6.1 Pengembangan Permukiman
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,
permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas
lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas
umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau
perdesaan.
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan
permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan
permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman
baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk
pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan
permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.
6.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat
peraturan perundangan, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan
kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung
bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut
mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan
RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan
(butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan
perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap
3. Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah
susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab
pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan
kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan
kumuh.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di
kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.
Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman
mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan
teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang
pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan
Permukiman adalah:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di
perkotaan dan perdesaan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan
permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan
potensial;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas
permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan
rumah susun sederhana;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas
permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan
kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan
permukiman;
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
6.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
6.1.2.1 Isu Strategis Pengembangan Permukiman
Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah salah satu kabupaten pesisir timur di
Provinsi Jambi setelah pemekaran Kabupaten Tanjung Jabung pada Tahun 1999.
Perkembangan permukiman diwilayah pesisir timur Provinsi Jambi ini diawali oleh
penduduk nelayan yang sebagian besar berasal dari Pulau Sulawesi dan Pulau
Kalimantan. Berdasarkan kondisi tersebut, perkembangan permukiman diwilayah
pesisir ini cenderung berorientasi terhadap kondisi alam, yaitu sungai dan laut,
sehingga tumbuh dan berkembang kawasan permukiman di muara-muara sungai.
Pola pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi adalah dimana
kawasan-kawasan permukiman tersebut cenderung mengelompok dan pada awalnya hanya
terintegrasi melalui sungai dan laut.
Karena berorientasi kepada sungai dan laut, hingga saat ini Pemerintah
Provinsi Jambi dan khususnya Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur
mengalami kesulitan untuk membuka akses dan meningkatkan konektivitas
kawasan-kawasan permukiman yang ada tersebut. Pola mengelompok dan
tersebar tersebut diperparah oleh kondisi fisik dasar wilayah Kabupaten Tanjung
Jabung Timur dimana wilayah ini merupakan cekungan yang membentuk rawa
belakang yang jenuh air sehingga air tidak dapat menembus tanah atau mengalir
sebagai run off, sehingga air terjebak berupa rawa.
Berdasarkan kondisi umum diatas, terdapat beberapa issue strategis yang
perlu diidentifikasi sebagai dasar pertimbangan awal dalam merumuskan kebijakan,
strategi, dan perumusan kegiatan di sektor pengembangan permukiman kedepan.
Tabel VI.1 .1
A. Produk Hukum Daerah Sebagai Pedoman Penyelenggaraan Kawasan
Permukiman
Substansi ini berkaitan dengan peraturan ditingkat kabupaten yang
mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan
pembangunan permukiman.
Sejauh ini peraturan setingkat kabupaten yang terkait dengan pengembangan
permukiman terutama adalah Peraturan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur
Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tanjung
Jabung Timur. Rencana tata ruang wilayah merupakan payung penataan spasial
dimana didalamnya juga terdapat pola pemanfaatan ruang yang berkaitan dengan
kawasan permukiman serta ketentuan zonasi dikawasan permukiman tersebut.
Selain itu, walaupun belum ditetapkan sebagai peraturan daerah (masih berupa
raperda), Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada
dasarnya telah diturunkan ke Rencana Detail Tata Ruang Kota dan Peraturan Zonasi
terutama untuk setiap kota kecamatan yang ada di Kabupaten Tanjung Jabung
Timur. Rencana rinci dan peraturan zonasi ini adalah juga merupakan alat
permukiman perkotaan dan pencegahan perkembangan kawasan kumuh
perkotaan.
Namun demikian, peraturan yang berkaitan langsung dengan kawasan
permukiman di Kabupaten Tanjung Jabung Timur saat ini adalah keberadaan Surat
Keputusan Bupati Tanjung Jabung Timur Nomor 233 Tahun 2010 Tentang Penetapan
Kawasan Permukiman Kumuh Nelayan.
Peraturan setingkat kabupaten sebagaimana tersebut diatas dapat diuraikan
sebagai berikut :
Tabel VI.1.2
Peraturan Daerah, Peraturan
Bupati, dan peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman
NO.
Perda/Pergub/Perwal/Perbup/Peraturan
lainnya Amanat Kebijakan Daerah
Jenis Produk
Pengaturan No./Tahun Perihal
(1
) (2) (3) (4) (5)
1 Peraturan
Daerah 11 Tahun 2012 RTRW
Distribusi Kawasan Permukiman, Ketentuan Zonasi, dan Rencana PSU
2 Rancangan Peraturan
Daerah
NA RDTR dan PZ Peraturan Zonasi Kawasan
Permukiman Perkotaan
3 Surat Keputusan
Bupati
233 Tahun 2010 Kawasan
Kumuh Nelayan Penetapan kawasan
B. Kawasan Perkotaan Prioritas Penanganan Di Kabupaten Tanjung Jabung
Timur Berdasarkan RP2KP :
Kawasan perkotaan kawasan yang didominasi oleh kegiatan non pertanian.
Kegiatan permukiman adalah merupakan kegiatan yang mendominasi kawasan
perkotaan. Secara umum, kawasan perkotaan yang ada di Kabupaten Tanjung
Jabung Timur adalah kawasan pusat kecamatan terutama pusat ekonomi yang
melayani wilayah kecamatan tersebut ataupun melayani wilayah hinterlandnya.
Beberapa kawasan perkotaan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dapat
1. Perkotaan Muara Sabak Barat :
a. Batas Administrasi Wilayah
Kecamatan Muara Sabak Barat merupakan daerah perbukitan
dengan ketinggian berkisar antara 12 - 15 meter dari permukaan laut.
Adapun suhu didaerah ini berkisar antara 27o C– 37o C . Kecamatan ini terletak
antara koordinat 00o31' 12" sampai dengan 11º-42' LS dan 103º 31' sampai
dengan 103º 57' bujur timur.
Kecamatan Muara Sabak Barat mempunyai 7 kelurahan dengan luas 63.100 ha,
yang kesemuanya termasuk dalam wilayah perkotaan.
