• Tidak ada hasil yang ditemukan

Validasi metode dan penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok ``Merek X`` dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menggunakan standar internal asetanilida - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Validasi metode dan penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok ``Merek X`` dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menggunakan standar internal asetanilida - USD Repository"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

i

VALIDASI METODE DAN PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM

EKSTRAK TEMBAKAU ROKOK “MEREK X” DENGAN METODE

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK

MENGGUNAKAN STANDAR INTERNAL ASETANILIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Is Sumitro

NIM : 098114127

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGJAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Hidup seorang laki-laki jangan takut akan segala hal sebab ketakutan hanya akan

menghambat jalanmu, namun juga selalu berpegang pada prinsip yang benar karena

hidup hanyalah hidup jika bermanfaat bagi orang lain”

“Kebaikan belum tentu akan dimengerti orang lain, maka jangan menuntut orang juga

akan mengerti kebaikanmu namun selalulah berbuat baik dan bekerja keras sebab doa

orang tua dan Tuhan selalu menyertaimu”

(Mintju dan Effendi)

Kupersembahkan karyaku ini untuk kedua orang tuaku Mintju dan Effendi, Sahabatku, dan

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya susun ini

tidak memuat karya atau bagian dari pekerjaan orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya sebuah karya

ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya indikasi plagiarisme dalam

naskah yang saya susun ini, maka saya bersedia menanggung segala resiko dan sanksi

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 10 Juli 2013

Penulis,

(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangah di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama

: Is Sumitro

Nomor Mahasiswa

: 098114127

Demi pengembangan ilmu penegtahuan, saya memberikan kepada perpustakaan

Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

“VALIDASI METODE DAN PENETAPAN KADAR EKSTRAK TEMBAKAN

DALAM ROKOK “MEREK X” DENGAN METODE KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK MENGGUNAKAN

STANDAR INTERNAL ASETANILIDA”

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media

lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 10 Juli 2013

Yang menyatakan

(7)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas cinta kasih, berkat, ijin

dan peryertaan-Nya yang begitu besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Penetapan Kadar Nikotin Dalam Rokok “MEREK X” Dengan Metode

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Fase Terbalik Menggunakan Standar

Internal Asetanilida” sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi demi memperoleh

gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat

terselesaikan karena adanya masukan, kritikan, diskusi, arahan, saran, dan bimbingan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1.

Ipang Djurnarko, M.Sc., Apt. Selaku Dekan Fakultas Farmasi Uninversitas Sanata

Dharma Yogyakarta atas teladan seorang pemimpin yang diberikan

2.

Dra. M.M. Yetty Tjandrawati, M.Si. selaku dosen pembimbing, dosen penguji,

dan pengganti orang tua saya yang telah meluangkan waktunya untuk

memberikan perhatian, bimbingan, masukan, motivasi, kritikan, dan saran selama

penulis berkuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan selama

(8)

viii

3.

Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen penguji yang memberikan banyak kritik dan

saran yang membangun untuk skripsi ini.

4.

Lucia Wiwid Wijayanti, M,Si. selaku dosen penguji yang memberikan banyak

kritik dan saran yang membangun untuk skripsi ini.

5.

Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing di laboratorium dan

teman selama penelitian skripsi yang telah memberikan masukan, diskusi, saran,

dan dukungan moral kepada penulis selama penelitian skripsi ini.

6.

C.M.Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt. sebagai Kaprodi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas teladan kepemimpinan, masukan,

dan saran yang diberikan selama penulis berkuliah dan menyusun naskah.

7.

Rini Dwi Astuti, M.Sc., Apt. sebagai Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

8.

Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. atas waktu yang diluangkan untuk

memberikan sedikit masukan diawal penelitian

9.

Bimo Adithya, Suparlan, dan Kunto dan segenap staf laboran yang senantiasa

siap membantu dan meluangkan waktunya dalam penyediaan bahan dan alat

selama penelitian.

10.

Semua dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas

(9)

ix

11.

Demas dan Eric sebagai rekan kerja dalam penelitian skripsi ini. Terima kasih

atas kesabaran, kepercayaan, kerjasama, persahabatan, canda dan semangat

selama ini.

12.

Lucia Shinta R, Sisilia Mirsya A, Metri S.K., Agnes Mutiara, Victor Purnama

Agung, dan Novia Sarwoningtyas sebagai teman seperjuangan dalam satu lantai

Laboratorium Analisis Instrumental.

13. Teman angkatan 2009 yang bersama-sama berjuang dan mengisi sebagian cerita

hidupku, terima kasih atas kebersamaan, diskusi, dan bantuan selama perkuliahan.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas segala bantuan,

semangat dan doa yang menyertai penulis dari awalnya penelitian hingga

diselesaikannya penulisan skripsi ini.

Penulis merasakan dan menyadari atas kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini, karena keterbatasan wawasan dan kemampuan. Penulis dengan senang

hati membuka diri menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak,

dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan skripsi ini memberikan

manfaat yang berarti bagi para pembaca. Akhir kata, penulis mempersembahkan

skripsi ini demi majunya ilmu pengetahuan farmasi.

Yogyakarta, 10 Juli 2013

Penulis

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….

ii

HALAMAN PENGESAHAN……….

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN………..

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………..

v

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI………..

vi

(11)

xi

3.

Ekstraksi Padat-Cair…………..………

12

4.

Ekstraksi Cair-Cair………....

13

F. Spektrofotometri UV………... 13

G. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)………. 16

1.

Definisi dan Instrumentasi……….…………

17

2.

Analisis Kualitatif dan Kuantitatif ……….………...

19

H. Validasi Metode Analisis………..…………..

19

1. Akurasi……….…………..

20

2. Presisi……….

21

3. Selektivitas atau Spesifisitas……….

22

4. Linearitas………..

23

5. Rentang……….

23

I. Landasan Teori……….

24

J. Hipotesis………...

25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………...

26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………

26

(12)

xii

1.

Variabel Bebas……….……..

26

2.

Variabel Tergantung……….….……. 26

3.

Variabel Pengacau Terkendali………..……….. 26

C. Definisi Operasional……….……….…… 27

D. Bahan Penelitian……….……….….. 27

E. Alat Penelitian……….……….. 27

F. Tata Cara Penelitian……….………. 28

1.

Pembuatan Fase Gerak……….…………..……. 28

2.

Pembuatan Larutan Baku Standar Internal Asetanilida………. 29

3.

Pembuatan Larutan Baku Nikotin………... 29

4.

Penetapan Panjang Gelombang Pengamatan……….. 30

5.

Pembuatan Kurva Baku……….……….……. 31

6.

Penyiapan Sampel……….……….…………. 31

7.

Pembuatan Ekstrak Tembakau Rokok “MEREK X”…….…………. 32

8.

Validasi Metode……….. 33

9.

Penetapan Kadar Nikotin Dalam Sampel Rokok “MEREK X” ….… 35

G. Analisis Hasil……….…… 36

(13)

xiii

F. Pembuatan Kurva Baku Nikotin……….…

52

G. Ekstraksi Nikotin pada Sampel Rokok “Merek X”………....

53

H. Optimasi Ekstraski Nikotin pada Sampel Rokok …………..…………

57

I. Ekstraksi dengan Waktu Optimum 30 menit……….……….... 60

J. Preparasi Sampel……….…..

61

K. Validasi Metode Analsis………..……….……….

61

L. Analisis Kualitatif Nikotin………..

67

M. Penetapan Kadar Nikotin dalam Ekstrak Etanol Fraksi Kloroform Tembakau

Sampel Rokok………...…… 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….………

71

DAFTAR PUSTAKA……….………....

72

LAMPIRAN………..………..

74

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Karakteristik beberapa pelarut yang digunakan dalam KCKT….. 17

Tabel II. Nilai

recovery

yang diperbolehkan untuk setiap kadar analit…… 21

Tabel III. Kriteria penerimaan presisi untuk setiap kadar analit……… 22

Tabel IV. Hasil pengukuran AUC asetanilida dengan ekstraksi dan tanpa

ekstraksi………..………... 45

Tabel V. Jumlah nikotin pada kemasan rokok……….…. 47

Tabel VI. Hasil pengukuran AUC nikotin dengan 2 kali ekstraksi dan tanpa

ekstraksi……….…...…… 57

Tabel VII. Uji Normalitas………...…….………. 59

Tabel VIII. Uji T tidak berpasangan………... 60

Tabel IX. Hasil pengukuran AUC nikotin dan standar asetanilida pada ekstrak

tembakau rokok “MEREK X”……….... 61

Tabel X. Hasil perhitungan resolusi sampel………...…..

