• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS USAHATANI KEDELAI BERBASIS AGROEKOLOGI DI PROVINSI JAMBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS USAHATANI KEDELAI BERBASIS AGROEKOLOGI DI PROVINSI JAMBI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS USAHATANI KEDELAI BERBASIS AGROEKOLOGI

DI PROVINSI JAMBI

Nur Imdah Minsyah

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi Jl. Samarinda Paal Lima Kotabaru, Jambi Telp (0741)7053525, faks (0741040413

email: nurimdah@yahoo.co.id

ABSTRAK

Provinsi Jambi memiliki lahan 127.400 ha untuk pengembangan dan peningkatan produksi kedelai. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari luas dan bulan tanam, teknologiproduksi, dan nisbah manfaat-biaya usahatani pada tiga garoekologi (pasang surut, irigasi teknis, dan daerah aliran sungai). Metoda yang digunakan adalah metoda survei. Luas tanam kedelai petani di tiga agroekologi masing-masing 0,48 ha untuk pasang surut, 0, 56 ha untuk irigasi teknis, dan 0,21 ha untuk daerah aliran sungai. Usahatani kedelai di tiga agroekologi beluam menjadi usahatani dan sumber pendapatan utama. Frekuensi penanaman, untuk di agroekologi lahan sapang surut dan irigasi teknis 1 kali setahun, sedangkan di daerah aliran sungai 2 kali setahun dan ditanamdiantara kelapa sawit muda (<3 tahun). Produktivitas tertinggi diperoleh di daerah irigasi teknis (1,14 t/ha), dan yang terendah diperoleh dari agroekologi DAS (0,98 t/ha).Namun di lihat dari nisbah manfaat dan biaya (B/C ratio) nilai tertinggi di peroleh dari DAS (1,17)

Kata kunci: agroekologi, teknologi produksi, produktivitas, dan nisbah B/C

ABSTRACT

Jambi Province has 127,400 ha of land for the development and improvement of soybean pro-duction. This assessment aims to identify and study the vast and moon planting, production technology, and benefit-cost ratio of the system at three garoekologi (tidal, technical irrigation and watershed). The method used was a survey method. Soybean acreage farmers in three agro-ecological 0.48 ha respectively for the ups and downs, 0, 56 ha for technical irrigation, and 0.21 ha for the watershed. Soybean production in three agro-ecological farming and beluam become the main source of income. Frequency planting, to land in Sapang downs agroecology and technical irrigation 1 time a year, whereas in the watershed 2 times a year and planted oil palm among young (<3tahun). Obtained the highest productivity in irrigated areas of technical (1.14 t/ha), and the lowest were obtained from agroecology DAS (0.98 t/ha). However, in view of the ratio of benefits and costs (B/C ratio) obtained the highest value of the DAS (1.17).

Keywords: agro-ecology, production technology, productivity, and ratio B/C

PENDAHULUAN

Provinsi Jambi merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi cukup besar untuk dijadikan sebagai sentra produksi kedelai di luar Pulau Jawa, mencapai 127.400 ha (Arsyad dan Syam 1998). Luas lahan tersebut secara agroekologi terdapat di beberapa agroekologi, di antaranya adalah agroekologi lahan pasang surut, agroekologi lahan irigasi teknis, dan agroekologi daerah aliran sungai (DAS).

Lahan pasang surut adalah lahan yang masuk dalam radius pengaruh pasang surut air laut, yang dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat atau diamati secara langsung terjadinya peristiwa naik dan surutnya air di sekitarnya (Adhi dkk. 1992).Mengingat lahan pasang surut mempunyai keragaman sangat tinggi dan sifat lahan yang piasan (marginal)serta rapuh,

(2)

penggunaan teknologi pengelolaan tanah, air, dan tanaman yang tepat dan spesifik lokasi, dan; (4) sistem pertanian yang berkelanjutan (Noor dkk 2004).

