• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI SISWA-SISWI KELAS XI SMA NEGERI I DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 20062007 TENTANG KETERAMPILAN MENDENGARKAN AKTIF IBUNYA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S1) Program Studi Bimbingan da n

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERSEPSI SISWA-SISWI KELAS XI SMA NEGERI I DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 20062007 TENTANG KETERAMPILAN MENDENGARKAN AKTIF IBUNYA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S1) Program Studi Bimbingan da n"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S1)

Program Studi Bimbingan da n Konseling

Disusun oleh

Nama : A. Frisca Ema Ratna Furi NIM : 021114043

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv MOTTO

? Mendengarkan keluhan dengan penuh kesabaran walau keluhan itu

merupakan harapan sia-sia adalah salah satu dari sekian kewajiban dalam

menjalin persahabatan (Dr. Samuel Johnson).

? Kebahagiaan sejati bukan karena banyak teman, tapi karena hidup yang

memihak pada pilihan kebajikan (Ben Jonson).

? Keindahan yang paling agung dalam kehidupan manusia adalah

persahabatan. Rahasia persahabatan adalah saling berbagi dan peduli.

? Harta yang paling berharga adalah keluarga dan Istana yang paling indah adalah keluarga

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

♥ Yesus Kristus dan Bunda Maria yang begitu mengasihi dan memberi

semangat dalam hidupku untuk menyelesaikan skripsi ini.

♥ Kedua orangtua dan adikku yang selalu memberiku dorongan baik secara

materi maupun non materi.

♥ Paskalis Roydian Parta yang kusayangi dan selalu memberiku semangat

dalam menyelesaikan skripsi ini.

♥ Almamater USD Yogyakarta yang telah memberi kesempatan kepadaku

(5)

v

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis

ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

(6)

vi

KETERAMPILAN MENDENGARKAN AKTIF IBUNYA

A. Frisca Ema Ratna Furi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2007

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi siswa-siswa kelas XI SMA Negeri I Depok Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007 tentang keterampilan mendengarkan aktif ibunya.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survei. Pertanyaan yang secara khusus dijawab dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah persepsi siswa-siswi kelas XI SMA Negeri I Depok Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007 tentang keterampilan mendengarkan aktif ibunya? Subjek penelitian adalah siswa-siswi kelas XI SMA Negeri I Depok Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007 yang berjumlah 208 siswa.

Insrtumen penelitian adalah kuesioner yang disusun oleh peneliti sendiri. Kuesioner ini memiliki 96 butir pernyataan yang mengungkapkan 4 aspek keterampilan mendengarkan aktif ibunya, yaitu: (1) Kemampuan ibu dalam mendengarkan dan mengerti pesan (pendapat/ pikiran) pembicara; (2) Kemampuan ibu dalam mendengarkan dan mengerti perasaan pembicara; (3) Kemampuan ibu dalam mengungkapkan/ memantulkan kembali pesan (pendapat/ pikiran); (4) Kemampuan ib u dalam mengungkapkan/ memantulkan kembali perasaan pembicara.

Teknik analisis data yang digunakan adalah penggolongan keterampilan mendengarkan aktif ibunya berdasarkan Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe I, dengan kualifikasi “sangat tinggi”, “tinggi”, “cukup tinggi”, “rendah”, dan “sangat rendah”.

(7)

vii

ACADEMIC YEAR 2006/2007 ON MOTHER’S ACTIVE LISTENING SKILL

A. Frisca Ema Ratna Furi

Sanata Dharma University of Yogyakarta 2007

This research was to determine the perception of students in the eleventh grade of “SMA Negeri I” Depok Sleman Yogyakarta during academic year 2006/2007 on their mother’s active listening skill.

This was descriptive research with survey method. Specifically-answered questions in this research were: what did the perception of students in the eleventh grade of “SMA Negeri I” Depok Sleman Yogyakarta during academic year 2006/2007 on their mother’s active listening skill? The subject of research was all of students in the eleventh grade of “SMA Negeri I” Depok Sleman Yogyakarta during academic year 2006/2007, 208 samples.

The research instument was questionnaire composed by researcher. This questionnaire had 96 items of questions covering 4 mother’s active listening skill aspects, including: (1) mother’s ability listening and understanding message (argument/ thought) of speaker; (2) mother’s ability listening and understanding feeling of speaker; (3) mother’s ability in delivering/ reflecting message (argument/ thought); and (4) mother’s ability in delivering/ reflecting feeling of speaker.

The technique of data analysis used was grouping the mother’s active listening skill based on Standard Based Assessment (Penilaian Acuan Patokan) Type I, with qualification of: "very high", "high", "high enough", "low", and "very low".

The results of research indicated that there were 18 students (8,65%) who qualified "very high"; there were 38 students (18,27%) who had qualification of "high"; there were 62 students (29,80%) who had perception that their mother's active listening skill was "high enough"; there were 75 students (36,07%) who had perception that their mother's active-listening skill was "low"; and there were 15 students (7,21%) who had perception that their mother's active listening skill was "very low.

(8)

viii

Segala syukur dan puji kepada Tuhan Yang Maha Penyayang, atas

cinta-Nya yang besar dan yang telah mencurahkan Roh Kudus-cinta-Nya untuk menerangi

dan membimbing hati, budi, dan pikiran penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul : ”Persepsi Siswa -Siswi Kelas XI SMA Negeri I Depok Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007 tentang Keterampilan Mendengarkan Aktif Ibunya” dengan baik.

Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling,

Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan karena bantuan banyak pihak,

yang dengan penuh kesetiaan, penuh kesabaran, dan penuh kasih mendukung

penulis melalui doa, memberikan motivasi, dan menyumbangkan ide- ide yang

baik demi kelancaran kelancaran penulisan skripsi.

Untuk itu semua, penulis mengucapkan banyak terimakasih yang tulus dan

dalam, secara khusus kepada:

1. Bapak Drs. R.H..Dj. Sinurat, M.A, selaku pembimbing I yang dengan penuh

kesungguhan dan kesabaran telah memberikan motivasi, meluangkan waktu,

serta kesetiaan dalam membimbing, mendampingi penulis dalam setiap

tahap dan seluruh proses demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

2. Dra. C.L. Milburga, M.Ed, selaku pembimbing II yang dengan penuh

(9)

ix

3. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si, selaku ketua Program Studi Bimbingan dan

Konseling yang telah memberikan ijin untuk penulisan skripsi ini.

4. Para dosen Program Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma

yang telah mendidik dan memberikan bekal hidup yang berharga kepada

penulis selama menjalani studi.

5. Bapak Sugiarto dan Mas Moko yang telah memberikan dukungan dan

bantuan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

6. Keluarga besar SMA Negeri I Piyungan Bantul yang telah memperlancar

proses uji coba kuesioner.

7. Keluarga besar SMA Negeri I Depok Sleman Yogyakarta yang telah

memperlancar proses pengumpulan data.

8. Orang tua dan adik Nora yang sudah memberikan dukungan lewat doa,

kesabaran dan cinta ya ng begitu luar biasa.

9. Bapak Yosep dan Mama Maria, Nana Roy, Adik Ryan, Adik Loly, serta

kakak Dino yang selalu mendoakanku dari jauh dan memberikan dukungan.

10. Amang Gode, Rm. Kres SVD, Rm. Biyanto PR, Betlin, Dodo, anak-anak

kos tambak bayan yang selalu memberikan dukungan dan doa.

11. Teman-teman angkatan 2002: Ola, Teti, Ida, Ute, Ima, Mega, Sr. Franselin,

Sr. Cresensia, Br. Toni, Br. Teguh, Sr. Gaudensia, Mas Gugun, Arya yang

telah memberikan sukacita dan persahabatan yang indah selama proses

(10)

x menyusun skripsi ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang dengan

caranya masing- masing ikut mendukung dan membantu penulis dalam

penyusunan skripsi.

Semoga Tuhan yang penuh kasih membalas budi baik mereka semua dengan

berkat yang melimpah. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat

memberikan manfaat bagi pembaca dan dapat memberikan sumbangan bagi

pengembangan bidang Bimbingan dan Konseling.

(11)

xi

HALAMAN JUDUL...

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...

HALAMAN PENGESAHAN ...

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….

ABSTRAK ...

ABSTRACT ...

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………..

B. Perumusan Masalah ………..

C. Tujuan Penelitian ………..

D. Manfaat Penelitian ………

E. Definisi Operasional ……….

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

A. Hakekat Persepsi ………...

1. Pengertian Persepsi ……….

2. Aspek-aspek Persepsi ……….. i

ii

iii

iv

v

vi

vii

viii

xi

xiv

xv

1

5

6

6

7

9

9

(12)

xii

1. Pengertian Siswa sebagai Remaja ………...

2. Aspek-aspek Perkembangan Remaja ………..

C. Keterampilan Mendengarkan Aktif Ibu ………

1. Pentingnya Komunikasi dalam Keluarga ………

2. Empat Jenis Tanggapan yang Konstruktif ………..

3. Keterampilan Mendengarkan Aktif Ibu ………..

a. Pengertian Keterampilan Mendengarkan Aktif ………

b. Syarat-syarat yang Perlu Diperhatikan dalam Mendengarkan

Aktif ………..

c. Manfaat Mendengarkan Aktif ………...

d. Hambatan-hambatan dalam Mendengarkan Aktif ………

D. Persepsi Siswa-Siswi tentang Keterampilan Mendengarkan Aktif

Ibunya ………

BAB III: METODOLOGI

A. Jenis Penelitian ………..

B. Subjek Penelitian ………...

C. Instrumen Penelitian ……….

1. Alat Pengumpul Data ………..

2. Validitas dan Reliabilitas ………

a. Validitas Instrumen ……….

b. Reliabilitas Instrumen ………. 15

16

26

26

28

30

30

35

36

37

42

44

44

46

46

53

53

(13)

xiii

2. Tahap Pelaksanaan Pengumpulan Data ………..

E. Teknik Analisa Data ………..

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persepsi Siswa-siswi Kelas XI SMA Negeri I Depok Sleman

Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007 tentang Keterampilan

Mendengarkan Aktif Ibunya ...