62

Tabel XI. Hasil persen perolehan kembali (%

recovery

) baku nikotin….. 64

Tabel XII. Hasil

intraday precision

……….

65

Tabel XIII. Hasil

interday precision

... 66

(15)

xv

Gambar 7. Kromatogram ekstrak tembakau rokok “MEREK X” dengan standar

internal asetanilida……….... 41

Gambar 8. Kromatogram sampel rokok dan asetanilida………... 43

Gambar 9. Kromatogram asetanilida hasil ekstraksi dan tanpa ekstraksi.. 44

Gambar 10. Spektra λ maksimum nikotin 3 konsentrasi... 49

Gambar 11. Spektra λ maksimum asetanilida 3 konsentrasi……… 50

Gambar 12. Kromofor nikotin dan asetanilida………. 52

Gambar 13. Grafik hubungan antara konsentrasi nikotin dan asetanilida dengan

AUC………. 53

Gambar 14. Tingkat protonasi nikotin berdasarkan hubungan dengan pH… 55

Gambar 15. Kromatogram baku nikotin dengan ektraksi dan tanpa ekstraks. 57

Gambar 16. Kurva baku hubungan antara konsentrasi baku nikotin dengan

AUC………. 63

(16)

xvi

Gambar 18. Struktur nikotin……… 68

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sertifikat analisis asetanilida……… 75

Lampiran 2. Sertifikat analisis nikotin………. 76

Lampiran 3. Kromatogram optimasi waktu 10 menit replikasi 1……... 77

Lampiran 4. Kromatogram optimasi waktu 10 menit replikasi 2………. 78

Lampiran 5. Kromatogram optimasi waktu 10 menit replikasi 3………. 79

Lampiran 6. Kromatogram optimasi waktu 20 menit replikasi 1………. 80

Lampiran 7 Kromatogram optimasi waktu 20 menit replikasi 2……….. 81

Lampiran 8. Kromatogram optimasi waktu 20 menit replikasi 3….….... 82

Lampiran 9. Kromatogram optimasi waktu 30 menit replikasi 1……... 83

Lampiran 10. Kromatogram optimasi waktu 30 menit replikasi 2….….. 84

Lampiran 11. Kromatogram optimasi waktu 30 menit replikasi 3……... 85

Lampiran 12. Kromatogram optimasi waktu 40 menit replikasi 1……... 86

Lampiran 13. Kromatogram optimasi waktu 40 menit replikasi 2….….. 87

Lampiran 14. Kromatogram optimasi waktu 40 menit replikasi 3….….. 88

Lampiran 15. Kromatogram penetapan kadar nikotin replikasi 1……… 89

(18)

xviii

Lampiran 17. Kromatogram penetapan kadar nikotin replikasi 3…….. 91

Lampiran 18. Kromatogram penetapan kadar nikotin replikasi 4…….. 92

(19)

xix

VALIDASI METODE DAN PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM EKSTRAK TEMBAKAU ROKOK “MEREK X” DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

MENGGUNAKAN STANDAR INTERNAL ASETANILIDA

Is Sumitro 098114127

INTISARI

Telah dilakukan penelitian tentang validasi metode dan penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “Merek X” dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik menggunakan standar internal asetanilida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas metode dan kadar nikotin yang terdapat dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X”.

Penelitian ini mengikuti jenis dan rancangan penelitian non eksperimental deskriptif. Sistem kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan kolom fase diam oktil silika (C8), fase gerak metanol : ammonium asetat + TEA 0,1% (70 : 30), kecepatan alir 1 mL/menit, dan detector UV pada panjang gelombang 260 nm. Pada validasi KCKT fase terbalik memenuhi parameter selektivitas (Rs = 2,929), linearitas (r = 0,999893), akurasi dan presisi pada rentang kadar sampel 40-60 µg/mL.

Hasil penelitian menunjukan kadar rata-rata nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “Merek X” adalah 0.57385 ± 0.007224 %b/b dengan nilai CV = 1,2588%. Nilai CV yang diperoleh memenuhi syarat presisi yang baik yaitu <2%.

(20)

xx

ABSTRACT

A study concerned the determination amount of nicotine in cigarettes

“BRAND X” by reversed phase high performance liquid chromatography with

standar internal acetanilide. This study aims to determine amount nicotine in tobacco

extract cigarettes “BRAND X”.

This research is conducted with a descriptive non-experimental plan and

design. The HPLC system used for quantitative analysis of nicotine consists of octyl

silica (C

8

) as the stationary phase, mixture of methanol : ammonium acetate + TEA

0,1% (70:30) as mobile phase, and UV detector with λ max of 260 nm. The

parameters of method validation used in this research are selectivity (Rs = 2,929),

liniearity (r = 0,999), resulted good accuracy and precision (intraday and interday) in

range concentrations 40- 60 µg/mL.

The results of this research of average levels of nicotine contained in tobacco

extract cigarettes “BRAND X” is 0.57385 ± 0.007224 %w/w with value of CV =

1,2588%. Values of CV obtained qualified good precision is < 2%.

(21)

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Rokok merupakan produk yang banyak dikonsumsi masyarakat luas, data

WHO (World Health Organization) mencatat bahwa perokok aktif di Indonesia

mencapai jumlah 62,8 juta orang pada tahun 2011 (WHO, 2011). Kandungan

senyawa kimia dalam rokok yang menyebabkan ketergantungan adalah nikotin.

Nikotin memiliki Lethal Dose sebesar 40 sampai 60 mg (0,5-1,0 mg/kg) pada

manusia dewasa dan kosentrasi nikotin dalam darah lebih besar dari 5 mg/L akan

menyebabkan kematian (Clarke, 2003).

Masyarakat umum yang menjadi konsumen rokok biasanya mengetahui

kandungan nikotin dalam tiap bungkus rokok dengan melihat informasi yang

terdapat pada bungkusan rokok, dengan informasi kandungan nikotin dalam tiap

bungkus rokok ini dapat menjadi dasar patokan berapa banyak nikotin yang

terserap dalam tubuh saat merokok. Namun informasi dalam bungkus rokok

tentang kadar nikotin masih perlu diteliti kembali tentang kebenaran informasinya

yang diperlukan untuk penjaminan mutu produk rokok dari kadar nikotinnya.

Pencantuman kadar nikotin dalam rokok sesuai dengan peraturan

pemerintah no 109 tahun 2012 dimana terdapat pada pasal 10 disebutkan “setiap

orang yang memproduksi produk tembakau berupa Rokok harus melakukan

pengujian kandungan kadar nikotin dan tar perbatang untuk varian yang

(22)

mengimpor produk tembakau berupa rokok wajib mencantumkan informasi

kandungan kadar nikotin dan tar sesuai hasil pengujian sebagaimana dimaksud”

(Peraturan Pemerintah RI, 2012).

Dengan melakukan pengujian kadar nikotin dalam tiap batang rokok,

secara tidak lansung dapat membantu pemerintah dalam memastikan kadar

nikotin dalam rokok. Selain dari penjaminan mutu kadar nikotin dalam rokok,

konsumen rokok juga perlu untuk dipenuhi hak konsumennya terkait kebenaran

informasi nikotin dalam rokok.

Hak konsumen ini tercantum pada Undang-Undang Republik Indonesia

nomor 8 tahun 1999, dimana pasal 4 yang berbunyi “Hak konsumen adalah hak

atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang

dan/atau jasa” ( Undang-Undang RI, 1999).

Rokok “Merek X” yang akan dianalisis dipilih berdasarkan kadar nikotin

yang tinggi dibanding rokok sejenis dan juga dari jumlah konsumen yang banyak.

Kadar nikotin yang tercantum pada label kemasan yang tinggi ini diharapkan

dapat mudah untuk mendapatkan hasil ekstraksi dan pengukuran yang baik terkait

kadar nikotin dalam rokok.

