumah tangga yang mendiami rumah tersebut. Berbagai fasilitas yang dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan antara lain luas lantai tanah, sumber air minum, fasilitas buang air besar rumah tangga dan tempat penampungan kotoran akhir (jamban).

g. Sosial dan Budaya

Pada umumnya semakin banyak seseorang memanfaatkan waktu luang untuk melakukan kegiatan sosial budaya maka dapat dikatakan seseorang tersebut memiliki tingkat kesejahteraan yang semakin meningkat.

(7)

Pembahasan mengenai sosial budaya lebih difokuskan pada kegiatan sosial budaya yang mencerminkan aspek kesejahteraan, seperti melakukan perjalanan wisata dan akses pada informasi dan hiburan, yang mencakup menonton televisi, mendengarkan radio, dan membaca surat kabar.

2. Indikator Kesejahteraan Petani

Terdapat lima aspek yang dapat menunjukan indikator kesejahteraan petani, yaitu :

a. Perkembangan struktur pendapatan

Struktur pendapatan menunjukan sumber pendapatan utama keluarga petani yang berasal dari sektor pertanian. Secara sederhana struktur pendapatan rumah tangga petani dari sektor pertanian dapat ditentukan sebagai berikut:

Keterangan :

PSSP = Pangsa pendapatan sektor pertanian (%)

TPSP = Total pendapatan dari sektor pertanian (Rp/thn) TP = Total pendapatan rumah tangga petani (Rp/thn) b. Perkembangan pengeluaran untuk pangan

Perkembangan pangsa pengeluaran untuk pangan dapat dipakai untuk salah satu indikator kesejahteraan petani. Semakin besar pangsa pengeluaran untuk pangan menunjukan bahwa pendapatan rumah tangga tani masih terkonsentrasi untuk memenuhi kebutuhan dasar (subsisten). Sebaliknya, semakin besar pangsa pengeluaran sektor sekunder (non pangan), mengidikasikan telah terjadi pergeseran posisi petani dari subsistem ke komersial. Kebutuhan primer telah terpenuhi dan kelebihan pendapatan dialokasikan untuk kebutuhan lainnya seperti pendidikan, kesehatan dan kebutuhan sekunder lainnya. Secara sederhana pangsa pengeluaran untuk pangan dapat dihitung sebagai berikut:

(8)

PEP = PE x 100%

TE

Keterangan :

PEP = Pangsa pengeluaran untuk pangan (%) PE = Pengeluaran untuk pangan (Rp/thn)

TE = Total pengeluaran pendapatan rumah tangga petani (Rp/thn) c. Daya beli rumah tangga petani

Perkembangan daya beli rumah tangga petani dapat juga dipakai sebagai indikator kesejahteraan petani. Bagi petani yang sumber pendapatan utamanya dari sektor pertanian, tingkat daya beli petani dapat ditentukan sebagai berikut:

Keterangan :

DBPp = Daya beli rumah tangga petani (%)

TP = Total Pendapatan rumah tangga petani dari seluruh sumber (Rp/thn) BU = Biaya usaha tani (Rp/thn)

Sementara bagi rumah tangga petani yang sumber pendapatan utamanya dari non pertanian, daya beli dapat ditentukan sebagai berikut:

Keterangan :

DBPn-p = Daya beli rumah tangga non petani (%) Unp = Tingkat upah di non pertanian (Rp/hari) HB = Harga beras (Rp/kg)

d. Perkembangan Ketahanan Pangan di Tingkat Rumah Tangga Petani

Perkembangan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani merupakan ukuran indikator kesejahteraan petani. Makin tinggi tingkat ketahanan pangan, yang ditunjukkan oleh kuatnya pemenuhan kebutuhan dari produksi sendiri atau banyak stok pangan menunjukkan makin sejahtera

(9)

rumah tangga petani. Perkembangan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani secara sederhana dapat ditentukan sebagai berikut:

Keterangan :

TKP = Tingkat ketahanan pangan (%)

(TKP=1, subsisten; TKP > 1, surplus, TKP<1, defisit) PB = Produksi dari usaha tani sendiri setara beras (kg) KB = Kebutuhan setara beras (kg)

e. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP).

Peningkatan kesejahteraan petani dapat diukur dari peningkatan daya beli atau pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran rumah tangga petani Nilai Tukar Petani (NTP) berkaitan dengan kekuatan relatif daya beli komoditas hasil pertanian yang dihasilkan/dijual petani dengan barang dan jasa yang dibeli/dipengeluaran petani. NTP dapat menggambarkan kekuatan daya tukar/daya beli (purchasing power) dari komoditas pertanian terhadap produk manufaktur. Konsep nilai tukar berkembang dan digunakan untuk berbagai kebutuhan. Sejumlah pakar menggolongkan pengukuran nilai tukar ke dalam enam konsep (Rachmat, 2013) yaitu: (1) nilai tukar barter, (2) nilai tukar faktorial, (3) nilai tukar penerimaan, (4) nilai tukar subsisten, (5) nilai tukar pendapatan, dan (6) nilai tukar petani.

