• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS PADA WANITA USIA SUBUR DI INDONESIA (ANALISIS DATA SDKI TAHUN 2007)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS PADA WANITA USIA SUBUR DI INDONESIA (ANALISIS DATA SDKI TAHUN 2007)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

“FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS PADA WANITA USIA SUBUR

DI INDONESIA”

(ANALISIS DATA SDKI TAHUN 2007)

Erna Widyastuti, Artha Prabawa

Program Studi S-1 Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat

ABSTRACT

This research had analyze the SDKI 2007 data to know the factors related to HIV/AIDS knowledge at the Indonesia young woman. The independent variable is Indonesia young woman (by age, marital status, education, life place, economic status) and the information access. The result show there is correlation between HIV/AIDS knowledge and the characteristic Indonesia young woman and the information accessibility to media information. Indonesia young woman at the age 20 – 35 years that live at the urban area, married, high education, and good access to media information have good knowledge about HIV/AIDS.

The high score that give contribution to HIV/AIDS knowledge at the Indonesia young women is the education status (OR : 13.9, 95%; CI : 10.4-18.6). More higher young woman education make their knowledge more better about HIV/AIDS. The ratio status education in the higher education 13.9 time than the lower education.

Base in this result the health adviser can focus give more access information about HIV/AIDS to Indonesia young women at suburban, lower education and lower economic status.

(2)

ABSTRAK

HIV/AIDS di Indonesia semakin menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, dan telah mengalami perubahan dari epidemik rendah menjadi epidemik terkonsentrasi. Salah satu program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS adalah dengan upaya promotif berupa penyuluhan baik secara individu maupun secara kelompok untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat. Pengetahuan tentang HIV/AIDS perlu diberikan pada masyarakat dengan memperhatikan dan menyesuaikan dengan karakteristik masyarakat. Penelitian ini adalah analisis data SDKI tahun 2007 tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan tentang HIV/AIDS pada wanita usia subur di Indonesia. Variabel independen adalah karakteristik wanita usia subur (umur, status perkawinan, pendidikan, tipe daerah tempat tinggal, status ekonomi) dan keterpajanan terhadap media massa. Hasil analisis menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan karakteristik wanita usia subur dan keterpajanan terhadap media massa. Wanita usia subur dengan umur 20 – 35 tahun, yang tinggal diperkotaan dan berstatus kawin, memiliki tingkat pendidikan tinggi, dan tingkat status ekonomi teratas serta terpajan terhadap media massa, memiliki pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS. Variabel yang paling berpengaruh terhadap pengetahuan tentang HIV/AIDS adalah variabel pendidikan tinggi (OR : 13.9, 95% CI : 10.4-18.6), semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka berpeluang memiliki pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS 13.9 kali dibandingkan responden dengan tingkat pendidikan rendah. Berdasarkan hasil analisis, maka disarankan agar para kader/petugas kesehatan, perlu melakukan intervensi yang terus menerus pada kelompok masyarakat desa, dengan tingkat pendidikan rendah dan status ekonomi rendah melalui seringnya mengadakan penyuluhan tentang HIV/AIDS dengan cara penyampaian yang lugas dan mudah dipahami.

(3)

PENDAHULUAN

HIV/AIDS di Indonesia semakin menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, dan telah mengalami perubahan dari epidemik rendah menjadi epidemik terkonsentrasi. Indonesia merupakan salah satu negara yang peningkatan epideminya tercepat di Asia. Walaupun secara umum prevalensi HIV pada dewasa masih rendah, namun pada kelompok tertentu seperti pengguna obat dan pekerja seks cukup tinggi. Di Papua prevalensi di masyarakat lebih dari 20 kali lipat dibanding angka nasional. Survei terakhir di Papua melaporkan lebih dari 2 persen masyarakat terinfeksi virus HIV. Epidemi HIV/AIDS di Indonesia menyebar dengan cepat hampir di seluruh provinsi (Uni Eropa, dkk, 2006 dalam SDKI 2007).

HIV/AIDS adalah salah satu indikator keberhasilan Millennium Development Goals (MDGs) yang harus dicapai oleh Indonesia, yaitu mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS pada tahun 2015 serta mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV/AIDS bagi semua yang membutuhkan sampai dengan tahun 2010.