1. Kelurahan Rano
2. Kelurahan Parit Culum I
3. Kelurahan Parit Culum II
4. Kelurahan Teluk Dawan
5. Kelurahan Talang Babat
6. Kelurahan Nibung Putih
Gambar VI.1.1
Perkotaan Muara Sabak Barat
b. Pola Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kecamatan Muara Sabak Barat, hanya terbagi 3
kelompok besar yaitu penggunaan lahan sawah, Lahan bukan sawah dan
lahan untuk non pertanian. Untuk luasan dari masing-masing penggunaan
lahan pada tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel VI.1.3
Penggunaan Lahan (ha) di Kecamatan Muara Sabak Barat Tahun 2013
Kelurahan Luas
Kelurahan
Luas Lahan Sawah
Luas lahan Bukan Sawah
Lahan Untuk Non Pertanian
1. Rano 32,3 422 1.017 2.761
2. Parit Culum I 71,3 175 866 8.434
3. Parit Culum II 85,98 239 1.056 2.829
4. Teluk Dawan 94,7 375 1.337 7.688
5. Talang Babat 53,8 246 1.055 1.699
6. Nibung Putih 53,8 545 844 3.511
7. Kampung Singkep 18,4 50 10.329 17.621
c. Kependudukan
Jumlah penduduk Kecamatan Muara Sabak Barat pada Tahun 2013 sebanyak
16.028 jiwa dari jumlah kepadatan terbesar terdapat di kelurahan Kampung
Singkep dengan kepadatan sebesar 133 jiwa /ha. Dan kepadatan tersendah
terdapat di Kelurahan Teluk Dawan dengan kepadatan sebesar 16 jiwa/ha.
Untuk melihat secara keseluruhan dari kepadatan tiap-tiap kelurahan dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel VI.1.4
Kepadatan Penduduk di Kecamatan Muara Sabak Barat Tahun 2013
Kelurahan Luas (ha)
Jumlah Penduduk
(jiwa)
Kepadatan Penduduk (Jiwa/ha)
1. Rano 32,3 2.445 76
2. Parit Culum I 71,3 4.044 57
3. Parit Culum II 85,98 1.653 19
4. Teluk Dawan 94,7 1.512 16
5. Talang Babat 53,8 2.536 47
6. Nibung Putih 53,8 1.394 26
7. Kampung Singkep 18,4 2.444 133
JUMLAH 410,28 16.028 39
Sumber : Statistik. Kecamatan Dalam Angka tahun 2013.
d. Profil Perkotaan Muara Sabak Barat
Jumlah rumah yang terdapat diwilayah perkotaan Muara Sabak Barat hingga
tahun 2013 sebanyak 3.888 unit rumah, adapun jumlah dari masing-masing
Tabel VI.1.5
Jumlah Rumah Tiap Kelurahan
di Kawasan Perkotaan Muara Sabak Barat Tahun 2013
Kelurahan Jumlah Rumah
1. Rano 562
2. Parit Culum I 944
3. Parit Culum II 401
4. Teluk Dawan 343
5. Talang Babat 672
6. Nibung Putih 348
7. Kampung Singkep 618
Jumlah 3.888
Sumber : Kecamatan Dalam Angka 2013
Perbandingan jumlah rumah dengan jumlah kepala keluarga (KK) jika
dibulatkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Perkembangan
permukiman cenderung berjalan secara organis atau alamiah.
Perkembangan permukiman dilatarbelakangi oleh kebutuhan terhadap akses,
kedekatan dengan simpul aktivitas ataupun kemudahan dalam kaitannya
dengan mata pencaharian. Hal tersebut mengakibatkan perkembangan
pola permukiman cenderung bersifat sporadis dan tidak terstruktur.
Jumlah rumah tangga di kawasan perkotaan pada tahun 2013 adalah 3.888
rumah tangga dengan rata-rata beranggotakan 4 orang. Kelurahan yang
memiliki jumlah rumah tangga terbesar adalah Kelurahan Parit Culum I dengan
jumlah 944 unit rumah, sedangkan kelurahan yang memiliki rumah tangga
Tabel VI.1.6
Tingkat Pelayanan dan Backlog Rumah di Kawasan Perkotaan Muara Sabak Barat Tahun 2013
Kelurahan Jumlah Rumah
(unit) Jumlah KK
Tingkat Pelayanan
1. Rano 562 548 100
2. Parit Culum I 944 879 100
3. Parit Culum II 401 387 100
4. Teluk Dawan 343 326 100
5. Talang Babat 672 643 100
6. Nibung Putih 348 321 100
7. Kampung Singkep 618 593 100
Jumlah 3.888 3697 100
Sumber : - Kecamatan Dalam Angka 2013 - Dinas Kesehatan
Gambar VI.1.2
2. Perkotaan Muara Sabak Ilir, Kecamatan Muara Sabak Timur
a. Administrasi Kecamatan Muara Sabak Timur
Kecamatan Muara Sabak Timur terbentuk berdasarkan SK Mendagri N0.
45 Tahun 1974 Tanggal 6 Maret dan berdasarkan Undang-undang Nomor 54
Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo,
Kabupaten Muara Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (LN. No. 182
Tambahan LN No. 3909). Kecamatan Muara Sabak Timur termasuk kedalam
bagian kabupaten pemekaran yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Timur Propinsi
Jambi.
Dengan melihat letak geografis maka Kecamatan Muara Sabak Timur
Terletak di daerah pesisir pantai timur Propinsi Jambi dengan ketinggian 0 – 5
m dpl, karena wilayah pesisir, maka kondisi daerahnya relatif datar dengan
dominasi kondisi tanah rawa dan gambut. Kecamatan Muara Sabak Timur
Terletak diantara 10 03’ –10 23’ Lintang Selatan dan 10 40 05’ –10 40 20’ Bujur
Tabel VI.1.7
Luas Wilayah dan Jarak Dari Desa Ke Ibukota Kecamatan Muara Sabak Timur
No Desa / Kelurahan Luas (Km2) Jarak (Km)
Melalui Darat Melalui Sungai
1 Muara Sabak Ilir 42,90 0 0
2 Muara Sabak Ulu 24,00 1 0
3 Kota Raja 19,20 10 50
4 Siau Dalam 14,00 6 -
5 Lambur I 13,30 17 62,5
6 Lambur II 24,00 22 85
7 Simbur Naik 33,75 24 75
8 Kuala Simbur 39,85 26 75
9 Lambur 8,40 17 75
10 Kota Harapan 5,70 18 75
11 Alang-alang 14,50 12 62
12 Sungai Ular 12,40 15 75
Jumlah 252,75
Sumber : Muara Sabak Timur Dalam Angka Tahun 2013
Gambar VI.1.3
b. Kependudukan Kecamatan Muara Sabak Timur
Diwilayah ini, umumnya wilayah yang memiliki aglomelerasi penduduk
tertinggi berada pada wilayah daratan dimana arah perkembangan penduduk saat
ini lebih berkembang mengikuti pola jaringan jalan utama. Penduduk terendah
terdapat di Desa Sungai Ular dengan jumlah 697 jiwa , karakteristik wilayah desa
tersebut merupakan wilayah yang dapat dikatakan sebagai wilayah terisolir bila
dibandingkan dengan wilayah lainnya dalam lingkup wilayah Kecamatan Muara
Sabak Timur.