3. Nilai Tukar Petani (NTP)

Nilai tukar petani didefinisikan sebagai pengukur kemampuan tukar barang barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang dan jasa yang diperlukan untuk pengeluaran rumah tangga dan kebutuhan dalam memproduksi hasil pertanian. Dengan demikian NTP diperoleh dari persentase rasio indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib). It mencakup sektor tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat, sedangkan Ib mencakup kelompok pengeluaran Rumah Tangga dan biaya produksi dan penambahan barang modal (BPS, 2013).

(10)

Nilai tukar petani (NTP) didefinisikan sebagai nisbah antara harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar petani. Harga yang diterima petani merupakan harga tertimbang dari harga-harga komoditas pertanian primer yang dihasilkan/ dijual petani dan harga yang dibayar petani merupakan harga tertimbang dari harga-harga produk pengeluaran dan sarana produksi pertanian yang berupa produk manufaktur. NTP terbentuk melalui mekanisme yang kompleks yang dipengaruhi banyak faktor yaitu harga-harga, produksi dan perdagangan komoditas pertanian serta keragaman struktur pengeluaran rumah tangga petani. Analisa komposisi NTP dari unsur pembayaran petani, secara umum terdapat pola pergerakan yang searah dari nilai tukar petani terhadap pengeluaran makanan dan nilai tukar petani terhadap non makanan (Hendayana, 2001).

Salah satu indikator tingkat kesejahteraan petani adalah nilai tukar petani (NTP). Nilai tukar petani adalah rasio indeks yang diterima petani dengan indeks yang dibayar petani. Nilai Tukar Petani diatas 100 berarti indeks yang diterima petani lebih tinggi dari yang dibayar petani, sehingga dapat dikatakan petani lebih sejahtera dibandingkan jika NTP di bawah 100. Secara umum ada tiga macam pengertian NTP yaitu :

a. NTP >100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksinya naik lebih besar dari kenaikan harga pengeluarannya. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya, dengan demikian tingkat kesejahteraan petani lebih baik dibanding tingkat kesejahteraan petani sebelumnya.

b. NTP = 100, berarti petani mengalami impas/break even. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang pengeluarannya. Tingkat kesejahteraaan petani tidak mengalami perubahan. c. NTP <100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga barang

produksinya relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang pengeluarannya. Tingkat kesejahteraan petani pada suatu periode mengalami penurunan dibanding tingkat kesejahteraan petani pada periode sebelumnya. Adapun kegunaan dari NTP adalah :

(11)

a. Dari indeks harga yang diterima petani (It) dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini juga digunakan sebagai data penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor pertanian.

b. Dari kelompok pengeluaran rumah tangga dalam indeks harga yang dibayar petani (Ib), dapat digunakan untuk melihat fluktuasi harga barang-barang yang dipengeluaran oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat di pedesaan.

c. Nilai tukar petani mempunyai kegunaan untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam memproduksi. Hal ini terlihat bila dibandingkan kemampuan nilai tukarnya pada tahun dasar. Dengan demikian, NTP dapat dipakai sebagai salah satu indikator dalam menilai tingkat kesejahteraan petani (BPS, 2012).

Konsep Nilai Tukar Petani merupakan pengembangan dari nilai tukar subsisten, dimana petani merupakan produsen dan konsumen. Nilai Tukar Petani berkaitan dengan hubungan antara hasil pertanian yang dihasilkan petani dengan barang dan jasa yang dipergunakan dan dibeli petani. Disamping kekuatan relatif daya beli komoditas (konsep barter), fenomena nilai tukar petani terkait dengan perilaku ekonomi rumahtangga. Proses pengambilan keputusan rumah tangga untuk memproduksi, membelanjakan dan pengeluaran suatu barang merupakan bagian dari perilaku ekonomi rumah tangga (teori ekonomi rumah tangga) (Sugiarto, 2008).

Berbagai fenomena perubahan situasi yang terjadi baik yang bersifat alami seperti gejolak produksi pertanian maupun gejolak yang terjadi akibat adanya distorsi pasar seperti penerapan kebijaksanaan yang disengaja, baik di sektor pertanian dan non-pertanian, ditingkat mikro maupun makro, akan mempengaruhi harga-harga yang pada gilirannya akan mempengaruhi nilai tukar petani dan akan menjadi masukan penting bagi penyusunan program kebijaksanaan ke arah pembentukan nilai tukar yang diinginkan. Keadaan ini dapat mengindikasikan bahwa kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dari awal yang terkait dengan input produksi usahatani sampai pada pemasaran hasil produk pertanian seperti kebijaksanaan harga input dan output, subsidi,

(12)

modal/perkreditan dan lainnya akan mempengaruhi nilai tukar petani secara langsung maupun tidak langsung (Elizabeth dan Darwis, 2000).