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyebabkan melemahnya sistem kekebalan tubuh seseorang, membuatnya lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sulit sembuh dari berbagai penyakit infeksi oportunistik dan bisa menyebabkan kematian. Cara penularan utama virus HIV di Indonesia adalah melalui penggunaan jarum suntik pada Penasun (Pengguna Narkoba Suntik), melalui hubungan heteroseks, penularan dari ibu ke bayi selama periode kehamilan, kelahiran dan menyusui. Cara penularan lainnya adalah melalui darah yang terinfeksi (transfusi darah tidak aman) dan praktek tato.

Angka yang dirilis oleh Ditjen PP & PL Depkes (dalam Profil Kesehatan Indonesia 2007, tahun 2008), menyebutkan bahwa hingga Desember 2007, pengidap HIV positif berjumlah 6.066 orang dengan penderita AIDS sebanyak 11.141 orang. Selama 1 dasawarsa terakhir (1997-2007) peningkatan AIDS terjadi lebih dari 40 kali.

Data yang diperoleh dalam SDKI 2007 memberikan kemungkinan untuk menilai sejumlah faktor yang berkaitan dengan HIV/AIDS, dengan menyajikan data tingkat pengetahuan (umum dan khusus) tentang masalah yang berkaitan dengan AIDS, seperti pernah mendengar tentang HIV/AIDS, sumber informasi tentang HIV/AIDS, dan cara pencegahan HIV/AIDS. Menurut hasil survei, 61 persen wanita pernah kawin dan 71 persen pria kawin mengatakan bahwa mereka pernah mendengar tentang AIDS. Wanita

(4)

dan pria yang tinggal di area perkotaan lebih pernah mendengar tentang AIDS dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah pedesaan.

Dalam penelitian Tri Juni, dkk menyebutkan penyebaran HIV/AIDS bukan semata-mata masalah kesehatan tetapi mempunyai implikasi ekonomi, sosial, etis, agama, dan hukum bahkan dampak secara nyata cepat atau lambat menyentuh hampir semua aspek kehidupan manusia. Salah satu upaya dalam program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS adalah dengan upaya promotif berupa penyuluhan baik secara individu maupun kolektif. Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat. Pengetahuan tentang HIV/AIDS perlu diberikan pada masyarakat dengan memperhatikan dan menyesuaikan karakteristik masyarakat. Faktor karakteristik yang berpengaruh dalam penerimaan pengetahuan ini seperti umur, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal di mana masyarakat tersebut berada, dan tingkat sosial ekonomi.

Salah satu cara untuk mencegah semakin meningkatnya penyebaran HIV/AIDS adalah dengan meningkatkan pengetahuan wanita usia subur tentang HIV/AIDS, maka peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan pengetahuan tentang HIV/AIDS pada wanita usia subur di Indonesia berdasarkan analisis data SDKI tahun 2007.

Tujuan penelitian ini adalah : diketahuinya faktor-faktor yang berkaitan dengan pengetahuan tentang HIV/AIDS pada wanita usia subur di Indonesia berdasarkan data SDKI tahun 2007.

TINJAUAN TEORITIS

HIV merupakan singkatan dari ’human immunodeficiency virus’. HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages–komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.

AIDS adalah singkatan dari ‘acquired immunodeficiency syndrome’ dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah ditahbiskan sebagai penyebab AIDS. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS (KPAN dalam Dasar HIV/AIDS).

(5)

Penyakit HIV/AIDS telah sejak lama menyita perhatian berbagai kalangan, tidak hanya terkait dengan domain kesehatan saja. Kasus penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh ini, di Indonesia senantiasa meningkat dari tahun ke tahun. Angka yang dirilis oleh Ditjen PP & PL Depkes menyebutkan bahwa hingga Desember 2007, pengidap HIV positif berjumlah 6.066 orang dengan penderita AIDS sebanyak 11.141 orang. Selama 1 dasawarsa terakhir (1997-2007) peningkatan AIDS terjadi lebih dari 40 kali.

Menurut hasil SDKI tahun 2007, 61 persen wanita pernah kawin dan 71 persen pria kawin mengatakan bahwa mereka pernah mendengar tentang AIDS. Pengetahuan tentang tiga cara utama untuk mengurangi penularan HIV/AIDS (tidak melakukan hubungan seksual, tidak berganti pasangan, dan menggunakan kondom) sangat terbatas di Indonesia. Tercatat ada 37 persen wanita dan 43 persen pria yang tidak melakukan hubungan seksual, 42 persen wanita dan 52 persen pria yang tidak berganti pasangan, serta 36 persen wanita dan 49 persen laki-laki yang menggunakan kondom.