Rokok yang akan dianalisis kadar nikotinnya, nantinya akan diekstraksi

dan didapatkan ekstrak kental rokok. Untuk meningkatkan kadar nikotin dalam

ekstrak kental rokok tersebut maka dipilih metode ekstraksi yang dapat

menghasilkan ekstrak dengan kandungan nikotin yang maksimal. Metode yang

(23)

cair-cair. Dimana tahap pertama metode ekstraksi padat-cair dapat berfungsi

untuk mengekstraksi senyawa nikotin dengan maksimal yang menjadi acuan

adalah metode ektraksi dari jurnal “Determination of Nicotine From Tobacco by

LC-MS-MS” ( Vlase, Filip, Mindrutau dan Leucuta, 2005). Tahap selanjutnya

dilakukan metode ekstraksi cair-cair untuk melakukan clean up terhadap senyawa

ekstrak yang telah dihasilkan, sehingga diharapkan hasil kadar nikotin lebih

maksimal dan terpisah dari zat pengotornya yang menjadi acuan adalah metode

ekstraksi cair-cair dari penelitian “Penetapan Kadar Nikotin Dalam Ekstrak

Etanolik Daun Tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan dan NA OOGST Secara

KCKT Fase Terbalik” (Dewi, 2012). Cairan penyari yang digunakan adalah etanol

karena dari sifat nikotin yang dapat larut dalam etanol.

Standar internal digunakan untuk mencegah kesalahan dalam pengukuran

karena proses metode yang cukup panjang dengan sampel uji yang cukup kecil

kosentrasinya (Basset,1994). Proses ektraksi pada penetapan kadar nikotin dalam

rokok “MEREK X” cukup panjang karena adanya proses clean up ekstrak yang

berulang-ulang sehingga mencegah hilangnya senyawa nikotin yang banyak

digunakan satandar internal. Pemilihan asetanilida sebagai standar internal

mengacu pada jurnal “Improved highly sensitive method for determination of

nicotine and cotinine in human plasma by high performance liquid

chromatography” ( Nakajima, Yamamoto, Kuroiwa, dan Yokoi, 2000).

Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dipilih untuk

menetapkan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau pada rokok “MEREK X”,

(24)

hasil pemisahan yang baik, dan waktu relatif singkat. Detektor yang digunakan

adalah UV, karena nikotin memiliki struktur kromofor dan memiliki serapan

maksimum pada panjang gelombang tertentu (Cordell, 1981).

Penelitian ini merupakan tahap lanjutan dari serangkaian penelitian kadar

nikotin ekstrak tembakau dalam rokok “MEREK X” yang meliputi tahap

optimasi, validasi metode, dan penetapan kadar nikotin dalam sampel rokok

“Merek X”. Pada penelitian tentang optimasi metode KCKT fase terbalik

didapatkan metode KCKT yang optimal dengan menggunakan kolom fase diam

OktilSilika (C8) dan fase gerak Metanol : Ammonium asetat 10mM + TEA 0,1%

(70 : 30), kecepatan alir 1 mL/menit, detektor UV pada panjang gelombang 262

nm (Antonius, 2013). Metode analisis yang digunakan perlu divalidasi terlebih

dahulu agar hasil analisis yang dilakukan nantinya dapat dipercaya dan dapat

diterima. Parameter-paramater validasi yang digunakan, yaitu selektivitas,

linearitas, akurasi, presisi, dan rentang. Tahap akhir dilakukan penetapan kadar

nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X”.

1. Permasalahan

Permasalahan yang dapat dirumuskan berdasarkan latar belakang tersebut

antara lain:

a. Apakah metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik yang

menggunakan fase diam oktil silika (C8) dan fase gerak metanol : ammonium

(25)

penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X” memenuhi

parameter-parameter validasi yaitu selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan

rentang ?

b. Berapakah kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X”?

2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran literatur yang telah dilakukan, penetapan kadar

nikotin yang pernah dilakukan adalah penetapan kadar nikotin dalam sampel

biologis menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), kromatografi

gas, spektrofotometri massa, dan kromatografi cair MS (LC-MS) (Nakajima,

Yamamoto, Kuroiwa, Yokoi, 2000); penetapan kadar nikotin dalam

macam-macam merek rokok (Alali dan Massadeh, 2003); penetapan kadar nikotin dalam

tembakau dengan metode LC-MS-MS (Vlase, Filip, Mindrutau, dan Leucuta,

2005); validasi metode KCKT fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam

ekstrak etanolik daun tembakau (Syenina, 2011); penetapan kadar nikotin dalam

ekstrak etanolik daun tembakau Vorstenlanden Bawah Naungan dan NA OOGST

secara KCKT Fase Terbalik (Dewi, 2012); optimasi komposisi dan kecepatan alir

fase gerak sistem KCKT fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam rokok

“Merek X” menggunakan standar internal asetanilida (Antonius, 2013).

Validasi metode dan penetapan kadar nikotin ekstrak etanol pada rokok

“Merek X” dengan standar internal asetanilida metode Kromatografi Cair Kinerja

(26)

fase gerak Metanol : Ammonium asetat 10mM+ TEA 0,1% (70:30) belum pernah

dilakukan.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Metodologis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

alternatif metode dalam penentuan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok

“MEREK X” yaitu menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi

(KCKT) fase terbalik dengan standar internal asetanilida.

b. Manfaat Praktis. Hasil penelitian ini dapat menambah informasi

tentang parameter validasi yaitu selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan

rentang serta kadar nikotin dalam ekstrak tembakau rokok “MEREK X” dengan

metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik menggunakan

standar internal asetanilida.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

a. Validitas metode KCKT fase terbalik yang menggunakan fase diam

oktil silika (C8) dan fase gerak metanol:ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1%

(70:30) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit pada penetapan kadar nikotin dalam

ekstrak tembakau rokok “MEREK X” dengan melihat parameter validasi yaitu

selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan rentang.

b. Kadar nikotin yang terdapat dalam ekstrak tembakau rokok “Merek

(27)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Rokok

1. Pengertian Rokok

Rokok merupakan suatu produk yang dibungkus oleh kertas berbentuk

seperti silinder dengan panjang mendekati 90 mm, ketika dibakar dan dihisap asap

dari tembakau atau rokok tersebut maka mulailah terjadinya absorpsi dari nikotin

menuju tubuh (Stratton,2001). Terdapat sekitar empat ribu macam zat kimia

dalam rokok yang terdiri dari komponen gas (85%) dan sisanya merupakan

partikel. Diantara ribuan zat kimia tersebut setidaknya dua ratus senyawa

dinyatakan berbahaya bagi kesehatan.Beberapa zat kimia darisekitar empat ribu

zat tersebut ialah nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, nitrogen

sianida, amoniak, benzaldehid, benzen, dan metanol. Racun utama pada rokok

adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida (Ma’arif, 2012).

Ada dua jenis rokok yaitu rokok yang berfilter dan tidak berfilter. Filter

pada rokok terbuat dari bahan busa serabut sintesis yang berfungsi menyaring

nikotin. Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan

kertas yang dapat dimasukkan dengan mudah kedalam kantong. Sejak beberapa

tahun terakhir, bungkusan-bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan

kesehatan yang memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat

ditimbulkan dari merokok, misalnya akan ke penyakit paru-paru atau serangan

(28)

2. Bagian-Bagian Rokok

a. Cigarette paper

Kertas rokok (Cigarette paper) terbuat dari bahan kertas selulosa hasil

dari pengolahan serat kain contoh flax atau hemp, atau dari serat kayu. Kertas

rokok ini mampu untuk dilewati udara sehingga dapat memudahkan untuk proses

pembakaran tembakau (Geiss dan Kotzias, 2007).

b. Filter

Filter atau penyaring, umumnya terdapat pada kebanyakan rokok apalagi

pada rokok berfilter. Bagian rokok filter ini terbuat dari asetat selulosa atau tow.

Bagian filter ini mempunyai fungsi sebagai penjebak nikotin dan tar ketika asap

rokok dihisap melewati bagian filter. Fungsi kerja dari filter ini bergantung pada

bagian ventilasi filter dimana diatur oleh tipping paper, selanjutnya bagian ini

akan mengatur kemampuan udara melewati bagian filter juga bersamaan akan

menangkap senyawa nikotin, tar serta senyawa lain (Geiss dan Kotzias, 2007).