Secara keseluruhan luas lahan pasang surut di Provinsi Jambi211.962 ha, sebagian besar (149.210 atau 70,39%) berada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, selebihnya berada di Kabupaten Tanjung jabung Barat, 52.052 atau 24,56% dan di Kabupaten Muara Jambi, 10.700 ha atau 5,05% (Bappeda Provinsi Jambi 2012). Dari luas tersebut yang telah direklamasi 56.013 ha dengan rincian luas yang telah dan untuk sementara waktu tidak diusahakan41.021 ha dan yang belum diusahakan 14.992 ha.

Lahan irigasi adalah lahan sawah yang terletak dalam satu kawasan daerah irigasi (DI) yang terdiri dari daerah irigasi teknis, setengah teknis, sederhana, dan irigasi desa/non PU. Luas lahan potensial untuk dijadikan sebagai daerah irigasi mencapai 112.240 ha, yang sudah dikembangkan seluas 52.184 ha (Bappeda Provinsi Jambi 2012). Dari luas lahan irigasi yang sudah dikembangkan, yang telah dimanfaatkan baru mencapai 41.333 ha, terdiri dari: (1) irigasi teknis 3.429 ha; (2) irigasi setengah teknis 10.771 ha; (3) irigasi sederhana 6.820 ha, dan; (4) irigasi non PU/desa 20,13 ha (BPS 2011).

Disamping kedua agroekologi tersebut di atas, yang masing-masing memiliki spsifikasi teknis dan karakterisitik yang berbeda satu sama lain, kegiatan budidaya berbagai tanaman pangan juga dilakukan oleh petani yang memiliki/menguasai lahan yang berada di bibir sungai, yang berada pada bagian hilir dari satu kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS). Pada bagian hilir sungai ini umumnya bertopografi landai, dan tanahnya subur karena setiap tahun umumnya terluapi air sungai yang membawa lumpur yang kaya bahan organik, dan terdapat kawasan pertanian yang cukup luas (Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi 2012).

Tanaman yang paling luas dibudidayakan di ketiga agroekologi di atas adalah padi, untuk jenis tanaman pangan lainnya termasuk di dalamnya tanaman kedelai secara relatif adalah kecil.Sebagai contoh, pada tahun 2011 luas panen padi di lahan pasang surut Kabupaten Tanjung Jabung Timur mencapai 29.569 ha (1 kali setahun), sedangkan untuk kedelai hanya 760 ha (BPS dan Bappeda Kabupaten Tanjung Timur 2012). Padahal tanaman kedelai dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan direkemdasikan untuk ditanam pada semua tipologi lahan pasang surut (Alihamsyah dkk 2000 dan Abdullah dkk. 2010). Untuk lahan irigasi teknis di Desa Sri Agung, Kabupaten Tanjung Jabung Barat luas tanam padi (2 kali setahun) mencapai 742 ha, kedelai hanya 86 ha, pada hal secara teknis lahan irigasi di Desa Sri Agung ini sangat potensial untuk di tanam kedelai (BP3K Batang Asam 2012). Terakhir, di Desa Teluk Rendah Ilir yang terletak di DAS Batanghari, luas areal pertanaman padinya pada tahun 2011 mencapai 136 ha (1 kali setahun), kedelai hanya 34 ha (BPP Tebo Ilir 2012).

Hasil analisis usahatani kedelai berbasis agroekologi, terutama dilihat dari aspek ekonomi merupakan suatu upaya untuk menyingkat tabir dari fakta rendahnya arreal pertanaman kedelai pada agroekologi pasang surut, irigasi teknis dan daerah aliran sungai, pada hal secara teknis ketiga agroekologi tersebut sangat potensial untuk kedelai.

Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari luas dan bulan tanam, teknologi dan produksi dan perbandingan biaya manfaat usahatani kedelai petani pada tiga agroekologi yang berbeda. Ketiga agroekologi tersebut adalah agroekologi lahan pasang surut yang terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Agroekologi irigasi teknis yang terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, dan agroeekologi Daerah Alisan Sungai (DAS) Batanghari di Kabupaten Tebo.