Pengetahuanmerupakan hasil dari proses mencari tahu, dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat. Dalam proses mencari tahu ini mencakup berbagai metode dan konsep-konsep, baik melalui proses pendidikan maupun melalui pengalaman. (Navel Oktaviandy dalam Notoatmodjo, 2005).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Dalam Diri Seseorang adalah : Pendidikan, Informasi/Media Massa, Sosial Budaya dan Ekonomi, Lingkungan, Pengalaman, dan Usia. Sedangkan definisi Wanita Usia Subur (WUS) berdasarkan konsep Departemen kesehatan (2003) adalah wanita dalam usia reproduktif, yaitu usia 15 – 49 tahun baik yang berstatus kawin, janda maupun yang belum nikah.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 yang penulis dapatkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) di Jakarta, dengan desain penelitian potong lintang (cross sectional). Mengingat penelitian ini menggunakan data sekunder, maka peneliti tidak dapat mengontrol kualitas data yaitu cara pengumpulan dan pengukuran data secara langsung. Pengukuran variabel penelitian disesuaikan dengan data yang tersedia pada hasil Survei Dasar Kesehatan Indonesia 2007.

(6)

Variabel dependen adalah pengetahuan tentang HIV/AIDS dan variabel independennya adalah karakteristik penduduk (umur, status perkawinan, tipe daerah tempat tinggal, pendidikan, dan status ekonomi) serta keterpajanan terhadap media massa.

Waktu pelaksanaan bulan Juni - Desember 2007, dengan lokasi penelitian adalah seluruh propinsi (33 propinsi) di Indonesia. Populasi Penelitian adalah seluruh wanita usia subur di Indonesia. Sampel Penelitian adalah seluruh responden wanita usia subur (15-49th) yang menjadi sampel SDKI 2007 sejumlah 32.895 wanita. Analisis data yang dilakukan meliputi analisis univariat, bivariat, dan multivariat.

HASIL PENELITIAN

Dalam penelitian ini, umur responden dibagi menjadi 3 kategori yaitu: wanita usia subur dengan rentang umur 20 – 35 tahun terdapat 52,9%, lebih banyak dibanding responden diatas 35 tahun ada sebanyak 44,5% dan dibawah 20 tahun ada 2,6%, sedangkan yang berstatus kawin ada 94%, lebih banyak dibandingkan yang berstatus cerai hanya 6%.

Sebanyak 58,2% responden wanita usia subur tinggal di pedesaan, sedangkan yang tinggal di perkotaan ada sebanyak 41,8%, dengan tingkat pendidikan responden terbanyak adalah yamg berpendidikan rendah sebesar 54,5%, sedangkan responden dengan tingkat pendidikan menengah sebesar 38,7% dan pendidikan tinggi sebesar 6,8%, dengan tingkat status ekonomi terbesar pada Kuintil 4 (menengah atas) dan Kuintil 3 (menengah) sebanyak 20,4%, dan terendah pada Kuintil 1 (terbawah) dengan 18,9%.

Responden yang menonton televisi lebih banyak yaitu sebesar 92,7% dibandingkan responden yang mendengarkan radio sebesar 63,2% dan membaca surat kabar/majalah sebesar 46,2%. Dari 3 variabel tersebut maka dibuat variabel baru untuk melihat distribusi responden yang terpajan oleh media massa,hasilnya 64,2% responden kurang terpajan oleh media massa, sedangkan yang terpajan oleh media massa ada sebanyak 35,8%.

Pada penelitian ini pengetahuan responden dapat dilihat dari apakah responden pernah mendengar tentang HIV/AIDS, berbagai kemungkinan mengurangi penularan HIV/AIDS dengan menggunakan kondom setiap kali berhubungan seks, membatasi hubungan seks hanya dengan satu pasangan yang tidak terinfeksi dan berpantang hubungan seks (abstinen), serta pengetahuan lain dari 22 pertanyaan yang terkait dengan HIV/AIDS.

