VIII- 1
A
S P E K
L IN G K U N
A N
D A N
S O S IA L
RPI2-JM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan
sosial untuk meminimalkan pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta
Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian
aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi
eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan
rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.
8.1 Aspek Lingkungan
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2-JM
bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan
pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1) UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri
atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya
Pemantauan Lingkungan (UKL- UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan
Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”.
2) UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu
penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di
segala bidang”
3) Peraturan Presiden No. 2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015-2019:
VIII- 2 “Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah
meningkatnya kualitas lingkungan hidup yang tercermin dalam Indeks Kualitas
Lingkungan Hidup (IKLH) menjadi sebesar 66,5-68,5 pada tahun 2019”
4) Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan
Hidup Strategis: Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS
digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana
dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan
dapat diminimalkan.
5) Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.
Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun
dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan
Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak
membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan
Pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya
mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup yaitu:
1) Pemerintah Pusat
a. Menetapkan kebijakan nasional.
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.
d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup.
f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian
dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan
nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.
h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.
j. Menetapkan standar pelayanan minimal.
2) Pemerintah Provinsi
a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
VIII- 3 d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan,
peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.
e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada
kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.
g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
3) Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
8.1.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah
rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2-JM antara lain karena:
1.
RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaanpembangunan infrastruktur.
2.
KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2-JM adalah karenaRPI2-JM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program.
Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan,
rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan
pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negative terhadap
lingkungan hidup.
KLHS disusun oleh Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan
Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan
fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di
kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat
VIII- 4 perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya
pembangunan berkelanjutan.
Gambar 8.1. Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS (Sumber: Permen LH No.9/2011)
Tahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program
dalam RPI2 -JM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1)
perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman
hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan
kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau
lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan
penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap
kesehatan dan keselamatan manusia. Isu -isu tersebut menjadi kriteria apakah
rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak
VIII- 5
Tahap 1 dilakukan dengan penapisan (screening) dengan menyusun tabel 8.1.
Tabel 8.1. Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya
No Kriteria Penapisan Penilaian
Uraian Pertimbangan
Kesimpulan (signifikan/tidak)
1 Perubahan Iklim Keterangan: Hingga laporan ini disusun,
Kabupaten Banggai Laut belum ada KLHS. Penyusunan KLHS menjadi rencana program tahun 2015-2019.
2 Kerusakan, kemerosotan,
dan/atau kepunahan
keanekaragaman hayati
3 Peningkatan intensitas dan
cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan,
4 Penurunan mutu dan
kelimpahan sumber daya alam
5 Peningkatan alih fungsi
kawasan hutan dan/atau lahan,
Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan
di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM tidak
berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen
Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas
RPI2-JM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu
dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPI2-JM dengan
persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPI2-JM. Namun, jika
teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM berpengaruh terhadap
kriteria penapisan di atas maka Satgas RPI2-JM didukung dinas lingkungan hidup
(BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:
1.
Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di WilayahPerencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
a. Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya
Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:
1) Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam
pelaksanaan KLHS;
2) Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32
VIII- 6 3) Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan,
rencana dan/atau program memperoleh legitimasi atau penerimaan
oleh publik;
4) Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses
untuk menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan
tentang pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan
KLHS.
Tabel 8.2. Contoh Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya
Masyarakat dan Pemangku
Kepentingan Contoh Lembaga
Pembuat keputusan a. Bupati/Walikota
b. DPRD
Penyusun kebijakan, rencana dan/atau program
Dinas PU-Cipta Karya
Instansi a. Dinas PU-Cipta Karya
b. BPLHD
Masyarakat yang memiliki informasi dan/atau keahlian
(perorangan/tokoh/ kelompok)
a. Perguruan tinggi atau lembaga penelitian
lainnya
b. Asosiasi profesi
c. Forum-forum pembangunan berkelanjutan
dan lingkungan hidup
d. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup
e. Perorangan/tokoh
f. kelompok yang memiliki data dan informasi
berkaitan dengan SDA
Masyarakat terkena Dampak a. Lembaga Adat
b. Asosiasi Pengusaha Tokoh masyarakat
c. Organisasi masyarakat
d. Kelompok masyarakat tertentu (nelayan,
petani dll)
b.
Identifikasi Isu Pembangunan BerkelanjutanTujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:
1.
penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspeksosial, ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek
tersebut;
2.
pembahasan fokus terhadap isu signifikan; danVIII- 7 Tabel 8.3. Contoh Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
Pengelompokan Isu-isu Pembangunan
Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Penjelasan Singkat
Lingkungan Hidup Permukiman Keterangan: Hingga laporan ini disusun, Kabupaten Banggai Laut belum ada KLHS. Penyusunan KLHS menjadi rencana program tahun 2015-2019.
Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum Contoh: Kekeringan, menurunnya kualitas Air Ekonomi
Isu 2: kemiskinan berkorelasi dengan kerusakan lingkungan
Contoh: pencemaran air mengurangi kesejahteraan nelayan di pesisir Sosial
Isu 3: Pencemaran menyebabkan berkembangnya wabah penyakit Contoh: menyebarnya penyakit diare di permukiman kumuh
c.
Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)Tabel 8.4. Contoh Tabel Identifikasi KRP
No Komponen kebijakan /rencana /
program
Kegiatan
Lokasi (Kecamatan/Kelurahan
(jika ada))
1 Pengembangan Permukiman Keterangan: Hingga laporan ini disusun,
Kabupaten Banggai Laut belum ada KLHS. Penyusunan KLHS menjadi rencana program tahun 2015-2019.
2 Penataan Bangunan dan
Lingkungan
3 Pengembangan Air Minum
4 Pengembangan Penyehatan
VIII- 8
d. Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah
Tabel 8.5. Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah
N
Pengaruh pada Isu-Isu Strategis Berdasarkan
Aspek-Keterangan: Hingga laporan ini disusun, Kabupaten Banggai Laut belum ada KLHS. Penyusunan KLHS menjadi rencana program tahun 2015-2019.
2.
Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRPTujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau
program untuk mengembangkan berbagai alternative perbaikan muatan KRP
dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan
disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji potensial
memberikan dampak negative pada pembangunan berkelanjutan, maka
dikembangkan beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau
merubah kebijakan, rencana dan/atau program yang ada. Beberapa alternative
untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan KRP
mempertimbangkan antara lain:
a.
Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan,rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan menimbul kan dampak
lingkungan atau bertentangan dengan kaidah pembangunan
berkelanjutan.
b.
Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana,dan/atau program.
c.
Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaankebijakan, rencana, dan/atau program.