Jika disederhanakan NTP hanya menunjukkan perbedaan antara harga output pertanian dengan harga input pertanian, bukan harga barang-barang lain seperti makanan, pakaian, dan lain sebagainya. Kegiatan pertanian tentu saja tidak lepas dari kegiatan di luar sektor pertanian, dengan demikian nilai tukar petani juga dipengaruhi oleh peran dan perilaku di luar sektor pertanian. Perbaikan dan peningkatan nilai tukar petani yang mengindikasikan peningkatan kesejahteraan petani akan terkait dengan kegairahan petani untuk berproduksi. Hal ini akan berdampak ganda, tidak saja dalam peningkatan partisipasi petani dan produksi pertanian dalam menggairahkan perekonomian pedesaan, penciptaan lapangan pekerjaan di pedesaan dan menumbuhkan permintaan produk non pertanian, tetapi juga diharapkan akan mampu mengurangi perbedaan (menciptakan keseimbangan) pembangunan antar daerah, maupun antar wilayah serta optimalisasi sumberdaya nasional. Dari sisi penerimaan petani, keragaman antar daerah dan waktu terjadi berkaitan dengan keragaman sumberdaya dan komoditas yang diusahainya serta diversivikasi sumber pendapatan lain. Keragaman pengeluaran petani terkait dengan keragaman pola pengeluaran petani antar daerah dan waktu (Supriyati, 2004).

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani a. Penerimaan Rumah Tangga Petani

Harga yang diterima petani merupakan harga tertimbang dari harga setiap komoditas pertanian yang diproduksi/dijual petani. Penimbang yang digunakan adalah nilai produksi yang dijual petani dari setiap komoditas. Harga komoditas pertanian merupakan harga rataan yang diterima petani atau "Farm Gate". Harga dari setiap sub sektor merupakan harga tertimbang dari harga setiap komoditas penyusunnya. Salah satu upaya yang dibuat pemerintah untuk memproteksi petani padi sawah dan konsumen adalah penetapan HPP gabah. Agar harga jual gabah di tingkat petani produsen tidak ditekan oleh para agen atau KUD maka dibuat suatu kebijakan mengenai Harga Pembelian Pemerintah terhadap gabah. Hal ini menghasilkan dua kelompok sikap petani,

(13)

yaitu sikap positif dan negatif. Sikap positif menyatakan kesetujuannya terhadap kenaikan HPP gabah, sedangkan sikap negatif menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kenaikan HPP gabah (Nurmanaf, 2005).

Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan petani dapat diperhitungkan dengan biaya alat-alat luar dan dengan modal dari luar, sedangkan pendapatan bersih dapat diperhitungkan dengan mengurangi pendapatan kotor dengan biaya mengusahakan. Biaya mengusahakan adalah biaya alat-alat luar ditambah dengan upah tenaga kerja keluarga sendiri, diperhitungkan berdasarkan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja luar (Hadisapoetra, 1973).

Pendapatan merupakan selisih penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Dalam pengelolaan usahatani petani bertindak sebagai manager, karyawan dan investor sehingga dapat dikatakan bahwa pendapatan merupakan balas jasa dari kerja sama faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani tersebut. Balas jasa yang diterima oleh pemilik faktor-faktor produksi dihitung dalam jangka waktu tertentu (Prasetyo, 1993).

Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan kedalam usahatani (Soekartawi et all, 1986).

Pendapatan yang diperoleh keluarga petani, baik dari usahatani maupun dari luar sektor usahatani akan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan keluarganya. Bagi keluarga petani yang pendapatannya besar dan jumlah anggotanya kecil akan lebih leluasa menyusun anggaran belanja keluarga, dan mungkin masih dapat menabung atau kelebihannya diinvestasikan untuk usaha tertentu. Namun bagi petani yang pendapatannya kecil dan jumlah anggota keluarganya relatif besar akan terbatas dalam penyusunan anggaran belanja rumah tangganya. Bagi keluarga tersebut

(14)

mungkin pendapatannya hanya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga (Djiwandi, 2002).

Menurut Rachmat (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani padi antara lain :

1)Luas lahan

Luas lahan yang di tanami padi berpengaruh terhadap keuntungan usahatani. Secara teori semakin luas lahan garapan semakin tinggi keuntungan yang diterima. Tetapi keuntungan yang diterima petani padi juga dipengaruhi faktor yang lain seperti komoditi yang di tanam, penerapan teknologi, kesuburan tanah dan lain sebagainya. Luas lahan garapan adalah jumlah seluruh lahan garapan sawah yang diusahakan petani. Luas lahan berpengaruh terhadap produksi padi dan pendapatan petani. Sesuai dengan pendapat Soekarwati (1986: 4) bahwa semakin luas lahan garapan yang diusahakan petani, maka akan semakin besar produksi yang dihasilkan dan pendapatan yang akan diperoleh bila disertai dengan pengolahan lahan yang baik. Luas lahan garapan digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu:

a) Lahan garapan sempit yang luasnya kurang dari 0,5 Ha.

b)Lahan garapan sedang yaitu lahan yang luasnya 0,5 sampai dengan 2 Ha. c) Lahan garapan luas yaitu lahan yang luasnya lebih dari 2 Ha.