B. Pembahasan ………...

BAB V: PENUTUP

A. Ringkasan ………..

B. Kesimpulan ………...

C. Saran-saran ………

1. Bagi SMA Negeri I Depok Sleman Yogyakarta ……….

2. Bagi Peneliti Lain ………

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ... 59

60

62

64

72

74

74

74

75

76

(14)

xiv

Tabel 1: Rincian Siswa-Siswi Kelas XI SMA Negeri I Depok, Sleman

Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007 ... Tabel 2: Kisi-kisi Kuesioner Sebelum Ujicoba ... Tabel 3: Klasifikasi Koefisien Korelasi Suatu Alat Ukur ...

Tabel 4: Kisi-kisi Kuesioner Penelitian Setelah Ujicoba ………

Tabel 5: Penggolongan Keterampilan Mendengarkan Aktif Berdasarkan Penilaian Acuan Patokan ………. Tabel 6: Penggolongan Persepsi Siswa-Siswi Kelas XI SMA Negeri I Depok

Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007 Tentang

Keterampilan Mendengarkan Aktif Ibunya ………...

47

53

57

59

63

(15)

xv

Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian ………...

Lampiran 2 : Hasil Analisis Uji Validitas ………...

Lampiran 3 : Hasil Analisis Uji Reliabilitas ………...

Lampiran 4 : Tabulasi Skor-skor Penelitian ………....

Lampiran 5 : Persepsi Siswa-Siswi Kelas XI SMA Negeri I Depok, Sleman

Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007 Tentang Keterampilan

Mendengarkan Aktif Ibunya ………...

Lampiran 6 : Surat Ijin Ujicoba ………...

Lampiran 7 : Surat Ijin Penelitian ………...

Lampiran 8 : Surat Keterangan Penelitian SMA ……….

83

89

95

96

100

105

106

(16)

1

Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi sangat penting untuk menumbuhkan relasi yang hangat,

terutama relasi di dalam keluarga. Gray (Gultom, 2002) menegaskan bahwa

komunikasi merupakan unsur yang paling penting dalam suatu hubungan.

Mendengarkan merupakan unsur pokok dari komunikasi. Agar komunikasi

menjadi lebih intim dan personal, kita perlu mengkomunikasikan kepada

lawan bicara bahwa kita telah mendengarkan dan memahaminya (Supratiknya,

1995).

Nichols (Gultom, 2002) berpendapat bahwa satu hal yang

menjengkelkan dalam hidup adalah menyadari bahwa orang yang paling

dicintai atau paling dekat tidak mau mendengarkan dan mema hami apa yang

disampaikan. Setiap orang tidak pernah dapat menghilangkan keinginan untuk

menceritakan pengalaman-pengalaman pribadinya yang khas kepada

orang-orang yang dekat dengannya. Oleh karena itu, mendengarkan dengan penuh

empati merupakan kekuatan dahsyat dalam hubungan antar manusia;

sebaliknya merasa tidak didengarkan dan tidak dipahami merupakan sesuatu

(17)

Menurut Johnson (Sinurat, 1999), salah satu cara membangun

komunikasi yang intim dan personal adalah dengan cara membiasakan diri

memberikan parafrase atau tanggapan penuh pemahaman dalam

mendengarkan.

Untuk mendengarkan apa yang sebenarnya dimaksudkan lawan bicara,

pendengar perlu juga mendengarkan apa yang tidak diucapkan oleh

pembicara. Pendengar harus berusaha memahami dahulu, baru dipahami;

pendengar perlu mendengarkan dahulu, baru berbicara (Covey, 2001).

Dari beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa agar

terjalin komunikasi yang hangat dan menyenangkan, pendengar harus

memiliki keterampilan mendengarkan aktif agar pembicara merasa dipahami,

didengarkan, dihargai, dan diterima. Mendengarkan secara aktif merupakan

modal dasar bagi terjalinnya relasi yang baik dengan siapa pun dalam

berkomunikasi dan berinteraksi. Demikian juga dalam keluarga, dengan

kemampuan berkomunikasi yang baik, suasana relasi yang tercipta antar

anggota keluarga akan terasa nyaman, rileks, dan aman. Apabila anggota

keluarga (ayah, ibu, anak) memiliki kemampuan mendengarkan aktif, maka

komunikasi akan berjalan dengan baik dalam keluarga.

Apabila orang terampil mendengarkan aktif, maka komunikasi akan

berjalan dengan baik. Namun, keterampilan mendengarkan aktif bukanlah hal

yang mudah dan tidak terbentuk secara alamiah. Setiap orang dapat belajar

agar terampil mendengarkan aktif, karena keterampilan mendengarkan aktif

(18)

mendengarkan aktif akan menjadi kebiasaan dan bagian hidup dengan jalan

berlatih menggunakannya.

Dewasa ini, suasana komunikasi yang baik, nyaman, dan rileks sering

tidak tercipta dalam keluarga. Pada umumnya, hal ini terjadi karena tidak

adanya kerelaan anggota keluarga dalam mendengarkan secara aktif, entah

karena sibuk dengan pekerjaan masing- masing ataupun karena kurangnya

pemahaman mereka tentang mendengarkan aktif.

Ketika penulis melakukan praktek pengalaman Bimbingan dan

onseling di Sekolah Menengah Atas (SMA) Pangudi Luhur Sedayu Bantul,

dalam suatu kesempatan penulis melakukan observasi terhadap siswa-siswi

yang sedang terlibat dalam suatu sharing pengalaman tentang keluarga

mereka. Hasil observasi tersebut memperlihatkan bahwa kebanyakan

siswa-siswi beranggapan bahwa ibu selaku pendengar kurang memberi perhatian

pada pesan siswa-siswi selaku pembicara. Kalau memberi umpan balik, ibu

cenderung menilai pribadi lawan bicaranya, sering mengalihkan topik

pembicaraan karena ibu selaku pendengar mungkin kurang menyukai pesan

yang disampaikan lawan bicaranya. Sering pula terjadi, ada pembicara

(siswa-siswi) belum selesai mengungkapkan pesannya sudah langsung ditanggapi

pendengarnya (ibu) bahkan pendengar menolak perasaan lawan bicaranya

sehingga komunikasi antar mereka tidak terjalin dengan baik. Berdasarkan

pengalaman praktek di atas, penulis tertarik untuk mendalami keterampilan

(19)

Suasana komunikasi yang buruk sudah tentu berpengaruh buruk

terhadap perkembangan remaja yang pada umumnya masih dalam usia labil.

Seperti yang dikatakan Nic hols di depan, merasa tidak didengarkan dan

diperhatikan merupakan sebuah pengalaman buruk. Pada titik ia merasa tidak

diperhatikan, remaja akan berusaha mencari kompensasi di luar lingkungan

keluarga. Remaja pun dapat terjerumus ke dalam hal- hal yang negatif seperti

menyalahgunakan narkoba.

Siswa-siswi SMA sebagai remaja mungkin saja akan mencari

kompensasi di luar lingkungannya jika mereka menganggap tidak didengarkan

atau diperhatikan oleh keluarganya, khususnya ibu. Hal ini terjadi karena

secara tradisional pada umumnya tugas pengasuhan anak lebih dibebankan

kepada ibu daripada ayah, sebaliknya tugas pencaharian nafkah lebih

dibebankan kepada ayah daripada ibu. Pembagian peran ayah dan ibu yang

demikian, membuat anak lebih memiliki ikatan batin yang lebih kuat dan leih

dekat dengan ibu, dengan ibulah anak lebih sering berkeluh kesah, sharing

tentang berbagai hal (Gunawan, 1995).

Mengingat anak merasa lebih dekat dengan ibu, merasa lebih berani

terbuka dengan ibunya, maka agar ibu dapat berperan optimal ibu sudah

seharusnya memiliki keterampilan mendengarkan aktif. Dengan ibu memiliki

keterampilan mendengarkan aktif diharapkan anak dapat merasakana

manfaatnya.

Sejauh mana seorang remaja mempersepsikan keterampilan

(20)

berkomunikasi dengan ibunya. Jika ibunya dipersepsikan tidak cukup baik

keterampilannya dalam mendengarkan aktif, remaja bisa saja akan

menghindari berkomunikasi secara intens dengan ibunya atau keluarganya.

Sebaliknya jika remaja beranggapan bahwa ibunya baik dalam mendengarkan

aktif, maka ia akan banyak berkomunikasi dengan ibunya; hubungannya

dengan ibunya atau keluarganya akan baik, dan ini akan berpengaruh pada

perkembangan kepribadiannya, dia akan terbantu menjadi pribadi yang

dewasa dan bertanggung jawab.

Berdasarkan hasil praktek pengalaman Bimbingan dan Konseling di

SMA Pangudi Luhur Sedayu Bantul terkesan kalau siswa-siswi kelas XI di

SMA tersebut beranggapan bahwa ibu mereka kurang mampu mendengarkan

secara aktif. Mengingat latar belakang siswa-siswi ya ng tidak jauh berbeda,

penulis berasumsi bahwa siswa-siswi kelas XI SMA Negeri i Depok Sleman

Yogyakarta ini pun akan beranggapan sama bahwa ibu mereka kurang mampu

mendengarkan secara aktif. Dugaan itu tidak terlalu jauh berbeda

dibandingkan pengalaman teman penulis yang melakukan praktek pengalaman

Bimbingan dan Konseling di SMA tersebut, bahwa banyak siswa-siswi di

SMA tersebut yang mengeluh kepadanya kalau ibu mereka kurang mampu

mendengarkan mereka secara aktif. Hal ini diperkuat pula oleh pengalaman

konselor SMA tersebut yang ternyata sering menemukan siswa-siswi

bermasalah dalam tugasnya, terutama karena ibu mereka terlalu sibuk dengan

(21)

Penulis tertarik untuk mengetahui persepsi siswa-siswi kelas XI SMA

Negeri I Depok Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007 tentang

keterampilan mendengarkan aktif ibunya. Dengan mengetahui persepsi para

siswa-siswi SMA Negeri I Depok Sleman mengenai keterampilan

mendengarkan aktif ibunya, maka bisa dipikirkan upaya- upaya yang perlu

dilakukan untuk meningkatkan keterampilan mendengarkan aktif ibu.

B. Perumusan Masalah

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui persepsi siswa-siswi

kelas XI SMA Negeri I Depok Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007

tentang keterampilan mendengarkan aktif ibunya. Pertanyaan yang dijawab

adalah:

Bagaimanakah persepsi siswa-siswi kelas XI SMA Negeri I Depok Sleman

Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007 tentang keterampilan mendengarkan aktif

ibunya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi siswa-siswi

kelas XI SMA Negeri I Depok Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007

tentang keterampilan mendengarkan aktif ibunya.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Peneliti

Peneliti dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bekal untuk

(22)

2. Peneliti lain

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber inspirasi atau bahan

pembanding apabila penulis lain ingin mengembangkan penelitian di

seputar objek yang sama.

3. Pembaca

Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat memberikan informasi yang

berguna bagi para pembaca untuk melengkapi dan mengembangkan

pengetahuan tentang keterampilan mendengarkan aktif.

4. Guru pembimbing di SMA Negeri I Depok Sleman Yogyakarta

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu menyadarkan guru

pembimbing tentang pentingnya pelatihan mendengarkan aktif bagi

orang tua, khususnya ibu siswa- siswi.

5. Ibu Siswa-siswi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu menyadarkan mereka

bahwa keterampilan mendengarkan secara aktif yang mereka kuasai

masih perlu ditingkatkan. Diharapkan mereka terdorong untuk

meningkatkannya.

E. Definisi Operasional

1. Persepsi adalah tanggapan individu atas informasi yang diterima,

setelah informasi yang bersangkutan diolah dan ditafsirkan. Tanggapan

individu ini dapat berbentuk pendapat, anggapan, keyakinan atau

(23)

yang satu dengan yang lainnya terhadap objek yang sama dapat

berbeda-beda.

2. Keterampilan dalam arti sempit adalah kemudahan, kecepatan, dan

ketepatan dalam melakukan sesuatu, yang juga disebut manual skill.

Keterampilan dalam arti luas meliputi manual skill, intellectual skill,

dan social skill.

3. Keterampilan mendengarkan aktif adalah kemampuan pendengar

untuk mendengarkan dan me ngerti pesan termasuk perasaan

pembicara, serta mengungkapkannya atau memantulkannya kembali

sesuai dengan maksud pembicara secara cepat, mudah, dan tepat

(Safaria, 2005: 172).

4. Siswa-siswi SMA Negeri I Depok Sleman Yogyakarta adalah

siswa-siswi kelas XI SMA Negeri I Depok Sleman Yogyakarta tahun ajaran

2006/2007.

5. Ibu adalah ibu kandung dari siswa-siswi kelas XI SMA Negeri I

Depok Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007.

6. Persepsi siswa-siswi kelas XI SMA Negeri I Depok Sleman

Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007 tentang keterampilan

mendengarkan aktif ibunya adalah pendapat atau keyakinan para

siswa-siswi tersebut mengenai kemampuan ibu mereka untuk

(24)

9

Bab ini memuat pembahasan tentang hakekat persepsi, siswa

sebagai remaja dan aspek-aspek perkembangannya, keterampilan

mendengarkan aktif, persepsi siswa-siswi kelas XI SMA Negeri I Depok

Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007 tentang keterampilan

mendengarkan aktif ibunya.

A. Hakekat Persepsi 1. Pengertian Persepsi

Banyak ahli yang memberikan pengertian persepsi. Menur ut

Hilgard (Dharma dan Adryanto, 1983: 201) persepsi adalah proses

mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus dalam lingkungan.

Persepsi sangat berkaitan dengan proses kognitif, seperti ingatan dan

berpikir.

Persepsi merupakan proses diterimanya rangsangan melalui alat

indera sampai rangsangan itu disadari dan dimengerti, dan merupakan

interpretasi terhadap rangsang yang bersangkutan (Irwanto, dkk, 1989:

71). Irwanto, dkk (1989: 71) menyatakan bahwa persepsi adalah

interpretasi dari pengalaman subjek. Pengalaman-pengalaman subjek

yang disadari dan dimengerti merupakan suatu penafsiran dari

rangsang yang diterima. Persepsi bukan ditentukan oleh benda yang

(25)

memberikan tanggapan (Rahmat, 2000: 80). Salah satu hal ya ng

menentukan persepsi adalah karakteristik orang yang memberikan

tanggapan. Sebagai contoh anak cuek/ yang tidak memperdulikan

lingkungan biasanya menganggap sikap ibunya yang diam ketika anak

berbicara menganggap orangtuanya mendengarkan aktif, anak yang

berperasaan halus mudah menganggap sikap diam orang tuanya

sebagai bentuk ketidakpedulian.

Persepsi didefinisikan sebagai pandangan, pengamatan, atau

tanggapan individu terhadap benda, kejadian, tingkah laku manusia,

atau hal- hal yang ditemui dalam hidup sehari- hari (Mulyono, 1978:

22). Persepsi terhadap suatu objek dapat saja berbeda antara individu

yang satu dengan lainnya (Nasution, 1982: 157). Hal ini menunjukkan

setiap individu ketika menerima rangsangan dari luar melalui indera

dicoba dipahami lalu memberikan tanggapan atau reaksi baik berupa

pendapat maupun tingkah laku. Tanggapan tersebut walaupun terhadap

objek yang sama bisa saja beragam tergantung individunya sendiri.

Dari beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa

persepsi merupakan suatu proses di dalam diri individu yang terjadi

dengan langkah- langkah tertentu. Awalnya, melalui indera individu

menerima rangsangan dari luar yang dicoba dipahami oleh individu

yang bersangkutan sehingga dapat memberikan tanggapan. Tanggapan

individu dapat berbentuk pendapat dan dapat juga berbentuk tingkah

(26)

2. Aspek-aspek Persepsi

Menurut Irwanto, dkk (1989) aspek-aspek pokok persepsi adalah

seperti yang diuraikan di bawah ini:

a. Rangsang

Rangsang yang diterima harus sesuai dengan modalitas tiap-tiap

indera, yaitu sifat sensoris dasar dari masing- masing indera (cahaya

untuk penglihatan; bau untuk penciuman; suhu bagi perasa; sifat

permukaan bagi peraba; bunyi bagi pendengaran).

b. Tanggapan

Proses persepsi bermula dari adanya objek yang menimbulkan

rangsang, lalu rangsang mengenai reseptor. Tahap ini disebut

kealaman karena terjadi secara alamiah. Rangsang yang diterima

oleh reseptor diteruskan ke syaraf sensoris setelah mengalami

penyeleksian dan dilanjutkan oleh syaraf ke otak sebagai pusat

kesadaran. Proses yang terjadi di otak merupakan persepsi yang

sebenarnya. Setiap rangsang yang disadari kemudian ditanggapi

oleh individu melalui syaraf motorik. Tanggapan yang diberikan

bisa berupa sikap menerima atau menolak, suka atau tidak, senang

atau tidak senang. Tanggapan bisa berupa perbuatan, misalnya

ketika individu menganggap atau mempersepsikan bahwa

seseorang menghina atau mempermalukannya ia bisa saja marah

(27)

c. Perilaku

Persepsi yang diperoleh dalam proses penyadaran ditentukan juga

oleh nilai- nilai yang dianut individu. Dalam proses penyadaran,

persepsi merupakan suatu penilaian atau pandangan individu.

Setiap nilai dan pandangan yang dianggap penting oleh individu

akan menuntut individu untuk melaksanakannya, dan itu berarti

individu tersebut melaksanakan perilaku tertentu. Misalnya ketika

individu menganggap ia dihormati orang lain dan juga

menunjukkan perilaku menghormati orang lain. Namun jika

individu menganggap orang meremehkannya ia akan berperilaku

mengabaikan orang lain.

3. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Persepsi

Menurut Irwanto, dkk (1989) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi persepsi, yakni:

a. Perhatian yang selektif

Perhatian merupakan persiapan dalam proses pembentukan

persepsi. Ada tidaknya perhatian individu atas rangsangan yang

diterima akan mempengaruhi tanggapan individu atas rangsangan

tersebut. Rangsang yang mendapat perhatian individu akan disadari

secara lebih mendalam dan ditanggapi dengan cepat. Sedangkan

rangsang yang kurang mendapat perhatian individu akan kurang

disadari dan kurang ditanggapi. Perhatian dan kesadaran individu

(28)

perhatian individu, semakin besar kesadarannya akan rangsang itu,

dan semakin besar pula kemungkinan individu menanggapinya.

Semakin kecil perhatian individu, semakin kecil kesadarannya

akan rangsang itu, dan semakin kecil pula kemungkinan individu

menanggapinya. Dalam hal ini jika remaja menganggap bahwa

ibunya memberikan reaksi yang memperlihatkan bahwa orang tua

mendengarkannya, berempati dan bersimpati dengan pesan yang

disampaikan remaja, maka remaja akan merasa dipahami dan

dihargai. Sebaliknya jika remaja menganggap bahwa ibunya

memberikan reaksi yang tidak antusias, bersikap antipati dan

cenderung melakukan nasehat maka remaja akan merasa tidak

dipahami dan kurang dihargai.

b. Sifat-sifat rangsang

Berdasarkan gerakan, individu lebih menaruh perhatian kepada

rangsang yang bergerak daripada rangsang yang diam. Berdasarkan

ukuran, individu lebih menaruh perhatian kepada rangsang yang

besar daripada rangsang yang kecil. Berdasarkan intensitas,

individu lebih menaruh perhatian kepada rangsang yang kuat

daripada rangsang yang lemah. Berdasarkan kontrasitas, individu

lebih menaruh perhatian kepada rangsang yang kontras dengan

latar belakang daripada rangsang yang biasa. Jika remaja melihat

ibunya memberikan gerakan yang menyatakan simpati, seperti

(29)

mendengarkan denga n antusias maka, remaja akan merasa

dipahami dan dihargai.

c. Nilai-nilai dan kebutuhan individu

Perhatian individu terhadap rangsang turut ditentukan oleh sejauh

mana rangsang itu bernilai bagi individu dan sesuai dengan

kebutuhannya. Individu akan lebih menaruh perhatian kepada

rangsang yang bernilai baginya daripada kepada rangsang yang

kurang bernilai. Individu juga akan lebih menaruh perhatian

kepada rangsang yang sesuai dengan kebutuhannya daripada yang

kurang sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu perhatian

individu terhadap rangsang bersifat subjektif, berbeda antara

individu yang satu dari yang lainnya.

d. Pengalaman terdahulu

Perhatian individu terhadap rangsang turut ditentukan oleh

pengalaman akan rangsang itu yang dimiliki individu sebelumnya.

Pengalaman-pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi individu

dalam mempersepsi dunianya. Pengalaman dalam berkomunikasi

dengan orang tua akan mempengaruhi atau membentuk persepsi

(30)

B. Siswa sebagai Remaja dan Aspek-aspek Perkembangannya 1. Pengertian Siswa sebagai Remaja

Siswa-siswi SMA sedang menjalani masa remaja. Menurut Alwi,

dkk (2002: 717) yang dimaksudkan dengan masa adalah jangka waktu

tertentu yang ada permulaan dan batasnya. Pengertian ini dipertegas oleh

Poerwadarminta (1976) yang mengatakan bahwa masa adalah periode

waktu tertentu yang punya batas yang jelas awal dan akhirnya. Menurut

Rifai (1984) remaja adalah pemuda dan pemudi yang berada pada masa

perkembangan yang disebut “adolesensi” (masa remaja sebagai masa

menuju kedewasaan). Masa ini merupakan suatu tahap perkembangan

dalam kehidupan manusia, di mana individu sudah tidak dapat lagi disebut

anak kecil, tetapi juga belum dapat disebut orang dewasa. Menurut

Darajad (1959) masa remaja adalah suatu masa dari umur manusia yang

paling banyak mengalami perubaha n, yang membawa individu pindah dari

masa anak-anak menuju masa dewasa. Perubahan-perubahan yang terjadi

meliputi aspek jasmani, rohani, pikiran, perasaan, dan aspek sosial. Masa

remaja merupakan masa peralihan atau transisi ke masa dewasa.

Gunarsa dan Gunarsa (1986: 203) mengemukakan bahwa masa

remaja merupakan masa peralihan dari masa anak menuju masa dewasa

yakni antara usia 12 sampai 21 tahun. Masa remaja merupakan periode

yang sangat penting bagi remaja karena perkembangannya pada masa ini

(31)

2. Aspek-aspek Perkembangan Remaja

Perkembangan merupakan perubahan yang menyangkut aspek

kualitatif. Menurut Herdiansiska dan Ediana (1999: 5) perubahan kualitatif

mempunyai ciri-ciri, yaitu: progresif, teratur, berkesinambungan, dan

akumulatif. Perkembangan remaja meliputi tujuh aspek perkembangan,

(Hediansiska dan Ediana, 1999: 5) seperti yang diuraikan pada bagian

berikut ini:

a. Perkembangan kepribadian

Menurut Allport (Hurlock, 1994:236) kepribadian adalah

susunan sistem-sistem psikofisik yang dinamis dalam diri suatu

individu yang menentukan penyesuaian individu yang unik

terhadap lingkungan. Istilah “dinamis” menunjukkan adanya

perubahan dalam kepribadian, menekankan bahwa perubahan dapat

terjadi dalam kualitas perilaku seseorang. “Susunan” mengandung

arti bahwa kepribadian tidak dibangun dari berbagai ciri yang satu

ditambahkan pada yang lain begitu saja, melainkan ciri-ciri ini

saling berkaitan, beberapa ciri bertambah dominan sedang yang

lain semakin berkurang, sejalan dengan perubahan yang terjadi

pada anak dan dalam lingkungan. Sebagai contoh sejalan dengan

perkembangan usia, sebagai remaja semakin terikat dengan

teman-teman sebayanya daripada orangtuanya, rasa sosialitasnya semakin

meningkat sedangkan rasa individualis semakin berkurang.

(32)

keadaan emosional, perasaan dan motif yang bersifat psikologis

tetapi mempunyai dasar fisik dalam kelenjar, saraf, dan keadaan

fisik anak secara umum. Sistem psikofisik merupakan kekuatan

motivasi yang menentukan jenis penyesuaian yang akan dilakukan

anak. Karena tiap anak mempunyai pengalaman belajar yang

berbeda, jenis penyesuaian anak adalah “unik”, dalam arti bahwa

tidak seorang anak pun, bahkan juga kembar identik pun akan

bereaksi dengan cara yang persis sama.

Aspek perkembangan kepribadian remaja yang terpenting

ialah konsep diri. Konsep diri merupakan gambaran remaja tentang

dirinya, yang meliputi penilaian diri, penilaian sosial, dan citra diri.

Penilaian diri mengandung arti bahwa remaja menyadari keinginan

atau dorongan yang datang dari dalam dirinya. Sedangkan

penilaian sosial, mengandung arti bahwa remaja mampu

mengevaluasi penilaian sosial terhadap dirinya. Citra diri

menunjuk “siapa saya?”, “saya ingin jadi apa?”, dan “bagaimana

orang lain memandang saya?”. Keberhasilan remaja dalam

mengembangkan kepribadiannya dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Hurlock (1994:238) menjelaskan tiga faktor yang mempengaruhi

perkembangan kepribadian, yaitu:

(33)

b. Perkemba ngan identitas diri

Menurut Havighurst (Rifai, 1984) identitas diri adalah

kemampuan dalam menjalankan peran-peran sosial menurut jenis

kelamin masing- masing, artinya menerima jenis kelamin secara

kodrati sehingga mempunyai perasaan puas terhadap diri sendiri,

mempelajari dan menerima peran masing- masing sesuai dengan

ketentuan atau norma-norma masyarakat. Identitas atau jati diri

remaja tergantung pada keberadaan kelompok yang dapat

memberikan makna bagi dirinya. Salah satu identitas diri yang

diharapkan dapat dimiliki pada masa remaja adalah identitas jenis

kelamin.