(7)

Dari pertanyaan-pertanyaan tentang HIV/AIDS lalu dibuatkan variabel baru dengan nama nilai pengetahuan yang didapat dari menggabungkan seluruh variabel pertanyaan tersebut dibagi jumlah pertanyaan lalu dikali dengan 100. Setelah itu didapat nilai mean/rata-rata nilai pengetahuan sebesar 25,5949. Responden dengan nilai diatas mean dikategorikan memiliki pengetahuan yang baik dan responden dengan nilai dibawah mean memiliki pengetahuan tidak baik.

Tabel 1.

Hubungan Pengetahuan tentang HIV menurut Karakteristik Individu

Variabel

Pengetahuan ttg HIV

Total Sig OR(95% CI)

Tidak Baik n % n % Umur < 20 th 478 56.6 367 43.4 845 20 – 35 th 7134 41.0 10266 59.0 17400 0.000 1.9 (1.5-2.4) > 35 th 8225 56.1 6425 43.9 14650 0.000 1.0 (0.8-1.3) Status Perkawinan Cerai 1169 59.5 795 40.5 1964 Kawin 14668 47.4 16263 52.6 30931 0.000 1.6 (1.4-1.9) Pendidikan Rendah 12577 70.2 5342 29.8 17919 Menengah 3151 24.7 9588 75.3 12739 0.000 7.2 (6.5-7.9) Tinggi 108 4.8 2128 95.2 2236 0.000 46.5 (35.0-61.7) Tipe Daerah Pedesaan 11590 60.5 7560 39.5 19150 Perkotaan 4247 30.9 9498 69.1 13745 0.000 3.4 (3.0-3.9) Status Ekonomi Kuintil 1 4857 78.1 1362 21.9 6219 Kuintil 2 4162 63.0 2444 37.0 6606 0.000 2.1 (1.8-2.4) Kuintil 3 3361 50.1 3349 49.9 6710 0.000 3.554 (3.1-4.1) Kuintil 4 2325 34.6 4387 65.4 6713 0.000 6.7 (5.8-7.8) Kuintil 5 1132 17.0 5515 83.0 6647 0.000 17.4 (14.8-20.4)

(8)

Pada Tabel terlihat hubungan antara pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan karakteristik wanita usia subur di Indonesia. Responden dengan umur 20 – 35 tahun 59% yang berpengetahuan baik sedangkan yang berumur lebih dari 35 tahun ada 43,9% dan yang kurang dari 20 tahun sebesar 43,4% yang berpengetahuan baik tentang HIV/AIDS. Dari nilai OR disimpulkan bahwa responden dengan umur 20 – 35 tahun memiliki 1,9 kali pengetahuan yang baik dibanding responden umur < 20 tahun dan umur > 35 tahun lebih memiliki 1,0 kali pengetahuan baik tentang HIV/AIDS dibanding dengan umur < 20 tahun (p value: 0.000). Dari status perkawinan responden yang kawin memiliki pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS 52,6%. nilai OR 1,6 menunjukkan bahwa responden dengan status kawin memiliki 1,6 kali memiliki pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS (p value: 0.000) dibanding responden dengan status janda/cerai.

Responden dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS 95,2% dibanding yang pendidikan menengah 75,3% dan pendidikan rendah 29,8%. nilai OR menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki 46,5 kali pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS (p-value:0.000) dibanding yang berpendidikan rendah, sedangkan pendidikan menengah memiliki 7,2 kali memiliki pengetahuan yang baik dibanding yang berpendidikan rendah.

Responden yang tinggal di perkotaan memiliki 69,1% pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS, sedangkan yang dipedesaan memiliki 39,5% pengetahuan baik tentang HIV/AIDS. Jika dilihat dari nilai OR maka didapatkan bahwa responden di perkotaan memiliki 3,4 kali memiliki pengetahuan baik tentang HIV/AIDS dibandingkan yang tinggal di pedesaan.

Terlihat juga pada tabel bahwa responden dengan tingkat status ekonomi teratas memiliki 83% pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS dibanding dengan status ekonomi menengah atas 65,4%, status ekonomi menengah 49,9%, serta status ekonomi menengah bawah 37% dan status ekonomi terbawah sebesar 21,9%. Dari nilai OR terlihat bahwa status ekonomi teratas (Kuintil 5) memiliki 17,4 kali peluang memiliki pengetahuan baik tentang HIV/AIDS dibanding status ekonomi terbawah (Kuintil 1) (pvalue: 0.000), dan ekonomi menengah atas (Kuintil 4) memiliki 6,7 kali peluang memiliki pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS dibanding status ekonomi terbawah, sedangkan status ekonomi menengah (Kuintil 3) memiliki 3,6 kali pengetahuan baik tentang HIV/AIDS dibanding dengan status ekonomi terbawah dan status ekonomi menengah bawah (Kuintil 2) memiliki 2,1 kali peluang dengan pengetahuan baik tentang

(9)

HIV/AIDS dibandingkan dengan status ekonomi terbawah ditunjukkan dengan nilai p:0.000.