Ibu Kota Kecamatan yaitu Kelurahan Muara Sabak Ilir secara administrasi
merupakan pusat perkembangan kegiatan jasa dan perdagangan pada wilayah
Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dimana meskipun antara Kelurahan Muara Sabak
Ulu dengan Muara Sabak Ilir memiliki wilayah adminstrasi yang berbeda namun
perkembangan penduduknya mengikuti koridor searah membentuk kawasan
pekotaan.
Jumlah rata-rata anggota keluarga per masing-masing KK adalah berjumlah 4
-5 orang dimana suku bangsa, dan agama masyarakat di wilayah Kecamatan Muara
Sabak Timur merupakan suku yang beragam, yang berbaur membentuk kelompok
masyarakat yang harmonis dan tidak menunjukan dominasi suku maupun Ras. Suku
bangsa yang terdapat di wilayah ini meliputi Bugis, Melayu, Jawa Minang dan
lain-lain.
Disamping itu mata pencaharian penduduk Kecamatan Muara Sabak Timur
Tabel VI.1.8
Luas, Jumlah Penduduk & Kepadatan Penduduk di Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2013
Kelurahan/Desa Luas (km2) Jumlah Penduduk (jiwa)
Kepadatan (jiwa/km)
1. Muara Sabak Ilir 42,9 3.639 85
2. Muara Sabak Ulu 24,25 3.272 135
3. Kota Raja 19,2 1.617 84
4. Siau Dalam 14,15 2.291 162
5. Lambur I 13,3 2.695 203
6. Lambur II 24,3 3.790 156
7. Simbur Naik 33,8 4.388 130
8. Kuala Simbur 39,85 1.013 25
9. Lambur 8,4 4.978 593
10. Kota Harapan 5,7 2.020 354
11. Alang-Alang 14,5 1.288 89
12. Sungai Ular 12,4 697 56
Jumlah 252,75 31688 125
Sumber : Kecamatan Muara Sabak Timur dalam Angka, 2013
Sementara itu, Jumlah rumah yang terdapat di Kecamatan Muara Sabak Timur
adalah sebanyak 6.736 unit pada tahun 2013, dari jumlah tersebut sebagian besar
merupakan rumah yang terbuat dari papan sebanyak 3.156, semi permanen 2.145
unit dan permanen 1.435 unit. Dengan jumlah keluarga sebanyak 6837, maka kondisi
ini mengalami kekurangan rumah sebanyak 161 unit.Untuk masa mendatang perlu
adanya upaya pemenuhan kebutuhan rumah dengan melibatkan instansi terkait dan
perbankan.
c. Karakter Permukiman Perkotaan Kecamatan Muara Sabak Timur
Permukiman perkotaan Muara Sabak Timur terdiri dari Dua Kelurahan yaitu
Kelurahan Muara sabak Ilir dan Kelurahan Muara Sabak Ulu dengan luas
masing-masing wilayah 42,90 km2 dan 24,24 km2.
Kawasan perkotaan Muara Sabak Timur merupakan Cikal bakal dari ibukota
Tanjung Jabung Timur yang lokasinya menyeberangi Sungai Batanghari, akan tetapi
saat ini Ibukota Tanjung Jabung Timur telah pindah ke Kecamatan Muara Sabak
Permukiman yang tumbuh di Perkotaan Muara Sabak Timur terdapat di
Kelurahan Muara Sabak Ilir dan Muara Sabak Ulu berupa rumah panggung dan
rumah landed dengan jenis bangunan temporer, semi permanen dan permanen.
Lokasi perumahan terdapat di pinggiran Sungai Batanghari dan di daratan,
artinya pertumbuhan permukiman pada tempo dulu berorientasi terhadap sungai
sebagai prasarana pergerakan. Dimana masyarakat mempunyai kecenderungan
membangun rumah dekat dengan aliran sungai.
Pola permukiman umumnya bersifat tersebar dan membuat
kelompok-kelompok permukiman didasarkan atas sistem kekerabatan atau budaya penduduk.
Seiring dengan perkembangan jaringan jalan, perkembangan permukiman beralih
orientasinya disepanjang jaringan jalan yang membentuk pola linier mengelompok.
Perkembangan dan pertumbuhan lokasi permukiman di Perkotaan Muara
Sabak Timur setiap tahunnya meningkat sesuai dengan perkembangan penduduk
dan perkembangan kegiatan perkotaan yang menjadikan daya tarik bagi pendatang.
Hal tersebut diperlihatkan dari perkembangan rumah yang terbangun baik yang
dilakukan oleh penduduk sendiri.
Disamping orientasi terhadap jaringan jalan, pertumbuhan perumahan/
permukiman beralokasi pada kantong-kantong ruang yang dekat dengan tempat
berusaha, seperti pasar, pertokoan, atau lahan pertanian. Pada kondisi lainnnya
petumbuhan rumah menempati lahan bantaran sungai atau wilayah di daerah Aliran
Sungai.
Jumlah rumah yang terdapat di kawasan perkotaan Muara Sabak Timur adalah
sebanyak 1.826 unit. Dengan kondisi fisik Permanen, Semi papan dan papan. Jumlah
dari masing-masing kondisi dan penyebarannya pada setiap kelurahan adalah
Tabel VI.1.9
Jumlah dan Kondisi Rumah
Di Kawasan Perkotaan Muara Sabak Timur Tahun 2014
No. Kelurahan Jumlah
Penduduk (Jiwa)
Jumlah KK
Rumah
PP SP P
1 Muara Sabak Ilir 3860 982 886 62 30
2 Muara Sabak Ulu 3345 850 806 32 10
Jumlah 7.205 1.832 1.692 94 40
Sumber : Puskesmas (Data Kesling) Tahun 2014.
Keterangan : PP = Papan SP = Semi Papan P = Permanen
Dengan melihat data tersebut diatas, maka perbandingan setiap rumah terisi
oleh 4 jiwa dengan demikian, pada tahun 2014 kebutuhan rumah hanya 6 unit
(backlog).
Gambar VI.1.4
3. Perkotaan Pandan Jaya Kecamatan Geragai
a. Wilayah Administrasi Kecamatan Geragai
Secara geografis, Kecamatan Geragai terletak antara 103⁰ 35' 32'' BT sampai dengan 103⁰47' 31'' BT dan 01⁰01' 40'' LS sampai dengan 01⁰23' 54'' LS. Luas wilayah
Kecamatan Geragai adalah 285,35 Km2 yang terdiri dari 1 (satu) kelurahan dan 8
(delapan) desa dengan ibukota kecamatan berada di Kelurahan Pandan Jaya.
Luas desa/kelurahan di Kecamatan Geragai tidak merata, Desa Lagan Tengah, Lagan
Ulu dan Kelurahan Geragai memiliki persentase luas wilayah di atas 10% dari total
luas kecamatan. Pada tabel berikut dapat dilihat persentase luas desa/kelurahan
yang ada di Kecamatan Geragai.