VIII- 9
Tabel 8.6. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
No Komponen kebijakan, rencana
dan/atau program
Alternatif Penyempurnaan KRP
1 Pengembangan Permukiman Keterangan: Hingga laporan ini
disusun, Kabupaten Banggai Laut belum ada
KLHS. Penyusunan KLHS menjadi rencana program tahun 2015-2019.
2 Penataan Bangunan dan
Lingkungan
3 Pengembangan Air minum
4 Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman
3.
Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHSTabel 8.7. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
No Komponen Kebijakan,
Rencana dan/atau Program
Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
1 Pengembangan Permukiman Keterangan: Hingga laporan ini
disusun, Kabupaten Banggai Laut belum ada KLHS.
Penyusunan KLHS menjadi rencana program tahun 2015-2019.
2 Penataan Bangunan dan Lingkungan
3 Pengembangan Air minum
4 Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman
Untuk Kabupaten/Kota yang telah menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW
Kabupaten/Kota, maka hasil olahan di dalam KLHS tersebut dapat dijadikan bahan
masukan bagi kajian perlindun gan lingkungan dalam RPI2-JM.
Untuk Kabupaten/Kota yang belum menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW
Kabupaten/Kota, maka KLHS dapat menjadi usulan program mengingat KLHS
bersifat wajib berdasarkan UU PPLH Pasal 15 ayat 1.
Dalam UU PPLH Pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah dan
pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program.
Sebagaimana tertuang dalam pasal 15 ayat 2 UU PPLH, penyelenggaraan
KLHS bersifat wajib dalam penyusunan atau evalausi :
1.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinyaVIII- 10
2.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), RencanaPembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota.
3.
Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkandampak dan/atau risiko lingkungan. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
beserta rencana rincinya terdiri atas: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,
Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan, Rencana Tata Ruang Kawasan
Strategis Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Rencana Tata
Ruang Kawasan Strategis Provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota, Rencana Detil Tata Ruang Kabupaten/Kota, dan Rencana
Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.
Sehingga, untuk Kabupaten/Kota yang belum menyusun dan memiliki dokumen
KLHS Kabupaten/Kota, maka KLHS dapat menjadi usulan program seperti yang
tersebut dalam pasal 15 ayat 2 UU PPLH yang meliputi KLHS RTRW, KLHS
RPJP/RPJM, dll
Pendekatan dan Prinsip-prinsip KLHS
KLHS ditujukan untuk menjamin pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan
dalam pembangunan. Ada tiga nilai penting dalam penyelenggaraan KLHS yang
dapat mencerminkan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu
keterkaitan (interdependency), keseimbangan (equilibrium) dan keadilan (justice).
Keterkaitan (interdependency) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS
dapat menghasilkan kebijakan, rencana atau program yang mempertimbangkan
keterkaitan antar sektor, wilayah, global-lokal. Nilai ini juga mengandung makna
dihasilkannya KLHS yang bersifat holistik berkat adanya keterkaitan analisis antar
komponen fisik-kimia, biologi dan sosial ekonomi. Keseimbangan (equilibrium)
dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS senantiasa dijiwai
keseimbangan antara kepentingan sosial-ekonomi dengan kepentingan
lingkungan hidup, antara kepentingan jangka pendek dan jangka panjang,
antara kepentingan pembangunan pusat dan daerah, dan keseimbangan lainnya.
Implikasinya, usaha pemetaan ragam dan bentuk kepentingan para pihak
menjadi salah satu proses dan metode yang penting digunakan dalam KLHS.
Keadilan (justice) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS dapat
VIII- 11 marjinalisasi sekelompok atau golongan tertentu masyarakat karena adanya
pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam atau modal atau
pengetahuan.
KLHS dibangun melalui pendekatan pengambilan keputusan berdasarkan
masukan berbagai kepentingan. Makna pendekatan tersebut adalah bahwa
penyelenggaraan KLHS tidak ditujukan untuk menolak atau sekedar mengkritisi
kebijakan, rencana dan/atau program, melainkan untuk meningkatkan kualitas
proses dan produk kebijakan, rencana dan/atau program, khususnya dari
perspektif pembangunan berkelanjutan. KLHS adalah strategi yang cenderung
bersifat ”persuasif” dalam pengertian lebih mengutamakan proses
pembelajaran dan pemahaman para pemangku kepentingan yang terlibat
dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program agar lebih
memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Dalam kerangka
pendekatan ini, 6 (enam) prinsip KLHS seyogyanya dianut, sebagaimana
dijelaskan berikut ini:
Prinsip 1: Penilaian Diri (Self Assessment)
Makna prinsip ini adalah sikap dan kesadaran yang diharapkan muncul dari diri
pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses penyusunan dan evaluasi
kebijakan, rencana dan/atau program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip tersebut
dalam setiap keputusannya. Prinsip ini berasumsi bahwa setiap pengambil
keputusan secara apriori mempunyai tingkat kesadaran dan kepedulian atas
lingkungan.
KLHS menjadi media atau katalis agar kesadaran dan kepedulian tersebut
terefleksikan dalam proses dan terformulasikan dalam produk pengambilan
keputusan untuk setiap kebijakan, rencana dan/atau program.
Prinsip 2: Penyempurnaan Kebijakan, Rencana dan/atau program (Improvement of the Policy, Plan, and/or Program)
Prinsip ini menekankan pada upaya untuk penyempurnaan pengambilan keputusan
suatu kebijakan, rencana dan/atau program. KLHS tidak menghambat proses
perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program, melainkan menjadi media atau
katalisator untuk memperbaiki proses dan produk kebijakan, rencana dan/atau
program. Prinsip ini berasumsi bahwa perencanaan kebijakan, rencana dan/atau
VIII- 12 berkelanjutan secara optimal dan KLHS dapat memicu perbaikan atau
penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program bersangkutan.
Prinsip 3: Peningkatan Kapasitas dan Pembelajaran Sosial (Social Learning
and Capacity Building)
Prinsip ini menekankan bahwa integrasi KLHS dalam perencanaan kebijakan,
rencana dan/atau program harus menjadi media untuk belajar bersama khususnya
tentang isu-isu pembangunan berkelanjutan, baik bagi masyarakat umum dan
khususnya bagi para birokrat dan pengambil keputusan. KLHS harus
memungkinkan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam perencanaan
kebijakan, rencana dan/atau program untuk meningkatkan kapasitasnya
mengapresiasi lingkungan hidup dalam keputusannya. Melalui KLHS, dapat dicapai
masyarakat, birokrat, dan pengambil keputusan yang lebih cerdas dan kritis dalam
menentukan keputusan pembangunan agar berkelanjutan.