(3)

METODOLOGI

Pengkajian ini dilaksanakan di Desa Rantau Makmur, Kecamatan berbak, kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan agroekologi lahan pasang surut; di Sri Agung, Kecamatan Batang Asam, Kabupaten Tanjung Jabung Barat dengan Agroekologi Irigasi Teknis, dan; di Desa Teluk Rendah Ilir, Kecamatan Tebo Ilir, Kabupaten Tebo.

Data yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan dari petani contoh. Pe-nentuan petani contoh dilakukan dengan menggunakan metoda penarikan contoh (MPC) acak sederhana. Jumlah petani yang dijadikan sebagai petani contoh masing-masing 20 petani di Desa Rantau Makmur, 30 petani di Desa Sri Agung, dan 30 petani di Desa Teluk Rendah Ilir, total jumlah petani contoh yang diwawancarai 80 orang. Teknik yang diguna-kan dalam pengumpulan data primer ini adalah wawancara langsung (tatap muka) per individu petani contoh. Instrumen yang digunakan adalah daftar pertanyaan berstrukur yang telah disipakan terlebih dahulu.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan teknik tabulasi sederhana berdasar-kan masing-masing kategori data. Sedangberdasar-kan analisisnya berupa analisis deskriptif kuanti-tatif dan deskritif kualikuanti-tatif.Analisis kuantitatif ditujukan untuk melihat besaran biaya yang dikeluarkan, nilai produksi yang diperoleh dan pendapatan (keuntungan yang dinikmati), dan rasio antara penerimaan (R=revenue) dan biaya (C = Cost), dan antara manfaat/ keuntungan (B = Benefit) dan biaya (C = Cost). Sedangkan yang bersifat deskriprif kuali-tatif menjelaskan alasan petani menerapkan tingkat teknologi usahatani (pengolahan tanah, mutu dan jumlah varietas, pupuk dan obat-obatan, dan lain-lain).

Pnr = TP x Hj Pnd = Pnr – Bp R/C ratio = Pnr/Bp B/C ratio = Pnd/Bp Pnr = Penerimaan (Rp) TP = Total Produksi (Kg)

Hj = Rata-rata harga jual yang diterima petani (Rp/kg) Pnd = Pendapatan (Rp)

Bp = Biaya Produksi (Rp)

R/C = Nisbah penerimaan dengan biaya produksi B/C = Nisbah pendapatan dengan biaya produksi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Luas Lahan dan Bulan Tanam

Walaupun termasuk salah satu desa yang menjadi sentra produksi kedelai

untuk masing-masing kabupaten, ternyata usahatani kedelai belum menjadi

usahatani yang masuk kategori sebagai usahatani terpenting bagi petani di desa

lokasi penelitian, hal ini paling tidak terlihat dari luas lahan yang digunakan

diban-dingkan dengan rata-rata luas lahan yang dimiliki. Di Desa Rantau Makmur, luas

lahan yang digunakan untuk penanaman kedelai hanya 37,50% dari luas lahan

pangan yang dimiliki, di Desa Sri Agung, 49,12%.

Sedangkan di Desa Teluk

(4)

Di Desa Rantau Makmur penanaman kedelai satu kali dalam yang berlangsung

antara akhir Februari hingga pertengahan Maret. Penanaman kedelai ini dilakukan

setelah 0,5–1 bulan setelah panen padi pada bulan Januari sampai dengan

perte-ngahan bulan Februari. Menurut petani setempat berdasarkan pengalamannya

selama ini, bila penanaman dilakukan diluar kebiasaan akan mendapatkan resiko

gagal panen yang cukup besar akibat adanya serangan hama utamanya ulat

grayak dan penggerek polong. Seperti halnya dengan petani di Desa Rantau

Makmur, penanaman kedelai di Desa Sri Agung juga hanya dilakukan satu kali

dalam setahun yang berlangsung antara pertengahan bulan Mei hingga awal Juni.

dan Sri Agung, kedelai hanya ditanam satu kakli dalam setahun, penanamannya

dilakukan antara Februari hingga Maret dan dan antara Mei hingga Juni.