Tabel VI.1.10
Luas Kecamatan Dirinci Per Desa
No. Desa/Kelurahan Luas (km2)
1 Pandan Sejahtera 12,27
2 Pandan Makmur 13,57
3 Suka Maju 21
4 Rantau Karya 18,75
5 Kota Baru 24,8
6 Pandan Lagan 14,9
7 Pandan Jaya 33,59
8 Lagan Ulu 65,28
9 Lagan Tengah 81,19
Jumlah 285,35
Gambar VI.1.4
Administrasi Kecamatan Geragai
b. Kondisi Kependudukan Kecamatan Geragai
Kecamatan Geragai dengan luas 285,35 km2 terdiri dari 9 desa/kelurahan,
memiliki jumlah penduduk sebanyak 21.690 jiwa, dengan laju perkembangan
penduduk 1,14 %. Kepadatan penduduk Kecamatan Geragai adalah 76 jiwa/km2. Jika
dilihat berdasarkan kelompok umur, maka kecamatan Geragai jumlah penduduk
laki-laki lebih besar dibanding dengan jumlah perempuan untuk melihat faktor
Tabel VI.1.11
Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Geragai Dirinci Tiap Desa Tahun 2013
No. Desa/Kelurahan Luas
(km2)
Jumlah Penduduk
Kepadatan (jiwa/km2)
1 Pandan Sejahtera 12,27 1.714 140
2 Pandan Makmur 13,57 1.520 112
3 Suka Maju 21 2.402 114
4 Rantau Karya 18,75 1.497 80
5 Kota Baru 24,8 1.824 74
6 Pandan Lagan 14,9 2.054 138
7 Pandan Jaya 33,59 5.159 154
8 Lagan Ulu 65,28 2.170 33
9 Lagan Tengah 81,19 3.350 41
Jumlah 285,35 21.690 76
Sumber : BPS, Kecamatan dalam Angka Tahun 2013
c. Karakter Permukiman di Perkotaan Kecamatan Geragai
Jumlah rumah permanen di Perkotaan Geragai pada tahun 2013 berjumlah
1.822 unit, rumah permanen 672 unit, semi Permanen 400 unit dan rumah papan
(non permanen) 750 unit. Sebagian besar rumah yang ada adalah non permanen
Jika dilihat dari lokasi perumahan yang non permanen dan rumah papan
pada umumnya terdapat di pinggiran kota Geragai. Rumah permanen terbanyak
berada di sekitar pusat kegiatan perdagangan. Kepadatan bangunan di kawasan
perkotaan Geragai adalah 55 unit/km², hal ini dilihat berdasarkan luas kelurahan
Tabel VI.1.12
Jumlah dan Kondisi Rumah di Kecamatan Geragai tahun 2013
NO Kel/Desa Jumlah Jumlah Rumah ( Unit ) Jumlah
Total
Jiwa KK PP SP P
1 Pandan Sejahtera 1.686 562 280 102 180 562
2 Pandan Makmur 1.508 502 293 80 129 502
3 Suka Maju 2.506 835 190 80 565 835
4 Rantau Karya 1.567 522 300 150 72 522
5 Kota Baru 1.909 636 100 340 196 636
6 Pandan Lagan 2.135 711 90 150 471 711
7 Pandan Jaya 5.467 1.822 750 400 672 1.822
8 Lagan Ulu 2.263 754 400 148 206 754
9 Lagan Tengah 3.484 1.161 800 200 161 1.161
Jumlah 22.525 7.505 3.203 1.650 2.652 7.505
Sumber : BPS, Kecamatan dalam Angka Tahun 2013
Gambar VI.1.5
4. Perkotaan Kecamatan Mendahara Ilir
a. Wilayah Administrasi Kecamatan Mendahara Ilir
Kecamatan Mendahara Ilir terletak pada bagian Utara ibukota Kabupaten
Tanjabtim. Kecamatan ini mempunyai luas 911,50 km2.
Gambar VI.1.6
Administrasi Kecamatan Mendahara Ilir
b. Kondisi Kependudukan Kecamatan Mendahara Ilir
Apabila dikaitkan dengan luas masing-masing wilayah desa, maka dapat
diketahui angka kepadatan penduduk setiap wilayah. Dari data yang ada kepadatan
penduduk terbesar terdapat di Kelurahan Mandahara Ilir yaitu 67 jiwa/km2, sedang
kepadatan penduduk yang paling kecil terdapat di Desa Pangkal Duri yaitu 11
jiwa/km2. Untuk lebih jelasnya kepadatan penduduk setiap desa dapat dilihat
Tabel VI.1.13
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) Tiap Desa di Kecamatan Mendahara tahun 2013
No. Desa/Kelurahan Jumlah
Penduduk Luas (km2) Kepadatan
1 Mendahara Tengah 3.892 67,3 58
2 Pangkal Duri 2.861 267,5 11
3 Mendahara Ilir 7.064 105,4 67
4 Lagan Ilir 1.609 87,5 18
5 Bhakti Idaman 2.571 82,5 31
6 Merbau 2.828 87,5 32
7 Sungai Tawar 2.625 85,3 31
8 Sinar Kalimantan 1.156 65,2 18
9 Pangkal Duri Ilir 1.513 63,3 24
Jumlah 26119 911,5 290
Sumber : BPS, Kecamatan Dalam AngkaTahun 2013
c. Karakater Permukiman Perkotaan Mendahara
Sementara itu, untuk aspek perumahan dapat digambarkan bahwa Jumlah
rumah di Kecamatan Mendahara Ilir adalah sebanyak 6.566 unit. Jika dibandingkan
dengan jumlah KK yang ada ( 6.818 KK) , maka hampir setiap KK memiliki sebuah
rumah terlepas dari kondisi bangunannya. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat
Gambar VI.1.7
Sebaran Permukiman Perkotaan Mendahara
5. Perkotaan Nipah Panjang
a. Wilayah Administrasi Kecamatan Nipah Panjang
Wilayah Perkotaan Nipah Panjang terdiri dari 2 Kelurahan yaitu Kelurahan
Nipah Panjang I dan II dengan luas keseluruhan wilayah perkotaan adalah 7.048
km2. Secara geografis Wilayah Kacamatan Nipah Panjang terletak pada 0º 52’ - 1º-
Gambar VI.1.8
Administrasi Kecamatan Nipah Panjang
b. Kependudukan Kecamatan Nipah Panjang
Jumlah penduduk Kecamatan Nipah Panjang pada tahun 2013 berjumlah
25.992 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 13.145 jiwa dan perempuan sebanyak
12.847 jiwa. Jika dilihat dari struktur penduduk berdasarkan umur, jumlah penduduk
terbanyak terdapat pada usia produktif yaitu 19 – 60 tahun.