Prinsip 4: Memberi Pengaruh pada Pengambilan Keputusan (Influencing
Decision Making)
Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus memberikan pengaruh yang
positif pada pengambilan keputusan.
KLHS akan mempunyai makna apabila pada akhirnya dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan, khususnya untuk memilih atau menetapkan kebijakan,
rencana dan/atau program yang lebih menjamin pembangunan yang berkelanjutan.
Prinsip 5: Akuntabel (Accountable)
Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus diselenggarakan secara terbuka dan
bertanggungjawab, sehingga dapat dipertanggung-jawabkan pada publik secara
luas. Azas akuntabilitas KLHS sejalan dengan semangat akuntabilitas dari
kebijakan, rencana dan/atau program itu sendiri, sebagai bagian dari prinsip-prinsip
tata pemerintahan yang baik (good governance). Pelaksanaan KLHS dapat lebih
menjamin akuntabilitas perumusan kebijakan, rencana dan/atau program bagi
seluruh pihak. KLHS tidak ditujukan untuk menjawab tuntutan para pihak,
VIII- 13
Prinsip 6: Partisipatif
Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus dilakukan secara terbuka dan
melibatkan pemangku kepentingan yang terkait dengan kebijakan, rencana
dan/atau program. Prinsip ini telah menjadi amanat dalam Undnag-undang Nomor
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan
harus diwadahi dalam penyelenggaraan KLHS. Dengan prinsip ini diharapkan
proses dan produk kebijakan, rencana dan/atau program semakin mendapatkan
legitimasi atau kepercayaan publik.
Karakteristik Proses Perumusan Kebijakan, Rencana dan/atau Program
KLHS menekankan pada enam prinsip sebagaimana dikemukakan di atas, maka
menjadi penting untuk memahami dalam tatanan karakteritik proses perumusan
kebijakan, rencana dan/atau program. Paling tidak terdapat 4 (empat)
karakteristik proses perumusan kebijakan, rencana dan/atau program di
Indonesia yang harus dipahami untuk penyelenggaraan KLHS.
Karakteristik 1: Membangun Konsensus (Concensus Building)
Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program adalah proses
pembangunan konsensus atau kesepakatan. Penyusunan dan evaluasi kebijakan,
rencana dan/atau program melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk
masyarakat, dimana para pihak seringkali mempunyai kepentingan
masing-masing. KLHS diintegrasikan dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana
dan/atau program dengan harapan dapat memperkuat proses membangun
kesepakatan, khususnya tentang hal-hal yang terkait dengan pembangunan
berkelanjutan dan lingkungan hidup. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa ada
kalanya tidak selalu tercapai konsensus, sehingga KLHS tidak selalu mengarah
pada satu kesepakatan bersama. Untuk itu proses KLHS tetap membuka peluang
adanya keragaman pendapat (“dissenting opinion”) dan dilampirkan pada hasil
akhir kesepakatan.
Karakteristik 2: Dinamika Proses Teknokratik, Partisipatif, dan Perumusan
Kebijakan Publik Oleh karena penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana
dan/atau program melibatkan berbagai pemangku kepentingan dengan
kepentingan yang beragam, maka penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana
dan/atau program tidak sepenuhnya merupakan proses teknokratik atau ilmiah,
VIII- 14 pengertian dimana antar pemangku kepentingan saling mempengaruhi, berdialog,
dan bernegosiasi untuk memperjuangkan kepentingannya.
KLHS harus diselenggarakan dalam konteks ini. Suatu perencanaan kebijakan,
penyusunan rencana dan program adalah kontinuum rasional – konsensus,
sehingga negosiasi tidak dapat dilakukan tanpa basis proses rasional. Prinsip
planning process improvement, capacity building dan public accountable tidak
dapat diaplikasikan tanpa ditunjang argumentasi yang obyektif.
Karakteristik 3: Pentingnya Komunikasi dan Dialog
Karena penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program bertujuan
membangun konsensus antar berbagai kepentingan, maka dinamika komunikasi
dan dialog antar berbagai pemangku kepentingan menjadi penting. KLHS harus
menekankan pada proses komunikasi dan dialog yang efektif agar dapat
mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk memilih alternatif kebijakan,
rencana dan/atau program yang lebih berkelanjutan dan menyiapkan mitigasi yang
diperlukan. Pelaku yang terlibat dalam penyelenggaraan KLHS harus
mengembangkan ketrampilan untuk dapat melakukan proses-proses komunikasi
dan dialog yang efektif.
Karakteristik 4: Pentingnya Peran Personal dan Proses Informal
Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program di Indonesia juga
dicirikan dengan berperannya aktor-aktor personal, melalui jalur komunikasi
informal dan/atau personal. Proses dan komunikasi formal seringkali perlu
didukung peran personal dan proses informal untuk menghasilkan konsensus
atau kesepakatan. KLHS harus diselenggarakan dengan mempertimbangkan hal
ini, yakni membangun jalur komunikasi personal dan/atau informal dengan para
pemangku kepentingan. Melalui proses komunikasi dan negosiasi personal
dan/atau informal ini juga diharapkan dapat memperluas peluang untuk
mempengaruhi pengambil keputusan.
Obyek KLHS
Dalam UU PPLH Pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah dan
pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau
VIII- 15 dibedakan secara jelas, bahkan dapat saling tumpang tindih, namun secara
generik perbedaannya adalah sebagai berikut:
a.
Kebijakan adalah arah atau tindakan yang diambil oleh Pemerintah atau pemerintah daerah untuk mencapai tujuan. Dalam prakteknya kebijakan dapatberupa arah yang hendak ditempuh (road map) berdasarkan tujuan yang
digariskan, penetapan prioritas, garis besar aturan dan mekanisme untuk
mengimplementasi tujuan.
b.
Rencana adalah hasil suatu proses untuk menentukan tindakan masa depanyang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang
tersedia. Dalam prakteknya rencana dapat berupa rancangan, prioritas,
pilihan, sarana dan langkah- langkah yang akan ditempuh berdasarkan arah
kebijakan dengan mempertimbangkan ketersediaan dan kesesuaian sumber
daya.
c. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan
yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran
dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat
yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Dalam prakteknya program
dapat berupa serangkaian komitmen,pengorganisasian dan/atau aktivitas
yang akan diimplementasikan pada jangka waktu tertentu dengan
berlandaskan pada kebijakan dan rencana yang telah digariskan.