Tabel 2.

Hubungan Pengetahuan tentang HIV dengan Keterpajanan terhadap Media Massa

Variabel

Pengetahuan ttg HIV

Total Sig OR(95% CI)

Tidak Baik n % n % Keterpajanan thd Media Massa Kurang 12937 61.4 8142 38.6 21079 Baik 2874 24.5 8881 75.5 11756 0.000 4.9 (4.5-5.3)

Sumber : SDKI tahun 2007

Hubungan antara keterpajanan terhadap media massa dengan pengetahuan tentang HIV terlihat bahwa diantara responden yang memiliki pengetahuan yang baik, yang terpajan oleh media massa 75,5%, sedangkan responden yang kurang terpajan sebanyak 38,6%. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan keterpajanan terhadap media massa (p-value: 0.000). Juga diperoleh informasi nilai OR sebesar 4,9 artinya responden yang terpajan oleh media massa dengan baik memililki tingkat pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS sebesar 4,9 kali.

Analisis multivariat pada penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan beberapa variabel independen yang mempengaruhi pengetahuan tentang HIV/AIDS.

Seleksi variabel kandidat model dilakukan dengan analisis bivariat antara variabel independen dengan variabel dependen, seleksi ini menggunakan analisis regresi logistik ganda. Bila hasil bivariat menghasilkan p value <0,25 maka variabel tersebut langsung masuk pemodelan multivariat. Untuk variabel independen yang hasil bivariatnya menghasilkan p value >0,25 dikeluarkan dari model kecuali variabel tersebut penting secara substansi, maka akan tetap diikutkan ke model multivariat (Sutanto, 2007).

(10)

Tabel 3.

Hasil Seleksi Variabel Kandidat Model

Variabel Independen P Value Kandidat

Umur 0,000 Kandidat

Status Perkawinan 0,000 Kandidat

Pendidikan 0,000 Kandidat

Tipe Daerah 0,000 Kandidat

Status Ekonomi 0,000 Kandidat

Keterpajanan terhadap Media Massa

0,000 Kandidat

Sumber : SDKI tahun 2007

Pemodelan • Full Model

Full model merupakan model multivariat yang terdiri dari semua variabel yang lulus seleksi bivariat, variabel tersebut adalah variabel umur, status perkawinan, pendidikan, tipe daerah, status ekonomi, dan keterpajanan terhadap media massa.

Tabel 4.

Full Model Analisis Regresi Logistik

Sumber : SDKI tahun 2007

Selanjutnya dikeluarkan variabel yang signifikan >0,05 satu persatu (backward elimination) dimulai dari signifikan yang terbesar dan dilakukan penilaian perubahan OR terhadap seluruh variabel. Bila ada perubahan OR >10% pada variabel yang tersisa, maka variabel tersebut dianggap sebagai variabel konfounding dan dimasukan kembali ke

Variabel OR 95 % CI P

Umur 20-35th vs Umur < 20th 0.8 0.6 - 1.1 0.000 Umur > 35th vs Umur < 20th 1.4 1.1 - 1.9 0.000 Status Perkawinan 1.3 1.2 - 1.6 0.000 Pendidikan Menengah vs Rendah 3.9 3.5 - 4.3 0.000 Pendidikan Tinggi vs Rendah 13.9 10.4 - 18.6 0.000

Tipe Daerah 1.5 1.3 - 1.7 0.000

Kuintil 2 vs kuintil 1 1.9 1.6 - 2.1 0.000 Kuintil 3 vs kuintil 1 2.5 2.1 - 2.9 0.000 Kuintil 4 vs kuintil 1 3.7 3.1 - 4.4 0.000 Kuintil 5 vs kuintil 1 5.6 4.6 - 6.8 0.000 Keterpajanan terhadap Media

Massa

(11)

dalam model. Namun karena tidak ada variabel yang signifikan > 0.05 maka model tersebut adalah model akhir.