Tabel VI.1.14
Kepadatan Penduduk Tiap Desa/Kelurahan Di Kecamatan Nipah Panjang Tahun 2013
No Desa / Kelurahan Jumlah
Penduduk Luas (ha)
Kepadatan (jiwa/ha)
1 Sungai Raya 1.092 2.025 1
2 Teluk Kijing 1.072 1.800 1
3 Pemusiran 1.113 1.200 1
4 Nipah Panjang I 6.722 4.994 1
5 Nipah Panjang II 9.472 2.054 5
6 Simpang Datuk 1.110 2.260 1
7 Simpang Jelita 818 1.350 1
8 Bunga Tanjung 1.416 1.434 1
9 Sungai Tering 1.887 1.853 1
10 Sungai Jeruk 1.292 4.500 1
Jumlah 25.994 23.470 1
c. Karakter Permukiman Perkotaan Kecamatan Nipah Panjang
Pola permukiman yang terdapat pada kawasan perkotaan Kecamatan Nipah
Panjang (Kelurahan Nipah Panjang I dan Nipah Panjang II) terdapat dua orientasi
yaitu permukiman yang berorientasi ke Air ( sungai ) dan permukiman yang
berorientasi kedaratan .
Perkembangan permukiman di Perkotaan Nipah Panjang mengelompok dan
berpola linier mengikuti jalan utama dan sepanjang sungai sampai kemuara.
Kawasan permukiman menyatu dengan kegiatan lainnya yaitu kegiatan
perdagangan, jasa dan perkantoran. Jumlah rumah yang ada di perkotaan Nipah
Panjang adalah sebanyak 3.742 unit dengan jumlah penduduk 16. 192 jiwa.
Bila dilihat dari jumlah KK yang ada sebanyak 3.957 KK, maka jumlah rumah
yang ada belum mencukupi kebutuhan, dimana dengan membandingkan angka
jumlah KK terhadap jumlah rumah yang ada, maka tingkat pelayanan kebutuhan
rumah baru mencapai 94,57 %, artinya terdapat Backlog sebesar 215 unit. Lebih
jelasnya Jumlah rumah dan jumlah KK serta rata – rata Jumlah Anggota keluarga
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel VI.1.15
Jumlah Rumah dan Jumlah KK
Serta Rata – Rata Jumlah Anggota Keluarga
No. Desa/Kelurahan Jumlah Rumah
(unit)
Jumlah Penduduk
(jiwa)
Jumlah
KK Rata-rata ART
1 Nipah Panjang I 1.594 6.722 1.765 4
2 Nipah Panjang II 2.148 9.470 2.192 4
Jumlah Perkotaan 3.742 16.192 3.957 4
Gambar VI.1.9
Sebaran Permukiman Perkotaan Kecamatan Nipah Panjang
C. Kawasan Kumuh di Kabupaten Tanjung Jabung Timur :
Surat Keputusan Bupati Nomor 233 Tahun 2010 Tentang Kawasan Kumuh
Nelayan menetapkan 5 (lima) kawasan kumuh nelayan, namun deleniasi kawasan
belum menjelaskan secara detail tentang kawasan yang dimaksud. Deleniasi
kawasan yang ditetapkan masih berbasis wilayah kecamatan. Untuk memperjelas
deleniasi kawasan kumuh tersebut telah dilaksanakan ivestigasi dan menjadi bahan
dalam perumusan SK Kawasan Kumuh yang baru, dimana saat ini telah berbentuk
Tabel VI.1.16
Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Berdasarkan SK Bupati
NO Kecamatan
Lokasi
(kelurahan/desa) Luas (ha)
Tingkat Kekumuhan
(1) (2) (3) (4) (6)
1 Nipah Panjang Nipah Panjang II 41,51 Kumuh Berat
2 Mendahara Mendahara Ilir 31,35 Kumuh Berat
3 Geragai Pandan Jaya 10,93 Kumuh Berat
4 Muara Sabak Timur
Muara Sabak Ulu dan Muara Sabak
Ilir
41,30 Kumuh Berat
1
Provinsi J a m b i
Kabupaten/Kota Kab. Tanjung Jabung Timur
Kecamatan Nipah Panjang
Kelurahan/Desa Nipah Panjang I, Nipah Panjang II
Nama Kawasan Permukiman Nipah Panjang
1. Kondisi Bangunan 76% - 100% Bangunan Tidak Memiliki Keteraturan Kepadatan Bangunan sebesar 249-201 Unit/Ha 76% - 100% Bangunan Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis
2. Kondisi Jalan Lingkungan Cakupan Layanan Jalan Lingkungan Tidak Memadai di 76% - 100% Kawasan Kualitas Jalan Buruk pada 76% - 100% Kawasan
3. Kondisi Drainase Lingkungan Drainase Lingkungan Tidak Mampu Mengatasi Genangan Minimal di 76% - 100% Kawasan 76% - 100% Kawasan Tidak Terlayani Drainase Lingkungan
4. Kondisi Penyediaan Air Minum SPAM Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis di 76% - 100% Kawasan
Cakupan pelayanan SPAM tidak memadai terhadap 76% - 100% populasi
5. Kondisi Pengelolaan Air Limbah Pengelolaan Air Limbah Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis di 76% - 100% Kawasan Cakupan pengolahan air limbah tidak memadai terhadap 76% - 100% populasi
6. Kondisi Pengelolaan Persampahan Pengelolaan Persampahan Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis di 76% - 100% Kawasan Cakupan Pengelolaan Persampahan Tidak Memadai terhadap 51% - 75% Populasi
7. Kondisi Pengamanan Bahaya Kebakaran
Pasokan Air Damkar Tidak Memadai di 76% - 100% Kawasan
1. Nilai Strategis Lokasi/ Kawasan Lokasi tidak terletak pada fungsi strategis kawasan/ wilayah
2. Kepadatan Penduduk Kepadatan Penduduk pada lokasi sebesar 201 - 499 Jiwa/Ha
3. Potensi Sosial Ekonomi Lokasi memiliki potensi sosial ekonomi tinggi yang potensial dikembangkan
4. Dukungan Masyarakat Dukungan masyarakat terhadap proses penanganan kekumuhan tinggi
5. Komitmen Pemda Komitmen Penanganan oleh Pemda Rendah
PERTIMBANGAN LAIN SEDANG
PRIORITAS PENANGANAN KAWASAN Prioritas 4 C. LEGALITAS LAHAN 1. Status Tanah Status tanah legal *)
2. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang
Sesuai ***)
3. Persyaratan Adm. Bangunan / IMB Keseluruhan bangunan pada lokasi telah memiliki IMB
Gambar VI.1.10 Profil Kawasan Permukiman Kumuh Nipah
2
1. Kondisi Bangunan 76% - 100% Bangunan Tidak Memiliki Keteraturan Kepadatan Bangunan sebesar 249-201 Unit/Ha 51% - 75% Bangunan Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis
2. Kondisi Jalan Lingkungan Cakupan Layanan Jalan Lingkungan Tidak Memadai di 76% - 100% Kawasan Kualitas Jalan Buruk pada 76% - 100% Kawasan
3. Kondisi Drainase Lingkungan Drainase Lingkungan Tidak Mampu Mengatasi Genangan Minimal di 76% - 100% Kawasan 76% - 100% Kawasan Tidak Terlayani Drainase Lingkungan
4. Kondisi Penyediaan Air Minum SPAM Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis di 76% - 100% Kawasan
Cakupan pelayanan SPAM tidak memadai terhadap 76% - 100% populasi
5. Kondisi Pengelolaan Air Limbah Pengelolaan Air Limbah Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis di 76% - 100% Kawasan Cakupan pengolahan air limbah tidak memadai terhadap 76% - 100% populasi