2) Jumlah benih

Benih padi adalah gabah yang di hasilkan dengan cara dan tujuan khusus untuk disemaikan menjadi pertanaman. Kualitas benih itu sendiri akan ditentukan dalam proses perkembangan dan kemasakan benih. Pemakaian benih unggul merupakan salah satu faktor yang memengaruhi hasil tanaman, benih yang bagus akan menghasilkan padi yang bagus, begitupun sebaliknya, benih yang kurang bagus akan menghasilkan padi yang kurang bagus juga. Adapun beberapa jenis benih unggul yang ditanam pada penanaman padi sawah antara lain: jenis padi IR 70, IR 64, IR 36, Kapuas, Bengawan Solo dan lain-lain yang sudah terbukti sehat-sehat saja pertumbuhannya. Berdasarkan mutu benih padi dibagi :

(15)

a) Benih bersertifikasi (yang dibeli)

Sistem perbenihan yang mendapatkan pemeriksaan lapangan dan pengujian laboratoris dari instansi yang berwenang memenuhi standar yang telah ditentukan.

b) Benih tak bersertifikasi (benih yang dibuat sendiri)

Benih yang dikelola petani yang biasanya petani menyisihkan hasil panen yang lalu untuk benih tanaman berikutnya. Kalau tidak petani membeli gabah dari petani yang lain untuk benih. Benih yang dibuat petani kurang berkualitas dan kadang hasil produksinya kurang standar (jika dilihat dari luas lahan).

3) Jumlah pupuk

Unsur hara yang terkandung pada setiap bahan untuk melengkapi unsur hara yang ada pada tanah yang diperlukan tanaman, dinamakan pupuk. Tujuan penggunaan pupuk adalah untuk mencukupi kebutuhan makanan (hara). Pupuk yang biasanya digunakan oleh petani berupa :

a) Pupuk alam (pupuk organik)

Pupuk alam meliputi pupuk yang berasal dari kotoran hewan dan sisa-sisa tanaman, baik yang berasal dari sisa-sisa tanaman padi seperti jerami maupun bahan yang berasal dari tanaman lain, misalnya pupuk hijau.

b)Pupuk buatan (pupuk anorganik)

Pupuk buatan ini memang sengaja dibuat dari bahan-bahan kimia guna menambah atau menggantikan unsur hara yang hilang terserap oleh pertanaman sebelumnya, pupuk buatan juga dapat berfungsi menambah hara pada lahan miskin hara, terutama unsur hara pokok yang biasanya diserap tanaman dalam jumlah besar.

4) Jumlah tenaga kerja

Tenaga kerja merupakan faktor produksi kedua setelah tanah. Tenaga kerja yang digunakan di daerah penelitian menggunakan tenaga kerja manusia dan mekanik. Di mana tenaga kerja manusia dapat diperoleh dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga adalah jumlah tenaga kerja

(16)

potensial yang tersedia pada satu keluarga petani, sedangkan tenaga kerja luar keluarga diperoleh dengan cara upahan.

5) Pestisida

Semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk memberantas atau mencegah penyakit pada tanaman dan hasil pertanian.

6) Produksi Padi Sawah

Proses produksi atau lebih dikenal dengan budidaya tanaman atau komoditas pertanian merupakan proses usaha bercocok tanam atau budidaya di lahan untuk menghasilan bahan segar (raw material). Dari pendapat tersebut diperoleh bahwa produksi tanaman merupakan budidaya tanaman atau komoditas pertanian dengan proses usaha bercocok tanam melalui penerapan potensi alam, lingkungan, dan teknologi budidaya untuk menghasilkan bahan segar. Produksi padi sawah adalah jumlah atau banyaknya hasil padi sawah yang dihasilkan oleh setiap hektar sawah dari proses bercocok tanam padi sawah yang dilakukan oleh petani pada satu kali musim tanam (Prasetyo, 1993).

Usaha tani adalah cara-cara petani mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga, dan modal sebagai dasar bagaimana petani memilih jenis dan besarannya cabang usaha tani berupa tanaman atau ternak sehingga memberikan hasil maksimal dan kontinyu”. Berdasaran pendapat tersebut ada tiga faktor penting yang dapat memengaruhi peningkatan usaha tani yaitu lahan, modal, dan tenaga kerja untuk menghasilkan barang dan jasa dengan hasil yang maksimal dan kontinyu. Demikian pula halnya dalam melakukan usaha tani perlu adanya perencanaan dan faktor sumber daya yang mendukung usaha tani tersebut (Soekartawi, 1986).

7)Pendapatan Bersih Petani padi

Pendapatan atau penghasilan merupakan gambaran yang lebih tepat tentang posisi sosial ekonomi keluarga dalam masyarakat. Pendapatan atau penghasilan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan. Besar

(17)

kecil pendapatan akan membawa pengaruh pada tingkat kemakmuran penduduk, terutama pada pemenuhan kebutuhan pokok suatu keluarga. Rendahnya pendapatan akan menyebabkan sulit terpenuhinya berbagai kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan dan pendidikan (Soekartawi, 2002).

8) Usia

Usia dikelompokkan menjadi dua, yaitu usia kronologis dan usia biologis. Usia kronologis ditentukan berdasarkan penghitungan kalender, sehingga tidak dapat dicegah maupun dikurangi, sedangkan usia biologis adalah usia yang dilihat dari jaringan tubuh seseorang, sehingga usia biologis ini dapat dipengaruhi oleh faktor nutrisi dan lingkungan (Nugroho, 2009).