• Uji Interaksi

Uji interaksi tidak dilakukan karena dari variabel yang ada, baik secara substansi maupun literatur dianggap tidak memiliki interaksi. Sehingga model akhir yang dimunculkan adalah model tanpa interaksi.

• Model Akhir

Setelah dilakukan analisis regresi logistik terhadap variabel independen dengan variabel dependen, maka diperoleh model akhir seperti berikut ini :

Tabel 5.

Model Akhir Analisis Regresi Logistik

Variabel OR 95 % CI P

Umur 20-35th vs Umur < 20th 0.8 0.6 - 1.1 0.000 Umur > 35th vs Umur < 20th 1.4 1.1 - 1.9 0.000 Status Perkawinan 1.3 1.2 - 1.6 0.000 Pendidikan Menengah vs Rendah 3.9 3.5 - 4.3 0.000 Pendidikan Tinggi vs Rendah 13.9 10.4 - 18.6 0.000

Tipe Daerah 1.5 1.3 - 1.7 0.000

Kuintil 2 vs kuintil 1 1.9 1.6 - 2.1 0.000 Kuintil 3 vs kuintil 1 2.5 2.1 - 2.9 0.000 Kuintil 4 vs kuintil 1 3.7 3.1 - 4.4 0.000 Kuintil 5 vs kuintil 1 5.6 4.6 - 6.8 0.000 Keterpajanan terhadap Media

Massa

2.3 2.1 - 2.5 0.000

Sumber : SDKI tahun 2007

Responden dengan umur > 35 tahun 1,4 kali memiliki pengetahuan baik tentang HIV/AIDS dibanding responden umur < 20 tahun dan responden umur 20-35 tahun memiliki 0,8 kali pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS.

Responden yang berstatus kawin memiliki peluang 1,3 kali berpengetahuan baik tentang HIV/AIDS dibandingkan responden janda/cerai. (OR:1,3, 95% CI : 1,2 – 1,6).

Responden dengan pendidikan tinggi memiliki 13,9 kali pengetahuan baik tentang HIV/AIDS dibandingkan dengan pendidikan rendah, serta responden dengan tingkat pendidikan menengah memiliki 3,9 kali berpengetahuan baik tentang HIV/AIDS dibandingkan dengan pendidikan rendah.

Responden yang tinggal di daerah perkotaan memiliki 1,5 kali pengetahuan baik tentang HIV/AIDS dibandingkan dengan responden yang tinggal di pedesaan. (OR :1,5, 95% CI : 1,3 – 1,7).

(12)

Untuk status ekonomi responden terlihat bahwa responden dengan status ekonomi teratas memiliki 5,6 kali berpengetahuan baik tentang HIV/AIDS dibanding status ekonomi rendah, responden dengan status ekonomi menengah atas memiliki 3,7 pengetahuan baik tentang HIV/AIDS dibanding status ekonomi rendah, responden dengan status ekonomi menengah memiliki 2,5 kali pengetahuan baik dibanding status ekonomi rendah, serta status ekonomi menengah bawah memiliki 1,9 kali pengetahuan baik tentang HIV/AIDS dibanding responden dengan status ekonomi rendah.

Responden yang terpajan media massa memiliki peluang 2,3 kali berpengetahuan baik tentang HIV/AIDS dibandingkan responden yang tidak terpajan media massa. (OR:2,3, 95% CI : 2,1 – 2,5).

Dari model diatas terlihat variabel yang berpengaruh lebih besar terhadap pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS, yaitu variabel pendidikan tinggi, ditunjukka n dengan nilai OR : 13,9. Responden dengan pendidikan tinggi memiliki 13,9 kali memiliki pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS.

PEMBAHASAN

1. Hubungan Umur dengan Pengetahuan tentang HIV/AIDS

Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa umur responden dengan rentang umur 20 - 35 tahun, ditemukan hubungan yang bermakna antara umur dengan pengetahuan tentang HIV/AIDS. Responden dengan umur 20 – 35 tahun lebih memiliki pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS dibanding dengan kelompok umur diatas 35 tahun dan dibawah 20 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Sarjaini Jamal (2003) yang menyatakan ada hubungan antara umur dengan pengetahuan tentang HIV/AIDS. Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