6. Kondisi Pengelolaan Persampahan Pengelolaan Persampahan Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis di 76% - 100% Kawasan Cakupan Pengelolaan Persampahan Tidak Memadai terhadap 76% - 100% Populasi
7. Kondisi Pengamanan Bahaya Kebakaran
Pasokan Air Damkar Tidak Memadai di 76% - 100% Kawasan
1. Nilai Strategis Lokasi/ Kawasan Lokasi tidak terletak pada fungsi strategis kawasan/ wilayah
2. Kepadatan Penduduk Kepadatan Penduduk pada lokasi sebesar 201 - 499 Jiwa/Ha
3. Potensi Sosial Ekonomi Lokasi memiliki potensi sosial ekonomi tinggi yang potensial dikembangkan
4. Dukungan Masyarakat Dukungan masyarakat terhadap proses penanganan kekumuhan tinggi
5. Komitmen Pemda Komitmen Penanganan oleh Pemda Rendah
PERTIMBANGAN LAIN SEDANG
PRIORITAS PENANGANAN KAWASAN Prioritas 4 C. LEGALITAS LAHAN 1. Status Tanah Status tanah legal *)
3
1. Kondisi Bangunan 51% - 75% Bangunan Tidak Memiliki Keteraturan Kepadatan Bangunan sebesar 249-201 Unit/Ha 51% - 75% Bangunan Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis
2. Kondisi Jalan Lingkungan Cakupan Layanan Jalan Lingkungan Tidak Memadai di 51% - 75% Kawasan Kualitas Jalan Buruk pada 51% - 75% Kawasan
3. Kondisi Drainase Lingkungan Drainase Lingkungan Tidak Mampu Mengatasi Genangan Minimal di 76% - 100% Kawasan 76% - 100% Kawasan Tidak Terlayani Drainase Lingkungan
4. Kondisi Penyediaan Air Minum SPAM Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis di 76% - 100% Kawasan
Cakupan pelayanan SPAM tidak memadai terhadap 76% - 100% populasi
5. Kondisi Pengelolaan Air Limbah Pengelolaan Air Limbah Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis di 76% - 100% Kawasan Cakupan pengolahan air limbah tidak memadai terhadap 76% - 100% populasi
6. Kondisi Pengelolaan Persampahan Pengelolaan Persampahan Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis di 76% - 100% Kawasan Cakupan Pengelolaan Persampahan Tidak Memadai terhadap 51% - 75% Populasi
7. Kondisi Pengamanan Bahaya Kebakaran
Pasokan Air Damkar Tidak Memadai di 76% - 100% Kawasan
1. Nilai Strategis Lokasi/ Kawasan Lokasi tidak terletak pada fungsi strategis kawasan/ wilayah
2. Kepadatan Penduduk Kepadatan Penduduk pada lokasi sebesar 201 - 499 Jiwa/Ha
3. Potensi Sosial Ekonomi Lokasi memiliki potensi sosial ekonomi tinggi yang potensial dikembangkan
4. Dukungan Masyarakat Dukungan masyarakat terhadap proses penanganan kekumuhan tinggi
5. Komitmen Pemda Komitmen Penanganan oleh Pemda Rendah
PERTIMBANGAN LAIN SEDANG
PRIORITAS PENANGANAN KAWASAN Prioritas 4
C. LEGALITAS LAHAN 1. Status Tanah Status tanah legal *)
2. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang
Sesuai ***)
3. Persyaratan Adm. Bangunan / IMB Keseluruhan bangunan pada lokasi telah memiliki IMB
LEGALITAS LAHAN LEGAL
REKOMENDASI POLA PENANGANAN KAWASAN Pemukiman Kembali atau Peremajaan
Gambar VI.1.12 Profil Kawasan Permukiman
4
1. Kondisi Bangunan 76% - 100% Bangunan Tidak Memiliki Keteraturan Kepadatan Bangunan sebesar 249-201 Unit/Ha 76% - 100% Bangunan Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis
2. Kondisi Jalan Lingkungan Cakupan Layanan Jalan Lingkungan Tidak Memadai di 76% - 100% Kawasan Kualitas Jalan Buruk pada 76% - 100% Kawasan 3. Kondisi Drainase Lingkungan Drainase Lingkungan Tidak Mampu Mengatasi
Genangan Minimal di 76% - 100% Kawasan 76% - 100% Kawasan Tidak Terlayani Drainase Lingkungan
4. Kondisi Penyediaan Air Minum SPAM Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis di 76% - 100% Kawasan
Cakupan pelayanan SPAM tidak memadai terhadap 76% - 100% populasi 5. Kondisi Pengelolaan Air Limbah Pengelolaan Air Limbah Tidak Memenuhi
Persyaratan Teknis di 76% - 100% Kawasan Cakupan pengolahan air limbah tidak memadai terhadap 76% - 100% populasi 6. Kondisi Pengelolaan Persampahan Pengelolaan Persampahan Tidak Memenuhi
Persyaratan Teknis di 76% - 100% Kawasan Cakupan Pengelolaan Persampahan Tidak Memadai terhadap 51% - 75% Populasi 7. Kondisi Pengamanan Bahaya
Kebakaran
Pasokan Air Damkar Tidak Memadai di 76% - 100% Kawasan
1. Nilai Strategis Lokasi/ Kawasan Lokasi tidak terletak pada fungsi strategis kawasan/ wilayah
2. Kepadatan Penduduk Kepadatan Penduduk pada lokasi sebesar 201 - 499 Jiwa/Ha
3. Potensi Sosial Ekonomi Lokasi memiliki potensi sosial ekonomi tinggi yang potensial dikembangkan
4. Dukungan Masyarakat Dukungan masyarakat terhadap proses penanganan kekumuhan tinggi 5. Komitmen Pemda Komitmen Penanganan oleh Pemda Rendah
PERTIMBANGAN LAIN SEDANG
PRIORITAS PENANGANAN KAWASAN Prioritas 4
6.1.2.2 Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Permasalahan pengembangan permukiman di Kabupaten Tanjung Jabung
Timur secara umum telah dijelaskan sebelumnya dan dapat diuraikan kembali
sebagai berikut :
1) Sebaran kawasan permukiman yang ada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur
cenderung mengelompok dan berorientasi ke aliran sungai ;
2) Konektifitas antar kawasan permukiman yang masih rendah sebagai dampak
kondisi fisik wilayah yang membutuhkan biaya investasi besar untuk
pembangunan dan peningkatan prasarana ;
3) Orientasi kawasan permukiman terhadap muara dan aliran sungai cendenrung
menghadirkan kawasan permukiman kumuh dengan kondisi sebagai berikut :
a) berada pada sempadan sungai yang merupakan kawasan yang bukan
diperuntukan sebagai kawasan budidaya terbangun (tidak sesuai dengan
regulasi penataan ruang) ;
b) kepadatan bangunan yang relatif tinggi ;
c) kontruksi bangunan cenderung non permanen ;
d) keterbatasan prasarana, sarana, dan utilitas umum seperti prasarana
jalan, sanitasi, dan air minum ;
4) rendahnya kegiatan pembangunan perumahan oleh pengembang di
Kabupaten Tanjung Jabung Timur ;
5) kawasan permukiman cenderung rentan terhadap bencana banjir dan
kebakaran.