B. Tembakau

Tanaman tembakau (Nicotina tabaccum L.) termasuk dalam family

terong-terongan (Solanaceae) (Cahyono,1998).

a. Akar, tanaman tembakau merupakan tanaman berakar tunggang yang

tumbuh tegak ke pusat bumi. Akar tunggangnya dapat menembus tanah

(29)

bulu-bulu akar. Perakaran akan berkembang baik jika tanahnya gembur, mudah

menyerap air.

b.Batang, tanaman tembakau memiliki bentuk batang agak bulat, agak

lunak tetapi kuat, semakin keujung semakin kecil.Ruas-ruas batang mengalami

penebalan yang ditumbuhi daun.

c.Daun, tanaman tembakau memiliki tulang daun menyirip, bagian tepi

daun agak bergelombang dan licin. Lapisan atas daun terdiri atas lapisan palisade

parenkim dan spongy parenkim pada bagian bawah. Jumlah daun dalam satu

tanaman 28-32 helai (Hanum, 2008).

C. Nikotin

Nikotin merupakan golongan alkaloid yang diperoleh dari daun tanaman

temabakau (Nicotina tabacum L.).Senyawa ini tidak berwarna, mudah menguap,

sangat higroskopis, jika teroksidasi oleh udara atau cahaya akan berubah menjadi

warna coklat. Senyawa ini larut dalam etanol, eter , kloroform serta memiliki titik

didih sekitar 247oC, dengan indeks refraktif sebesar 1,5280. Nikotin dapat

diesktraksi dengan pelarut organic yang bersifat alkalis (Clarke, 2003).

Nikotin mengandung dua jenis gugus amin tersier yang bersifat basa

dengan pKa cincin piridin adalah 3,04 sedangkan pKa pada cincin pirolidin adalah

7,84. Nilai pKa pada cincin aromatik lebih rendah dikarenakan efek hibridisasi sp2

(30)

Hibridisasi sp2 digunakan bila suatu atom karbon membentuk ikatan

rangkap, ikatan rangkap menggambarkan satu ikatan sigma yang kuat dan satu

ikatan pi yang lemah. Ikatan pi akan membuat elektron lebih mudah bergerak

antar ikatan melalui ikatan ini dan juga membuat suatu molekul mempunyai

bentuk yang kaku (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Gambar 1. Struktur kimia nikotin (Clarke, 1969 ).

D. Standar Internal

Standar internal merupakan suatu senyawa yang ditambahkan pada suatu

prosedur kerja analisis dalam penetapan kadar secara spektroskopi dan

kromatografi. Senyawa yang dilibatkan berupa sejumlah bahan

pembanding(standar internal) kepada senyawa yang akan diukur dengan

konsentrasi yang diketahui. Fungsi dari standar internal ini adalah untuk

mencegah kesalahan dalam pengukuran karena proses metode yang cukup

panjang dengan sampel uji yang cukup kecil konsentrasinya ( Basset, 1994 ).

Syarat-syarat yang diperlukan senyawa untuk menjadi standar internal

pada metode kromatografi cair kinerja tinggi ( KCKT ) adalah senyawa tersebut

harus dapat terelusi dari komponen lain yang terdapat pada ekstrak campuran

sampel dan dapat dibaca hasil kromatogramnya, serta tidak ada kandungan

(31)

kromatogramnya harus mendekati senyawa yang ingin dianalisis untuk

meminimalisir efek instrumental drift.Senyawa harus stabil secara kimia dan

fisika terhadap metode yang digunakan.Akurasi dan presisi yang baik didapatkan

dari peak kromatogram senyawa standar internal yang mendekati peak senyawa

analit.Senyawa standar internal harus dapat secara keseluruhan terpisah dari

senyawa analit saat dipisahkan secara kromatografi. Senyawa standar internal

harus memiliki kemiripan sifat kimia dan fisika dengan analit yang akan dianalisis

( Boyd, 2008 ).

E. Ekstraksi

1. Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi syarat yang telah

ditetapkan ( Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan,1995 ).

Ekstrak tumbuhan merupakan material yang diperoleh dengan cara

menyari sampel tumbuhan dengan pelarut tertentu. Terdapat beberapa jenis

ekstrak yaitu : ekstrak cair, ekstrak kental, dan ekstrak kering (Direktorat Jendral

Pengawasan Obat dan Makanan,2000).

Ekstrak diperoleh dengan cara ekstraksi. Ekstraksi adalah kegiatan

penarikan zat aktif yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat

(32)

dapat dipermudah dengan mengetahui terlebih dahulu zat aktif yang dikandung

simplisia. Ekstraksi dipengaruhi oleh derajat kehalusan serbuk dan perbedaan

konsentrasi. Jika hanya dengan mencelupkan serbuk simplisia kedalam pelarut,

maka ekstraksi tidak akan sempurna karena terjadi kesetimbangan antara larutan

zat aktif di luar sel dan larutan zat aktif di dalam sel (Direktorat Jendral

Pengawasan Obat dan Makanan, 1986).

2. Cairan Penyari

Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor.

Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria berikut : murah dan mudah

diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, dan tidak mudah

terbakar, selektif yaitu mudah menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak

mempengaruhi zat yang berkhasiat dan diperbolehkan oleh peraturan.

Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang

dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20%, tidak beracun, netral, absorpsinya

baik dan suhu yang digunakan untuk pemekatan lebih rendah. Etanol dapat

melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin (Direktorat

Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1986).

3. Ekstraksi padat-cair

Untuk ekstraksi padat-cair ini, prosedur yang paling sering dijumpai

adalah ekstraksi senyawa dari bentuk sediaan padat. Prosedur ini merupakan

prosedur yang sederhana karena melibatkan pemilihan pelarut atau gabungan

(33)

dianalisis dan hanya sedikit melarutkan senyawa lain yang akan mengganggu

analisis lebih lanjut, misalkan akan mengganggu pemisahan pada kromatografi.

Kebanyakan prosedur ini dilakukan dengan terlebih dahulu menggerus

matriks padat hingga diperoleh serbuk yang halus lalu dilanjutkan dengan

ekstraksi pelarut, penyaringan, atau sentrifugasi untuk menghilangkan partikulat

(Moldoveanu dan David, 2002).

4. Ekstraksi cair-cair ( liquid-liquid extraction, LLE)

Ekstraksicair-cair digunakan sebagai cara untuk praperlakuan sampel

atau clean-up sampel untuk memisahkan analit-analit dari komponen-komponen

matriks yang mungkin mengganggu pada saat kuantifikasi atau deteksi analit. Di

samping itu, ekstraksi pelarut juga digunakan untuk memekatkan analit yang ada

dalam sampel dengan jumlah kecil sehingga tidak memungkinkan atau

menyulitkan untuk deteksi atau kuantifikasinya

Analit-analit yang mudah terekstraksi dalampelarut organik adalah

molekul-molekul netral yang berikatan secara kovalen dengan substituen yang

bersifat nonpolar atau agak polar. Sementara itu, senyawa-senyawa polar dan juga

senyawa-senyawa yang mudah mengalami ionisasi akan tertahan dalam fase air

(Moldoveanu dan David, 2002).

F. Spektrofotometri UV

Spektrofotometri UV adalah teknik analisis spektroskopik yang

menggunakan sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet (λ < 400 nm) dengan

(34)

Jika suatu molekul dikenakan radiasi elektromagnetik (REM) maka

molekul akan menyerap REM yang energinya sesuai. Interaksi antara molekul

dengan REM akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat keadaan

tereksitasi. Transisi elektronik yang terjadi diantara tingkat energi dalam suatu

molekul yaitu transisi σ σ*, n π* dan π π*

Gambar 2. Diagram tingkat energi elektronik (Gandjar dan Rohman, 2007).

1.Transisi σ σ*

Energi yang diperlukan untuk transisi ini besarnya sesuai dengan energy

sinar yang frekuensinya terletak diantara UV vakum (>180 nm) sehingga kurang

begitu bermanfaat untuk analisis dengan cara spektrofotometri UV-Vis

2. Transisi n σ*

Jenis transisi ini terjadi pada senyawa organik jenuh yang mengandung

atom-atom yang memiliki elektron bukan ikatan (elektron n). Energi yang

diperlukan untuk transisi n menuju σ* lebih kecil dibanding transisi σ σ*

sehingga sinar yang diabsorpsi memiliki panjang gelombang lebih panjang

(150-250 nm) (Sastrohamidjojo, 2001).