Setiap remaja harus dipersiapkan agar bisa memahami

bahwa perbedaan jenis kelamin merupakan kodrat, merupakan

kehendak Tuhan yang harus diterima apa adanya.

c. Perkembangan sosial

Menurut Hurlock (1994) perkembangan sosial berarti

perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan

sosial. Pada masa remaja terjadi perluasan area sosial. Remaja

mulai memperluas relasinya dengan teman sebaya. Ada dorongan

yang kuat untuk berga ul dengan orang lain dan ingin diterima oleh

orang lain, khususnya yang sebaya. Jika kebutuhan ini tidak

dipenuhi, remaja tersebut tidak akan bahagia. Sebaliknya jika

(34)

mendorong remaja menilai penting hubungan dengan teman sebaya

(peer group), teman yang merupakan tempat berbagi pengalaman

dan perasaan serta tempat untuk membentuk identitas diri (Gunarsa

dan Gunarsa, 1990:198). Ciri khas perkembangan sosial remaja,

yaitu kuatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam

perilaku sosial, serta pengelompokkan sosial baru. Ciri khas ini

tampak dari konformitas, yaitu gejala menyesuaikan diri dengan

keinginan kelompok sebaya. Ciri khas konformitas pada usia

remaja itulah seseorang lebih terikat kepada teman sebaya (

peer-group) daripada orang tua. Remaja merasa kelompok sebayalah

yang bisa memahami dirinya, karena dengan kelompok sebaya

remaja secara umum bersikap konformitas, sebaliknya dengan

yang lain menunjukkan penolakan atau konfrontasi.

Hurlock (1994: 213-216) menambahkan ciri khas pada

perubahan sosial remaja, yaitu remaja memiliki nilai- nilai baru

dalam hal persahabatan, dukungan atau penolakan sosial, serta

seleksi pemimpin. Nilai- nilai baru adalah nilai-nilai anutan remaja

yang baru yang membedakannya dengan nilai-nilai lama. Dalam

hal persahabatan, misalnya : muncul geng-geng remaja dimana

antar anggotanya memperlihatkan kesetiaan dan keterikatan lebih,

apa yang menjadi anutan kelompok akan diterima sebaliknya yang

ditolak kelompok akan ditolaknya pula. Nilai anutan kelompok

(35)

kelompok. Biasanya yang paling dominan pengaruhnya akan

menjadi pemimpin kelompok atau geng tersebut.

Minat remaja terhadap kehidupan sosial muncul karena

beberapa alasan, antara lain: (1) remaja menyadari bahwa

penerimaan sosial (terutama kelompoknya) sangat dipengaruhi

oleh kesan keseluruhan yang dinampakkan oleh si remaja itu

kepada sekitarnya; (2) adanya kesadaran para remaja bahwa

lingkungan sosial menilai dirinya dengan melihat miliknya,

sekolahnya, keuangannya, benda-benda lain yang dimilikinya, dan

teman-teman sepergaulannya. Apa yang ada pada diri remaja dapat

mengangkat atau memerosotkan pandangan orang lain terhadap

dirinya, terutama pandangan dari teman-teman sebayanya.

Pada masa ini, remaja mulai menyesuaikan diri dengan

keadaan sosial dan orang dewasa di luar keluarga dan sekolah.

Mereka juga menjalin hubungan yang baik di luar rumah bersama

dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok. Remaja mulai

menyadari sifat-sifat yang baik dan yang buruk dalam dirinya dan

membandingkan sifat-sifat itu dengan sifat teman-temannya.

Mereka akan berusaha untuk memperbaiki kekurangan yang ada

padanya dengan harapan untuk meningkatkan dukungan sosial.

Banyak remaja menggunakan standar kelompok sebagai dasar

konsep mereka mengenai kepribadian yang “ideal” untuk menilai

(36)

diterima oleh temen-teman kelompoknya. Mereka akan merasa

sedih bila dikucilkan dan dihindari oleh teman-temannya. Pengaruh

teman sebaya sangat besar bagi remaja bahkan lebih besar dari

orang tua, misalnya dalam perilaku dan penampilan. Hal ini yang

sering menimbulkan konflik antara remaja dan orang dewasa.

d. Perkembangan emosi

Menurut Hurlock (1994) semua emosi memainkan peran

yang penting dalam kehidupan manusia seperti terhadap

penyesuaian pribadi dan sosialnya. Perkembangan emosi

dikendalikan oleh proses pematangan dan proses belajar secara

bersama-sama. Ada lima bentuk cara belajar yang menunjang

perkembangan emosi, yaitu: coba ralat (trial and error), dengan

menirukan (imitation), dengan mempersamakan (identification),

dengan pengkondisian (conditioning), dan dengan pelatihan

(training).

Banyak faktor yang mempengaruhi kematangan emosi

remaja, antara lain: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan

teman sebaya. Lingkungan keluarga yang mampu menciptakan

hubungan yang baik antar anggota keluarga, misalnya adanya

saling percaya, saling menghargai, dan penuh tanggungjawab, dan

membantu remaja untuk mencapai kematangan emosionalnya.

Penerimaan yang hangat dan penghargaan yang diterima dari

(37)

Hurlock (1994: 213) menjelaskan bahwa remaja dapat

mencapai kematangan emosi melalui katarsis emosi. Katarsis

emosi merupakan suatu cara untuk mengungkapkan atau

menyalurkan luapan emosi yang disadari.

Menurut Hurlock (1994) ciri-ciri perkembangan emosi

remaja, yaitu:

1) Emosi lebih mudah bergejolak dan biasanya diekspresikan

secara meledak- ledak.

2) Kondisi emosi berlangsung cukup lama, sampai pada akhirnya

kembali ke keadaan semula.

3) Jenis-jenis emosi sudah lebih bervariasi, bahkan ada kalanya

emosi bercampur baur, sehingga remaja menjadi bingung

karena sulit mengenali emosi yang terjadi pada dirinya.

4) Mulai muncul ketertarikan dengan lawan jenis yang melibatkan

emosi.

5) Sangat peka terhadap cara orang lain memandang dirinya,

sehingga menjadi mudah tersinggung dan malu.

e. Perkembangan kognitif

Teori perkembangan kognitif menurut Piaget (Herdiansiska

dan Ediana, 1999: 34) menyebutkan bahwa kemampuan kognitif

remaja berada pada tahap formal operational. Pada tahap ini:

(38)

dan menyelesaikan dengan mengambil banyak faktor sebagai landasan pertimbangan.

Gunarsa dan Gunarsa (1990: 197) mengungkapkan bahwa

remaja memiliki kemampuan berpikir secara abstrak, idealis, dan

logis. Kemampuan berpikir remaja yang demikian itu membuat

remaja, antara lain:

1) Kritis: segala sesuatu harus rasional dan jelas sehingga remaja

cenderung mempertanyakan kembali aturan-aturan yang

diterima.

2) Memiliki rasa ingin tahu yang kuat: perkembangan intelektual

remaja membuatnya ingin mengetahui dan mempertanyakan

banyak hal. Keingintahuannya yang kuat, bersamaan dengan

kebutuhannya bereksplorasi terhadap hal- hal yang ada di

sekitarnya.

3) Ego sentris: remaja memusatkan perhatian dan pikiran pada

sudut pandangnya.

f. Perkembangan moral

Perkembangan moral remaja dipengaruhi juga oleh tempat

mereka tinggal. Pada masa ini remaja perlu mempelajari apa yang

diharapkan oleh kelompok dari dirinya dan mampu berperilaku

sesuai dengan harapan masyarakatnya, tanpa harus selalu

dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang

(39)

kecenderungan untuk membentuk prinsip moral yang otonom,

yang berlaku untuk dirinya sendiri, walaupun seringkali tidak

sesuai dengan prinsip kelompok dan lingkungan sekitarnya. Hal ini

sering menyebabkan konflik dengan orang tua dan orang dewasa

lainnya. Remaja harus mampu me ngendalikan perilakunya sendiri,

dan tidak selalu bergantung pada orang tua dan para guru (Hurlock,

1994: 225).

Hurlock (1994) menjelaskan bahwa perkembangan moral

berarti perkembangan perilaku yang sesuai dengan kode moral

kelompok sosial.

Menurut Piage t (Hurlock, 1994: 79-80) perkembangan

moral remaja terjadi dalam dua tahap, yaitu:

1) Perilaku remaja ditentukan oleh ketaatan otomatis terhadap

peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Dalam tahap

perkembangan moral ini, remaja menilai tindakan sebagai

“benar” atau “salah” atas dasar konsekuensinya dan bukan

berdasarkan motivasi di belakangnya serta sama sekali

mengabaikan tujuan tindakan.

2) Remaja menilai perilaku atas dasar tujuan yang mendasarinya.

Tahap perkembangan moral ini bertepatan dengan “tahapan

operasi formal” artinya remaja mampu mempertimbangkan

semua cara yang mungkin untuk memecahkan masalah tertentu

(40)

memungkinkan remaja untuk melihat masalahnya dari berbagai

sudut pandang dan mempertimbangkan berbagai faktor untuk

memecahkannya.

g. Perkembangan peran seks

Menurut Hurlock (1994) perkembangan peran seks berarti

pola perilaku dari anggota kedua jenis kelamin yang disetujui dan

diterima kelompok sosial, tempat individu mengidentifikasikan

diri. Block (Hurlock, 1994) mendefinisikan peran seks sebagai

gabungan sejumlah sifat yang diterima seseorang sebagai

karakteristik yang membedakan pria dan wanita. Perkembangan

peran seks remaja mencakup pembentukan hubungan baru dan

yang lebih matang dengan lawan jenis.

Selain ketujuh aspek perkembangan remaja yang dikemukakan oleh

Herdiansiska dan Ediana (1999: 5). Zulkifli (2003: 73) menambahkan satu

aspek perkembangan remaja, yaitu: perkembangan religius. Pengalaman

religius merupakan sesuatu yang diterima sebagai keyakinan terhadap

hubungan yang bersifat Ketuhanan.

Aspek-aspek perkembangan remaja sebagaimana telah dipaparkan di

atas akan berkembang dengan baik bila dalam perkembangannya itu

terjalin suatu komunikasi yang intens dengan keluarganya, khususnya ibu.

Dengan terjalinnya suatu komunikasi yang baik, anak bisa terbuka

mengungkapkan masalah yang dihadapinya, dan ibu bisa memberikan

(41)

C. Keterampilan Mendengarkan Aktif

1. Pentingnya komunikasi dalam Keluarga

Berkomunikasi merupakan keharusan bagi manusia. Manusia

membutuhkan dan senantiasa berusaha membuka serta menjalin

komunikasi atau hubungan dengan sesamanya. Selain itu, ada sejumlah

kebutuhan di dalam diri manusia yang hanya dapat dipuaskan lewat

komunikasi dengan sesamanya. Oleh karena itu, penting bagi kita menjadi

terampil dalam komunikasi.

Secara luas komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku

seseorang baik verbal maupun nonverbal yang ditanggapi oleh orang lain.

Komunikasi mencakup pengertian yang lebih luas dari sekedar

wawancara. Johnson (Supratiknya, 1995: 30) menjelaskan bahwa setiap

bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga juga

merupakan sebentuk komunikasi.

Secara sempit komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirimkan

seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk

mempengaruhi tingkah laku penerima. Dalam setiap bentuk komunikasi

setidaknya dua orang saling mengirimkan lambang- lambang yang

memiliki makna tertentu. Lambang- lambang tersebut bisa bersifat verbal

berupa kata-kata, atau bersifat nonverbal berupa ekspresi atau ungkapan

tertentu dan gerak tubuh (Supratiknya, 1995: 30).

Johnson (Supratiknya, 1995: 9) menunjukkan beberapa peranan

(42)

Komunikasi membantu perkembangan intelektual dan sosial kita; (2)

Identitas atau jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan

orang lain; (3) Dalam rangka memahami realitas di sekeliling kita serta

menguji kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang

dunia di sekitar kita, kita perlu membandingkannya dengan kesan-kesan

dan pengertian orang lain tentang realitas yang sama dengan jalan

berkomunikasi; (4) Kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan

oleh kualitas komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain,

lebih-lebih orang-orang yang merupakan tokoh-tokoh signifikan dalam hidup

kita, seperti orang tua, guru.

Lane dan Stevens (1999) menyatakan bahwa komunikasi dalam

keluarga bagaikan nafas dalam kehidupan. Komunikasi merupakan faktor

dominan penentu keberhasilan dalam suatu keluarga. Tidak ada seorang

pun dalam keluarga bebas dari pengaruh komunikasi. Komunikasi yang

efektif mampu menyingkirkan masalah- masalah yang potensial sebelum

muncul dan merebak dalam keluarga. Komunikasi yang efektif juga

menambah keakraban yang menumbuhkan cinta kasih dalam keluarga.

Kualitas sebuah keluarga sangat dipengaruhi oleh suasana komunikasi

yang tercipta dalam keluarga itu sendiri. Bila komunikasi berjalan baik,

maka relasi di dalam keluarga pun akan baik. Bila komunikasi dalam

keluarga tidak berjalan dengan baik, maka relasi di dalam keluarga pun

(43)

Menurut Lane dan Stevens (1999), kegiatan mendengarkan akan

berhenti di tengah jalan, apabila orang yang berkomunikasi melakukan

interpretasi atau menilai apa yang didengarkan dari mitra komunikasinya

berdasarkan kebiasaan atau pengalaman hidup nya sendiri, orang

cenderung menghakimi, menilai, menyetujui atau menolak pernyataan atau

pendapat orang lain.

Sebagaimana telah dinyatakan di atas, bahwa tugas pengasuhan

dan pendampingan anak merupakan tugas utama seorang ibu. Agar ibu

dapat melaksanakan tugas pengasuhannya secara efektif dan efisien maka

diperlukan keterbukaan komunikasi antara anak dan ibunya. Melalui

keterbukaan komunikasi anak dapat menyampaikan berbagai persoalan

yang dihadapi mereka, ibu mereka pun dapat membantu mengatasi

berbagai persoalan yang mereka hadapi. Agar ibu dapat membantu

perkembangan remaja, ibu harus memiliki keterampilan mendengarkan

aktif. Dengan keterampilan mendengarkan aktif ibu dapat menangkap

pesan dan perasaan anaknya, dan dapat memantulkannya kembali dengan

kata-katanya sendiri.

2. Empat Jenis Tanggapan yang Konstruktif

Agar mampu memulai, mengembangkan dan memelihara komunikasi

yang akrab, hangat, dan produktif baik dalam keluarga maupun dengan

orang lain kita perlu mengetahui jenis-jenis tanggapan yang konstruktif.

Menurut Gordon (1999) ada empat jenis tanggapan yang konstruktif,

(44)

ajakan untuk melanjutkan; dan (4) mendengarkan aktif. Masing- masing

diuraikan pada bagian berikut.

a. Mendengarkan pasif: diam

“Silence is golden”. Dengan diam si pemilik masalah:

diajak untuk mengungkapkan masalahnya, diberi kesempatan

untuk mengalami proses katarsis dan mengungkapkan

perasaannya, dibuat bertahan (didasarkan) sebagai pemilik

masalah, didorong untuk menggali perasaan-perasannya lebih

dalam, ditunjukkan bahwa dia diterima.

b. Tanggapan pengakuan-penerimaan

Isyarat-isyarat verbal dan non verbal yang menunjukkan

bahwa sungguh-sungguh mendengarkan dengan penuh

perhatian. Isyarat non verbal misalnya mengangguk, agak

menunduk ke arah depan, tersenyum, mengerutkan dahi, dan

gerakan tubuh lain. Isyarat verbal misalnya “saya mengerti”.

“Mm, sangat menarik”. “Oh begitu”.

c. Ajakan untuk melanjutkan

Membuka pintu atau mengajak untuk berbicara lebih

banyak, misalnya: Apakah mau bicara lebih banyak lagi

tentang itu?, Itu sangat menarik, maukah melanjutkannya

lagi?, Apakah kau mau membicarakan hal itu?. Ini merupakan

pertanyaan terbuka, dan tanpa pernyataan, penilaian terhadap

(45)

d. Mendengarkan aktif

Dalam mendengarkan aktif pendengar atau penerima

berusaha mengerti perasaan pengirim atau pembicara serta arti

pesan yang dikirimnya. Kemudian pengertiannya dinyatakan

dalam kalimat dan dikirimkan kembali ke pengirim. Penerima

tidak mengirimkan pesannya sendiri, seperti penilaian,

pendapat, nasehat, analisis dan pertanyaan, melainkan apa yang

dianggapnya sebagai arti pesan si pengirim. Maksudnya untuk

mencocokkan ketepatan si penerima dalam mendengarkan dan

untuk meyakinkan si pengirim bahwa ia dimengerti pada saat

ia mendengar pesannya “diumpanbalikkan” secara tepat.

Ketiga cara mendengarkan yaitu mendengarkan pasif, tanggapan

pengakuan-penerimaan, dan ajakan untuk melanjutkan memiliki banyak

keterbatasan seperti tidak banyak interaksi, konseli atau pengirim yang

lebih aktif (dominan), dia tidak tahu apakah dia sudah dimengerti, dia

hanya tahu bahwa dia didengarkan tetapi tidak tahu sejauh mana penerima

menerima dirinya dengan segala persoalan dan perasaannya yang

sesungguhnya dan penyebab persoalannya belum digali secara optimal.

Ketiga cara itu relatif termasuk pasif, dan tidak menunjukkan bahwa

pembicara sudah dipahami. Hal ini sangat berbeda pada cara

(46)

3. Keterampilan Mendengarkan Aktif

a. Pengertian keterampilan mendengarkan aktif

Menurut Vembrianto (Sinurat, 1999: 14) keterampilan dapat

diartikan secara luas dan sempit. Keterampilan dalam arti sempit ialah

kemudahan, kecepatan, dan ketepatan dalam tingkah laku motorik,

yang juga disebut manual skill. Dalam arti luas, keterampilan meliputi

aspek manual skill, intellectual skill, dan social skill.

Adams dan Lenz (1995) mengemukakan bahwa keterampilan

mendengarkan aktif merupakan kecakapan esensial untuk membantu

orang lain pada saat mereka mempunyai masalah. Mendengarkan aktif

merupakan kegiatan yang penting untuk mengkomunikasikan

penerimaan pada saat berperan sebagai penolong.

Devito (Safaria, 2005: 164) mendefinisikan mendengarkan

sebagai proses aktif menerima rangsangan telinga dalam bentuk

gelombang suara. Mendengarkan tidak terjadi begitu saja, menuntut

perhatian, energi dan komitmen. Mendengarkan (listening) berbeda

dengan mendengar (hearning) sebagai proses pasif. Kata menerima

dalam mendengarkan menegaskan bahwa orang menyerap rangsangan

dan memprosesnya dengan cara tertentu, setidaknya selama beberapa

waktu, rangsangan yang diterima ditahan untuk diproses.

Menurut Wursanto (1987: 34) mendengarkan mempunyai dua

pengertian, yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti

(47)

terhadap suatu berita atau pesan dengan mempergunakan indera

pendengar, terbatas pada penerimaan pesan secara lisan. Dalam arti

luas, mendengarkan adalah usaha untuk memperoleh pengertian

dengan mempergunakan indera pendengar dan kemampuan pikiran

untuk mengadakan interpretasi terhadap berita atau pesan yang

diterima, baik secara lisan maupun tertulis.

Menurut Safaria (2005: 172) mendengarkan aktif adalah

pendengar memahami, menangkap, dan merumuskan kembali denga n

kata-kata sendiri dan pesan pembicara berupa pikiran termasuk

perasaan pembicara. Mendengarkan aktif melibatkan sikap empati dari

pendengar sehingga mampu memantulkan kembali sesuai dengan

maksud pembicara secara cepat, mudah, dan tepat.

Gordon (Sinurat, 1999: 82) menegaskan bahwa dalam

mendengarkan aktif, pendengar berusaha mengerti perasaan pengirim

serta arti pesan yang dikirimkannya. Kemudian pengertiannya

dinyatakan dalam kalimat dan dikirimkan kembali kepada pengirim.

Penerima tidak mengirimkan pesannya sendiri, seperti penilaian,

pendapat, analisa, nasehat, dan pertanyaan. Yang diumpanbalikkan

hanyalah apa yang dianggapnya sebagai arti pesan pengirim.

Dalam mendengarkan aktif penerima berusaha mengerti

perasaan pengirim serta arti pesan yang dikirimkannya. Kemudian

pengertiannya dinyatakan dalam kalimat dan dikirimkan kembali

(48)

membicarakan apa yang telah kita capai”. Pemimpin: “Kedengarannya

Anda tidak menyetujui acara rapat”; (2) Bawahan: “Mengapa si Partini

itu banyak sekali membuat kesalahan?”. Pemimpin: “Anda

menyesalkan penampilannya”.

Berkomunikasi dengan remaja, tidak dapat diartikan

semata-mata sebagai kemampuan mengemukakan isi pikiran atau perasaan

orang tua kepada anak. Komunikasi dalam keluarga hanya dapat

berlangsung dengan melibatkan tiga komponen, yaitu: pembicara

(orang tua/ remaja), pendengar (remaja/ orang tua), dan pesan yang

dikomunikasikan. Artinya bahwa komunikasi hanya dapat berjalan

dengan lancar apabila orang tua dan remaja mampu mengemukakan

diri secara jelas dan bersedia mendengarkan pesan yang bersifat verbal

maupun isyarat (non verbal) atau gerakan tubuh lawan bicaranya.

Untuk itu, keterampilan mendengarkan aktif sangat penting diterapkan

dalam keluarga baik ole h remaja maupun oleh orang tua, karena

denga n mendengarkan aktif mereka bisa saling mengerti dan

memahami perasaan orang lain sebagaimana adanya. Remaja akan

terbuka mengungkapkan berbagai perasaan dan keinginannya bila

secara psikologis dia merasa aman, diterima oleh lingkungannya.

Penerimaan dari lingkungan merupakan faktor yang sangat penting

agar remaja dapat tumbuh, berkembang dan melakukan perubahan

demi peningkatan diri, belajar memecahkan masalah, menjadi lebih

(49)

Jadi, sikap menerima yang ditunjukkan orang tua kepada remaja

merupakan media yang subur bagi perkembangan anak.

Menurut Paleg (2004), ada tiga cara yang perlu diperhatikan

dalam keterampilan mendengarkan aktif, yaitu:

1) Pendengar mendengarkan apa yang dikatakan pembicara

dengan penuh perhatian, bukan separuh-separuh. Pendengar

melawan godaan untuk meremehkan, mengkritik,

menganalisa, atau mencoba memecahkan masalah yang

diungkapkan oleh pembicara. Pendengar mempertahankan

kontak mata, mengangguk, badan sedikit membungkuk ke

arah pembicara, tersenyum, dan mengerutkan dahi untuk

menunjukkan bahwa pendengar memberikan perhatian total

kepada pembicara.

2) Pendengar memperhatikan perasaan pembicara dan bukan

memperhatikan kata-katanya saja. Pendengar menyadari

adanya perasaan yang mendalam. Pendengar perlu

memperhatikan pesan-pesan non verbal pembicara,

misalnya: ekspresi wajah, nada suara, dan gerak tubuh.

3) Pendengar secara aktif memahami apa yang didengar.

Memahami tidak berarti menyetujui. Memahami berarti

membiarkan pembicara tahu secara verbal bahwa

pendengar sedang mendengarkan apa yang sedang

(50)

Mengacu pada definisi-definisi di atas, penulis menyimpulkan

dua hal, yaitu: (1) Keterampilan mendengarkan aktif adalah

kemampuan pendengar untuk mendengarkan dan mengerti pesan

termasuk perasaan pembicara, serta mengungkapkannya atau

memantulkannya kembali sesuai dengan maksud pembicara secara

mudah, tepat, dan cepat. (2) Ciri-ciri orang yang terampil

mendengarkan aktif, yaitu: Pertama, dapat mendengarkan dan mengerti

pesan pembicara. Kedua, dapat mendengarkan dan mengerti perasaan

pembicara. Ketiga, dapat mengungkapkan atau memantulkan kembali

pesan pembicara tanpa adanya penilaian, pendapat, analisa atau

pernyataan. Keempat, dapat mengungkapkan atau memantulkan

kembali perasaan pembicara.

b. Syarat-syarat yang Perlu Diperhatikan dalam Mendengarkan Aktif

Keterampilan mendengarkan aktif sebagai salah satu

keterampilan berkomunikasi memiliki syarat-syarat yang perlu

diperhatikan dalam menggunakannya. Menurut Gordon (1999)

syarat-syarat yang dimaksudkan adalah:

1) Pendengar harus mempercayai kemampuan pembicara untuk

mengatasi perasan-perasaannya, dan mencari penyelesaian

terhadap masalahnya. Tujuan mendengarkan aktif ialah

memberikan kesempatan kepada pembicara untuk menemukan

(51)

2) Pendengar harus benar-benar dapat menerima

perasaan-perasaan pemb icara, apa pun perasan itu atau walaupun

perasaan itu berlainan dengan perasaan pendengar.

3) Pendengar harus menyadari bahwa perasaan hanyalah

sementara, tidak permanen. Karena itu ungkapan-ungkapan

perasaan tidak perlu ditakutkan; perasaan-perasaan tidak akan

selamanya berada dalam diri orang yang bersangkutan.

4) Pendengar harus mau mendengarkan apa yang akan dikatakan

pembicara. Ini berarti pendengar harus bersedia meluangkan

waktu untuk mendengarkan.

5) Pendengar harus sungguh-sungguh mau menolong pemb icara

menghadapi masalahnya.

6) Pendengar harus dapat melihat pembicara sebagai seseorang di

luar pendengar, seorang pribadi yang unik, seorang individu

yang terpisah, yang mempunyai kehidupan sendiri dan identitas

sendiri.

7) Pendengar harus sadar bahwa banyak orang jarang dapat

langsung mengungkapkan masalah yang sesungguhnya

dihadapi. Mendengarkan aktif membantu pembicara untuk

memperjelas masalahnya, menggali masalahnya secara lebih

dalam.

8) Pendengar harus menghargai “privacy” pembicara menjaga

(52)

Dari pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa agar

terampil mendengarkan aktif, pendengar harus selalu belajar dan

memperhatikan syarat-syarat yang perlu dipenuhi dalam

melaksanakannya.

c. Manfaat Mendengarkan Aktif

Keterampilan mendengarkan aktif memberikan manfaat bagi

orang-orang yang sedang mengadakan komunikasi. Menurut Gordon

(1999) manfaat keterampilan mendengarkan aktif antara lain adalah:

1) Mendorong terjadinya katarsis (perasaan negatif berkurang/

hilang dengan jalan mengungkapkannya secara terbuka).

2) Menolong orang untuk menjadi tidak terlalu takut terhadap

perasan-perasaan negatif.

3) Memudahkan pemecahan masalah.

4) Mempengaruhi orang untuk mau lebih mendengarkan pendapat

orang lain.

5) Melatih orang untuk mengarahkan dirinya, bertanggung jawab,

dan berdiri sendiri.

d. Hambatan-hambatan dalam Mendengarkan Aktif

Devito (1997), Gordon (1999), maupun Wright (1997)

mencatat berbagai penghambat dalam mendengarkan aktif.

Walaupun setiap penulis berbeda penekanan, tetapi intinya bisa

diintegrasikan atas beberapa fakta:

(53)

Menurut Devito (1997) penghambat yang paling serius dan

merusak dalam mendengarkan adalah kecenderungan

pendengar untuk sibuk dengan diri sendiri, seperti memusatkan

perhatian pada tindak-tanduk diri sendiri selama interaksi.

Kesibukan dengan diri sendiri timbul boleh jadi karena

pendengar bersiap-siap berperan sebagai pembicara; pendengar

menyiapkan tanggapan dan memikirkan apa yang akan

dikatakannya untuk menjawab pembicara. Selama perhatian

pendengar berpusat pada diri sendiri, dia tidak atau kurang

memperhatikan apa yang dikatakan pembicara; pendengar bisa

kehilangan pesan yang dikirim oleh pembicara.

Hal ini disepakati Wright (1997) dan Gordon (1999) bahwa

pendengar sibuk memenuhi pikiran dengan segala

penyangkalan, alasan, atau pengecualian dari yang dikatakan

pembicara. Gordon (1999) mensinyalir pendengar cenderung

mengarahkan pembicara ke suatu arah atau tujuan tertentu,

yang justru menyebabkan pembicara merasa mendapat

perlawanan.

2) Sibuk dengan masalah- masalah ekternal

Pendengar cenderung untuk memusatkan perhatian pada

masalah- masalah yang tidak relevan dengan interaksi.

Pendengar memikirkan apa yang dilakukannya pada hari- hari

(54)

dilaksanakannya sesudah interaksi. Kesibukan memikirkan

soal-soal eksternal ini, akan menghambat untuk mendengarkan

secara aktif.

3) Mempertajam (sharpening)

Kecenderungan pendengar untuk mempertajam satu atau

dua aspek dari pesan pembicara dapat menjadi penghambat

dalam mendengarkan aktif. Pendengar menyoroti/ menekankan

hal tertentu yang kebetulan menonjol dibandingkan dengan

hal-hal lain yang diutarakan oleh pembicara.

Kuatnya upaya pendengar mempertajam persoalan tertentu,

sering mendorong pendengar melakukan interupsi menekankan

apa inti pesan yang disampaikan pembicara dan seolah-olah ia

telah mengerti dengan baik.

4) Mengasimilasi

Kecenderungan pendengar untuk merekonstruksi pesan

sedemikian sehingga sesuai dengan prasangka, kebutuhan dan

nilai pendengar sendiri dapat menjadi penghambat dalam

mendengarkan aktif. Akibatnya, pendengar membuat evaluasi

negatif terhadap pesan yang diterimanya.

5) Faktor lawan atau kawan

Pendengar cenderung mudah menerima pesan pembicara

apabila hubungan antara pendengar dan pembicara baik/

(55)

tidak baik/ bermusuhan, pendengar akan sulit mena ngkap pesan

pengirim secara tepat; pendengar akan cenderung menilai pesan

pembicara secara negatif.

6) Mendengar yang diharapkan

Pendengar cenderung mendengarkan apa yang diharapkan

dan bukan mendengarkan apa yang sebenarnya dikatakan

pembicara. Pesan yang dikirimkan akan lebih mudah ditangkap

dan dipahami pendengar, apabila pesan tersebut merupakan

hal- hal yang diharapkan daripada hal-hal yang tidak

diharapkan.

7) Membuka pintu kemudian menutupnya

Pendengar pada mulanya mulai dengan tujuan membuka

pintu bagi pembicara untuk berkomunikasi, tetapi kemudian

pendengar menutup pintu tersebut karena pendengar tidak sabar

untuk mendengarkan aktif secara tuntas.

8) Pendengar yang membeo

Pendengar cenderung mengulang atau menirukan apa yang

dikatakan oleh pembicara, dan bukan apa yang dirasakan oleh

pembicara.

9) Mendengarkan tanpa empati

Pendengar cenderung memberikan umpanbalik atau

menanggapi pembicara tanpa mengikutsertakan unsur perasaan

(56)

10)Pergumulan di dalam pendengar

Pendengar akan lebih mudah mendengarkan orang lain

daripada saudara kandung/ pasangan hidup karena emosi

pendengar tidak terlibat dengan masalah orang lain

dibandingkan masalah keluarga sendiri. Mendengarkan aktif

juga sulit jika pendengar ikut merasa bersalah atas timbulnya

masalah yang dialami pembicara.

11)Ruang pemikiran pendengar penuh dengan informasi

Ruang pemikiran pendengar sudah dipenuhi berbagai

informasi, sehingga tidak siap menerima tambahan informasi

dari pembicara. Pendengar merasa tidak memiliki cukup waktu

untuk mencerna informasi pembicara.

12)Ketepatan waktu

Sewaktu berbicara, pendengar merasa dikejar-kejar karena

masih ada acara lain yang akan dikerjakan. Pendengar

sebaiknya memberitahukan dengan jujur, bahwa saat itu bukan

saat yang tepat mendengarkan dia secara aktif, sehingga perlu

dicari waktu yang tepat. Hal itu jauh lebih baik daripada

menjadikan pembicara sebagai sampingan.

13)Kelelahan fisik

Kelelahan fisik dapat mengganggu seseorang dalam

mendengarkan aktif. Pendengar perlu memberitahukan kepada

(57)

akan memberitahukan lagi apabila sudah siap untuk

mendengarkan.

Dari hambatan yang disebutkan di atas penulis berkesimpulan

bahwa keterampilan mendengarkan aktif bukanlah hal yang mudah untuk

dilakukan. Setiap orang dapat belajar dan berlatih untuk meningkatkan

keterampilan mendengarkan aktif.

Sesungguhnya tidak ada yang khas dalam komunikasi antara

remaja dan ibu. Hanya saja efektif tidaknya komunikasi ini sangat

mempengaruhi perkembangan remaja. Jika figur ibu dianggap bisa

dipercaya maka remaja akan terdorong untuk berkomunikasi dengan

ibunya, sebaliknya jika ibu dianggap tidak bisa dipercaya mereka akan

menghindari

D. Persepsi Siswa -Siswi Kelas XI SMA Negeri I Depok Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007 tentang Keterampilan Mendengarkan Aktif Ibunya

Setiap orang tidak pernah dapat menghilangkan keinginan untuk

menceritakan pengalaman-pengalaman pribadinya yang khas kepada

orang-orang yang dekat dengannya, misalnya anak terhadap ibunya,

sahabat karibnya, orang kepercayaannya. Siswa-siswi SMA sebagai

remaja biasanya tidak selalu memilih ibunya untuk mencurahkan segala

pengalaman, perasaan. Sejauh mana remaja tersebut mempersepsikan

(58)

untuk berkomunikasi dengan ibunya. Jika ibunya dipersepsikan tidak

cukup baik keterampilannya mendengarkan aktif, remaja bisa saja

menghindari berkomunikasi secara intens dengan ibunya. Sebaliknya jika

remaja tersebut mempersepsikan keterampilan mendengarkan aktif ibunya

baik remaja akan banyak berkomunikasi dengan ibunya untuk

perkembangan kepribadiannya sehingga bisa bergaul dengan baik, menjadi

pribadi yang dewasa dan bertanggung jawab, serta tidak mudah terjerumus

ke dalam hal- hal negatif.

Kemampuan orang untuk mendengarkan berbeda. Ada yang

mampu mendengarkan aktif tetapi ada juga hanya mampu mendengarkan

pasif. Mendengarkan merupakan proses intelektual dan emosional. Dengan

proses ini pendengar mengumpulkan dan mengintegrasikan masukan,

fisik, emosional, dan intelektual dari orang lain dan berusaha menangkap

pesan serta maknanya (Hunsaker dan Alessandra, 1986).

Menurut Hunsaker dan Alessandra (1986) bahwa salah satu hal

yang mempengaruhi kemampuan mendengarkan aktif adalah pengalama n

dan latar belakang pendidikan. Maksudnya, banyak orang yang tidak bisa

mendengarkan aktif karena tidak dididik atau dibiasakan untuk itu.

Sebaliknya ia akan terampil mendengarkan aktif bila dididik dan dilatih

untuk mendengarkan secara aktif.

Siswa-siswi kelas XI SMA Negeri I Depok Sleman Yogyakarta

tahun ajaran 2006/2007 ditinjau dari segi usianya masih tergolong remaja.

(59)

dan mempercayai teman-teman sebayanya daripada terbuka dengan orang

tuanya, termasuk ibunya. Apalagi bila ibunya tidak terampil

Gambar

Tabel 1
Tabel 3 Klasifikasi Koefisien Korelasi Suatu Alat Ukur
Tabel 4 Kisi-kisi Kuesioner Penelitian Setelah Uji Coba
Tabel 5
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan Jaminan Kecelakaan Kerja Bagi Pekerja Di Perusahaan Senapan Angin Bramasta Kediri... Gambaran Umum Tentang Perusahaan Senapan Angin

Puji syukur dan terimakasih Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih karuniaNya yang tiada pernah berhenti, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan

besarnya koefisien determinasi berganda sebesar 0,976, nilai ini menunjukkan bahwa variabel harga ekspor, nilai tukar dan investasi perikanan (PMA dan PMDN) mampu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) pembakaran dengan bahan bakar sekam padi dominan menghasilkan distribusi temperatur aksial yang lebih merata, (b) penambahan

Untuk mengatasinya digunakan alat yang memakai prinsip pantulan dari cermin, dimana perubahan posisi cermin yang sangat kecil ( akibat perpanjangan batang) menyebabkan

 program/kegiatan yang menunjang keberhasilan pencapaian pernyataan kinerja : Program Perencanaan Umum Jalan dan Jembatan.. Artinya capaian kinerja sudah

(1) Terhadap hasil hutan yang masuk di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib dilakukan pemeriksaan, pengukuran dan pengujian fisik hasil hutan untuk mengetahui

Penentuan shio dalam program sederhana ini dilakukan dengan pertama kali dengan menginput tanggal, bulan dan tahun kelahiran kemudian dilakuakn perhitungan dengan cara