Sementara tantangan yang akan dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Tanjung
Jabung Timut meliputi :
1) kawasan permukiman merupakan ruang hunian tempat manusia bermukim
sekaligus bersosial. Kebutuhan pengembangan kawasan permukiman
merupakan kebutuhan mutlak dalam rangka peningkatan kesejahteraan
2) Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen
Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman, dimana kawasan kumuh
menjadi 0 % ditahun 2019 ;
Tabulasi dari identifikasi permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman
Tabel VI.1.17
Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Tanjung Jabung Timur
No Aspek Permasalahan Solusi Yang Sudah
6.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Analisa kebutuhan pengembangan permukiman di Kabupaten Tanjung
Jabung Timur didasarkan kepada beberapa pertimbangan sebagai berikut :
1) Berdasarkan gambaran karakter permukiman Kabupaten Tanjung Jabung
Timur pada substansi sebelumnya, diketahui bahwa sebagian kawasan
permukiman terkategori sebagai kawasan kumuh ;
2) Sebagian kawasan permukiman yang diprioritaskan pengembangannya
berada pada kawasan sempadan sungai. Karakter permukiman didominasi
oleh bangunan non permanen ;
3) Rendahnya kualitas lingkungan permukiman juga dipengaruhi oleh kondisi
fisik dasar yang cenderung rawa, menjadi kendala dalam penyelenggaraan
permukiman dan penyediaan PSU ;
4) Secara umum, kepadatan penduduk pada kawasan permukiman di
Kabupaten Tanjung Jabung Timur masih relatif rendah. Kebutuhan
pengembangan permukiman horizontal masih sangat dimungkinkan;
Berdasarkan pertimbangan umum tersebut diatas, maka program
pengembangan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan permukiman di
Kabupaten Tanjung Jabung Timur, meliputi :
1) Pemenuhan kebutuhan RSH ;
2) Penurunan Kawasan Permukiman Kumuh ;
3) Pengembangan permukiman baru dalam konteks menarik kegiatan
permukiman keluar dari kawasan sempadan ; dan
Tabel VI.1.18
Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman Perkotaan Untuk 5 Tahun
No Uraian Unit Tahun Ket
I II III IV V
1 Penurunan Kawasan
Kumuh ha 41,51 31,35 10,93 41,3 31,87
2
Pengembangan Kawasan Permukiman Baru
kawasan 1 1 1 1 1
Tabel VI.1.19
Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman Perdesaan Untuk 5 Tahun
No Uraian Unit Tahun Ket
I II III IV V
1 Desa Potensial Untuk
KTM Desa 1 1 1 1 1
2 Desa Potensial Untuk
Minapolitan Desa 1 1 1 1 1
6.1.4 Program-program Sektor Pengembangan Permukiman
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan
permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan
permukiman kawasan perkotaan terdiri dari:
1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk
pembangunan Rusunawa serta
2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.
Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:
1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial
(Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau
kecil,
2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW
(RISE),
Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat
berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun
review bilamana diperlukan.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan, meliputi :
a) Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
b) Infrastruktur permukiman RSH
c) Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya
Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan, meliputi :
a) Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial
(Agropolitan/Minapolitan)
b) Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
c) Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil
d) Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)
e) Infrastruktur perdesaan PPIP
f) Infrastruktur perdesaan RIS PNPM
Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam
gambar VI.1.10
Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012
Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang
terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.
1) Umum
a) Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
b) Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.
c) Kesiapan lahan (sudah tersedia).
d) Sudah tersedia DED.
e) Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK,
Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)
f) Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana
daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa
berfungsi.
g) Ada unit pelaksana kegiatan.
h) Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.
Khusus
Rusunawa
a) Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA
b) Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh
c) Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan
PSD lainnya
d) Ada calon penghuni
RIS PNPM
a) Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
b) Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.
c) Tingkat kemiskinan desa >25%.
d) Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan
PPIP
a) Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
b) Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani
program Cipta Karya lainnya
c) Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik
d) Tingkat kemiskinan desa >25% PISEW
e) Berbasis pengembangan wilayah
f) Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i)
transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air
bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan
g) Mendukung komoditas unggulan kawasan
Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus
diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti
untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri
(1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan
prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan,
dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4)
pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam
kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:
1. Vitalitas Non Ekonomi
a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan
dalam ruang kota.
b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh
memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh
dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan
yang terdapat didalamnya.
mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman
kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.
2. Vitalitas Ekonomi Kawasan
a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah
kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.
b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan
dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk
dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk
dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan
seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.
c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk
kawasan permukiman kumuh.
3. Status Kepemilikan Tanah
a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.
b. Status sertifikat tanah yang ada.
4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air
limbah.
5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan
kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan
penanganannya.
b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana
penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan)
kawasan dan lainnya.