Sebagaimana tertuang dalam pasal 15 ayat 2 UU PPLH, penyelenggaraan
KLHS bersifat wajib dalam penyusunan atau evalausi : 1. Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya pada tingkat nasional,
provinsi dan kabupaten/kota. 2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota. 3. Kebijakan, rencana dan/atau program yang
berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan. Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya terdiri atas: Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan, Rencana Tata Ruang
Kawasan Strategis Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Rencana
Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota, Rencana Detil Tata Ruang Kabupaten/Kota, dan Rencana Tata
VIII- 16 Integrasi KLHS ke dalam Proses Perumusan Kebijakan, Rencana dan/atau
Program
Sesuai dengan pendekatan dan prinsip KLHS sebagaimana dikemukakan
di atas, pengintegrasian KLHS dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan,
rencana dan/atau program menjadi kunci efektifitas penyelenggaraan KLHS.
Dalam konteks ini, tidak terdapat formula atau rumus baku yang dapat memandu
pengintegrasian ini karena setiap kebijakan, rencana dan/atau program mempunyai
karakteristik obyek, proses dan prosedur yang tertentu dan bahkan unik, karenanya
menjadi penting untuk memahami secara rinci masing-masing proses
penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program dengan segala
dinamikanya.
Setiap kebijakan, rencana dan/atau program mempunyai proses dan prosedur
penyusunan, penetapan dan evaluasi masing-masing. Oleh karena itu, detil
pengintegrasian KLHS dalam masing-masing kebijakan, rencana dan/atau program
dirumuskan oleh masing-masing kementerian/lembaga yang berwenang.
Untuk penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program, terkait
penataan ruang, kewajiban penyelenggaraan KLHS melekat pada Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang. Dalam PP ini telah diatur bahwa dalam perencanaan tata ruang harus
memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan melalui Kajian
Lingkungan Hidup Strategis. Berdasarkan PP tersebut, proses penyusunan
rencana tata ruang harus dilengkapi kajian daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup, sebagaimana diamanatkan dalam UUPPLH. UUPPLH juga
mewajibkan penyelenggaraan KLHS dalam evaluasi atau peninjauan kembali
rencana tata ruang. Lebih lanjut, pelaksanaan kajian daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup dalam penataan ruang dapat mengacu pada pedoman
yang telah diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup maupun Kementerian
Pekerjaan Umum.
Dalam penyusunan RPJP dan RPJM, baik untuk tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota, KLHS diwajibkan dalam penyusunan dan evaluasi RPJP/RPJM.
Pengintegrasian penyelenggaraan KLHS secara teknis untuk RPJP/RPJM pada
tingkat nasional akan ditentukan lebih lanjut oleh Bappenas, dan pada tingkat
VIII- 17 Beberapa perundangan dan peraturan yang dapat menjadi referensi mengenai
perencanaan pembangunan antara lain: Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; PP Nomor 40 Tahun 2006
tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional; PP Nomor 8
Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; PP Nomor 10 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Peruntukan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan; Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 08 Tahun 2007; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54
Tahun 2010 dan peraturan lain yang berlaku.
Penyelenggaraan KLHS untuk kebijakan, rencana dan/atau program lain yang
berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup akan diatur oleh
menteri/kepala lembaga pemerintahan yang membidangi kebijakan, rencana
dan/atau program terkait.
Untuk mengetahui kebijakan, rencana dan/atau program apa saja yang berpotensi
menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, dilakukan proses
penapisan atau screening. Sesuai dengan prinsip self assessment, proses
penapisan dilakukan oleh masing-masing pembuat kebijakan, rencana dan/atau
program. Meskipun demikian, catatan proses dan hasilnya harus dapat diakses oleh
masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya.
Metode Pelaksanaan KLHS Berdasarkan Tingkat Kedetilan
Penentuan metode analisis teknis dan metode proses pelaksanaan KLHS juga
akan sangat ditentukan oleh konteks, kondisi, dan jenis kebijakan, rencana
dan/atau program yang akan dikaji. Oleh karena itu, diperlukan satu kecermatan
dan kreativitas untuk menentukan metode mana yang tepat dan efisien untuk satu
KLHS. Dengan kata lain, penentuan metode akan sangat ditentukan dengan
kekhasan kondisi, situasi, dan jenis kebijakan, rencana dan/atau programnya. Tabel
berikut memberikan gambaran tentang tiga metode dan kondisi yang
VIII- 18
Tabel 8.8. Tiga Alternatif Metode Pelaksanaan KLHS dan Pertimbangan Pilihannya
Pilihan
• Tidak tersedia data
yang cukup yang telah diatur dalam peraturan
• Kebijakan, rencana
dan/atau program
• Kebijakan, rencana
dan/atau program
Metode Cepat (Quick Appraisal)
Metode Cepat atau quick appraisal adalah metode kajian yang lebih mengandalkan
pengalaman dan pandangan para pakar (profesional judgement) dan cenderung
bersifat kualitatif. Metode ini dipilih ketika satu kebijakan, rencana dan/atau
program segera memerlukan pandangan KLHS, tidak tersedia waktu yang cukup
untuk melakukan kajian yang lebih detil. Namun prasyarat penyusunan kebijakan,
rencana dan/atau program berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku harus
tetap terpenuhi.
Beberapa petunjuk teknis agar metode ini dapat dilakukan dengan baik antara lain
VIII- 19
1.
Perlu dipilih pakar yang tepat sesuai dengan isu-isu yang terkaitdengan kebijakan, rencana dan/atau program.
2.
Perlu dirancang suatu proses diskusi yang efektif dan efisien, antara laindengan merumuskan isu-isu pokok yang akan didiskusikan.
3.
Moderator yang dipilih sebaiknya handal dan efektif, dapat menjaringdan merumuskan pandangan para pakar secara obyektif.
4.
Seluruh proses perlu dicatat atau didokumentasikan dengan rinci dan lengkap.Contoh:
Identifikasi dan perumusan isu-isu pembangunan berkelanjutan dilakukan melalui
suatu forum diskusi dengan pemangku kepentingan dan atau melibatkan para ahli.
dan ditentukan baik melalui kesepakatan bersama, maupun dengan meminta
pendapat para ahli (professional judgement). Hasilnya diwujudkan dalam daftar
sederhana dengan penjelasan sederhana yang mudah dipahami. Kajian pengaruh
antara suatu komponen kebijakan, rencana dan/atau program dengan potensi
dampak dan/atau risiko lingkungan hidup dilakukan dengan menggunakan matriks,
perbandingan, analisis sederhana, atau analogi.
Metode Semi Detil
Metode semi detil adalah kajian yang memanfaatkan data-data yang ada
digabungkan dengan pengalaman dan pandangan para ahli. Metode ini merupakan
suatu langkah lebih maju daripada metode cepat, dimana pandangan para pakar
didasarkan pada dukungan data -data dan informasi yang cukup memadai, sehingga
keputusannya lebih akurat dan dapat lebih berifat kuantitatif.
