• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi ketersediaan dan perilaku penggunaan tetes telinga pada pengunjung apotek pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Juni-Juli 2010 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi ketersediaan dan perilaku penggunaan tetes telinga pada pengunjung apotek pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Juni-Juli 2010 - USD Repository"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN TETES TELINGA PADA PENGUNJUNG APOTEK PELENGKAP KIMIA

FARMA RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE JUNI-JULI 2010

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Linda Kurniasari NIM : 078114043

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Linda Kurniasari NIM : 078114043

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)

iii

EVALUATION OF AVALAIBILITY AND USEAGE BEHAVIOUR OF EAR DROPS OF YOGYAKARTA Dr. SARDJITO HOSPITAL KIMIA FARMA PHARMACY CUSTOMERS IN JUNE – JULY OF 2010 PERIOD

SKRIPSI

Presented as Partitial Fulfilment of the Requirement to Obtain Sarjana Farmasi (S.Farm)

In Faculty of Pharmacy

By:

Linda Kurniasari NIM : 078114043

FACULTY OF PHARMACY SANATA DHARMA UNIVERSITY

(4)

iv

FARMA RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE JUNI-JULI 2010

Skripsi yang diajukan oleh : Linda Kurniasari NIM : 078114043

telah disetujui oleh:

tanggal: 29 November 2010

(5)
(6)

vi

Karya ini kupersembahkan untuk :

Tuhan Yesus Kristus

Sahabat, Penghibur yang tak pernah membiarkan aku “down”...

Papa-Mama tercinta sebagai ungkapan rasa hormat dan baktiku

Kokoku tercinta

(7)

vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 29 November 2010 Penulis,

(8)

viii Nama : Linda Kurniasari Nomor Mahasiswa : 078114043

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Tetes Telinga pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Periode Juni-Juli 2010

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 29 November 2010 Yang menyatakan

(9)

ix PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Ketersediaan Dan Perilaku Penggunaan Tetes Telinga Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Juni-Juli 2010” dapat terselesaikan dengan baik.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan baik materiil, moral maupun spiritual dan dukungan yang berupa bimbingan, dorongan, sarana maupun fasilitas dari berbagai pihak . Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, waktu, semangat, saran, dan kritik dalam proses penyusunan skripsi.

3. Ipang Djunarko, S.Si, M.Sc, Apt selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis.

4. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis.

5. Drs. Nurtjahjo Walujo Wibowo, Apt. selaku apoteker pengelola apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

(10)

x

yang telah memberikan bimbingan selama proses pengambilan data di Apotek Kimia Farma Sardjito.

8. Papa dan Mama yang selalu setia memberikan cinta, doa, semangat dan dukungan.

9. Diana, Aming, Ayu Tegal, dan Indri atas kerjasama dan kebersamaan selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.

10.Sahabat-sahabatku Dewi, Novi, Nuki, Bella, Santi, Siwi, Afni, Lina, Paulina, Pia atas dukungan dan bantuan yang selalu diberikan kepada penulis.

11. Teman-teman FKK A 2007 atas kerjasama selama proses perkuliahan. 12.Pdt. Yos Hartono, Kak Delima, Om Edwin, Om Oldy, dan Kak Yudi atas doa

dan dukungannya.

13.Teman-teman di REEF’ers atas persaudaraan dan dukungan doa. 14.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pihak yang membutuhkan.

(11)
(12)

xii

D. Tetes telinga……… E. Peranan Apoteker di Apotek………... F. Pelayanan Informasi Obat………..……….………

(13)

xiii

c. Pembuatan kuisioner dan wawancara terstruktur……… d. Penyusunan informed consent………..……...

e. Frekuensi penggunaan tetes telinga……..……….…………. f. Frekuensi pembelian obat di Loket IRJ ………. g. Responden yang pernah berkonsultasi obat dengan Apoteker

di Loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito…………...……….. 2. Karakteristik obat……….……….………… 3. Pengolahan hasil kuisioner………..……….…………. 4. Wawancara Apoteker……… K. Kesulitan Penelitian…….………... BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………... A. Ketersediaan Tetes Telinga….……… B. Penggunaan Tetes Telinga Berdasarkan Kuisioner………...

(14)

xiv

c. Tingkat pendidikan……….…………

d. Pekerjaan……….

e. Frekuensi penggunaan tetes telinga………...………. f. Frekuensi pembelian obat……….…….. g. Responden yang pernah berkonsultasi dengan Apoteker di

Loket IRJ (Instalasi Rawat Jalan)………...………… 2. Perilaku penggunaan tetes telinga berdasarkan kuisioner…….…

a. Aspek pengetahuan………..………... b. Aspek sikap…….……….………...……… c. Aspek tindakan……..……….………. C. Informasi yang Diberikan Oleh Apoteker Berdasarkan Wawancara.. 1. Durasi pemberian obat kepada pasien……….….….……… 2. Sumber informasi yang digunakan……….……….. 3. Informasi yang diberikan Apoteker……….………. 4. Teknik pemberian informasi penggunaan tetes telinga oleh

Apoteker……… 5. Kendala yang dihadapi selama pemberian informasi obat…...…. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……….

(15)

xv

DAFTAR PUSTAKA………. LAMPIRAN……… BIOGRAFI PENULIS………

(16)

xvi Tabel III.

Aspek Sikap Responden Terhadap Penggunaan Tetes Telinga di Loket IRJ Apotek KF RSUP Dr. Sardjito………... Aspek Tindakan Responden Terhadap Penggunaan Tetes Telinga di Loket IRJ Apotek KF RSUP Dr. Sardjito..…………

47

(17)
(18)

xviii Gambar 15.

Gambar 16.

Gambar 17.

di Loket IRJ Apotek KF RSUP Dr. Sardjito………...……... Persentase Frekuensi Pembelian Obat oleh Responden di Loket IRJ Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito.….…..… Persentase Jumlah Responden yang Berkonsultasi di Loket IRJ Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito ……..…..…. Perilaku Penggunaan Tetes Telinga pada Responden di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito Berdasarkan Rata-Rata Jawaban Kuisioner…….……….……….

38

39

40

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8

Surat Izin Penelitian………..…………..

Gambaran Karakteristik Responden……… Gambaran Karakteristik Tetes Telinga……… Contoh Kuisioner………. Kunci Jawaban Kuisioner …………...……….……... Wawancara Terstruktur untuk Responden dan Apoteker… Jawaban Kuisioner Responden……… Hasil Wawancara Dengan Apoteker…..…….……….

(20)

xx

jelas tentang cara penggunaan obat akan membuat hasil terapi kurang maksimal karena salah dalam penggunan akan membuat obat tidak akan mencapai efek terapi yang dinginkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi ketersediaan dan perilaku penggunaan tetes telinga pada pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito. Penelitian ini termasuk dalam penelitian survei yang termasuk dalam jenis penelitian observasi dan rancangan penelitiannya adalah deskriptif.

Tetes telinga yang tersedia di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP dr. Sardjito adalah 50% obat keras, 37,5% OWA , dan 12,5% obat bebas sedangkan menurut kelas terapi, antiinfeksi & antiseptik (25%); antiseptik telinga dengan kortikosteroid (37,5%); antibiotikum (25%); preparat telinga lain (12,5%).

Informasi yang diberikan oleh apoteker pada saat menyerahkan tetes telinga adalah aturan penggunaan meliputi sehari dipakai berapa kali, berapa tetes yang perlu digunakan, telinga sebelah mana yang perlu diteteskan, dan berapa lama harus didiamkan. Penggunaan tetes telinga pada pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito berdasarkan kuisioner dan wawancara adalah aspek pengetahuan (70,4% benar) aspek sikap (78% benar) aspek tindakan (75,8% benar)

(21)

xxi ABSTRACT

Provision of information on the use of ear drops is really important. The critical point of using ear drops is the instilling way and the storage method.The incomplete and clear information provide about how to use the drug will affect the theraupeutic results because it will not achieve the optimal use if that effect of therapy.

This study aims to collect the information from visitors of the Complement Pharmacy of Kimia Farma of Dr. Sardjito Hospital in orders to identify and evaluate the availability and the use of ear drops. This research applies in the survey method and the study design is descriptive.