Sumiati Ahmad Mohamad, membagi periodisasi biologis perkembangan manusia sebagai berikut :

a) 0 - 1 tahun = masa bayi. b) 1 - 6 tahun = masa pra sekolah. c) 6 - 10 tahun = masa sekolah. d) 10 - 20 tahun = masa pubertas. e) 20 - 40 tahun = masa dewasa. f) 40 - 65 tahun = masa setengah umur.

g) 60 tahun ke atas = masa lanjut usia (Mutiara, 2003).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), usia lanjut meliputi a) Usia Pertengahan (Middle Age) = antara 45 – 59 tahun.

b) Usia lanjut (Elderly) = antara 60 – 70 tahun. c) Usia lanjut tua (Old) = antara 75 – 90 tahun.

d) Usia sangat tua (Very Old) = di atas 90 tahun (Nugroho, 2009).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia membuat pengelompokan usia lanjut sebagai berikut :

a) Kelompok Pertengahan Umur, ialah kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut, yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45 – 54 tahun).

(18)

b)Kelompok Usia Lanjut Dini, ialah kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55 – 64 tahun).

c) Kelompok Usia Lanjut dengan Resiko Tinggi, ialah kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun, atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat atau cacat (Mutiara, 2003).

9) Pengetahuan Petani Tentang Pertanian Padi

Pengetahuan merupakan segala sesuatu hal yang diketahui individu tentang sesuatu yang dapat menciptakan gagasan baru atau pun keterampilan baru maupun merubah sikapnya sehingga membentuk perubahan pada dirinya. Perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang karena adanya proses belajar yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Simatupang (2007) menyebutkan bahwa para ahli pendidikan mengenal 3 sumber pengetahuan yaitu:

a) Pendidikan informal (pengalaman pribadi dan masyarakat sekitar). b) Pendidikan formal (lembaga pendidikan).

c) Pendidikan nonformal (penyuluhan pertanian).

Berdasarkan uraian di atas pengetahuan petani tentang petanian padi adalah cara yang ditempuh petani padi untuk meningkatkan pengetahuan petani padi tentang pertanian padi. Dalam penelitian ini pengetahuan tentang pertanian padi bersumber dari keluarga, tetangga, pelatihan dan penyuluhan. b. Pengeluaran Rumah Tangga Petani

Peningkatan proporsi pengeluaran untuk kelompok makanan dapat menjadi indikator menurunnya kesejahteraan penduduk dan meluasnya kemiskinan karena dalam kondisi pendapatan yang terbatas, seseorang akan mendahulukan pemenuhan kebutuhan makanan sehingga pendapatan yang terbatas sebagian besar dibelanjakan untuk pengeluaran makanan. Posisi beras dalam pengeluaran untuk pengeluaran rumah tangga masih menonjol karena proporsi pengeluaran bahan pangan pada padi-padian terhadap pengeluaran total

(19)

masih relatif besar terutama pada penduduk berpendapatan rendah (Marwanti, 2002).

Pengeluaran untuk pengeluaran makanan bagi penduduk Indonesia masih mengambil bagian terbesar dari seluruh pengeluaran rumah tangga. Hukum Engel menyatakan bahwa proporsi pendapatan yang dialokasikan untuk membeli makanan akan semakin menurun apabila pendapatan semakin meningkat (Nicholson, 1995). Analisis pengeluaran petani dan keluarga dihitung dari semua pengeluaran usahatani dan kebutuhan hidup keluarga petani di luar usahatani. Besarnya pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani dan keluarganya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka meliputi kebutuhan makan, pendidikan, dan kebutuhan lainnya (Soeharto, 2008). Permintaan terhadap barang non pangan pada umumnya tinggi. Keadaan ini terlihat jelas pada kelompok penduduk yang tingkat pengeluaran pangan sudah mencukupi, sehingga peningkatan pendapatan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang non pangan, ditabung, ataupun investasi (Kuncoro, 2007).

Secara umum indikator kesejahteraaan suatu masyarakat adalah terpenuhinya lima kebutuhan pokok (basic need) manusia, yaitu pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Hal itu berarti tingkat kesejahteraan rumah tangga akan ditentukan oleh seberapa besar pengeluaran rumah tangga mereka dibandingkan pengeluaran perkapita rumah tangga menurut garis kemiskinan. Secara teoritis garis kemiskinan dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pedapatan, dan pendekatan pengeluaran (Sumodiningrat, 1996).

1) Harga yang Dibayar Petani (HB)

Harga yang dibayar petani merupakan harga tertimbang dari harga/biaya pengeluaran makanan, pengeluaran non makanan dan biaya produksi dan penambahan barang modal dari barang yang dipergunakan atau dibeli petani. Komoditas yang dihasilkan sendiri tidak masuk dalam perhitungan harga yang dibayar petani. Harga yang dimaksud adalah harga eceran barang dan jasa yang di pasar pedesaan, termasuk di dalamnya harga benih, harga pupuk dan pestisida, serta upah tenaga kerja (Saliem, 2004).

(20)

Kondisi pertanian Indonesia saat ini dengan harga komponen pestisida yang tinggi, maka dapat diramalkan bahwa usaha tani menjadi tidak menguntungkan karena tidak dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan yang layak.Harga pestisida kimiawi yang tinggi dapat membebani biaya produksi pertanian. Tingginya harga pestisida disebabkan bahan aktif masih diimpor. Kondisi pertanian Indonesia saat ini tidak terjangkau oleh petani. Kondisi ini merugikan pembangunan bidang pertanian Indonesia. Kebijakan global dalam pembatasan penggunaan bahan aktif kimiawi pada proses produksi pertanian pada gilirannya nanti akan sangat membebani dunia pertanian Indonesia. Tingginya tingkat ketergantungan pertanian Indonesia terhadap pestisida kimia akan membawa dampak negatif pada upaya ekspansi komodotas pertanian ke pasar bebas, yang sering kali menginginkan produk bermutu dengan tingkat penggunaan pestisida rendah. Secara berangsur-angsur perlu diupayakan penggunaan pestisida kimiawi dan mulai beralih kepada jenis-jenis pestisida hayati yang aman bagi lingkungan (Saliem, 2004).