Di Desa Teluk Rendah Ilir frekuensi penanaman kedelai dua kali setahun.

Penanaman pertama berlangsung antara pertengahan bulan Maret sampai dengan

awal April, penanaman kedua berlangsung antara akhir Juni hingga pertengahan

Juli tergantung dari kesiapan petani dan ketersediaan benih. Di desa ini, ada satu

petani yang pernah menanam kedelai sampai tiga kali setahun. tergantung dari

kesiapan masing-masing petani, bahkan ada satu petani yang pernah

menanam-nya sampai tiga kali setahun. Dari sisi pertumbuhan tanaman, penanaman yang

ketiga cukup baik, namun tidak mendapatkan hasil karena pada masa pengisian

polong lahannya tergenang luapan air Sungai Batanghari. Berdasarkan

pengala-man tersebut, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk petani lain di

lingkungan-nya penanaman kedelai cukup dua kali setahun.

Bila di Desa Rantau Makmur dan di Desa Sri Agung penanaman kedelai di

lakukan pada areal persawahan, di Desa Teluk Rendah Ilir penanaman kedelai di

lakukan di antara kelapa sawit muda yang berumur di bawah tiga tahun. Dengan

demikian dalam jangka waktu dua tahun kedepan, areal pertanaman kedelai akan

semakin menyempit yang pada akhirnya akan menghilang.

Dilihat dari jadwal pertanaman kedelai di tiga desa yang berbeda antara satu

desa dengan desa lainnya, merupakan suatu potensi untuk membentuk suatu

sistem perbenihan Jalur Benih Antar Lapang Antar Musim yang popular disingkat

dengan istilah JABALSIM. Bila sistem penyediaan benih dengan pola JABAlSIM

dapat terbentuk dan berlangsung sesuai dengan mekanismenya sangat membantu

dalam upaya pemecahanan permasalahan perbenihan (kedelai), paling tidak

mencukupi kebutuhan benih kedelai untuk petani di Tiga Kabupaten (Kabupaten

Tanjang Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat, dan Tebo).

(5)

Tabel 1. Luas, jadwal,frekwesi, bulan tanam dan bulan panen kedelai di lokasi pengkajian, 2012. Desa/Kabupaten/Agroekologi Uraian Rantau b) Makmur/Tanjung Jabung Timur/ pasang surut Sri Agung a) Tanjung Jabung Barat/ irigasi teknis

Teluk a) Rendah/ilir/Tebo/ DAS A.Luas (ha) 1.Kisaran 2.Rata-rata B. Frekwensi Tanam C. Bulan tanam 0,41–1,24 0,48 1 Kali Maret – April 0,32–1,28 0,56 1 Kali Mei – Juni 0,26–0,93 0,21 2kali 1.Mei – Juni 2.Sept – Okt

Sumber: Data primer diolah (2012).

Keterangan: a). dari 30 responden; b). dari 20 responden.

Tekonologi Produksi

Teknik budidya yang diterapkan petani di lokasi pengkajian pada pertanaman, menunjukkan belum sepenuhnya mengacu kepada teknik budidaya yang dianjurkan. Hal ini paling tidak terlihat dari dosis dan kualitas sarana produksi yang di gunakan. Untuk benih, dilihat dari jenis atau varietas yang digunakan sudah menggunakan varietas unggul yaitu Anjasmoro namun tidak tidak berlabel. Petani hanya menggunakan varietas yang berlabel bila benih tersebut berasal dari program seperti Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) pada Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu dan Program Bangkit Kedelai beberapa tahun yang lalu. Rendahnya produktivitas kedelai petani di lokasi penelitian (kabupaten Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, dan Tebo) diduga disebabkan oleh penggunaan sarana produksi yang belum sesuai dengan anjuran baik dalam kelas mutu maupun dalam jumlah (dosis). Kelas mutu benih (Varietas Anjas-moro), umumnya tidak berlabel bahkan sebagian menggunakan hasil panen. Dosis pupuk yang digunakan masih jauh di bawah dosis pupuk yang direkomendasikan. Dosisi pupuk untuk pertanaman kedelai agar mendapat hasil (produksi) yang optimal adalah: Urea 50/kg/ha, SP 36 100 Kg/ha, dan KCl 75 kg/ha.