Ear drops that are available at the Complement Pharmacy of Kimia Farma of Dr. Sardjito Hospital are 50% of prescription, 37,5% OWA and OTC drugs 12.5%, while according to therapeutic class, anti-infective and antiseptic (25%); antiseptic ear with corticosteroids (37.5%); antibiotic (25%); other preparats (12,5%).

Information provided by the pharmacist while delivering the ear drops is the direction namely how many times is used a day, how many drops to be used, which side of ears that need to be dropped, and how long you should stay after instilling. Based on questionnaires and interviews results from visitors of the Complement Pharmacy of Kimia Farma of Dr. Sardjito Hospital, the researcher finds that aspect of knowledge (70.4% correct) ; aspect of attitude (78% correct); aspects of action (75.8% correct).

(22)

1

A. Latar Belakang

Prinsip dasar pengobatan adalah menghilangkan gejala serta menyembuhkan penyakit dan jika memungkinkan dapat mencegah timbulnya penyakit. Dalam prinsip dasar ini diterangkan bahwa manfaat klinik obat yang diberikan harus melebihi risiko yang mungkin terjadi sehubungan dengan pemakaiannya (Anonim, 2007a).

Walaupun obat yang tersedia di pasaran sekarang sudah aman, berkhasiat dan bermutu, tetapi jika tidak digunakan dengan benar, maka tetap akan dapat menimbulkan berbagai masalah. Oleh karena itu, pengetahuan yang benar tentang obat dan cara penggunaannya akan mempengaruhi ketepatan penggunaan obat (Anonim, 2004).

Cara penggunaan yang tepat tidak lepas dari pemberian informasi di apotek. Sebagian besar pembeli di apotek merupakan pasien rawat jalan sehingga monitoring penggunaan obat sulit dikontrol. Pemberian informasi yang kurang

lengkap dan jelas tentang cara penggunaan obat akan membuat hasil terapi kurang maksimal karena salah dalam penggunaan akan membuat obat tidak akan mencapai efek terapi yang diinginkan (Handayani, 2004).

(23)

2

Indonesia sebagian besar adalah obat keras yang boleh diserahkan oleh apoteker tanpa resep dokter (Obat Wajib Apotek), sehingga peranan apoteker dalam hal ini sangat berpengaruh dan salah satu peran apoteker di apotek adalah memberikan informasi obat.

Pemberian informasi pada penggunaan tetes telinga sangatlah penting. Penggunaan yang merupakan titik kritis pada sediaan tetes telinga terutama cara penetesan dan cara penyimpanan. Cara penetesan penting pada sediaan tetes telinga karena dalam meneteskan tetes telinga membutuhkan teknik khusus, jika obatnya keluar atau tidak benar cara meneteskannya maka tetes telinga tidak akan memberikan efek terapi (Anonim, 2010a). Cara penyimpanan juga penting karena tetes telinga merupakan sediaan cair yang sangat rentan untuk ditumbuhi mikrorganisme jadi penyimpanan dengan baik untuk tetes telinga akan sangat penting (Kulkarni, 2010).

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito merupakan rumah sakit yang menyediakan apotek penunjang dalam pelayanan kesehatan di bidang kefarmasian. Apotek Pelengkap Kimia Farma (Apotek KF) merupakan salah satu apotek penunjang pelayanan medik yang berada di RSUP Dr. Sardjito di bawah tanggung jawab PT. Kimia Farma Apotek.

(24)

Temanggung dan daerah lainnya. Pertimbangan lain peneliti untuk mengadakan penelitian di tempat ini adalah kelengkapan barang di apotek. Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas maka, penelitian di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito dapat memberi gambaran yang memadai untuk penggunaan obat secara umum dan khususnya tetes telinga.

Uraian di atas mendorong peneliti untuk melakukan survei langsung terhadap penggunaan tetes telinga pada pengunjung apotek dan apa saja informasi yang diberikan apoteker pada saat menyerahkan obat untuk dievaluasi lebih lanjut. 1. Perumusan Masalah

Dari uraian diatas, maka permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Berapa macam tetes telinga yang ada di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito? b. Informasi apa saja yang diberikan apoteker terhadap pengunjung Apotek

KF RSUP Dr. Sardjito mengenai penggunaan tetes telinga?

c. Bagaimana perilaku penggunaan tetes telinga oleh pengunjung Apotek KF RSUP Dr. Sardjito berdasarkan kuisioner?

2. Keaslian Karya

Dari penelusuran yang telah dilakukan, penelitian tentang evaluasi ketersedian dan penggunaan tetes telinga pada pengunjung apotek di Apotek KF

RSUP Dr. Sardjito belum pernah dilakukan. Adapun beberapa penelitian yang

(25)

4

a. Efektifitas Ofloxacin Tetes Telinga pada Otitis Media Purulenta Akuta Perforata di Poliklinik THT RSUD Dr. Saiful Anwar Malang oleh Rus

Suheryanto (2000).

b. Perbandingan Hasil Guna Klinik Kombinasi Kortikosteroid dan Kloramfenikol Tetes Telinga Vs Kloramfenikol Tetes Telinga Pada

Pengobatan Lokal Otitis Media Kronika Aktif oleh Maria Kwarditawati

(2001).

Penelitian yang dilakukan penulis ini berbeda dalam hal subyek penelitian, metode penelitian dan tempat penelitian. Subyek dalam penelitian ini yaitu pengunjung apotek. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah non eksperimental berupa observasi yang mengevaluasi ketersediaan tetes telinga dan

perilaku penggunaan tetes telinga dan informasi obat yang diberikan di Apotek. Tempat penelitian ini adalah Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.

3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber referensi di bidang kesehatan, klinik dan komunitas sebagai sumber kajian mengenai tetes telinga dan informasi penggunaan.

b. Manfaat praktis

1. kajian untuk meningkatkan pengetahuan terkait pelayanan informasi tetes telinga.

(26)

3. acuan bagi Apotek untuk meningkatkan jumlah ketersediaan tetes telinga serta informasi penggunaannya.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum :

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengevaluasi ketersediaan dan perilaku penggunaan tetes telinga pada pengunjung Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.

2. Tujuan khusus :

a. mengetahui ketersediaan tetes telinga yang ada di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.

b. mengetahui informasi yang diberikan apoteker terhadap pengunjung Apotek KF RSUP Dr. Sardjito mengenai penggunaan tetes telinga.

(27)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Penggolongan Obat

Obat merupakan semua bahan tunggal maupun campuran yang digunakan semua makhluk hidup untuk bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah, meringankan, dan menyembuhkan penyakit (Syamsuni, 2005).

Penggolongan Obat menurut Undang-undang :

1. Menurut Surat edaran dari Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Dep.Kes.RI. No. 02469/A/VI/1983 tentang obat yang boleh dijual di toko obat berijin, yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas dan sesuai dengan SK. untuk obat bebas terbatas (Menteri Kesehatan RI,1983).

2. Berdasarkan undang-undang obat keras (ST. No. 419 tanggal 22 Desember 1949), obat keras yaitu obat-obatan yang tidak digunakan untuk keperluan tehnik, yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, membaguskan, mendesinfeksikan dan lain-lain tubuh manusia, baik dalam bungkusanmaupun tidak yang ditetapkan oleh Secretaris Van Staat van het department van Gesondheid, menurut ketentuan pada Pasal 2 (Menteri Kesehatan RI,1949). 3. Menurut UU RI No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika, obat psikotropika

adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (Menteri Kesehatan RI, 1997).

4. Menurut UU No. 22 tahun 1997, obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan (Menteri Kesehatan RI, 1997).

(28)

B. Obat Tetes

Obat tetes (guttae) adalah sediaan cair yang berupa larutan, suspensi atau emulsi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, dipakai dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan Farmakope Indonesia (Anonim, 1979). Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain: guttae (obat dalam), guttae oris (tetes mulut), guttae auriculares (tetes telinga), guttae nasales (tetes

hidung), guttae ophtalmicae (tetes mata) (Sanjoyo, 2010).