6.1.5 Usulan Program dan Kegiatan
Setelah melalui tahapan analisi, perumusan program dan kegiatan
pengembangan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dalam 5 (lima) tahun kedepan
Tabel VI.1.20
Matrik Peran Kawasan Permukiman di Kabupaten Tanjung Jabung Timur
Dari tabel tersebut, dapat terlihat bahwa kawasan yang ditetapkan sebagai
kawasan perkotaan berdasarkan RTRW Kabupaten Tanjung Jabung Timur
adalah sebanyak 12 (dua belas) kawasan. Secara umum kawasan perkotaan
tersebut adalah merupakan pusat kecamatan dengan kategori kota kecil.
tabel matrik tersebut dimaksudkan untuk melihat peran masing-masing
kawasan dan selanjutnya menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan
kawasan prioritas penanganan/atau penanganan yang didahulukan. Dalam
konteks ini terlihat bahwa terdapat 2 (dua) kawasan perkotaan yang perlu
didahulukan penanganannya, yaitu Perkotaan Nipah Panjang dan Perkotaan
Muara Sabak Timur, dengan alasan bahwa kedua kawasan perkotaan
tersebut merupakan kawasan perkotaan yang ditetapkan sebagai kawasan
6.2 Penataan Bangunan dan Lingkungan
6.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang
diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang,
terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun
di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-
undang dan peraturan antara lain:
1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan,
pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan
kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat
yang terkoordinasi dan terpadu.
Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah
yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam
penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci
tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus
diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan
fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan
gedung.
Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:
a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak
atas tanah;
b. status kepemilikan bangunan gedung; dan
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan
dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan
pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas
bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak
lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup
keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002
juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang
meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan
pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh
pemerintah.
3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun
2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas
ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung,
penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam
penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan
pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat
pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan
dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No.06/PRT/M/2007
tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam
peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik
di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang
cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana,
serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL
5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal
bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu
pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara
minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada
setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta
sektor-sektornya.
Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL
Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat
Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan
dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan
pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan
termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.
Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan
Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan
penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah
negara;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan
pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk
fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi
penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan
dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta
penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta
pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan
lingkungan; dan
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada
sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan
penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara dan kegiatan
pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan seperti
ditunjukkan pada Gambar VI.2.1 :
Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik
sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:
a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
1) Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
2) Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
3) Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan
pemukiman kumuh dan nelayan;
4) Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan
pemukiman tradisional.
b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
1) Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan
bangunan dan lingkungan;
2) Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan
gedung;
3) Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan
arsitektur;
4) Pelatihan teknis.
c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan
1) Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;
2) Paket dan Replikasi.
6.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
Kegiatan PBL
Secara umum terdapat 3 (tiga) substansi utama dalam sektor penataan
bangunan dan lingkungan, yaitu : Penataan Lingkungan Permukiman,
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara, dan Pemberdayaan
6.2.2.1 Issue strategis
Issue strategis kegiatan PBL dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Penataan Lingkungan Permukiman :
pengendalian Pemanfaatan ruang kawasan;
proteksi kebakaran pada kawasan permukiman ;
ruang terbuka hijau publik pada kawasan permukiman ;
kebutuhan rencana tata bangunan dan lingkungan terutama
dikawasan pusat kecamatan : dan
bangunan rumah tanpa izin (IMB)
2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara :
pelaksanaan amanat Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung ;
keandalan bangunan dan gedung negara ; dan
peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
gedung dan rumah Negara
3) Pemberdayaan Komunitas dan Masyarakat Miskin :
jumlah penduduk miskin Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada
tahun 2013 sebesar 12,87 % ; dan
sinergi investasi infrastruktur bidang cipta karya terhadap upaya
pengentasan kemiskinan.
Tabel VI.2.1
Issue Strategis Sektor PBL di Kab.Tanjung Jabung Timur
No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis sektor
PBL di Kab/Kota
(1) (2) (3)
1. Penataan Lingkungan Permukiman
a. sudah memiliki peraturan Bangunan dan Gedung;
b. proses pembangunan yang tidak didahului oleh proses perizinan
2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. belum ada Tim Ahli Bangunan Gedung
b. masih banyak bangunan rumah negara berada dikawasan terlaran dan berkontruksi non permanen
3. Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. penyelenggaraan Program Pemberdayaan
6.2.2.2 Kondisi Eksisting
Substansi ini menggambarkan produk hukum yang dimiliki Pemerintah
Kabupaten Tanjung Jabung Timur sebagai pedoman dalam penyelenggaraan
penataan bangunan dan lingkungan. Secara umum, peraturan daerah yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang dapat dijadikan
sebagai pedoman penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel VI.2.2
Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan
NO.
Perda/Pergub/Perwal/Perbup/Peraturan lainnya
Amanat Kebijakan Daerah Jenis Produk
Pengaturan No./Tahun Perihal
(1) (2) (3) (4
) (5)
1 Peraturan Daerah 11 Tahun 2012 RTRW Distribusi Kawasan Permukiman, Ketentuan Zonasi, dan Rencana PSU
2 Peraturan Daerah 07 Tahun 2013 Bangunan
Gedung Regulasi penataan bangunan gedung
3 Rancangan
Peraturan Daerah NA RDTR dan PZ
Peraturan Zonasi Kawasan Permukiman Perkotaan
4 Surat Keputusan
Bupati 233 Tahun 2010
Kawasan Kumuh
6.2.2.3 Permasalahan dan Tantangan Kegiatan PBL
Tabel VI.2.3
Identifikasi Permasalahan dan Tantangan PBL Kabupaten/Kota :
No Aspek Permasalahan Solusi Yang Sudah Dilakukan Solusi Yang Sedang Dilakukan
A
SDM SDM terbatas Optimalisasi SDM yang ada
A
6.2.3 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kabupaten Tanjung
Jabung Timur dirumuskan berdasarkan lingkup tugas DJCK untuk sektor PBL.
Lingkup tugas tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 8
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
(RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman
tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM),
dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.
1) Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai
panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang
dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan
bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan
program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan
rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan
pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan
lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan meliputi:
Program Bangunan dan Lingkungan;
Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
Rencana Investasi;
Ketentuan Pengendalian Rencana;
Pedoman Pengendalian Pelaksanaan
2) Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK)
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang
dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan
Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan,
kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada
sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka
melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.
Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan
konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran
sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya
RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana
Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu
10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang
terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada
kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi
pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan
Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga memuat
rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana
kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta
benda.
3) Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan
Permukiman Tradisional adalah:
1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;
2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek
manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;
3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk
menjamin kelangsungan kegiatan;
4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi
masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis
4) Standar Pelayanan Minimal
Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen
PU No.14 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM
juga terkait dengan SPM Penataan Ruang dikarenakan kegiatan
penataan lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan
pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.
Standar SPM terkait dengan sektor PBL sebagaimana terlihat pada tabel
6.2.7, yang dapat dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:
1. Inventarisasi kondisi bangunan gedung negara yang belum
memenuhi persyaratan keandalan yang mencakup (keselamatan,
keamanan, kenyamanan dan kemudahan);
2. Identifikasi kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah
Negara;
3. Identifikasi administrasi pemeliharaan bangunan gedung dan rumah