Bila menggunakan hasil pertanaman sebelumnya, benih yang digunakan tersebut telah disimpan antara 10–12 bulan. Secara teoritis, lama penyimpanan ini masih berada dalam jangka yang ditolerir, dengan syarat perlakuan-perlakuan yang disyaratkan terpenuhi, seperti kadar air maksimal 12% disimpan dalam wadah vakum. Permasalahannya adalah benih yang disimpan tersebut berasal dari hasil beberapa kali pertanaman sebelumnya, sehingga dikhawatirkan mutu genetik dari benih tersebut telah mengalami penurunan.

Dalam kajian tersebut yang menarik untuk dikaji lebih lanjut dan mendalam adalah adanya temuan petani kurang mempercayai bahwa benih (kedelai) yang berlabel dapat tumbuh dan berkembang dengan baik yang bermuara akan memberikan hasil (produksi) yang tinggi. Penilaian ini didapatkan petani dari pengalamannya selama ini yang telah beberapa kali menerima bantuan benih berlabel. Pengalaman yang dimaksud adalah daya tumbuh, hasil dan kualitas yang diperoleh dari benih berlabel tersebut tidak lebih baik dibandingkan dengan daya tumbuh, hasil dan kualitas yang diperoleh dari benih sendiri

(6)

Tabel 2. Teknologi dan produksi kedelaipetani di lokasi penelitian, 2012.

Desa/Kabupaten/Agroekologi

Rantau b) Sri Agung a)

Teknologi dan Tenaga Kerja

Makmur/Tanjung Jabung

Timur/ pasang surut Tanjung Jabung Barat/ irigasi teknis

Teluk a)

Rendah/ilir/Tebo/DAS

A.Pengolahan Tanah TOT TOT TOT

B.Jarak Tanam 15 X 20 15 X 20 15 x 15

C.Jumlah Benih/Lobang 2 – 3 2 – 3 2 – 4

D.Sarana produksi

1. Benih

a. Dosis (kg/ha) 43,54 46.86 44,57 b. Varietas Anasmoro Anjasmoro Anjasmoro c. Berlabel (Unggu) 10% c) 10% c) 20% c) d. Tidak berlabelLabel 90% c) 90% c) 80% c)

2. Pupuk (kg) a. Urea 14,13 12,10 8,54 b. SP 36 4,61 5,42 7,32 c. KCl 6,18 5,21 3,54 d. NPK 38,37 34,32 36,42 3. Pestisida (kg/lt) a. herbisida 3,12 3,84 4,14 b. Insektisida 1,36 1,82 1,85

E.Tenaga kerja (HOKP)

1.Keluarga 59,92 60,04 67,15

2.Upahan 20,47 15,27 8,93

G. Produksi (ton)

a. per luas panen 0,50 0,64 0,21

b. per hektar 1,05 1,14 0,98

Sumber: Data primer diolah (2012).

Keterangan: a) dari 30 responden; b) dari 20 responden, c) Dari jumlah responden.

Dosis benih dan pupuk yang digunakan. Untuk benih dosis yang digunakan lebih dari dosis yang direkomendasikan. Menurut Balitbang Pertanian (2010) untuk setiap ha benih kedelai yang dibutuhkan sebanyak 40 kg/ha. Dengan demikian untuk desa Rantau makmur tedapat kelebihan (inefisinesi) dalam penggunaan benih kedelai senayak 3,54 kg, di Desa Sri Agung sebanyak 6,86 kg, dan di Teluk Rendah Ilir sebanyak 4,57 kg. Alasan utama petani yang terkait terkait dengan dosis benih yang digunakan lebih dari dosis yang dianjurkan adalah untuk mengantisipasi kekurangan bibit untuk ditanam yang disebabkan daya tumbuh tidak maksimal dan untuk penyulaman pada lobang tanam yang kurang bagus.