C. Anatomi Dan Fisiologi Telinga

Telinga luar terdiri dari daun telinga (yang juga disebut pinna) dan EAC (External auditory canal), dan ditutup oleh membran timpani (gendang telinga), yang merupakan bagian dari telinga bagian tengah. Daun telinga ini terdiri dari lapisan tipis kulit yang memiliki banyak pembuluh darah yang erat terikat untuk tulang rawan. Adiposa atau jaringan subkutan, yang akan melindungi pembuluh darah, tidak ada kecuali dalam lobus tersebut. Lobus ini memiliki pembuluh darah yang lebih sedikit dan terdiri terutama dari jaringan lemak. Potongan tulang rawan berbentuk segitiga yang berada di depan dari saluran telinga sampai dengan pipi disebut tragus (Anonim, 2004).

(29)

8

memperpanjang kanal dan membentuk sebuah "S" bentuk. Pada saat yang sama, saluran eustasius orang dewasa (bagian dari telinga bagian dalam) memanjang ke bawah sehingga memasuki rongga hidung. Bentuk ini membantu untuk menaikkan drainase dan menghambat masuknya isi faring dan hidung ke telinga tengah. Hal inilah yang menjelaskan mengapa anak-anak menderita infeksi telinga tengah daripada melakukan orang dewasa (Anonim, 2004).

Gambar 1. Anatomi Telinga (Anonim, 2004).

Kulit yang menutupi daun telinga ini, rentan terhadap pendarahan saat tergores karena kurangnya fleksibilitas yang biasanya dihasilkan oleh lapisan lemak subkutan dan pasokan darah besar ke area tersebut. Kulit jauh ke dalam EAC lebih tebal dan berisi kelenjar apokrin dan eksokrin serta folikel rambut. Kulit di kanal tersebut berlanjut dengan lapisan luar membran timpani (Anonim, 2004).

(30)

untuk masuknya patogen. Cerumen ini juga mengandung berbagai zat antimikroba seperti lysozymes, dan memiliki pH asam,yang membantu menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur (Anonim, 2004).

Cerumen bermigrasi ke luar ketika gerakan rahang (seperti mengunyah dan berbicara) terjadi. Ini berfungsi sebagai proses pembersihan diri. Cerumen mungkin tampak kering dan berminyak.Membran timpani atau gendang telinga yang normal adalah halus, transparan, dan berwarna abu-abu mutiara. Membran ini berbentuk cekung dan oval dengan ketebalan rata-rata 0,0074 mm dan terdiri dari tiga lapisan (Anonim, 2004).

Lapisan kulit yang berlanjut dari EAC membentuk lapisan luar membran timpani. Lapisan tengah adalah jaringan ikat, dan lapisan internal merupakan selaput lendir berlanjut dengan lapisan telinga bagian tengah. Membran timpani memancarkan gelombang suara dan bertindak sebagai pelindung di telinga bagian tengah. Pertahanan alami dari saluran telinga adalah lapisan kulit dengan lapisan pelindung atas cerumen, pH asam, dan rambut yang garis luar setengah dari kanal. Bersama-sama, mereka melindungi terhadap cedera dari bahan asing dan infeksi (Anonim, 2004).

D. Tetes Telinga

(31)

10

derajat keasaman sekitar 5,0-6,0 (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1979).

Cara penggunaan tetes telinga adalah tidur dan miringkan kepala sehingga telinga yang diobati menghadap ke atas. Untuk membuat lubang telinga lurus sehingga mudah ditetesi maka bagi penderita dewasa telinga ditarik ke atas dan ke belakang sedangkan bagi anak-anak telinga ditarik ke bawah dan ke belakang Teteskan tetes telinga pada saluran telinga. Diamkan selama 5 menit sehingga obat mengalir. Lap ujung penetes dengan tisu yang bersih dan tutup wadah dengan rapat (Anonim, 2008).

Gambar 2. Cara Penggunaan Tetes Telinga pada Dewasa dan Anak-Anak (Anonim, 2009).

E. Peranan Apoteker di Apotek

(32)

karier, dan membantu memberi pendidikan dan peluang untuk meningkatkan pengetahuan (Menteri Kesehatan RI, 2004).

Berdasarkan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Apoteker berkewajiban melakukan pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. Yang dimaksudkan pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah suatu proses kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. Tujuan pengelolaan adalah tersedianya perbekalan farmasi yang bermutu serta jumlah, jenis dan waktu yang tepat (Anonim, 2006).

Perencanaan adalah kegiatan seleksi sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan jumlah, jenis dan waktu yang tepat. Pengadaan adalah suatu kegiatan yang bertujuan agar tersedianya sediaan farmasi dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Penyimpanan merupakan kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menetapkannya (Anonim, 2006).

Menurut Kepmenkes No. 1027 tahun 2004, pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung

profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Menteri Kesehatan RI, 2004).

F. Pelayanan Informasi Obat

(33)

12

pelayanan yang harus dilakukan oleh seorang apoteker untuk memberikan informasi dan konsultasi secara tepat, akurat, tidak bias, mudah dimengerti, etis dan bijaksana (Anonim, 2006). Prosedur tetap dalam pelayanan informasi obat adalah:

1. memberikan informasi obat kepada pasien berdasarkan resep atau catatan pengobatan (medication record) baik secara lisan maupun tertulis.

2. melakukan penelusuran literatur jika diperlukan dan memberikan informasi secara sistematis.

3. menjawab pertanyaan pasien secara jelas dan mudah dimengerti. 4. menyediakan informasi aktif (brosur, leaflet dll).

5. mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat (Anonim, 2006).

Berdasarkan Kepmenkes No. 1027 tahun 2004, Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien setidaknya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi (Menteri Kesehatan RI, 2004).

G. Konsep Perilaku

(34)

penyembuhan (Notoatmodjo, 2007). Perilaku manusia merupakan hasil segala macam pengalaman serta interaksi antar manusia yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon seseorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Sarwono, 1997).

Benjamin Bloom (1908) membagi perilaku manusia ke dalam 3 domain menjadi :

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. (Notoatmodjo, 2007).

2. Sikap

Sikap adalah respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007).

3. Tindakan

Untuk mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas, selain itu diperlukan juga faktor dukungan dari pihak lain (Notoatmodjo, 2007).

H. Keterangan Empiris

(35)

14 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian survei yang termasuk dalam jenis penelitian observasional, yang didesain untuk mengumpulkan informasi tentang kedaan-keadaan nyata sekarang atau sementara berlangsung. Berdasarkan setting tempat, penelitian ini dilakukan di komunitas yaitu Apotek. Berdasarkan

setting waktu penelitian ini termasuk dalam penelitian prospektif Berdasarkan cara dan waktu pengambilan sampel, penelitian ini termasuk dalam penelitian cross-sectional yaitu tiap subyek hanya diobeservasi hanya satu kali. Rancangan

penelitian ini adalah survei deskripif melalui pendekatan kualitatif yang didesain untuk memberi suatu gambaran secara mendalam mengenai fenomena yang ditemukan serta tidak melakukan analisis terhadap hubungan antar variabel penelitian (Sevilla, Ochave, Punsalam, Regala, Uriarte, 1993).

(36)

B. Ruang Lingkup Penelitian

Gambar 3. Bagan Ruang Lingkup Penelitian ” Evaluasi Ketersediaan Dan Perilaku Penggunaan Sediaan Obat Oleh Pegunjung Apotek Pelengkap Kimia

Farma, RSUP Dr. Sardjito Periode Juni-Juli 2010”.

(37)

16

C. Definisi Operasional 1. Ketersediaan meliputi:

a. Ketersediaan informasi yaitu informasi yang diterima dari pengunjung Apotek KF RSUP Dr. Sardjito dan yang diberikan oleh Apoteker mengenai penggunaan tetes telinga.

b. Ketersediaan barang meliputi jenis dan jumlah tetes telinga yang tersedia di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.

2. Perilaku penggunaan tetes telinga meliputi aspek pengetahuan, aspek sikap dan aspek tindakan penggunaan tetes telinga.

3. Penggunaan tetes telinga meliputi cara meneteskan sediaan tetes telinga, lama pemakaian, dan cara menyimpan.

4. Tetes telinga yang dimaksud dalam kuisioner penelitian ini adalah tetes telinga apa saja yang sebelumnya pernah dipakai oleh responden.

5. Pengunjung apotek adalah pasien rawat jalan dan seluruh masyarakat baik dari daerah sekitar apotek maupun dari luar daerah tersebut yang datang ke Apotek KF RSUP Dr. Sardjito untuk pembelian obat tetes telinga dengan resep ataupun tanpa resep dokter yang memenuhi kriteria inklusi selama penelitian berlangsung.