2. Hubungan Status Perkawinan dengan Pengetahuan tentang HIV/AIDS

Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara status perkawinan seseorang dengan pengetahuan tentang HIV/AIDS. Hal ini sesuai dengan penelitian Sarjaini Jamal (2003) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara wanita yang menikah dengan yang janda terhadap pengetahuan tentang HIV/AIDS, namun berbeda dengan penelitian Tri Juni, dkk (2007) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan pada

(13)

3. Hubungan Pendidikan dengan Pengetahuan tentang HIV/AIDS

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan tentang HIV/AIDS, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini sesuai dengan penelitian Sarjaini Jamal (2003) dan Oktarina, dkk (2007) yang menyatakan responden yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih baik tentang HIV/AIDS. Pendidikan dan pengetahuan yang baik akan mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat terhadap penyakit HIV/AIDS.

4. Hubungan Daerah Tempat Tinggal dengan Pengetahuan tentang HIV/AIDS

Pada penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara daerah tempat tinggal seseorang dengan pengetahuan tentang HIV/AIDS. Masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan memiliki pengetahuan yang lebih baik dibanding yang tinggal di pedesaan. Orang yang tinggal didaerah perkotaan cenderung lebih mudah mengakses pelayanan kesehatan dibanding orang yang tinggal di pedesaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Sarjaini Jamal (2003) dan Oktarina, dkk (2007) yang menyatakan bahwa masyarakat yang tinggal di perkotaan memiliki pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS.

5. Hubungan Status Ekonomi dengan Pengetahuan tentang HIV/AIDS

Berdasarkan status ekonomi seseorang, terlihat bahwa ada hubungan dengan pengetahuan tentang HIV/AIDS. Semakin tinggi tingkat status ekonomi seseorang maka semakin baik pengetahuannya tentang HIV/AIDS. Status ekonomi seseorang akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. Demikian juga hasil penelitian Tri Juni, dkk (2007) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kuintil semakin baik pengetahuan tentang HIV/AIDS.

6. Hubungan Keterpajanan terhadap Media Massa dengan Pengetahuan tentang HIV/AIDS

Dalam penelitian ini terlihat adanya hubungan antara keterpajanan terhadap media massa dengan pengetahuan tentang HIV/AIDS. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Masyarakat yang

(14)

lebih banyak mengakses media massa baik dari televisi, radio, surat kabar, internet, poster, atau petugas kesehatan akan lebih memiliki pengetahuan tentang HIV/AIDS yang baik, karena pada media tersebut banyak terdapat segala informasi yang terkait dengan HIV/AIDS.

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Berdasarkan analisa data SDKI tahun 2007, maka didapatkan hasil berupa informasi faktor-faktor yang berkaitan dengan pengetahuan HIV/AIDS pada wanita usia subur di Indonesia meliputi faktor : umur, tingkat pendidikan, status perkawinan, daerah tempat tinggal, status ekonomi, dan keterpajanan terhadap media massa.

a. Distribusi responden menurut umur, wanita usia subur dengan rentang umur 20 – 35 tahun sejumlah 52,9%, lebih banyak dibanding responden diatas 35 tahun sebanyak 44,5% dan dibawah 20 tahun sebanyak 2,6%.

b. Tingkat pendidikan responden terbanyak adalah yang berpendidikan rendah sebanyak 54,5%, sedangkan responden dengan tingkat pendidikan menengah sebanyak 38.7% dan pendidikan tinggi sebanyak 6,8%.

c. Responden yang berstatus kawin sejumlah 94%) lebih banyak dibandingkan yang berstatus cerai ada sejumlah 6%.

d. Sebanyak 58,2% responden wanita usia subur yang tinggal di pedesaan, sedangkan yang tinggal di perkotaan ada sebanyak 41,8%.

e. Distribusi responden dengan tingkat status ekonomi terbesar pada Kuintil 4 (menengah atas) sebanyak 20,4%, dan terendah pada Kuintil 1 (terbawah) sebanyak 18,9%.

f. Distribusi responden yang menonton televisi lebih banyak yaitu sebesar 92,7% dibandingkan responden yang mendengarkan radio sebesar 63,2% dan membaca surat kabar/majalah sebesar 46,2%.

g. Uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara karakteristik wanita usia subur (umur, status perkawinan, daerah tempat tinggal, pendidikan dan status ekonomi) dan keterpajanan terhadap media massa dengan pengetahuan tentang HIV/AIDS.