3.Transisi n π* dan π π*

Jenis transisi ini molekul organik harus mempunyai gugus fungsional

yang tidak jenuh sehingga ikatan rangkap dalam gugus tersebut memberikan

(35)

Pelarut dapat mempengaruhi transisi n π* dan π π*, hal ini berkaitan

dengan adanya perbedaan kemapuan pelarut untuk mensolvasi antara keadaan

dasar dengan keadaan tereksitasi (Sastrohamidjojo, 2001).

Gambar 3. Pengaruh pelarut polar pada transisi π π* (Gandjar dan Rohman, 2007).

Molekul yang menunjukan transisi n π*, keadaan dasar lebih polar dibandingkan

keadaan tereksitasi. Pelarut akan berikatan hidrogen dengan pasangan elektron

yang tidak berpasangan pada molekul dalam keadaaan dasar dibandingkan pada

molekul dalam keadaan tereksitasi (Sastrohamidjojo, 2001).

Gambar 4.Pengaruh pelarut polar pada transisi n π*(Gandjar dan Rohman, 2007).

Terjadinya eksitasi elektronik pada panjang gelombang yang memberikan

(36)

gelombang maksimum yang tetap dapat digunakan untuk identifikasi molekul

yang bersifat karakterisitik sebagai data, sehingga spectrum UV-Vis dapat untuk

tujuan anlisis kualtitaif dan kuantitatif (Mulja dan Suharman, 1995).

G. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

1. Definisi dan Instrumentasi

Kromatografi cair kinerja tinggi ( KCKT) atau biasa disebut juga dengan

HPLC ( High Performance Liquid Chromatography) merupakan teknik

pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis sampel obat, baik dalam bulk

atau sediaaan farmasetik, serta dalam cairan biologis (Gandjar dan Rohman,

2007).

Gambar 5. Instrumentasi KCKT (Kazekevich and Lobrutto, 2007).

a.Wadah fase gerak dan fase gerak, alat KCKT yang baru dilengkapi

dengn satu atau lebih wadah gelas, yang mengandung 500 mL atau lebih fase

gerak. Sonikasi (penghilangan gas) biasanya dilakukan terlebih dahulu pada fase

gerak untuk menghilangkan gas yang mungkin terdapat didalamnya.Adanya gas

dapat menyebabkan flow rate yang tidak reprodusibel serta dapat mengganggu

(37)

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat

bercampur dimana secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi.

Fase gerak yang sering digunakan adalah campuran metanol dan

asetonitril dengan air atau dengan larutan buffer. Untuk analit yang bersifat asam

atau basa lemah, peranan pH sangat penting karena jika pH fase gerak tidak diatur

maka analit akan mengalami ionisasi sehingga ikatan dengan fase diam akan

menjadi lemah jika dibandingkan dengan bentuk tidak terionisasi, spesies yang

terionisasi akan terelusi lebih cepat (Rohman dan Gandjar, 2007).

Pelarut yang digunakan dalam analisis menggunakan KCKT detektor UV

hendaknya memiliki UVcut-off yang jauh dari panjang gelombang serapan analit.

Hal ini karena pada panjang gelombang tersebut kepekaan detector UV sangat

lemah (Mulja dan Suharman, 1995).Karakteristik beberapa pelarut yang sering

digunakan pada analisis menggunakan KCKT disajikan pada tabel 1.

(38)

b.Pompa, dalam alat KCKT syarat pompa yang baik bagi pelarut fase

gerak, yakni: pompa harus inert terhadap fase gerak. Pompa yang digunakan

sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 350 sampai 500 bar dan mampu

mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir yang biasa digunakan yaitu 0.1-10

mL/min (Meyer, 2004 ).

c.Tempat penyuntikan sampel, sampel berupa cairan atau larutan

disuntikkan secara lansung ke tempat penyuntikan maka sampel akan dibawa fase

gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom (Gandjar dan Rohman,

2007).

d.Kolom, kolom merupakan bagian KCKT yang terdapat fase diam di

dalamnya. Oktadesilsilan (C18) dan oktil silika (C8) merupakan fase diam yang

paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan

kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih

pendek lagi lebih sesuai untuk pelarut yang bersifat polar (Meyer, 2004).

e.Detektor, persyaratan detektor KCKT adalah sensitivitas yang tinggi,

rentang senstivitas (108 – 1015 analit/detik), kestabilan dan reprodusibilitas yang

baik memberikan respon yang linier terhadap konsentrasi analit, dapat bekerja

dari temperatur kamar sampai 400oC, tidak dipengaruhi oleh perubahan

temperatur dan kecepatan dari fase gerak, mudah didapat dan mudah

dioperasikan, selektif terhadap berbagai macam analit di dalam fase gerak, tidak

merusak sampel, dapat menghilangkan zone broadening dengan adanya pengaruh

(39)

2. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif

a. analisis kualitatif, merupakan identifikasi terhadap analit yang terdapat

dalam ekstrak sampel. Analisis kualitatif KCKT umumnya menggunakan

komponen yaitu: waktu retensi.Waktu retensi analit diukur ketika kondisi dari

KCKT konstan, selanjutnya dibandingkan dengan waktu retensi baku, analit harus

memiliki variasi dengan waktu retensi baku yaitu (± 0,02-0,05 menit) (Snyder,

2010).

b. analisis kuantitatif, merupakan identifikasi terhadap jumlah kadar

analit dalam sampel atau ekstrak. Untuk KCKT kuantifikasi dapat dilakukan

dengan mengukur tinggi puncak atau dengan luas puncak.Tinggi puncak diukur

sebagai jarak dari garis dasar ke puncak maksimum.Sedangkan luas puncak

diukur sebagai hasil kali tinggi puncak dan lebar pada setengah tinggi (W1/2)

(Gandjar dan Rohman, 2007).

Kalibrasi menggunakan standar internal, senyawa baku dengan variasi

konsentrasi ditambahakan dengan jumlah baku standar internal yang konstan,

hasil ratio luas area peak kromatogram antara senyawa baku dan standar internal

digunakan sebagai kurva baku untuk pengukuran terhadap jumlah kadar analit

(Snyder, 2010).

H. Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis merupakan suatu proses untuk menilai suatu

(40)

Penilaian tersebut dapat dilihat dengan menggunakan parameter-parameter

tertentu yang berdasarkan percobaan di laboratorium (Harmita, 2004).

Validasi metode dilakukan berdasarkan tipe prosedur yang dianalisis.

Tipe prosedur yang umum dianalisis ada tiga macam, yaitu :

a) Kategori I : metode analitik untuk penentuan bahan baku obat atau bahan

aktif pada hasil akhir farmasetika.

b) Kategori II : metode analitik untuk penentuan campuran dalam bahan baku

atau komponen sisa pada produk akhir farmasetika.

c) Kategori III : metode analitik untuk penentuan performa karakteristik obat

(disolusi, pelepasan obat) (Harmita, 2004).

1. Akurasi

Akurasi merupakan suatu prosedur analisis untuk melihat ketelitian

metode analisis atau kesesuaian antara nilai yang diperoleh dari hasil analisis dan

nilai sebenarnya (Ermer dan Miller, 2005).

Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali. Akurasi dapat

ditentukan dengan dua cara, yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) dan

metode penambahan baku (standard addition method). Metode penambahan baku

dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah baku standar ke dalam sampel.

Sebelumnya sampel telah dianalisis terlebih dahulu. Selisih kedua hasil yang

didapat dibandingkan dengan kadar sebenarnya baku standar yang ditambahkan

(Harmita, 2004).

Tabel tentang acuan nilai recovery untuk penetapan akurasi dapat dilihat

(41)

Tabel II. Nilai recovery yang diperbolehkan untuk setiap kadar analit (Gonzalez dan Herrador, 2007).

2. Presisi

Presisi merupakan prosedur analisis untuk melihat derajad kesesuaian

hasil uji individual beberapa penginjeksian suatu seri standard. Presisi diukur

sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif. Presisi dapat dilakukan pada

tiga tingkatan yang berbeda, yaitu keterulangan (repeatability), presisi antara

(intermediate precision), dan ketertiruan (reproducibility) (Gandjar dan Rohman,

2010).