6. Pasien rawat jalan adalah pasien yang tidak dirawat secara intensif di rumah sakit, berobat ke rumah sakit ketika ada keluhan tertentu, secara berkala

datang ke rumah sakit untuk menerima pengobatan.

(38)

mata dan THT (Telinga Hidung Tenggorokan), sehingga ketersediaan obat tetes mata, tetes telinga, maupun obat tetes hidung lebih banyak dibandingkan di loket-loket yang lain.

8. Apoteker adalah apoteker pendamping yang sedang bertugas di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito selama penelitian berlangsung.

9. Aspek pengetahuan adalah pemahaman pengunjung apotek sebagai responden mengenai penggunaan tetes telinga secara tepat yang mereka yakini kebenarannya dari berbagai sumber yang dinilai dengan pemberian kuisioner dan wawancara secara langsung.

10. Aspek sikap adalah respon evaluatif responden terhadap penggunaan tetes telinga yang mereka yakini kebenarannya dari pengetahuan yang mereka miliki yang dinilai dengan pemberian kuisioner dan wawancara secara langsung.

11. Aspek tindakan adalah hal-hal yang dilakukan oleh responden dalam penggunaan tetes telinga yang dinilai dengan pemberian kuisioner dan wawancara secara langsung.

(39)

18

mengetahui sebagian kecil dengan skor jawaban responden <40% (Pratomo, cit. Ganie, 2009).

13. Periode Juni-Juli 2010 yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu tanggal 14 Juni 2010 - 10 Juli 2010.

D. Subyek Penelitian

Subyek penelitian meliputi pengunjung apotek dan apoteker seperti yang telah dijelaskan di definisi operasional. Selanjutnya dalam penelitian ini subyek penelitian disebut responden. Responden harus memenuhi kriteria-kriteria yang menjadi batasan dalam penelitian.

Kriteria inklusi adalah responden yang berusia minimal 17 tahun, jenis kelamin pria atau wanita yang merupakan pengunjung Apotek KF RSUP Dr. Sardjito periode Juni-Juli 2010; yang sudah pernah menggunakan tetes telinga; yang bersedia bekerja sama berdasarkan persetujuan dengan informed-consent. Kriteria eksklusi adalah pengunjung Apotek KF RSUP Dr. Sardjito yang tidak bersedia bekerja sama untuk memberikan informasi dalam penelitian.

Responden didapat dengan pengambilan sampel kuota secara non-acak. Responden yang dijadikan sampel diambil secara non-acak dan dapat diasumsikan bahwa sampel-sampel tersebut sesuai dengan kuota yang telah ditentukan (Sevilla,dkk., 1993).

(40)

N

n = --- 1 + N (d)2

Keterangan:

N = besar Populasi ; n = besar Sampel; d = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (0,05) (Sevilla, dkk., 1993).

Rumus 1. Besar sampel yang akan dilibatkan dalam penelitian.

Dalam penelitian ini sampel yang akan terlibat sebesar : 42

n = --- = 38 1 + 42 (0,05)2

N = besar populasi pengunjung Apotek KF RSUP Dr. Sardjito loket IRJ yang membeli tetes telinga selama satu bulan

n = besar sampel penelitian

d = ketepatan yang diinginkan (0,05)

Jumlah sampel di dapatkan dari jumlah pengunjung loket IRJ yang membeli tetes telinga pada kemasan pada bulan Maret 2010.

Jumlah sampel ditambahkan 30 % untuk mengatasi dropped out menjadi = 30% x 38 = 11,4 sampel 12 sampel. Jumlah sampel = 50 sampel

E. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data pasien yang diperoleh pada saat wawancara awal untuk mencari subyek uji seperti umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Data ini terangkum dalam informed consent yang telah ditandatangani pasien dan panduan wawancara yang telah

disiapkan.

F. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan (1). panduan wawancara terstruktur; (2).

(41)

20

Kuisioner adalah pertanyaan terstruktur yang diiisi sendiri oleh responden atau diisi oleh pewawancara yang membacakan pertanyaan dan kemudian jawaban yang diberikan dicatat (Basuki, 2006). Kuisioner dibuat dengan tujuan mengumpulkan data dari kelompok kelompok besar orang-orang yang beraneka ragam dan terpencar secara luas. Kuisioner juga digunakan untuk mengumpulkan

data obyektif kuantitatif maupun untuk mencapai keterangan-keterangan yang

bersifat kualitatif (Winardi, 1986).

Kuisioner yang digunakan dalam penelitian terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama berisi tentang karakteristik responden dan pernyataan kesediaan responden untuk mengikuti penelitian (informed consent). Karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan responden dan pekerjaan responden.

Bagian kedua memuat pertanyaan mengenai pengalaman pasien dalam menggunakan tetes telinga (sudah berulang kali atau baru satu kali) dan pengalaman membeli obat di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito (pengalaman pertama atau sudah berulang kali) dan pengalaman berkonsultasi pada apoteker di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito (pernah/tidak). Panduan wawancara terstruktur juga digunakan untuk melakukan wawancara secara langsung kepada apoteker yang sedang bertugas di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.

G. Tempat Penelitian

(42)

H. Tata Cara Penelitian

Penelitian ini terdiri dari serangkaian penelitian yang dilakukan untuk

mengetahui ketersediaan dan penggunaan tetes telinga pada pengunjung Apotek

KF RSUP Dr. Sardjito . Cara kerja yang akan dilakukan secara umum yaitu:

1. Tahap pra penelitian

Tahap ini adalah tahap awal jalannya penelitian. Tahap ini meliputi proses perijinan, analisis situasi, dan pembuatan kuisioner, wawancara terstruktur serta penyusunan informed consent.

a. Proses perijinan

Perijinan dilakukan dengan mitra, yaitu Manager Apotek Kimia Farma wilayah Yogyakarta dan Manager Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito. Proses

perijinan berlangsung selama kurang lebih 1 bulan yaitu selama bulan Februari 2010.

b. Analisis situasi

Analisis situasi dilakukan selama 2 bulan, yaitu pada bulan Maret-April

2010. Tahap ini mencakup pengamatan situasi dan kondisi di Apotek KF RSUP

Dr. Sardjito khususnya loket IRJ serta diskusi dengan pihak mitra terkait

kasus-kasus cara penggunaan sediaan obat dan studi pustaka.

Hasil dari tahap ini digunakan untuk memperkirakan jumlah subyek yang

akan diikutsertakan dalam penelitian berdasarkan jumlah pengunjung apotek pada

bulan Maret 2010 yang menggunakan tetes telinga yang ada di apotek. Hasil dari

(43)

22

c. Pembuatan kuisioner dan wawancara terstruktur

Kuisioner dan wawancara terstruktur digunakan untuk mengevaluasi

penggunaan tetes telinga oleh pengujung apotek. Kuisioner berisi kira-kira 30

pertanyaan dengan bahasa sederhana yang tiap 10 pertanyaan mencakup segi

pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan tindakan (practice). Pernyataan pada kuisioner ini terdiri atas dua sifat, yaitu: favourable dan unfavourable. Pembagian pernyataan menjadi dua sifat bertujuan untuk menghindari stereotype jawaban. Pernyataan favourable merupakan suatu pernyataan yang berisi hal-hal positif mengenai suatu objek. Sebaliknya pernyataan unfavourable merupakan pernyataan yang berisi hal-hal negatif mengenai suatu objek. Bentuk pertanyaan dalam kuisioner menggunakan variasi dischotomous choice yaitu dalam

pertanyaan hanya disediakan 2 jawaban atau alternatif seperti pernah/tidak pernah

atau ya/tidak atau setuju/tidak setuju (Notoatmodjo, 2005).

Wawancara terstruktur dilakukan terhadap Apoteker terkait profil informasi tentang penggunaan tetes telinga, pelayanan informasi obat terkait bentuk sediaan yang diteliti. Wawancara terstruktur dilakukan di awal pasien pernah tidaknya menggunakan sediaan obat sesuai kriteria inklusi.