Metode semi detil dipilih apabila kebijakan, rencana dan/atau program yang
dikaji tidak begitu mendesak untuk diputuskan, serta tersedia waktu dan
sumber daya yang cukup untuk mengumpulkan data dan informasi yang dapat
mendukung pengambilan keputusan oleh para pakar. Prasyarat penyusunan
kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku harus tetap terpenuhi. Pada metode ini sebaiknya didahului dengan
pelingkupan kajian (misalnya lingkup wilayah, lingkup waktu, lingkup substansi yang
dikaji dll).
VIII- 20 1 Pemilihan pakar dan pemangku kepentingan dilakukan secara selektif
dan benar - benar sesuai dengan isu-isu yang terkait dengan kebijakan,
rencana dan/atau program.
2 Data-data dan informasi pendukung yang memadai disiapkan dalam
format-format yang mudah dibaca dan dipahami.
3 Moderator yang dipilih sebaiknya handal dan efektif, dapat
menjaring dan merumuskan pandangan para pakar secara jernih.
Contoh pelaksanaan KLHS dengan metode semi detil adalah:
1 Identifikasi isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan dilakukan
dengan melakukan analisis kecenderungan berbasis data (baseline trend
analysis) terhadap masing-masing isu yang dianggap penting atau menjadi
perdebatan antar pemangku kepentingan;
2 Proses kompilasi data dan fakta dilakukan sesuai tahapan perumusan
kebijakan, rencana dan/atau program dan dilihat kecenderungannya untuk
merumuskan isu-isu pembangunan berkelanjutan; atau
3 Kajian pengaruh kebijakan, rencana dan/atau program terhadap dampak
dan/atau risiko lingkungan hidup dilakukan dengan mengkaji potensi dampak
berdasarkan analisis kecenderungan berbasis data (baseline trend analysis)
atau kombinasi antara metode cepat dan metode detil.
Metode Detil
Metode detil adalah kajian menggunakan berbagai metode ilmiah yang
komprehensif, dan kompleks yang dalam beberapa hal hanya dapat dilakukan
oleh para pakar di bidangnya masing -masing. Metode detil dilakukan untuk
mengkaji beberapa isu spesifik yang dianggap penting dan sangat beresiko apabila
diputuskan tanpa kajian ilmiah yang sesuai prosedur.
Metode detil dilakukan apabila kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji
menimbulkan isu -isu penting dan komprehensif dan tidak segera harus diputuskan.
Metode ini juga dipilih apabila pemrakarsa kebijakan, rencana dan/atau program
mempunyai sumber daya yang cukup untuk melaksanakan metode ini. Pada metode
ini sebaiknya didahului dengan pelingkupan kajian (misalnya lingkup wilayah, lingkup
VIII- 21 Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam memilih /melaksanakan metode detil
yakni:
1 Metode yang kompleks tidak otomatis menghasilkan kajian yang lebih gamblang
dan jelas.
2 Penggunaan metodologi yang kompleks juga berpotensi menimbulkan
penilaian pemangku kepentingan bahwa hasil kajian justru tidak transparan.
3 Pendekatan kajian yang kompleks dapat bermanfaat jika benar-benar
memberikan nilai tambah bagi proses pengambilan keputusan.
4 4.Kerangka acuan kajian detil idealnya didiskusikan dengan pengambil
keputusan dan pemangku kepentingan yang terkait langsung untuk memastikan
bahwa mereka menyetujui tingkat akurasi dan keterbukaan dari pendekatan
kajian yang kompleks tersebut serta menyetujui konsekuensi waktu dan
sumber daya yang diperlukan untuk menyelenggraakan usulan kajian detil ini.
Contoh pelaksanaan KLHS dengan metode detil adalah:
1 Identifikasi isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan dilakukan
dengan melakukan kajian-kajian terhadap masing-masing isu yang dianggap
penting atau menjadi perdebatan antar pemangku kepentingan;
2 Proses kompilasi data dan fakta dilakukan sesuai tahapan perumusan
kebijakan, rencana dan/atau program dijadikan sarana untuk merumuskan
isu-isu pembangunan berkelanjutan.
Dengan kata lain, data dan informasi yang dikumpulkan pada tahap awal
perumusan kebijakan, rencana dan/atau program dapat dijadikan dasar untuk
merumuskan isu- isu strategis pembangunan berkelanjutan; atau
3 Pengkajian pengaruh kebijakan, rencana dan/atau program terhadap
dampak dan/atau risiko lingkungan hidup dengan menggunakan alat analisis
yang lebih kompleks seperti sistem informasi geografis (Geographic Information
System/GIS), proses analisis berhirarkhi (Analytical Hierarchy Process/AHP),
dan pemodelan hubungan antar factor.
Metode Pengkajian
Proses kegiatan penyusunan dokumen harus berinteraksi langsung dengan proses
penyusunan KRP, dimana integrasinya berlangsung menurut langkah-langkah
VIII- 22
Langkah 1: Pelingkupan : proses sistematis dan terbuka untuk mengidentifikasi isu- isu penting atau konsekuensi lingkungan hidup
yang akan timbul berkenaan dengan rancangan KRP.
Langkah 2 : Penilaian atau telaah/analisis teknis:
proses identifikasi, deskripsi, dan evaluasi mengenai konsekuensi dan efek
lingkungan akibat diterapkannya RPJM; serta pengujian efektivitas RPJM
dalam menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Kegiatan telaah dan
analisis teknis harus didasarkan pada:
a. pemilihan dan penerapan metoda serta teknik analisis yang sesuai dan
terkini,
b. penentuan dan penerapan aras rinci (level of detail) analisis
agar sesuai dengan kebutuhan rekomendasi, dan
c. sistematisasi proses pertimbangan seluruh informasi, kepentingan
dan aspirasi yang dijaring.
Langkah 3 : Penetapan alternatif:
a.
substansi pokok/dasar RPJM atau KRP tata ruang (misalnya:mengubah pola atau struktur ruang dari yang semula
diusulkan),
b.
program atau kegiatan penerapan muatan RPJM atau KRPtata ruang (misalnya: mengubah lokasi atau besaran infrastruktur
yang dibutuhkan), dan
c.
Kegiatan-kegiatan operasional pengelolaan efek lingkunganhidup (misalnya : penerapan kode bangunan yang hemat energi).