2) Biaya Produksi

Biaya produksi untuk pertanian diperlukan sebagai modal bergerak untuk pembelian pupuk, obat-obatan, benih, upah tenaga kerja dan sebagainya (Soekartawi, 2003: 25). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa biaya produksi ialah banyaknya uang yang dipakai untuk pembelian pupuk, benih, racun dan obat-obatan, upah tenaga kerja dan pembelian peralatan dalam jangka waktu tertentu.

5. Analisis Regresi Linear

Regresi merupakan satu bentuk alat analisis peneitian untuk memecahkan permaslahan umum (variable) dan sub permasalahan (indikator) serta keterkaitan anta sub permasalahan dengan bantuan pengetahuan dari ilmu pengetahuan matematika. Persamaan matematika digunakan untuk menjelaskan keterkaitan permasalahan (variable) dan termasuk didalam perilaku permasalahannya setelah dilakukan simulasi model persamaaan regresi tersebut. Model persamaan regresi yang konvensional adalah model regresi linear, baik

(21)

yang tunggal maupun berganda. Persamaan regresi secara matematis sebagai berikut :

a. Regresi linear sederhana Y = α+ βX

b. Regresi linear berganda

Y = α+ β1X1+ β2X2+ β3X3+…….βkXk Keterangan :

α = Intercept

β = parameter regresi

Y= variabel terikat (dependent variable)

X= variabel bebas (independent variable) (Sukawi, 2010).

Hubungan antara dua variabel melalui persamaan regresi sederhana untuk meramalkan nilai Y dengan X yang sudah yang sudah diketahui nilainya saja tidak cukup, hal ini dikarenakan nilai X masih dalam variabel lain. Hal tersebut harus diperjelas dengan menggunakan data-data yang lengkap, misalnya dengan menggunakan variabel X lebih dari satu (X1, X2, X3, dan seterusnya). Hal tersebut dapat memperkuat hubungan antara variabel Y dengan variabel X. Dengan adanya hubungan yang kuat antara variabel Y dengan variabel X, maka hasil dari analisis regresi tersebut akan semakin kuat dan dapat diketahui seberapa erat hungan antara variabel satu dengan variabel yang lain (Supranto, 2005).

Gujarati (2006) menjelaskan bahwa analisis regresi merupakan studi tentang hubungan antara satu variabel yang disebut variabel tak bebas (tetap) atau variabel yang dijelaskan dan satu atau lebih variabel lain yang bebas atau variabel penjelas. Sedangkan menurut Setiawan et all. (2010) analisis regresi merupakan suatu analisis yang bertujuan untuk menunjukan hubungan matematis antara variabel respon dengan variabel penjelas. Umumnya model regresi dengan p buah variabel penjelas adalah sebagai berikut :

(22)

Keterangan :

Y = variabel respon (tidak bebas/dependen) yang bersifat acak (random)

α = Intercept

β1, β2,…βp = parameter koefisien regresi

X1, X2,…Xp = variabel penjelas (bebas/independen) yang bersifat tetap (fixed variable)

Untuk mengkaji apakah semua variabel secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani, maka digunakan uji F. Sedangkan untuk mengkaji pengaruh masing-masing variabel terhadap tingkat kesejahteraan petani, maka digunakan uji t dengan tingkat kepercayaan 95% (α= 5%). Sedangkan analisis koefisien determinasi (R2) untuk mengetahui seberapa besar faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat petani yang berupa variabel total pendapatan, total pengeluaran, jumlah anggota keluarga petani, tingkat pendidikan dan usia petani.

c. Uji Asumsi Klasik 1) Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunkan untuk menguji korelasi antara variabel bebas pada model regresi. Jika terjadi korelasi, maka terjadi multikolinearitas. Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat diketahui dari nilai Variance Inflation Faktor (VIF) dan nilai Tolerance. Menurut Sarwono (2012), pendeteksian ada atau tidaknya pada SPSS adalah apabila nilai VIF > 5. Multikolinearitas adalah keadaan dimana antara dua variabel independent atau lebih pada model regresi terjadi hubungan linear yang sempurna atau medekati sempurna. Model regresi yang baik menandakan tidak adanya masalah multikolinearitas (Priyatno, 2010).

Untuk menghilangkan adanya multikolinearitas pada suatu model regresi terdapat berbagai macam cara. Cara yang paling mudah adalah dengan menghilangkan salah satu atau beberapa variabel yang mempunyai korelasi yang tinggi dari model regresi tersebut. Cara ini dinilai akan menimbulkan kesalahan spesifik, karena mengeluarkan variabel independent

(23)

yang secara teori akan mempengaruhi variabel dependent. Cara lain yang dapat dilakukan apabila terjadi multikolinearitas adalah dengan menambah jumlah data yang digunakan. Cara ini akan bermanfaat apabila dapat dipastikan bahwa adanya multikolinearitas dalam model yang disebabkan karena kesalahan sampel. Cara berikutnya adalah dengan mentransformasikan variabel. Nilai variabel yang digunakan mundur satu tahun. Misalnya pada model berikut ini :

Y = α + β1X1 + β1X2 + β3X3 + β4X4 Ditransformasikan menjadi :

Y = α + β1X1(t-1) + β2X2(t-1) + β3X3(t-1) + β4X4(t-1) (Algifari, 2000).

2) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui kesamaan varians residual dari satu pengamantan ke pengamatan yang lain dalam suatu model regresi. Jika varians residual itu berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas (Santoso, 2002). Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan melihat pola titik-titik pada grafik scatterplot pada SPSS. Jika titik-titik tersebut menyebar dengan pola yang tidak jelas di bawah dan di atas angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas (Priyatno, 2009). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan heteroskedastisitas dalam model regresi adalah dengan mentransformasikan variabel menjadi ln. Jika model tersebut ditransformasikan menjadi ln adalah sebagai berikut :

ln Y = ln α + β1 ln X1 + β2 ln X2 + β3 ln X3 + β4 ln X4 (Algifari, 2000)). C. Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah

Rumah tangga petani merupakan sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan dan pada umumnya makan bersama dari satu dapur atau seseorang yang mendiami sebagian/seluruh bangunan dan mengurus rumah tangga sendiri, dengan kepala rumah tangga bekerja disektor pertanian. Anggota rumah tangga adalah mereka yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan dan

(24)

pada umumnya makan bersama dari satu dapur atau seseorang yang mendiami sebagian/seluruh bangunan dan mengurus rumah tangga sendiri yang bekerja disektor pertanian. Banyaknya anggota rumah tangga akan berpengaruh terhadap penerimaan, pengeluaran, dan ketersediaan pangan rumah tangga.

Penerimaan rumah tangga petani padi berasal dari tiga usaha, yaitu penerimaan usahatani padi, penerimaan luar usahatani padi dan penerimaan usaha kerja luar pertanian. Sedangkan pengeluaran rumah tangga petani padi dialokasikan untuk tiga jenis pengeluaran, yaitu pengeluaran pangan rumah tangga petani, pengeluaran non pangan rumah tangga petani dan biaya produksi usahatani. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk biaya usahatani padi sawah terdiri biaya pemeliharaan padi sawah, biaya sarana produksi pertanian (benih, pupuk, pestisida) , biaya tenaga kerja dan modal usahatani. Selain biaya produksi usahatani padi, hal yang berperan dalam pelaksanaan usahatani padi adalah proses produksi usahatani padi. Proses produksi padi akan menghasilkan hasil produksi yang merupakan penerimaan usahatani padi, dimana besarnya penerimaan ditentukan oleh harga jual gabah. Produktivitas padi merupakan nisbah antara jumlah produksi padi yang dihasilkan petani dengan luas lahan yang mana tingginya tingkat produktivitas menunjukkan efisiensi dari proses produksi padi.Proses produksi dalam usahatani padi dipengaruhi oleh karakteristik petani padi sawah. Karakteristik petani padi sawah memiliki ciri meliputi usia, pendidikan, luas lahan yang dimiliki, dan jumlah anggota keluarga petani.

Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan hubungan antara hasil pertanian yang dijual petani dengan barang dan jasa lain yang dibeli oleh petani. Secara konsepsional nilai tukar petani adalah mengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk pengeluaran rumah tangga petani dan keperluan dalam memproduksi barang-barang pertanian. Nilai tukar petani dibatasi sebagai nisbah penerimaan usahatani padi dengan pengeluaran rumah tangga petani padi.

(25)

Gambar 1 Skema Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani Padi di Kabupaten Sragen

D. Asumsi

1. Petani berusaha untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya alam, sumber daya manusia dan modal sehingga memperoleh pendapatan maksimal.

2. Pengeluaran yang dilakukan oleh petani untuk mendapatkan kepuasan yang maksimum. Penerimaan Usaha Tani Padi Penerimaan Rumah Tangga Petani Padi Penerimaan Luar Usaha Tani Padi Biaya Produksi Usaha Tani Pengeluaran Rumah Tangga Petani Padi Nilai Tukar Petani Analisis Regresi Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Nilai Tukar Petani Padi

1. Produktivitas Padi 2. Luas Lahan 3. Usia 4. Pendidikan

5. Jumlah Anggota Keluarga Petani

6. Harga Gabah 7. Harga Benih 8. Biaya Pupuk 9. Biaya Pestisida 10.Biaya Tenaga Kerja 11.Pengeluaran Pangan

Rumah Tangga Petani 12.Pengeluaran Non Pangan

Rumah Tangga Petani

Penerimaan Luar Sektor Pertanian Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Petani Pengeluaran Non Pangan Rumah Tangga Petani Rumah Tangga Petani Padi

(26)

E. Pembatasan Masalah

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar petani yaitu produktivitas padi, luas lahan, usia, pendidikan, jumlah anggota keluarga petani, harga gabah, harga benih, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya tenaga kerja, pengeluaran pangan rumah tangga petani dan pengeluaran non pangan rumah tangga petani.