Sebaliknya untuk pupuk, dosis yang digunakan jauh di bawah kisaran dosis yang direkomendasikan. Kisaran dosis pupuk yang direkomendasikan adalah untuk Urea 100 kg/ha, untuk TSP/SOP 36 75–200 kg/ha, Urea 100 kg/ha.

Analisis Usahatani

Analisis usahatani umumnya digunakan untuk besaran korbanan dalam hal ini biaya dan tenaga kerja yang dialokasikan, penerimaan yaitu total produksi dikalikan dengan

(7)

harga jual yana diterima petani, dan pendapatan yaitu penerimaan dikurangi dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Secara lengkap hasil analisis usahatani kedelai petani di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Analisis ekonomi per hektar usahatani kedelai petani di Kabupaten Tanjung Jabung

Barat,Tanjung JabungTimur, dan Tebo 2012.

Desa/Kabupaten/Agroekologi

Uraian Rantau b) Makmur/Tanjung

Jabung Timur/pasang surut

Sri Agung a)

Tanjung Jabung Barat/ irigasi teknis

Teluk a)

Rendah/ilir/Tebo/ DAS

A. Biaya Produksi (Rp) 1.489.671 1.713.216 1.557.007

1. Saprodi 913.821 1.037.016 1.021.207

2. Tenaga Kerja Upahan 575.85 676.2 535.8

B. Penerimaan(Rp) 4.732.585 5.943.080 5.585.640

C. Pendapatan (Rp) 2.329.093 3.192.848 3.007.426

D.R/C 1,97 2,16 2,17

E.B/C 0,97 1,16 1,17

Sumber: Data primer diolah (2012)

Keterangan : a). dari 30 responden; b). dari 20 responden.

Biaya yang dikeluarkan antar lokasi penelitian berbeda satu sama lain, perbedaan ini disamping karena berbeda secara kuantitas/jumlah (Tabel 3), juga disebabkan adanya perbedaan harga sarana produksi dan upah tenaga kerja (Tabel 5). Biaya usahatani kedelai terbesar dikeluarkan oleh petani di daerah irigasi tekns Kabupaten Tanjung Jabung Barat, diikuti oleh petani di Das Kabupaten Tebo, dan terakhir (terkecil), yang dikelurkan petani di lahan pasang surut. Hal lain yang juga perlu dilihat adalah porsi antara upah tenaga kerja dengan biaya sarana produksi.

Perhitungan biaya/upah tenaga kerja tidak termasuk tenaga kerja keluarga. Rata-rata porsi biayauntuk upah tenaga kerja yangdikeluarkan oleh petani di Kabupaten Tanjung Jabung Baratterhadap total biaya produksi per hektar adalah yang terbesar, yaitu 39,47%, disusul Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Tebo dengan porsi masing-masing 38,65% dan 34,41%.Dengan demikian porsi untuk sarana produksi (benih, pupuk, dan pestisida) yang dikeluarkan oleh petani di Kabupaten Tanjung Jabung Barat adalah 60,53%, Tanjung Jabung Timur 61,34%, dan Tebo 65,59%. Dari sisi penerimaan, ternyata peneri-maan petani di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dari per ha usahatani kedelainya adalah yang tertinggi yaitu sebesar Rp5.943.080, disusul oleh petani di Kabupaten Tebo sebesar Rp5.585.640 dan terakhir oleh petani di Kabupaten Tanjung Jabung Timur sebesar Rp4.732.585.

Tingginya penerimaan yang diperoleh petani di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, ternyata tidak berbanding lurus dengan ratio pendapatan dan penerimaan dengan biaya (R/C, B/C). Dalam hal ini R/C, dan B/C rasio tertinggi diperoleh petani di Kabupaten Tebo. Hal ini mengindikasikan bahwa efisiensi usahatani kedelai di Kabupaten Tebo lebih tinggi dibandingkan dengan efisiensi usahatani kedelai pertain dari kedua kabupaten lainnya.

KESIMPULAN

(8)

agroekologi irigasu teknis dan 0,98 t/ha di Daerah Aliran Sungai.

2. Nisbah manfaat dan biaya (B/C ratio), yang diperolehpetani di DAS atas usahatani kedelainya pada tahun 2012 adalah yang terbesar, yaitu 1,17 diikuti oleh petani di irgasi teknis 1,16, dan yang terkecil diperoleh petani di lahan pasang surut 0,98.

DAFTAR PUSTAKA

Alihamsyah, T.Ananto, E.E., Supriadi, H. Ahyuni, S. Suhartatik, E. Nugroho, K. dan Sutrisna. 2000. Karakterisasi Wilatyah di Scheme Pamusiran dan Rantau Rasau Wilayah Pengembangan ISDP Provinsi Jambi.Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Lahan rawa Terapdu- ISDP, Bogor.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2010. Petunjuk Teknis SL-PTT Padi, Jagung, dan Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jambi, 2012. Potensi dan Pemanfaatan lahan Rawa di Provinsi Jambi. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jambi, Jambi.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jambi, 2012. Profil Pembangunan Jambi. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jambi, Jambi.

Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 2012. Kabupaten Tanjung Jabung Timur Dalam Angka 2011. Muara Sabak.

Balai Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Kecamatan Batang Asam. 2012. Program Penyuluhan Tahun 2012. Balai Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Kecamatan Batang Asam.

Balai Penyuluhan Pertanian Kercamatan Tebo Ilir. 2012. Programa Penyuluhana Pertanian Kecamatan Tebo Ilir Tahun 2012. Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Tebo Ilir, Sungai Bengkal.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, 2011.Penggunaan Lahan Provinsi Jambi 2010. Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, Jambi.

Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi. 2012.Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Batanghari. Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi, Jambi.

Noor, M., A. Jumberi dan T. Alihamsyah. 2004.Prospek pertanian Lahan Pasang Surut: Hasil Penelitian dan Eksplorasi. Dalam Prosiding Lokakarya Pengelolaan Lahan Pasang Surut di Kalimantan Tengah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah, Palangkaraya.

Taufik, A. Marwoto. Rozi, F. dan Mejaya, I.M.J.2009. Peningkatan Produksi Kedelai di Lahan Pasang Surut: Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu di Lahan Pasang Surut Tipe C. Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian, Malang.

Gambar

Tabel 1. Luas, jadwal,frekwesi, bulan tanam dan bulan panen kedelai di lokasi pengkajian, 2012
Tabel 2. Teknologi dan produksi kedelai petani di lokasi penelitian, 2012.   Desa/Kabupaten/Agroekologi  Rantau  b)  Sri Agung a)Teknologi dan
Tabel 3.    Analisis ekonomi per hektar usahatani kedelai petani di Kabupaten Tanjung Jabung

Referensi

Dokumen terkait

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini ialah transplantasi dengan judul Tingkat Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan

Skripsi dengan judul “Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Berbasis Teknologi Informasi dengan Metode Rapid Application Development (RAD) Pada Toko Dapur Hias” ini

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menerapkan yang bersinergitas dengan e-Commerce yang menggunakan fasilitas responsive, yaitu web bootstrap, dalam membantu pendanaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja prinsip jurnalisme bencana yang diterapkan Jawa Pos dan Kompas dalam pemberitaan kecelakaan AirAsia QZ8501

Pada tahap evaluasi akan dibagi menjadi evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif ada disetiap tahapan ADDIE yaitu masukan dari ahli media

Untuk memenuhi kebutuhan pembuatan animasi komputer bagi tujuan Anda, seperti demo untuk presentasi yang lebih menarik, atau menunjang para designer atau arsitek dalam

Banyaknya aturan, MENGAKIBATKAN: • Prakarsa belajar hilang • Diliputi rasa takut / berdosa defence-mechanism • Kebebasan berbuat & kontrol diri hilang Sehingga, tdk terjadi growth

d. Bagian pemeriksaan interen Selain sumber-sumber tersebut, penerimaan- penerimaan uang bisa juga berasal dari adanya pinjaman baik dari bank maupun dari pinjaman