Berdasarkan PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 67 TAHUN2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAJIAN
LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DALAM PENYUSUNAN ATAU EVALUASI
RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH, Kerangka Laporan KLHS Dalam
VIII- 23
Tabel 8.9. Kerangka Laporan KLHS Dalam Penyusunan RPJPD atau RPJMD
VIII- 24
Tabel 8.10. Kerangka Laporan KLHS Dalam Penyusunan Renstra SKPD
Sumber: Permendagri 67 Tahun 2012
KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran
rencana-program. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih
VIII- 25 8.1.2. Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang
jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha
Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:
1. Proyek wajib AMDAL
2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL
3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas
menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi
dengan dokumen UKL-UPL.
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib
dilengkapi dokumen UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen
UKL-UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan
dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH).
Tabel 8.11. Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran
A. Persampahan:
a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan sistem Control landfill/sanitary landfill:
- luas kawasan TPA, atau
- Kapasitas Total
> 10 ha
> 100.000 ton b. TPA di daerah pasang surut:
- luas landfill, atau
- Kapasitas Total
semua
kapasitas/ besaran c. Pembangunan transfer station:
- Kapasitas > 500 ton/hari
d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah
- Kapasitas > 500 ton/hari
e. Pengolahan dengan insinerator:
- Kapasitas semua kapasitas
f. Composting Plant:
- Kapasitas > 500 ton/hari
g. Transportasi sampah dengan kereta api:
- Kapasitas > 500 ton/hari
B. Pembangunan Perumahan/Permukiman:
VIII- 26
No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran
b. Kota besar, luas > 50 ha
c. Kota sedang dan kecil, luas > 100 ha
d. keperluan settlement transmigrasi > 2.000 ha
C. Air Limbah Domestik
a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang:
- Luas, atau
- Kapasitasnya
> 2 ha
> 11 m3/hari b. Pembangunan IPAL limbah domestik,
termasuk fasilitas penunjangnya: - Luas, atau
- Kapasitasnya
> 3 ha
> 2,4 ton/hari c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:
- Luas layanan, atau
- Debit air limbah
> 500 ha
> 16.000 m3/hari
D. Pembangunan Saluran Drainase (Primer dan / atau
sekunder) di permukiman
a. Kota besar/metropolitan, panjang: > 5 km
b. Kota sedang, panjang: > 10 km
E. Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan
a. Pembangunan jaringan distribusi
- Luas layanan > 500 ha
b. Pembangunan jaringan transmisi
- panjang > 10 km
VIII- 27
Tabel 8.12. Checklist Kebutuhan Analisis Perlindungan Lingkungan pada Program Cipta Karya
Sektor Pengembangan Permukiman
Uraian Kegiatan
Kebutuhan Dokumen Lingkungan
Kab/Kota Detail Lokasi AMDAL UKL/UPL SPPL
PENGATURAN, PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN
- - -
Laporan Pembinaan Pengembangan Permukiman - - -
Rencana Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan (RPKPP)
- - -
Bimbingan/Pendampingan - - -
Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan dan Pengembangan Permukiman (RP2KP)
Banggai Laut Kab. Banggai Laut - - -
Infrastruktur Kawasan Permukiman Perkotaan - - -
Infrastruktur Kawasan Permukiman Kumuh - - -
Perencanaan Teknik (DED) - - -
Perencanaan DED Permukiman Kumuh Perkotaan Kel. Lompio
Banggai Laut Kel. Lompio Kab. Banggai Laut
- - -
Perencanaan DED Permukiman Kumuh Perkotaan Kel. Dodung
Banggai Laut Kel. Dodung Kab. Banggai Laut
- - -
Perencanaan DED Permukiman Kumuh Perkotaan Kel. Tano Bonunungan
Banggai Laut Kel. Tano Bonunungan Kab. Banggai Laut
- - -
Pembangunan - - -
Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan
Banggai Laut Kel. Lompio Kec. Banggai Kab. Banggai Laut
V Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh
Perkotaan
Banggai Laut Kel. Dodung Kec. Banggai Kab. Banggai
V Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh
Perkotaan
VIII- 28 Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
Uraian Kegiatan
Kebutuhan Dokumen Lingkungan
Kab/Kota Detail Lokasi AMDAL UKL/UPL SPPL
PENGATURAN, PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PELAKSANAAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN, PENGELOLAAN GEDUNG DAN RUMAH NEGARA
- - -
Peraturan Penataan Bangunan dan Lingkungan - - -
Draft NSPK Pusat Bidang Penataan Bangunan dan
Lingkungan - - -
Penyusunan NSPK - - -
Penyusunan RTBL Kawasan Tradisional Rumah Adat Banggai Kelurahan Dodung
Banggai Laut Kel. Dodung Kab. Banggai Laut
- - -
Penyusunan RTBL Kawasan Tradisional Keraton Banggai Kelurahan Lompio
Banggai Laut Kel. Lompio Kab. Banggai Laut
- - -
Sarana dan prasarana Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah
- - -
Perencanaan Teknik - - -
Penyusunan Desain Kawasan Tradisional Rumah Adat Banggai
Banggai Laut Kab. Banggai Laut - - -
Pembangunan - - -
Penataan Bangunan Kawasan Tradisional Rumah Adat Banggai
Banggai Laut Kel. Dodung Kab. Banggai Laut
- V -
Penataan Bangunan Kawasan Tradisional Keraton Banggai
Banggai Laut Kel. Lompio Kab. Banggai Laut
- V -
VIII- 29 Sektor Penyehatan Lingkungan Permukiman
Uraian Kegiatan
Kebutuhan Dokumen Lingkungan
Kab/Kota Detail Lokasi AMDAL UKL/ UPL SPPL
PENGATURAN, PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN SANITASI DAN PERSAMPAHAN
Peraturan Pengembangan Penyehatan Lingkungan
Permukiman - -
-Peraturan Pengembangan Penyehatan Lingkungan