2. Petani yang diteliti adalah petani padi (pemilik penggarap) sawah (dalam setahun tiga kali musim tanam).

3. Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli tahun 2015.

4. Harga-harga yang digunakan dalam penelitian ini yaitu harga-harga yang berlaku saat penelitian berlangsung.

5. Penerimaan dan pengeluaran di konversikan perbulan. F. Hipotesis

1. Diduga Nilai Tukar Petani Padi di Kabupaten Sragen >100 yang berarti petani mengalami surplus penerimaan usahatani dan dalam kondisi sejahtera.

2. Diduga faktor-faktor produktivitas padi, luas lahan, usia, pendidikan, jumlah anggota keluarga petani, harga gabah, harga benih, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya tenaga kerja, pengeluaran pangan rumah tangga petani dan pengeluaran non pangan rumah tangga petani mempengaruhi nilai tukar petani.

G. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Rumah Tangga Petani Padi adalah rumah tangga petani pemilik penggarap yang melakukan kegiatan usahatani padi sawah / lahan basah.

2. Penerimaan Rumah Tangga Petani Padi yaitu hasil penjumlahan dari penerimaan usaha tani padi, penerimaan luar usaha tani padi, dan penerimaan luar sektor pertanian (Rp/bulan).

3. Pengeluaran Rumah Tangga Petani Padi adalah hasil penjumlahan dari biaya produksi usaha tani, pengeluaran pangan dan non pangan rumah tangga petani padi (Rp/bulan).

4. Penerimaan Luar Usaha Tani Padi adalah penerimaan yang didapatkan dari luar usaha tani padi yang diusahakan (Rp/bulan).

5. Penerimaan Usaha Tani Padi adalah penerimaan dari usaha tani padi yang diusahakan (Rp/bulan).

(27)

6. Penerimaan Luar Sektor Pertanian penerimaan dari pekerjaan di luar sektor pertanian (Rp/bulan).

7. Biaya Produksi Usaha Tani adalah pengeluaran yang dipakai untuk pembelian pupuk, benih, pestisida, upah tenaga kerja dan pembelian peralatan (Rp/bulan). 8. Nilai Tukar Petani merupakan penerimaan usahatani padi dibagi dengan

pengeluaran rumah tangga petani padi (%).

9. Produktivitas Padi adalah jumlah produksi padi dibagi dengan luas lahan usahatani padi (Ton/Ha).

10. Luas Lahan Usaha Tani Padi adalah jumlah lahan yang dimiliki dan digunakan oleh petani untuk produksi padi (Ha).

11. Usia adalah usia petani responden (th).

12. Pendidikan adalah lamanya petani responden menempuh pendidikan formal (th). 13. Jumlah Anggota Keluarga Petani adalah jumlah orang dalam rumah tangga

petani responden (jiwa).

14. Harga Gabah adalah harga gabah kering panen (GKP) yang diterima petani respoden (Rp/kg).

15. Harga Benih adalah harga benih yang dibayar petani responden (Rp/kg).

16. Biaya Pestisida adalah pengeluaran yang dibayar oleh petani responden untuk pembelian pestisida (Rp/bulan).

17. Biaya Pupuk adalah pengeluaran yang dibayar oleh petani responden untuk pembelian pupuk (Rp/bulan).

18. Biaya Tenaga Kerja adalah pengeluaran yang dibayar oleh petani responden untuk membayar upah pekerja (Rp/bulan).

19. Pengeluaran Non Pangan Rumah Tangga Petani adalah pengeluaran yang dibayar oleh petani responden untuk memenuhi kebutuhan non pangan rumah tangga petani (Rp/bulan).

20. Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Petani adalah pengeluaran yang dibayar oleh petani responden untuk memenuhi kebutuhan pangan rumah petani (Rp/bulan).

Gambar

Gambar 1  Skema Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah Analisis Faktor-faktor yang  Mempengaruhi Nilai Tukar Petani Padi di Kabupaten Sragen

Referensi

Dokumen terkait

Atas nama Dewan Komisaris PT Pikko Land Development Tbk (“Pikko Land” atau “Perseroan”), dengan bangga Saya menyampaikan Laporan Tahunan Perusahaan untuk tahun

Curah hujan rata-rata Indonesia telah turun secara signifikan pada semua musim, pada tingkat rata-rata 7,8 mm per bulan (3,6%) per dekade sejak tahun 1960 dan Menurut (Adiyoga,

Suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan pengolahan transaksi harian yang dapat menudukung fungsi operasi organisasi yang bersifat menajerial

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada lokasi penelitian, komoditas, metode analisis data yang digunakan, sedangkan persamaan dalam

(Balai Penelitian Perkebunan, Jember). COFFEA ARABICA; LEAVES. Sebuah metode penaksiran luas daun cabang kopi arabika berdasarkan pengukuran linier daripada jumlah daun dan

Kelapa saawit menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong dan pelepah kelapa sawit baik dari replanting maupun dari hasil pemangkasan yang mempunyai potensi untuk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan rakitan komponen teknologi PHT pada bawang merah dan cabai yang dihasilkan oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran secara ekonomis

Kesimpulannya bahwa terdapat pengaruh negatif antara kualitas kredit bank yang diukur dengan NPL terhadap harga saham, tercermin dari semakin tinggi NPL maka harga saham