Wawancara terstruktur juga dilakukan di akhir untuk mengevaluasi

pemahaman terkait penggunaan tetes telinga. Wawancara dibuat dengan bahasa

yang sederhana tidak lebih dari 5 pertanyaan. Wawancara terstruktur dilakukan di

awal untuk mengetahui usia dan pernah tidaknya menggunakan sediaan obat

(44)

mengevaluasi pemahaman terkait cara penggunaan tetes telinga serta informasi

yang diberikan oleh Apoteker di mata responden.

d. Penyusunan informed consent.

Informed consent dibuat sebagai tanda persetujuan pasien untuk ikut serta

dalam penelitian. e. Uji bahasa kuisioner

Uji bahasa dilakukan pada 12 subyek yang mempunyai kemiripan kriteria

dengan subyek uji. Uji bahasa dilakukan di Loket Unit Gawat Darurat RSUP Dr.

Sardjito dimulai pada tanggal 14 Juni 2010 dan dilakukan selama 2 minggu. Uji

bahasa dilakukan untuk menguji apakan kuisioner dibuat telah siap digunakan

sebagai alat penelitian. Uji bahasa ini merupakan bagian dari validitas bahasa.

Validitas bahasa yang dilakukan merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah kalimat pernyataan yang terdapat dalam kuisioner mudah dimengerti oleh responden.

2. Tahap pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap

responden dan Apoteker yang sedang bertugas di apotek. Penyebaran kuisioner

dilakukan dengan memberikan kuisioner pada pengunjung Apotek. Pengisian

kuisioner oleh responden didampingi oleh peneliti sehingga kuisioner yang

diberikan pada responden tersebut langsung dikembalikan kepada peneliti.

Responden yang sedang menunggu diserahkan obat

Pengunjung Apotek yang terpilih sebagai responden sesuai kriteria

(45)

24

mengikuti penelitian. Informed consent ditanda tangani oleh responden. Apabila

responden mengalami kesulitan dalam hal membaca maka peneliti menyediakan

diri untuk membacakan pernyataan kuisioner. Kuisioner yang telah lengkap diisi

kemudian dilanjutkan tahap wawancara, pada tahap wawancara ini responden

diminta menjawab beberapa pertanyaan seputar penggunaan tetes telinga.

Pengumpulan data dilakukan dengan pemberian kuisioner, pemberian

kuisioner yang diwawancarakan dan wawancara terstruktur pada Apoteker dan

Pengunjung Apotek. Pemberian kuisioner hanya dilakukan di loket Instalasi

Rawat Jalan. Apabila terdapat kebingungan, subyek uji dapat langsung bertanya.

Untuk pengumpulan data mengenai ketersediaan obat, dilakukan

pendaftaran obat-obat yang tersedia di Apoetk KF RSUP Dr. Sardjito. Pendaftaran

obat dilakukan di 5 loket Kimia Farma yang terdapat di RSUP Dr. Sardjito yaitu

loket Unit Gawat Darurat, loket Instalasi Rawat Jalan, loket poli, loket bangsal

dan loket induk. Pengumpulan data dilakukan dimulai tanggal 26 Juni-10 Juli

2010.

Pengumpulan data informasi dari Apoteker didapat dari hasil pengamatan

peneliti selama jalannya penelitian ketika Apoteker tersebut sedang melakukan

pelayanan informasi obat. Pengamatan dikhususkan ketika sedang memberi

informasi sediaan tetes telinga. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara

secara mendalam pada masing masing Apoteker yang bertugas di Apotek.

3. Tahap pengolahan data

(46)

apoteker serta dari daftar sediaan tetes telinga yang terdapat di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Karakteristik pasien yang meliputi umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan; serta karakteristik obat yang meliputi jenis dan jumlah tetes telinga yang terdapat di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik yang menggambarkan penggunaan tetes telinga oleh pengunjung Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi cara pemakaian tetes telinga oleh pengunjung Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Hasil dari evaluasi ini akan digunakan untuk mencari cara untuk meningkatkan pemakaian obat yang rasional di masyarakat, khususnya untuk penggunaan tetes telinga.

Tabulasi data dilakukan dengan cara melakukan perhitungan jawaban

kuisioner dari responden yang telah mengisinya kemudian mengelompokan

masing-masing jawaban tersebut dan menghitung persentasenya.

I. Skema Jalannya Penelitian

Pertanyaan kuisioner dawali dengan pertanyaan tentang ciri-ciri demografi yaitu umur, jenis kelamin, dan pendidikan terakhir. Jumlah total pernyataan dalam kuisioner adalah 30 pertanyaan. Gambar 4, 5 dan 6 adalah skema secara jelas jalannya penelitian ini :

Gambar 4. Bagan Cara Kerja Pra Penelitian Analisis situasi

(pra penelitian)

Analisis situasi

Memperkirakan jumlah subyek penelitian

(47)

26

Gambar 5. Bagan Cara Pembuatan Kuisioner dan Wawancara Terstruktur

Gambar 6. Bagan Cara Kerja Pengambilan Responden

Pengumpulan data pada bulan Juni–Juli 2010 di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito

Responden sebanyak 38 orang ditambah dengan antisipasi adanya dropp out 30% sehingga responden menjadi 50 orang

Populasi pembeli sediaan tetes telinga dalam 1 bulan (Maret) adalah 42 orang

40 orang berhasil diwawancara Memenuhi kriteria inklusi-eksklusi

50 orang selesai mengisi kuisioner

10 orang tidak berhasil diwawancara karena terburu-buru

30 orang membeli tetes telinga di loket IRJ Apotek KF RSUP Dr. Sardjito

10 orang membeli tetes telinga di tempat lain Pembuatan kuisioner

dan wawancara terstruktur

Pembuatan 30 pertanyaan yang menyangkut segi pengetahuan, sikap dan perilaku

Uji bahasa pada 30% dari total sampel yaitu 12 orang

(48)

J. Analisis Hasil

Data yang diperoleh diolah dengan statistik deskriptif dengan mendapatkan persentase rata-rata dan SD, hasil wawancara dipaparkan secara deskriptif. Hasil data dipaparkan dalam bentuk persentase dan disajikan dalam tabel dan gambar (Pratiknya, 1993).

1. Karakteristik responden

Karakteristik responden terdiri dari umur, jenis kelamin, dan pendidikan terakhir, frekuensi penggunaan tetes telinga, frekuensi pembelian di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito dan konsultasi obat yang pernah dilakukan. Semua data ditampilkan dengan bentuk persentase.

a. Usia

Penggolongan usia dilakukan dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi Strurgess:

M = 1+3,3 log N

dengan M adalah jumlah kelas dan N adalah jumlah data populasi (Sugiyono, 2006). Pengelompokkan usia dilakukan dengan mencari interval kelas yang dihitung dengan menghitung selisih antara usia tertinggi dan terendah dibagi dengan M dengan nilai M merupakan jumlah kelas yang diperoleh dari rumus strurgess.

b. Jenis kelamin

(49)

28

Dimana jumlah total seluruh responden pria dan wanita adalah 50 responden.

c. Tingkat pendidikan

Dalam transkrip kuisioner, terdapat 7 tingkatan pendidikan akhir responden yaitu tidak sekolah, SD, SLTP, SLTA,diploma, dan sarjana. Pengelompokkan awal dilakukan berdasarkan jumlah masing-masing tingkat pendidikan akhir yang dimiliki oleh responden, dibagi jumlah responden keseluruhan kemudian dikali 100%.

d. Tingkat pekerjaan

Pengelompokkan terhadap tingkat pekerjaan dilakukan berdasarkan jumlah masing-masing pekerjaan yang dimiliki oleh responden, dibagi jumlah responden keseluruhan kemudian dikali 100%.

e. Frekuensi penggunaan tetes telinga

Pengelompokkan untuk melihat frekuensi penggunaan tetes telinga dilakukan berdasarkan perhitungan jumlah responden yang baru pertama kali atau sudah berulang kali menggunakan tetes telinga, dibagi jumlah responden keseluruhan kemudian dikali 100%.

f. Frekuensi pembelian obat di Loket IRJ

(50)

g. Responden yang pernah berkonsultasi obat dengan apoteker di Loket IRJ Apotek KF RSUP Dr. Sardjito

Untuk melihat responden yang pernah berkonsultasi obat dengan apoteker di Loket IRJ Apotek KF RSUP Dr. Sardjito dilakukan berdasarkan perhitungan jumlah responden yang yang pernah berkonsultasi obat dengan apoteker di Loket IRJ Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, dibagi jumlah responden keseluruhan kemudian dikali 100%.

2. Karakteristik obat

Karakteristik obat meliputi penggolongan obat berdasarkan undang-undang dan berdasarkan kelas terapi menurut MIMS/ISO. Persentase jumlah tetes telinga yang terdapat di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, kemudian perhitungan persentasenya yaitu jumah item obat tiap kelompok.

3. Pengolahan hasil kuisioner

Pengolahan hasil kuisioner yang terdiri dari aspek pengetahuan, sikap dan

tindakan dengan menyajikan data dalam bentuk persentase jawaban responden

dengan perhitungan yaitu jumlah jawaban responden yang menjawab sesaui

kunci dibagi total responden dikali 100%. Rumus tersebut berlaku untuk

menghitung aspek pengetahuan,sikap dan tindakan responden. Hasil

keseluruhan dari ketiga aspek dirata-rata.

4. Wawancara Apoteker

Pengelolaan wawancara apoteker hanya dilakukan dengan memaparkan

(51)

30

penelitian. Hasil wawancara diketik dan dilampirkan dalam lampiran

penelitian.

K. Kesulitan Penelitian

Beberapa kesulitan yang dialami selama penelitian ini antara lain mencari subyek penelitian. Pada tahap pengambilan data, banyak pengunjung apotek yang tidak bersedia untuk diikutsertakan dalam penelitian dengan alasan responden sedang terburu-buru sehingga tidak memiliki waktu untuk mengisi kuisioner, reponden yang merasa sedang sakit sehingga tidak bersedia.

Kesulitan-kesulitan yang dialami yang dialami peneliti pada subyek yang bersedia diikutsertakan dalam penelitian adalah ketidakpahaman terhadap kalimat yang tertulis pada kuisioner, terutama jika subyek penelitiannya berusia lanjut, pendengarannya sudah berkurang, dan tidak terbiasa berbahasa Indonesia. Untuk mengatasi kesulitan ini, peneliti mendampingi saat pengisian kuisioner, membacakan kuisioner dengan menggunakan bahasa yang lebih mudah dimengerti tanpa mengurangi maksud dari pernyataan yang tertulis di kuisioner sehingga dapat sambil melakukan wawancara, dan dengan pemberian souvenir yang menarik.

(52)
(53)

32 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi ketersediaan dan penggunaan tetes telinga pada pengunjung Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.

Pada bab ini akan dipaparkan hasil dari penelitian berupa gambar diagram dan

tabel untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai ketersediaan tetes telinga,

penggunaan tetes telinga pada pengunjung apotek berdasarkan kuisioner dan

wawancara disertai dengan karakteristik responden, dan informasi terkait

penggunan penggunaan tetes telinga yang diberikan oleh apoteker berdasarkan wawancara.

A. Ketersediaan Tetes Telinga

Apotek KF RSUP Dr. Sardjito terbagi menjadi lima loket, yaitu UGD (Unit Gawat Darurat), IRJ (Instalasi Rawat Jalan), Induk, Poli, dan Bangsal. Ketersediaan tetes telinga didapat dari mendata jenis tetes telinga yang tersedia di lima loket yang ada di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Terdapat 8 macam tetes telinga yang tersedia di semua loket. Pada penelitian ini tetes telinga diklasifikasikan dalam 2 macam klasifikasi yaitu berdasarkan golongan obat menurut undang-undang dan kelas terapi.

(54)

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 347/Menkes/SK/VII/1990 obat wajib apotek merupakan obat keras yang dapat diperoleh tanpa resep dokter dan langsung diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek (Menteri Kesehatan RI, 1990).

Gambar 7. Persentase Klasifikasi Tetes telinga yang ada di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito Berdasarkan Golongan Obat Menurut Undang-Undang

Klasifikasi tetes telinga berdasarkan kelas terapi yang tercantum dalam MIMS/ ISO, maksudnya adalah bila obat tersebut tidak tercantum pada MIMS maka klasifikasi obat tersebut diambil dari ISO. Gambar 9 menunjukkan bahwa antiseptik telinga dengan kortikosteroid merupakan macam tetes telinga yang paling banyak tersedia dengan persentase 37,5%.

(55)

34

Dari data yang diperoleh, diketahui bahwa di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito memiliki ketersediaan tetes telinga dengan kelas terapi yang cukup lengkap. Dikatakan cukup lengkap karena dari 5 kelas terapi yang ada di MIMS/ISO Apotek KF RSUP Dr. Sardjito memiliki 4 macam kelas terapi. Faktor inilah yang mendorong pasien rumah sakit untuk datang membeli tetes telinga di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Kelengkapan kelas terapi tetes telinga ini tentunya juga disesuaikan dengan mencermati pola penyakit yang ada di lingkungan rumah sakit, maka dari itu Apotek KF RSUP Dr. Sardjito dapat memenuhi kebutuhan pasien.

Gambar 9. Persentase Klasifikasi Tetes Telinga Berdasarkan Kelas Terapi yang Tersedia di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito

B. Penggunaan Tetes Telinga Berdasarkan Kuisioner

(56)

1. Karakteristik responden

Dalam karakteristik responden ini akan dibahas hal-hal yang terkait kondisi diri responden yang mungkin mempunyai hubungan dengan perilaku penggunaan obat. Karakteristik yang didapatkan dari hasil penelitian antara lain yaitu: usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,dan karakteristik tambahan (frekuensi penggunaan tetes telinga, frekuensi pembelian obat di apotek, serta pernah tidaknya berkonsultasi di apotek).

a. Usia

Usia merupakan salah salah satu kriteria inklusi dalam penetapan subyek yang akan diteliti. Dalam penelitian ini ditetapkan responden yang bisa diteliti minimal berusia 17 tahun, dimana pada usia ini termasuk kelompok dewasa dan dianggap dapat memahami penggunaan tetes telinga secara baik.

Gambar 10. Karakteristik Responden di Loket IRJ RSUP Dr. Sardjito Berdasarkan Usia

(57)

36

persentase kelas usia yang paling besar adalah 34-41 tahun yaitu sebanyak 26%.

b. Jenis kelamin

Pada penelitian ini jenis kelamin juga dijadikan kriteria inklusi, dimana jenis kelamin ini terbagi menjadi dua yaitu pria dan wanita. Berdasarkan hasil penelitian dari gambar 11 didapatkan bahwa jumlah pengguna tetes telinga pada wanita lebih banyak daripada pria. Jenis kelamin tidak memiliki kaitan khusus terhadap gangguan telinga sehingga jenis kelamin tidak mempengaruhi penggunaan tetes telinga.

Gambar 11. Karakteristik Responden di Loket IRJ RSUP Dr. Sardjito Berdasarkan Jenis Kelamin

c. Tingkat pendidikan

(58)

Gambar 12 menujukkan bahwa responden paling banyak dengan tingkat pendidikan SLTA dengan persentase 40% dan juga tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini bisa dikatakan tinggi karena lebih dari 50 % tingkat pendidikan responden adalah SLTA ke atas.

Gambar 12. Karakteristik Responden di Loket IRJ RSUP Dr. Sardjito Berdasarkan Tingkat Pendidikan

d. Pekerjaan

Gambar 13. Karakteristik Responden di Loket IRJ RSUP Dr. Sardjito Berdasarkan Pekerjaan

(59)

38

pelajar/ mahasiswa. Bila dilihat dari segi pekerjaan ternyata yang paling tinggi adalah responden yang memiliki pekerjaan swasta. Ini dapat terlihat di gambar 13, dimana swasta memiliki persentase 38%.

e. Frekuensi penggunaan tetes telinga

Frekuensi penggunaan tetes telinga menggambarkan sudah berapa kali responden menggunakan tetes telinga, bila responden sudah pernah menggunakan lebih dari satu kali maka responden tersebut termasuk yang berulang kali menggunakan tetes telinga.

Gambar 14 menunjukkan responden yang sudah menggunakkan tetes telinga berulang kali lebih banyak dari pada responden yang baru pertama kali menggunakan tetes telinga. Hal ini akan mempengaruhi perilaku dan pemahaman tentang penggunaan tetes telinga pada responden karena responden yang sudah berulang kali dalam menggunakan tetes telinga seharusnya akan lebih memahami penggunaan tetes telinga.