Permukiman - -
-Penyusunan NSPK - -
-Penyusunan Masterplan Infrastruktur Air Limbah Banggai Laut Kab. Banggai Laut - -
-Laporan Pembinaan Pelaksanaan Penyehatan
Lingkungan Permukiman - -
-Laporan Fasilitasi Penguatan Kapasitas
Pemerintah Daerah dalam Bidang Pengembangan PLP
- -
-Fasilitasi
Fasilitasi Penyusunan DED IPLT Kabupaten Banggai Laut
Banggai Laut Kab. Banggai Laut - -
-Fasilitasi Penyusunan DED IPAL Kawasan Kabupaten Banggai Laut
Master Plan Air Limbah Kabupaten Banggai Laut Banggai Laut Kab. Banggai Laut - -
-Master Plan Persampahan Kabupaten Banggai Laut
Banggai Laut Kab. Banggai Laut - -
-Penyusunan Ranperda Persampahan Kabupaten Banggai Laut
Banggai Laut Kab. Banggai Laut
- -
-Penyusunan Ranperda Air Limbah Kabupaten Banggai Laut
Banggai Laut Kab. Banggai Laut
- -
-Infrastruktur Air Limbah
Fisik Penunjang
Pengadaan Truk Tinja Banggai Laut Kab. Banggai Laut - -
-Rehabilitasi/Peningkatan/Pembangunan
Pembangunan IPLT Kab. Banggai Laut Banggai Laut Kab. Banggai Laut V
Pembangunan IPAL Komunal Banggai Laut Zona II Kab. Banggai Laut V
Pembangunan IPAL Kawasan, Kawasan Perkotaan
Banggai Laut Kec. Banggai Kab. Banggai Laut
V
Infrastruktur Air Limbah Dengan Sistem Setempat dan Sistem Komunal
Pembangunan Tangki Septik Individu Banggai Laut Zona III Air Limbah Kab. Banggai Laut
Pembangunan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) Kec. Bokan Kepulauan
Banggai Laut Kec. Bokan Kepulauan Tengah Kab. Banggai Laut
V
Pembangunan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) Kec. Bangkurung
Banggai Laut Kec. Bangkurung Kab. Banggai Laut
V
Pembangunan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) Kec. Labobo
Banggai Laut Kec. Labobo Kab. Banggai Laut
VIII- 30 Uraian Kegiatan
Kebutuhan Dokumen Lingkungan
Kab/Kota Detail Lokasi AMDAL UKL/ UPL SPPL
Pembangunan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) Kec. Banggai Utara
Banggai Laut Kec. Banggai Utara Kab. Banggai Laut
V
Pembangunan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) Kec. Banggai Selatan
Banggai Laut Kec. Banggai Selatan Kab. Banggai Laut
V
Pembangunan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) Kec. Banggai Tengah
Banggai Laut Kec. Banggai Tengah Kab. Banggai Laut
V
Pembangunan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) Kec. Banggai
Banggai Laut Kec. Banggai Kab. Banggai Laut
V
Infrastruktur Drainase Perkotaan
Rehabilitasi/Peningkatan/Pembangunan
Pembangunan Sistem Drainase Primer Kec. Banggai
Banggai Laut Kec. Banggai Kab. Banggai Laut
V
Pembangunan Sistem Drainase Sekunder Banggai Laut Kab. Banggai Laut
- -
-Pembangunan Sistem Drainase Tersier Banggai Laut Kab. Banggai Laut
- -
-Perencanaan Teknis (DED)
DED Pembangunan Drainase di Kawasan Strategis Kabupaten
Banggai Laut Kab. Banggai Laut
- -
-DED Pembangunan Drainase di Kawasan Strategis Kabupaten
Banggai Laut Kab. Banggai Laut
- -
-DED Pembangunan Drainase di Kawasan Strategis Kabupaten
Banggai Laut Kab. Banggai Laut
- -
-DED Pembangunan Drainase di Kawasan Strategis Kabupaten
Banggai Laut Kab. Banggai Laut
- -
-Infrastruktur Tempat Pemrosesan Akhir Sampah
Infrastruktur Stasiun Antara dan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah
Fisik Penunjang
Pengadaan Bulldozer Banggai Laut Kab. Banggai Laut - -
-Pengadaan Excavator Banggai Laut Kab. Banggai Laut - -
-Pengadaan Dump Truck Banggai Laut Kab. Banggai Laut - -
-Pengadaan Motor Sampah Banggai Laut Kab. Banggai Laut - -
-Pengadaan Gerobak Sampah Banggai Laut Kab. Banggai Laut - -
-Rehabilitasi/Peningkatan/Pembangunan
Pembangunan TPA Sanitary Landfill Banggai Laut Kab. Banggai Laut V
Pembangunan Stasiun Peralihan Antara (SPA) Banggai Laut Kab. Banggai Laut V
Infrastruktur Transfer Depo
Rehabilitasi/Peningkatan/Pembangunan
Pembangunan Tansfer Depo I Banggai Laut Kab. Banggai Laut - -
-Infrastruktur Tempat Pengolah Sampah Terpadu/3R
Peningkatan/Pembangunan TPST/3R
Pembangunan Persampahan Terpadu 3R Kec. Banggai
Banggai Laut Kec. Banggai Kab. Banggai Laut
VIII- 31 Uraian Kegiatan
Kebutuhan Dokumen Lingkungan
Kab/Kota Detail Lokasi AMDAL UKL/ UPL SPPL
Pembangunan Persampahan Terpadu 3R Kec. Banggai Tengah
Banggai Laut Kec. Banggai Tengah Kab. Banggai Laut
V
Pembangunan Persampahan Terpadu 3R Kec. Banggai Selatan
Banggai Laut Kec. Banggai Selatan Kab. Banggai Laut
V
Pembangunan Persampahan Terpadu 3R Kec. Banggai Utara
Banggai Laut Kec. Banggai Utara Kab. Banggai Laut
V
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Sektor Air Minum
Uraian Kegiatan
Kebutuhan Dokumen Lingkungan
Kab/Kota Detail Lokasi AMDAL UKL/UPL SPPL
PENGATURAN, PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM
Peraturan Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum - - -
Peraturan Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum - - -
Penyusunan NSPK - - -
Penyusunan Pengembangan SPAM Pedesaan Banggai Laut Kab. Banggai Laut - - -
Penyusunan Pengembangan SPAM Pedesaan Banggai Laut Kab. Banggai Laut - - -
Penyelenggara SPAM Terfasilitasi - - -
PDAM yang Memperoleh Pembinaan - - -
Bantuan Teknis/Administratif/Manajemen - - -
Fasilitasi PDAM Kab. Banggai Laut Banggai Laut Kab. Banggai Laut
- - -
Konsultan Supervisi Fasilitasi PDAM Kab. Banggai Laut
Banggai Laut Kab. Banggai Laut
- - -
Spam di Ibu Kota Kecamatan (IKK)
- - -
Pembangunan - - -
Pembangunan SPAM IKK Lokotoy Banggai Laut Kec. Banggai Utara Kab.
Banggai Laut V
Pembangunan SPAM IKK Adean Banggai Laut Kec. Banggai Tengah
Kab. Banggai Laut V
Pembangunan SPAM IKK Matanga Banggai Laut Kec. Banggai Selatan
Kab. Banggai Laut V
Pembangunan SPAM IKK Bungin Banggai Laut Kec. Bokan Kepulauan
Kab. Banggai Laut V
Pembangunan SPAM IKK Mansalean Banggai Laut Kec. Labboo Kab.