Presisi terdiri dari dua komponen, yaitu keterulangan dan presisi antara

(intermediate precision).Keterulangan merupakan variasi yang dilakukan oleh

satu analis pada satu instrument. Keterulangan tidak dilakukan pada variasi

instrument atau sistem. Keterulangan dilakukan dengan cara menganalisis

beberapa replikasi sampel dengan menggunakan metode analisis. Kemudian

dihitung simpangan baku relatifnya (koefisien variasi) (Snyder, dkk., 2010).

Intermediate precision merupakan variasi yang terjadi pada saat di

(42)

berbeda.Sebelumnya hal ini dikenal dengan ketangguhan (ruggednes) (Bliesner,

2006).

Kriteria penerimaan diberikan jika metode analisis memberikan

simpangan baku relatif atau koefisien variasi sebesar 2% atau kurang. Akan tetapi

kriteria ini dapat berubah sesuai dengan konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah

sampel, dan kondisi laboratorium (Harmita, 2004). Kiteria penerimaan presisi

dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel III. Kriteria penerimaan presisi untuk setiap kadar analit (Gonzalez dan Herrador, 2007).

3. Selektifitas atau Spesifisitas

Selektivitas atau spesifisitas menggambarkan kemampuan suatu metode

analisis untuk mengukur analit yang diinginkan secara tepat dan spesifik pada

matriks sampel. Pada matriks sampel ada kemungkinan terdapat

komponen-komponen lainnya. Komponen-komponen-komponen lain yang mungkin terdapat di dalam

matriks sampel, yaitu pengotor, degradants, dan lain lain (Ermer dan Miller,

2005).

Spesifisitas suatu metode analisis dapat diketahui dengan cara melihat

(43)

satu cara untuk mengetahui spesifisitas metode analisis. Nilai resolusi yang

dianjurkan harus mendekati atau lebih dari 1,5 (Snyder, dkk., 2010).

4. Liniearitas

Linearitas menggambarkan kemampuan suatu metode analisis untuk

mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional konsentrasi kurva baku

dengan analit di dalam sampel. Pengukuran linearitas dapat dilakukan langsung

pada analit atau dapat dilakukan pada sampel yang telah ditambah baku standar.

Linearitas dapat dilihat dengan dua cara, yaitu secara evaluasi lansung pada garis

persamaaan kurva baku dan secara statistika menggunakan regresi linear (Ermer

dan Miller, 2005).

Pengukuran linearitas dilakukan dengan cara membuat seri baku standar

terlebih dahulu. Seri baku yang dibuat biasanya memiliki rentang antara 50-150%

dari kadar analit di dalam sampel. Suatu metode analisis dikatakan linear apabila

memenuhi persyaratan nilai koefisien korelasi (r) ≥ 0,999. Pembuatan kurva baku

yang akan digunakan untuk perhitungan kadar zat sampel dapat dilakukan dengan

tiga macam teknik standar. Teknik standar tersebut, yaitu standar eksternal,

standar internal, dan standar adisi (Snyder, dkk., 2010).

5. Rentang

Rentang merupakan interval antara batas terendah dan tertinggi analit yang

telah memenuhi persyaratan keakuratan, keseksamaan, dan lineritas (Harmita,

2004). Rentang kerja dari suatu metode analisis didapatkan dari hasil karakteristik

validasi yang didapatkan pada bagian akurasi, presisi, dan lineritas (Ermer dan

(44)

I. Landasan Teori

Rokok merupakan produk yang terbuat dari bahan baku daun tembakau,

dalam tembakau tersebut banyak mengandung berbagai senyawa alkaloid salah

satunya adalah senyawa nikotin. Nikotin merupakan senyawa alkaloid yang

terdapat pada famili Solanaceae, dengan sifat senyawa basa yang terdapat pada

molekul nikotin yaitu pada cincin pirolidin dengan pKa 7,84 dan cincin piridin

dengan pKa 3,04. Kandungan nikotin dalam rokok perlu diteliti untuk penjaminan

mutu kandungan nikotin dan juga memenuhi hak konsumen untuk mendapat

informasi terkait kadar nikotin dalam rokok sesuai dengan peraturan pemerintah

nomor 109 tahun 2012 Pasal 10 Ayat 1.

Metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) fase terbalik yang

telah dioptimasi dapat memisahkan beberapa campuran senyawa pada ekstrak

tembakau, karena adanya perbedaan interaksi antara senyawa-senyawa tersebut

dengan fase diam oktil silica (C8) dan fase gerak metanol : ammonium asetat

10mM +TEA 0,1% (70 : 30). Metode ini harus divalidasi terlebih dahulu sebelum

dilakukan penetapan kadar agar hasil analisis yang didapatkan nantinya dapat

dipertanggungjawabkan, dapat dipercaya, dan dapat diterima berdasarkan

parameter-parameter validasi yang digunakan. Parameter-paramater yang

divalidasi yaitu Parameter-paramater validasi yang digunakan, meliputi

selektivitas yang ditentukan dengan resolusi, linearitas yang ditentukan dengan

koefisien korelasi (r), akurasi yang ditentukan dengan persen perolehan kembali

(45)

ditentukan dari kadar terendah sampai tertinggi sampel yang memenuhi parameter

linearitas, akurasi, dan presisi.

Penetapan kadar nikotin dalam sampel rokok “MEREK X” dilakukan

dengan membandingkan nilai AUC (Area Under Curve) antara sampel ekstrak

tembakau yang telah ditambahkan dengan standar internal asetanilida dengan

AUC standar baku nikotin yang juga telah ditambahkan dengan standar internal

asetanilida. Dengan menggunakan persamaan kurva baku nikotin dan asetanilida,

y = bx + a, dimana y adalah AUC dan x adalah kadar nikotin., maka AUC sampel

dimasukkan dalam persamaan, kemudian kadar dari sampel nikotin dalam ekstrak

tembakau rokok “MEREK X” dapat diketahui.

J. Hipotesis

a. Metode KCKT fase terbalik yang menggunakan fase diam oktil silika

(C8) dan fase gerak metanol:ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1% (70:30)

dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak

tembakau rokok “MEREK X” memenuhi parameter-parameter validasi, meliputi

selektivitas yang ditentukan dengan resolusi, linearitas yang ditentukan dengan

koefisien korelasi (r), akurasi yang ditentukan dengan persen perolehan kembali

(recovery), presisi yang ditentukan dengan koefisien variasi, dan rentang yang

ditentukan dari kadar terendah sampai tertinggi sampel yang memenuhi parameter

linearitas, akurasi, dan presisi.

b. Ekstrak tembakau rokok “MEREK X” mengandung senyawa analit

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental, karena tidak

dilakukan perlakuan atau manipulasi pada subjek uji yang digunakan dan

merupakan rancangan deskriptif karena hanya menggambarkan data yang

diperoleh.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas pada penelitian ini adalah sistem kromatografi cair kinerja

tinggi dengan fase diam oktil silika (C8) dan fase gerak methanol:ammonium

asetat 10 mM + TEA 0,1% (70:30) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit dan

ekstrak tembakau rokok “Merek X”.

2. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah parameter validasi yaitu

selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan rentang serta kadar nikotin yang

terdapat pada ekstrak tembakau rokok “Merek X”.

3. Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini adalah

a. Kemurnian pelarut, sehingga digunakan pelarut pro analysis, yang

memiliki kemurnian tinggi.

b. Larutan baku nikotin yang bersifat mudah teroksidasi oleh udara dan

cahaya, diatasi dengan menggunakan aluminium foil untuk menutupi

(47)

C. Definisi Operasional

1. Sistem kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan kolom fase diam oktilsilika (C8) dan komposisi

fase gerak metanol : ammonium asetat 10mM + TEA 0,1% (70 : 30).

2. Ekstrak tembakau rokok “Merek X”.

3. Validasi metode yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pengukuran

terhadap parameter-parameter validasi yaitu selektivitas, linearitas, akurasi,

presisi, dan rentang.

4. Kadar nikotin dalam 1 gram ekstrak dinyatakan dalam satuan %b/b ± SD.

D. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan memiliki kualitas pro analysis kecuali

dinyatakan lain yaitu baku nikotin (E. Merck), asetanilida (E. Merck), ammonium

asetat (E. Merck), Metanol (E.Merck), kalium hidroksida (E. Merck) memiliki

kualitas teknis, kloroform (E.Merck) memiliki kualitas teknis, Etanol (E. Merck)

memiliki kualitas teknis, aquadest dan aquabidest. Sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah ekstrak tembakau rokok “Merek X”

E. Alat Penelitian

Alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis (merek optima

SP-300 Plus), seperangkat alat KCKT fase terbalik terdiri: pompa (merek Shimadzu

LC-10 AD No. C20293309457 J2) dengan sistem elusi gradien dan isokratik,

(48)

C8merek Shimadzu (spesifikasi ukuran diameter internal 4,6mm x 25 cm, ukuran

diameter partikel 5µm fully encapped residual silanol), seperangkat alat computer

(merek Dell Vostro 220), printer (merek HP D2566), alat ultrasonikator (Retsch

tipe T640 no 935922013), organic and anorganic solvent membrane filter

(Whatman) ukuran pori 0,45 m dengan diameter 47mm, alat sentrifugasi, alat

vortex, neraca analitik merek Ohaus, milipore, mikropipet, indicator PH, pompa

vakum dan seperangkat alat gelas.

F. Tata Cara Penelitian

1. Pembuatan Campuran Fase Gerak

a. Pembuatan Ammonium Asetat 10 mM dan TEA 0,1%

1. Pembuatan larutan ammonium asetat 10 mM. Menimbang seksama

kurang lebih 0,7708 g ammonium asetat (BM = 77,08), dilarutkan dengan

aquabidest pada labu takar 1000 mL hingga batas tanda. Didapatkan larutan

ammonium asetat 10 mM.

2. Pembuatan TEA 0,1% v/v.Mengambil sebanyak 1 mL trietilamin,

ditambahkan ke dalam larutan ammonium asetat, dilarutkan dengan aquabidest

pada labu takar 1000 mL hingga batas tanda. Didapatkan larutan ammonium

asetat 10 mM + TEA 0,1%.

b. Pembuatan Fase Gerak

Fase gerak yang digunakan yaitu campuran metanol : ammonium asetat

10mM + TEA 0,1% (70 : 30). Masing-masing larutan disaring menggunakan

(49)

larutan tea dan ammonium asetat, dibantu dengan pompa vakum dan

diawaudarakan selama 15 menit.Pencampuran fase gerak dilakukan secara manual

didalam wadah fase gerak.

2. Pembuatan Larutan Baku Standar Internal Asetanilida

a. Pembuatan larutan stok asetanilida. Menimbang seksama kurang

lebih 0,5 gram asetanilida, laruttkan dengan metanol dalam labu takar 10,0 mL

hingga tanda. Didapatkan larutan stok asetanilida 0,05 g/mL (50 mg/mL).

b. Pembuatan larutan intermediet asetanilida. Larutan asetanilida 2,5

mg/mL dibuat dengan cara mengambil 0,5 mL larutan stok asetanilida 50 mg/mL

ke dalam labu takar 10,0 mL, encerkan hingga tanda dengan metanol.

c. Pembuatan larutan intermediet kerja asetanilida. Larutan intermediet

kerja asetanilida 0,1 mg/mL dibuat dengan cara mengambil 0,2 mL larutan

intermediet asetanilida 2,5 mg/mL ke dalam labu takar 5,0 mL, encerkan hingga

tanda dengan methanol.

3. Pembuatan Larutan Baku Nikotin

a. Pembuatan larutan stok baku nikotin. Larutan stok dibuat dengan

cara mengambil 497 µL baku nikotin dan dimasukkan ke dalam labu takar 5,0

mL. Larutan diencerkan dengan metanol hingga tanda. Didapatkan larutan stok

(50)

b. Pembuatan larutan intermediet baku nikotin. Larutan intermediet

nikotin 10 mg/mL dibuat dengan cara mengambil 0,5 mL larutan stok nikotin 100

mg/mL ke dalam labu takar 5,0 mL, encerkan hingga tanda dengan metanol.

c. Pembuatan larutan intermediet kerja baku nikotin. Larutan

intermediet kerja nikotin 0,2 mg/mL dibuat dengan cara mengambil 0,2 mL

larutan intermediet asetanilida 10 mg/mL ke dala labu takar 10,0 mL, encerkan

hingga tanda dengan metanol.

d. Pembuatan seri larutan baku nikotin. Dibuat seri larutan baku dengan

konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 µg/mL dengan cara mengambil sebanyak 500,

600, 700, 800 dan 900 µL dari larutan intermediet kerja nikotin, dimasukkan ke

dalam labu takar 5,0 mL.

e. Pembuatan seri larutan baku nikotin dengan penambahan standar

internal asetanilida. Standar internal asetanilida 20 µg/mL dibuat dengan cara

mengambil sebanyak 500 µL dari larutan intermediet kerja asetanilida,

dimasukkan ke dalam labu takar 5,0 mL yang sebelumnya telah diisi dengan seri

larutan baku nikotin, encerkan hingga tanda dengan metanol.

4. Penetapan Panjang Gelombang Pengamatan

a. Penentuan panjang gelombang maksimum pengamatan nikotin.

Dilakukan screening larutan baku nikotin 20 µg/mL, 30 µg/mL, dan 40 µg/mL

pada daerah panjang gelombang 225-300 nm, menggunakan spektrofotometer

UV-Vis. Panjang gelombang maksimum pengamatan ditentukan berdasarkan

(51)

b. Penentuan panjang gelombang maksimum pengamatan asetanilida.

Dilakukan screening larutan baku asetanilida 1 µg/mL, 5 µg/mL, dan 10 µg/mL

pada panjang gelombang 225-300 nm, menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

Panjang gelombang maksimum pengamatan ditentukan berdasarkan spektra

dengan serapan yang maksimal.

5. Pembuatan Kurva Baku Nikotin dengan Standar Internal Asetanilida

Pembuatan seri larutan baku nikotin dengan konsentrasi 20, 40, 60, 80,

dan 100 µg/mL, masing-masing larutan ditambahkan standar internal asetanilida

20 µg/mL, kemudian disaring dengan menggunakan milipore, lalu diawaudarakan

selama 15 menit. Selanjutnya masing-masing campuran larutan baku diinjeksikan

pada system kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik dengan fase

diam oktil silica (C8) dan fase gerak metanol : ammonium asetat 10mM + TEA

0,1% (70:30), dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit. Dari hasil luas area masing

baku campuran baku, selnajutnya dibandingkan kemudian diplotkan terhadap

konsentrasi nikotin untuk memperoleh regresi linier dengan persamaan y = bx + a

6. Penyiapan Sampel

a. Pembuatan larutan KOH 10 M. Menimbang seksama lebih kurang

56,11 g (BM = 56,11), masukkan ke dalam labu takar 100,0 mL, kemudian

larutkan dengan aquades hingga tanda.

b. Pembuatan larutan KOH 0,1 M. Mengambil 2,0 mL KOH 10 M,

masukkan ke dalam labu takar 200,0 mL, kemudian encerkan dengan aquades

(52)

c. Pemilihan dan Pengambilan Sampel. Sampel yang dipilih adalah

rokok dengan “Merek X” yang diambil dari toko penjualan rokok “MEREK X”

Kabupaten Sleman, Yogyakarta dengan nomor batch sama. Selanjutnya dari 90

bungkus rokok diambil masing-masing 1 batang rokok lalu dipreparasi.

d. Preparasi sampel rokok. Diambil 90 batang rokok “MEREK X”

yang telah dibeli, dipotong tegak lurus bagian batang rokok. Bagian batang rokok

yang mengandung serbuk tembakau dan cengkeh dikeluarkan. Serbuk diaduk

kemudian diblender. Campuran serbuk hasil blender yang dihasilkan kemudian

diayak dengan ayakan nomor mesh 16, didapatkan campuran serbuk halus

tembakau yang lolos dari ayakan. Campuran serbuk halus tembakau ini siap untuk

diekstraksi lebih lanjut.