(15)

2. Saran

Hasil analisis menunjukkan masih ada wanita usia subur yang belum memiliki pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS. Maka perlu peningkatan status kesehatan masyarakat, melalui pembinaan kesehatan secara berkesinambungan melalui pendidikan masyarakat :

a. Petugas kesehatan, perlu melakukan intervensi yang terus menerus pada kelompok masyarakat desa, yang tingkat pendidikannya rendah dan status ekonominya rendah melalui seringnya mengadakan penyuluhan tentang HIV/AIDS dengan cara penyampaian yang lugas dan mudah dipahami.

b. Petugas kesehatan membuat lebih banyak informasi tentang HIV/AIDS melalui poster-poster yang lebih menarik.

c. Memberikan pelatihan kepada para kader terkait HIV/AIDS.

d. Pemerintah harus menambah macam-macam bentuk media informasi terutama tentang HIV/AIDS.

e. Kerjasama dengan KPAD di daerahnya masing-masing.

f. Petugas kesehatan menyediakan sarana prasarana agar masyarakat mampu mengakses informasi, dengan cara membangun warung internet.

KEPUSTAKAAN

Priyo Hastono, S. (2007). Analisis Data Kesehatan. FKM UI. Depok.

Besral. (2010). Pengolahan dan Analisa Data-1 menggunakan SPSS. FKM UI. Depok.

Ariawan, I. (1998). Metode & Besar Sampel. FKM UI. Depok.

Sulistyo S, J. (2010). 6 Hari Jago SPSS 17. Penerbit Cakrawala.

BPS. (2007). Survei Dasar Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Notoatmojo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Info HIV/AIDS. Jakarta.

(16)

Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987-2006. (2007). Pusdatin. DepKes RI. Jakarta

diakses pada 30 Mei 2012

Profil Kesehatan Indonesia 2007. (2008). Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Jamal, Sarjaini. (2005). Pengetahuan Masyarakat tentang HIV/AIDS menurut SDKI 2002-2003. Jurnal Kedokteran Yarsi 13 (2) : 218-226.

Oktarina, dkk. 2007. Hubungan antara Karakteristik Respondenm Keadaan

Wilayah dengan Pengetahuan, Sikap terhadap HIV/AIDS pada Masyarakat Indonesia. Jurnal Kesehatan. Balitbangkes Depkes RI. Surabaya

Tri Juni, dkk. 2010. Pengetahuan Komprehensif dan Sikap terhadap HIV/AIDS

pada Kelompok Wanita Usia Subur di Indonesia Tahun 2007 Jurnal Kesehatan. Balitbangkes Depkes RI. Surabaya

Oktaviandy, Navel. Pengetahuan, Pengetahuan Ilmiah, Penelitian Ilmiah, dan

Jenis Penelitian.

diakses pada 30 Mei 2012

Dunia Baca.com

Putra, Surya. 2012. Konsep Premenstrual Syndrome.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian hipotesis juga membuktikan bahwa membuktikan bahwa Perilaku Pimpinan, Kepuasan Kerja, Lingkungan Kerja dan Kemampuan Kerja berpengaruh secara signifikan

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan analisis isi (conten analysis) yaitu dengan menganalisis korpus yang terpilih pada

Dari paparan di atas pada dasarnya pembahasan pola susunan kata dalam kalimat sudah banyak terbahas, melainkan pembahasan tersebut masih tergolong pecahan dari subbab

Jika kamu memikirkan rencana-rencana pendidikan setelah lulus SMP/SMA, pernyataan mana dibawah ini yang paling sesuai dengan kamu.. 1.Jelas bahwa saya akan melanjutkan studi

Pada penelitian 1anjutan, pengamatan dilakukan terha- dap rendemen minyak, kadar air, kadar asam lemak bebas, kejernihan, bilangan peroksida, bilangan penyabunan dan

Jadi dengan metode penelitian ini, peneliti akan mudah untuk menggambarkan hasil penelitian bahwa santri di Tebuireng mempunyai pengaruh besar terhadap Sosial-Politik yang

Dengan diterimanya H 0 maka dapat disimpulkan bahwa secara signifikan perbedaan dalam perbedaan tipe-2 rerata hasil belajar matematika (Y) ditinjau dari penguasaan

Selanjutnya dikemukakan pula bahwa dalam mempelajari teori musik, harus diberikan melalui bunyinya, sehingga siswa dapat mendengar dan menghayati apa yang disebut dengan