(60)

f. Frekuensi pembelian obat

Gambar 15 berisi persentase proporsi antara responden yang baru pertama kali membeli obat dan yang sudah sering membeli obat di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Sering membeli obat yang dimaksud adalah sudah lebih dari satu kali membeli obat di apotek. Responden lebih banyak yang sering membeli di apotek dari pada yang baru pertama kali membeli obat.

Gambar 15. Persentase Frekuensi Pembelian Obat oleh Responden di Loket IRJ Apotek KF RSUP Dr. Sardjito

g. Responden yang pernah berkonsultasi dengan Apoteker di Loket IRJ (Instalasi Rawat Jalan)

(61)

40

Selain itu berdasarkan hasil wawancara, responden kebanyakan lebih suka berkonsultasi tentang obat pada saat diperiksa dokter sehingga tidak perlu berkonsultasi lagi pada saat membeli obat. Hal ini juga didukung sebuah kenyataan bahwa dari 5 loket apotek KF RSUP Dr. Sardjito hanya ada 3 orang apoteker, dimana pada loket IRJ tidak selalu ada apoteker.

Gambar 16. Persentase Jumlah Responden yang Berkonsultasi dengan Apoteker di Loket IRJ Apotek KF RSUP Dr. Sardjito

2. Perilaku penggunaan tetes telinga berdasarkan kuisioner

Dari uraian di atas sudah diketahui bagaimana karakteristik mayoritas dari responden. Selanjutnya akan dibahas tentang penggunaan tetes telinga berdasarkan kuisioner. Kuisioner yang dibuat untuk penelitian untuk mengkaji perilaku penggunaan tetes telinga dimana perilaku ini terdiri dari 3 aspek yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan. Tiap aspek terdiri dari pernyataan favourble dan unfavourable. Selain kuisioner, dalam penelitian ini juga dilakukan wawancara

(62)

a. Aspek pengetahuan

Jenis pernyataan pada aspek pengetahuan tercantum pada tabel I. Pernyataan memuat tidak hanya pengetahuan penggunaan tetes telinga tetapi juga penggunaan obat secara umum untuk mengevaluasi penggunaan tetes telinga.

Tabel I memuat persentase jawaban benar dan salah dari 10 pernyataan aspek pengetahuan disertai dengan rata-rata jawaban benar dan salah dari semua pernyataan. Pernyataan 1, sebanyak 58 % responden menjawab dengan benar yang berarti responden lebih banyak mengetahui kalau tidak semua jenis obat harus digunakan sampai habis. Alasan responden menjawab itu bermacam-macam ada responden mengatakan obat dengan jenis antibiotik yang harus digunakan sampai habis. Ada juga yang mengatakan tergantung dari perintah dokter, bila dokter menyuruh sampai habis maka obat harus diminum sampai habis. Selain itu ada juga mengatakan, penggunaan obat dihentikan bila sudah sembuh.

Reponden yang menjawab dengan salah pada pernyataan 1, berarti menganggap bahwa semua obat harus digunakan sampai habis. Mereka mengatakan bahwa bila obat tidak digunakan sampai habis maka penyakit mereka tidak sembuh. Tidak semua jenis obat harus digunakan sampai habis. Obat jenis antibiotik harus digunakan sampai habis agar tidak menimbulkan resistensi pada bakteri. Resistensi ini akan membuat penyakit lebih parah bila bakteri menyerang lagi.

(63)

42

mencapai efek terapi yang dinginkan. Pernyataan 3 berisi tentang cara penyimpanan tetes telinga. Sebanyak 70% responden menjawab bahwa cara penyimpanan tetes telinga adalah di tempat yang kering, terlindung dari cahaya dan pada suhu kamar. Penyimpanan tetes telinga harus di suhu kamar, tempat kering, dan terlindung dari cahaya untuk menjaga agar tetes telinga masih baik pada saat digunakan kembali (Anonim, 2009).

Pernyataan 4, sebanyak 84% responden menjwab dengan benar berarti responden tahu bahwa dalam penggunaan tetes telinga harus didiamkan dulu selama beberapa menit agar obat dapat masuk semuanya ke dalam telinga. Pendiaman ini dimaksudkan untuk menjaga agar obat yang sudah masuk tidak keluar lagi. Lama pendiaman obat tergantung dari instruksi produk, namun bila tidak tertera pada kemasan diamkan paling tidak sekitar 1-2 menit (Anonim, 2010b). Sebanyak 15 responden yang memakaikan tetes telinga untuk anaknya merasa kesulitan bila menyuruh anaknya untuk diam beberapa menit, sehingga terkadang anak tersebut langsung disuruh tidur ketika dipakaikan tetes telinga. Ada 10 responden yang membiarkan anaknya langsung bergerak hanya beberapa detik setelah tetes telinga diberikan.

(64)

tetesnya sudah masuk ke telinga walaupun terkadang obat yang mereka teteskan bisa keluar lagi.

Tabel I. Aspek Pengetahuan Responden Terhadap Penggunaan Tetes Telinga di Loket IRJ Apotek KF RSUP Dr. Sardjito

Aspek Pengetahuan benar akan mempengaruhi kesembuhan penyakit.

49 1 98 2

3 Penyimpanan obat cair harus di suhu kamar tempat yang kering, dan terlindung cahaya.

35 15 70 30

4 Setelah meneteskan obat tetes telinga harus didiamkan beberapa menit

43 7 86 14

5 Penggunaan obat tetes telinga tidak secara tegak lurus. *)

39 11 78 22

6 Jika warna, bau dan kejernihan dari larutan obat sudah berubah, obat tetes masih dapat digunakan kembali. *)

36 14 72 28

7 Penggunaan tetes mata boleh digunakan untuk tetes telinga jika punya kegunaan yang untuk dewasa dengan menarik daun telinga ke atas lalu ke arah belakang

23 27 46 54

10 Kebersihan adalah hal yang penting dalam penggunaan obat tetes.

50 0 100 0

Rata-rata 70,4 29,6

(65)

44

Pernyataan 6 berisi tentang hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan tetes telinga. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan tetes telinga adalah memastikan bahwa warna cairan obat tidak berubah dari yang terakhir kali dilihat, perubahan warna merupakan salah satu indikasi bahwa obat telah kadaluwarsa. Yang kedua adalah kejernihan larutan, pastikan tidak ada endapan atau sesuatu mengambang di atas. Larutan yang tidak jernih menandakan obat tidak lagi baik untuk digunakan (Kulkarni, 2010).

Responden yang menjawab dengan benar ada 72 %, ini artinya 72 % responden mengetahui bahwa obat tetes yang masih dapat digunakan kembali apabila warna, bau dan kejernihan larutan tidak berubah. Responden yang menjawab salah mengatakan bahwa hanya tanggal kadaluwarsalah yang penting dalam menentukan apakah tetes telinga masih dapat digunakan kembali atau tidak. Selain itu sulit bagi mereka untuk memperhatikan warna, bau dan kejernihan obat karena botol obat tetes yang umumnya tidak transparan.

Responden yang menjawab dengan salah pernyataan 7 sebanyak 88%. Penyataan7 merupakan pernyataan boleh/tidaknya tetes mata digunakan untuk tetes telinga. Alasan responden mengatakan tidak boleh menggunakan tetes mata untuk tetes telinga karena tidak berani dan takut bila terjadi hal-hal yang merugikan. Terkadang tetes mata dapat digunakan secara aman untuk tetes telinga karena ada beberapa obat tetes mata secara relatif bisa untuk telinga (Anonim, 2007a).

(66)

tidak dikehendaki. Responden yang menjawab salah mengatakan bahwa jarang membaca karena menurut mereka yang penting menuruti aturan pakai saja sudah cukup.

Sebanyak 54% responden tidak mengetahui bahwa penggunaan tetes telinga untuk orang dewasa adalah dengan cara menarik daun telinga ke atas lalu ke arah belakang. Berdasarkan wawancara, sebanyak 57,5% responden (23 orang) dalam menggunakan tetes telinga mereka langsung meneteskan obat tanpa menarik daun telinga dulu. Padahal tujuan penarikan daun telinga ini adalah supaya lubang telinga lebih terbuka sehingga obat lebih mudah masuk ke dalam.

Semua responden menjawab benar pada pernyataan 10, berarti responden sudah tahu pentingnya kebersihan dalam penggunaan tetes telinga. Setelah semua jawaban benar dan salah responden dirata-rata dapat dikatakan bahwa aspek pengetahuan responden tentang penggunaan obat secara umum dan penggunaan tetes telinga sudah baik. Ini terlihat pada gambar 14, rata-rata yang didapat sebanyak 70,4% responden menjawab benar, maka dapat dikatakan aspek pengetahuan responden dalam penggunaan tetes telinga adalah sedang atau cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan seseorang berbanding lurus dengan tingkat pendidikan responden dimana lebih dari 50% responden memiliki tingkat pendidikan minimal SLTA.

b. Aspek sikap

(67)

46

pernyataan unfavourable dan 7 pernyataan favourable. Tabel II juga menunjukkan persentase jawaban benar dan salah dari 10 pernyataan yang ada pada aspek sikap disertai dengan rata-rata jawabannya.

Semua responden menjawab dengan benar pada pernyataan 11, yang artinya semua responden merasa perlu menggunakan tetes telinga sesuai petunjuk penggunaan. Sebanyak 76 % responden berdasarkan pernyataan nomor 12 merasa perlu bertanya pada petugas apotek tentang informasi yang kurang jelas mengenai cara penggunaan tetes telinga.

Pada pernyataan 13 sebanyak 72% responden memilih petugas apotek sebagai sumber informasi cara penggunaan obat tetes telinga, namun dari hasil wawancara responden yang memilih petugas apotek sebagai sumber informasi mengatakan bahwa terkadang mereka juga bertanya pada dokter sebagai sumber informasi. Pernyataan 14 memaparkan tentang penggunaan tetes telinga boleh untuk tetes mata jika kegunaannya sama. Sebanyak 78% responden menjawab bahwa tetes telinga tidak boleh untuk tetes mata walaupun kegunaannya sama. Mereka takut terjadi efek yang tidak diinginkan. Tetes telinga jangan sekalipun digunakan untuk tetes mata karena jaringan mata lebih sensitif dari pada jaringan telinga (Anonim, 2007a).

(68)

Tabel II. Aspek Sikap Responden Terhadap Penggunaan Tetes Telinga di Loket IRJ Apotek KF RSUP Dr. Sardjito

Aspek Sikap

obat tetes telinga sesuai petunjuk penggunaan sebagai sumber informasi cara penggunaan obat.

31 19 62 38

14 Saya yakin penggunaan tetes telinga bisa digunakan untuk tetes mata jika mempunyai kegunaan yang sama. *)

39 11 78 22

15 Saya yakin setelah segel obat dibuka maka pemakaian obat tetes harus memperhatikan warna, bau, kejernihan dari obat tetes meskipun belum kadaluwarsa.

45 5 90 10

16 Saya merasa dalam penggunaan obat tetes, bagian ujungnya boleh mengenai bagian tubuh yang akan diobati. *)

27 23 54 46

17 Saya merasa perlu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menggunakan obat tetes.

35 15 70 30

18 Saya merasa penggunaan obat tetes dengan benar akan mengurangi resiko yang tidak dikehendaki.

47 3 94 6

19 Saya merasa informasi penggunaan obat tetes yang benar akan mempengaruhi kesembuhan saya

(69)

48

Pada pernyataan 16 sebanyak 54% responden menjawab dengan benar dalam penggunaan tetes, bagian ujungnya tidak boleh menyentuh bagian tubuh. Sebanyak 46% responden yang menjawab kalau ujung obat tetes telinga boleh menyentuh telinga. Seharusnya ujung obat tetes telinga tidak boleh menyentuh telinga karena ujung obat tetes tersebut akan mengkontamintasi atau melukai telinga oleh karena itu tetes telinga harus dijaga kebersihannya.

Terdapat 70% responden merasa perlu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menggunakan tetes telinga. Sekitar 30% responden merasa tidak perlu mencuci tangan terlebih dahulu. Alasan responden yang merasa tidak perlu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menggunakan tetes telinga adalah karena tangan mereka hanya menyentuh botolnya saja dan tidak menyentuh telinga, jadi tidak akan mengkontaminasi telinga. Sebanyak 94 % responden merasa penggunaan tetes telinga yang benar akan mengurangi resiko yang tidak dikehendaki. Pada pernyataan 19 sebanyak 86 % responden merasa informasi penggunaan obat tetes yang benar akan mempengaruhi kesembuhan dirinya.

(70)

cepat sembuh mengatakan bahwa mereka tidak berani meneteskan obat banyak-banyak, mereka lebih memilih menuruti aturan yang dianjurkan oleh dokter.

Dari jawaban aspek sikap responden yang telah dirata-rata didapatkan sebanyak 78% responden menjawab dengan benar, sehingga dapat dikatakan sikap responden dalam penggunaan tetes telinga sudah baik.

c. Aspek tindakan

Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan, maka aspek tindakan ini perlu ditinjau untuk mengetahui perilaku dari seseorang. Pada tabel III terdapat 10 pernyataan untuk mengetahui aspek tindakan penggunaan tetes telinga dari responden dimana terdiri dari 4 pernyataan unfavourable dan 6 pernyataan favourable.

Tabel III juga memamparkan secara jelas persentase jawaban responden yang benar dan salah bersama rata-rata jawaban dari aspek tindakan. Pernyataan nomor 21 berisi tentang apakah responden selalu mencuci tangan sebelum menggunakan tetes telinga, sebanyak 58% responden menjawab selalu mencuci tangan.

(71)

50

Tabel III. Aspek Tindakan Responden Terhadap Penggunaan Tetes Telinga di Loket IRJ Apotek KF RSUP Dr. Sardjito

Aspek Tindakan

23 Saya akan langsung menutup rapat tutup obat setelah menggunakan obat tetes.

47 3 94 6

24 Dalam menggunakan obat tetes saya tidak memperhatikan aturan penggunaanya. *)

35 15 70 30

25 Saya akan memiringkan kepala sehingga telinga yang diobati menghadap ke atas.

50 0 100 0

26 Saya tidak memperhatikan tanggal kadaluarsa yang tercantum pada tetes telinga. *)

30 20 60 40

27 Saya tetap memperhatikan label/etiket penggunaan yang tercantum pada kemasan obat tetes meskipun sudah diberi informasi obat.

38 12 76 24

28 Saya selalu menyimpan obat tetes pada suhu kamar, tempat yang kering dan terlindung cahaya. *)

35 15 70 30 telinga tepat di lubang telinga

42 8 84 16

Rata-rata 75,8 24,2

Keterangan : *) pernyataan unfavorable

Gambar

Gambar 1. Anatomi Telinga (Anonim, 2004).
Gambar 2. Cara Penggunaan Tetes Telinga pada Dewasa dan Anak-Anak (Anonim, 2009).
Gambar 4. Bagan Cara Kerja Pra Penelitian
Gambar 6. Bagan Cara Kerja Pengambilan Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data hasil survei awal, pada awal berdirinya PT Pertani (Persero) Cabang NTB memiliki penangkar benih unggul padi yang bermitra dengan PT Pertani

Hasi penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara penambahan kayu kurut dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter kimia

Setiap pengembangan BUMP seluas 10.000 hektar akan menambah produksi padi nasional sebesar 30.000 ton per tahun. Penambahan produksi padi tersebut akan meningkatkan permintaan

Urutan unsur- unsur tersebut dari paling kecil sifat pereduksinya ke yang paling besar ialah

Artinya adalah bahwa sumbangan pengaruh locus of control, komitmen organisasi, kinerja, turnover intention, dan etika profesi terhadap penyimpangan perilaku dalam

yang telah diungkap oleh Estaswara bahwa komunikasi pemasaran haruslah merupakan sebuah proses bisnis yang strategis, in- tegrasi vertikal menunjukkan bahwa sasa- ran pemasaran

 static : keyword ini berfungsi untuk memberi tahu kompiler bahwa method main bisa langsung digunakan dalam contex class yang bersangkutan.

i) Petugas Informasi memastikan formulir permohonan yang telah diberikan nomor pendaftaran sebagai tanda bukti permohonan informasi publik diserahkan kepada