7. Pembuatan Ekstrak Tembakau Rokok “MEREK X”

a. Optimasi lama waktu ekstraksi. Serbuk rokok “MEREK X” yang

telah diayak ditimbang sebanyak 200 mg. Selanjutnya dimasukan ke dalam beker

gelas, ditambahkan etanol teknis sebanyak 20 mL, dan asetanilida 10mg/mL

sebanyak 20 µL. Selanjutnya beker gelas dipanaskan di atas waterbath selama

waktu optimasi yaitu : 10 menit, 20 menit, 30 menit, dan 40 menit dengan suhu ±

70oC. Setelah proses pemanasan, diambil sebanyak 5 mL ekstrak tembakau rokok

“MEREK X” untuk diuapkan. Lalu setelah proses penguapan selesai,

ditambahkan sejumlah 1 mL aquades, 3 mL kloroform dan 1 mL larutan KOH 0,1

M dalam ekstrak kental tembakau rokok “MEREK X”. Selanjutnya dimasukkan

(53)

selama 24 menit. Tahap selanjutnya diambil bagian fase kloroform, dan dilakukan

pengulangan dengan penambahan 3 mL kloroform lagi ke dalam ekstrak rokok

“MEREK X” yang telah diambil fase kloroformnya, dan di vortex selama 30 detik

dan disentrifugasi selama 24 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Selanjutnya

diambil bagian kloroformnya. Bagian kloroform yang telah terkumpul dalam vial,

selanjutnya diuapkan hingga kering, sampai didapatkan ekstrak kental rokok.

ditambahkan 5,0 mL fase gerak, diawaudarakan selama lebih kurang 5 menit.

Diambil 1,0 mL larutan yang telah diawaudarakan, disaring dengan milipore dan

dimasukkan ke dalam vial KCKT, vial KCKT diawaudarakan selama lebih kurang

2 menit. Larutan siap diinjeksikan. Masing-masing waktu optimasi dilakukan 3

kali replikasi.

yang telah disaring dengan milipore dan diawaudarakan selama 15 menit

diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik dengan fase diam oktil silika (C8)

dan fase gerak metanol:ammonium asetat 10 mM + TEA 0,1% (70:30) dengan

kecepatan alir 1,0 mL/menit. Dilakukan repetisi tiga kali. Resolusi dihitung

dengan memasukkan selisih waktu retensi dan lebar setengah tinggi peak nikotin

(54)

b. Pembuatan kurva baku dan penentuan linearitas. Dibuat seri larutan

baku nikotin dengan konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 µg/mL sebanyak 1 mL,

masing-masing larutan ditambahkan standar internal asetanilida 20 µg/mL

sebanyak 100 µL, kemudian disaring dengan menggunakan milipore kemudian

diawaudarakan selama 15 menit. Sebanyak 20 µL dari masing-masing larutan

diinjeksikan pada sistem kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik dengan fase

diam oktil silika (C8) dan fase gerak metanol:ammonium asetat 10 mM + TEA

0,1% (70:30) dengan kecepatan alir 1,0 mL/menit. Dari kromatogram akan

diperoleh luas area nikotin dan luas area asetanilida untuk masing-masing

konsentrasi. Luas area ini kemudian dibandingkan sehingga didapatkan

perbandingan luas area nikotin terhadap asetanilida. Perbandingan kedua luas area

ini kemudian diplotkan terhadap konsentrasi nikotin untuk memperoleh regresi

linear dengan persamaan y = bx + a dan nilai koefisien korelasi (r) yang akan

digunakan untuk menentukan parameter validasi linearitas

c. Penentuan persen kembali (recovery) dan penentuan koefisen variasi

adisi baku nikotin dalam sampel (presisi). Dibuat dua macam larutan yaitu larutan

sampel dan larutan sampel yang ditambahkan baku nikotin (adisi). Larutan sampel

dibuat dengan tiga tingkatan berdasarkan penimbangan sampel rokok. Larutan

sampel pertama untuk level rendah dibuat dengan cara menimbang sampel

sebanyak 125 mg, kemudian dilakukan ekstraksi sampel. Larutan sampel kedua

untuk level sedang dibuat dengan cara menimbang sampel sebanyak 150 mg,

kemudian dilakukan ekstraksi sampel.Larutan sampel ketiga untuk level tinggi

(55)

untuk diinjeksikan ke dalam sistem KCKT dengan cara mengambil 1,0 mL

ekstrak sampel, disaring dengan milipore dan dimasukkan ke dalam vial KCKT,

vial KCKT diawaudarakan selama lebih kurang 2 menit.Sampel siap

diinjeksikan.Dilakukan replikasi sebanyak tiga kali untuk tiap level. Larutan

sampel yang ditambahkan baku nikotin (adisi) dibuat dengan cara menambahkan

baku nikotin pada vial KCKT untuk setiap level, untuk level rendah ditambahkan

2,5 µg/mL, untuk level sedang ditambahkan 5 µg/mL, dan untuk level tinggi

ditambahkan 10 µg/mL, 20 µg/mL, dan 50µg/mL. Setiap level perlakuan

dilakukan replikasi tiga kali. Kadar baku nikotin yang ditambahkan dalam sampel

merupakan selisih nilai kadar sampel adisi dan kadar sampel. Kemudian dihitung

persen perolehan kembali (recovery), Standard Deviation (SD), dan koefisien

variasi (KV).

9. Penetapan Kadar Nikotin Dalam Sampel Rokok “MEREK X”

Sampel yang telah dipreparasi, diinjeksikan sebanyak 20 µL ke dalam

system KCKT yang telah dioptimasi sehingga didaptkan kromatogram sampel dan

dibaca AUC dari masing-masing replikasi. Masukkan hasil AUC ke persamaan

regresi linier baku nikotin dengan standar internal asetanilida dari hasil validasi

(56)

G. Analisis Hasil

1. Selektivitas

Selektivitas ditentukan dengan menghitung resolusi dari kromatogram

yang dihasilkan oleh ekstraksi sampel rokok. Menurut Synder dkk. (2010), syarat

resolusi yang baik yaitu dimana senyawa analit terpisah dari senyawa-senyawa

yang lain adalah ≥ 1,5.

Resolusi dihitung dengan rumus :

(1)

Dimana : Rs = resolusi

t2 = waktu retensi puncak kedua t1 = waktu retensi puncak pertama

0,5W(1) = lebar setengah tinggi puncak pertama 0,5W(2) = lebar setengah tinggi puncak kedua

2. Linearitas dan Rentang

Linearitas ditentukan dengan nilai koefisien korelasi (r), yang diperoleh

dari AUC baku nikotin yang diplotkan terhadap konsentrasi baku. Nilai r yang

dipersyaratkan adalah ≥ 0,999 (Snyder, dkk, 1997). Sedangkan rentang diperoleh

dari kadar terendah hingga tertinggi sampel yang memberikan akurasi, presisi, dan

linearitas yang baik.

3. Akurasi

Menurut Harmita (2004), akurasi ditentukan dengan persen perolehan

kembali (recovery), yang dapat dihitung dengan rumus :

Gambar

Gambar 19. Kromatogram sampel rokok “Merek X” dan baku nikotin…….
Gambar 1. Struktur kimia nikotin (Clarke, 1969 ).
Gambar 2. Diagram tingkat energi elektronik (Gandjar dan Rohman, 2007).
Gambar 3. Pengaruh pelarut polar pada transisi π       π* (Gandjar dan Rohman, 2007).
+7

Referensi

Dokumen terkait

PC / Komputer yang berada pada setiap kantor / fungsi yang ada pada Satbrimob Polda Jatim sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan user dalam pemakaian maupun penerapannya,

[r]

Kelainan-Kelainan Dalam Cara Menulis Braille Siswa Tunanetradi Slb Muhammadiyah Karangpawitan Garut.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

3 Tarif angkutan mobil penumpang umum atau mobil barang umum ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah dan berlaku setelah mendapat pengesahan dari Gebernur Kepala

the scanned surfaces. Segmentation eliminates the task of point by point classification which reduces the overall time required for detection. Most of existing

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim

Orang tua terkasih, Mama Roosdiana Siahaan yang telah banyak memberi kasih sayang, dukungan baik moril maupun materil, nasehat, dan doa sehingga perkuliahan Penulis di Fakultas

[r]