Banggai Laut V
Pembangunan SPAM IKK Lantibung Banggai Laut Kec. Bangkurung Kab.
Banggai Laut V
Pembangunan SPAM IKK Banggai Banggai Laut Kec. Banggai Kab. Banggai Laut
V
VIII- 32 Uraian Kegiatan
Kebutuhan Dokumen Lingkungan
Kab/Kota Detail Lokasi AMDAL UKL/UPL SPPL
Konsultan Supervisi Pembangunan SPAM IKK Lokotoy
Banggai Laut Kec. Banggai Utara Kab. Banggai Laut
- - -
Konsultan Supervisi Pembangunan SPAM IKK Adean
Banggai Laut Kec. Banggai Tengah Kab. Banggai Laut
- - -
Konsultan Supervisi Pembangunan SPAM IKK Matanga
Banggai Laut Kec. Banggai Selatan Kab. Banggai Laut
- - -
Konsultan Supervisi Pembangunan SPAM IKK Bungin
Banggai Laut Kec. Bokan Kepulauan Kab. Banggai Laut
- - -
Konsultan Supervisi Pembangunan SPAM IKK Mansalean
Banggai Laut Kec. Labboo Kab. Banggai Laut
- - -
Konsultan Supervisi Pembangunan SPAM IKK Lantibung
Banggai Laut Kec. Bangkurung Kab. Banggai Laut
- - -
Konsultan Supervisi Pembangunan SPAM IKK Banggai
Banggai Laut Kec. Banggai Kab. Banggai Laut
- - -
SPAM Perdesaan - - -
SPAM Perdesaan Non Perpipaan - - -
Pembangunan - - -
Pembangunan SPAM Non Perpipaan Kec. Banggai Banggai Laut Desa Pasir Putih Kec. Banggai Kab. Banggai Laut
V
Pembangunan SPAM Non Perpipaan Kec. Banggai Utara
Banggai Laut Desa Kendek,
Paisumosoni, Bone Baru
V
Pembangunan SPAM Non Perpipaan Kec. Banggai Tengah
Banggai Laut Desa Badumpayan
V
Pembangunan SPAM Non Perpipaan Kec. Banggai Selatan
Banggai Laut Matanga, Tolokibit, Bentean, Malino Padas, dan Kelapa Lima
V
Pembangunan SPAM Non Perpipaan Kec. Bokan Kepulauan
Banggai Laut Bungin, Ndinding, Kaukes, dan Mbuang-mbuang
V
Pembangunan SPAM Non Perpipaan Kec. Bangkurung
Banggai Laut Togong Sagu, Taduno, Kanari, Mbeleang, Tabulang, Lalong, Bone-bone, Sasabobok
V
Pembangunan SPAM Non Perpipaan Kec. Labobo Banggai Laut Mansalean, Lipulalongo, Lalong, Paisulamo, Bontosi
V
Pengawasan Teknik dan Supervisi
Konsultan dan Supervisi Pembangunan SPAM Non Perpipaan Kec. Banggai
Banggai Laut Kab. Banggai Laut - - -
Konsultan dan Supervisi Pembangunan SPAM Non Perpipaan Kec. Banggai Utara
Banggai Laut Kab. Banggai Laut - - -
Konsultan dan Supervisi Pembangunan SPAM Non Perpipaan Kec. Banggai Tengah
Banggai Laut Kab. Banggai Laut - - -
Konsultan dan Supervisi Pembangunan SPAM Non Perpipaan Kec. Banggai Selatan
Banggai Laut Kab. Banggai Laut - - -
Konsultan dan Supervisi Pembangunan SPAM Non Perpipaan Kec. Bokan Kepulauan
Banggai Laut Kab. Banggai Laut - - -
Konsultan dan Supervisi Pembangunan SPAM Non Perpipaan Kec. Bangkurung
Banggai Laut Kab. Banggai Laut - - -
Konsultan dan Supervisi Pembangunan SPAM Non Perpipaan Kec. Labobo
Banggai Laut Kab. Banggai Laut - - -
VIII- 33 Uraian Kegiatan
Kebutuhan Dokumen Lingkungan
Kab/Kota Detail Lokasi AMDAL UKL/UPL SPPL
Pembangunan - - -
SPAM Desa Yang Belum Disentuh PAMSIMAS Banggai Laut 47 Desa di wilayah Kab.
Banggai Laut V
Sumber: RISPAM, 2015
8.2. Aspek Sosial
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya
kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca
pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur
permukiman seharusnya menyentuh aspek- aspek sosial yang terkait dan sesuai
dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta
pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan
masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan
penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada
pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan
infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf
hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. Dasar peraturan
perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial
adalah sebagai berikut:
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
■ Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok
masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan
masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.
■ Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan
Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:
■ Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap
VIII- 34 3. Peraturan Presiden No. 2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015-20194:
■ Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan
kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan
percepatan pembangunan infrastruktur dasar.
■ Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan
■ Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil,
serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
■ Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional
yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta
kewenangan masing-masing.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:
1. Pemerintah Pusat:
a.
Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifatstrategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
b.
Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yangbersifatstrategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
c.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.
d.
Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranyaVIII- 35 kebijakan dan program pembangunan nasional berperspektif gender,
khususnya untuk bidang Cipta Karya.
2. Pemerintah Provinsi:
a.
Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regionalataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
b.
Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifatregional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
c.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat
provinsi.
d.
Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranyaperencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas
kebijakan dan program pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender,
khususnya untuk bidang Cipta Karya.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota:
a.
Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.b.
Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum dikabupaten/kota.
c.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.
d.
Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranyaperencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas
kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif
gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
8.2.1. Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Kemiskinan
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan
mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang
perlu ditindak-lanjuti adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan
internasional MDGs dan Agenda Pasca 2015, serta arahan kebijakan pro rakyat
VIII- 36
Pengarusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan
pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan
responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur
Perdesaan (PPIP), Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program
Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya.
Tabel 8.13. Kajian Pengaruh Pelaksanaan Kegiatan Bidang Cipta Karya bagi Pengarusutamaan Gender di Kota/Kabupaten
No
a. PAMSIMAS Perempuan
dapat terlibat
dan partisipasi yang sama untuk laki-laki dan dan perempuan di sektor publik dalam pembangunan
a. Penyusunan/ Kajian/ DED
Pengarusutamaan gender (PUG) dalam penyelenggaraan infrastruktur PU dan
Permukiman : sebagai strategi dalam mengatasi masalah kesenjangan gender
bidang PU adalah upaya untuk mencapai kesetaraandan keadilan gender, melalui
kebijakan, program dan kegiatan yang memperhatikan pengalaman,
aspirasi,kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki -laki kedalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan