• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JENIS HIJAUAN PAKAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SIFAT FISIK WAFER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH JENIS HIJAUAN PAKAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SIFAT FISIK WAFER"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JENIS HIJAUAN PAKAN DAN LAMA

PENYIMPANAN TERHADAP SIFAT FISIK WAFER

SKRIPSI

SUHAIL BASYMELEH

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(2)

RINGKASAN

SUHAIL BASYMELEH. D24104049. 2008. Pengaruh Jenis Hijauan Pakan Dan Lama Penyimpanan Terhadap Sifat Fisik Wafer. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Lidy Herawati. M.S.

Hijauan merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia. Pada musim hujan produksi hijauan melimpah dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup ternak ruminansia, namun perlu strategi yang tepat untuk menyediakan pakan bagi ternak ruminansia pada musim kemarau atau paceklik karena ketersedian hijauan akan berkurang. Potensi limbah jagung untuk makanan ternak di Indonesia sangat besar, akan tetapi pemanfaatan limbah tanaman jagung belum maksimal, dikarenakan limbah-limbah tersebut cepat rusak setelah dipanen, bersifat bulky (voluminous), dan musiman. Limbah pertanian seperti jerami jagung dan klobot jagung yang dihasilkan dari tanaman jagung dapat digunakan sebagai alternatif pakan ternak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis hijaun pakan yang berbeda dan lama penyimpanan serta interaksinya terhadap sifat fisik wafer. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor dan 4 ulangan. Faktor A adalah hijauan penyusun wafer (rumput 100%, jerami jagung 100%, klobot jagung 100%, rumput 50% + jerami jagung 50%, rumput 50% + klobot jagung 50%, jerami jagung 50% + klobot jagung 50%) dan Faktor B adalah lama penyimpanan (0, 2, 4 minggu).

Peubah yang diamati adalah kadar air, aktivitas air, dan kerapatan wafer. Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA), bila terdapat hasil yang signifikan akan diuji lanjut menggunakan Uji Jarak Duncan. Pengaruh jenis hijauan berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air, aktivitas air, dan kerapatan wafer penelitian. Pengaruh lama penyimpanan sangat nyata (P<0,01) meningkatkan kadar air, aktivitas air, dan menurunkan kerapatan wafer. Terdapat interaksi yang sangat nyata (P<0,01) antara jenis hijauan dan lama penyimpanan pada peubah kadar air, kerapatan, dan aktivitas air wafer. Berdasarkan pengamatan visual, lama penyimpanan sampai 4 minggu masih memperlihatkan kualitas fisik yang baik terhadap wafer.

(3)

 

 

ABSTRACT

The Effect of Forage Variety and Storage Periods on Wafer Physical Characteristic

S. Basymeleh, Y. Retnani, L. Herawati

The aim of this experiment was to evaluate the effect of different forage wafer variety, storage periods and the interaction on wafer physical characteristics. The experiment used the factorial completely randomizes design with 2 factors and 4 replications. Factor A was forage variety composing wafer (100% grass, 100% maize straw, 100% maize stem, 50% grass + 50% maize straw, 50% grass + 50% maize stem, 50% maize straw + 50% maize stem). Factor B was storage periods (0, 2, and 4 weeks). The Variables were moisture content, water activity, and density of wafer. Data collected was analized with ANOVA and Duncan Range Test would be used if the result was significantly different. The forage variety was very significant (P<0.01) on moisture content, water activity, and density of wafer. The storage period was very significantly (P<0.01) increasing on moisture content, water activity and decreasing wafer density. There was very significant interaction (P>0.01) between forage variety and storage period on moisture content, water activity, and density of wafer. According to the visual observation, the storage period until 4 weeks showed good physical quality of wafer.

(4)

PENGARUH JENIS HIJAUAN PAKAN DAN LAMA

PENYIMPANAN TERHADAP SIFAT FISIK WAFER

SUHAIL BASYMELEH D24104049

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan

pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(5)

PENGARUH JENIS HIJAUAN PAKAN DAN LAMA

PENYIMPANAN TERHADAP SIFAT FISIK WAFER

Oleh :

SUHAIL BASYMELEH D24104049

Skripsi ini telah disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 3 Desember 2008

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc. NIP.131 878 943

Ir. Lidy Herawati, MS. NIP. 131 671 600

Dekan Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr NIP. 131 955 531

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 26 Oktober 1986 di Pekalongan. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Hasan Basymeleh dan Ibu Nur Sahil Sahaq. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SD Al-irsyad Al-islamiyyah Pekalongan.

Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP Al-irsyad Al-islamiyyah Pekalongan dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMA Negeri 2 Pekalongan.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004.

Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) sebagai ketua (2005-2006) dan Himpunan Keprofesian Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (Himasiter) sebagai Staf Departemen Optimalisasi Intern Ekstern Himasiter (2004-2006) dan staff Kelompok Pecinta Alam Fakultas Peternakan (KEPAL-D) (2006-2007), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis juga pernah melaksanakan kegiatan magang di penggemukan sapi Mixed Farming Blora pada tahun 2006 dan pernah terdaftar sebagai surveyor Peningkatan Layanan Distribusi LPG Pengganti Minyak Tanah Sektor Rumah Tangga yang dilakukan oleh DITJEN MIGAS pada tahun 2007.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil’alamin

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul Pengaruh Jenis Hijauan Pakan Dan Lama Penyimpanan Terhadap Sifat Fisik Wafer ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penyusunan skripsi ini merupakan wujud peran aktif dan kontribusi dalam dunia peternakan. Skripsi ini disusun dengan harapan dapat memberikan informasi mengenai manfaat limbah tanaman jagung seperti klobot dan jerami jagung yang memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Semoga skripsi ini bermanfaat dalam dunia pendidikan dan peternakan serta menjadi catatan amal shaleh. Amin.

Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan pada semua pihak yang turut membantu penyusunan skripsi ini, hanya Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang yang akan membalasnya.

Bogor, Januari 2009

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... ii

ABSTRACT ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Limbah Pertanian Sebagai Pakan Ternak.. ... 3

Limbah Tanaman Jagung ... 3

Klobot Jagung ... 5

Jerami Jagung ... 5

Rumput Lapang ... 6

Molases sebagai Perekat ... 7

Wafer ... 8

Penyimpanan ... 9

Kualitas Sifat Fisik ... 9

Kadar Air ... 10

Aktivitas Air ... 10

Kerapatan ... 12

METODE Lokasi dan Waktu ... 13

Materi ... 13 Bahan ... 13 Alat ... 13 Rancangan Percobaan ... 13 Perlakuan ... 13 Model Matematika ... 14 Peubah ... 14 Analisis Data ... 14 Prosedur ... 14 Pembuatan Wafer ... 14

(9)

Kadar Air ... 16

Aktivitas Air ... 16

Kerapatan ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wafer ... 18

Sifat Fisik Wafer ... 20

Pengaruh Jenis Hijauan Pakan dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air Wafer ... 20

Pengaruh interaksi antara jenis hijauan pakan dan lama penyimpanan terhadap kadar air wafer ... 22

Pengaruh Jenis Hijauan Pakan dan Lama Penyimpanan terhadap Aktivitas Air Wafer ... 23

Pengaruh interaksi antara jenis hijauan pakan dan lama penyimpanan terhadap aktivitas air wafer ... 24

Pengaruh Jenis Hijauan Pakan dan Lama Penyimpanan terhadap Kerapatan Wafer ... 25

Pengaruh interaksi antara jenis hijauan pakan dan lama penyimpanan terhadap kerapatan wafer ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 28

Saran ... 28

UCAPAN TERIMA KASIH ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

LAMPIRAN ... 33

(10)

 

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produksi Tanaman Jagung Selama Lima Tahun ... 4

2. Komposisi Zat Makanan Klobot Jagung (% Bahan Kering) ... 5

3. Komposisi Zat Makanan Jerami Jagung ... 6

4. Komposisi Zat Makanan Rumput Lapang (% Bahan Kering) ... 7

5. Aktivitas air (Aw) untuk pertumbuhan jasad renik (%) ... 11

6. Ambang Batas Aktivitas air (Aw) Beberapa Jenis Bakteri (%) ... 11

7. Ambang Batas Aktivitas air (Aw) Beberapa Jenis Kapang(%) ... 12

8. Tekstur dan Kepadatan Wafer Penelitian ... 18

9. Warna dan Aroma Wafer Penelitian ... 20

10.Rataan Pengaruh Jenis Hijauan Pakan dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air WaferPenelitian ... 21

11.Nilai Rataan Kelembaban dan Suhu Lingkungan Selama Penyimpanan 4 Minggu ... 23

12.Rataan Pengaruh Jenis Hijauan Pakan dan Lama Penyimpanan terhadap Aktivitas Air WaferPenelitian ... 24

13.Rataan Pengaruh Jenis Hijauan Pakan dan Lama Penyimpanan terhadap Kerapatan WaferPenelitian ... 26

(11)

 

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Presentase Limbah Tanaman Jagung ... 4

2. Tahapan Proses Pembuatan Wafer ... 15 3. Wafer dengan Jenis Hijauan Berbeda ... 19

(12)

 

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Sidik Ragam Kadar Air ... 34

2. Hasil Sidik Ragam Aktivitas Air ... 34

3. Hasil Sidik Ragam Kerapatan ... 34

4. Gambar Mesin Wafer ... 35                

(13)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hijauan merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia. Pada musim hujan produksi hijauan melimpah dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup ternak ruminansia, namun perlu strategi yang tepat untuk menyediakan pakan hijauan bagi ternak ruminansia pada musim kemarau atau paceklik pada saat ketersediaan hijauan terbatas.

Potensi limbah jagung untuk makanan ternak di Indonesia sangat besar. Berdasarkan data Statistik Pertanian tahun 2007 melaporkan bahwa produksi jagung di Indonesia sebesar 13.280 juta ton pada luas areal panen 3. 619 ribu Ha dengan produktivitas 3.67 ton/ha. Potensi bahan kering jerami jagung sebesar 4.6 ton/ha/musim tanam (Badan Pusat Statistik, 2008). Potensi limbah jagung 50% batang, 20% daun, 20% tongkol, dan 10% klobot dihasilkan per tahun, akan tetapi pemanfaatan limbah tanaman jagung belum maksimal, dikarenakan limbah-limbah tersebut cepat rusak setelah dipanen, bersifat bulky (voluminous), dan musiman. Limbah pertanian yang dihasilkan dari tanaman jagung dapat dipandang sebagai alternatif pakan ternak. Potensi limbah jagung sebagai pakan ternak ruminansia berupa, a) jerami jagung yang terdiri dari daun dan batang (setelah panen); b) seluruh bagian tanaman jagung dapat diberikan pada ternak apabila jagung tidak bisa dipanen akibat musim kemarau yang panjang (klobot jagung dan tongkol jagung); c) sisa tanaman jagung setelah panen dapat dijadikan padang penggembalaan. Limbah tanaman jagung hanya ada pada saat musim panen jagung (65-75 hari) untuk produksi limbah sehingga perlu dilakukan pengolahan hasil limbah tanaman jagung agar dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak.

Salah satu teknologi pengolahan pakan yang dapat diterapkan untuk pengawetan limbah tanaman jagung yaitu wafer. Bentuk wafer juga mudah dalam penanganan dan pengolahan, serta diharapkan lebih tahan dalam penyimpanan. Pengolahan pakan bentuk wafer dengan hijauan seperti rumput lapang dan limbah tanaman jagung diharapkan dapat meningkatkan lama waktu penyimpanan sehingga dapat menjadi alternatif pakan yang akan diberikan kepada ternak pada musim kemarau atau paceklik.

(14)

2 Perumusan Masalah

Limbah tanaman jagung sangat melimpah pada saat musim panen jagung yang meliputi batang (50%), daun (20%), kulit (10%), dan tongkol (20%). Nilai zat nutrisi limbah tanaman jagung ini lebih tinggi dari hijauan seperti rumput lapang sehingga dapat digunakan sebagai alternatif penggunaan rumput. Limbah tanaman jagung yang bersifat bulky memungkinkan untuk melakukan pengolahan terhadap bahan tersebut, salah satu cara pengolahannya yaitu pembuatan wafer dan untuk menguji ketahanan wafer tersebut dilakukan penyimpanan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis hijauan pakan yang berbeda dan lama penyimpanan serta interaksinya terhadap sifat fisik wafer.

(15)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Limbah Pertanian Sebagai Pakan Ternak

Limbah pertanian merupakan bagian tanaman di atas tanah atau pucuknya yang tersisa setelah dipanen atau diambil hasil utamanya (Direktorat Bina Produksi, 1982). Pemanfaatan limbah sudah dipakai sebagai pakan ternak meskipun belum dimanfaatkan secara penuh. Potensi limbah pertanian sebagai pakan ternak di Indonesia sangat besar, sehingga perlu ada teknologi baru untuk pengawetan limbah, seperti hay, silase, wafer.

Hasil ikutan pertanian tersebut memiliki potensi sebagai sumber pakan ternak ruminansia dan monogastrik, walaupun ada kelemahannya seperti nilai nutrisi rendah, serat kasar tinggi, penyimpanan memerlukan ruangan yang besar dan cepat rusak namun hal tersebut dapat diatasi dengan proses pengelolahan seperti pencacahan, pengepresan, fermentasi, penepungan dan penggilingan.

Biomas hijauan jagung untuk pakan juga dapat diperoleh sebagai hasil samping pertanaman jagung untuk tujuan produksi biji. Dalam hal ini, hijauan diperoleh dari daun yang berada di bawah tongkol yang dipanen sebelum tongkol masak fisiologis dan bagian tanaman di atas tongkol yang umumnya diambil segera menjelang panen tongkol (setelah masak fisiologis). Bahkan pada beberapa tempat seperti di Jawa, klobot (kulit kupasan tongkol) juga dimanfaatkan untuk pakan ternak/sapi (Subandi dan Zubachtirodin, 2004)

Limbah Tanaman Jagung

Tanaman jagung (Zea mays L.) termasuk ke dalam famili rumput-rumputan (Gramineae). Tanaman ini di Indonesia sudah dikenal sejak 400 tahun yang lalu, yang pertama kali dibawa oleh bangsa Portugis dan Spanyol. Jagung merupakan tanaman penting kedua setelah padi yang sebagian besar ditanam di Pulau Jawa, terutama di Jawa Timur (Suprapto, 2001). Data produksi tanaman jagung Indonesia dari tahun 2004-2007 dapat dilihat pada Tabel 1.

(16)

4 Tabel. 1 Produksi Tanaman Jagung Selama Empat Tahun

Indikator Satuan 2004 2005 2006 2007

Luas Panen Ha 3.356.914 3.625.987 3.345.805 3.629.052 Produksi Ton 11.225.243 12.523.894 11.609.463 13.286.173 Sumber : Badan Pusat Statistik (2008)

Jagung banyak digunakan pada bidang peternakan sebagai pakan unggas dan limbahnya sebagai pakan ruminansia. Penanaman jagung dilakukan pada lahan kering yang mengandalkan dukungan curah hujan, sehingga biasanya saat musim tanam dilakukan serempak pada saat musim hujan. Penanaman dilakukan pada bulan Februari-Maret sehingga panen akan berlangsung bersamaan (Pasaribu, 1993). Potensi limbah jagung 50% batang, 20% daun, 20% tongkol, dan 10% klobot dihasilkan per tahun, akan tetapi pemanfaatan limbah tanaman jagung belum maksimal, dikarenakan limbah-limbah tersebut cepat rusak setelah dipanen, bersifat bulky (voluminous), dan musiman (Gambar. 1)

Gambar 1. Persentase Limbah Tanaman Jagung (Furqaanida, 2004)

Kandungan nilai gizi limbah tanaman jagung seringkali sulit untuk dianalisis, karena variasi komposisi bagian-bagian tanaman dan juga proporsi bagian yang diberikan pada ternak berbeda. Sering pula dijumpai bahwa limbah jagung yang diambil dari lapangan tidak langsung diberikan pada ternak, sehingga ada selang waktu sejak panen hingga pemberian pada ternak, hal ini mengakibatkan terlarutnya (leaching out) zat-zat gizi atau hilang karena menguap sehingga menurunkan kandungan gizi dari limbah tanaman jagung tersebut yang akhirnya dapat menurunkan penampilan atau mengurangi pertumbuhan ternak (Tangendjaja dan Gunawan, 1998).

Persentase Limbah Tanaman Jagung

Batang, 50%

Daun, 20% Klobot, 10%

(17)

5 Klobot Jagung

Salah satu limbah tanaman jagung adalah klobot jagung yang dapat dijadikan makanan ternak ruminansia. Parakkasi (1995) menyatakan bahwa setelah panen klobot jagung dapat digunakan sebagai makanan ternak ruminansia. Klobot jagung selaian berfungsi sebagai makanan ternak juga berfungsi sebagai pelindung biji jagung dan tongkol, untuk mempertahankan kesegaran sehingga tidak akan terlampau keras untuk dikunyah oleh ternak. Klobot dan tongkol bersifat sebagai hijauan, oleh karena itu buah jagung lengkap lebih disukai dibanding dengan biji jagung. Komposisi zat makanan klobot jagung dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Klobot Jagung (% Bahan Kering)

Zat Makanan % Bahan Kering

Bahan kering (%) 91,41 Protein kasar (%) 7,84 Serat kasar (%) 32,25 Lemak kasar (%) 0,65 Abu (%) 3,23 BETN (%) 56,03

Total Nutrien Tercerna (%) 54,29

Ca (%) 0,21

P (%) 0,44

Sumber : Furqaanida (2004) Jerami Jagung

Jerami jagung banyak terdapat pada daerah sentra produksi jagung, dan merupakan limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia. Jerami jagung mempunyai kecernaan dan kadar protein yang rendah. Sifatnya amat voluminous (walaupun sudah diproses) dan mungkin tidak ekonomis untuk diangkut ke daerah lain, oleh karena itu sebaiknya digunakan di tempat jerami tersebut diproduksi (Subandi et al.,1988). Komposisi zat nutrisi jerami jagung dapat dilihat pada Tabel 3.

Menurut Subandi et al., (1988) bahwa jerami jagung yang terdiri dari daun dan batang, setelah panen termasuk daun tongkol, dapat digunakan sebagai makanan ternak ruminansia. Seluruh tanaman dapat diberikan kepada ternak manakala jagung

(18)

6 tidak dapat dipanen, misalnya karena kemarau panjang, disamping itu sisa tanaman jagung termasuk tongkol jagung dapat digunakan sebagai padang pengembalaan.

Tabel 3. Komposisi Zat Nutrisi Jerami Jagung

Zat Makanan Jerami Jagung a Jerami Jagung b Jerami Jagung tua b

Bahan kering (%) 21,1 50 80 Protein kasar (%) 9,91 9 6 Lemak kasar (%) 1,78 2,4 1,3 Serat kasar (%) 27,7 27 35 Abu (%) 10,2 7 7 Ca (%) 1,19 0,3 0,5 P (%) 0,24 0,18 0,09 BETN (%) 50,5 - - TDN (%) 54,08 65 59 Sumber : a Sutardi (1980) b Parakkasi (1995)

Jerami jagung sebagai pakan ternak ruminansia digunakan terutama sebagai pengganti sumber serat atau menggantikan 50% dari rumput atau hijauan. Dalam produksi biomas jagung cacah, jagung dipanen semasa tongkolnya masih muda yaitu pada saat tanaman berumur 65–75 hari setelah tanam bagi varietas jagung dengan kisaran umur masak fisiologis 90–110 hari. Untuk tujuan ini, tanaman jagung dipanen dengan cara dipotong batangnya pada permukaan tanah, kemudian seluruh bagian tanaman (batang, daun, tongkol muda) dicacah dengan mesin menjadi berukuran sekitar 5 cm, yang selanjutnya diproses menjadi silage maupun hay (Subandi dan Zubachtirodin, 2004)

Rumput Lapang

Rumput lapang merupakan campuran dari beberapa jenis rumput lokal yang umumnya tumbuh secara alami dengan daya produksi dan kualitas nutrisi yang rendah. Kualitas rumput lapang sangat beragam karena tergantung pada kesuburan tanah, iklim, komposisi spesies, waktu pemotongan, cara pemberiannya, dan secara umum kualitasnya dapat dikatakan rendah. Walaupun demikian rumput lapang merupakan hijauan pokok yang sering diberikan pada ternak (Pulungan, 1988).

(19)

7 Menurut Aboenawan (1991), rumput lapang merupakan pakan yang sudah umum digunakan sebagai pakan utama ternak ruminansia (sapi dan domba). Rumput lapang banyak terdapat di sekitar sawah atau ladang, pegunungan, tepi jalan, dan semak-semak. Rumput lapang tumbuh liar sehingga memiliki mutu yang kurang baik untuk pakan ternak. Rumput lapang yang dikeringkan matahari memiliki komposisi zat makanan seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Zat Makanan Rumput Lapang (% Bahan Kering)

Zat Makanan % Bahan Kering

Bahan kering (%) 78,37

Protein kasar (%) 7,12

Serat kasar (%) 27,59

Lemak kasar (%) 0,91

BETN (%) 35,61

Total Nutrien Tercerna (%) 54,29

Sumber : Herman (1989)

Molases sebagai Perekat

Molases adalah cairan kental limbah pemurnian gula merupakan sisa nira yang telah mengalami proses kristalisasi. Bentuk fisik molases tampak sebagai cairan pekat dan berwarna gelap disebaban oleh adanya reaksi “browning” memiliki rasa pahit-pahit manis dan merupakan cairan yang berviskositas tinggi sehingga tidak mudah membeku (Tedjowahjono, 1987).

Penggunaan molases sebagai bahan perekat pada penelitian ini menurut Trisyulianti (1998) memiliki beberapa keunggulan : (1) merupakan zat aditif yang mempunyai sifat fisik yang baik untuk menghasilan wafer dengan kualitas fisik yang baik, (2) memberikan rasa aman sebagai perekat karena merupakan bahan organik dan tidak beracun, (3) memberikan nilai tambah Karena berasal dari limbah pabrik gula, (4) memberikan tambahan nilai nutrisi pada wafer pakan, dan (5) aroma molases mampu meningkatkan palatabilitas ternak.

Menurut Akhyrani (1998) bahan-bahan mengandung pati dan gula sangat baik sebagai bahan pengikat karena mempunyai kemampuan mereka yang baik, seperti tepung gaplek. Molases mengandung 50-60 persen gula, sejumlah asam amino dan mineral (Puturau, 1982). Sehingga baik digunakan sebagai perekat.

(20)

8 Wafer

Wafer mempunyai dimensi (panjang, lebar, dan tinggi) dengan komposisi terdiri dari beberapa serat yang sama atau seragam dan dalam proses pembuatannya mengalami pemadatan dengan tekanan 12 kg/cm2 dan pemanasan dalam suhu 120°C selama 10 menit (ASAE, 1994).

Menurut Trisyulianti (1998) pembuatan wafer merupakan salah satu alternatif bentuk penyimpanan yang efektif dan diharapkan dapat menjaga keseimbangan ketersediaan bahan hijauan pakan. Tujuannya untuk mengumpulkan hijauan makanan ternak pada musim hujan dan menyimpannya untuk persediaan pada musim kemarau.

Keuntungan wafer menurut Trisyulianti (1998) adalah : (1) kualitas nutrisi lengkap (wafer ransum komplit), (2) mempunyai bahan baku bukan hanya dari hijauan makanan ternak seperti rumput dan legum, tapi juga dapat memanfaatkan limbah pertanian, perkebunan, atau limbah pabrik pangan, (3) tidak mudah rusak oleh faktor biologis karena mempuyai kadar air kurang dari 14%, (4) ketersediaannya berkesinambungan karena sifatnya yang awet dapat bertahan cukup lama sehingga dapat mengantisipasi ketersediaan pakan pada musim kemarau serta dapat dibuat pada saat musim hujan pada saat hasil-hasil hijauan makanan ternak dan produk pertanian melimpah, (5) memudahkan dalam penanganan, karena bentuknya padat kompak sehingga memudahkan dalam penyimpanan dan transpotasi.

Wafer pada umumnya memiliki warna lebih gelap dibanding warna asal, hal tersebut disebabkan oleh adanya proses browning secara non enzimatis yaitu karamelisasi dan reaksi Maillard. Menurut Winarno (1992), karamelisasi terjadi jika suatu larutan sukrosa diuapkan sampai seluruh air menguap. Jika pemanasan dilanjutkan, maka cairan yang ada bukan terdiri dari air, tetapi merupakan cairan sukrosa yang lebur. Reaksi Maillard merupakan reaksi antara karbohidrat, khususnya gula preduksi dengan gugus amina primer.

Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu usaha untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan yang disebabkan oleh berbagai hal, antara lain serangan hama, mikroorganisme, tikus, serangga, dan kerusakan fisiologis atau biokemis (Damayanthi dan Mudjajanto, 1995 dalam Negara, 2001).

(21)

9 Penyimpanan segera dilakukan setelah kegiatan panen dan pengeringan Beberapa penelitian telah dilakukan di Indonesia dengan tujuan mencari cara untuk memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan. Upaya ini meliputi penggunaan langsung dalam pakan, pengolahan untuk mempertinggi nilai pakan, dan pengawetan agar dapat mengatasi fluktuasi penyediaan (Lebdosukoyo, 1993). Waktu penyimpanan cenderung meningkatkan kadar air bahan makanan ternak, hal ini akan menunjang pertumbuhan jamur dan akan lebih mempercepat kerusakan bahan makanan ternak. Perbedaan jumlah koloni jamur yang terbentuk dapat pula dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama temperatur dan kelembaban ruang tempat penyimpanan selain dari pengaruh waktu dan kadar air (Nangudin, 1982). Menurut Sofyan dan Abunawan, 1974 dalam Negara, 2001), syarat umum untuk suatu kamar penyimpanan antara lain temperatur 18-24oC, bersih dan terang, mempunyai ventilasi yang baik untuk sirkulasi udara, bebas dari serangga dan tikus yang dapat merusak.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kerusakan bahan makanan ternak selama penyimpanan antara lain faktor fisik seperti temperatur dan kelembaban relatif; faktor biologis seperti jamur, kutu, serangga, bakteri, binatang pengerat; dan faktor kimiawi seperti perubahan komposisi zat-zat makanan dengan tersedianya oksigen (Hall, 1970 dalam Negara, 2001). Ketiga faktor tersebut saling berinteraksi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi selama proses penyimpanan.

Tujuan penyimpanan adalah untuk menjaga dan mempertahankan mutu komoditi yang disimpan dengan cara menghindari, mengurangi ataupun menghilangkan berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas komoditi tersebut (Soesarsono, 1988).

Kualitas Sifat Fisik

Sifat fisik merupakan bagian dari karakteristik mutu yang berhubungan dengan nilai kepuasan konsumen terhadap bahan. Sifat-sifat bahan serta perubahan-perubahan yang terjadi pada pakan dapat digunakan untuk menilai dan menentukan mutu pakan. Selain itu pengetahuan tentang sifat fisik digunakan juga untuk menentukan keefisienan suatu proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan (Muchtadi dan Sugiono, 1989 dalam Nursita, 2005))

(22)

10 Kadar Air

Kadar air suatu bahan dapat diukur dengan berbagai cara. Metode pengukuran yang umum dilakukan pada laboratorium adalah dengan pemanasan dalam oven atau dengan cara destilasi. Kadar air bahan merupakan pengukuran jumlah air total yang terkandung dalam bahan pakan, tanpa memperlihatkan kondisi atau derajat keterikatan air (Syarif dan Halid, 1993).

Kadar air pada permukaan bahan pakan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara disekitarnya. Bila kadar air bahan rendah tetapi RH sekitarnya tinggi, maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar airnya menjadi lebih tinggi. Suhu bahan yang lebih rendah daripada RH disekitarnya menyebabkan kondensasi uap air udara pada permukaan bahan, dan hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas bahan atau pakan akibat tumbuhnya jamur atau perkembangan bakteri (Winarno et al, 1980)

Aktivitas air

Aktivitas air adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Kandungan air suatu bahan tidak dapat digunakan sebagai indikator nyata dalam menentukan ketahanan simpan (Syarief dan Halid, 1993). Istilah aktivitas air diunakan untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi.

Aktivitas air dinyatakan dalam angka 0-1,0 yang sebanding dengan kelembaban 0%-100%. Makin kecil angka aktivitas air yang dimiliki oleh komoditas pertanian, maka makin kecil pula air yang tersedia dan makin sulit pula suatu jasad renik untuk tumbuh dan berkembang (Ayu, 2003). Pengurangan aktivitas air atau kelembaban relatif kesetimbangan (RHS) akan memperlambat aktivitas metabolisme

dan membatasi pertumbuhan jasad renik (Tabel. 5) Beberapa contoh nilai Aw untuk pertumbuhan bakteri dan kapang (Tabel 6 dan Tabel 7).

(23)

11 Tabel 5. Aktivitas air (Aw) untuk pertumbuhan jasad renik (%)

Mikroorganisme Aw minimum Bakteri 0,90 Khamir 0,88 Kapang 0,80 Bakteri halofilik 0,75 Kapang serofilik 0,65 Khamir osmofilik 0,60

Sumber : Syarief dan Halid (1993)

Tabel 6. Ambang batas aktivitas air beberapa jenis bakteri (%)

Bakteri Aw minimum Bakteri intoksikasi : Clostridium botulinum 0,94-0,98 C. perfringen 0,95 Salmonella 0,95 Staphylococcus aureus 0,85 Bacillus cereus 0,95 Bakteri pembusuk : Enterobacteries 0,96 Vibrion 0,9 Pseudomonas 0,93 Micrococcus 0,88-0,90 bacillus 0,95

Sumber : Syarief dan Halid (1993)

Menurut Putra (2005) semakin lama penyimpanan, maka aktivitas air pelet semakin menurun dan seolah-olah menjadi bagus. Kadar air erat hubungannya dengan aktivitas air, begitu juga dengan suhu dan kelembaban tempat penyimpanan, dengan adanya absorpsi uap air dari udara ke dalam komoditi maka dapat mengakibatkan perubahan kandungan air bebas komoditi tersebut.

(24)

12 Tabel 7. Ambang batas aktivitas air beberapa jenis kapang

Kapang Aw minimum Aspergillus echinulatus 0,65 Aspergillus Ruber 0,70 Aspergillus chevalieri 0,73 Aspergillus candidus 0,76 Aspergillus niger 0,80 Aspergillus flavus 0,80 Altenaria citri 0,84 Penicillium expansum 0,86 Trichoderma 0,88 Botrytis 0,90 Absidia glauca 0,90 Rhizopus nigricus 0,93 Cladosporium herbarum 0,94 Puccinia graminis 0,98

Sumber : Syarief dan Halid (1993) Kerapatan

Kerapatan adalah suatu ukuran kekompakan ukuran partikel dalam lembaran wafer dan sangat tergantung pada kerapatan bahan baku yang digunakan dan besarnya tekanan kempa yang diberikan selama proses pembuatan lembaran (Jayusmar, 2000).

Wafer pakan yang mempunyai kerapatan tinggi akan memberikan tekstur yang padat dan keras sehingga mudah dalam penanganan baik penyimpanan dan goncangan saat transportasi dan diperkirakan akan lebih lama dalam penyimpanan (Trisyulianti, 1998). Djalal (1984) melaporkan bahwa dengan meningkatnya kadar air suatu bahan makanan maka kerapatannya akan semakin berkurang.

Sebaliknya kerapatan wafer yang rendah akan memperlihatkan bentuk wafer pakan tidak terlalu padat dan tekstur yang lebih lunak serta porous (berongga), sehingga menyebabkan terjadinya sirkulasi udara dalam tumpukan selama penyimpanan dan diperkirakan hanya dapat bertahan dalam waktu yang singkat (Jayusmar, 2000).

(25)

13 METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Industri Makanan Ternak dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2008.

Materi Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah hijauan berupa rumput lapang serta limbah tanaman jagung berupa klobot dan jerami tua yang diambil pada akhir masa panen, molasses sebagai perekat dan karung plastik.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas : jangka sorong,

timbangan ohaus, gergaji untuk pemotongan contoh uji, timbangan kapasitas 1 kg, 2

kg, dan 5 kg, mesin chopper (kapasitas 500 kg/jam, power 1 hp, phase 2 dan

komponen utama pisau pemotong), mesin kempa yang digunakan dalam proses pengepresan pada pembuatan wafer.

Rancangan Percobaan Perlakuan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Faktorial (6 x 3) dengan 2 Faktor dan 4 ulangan, perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Faktor A

A1 : Wafer mengandung 100% rumput lapang A2 : Wafer mengandung 100% jerami jagung A3 : Wafer mengandung 100% klobot jagung

A4 : Wafer mengandung 50% rumput lapang + 50% jerami jagung A5 : Wafer mengandung 50% rumput lapang + 50% klobot jagung A6 : Wafer mengandung 50% jerami jagung + 50% klobot jagung

(26)

14 Faktor B B1 : Penyimpanan 0 minggu B2 : Penyimpanan 2 minggu B3 : Penyimpanan 4 minggu Model matematika

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL Faktorial) 6 x 3 dengan 2 faktor (A: Wafer dan B: lama penyimpanan) dengan 4 ulangan. Model matematika dari rancangan ini adalah :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan :

Yijk = nilai pengamatan perlakuan ke- i, perlakuan ke-j, ulangan ke-k

µ = nilai rata-rata

αi = pengaruh perlakuan ke-i

βj = pengaruh perlakuan ke-j

(αβ)ij = pengaruh interaksi perlakuan ke-i dan perlakuan ke-j

εijk = galat perlakuan ke-i, perlakuan ke-j, ulangan ke-k

Peubah

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar air (KA), aktivitas air (Aw), dan kerapatan wafer.

Analisis data

Data yang diperoleh dianalisa dengan sidik ragam (ANOVA/Analysis of

Variance) dan jika berbeda nyata akan diuji lebih lanjut dengan Uji Jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

Prosedur Pembuatan Wafer

a. Hijauan (rumput lapang, jerami jagung, dan klobot jagung) dipotong terlebih

dahulu dengan mesin chopper ukuran 5 cm, kemudian dijemur pada sinar

(27)

15

b. Sebelum bahan-bahan dimasukkan dalam cetakan, ditimbang terlebih

dahulu seberat 200 g, kemudian dicampur dengan perekat (molasses) sebesar 10 gr. Kemudian dimasukkan dalam cetakan berbentuk segiempat dengan

ukuran 20 x 20 x 1 cm3. Setelah itu dilakukan pengempaan pada suhu 150°C

dan tekanan 200 kg/cm2 selama 15 menit.

c. Pengkondisian lembaran wafer selama 24 jam di ruang terbuka.

d. Pemotongan lembaran wafer menggunakan gergaji. Ukuran contoh uji

diasumsikan untuk ternak domba/kambing.

e. Wafer yang telah selesai dibuat dimasukkan dalam dua karung plastik besar

dan disimpan pada 0, 2, 4 minggu.

Pembuatan wafer penelitian dilakukan di laboratorium Industri Makanan Ternak. Berikut merupakan tahapan proses pembuatan wafer mulai dari bahan baku berupa hijauan sampai menjadi wafer (Gambar 2)

Hijauan (rumput lapang, klobot jagung, jerami jagung) Dicacah

Pengeringan (sampai kadar air 13%)

Pencetakan (20 x 20 x 1 cm3)

Pengempaan

(tekanan 200 kg/cm2 dan suhu 150ºC, waktu 15 menit)

Wafer Pengemasan

(28)

16 Pengukuran Sifat Fisik

1. Kadar air

Penentuan kadar air wafer dilakukan dengan menimbang contoh uji

berukuran 10 x 10 x 1,5 cm3 untuk menentukan berat awal, kemudian contoh uji

tersebut dikeringkan dalam oven pada temperatur 1050 C sampai beratnya konstan.

Nilai kadar air dihitung dengan rumus:

Ba - BKo

KA = X 100 % Ba

Keterangan:

KA = kadar air wafer ransum komplit (%)

Ba = berat awal (g)

BKo = berat kering oven (g) 2. Aktivitas Air (AW)

Sebelum Aw meter digunakan perlu dikalibrasi dulu dengan larutan garam

barium klorida (BaCl2). Larutan kemudian dibiarkan selama 3 jam setelah itu jarum

Aw meter ditera sampai menunjukkan angka 0,9 karena garam BaCl2 mempunyai

kelembaban garam jenuh sebesar 90% (Syarief dan Halid, 1993).

Pengukuran aktivitas air dengan memasukkan wafer ke dalam Aw meter sampai menutupi permukaan kemudian ditutup dan dibiarkan selama 3 jam setelah itu pembacaan dapat segera dilakukan. Perhitungan aktivitas air menggunakan rumus :

Aw = pembacaan skala Aw meter ± |suhu ruangan-20| x 0,002 Keterangan :

- jika suhu ruangan > 20 ºC

(29)

17 3. Kerapatan Wafer (Widarmana, 1997)

Kerapatan merupakan faktor penting pada sifat fisik wafer sebagai pedoman untuk memperoleh gambaran tentang kekuatan wafer yang diinginkan. Perhitungan kerapatan dihitung dengan rumus:

W K =

(P x T x L) Keterangan:

W = berat uji contoh (g)

P = panjang contoh uji (cm)

L = lebar contoh uji (cm)

(30)

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Wafer

Wafer yang dihasilkan pada penelitian ini secara umum memiliki tekstur,

kepadatan, warna, dan aroma yang berbeda-beda, hal ini dikarenakan bahan penyusun

wafer yang berbeda. Keadaan umum wafer penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Tekstur dan Kepadatan Wafer

tekstur kepadatan

B1 B2 B3 B1

B2

B3

A1 kasar kasar kasar kompak kompak

kompak

A2

kasar

kasar

kasar

agak kompak agak kompak

agak kompak

A3

kasar

kasar

kasar

tdk kompak

tdk kompak

tdk kompak

A4 kasar kasar kasar kompak

kompak tdk

kompak

A5

kasar

kasar

kasar

tdk kompak

tdk kompak

tdk kompak

A6

kasar

kasar

kasar

tdk kompak

tdk kompak

tdk kompak

Keterangan : A1= Wafer 100% rumput lapang B1 = Penyimpanan 0 minggu A2 = Wafer 100% jerami jagung B2 = Penyimpanan 2 minggu

A3 = Wafer 100% klobot jagung B3 = Penyimpanan 4 minggu A4 = Wafer 50% rumput lapang + 50% jerami jagung

A5 = Wafer 50% rumput lapang + 50% klobot jagung A6 = Wafer 50% jerami jagung + 50% klobot jagung

Bentuk fisik

wafer penelitian yang dihasilkan beragam, meliputi kepadatan yang

kompak, agak kompak dan tidak kompak. Wafer dengan kepadatan kompak memiliki

penampilan fisik yang padat, kokoh, serta keras. Wafer dengan kepadatan yang tidak

kompak memiliki penampilan fisik yang tidak padat, lembek dan remah sehingga mudah

hancur. Tingkat kepadatan wafer yang kompak sangat menguntungkan karena

mempermudah dalam penyimpanan dan penanganan, khususnya pada saat penyimpanan

pada gudang maupun pada saat transportasi.

Wafer dengan bahan penyusun hijauan rumput lapang memiliki kepadatan yang

kompak dibandingkan dengan jenis hijauan lainnya. Wafer penelitian dengan hijauan

klobot jagung tidak kompak dikarenakan klobot jagung memiliki ukuran partikel yang

lebar sehingga tidak rekat pada saat pengepresan.

(31)

19

Tekstur pada wafer penelitian sama pada semua perlakuan yaitu kasar pada

permukaan wafer dikarenakan sifat partikel bahan penyusun wafer yang kasar berupa

rumput, jerami jagung dan klobot jagung. Tekstur dan warna wafer penelitian dapat

dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Wafer dengan Jenis Hijauan yang Berbeda

Wafer yang dihasilkan berwarna agak kecoklatan atau gelap, hal ini disebabkan

adanya reaksi browning (reaksi maillard) non enzimatik yaitu reaksi-reaksi antara

karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Hasil reaksi tersebut

menghasilkan bahan berwarna coklat (Winarno, 1992)

Aroma wafer yang dihasilkan yaitu harum khas karamel. Menurut Winarno

(1992) reaksi maillard menimbulkan bau dan aroma khas produk segar yang dipanaskan,

hal ini disebabkan pada saat pengempaan dengan suhu 150°C selama 15 menit terbentuk

karamelisasi molasses, selain itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi

maillard yaitu terjadinya penurunan jumlah kadar gula, waktu dan lama pemanasan serta

kadar air dan pH bahan. Pada Tabel 9 dapat dilihat perbandingan warna dan aroma wafer

penelitian.

A1

A2

A4

A3

A6

A5

(32)

20

Tabel 9. Warna dan Aroma Wafer

warna aroma

B1 B2 B3 B1 B2 B3

A1 gelap gelap gelap harum harum harum

A2 gelap gelap gelap harum harum harum

A3 terang terang terang harum harum harum

A4 gelap gelap gelap harum harum harum

A5 gelap gelap gelap harum harum harum

A6 terang terang terang harum harum harum

Keterangan : A1 = Wafer 100% rumput lapang B1 = Penyimpanan 0 minggu A2 = Wafer 100% jerami jagung B2 = Penyimpanan 2 minggu

A3 = Wafer 100% klobot jagung B3 = Penyimpanan 4 minggu A4 = Wafer 50% rumput lapang + 50% jerami jagung

A5 = Wafer 50% rumput lapang + 50% klobot jagung A6 = Wafer 50% jerami jagung + 50% klobot jagung

Sifat Fisik Wafer

Sifat fisik yang diukur pada penelitian ini adalah kadar air, kerapatan, dan

aktivitas air wafer, namun hingga saat ini belum ada standar untuk menentukan kualitas

wafer yang terbaik untuk pakan ternak dan penentuan standar wafer hasil penelitian ini

mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya.

Pengaruh Jenis Hijauan Pakan dan Lama Penyimpanan

Terhadap Kadar Air Wafer

Berdasarkan hasil sidik ragam dari keenam jenis wafer dan lama penyimpanan

(0, 2, 4 minggu) menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap kadar

air wafer. Interaksi antara jenis wafer dan lama penyimpanan sangat nyata (P<0,01)

terhadap kadar air wafer penelitian. Pengaruh jenis wafer dan lama penyimpanan pada

kadar air wafer penelitian ditampilkan pada Tabel 10.

(33)

21

Tabel 10. Rataan Pengaruh Jenis Hijauan Pakan dan Lama Penyimpanan

terhadap Kadar Air Wafer

Perlakuan B1

B2

B3 Rataan

---(%)---

A1

10,81 ± 0,43

q

12,71 ± 0,45

p

12,92 ± 0,29

p

12,15 ± 1,05

A

A2

9,25 ± 0,22

r

10,88 ± 1,26

q

12,29 ± 0,44

p

10,81 ± 1,48

B

A3

8,28 ± 0,38

q

10,59 ± 0,65

p

10,69 ± 0,35

p

9,85 ± 1,24

C

A4

9,12 ± 0,80

q

10,59 ± 0,72

p

11,56 ± 0,52

p

10,42 ± 1,22

B

A5

9,32 ± 0,66

pq

8,75 ± 0,81

q

10,20 ± 0,54

p

9,43 ± 0,87

C

A6

9,14 ± 0,41

p

9,95 ± 1,11

p

10,20 ± 0,79

p

9,76 ± 0,88

C

Rataan

9,32 ± 0,89

C

10,58 ± 1,43

B

11,31 ± 1,15

A

Keterangan : - superskrip A, B, dan C pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

- superskrip p, q, dan r pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

- A1= rumput lapang 100%; A2= jerami jagung 100%; A3= klobot jagung 100%; A4= rumput lapang 50% + jerami jagung 50%; A5=rumput lapang 50% + klobot jagung 50%; A6=jerami jagung 50% + klobot jagung 50%

- B1= penyimpanan 0 minggu; B2= penyimpanan 2 minggu; B3= penyimpanan 4 minggu

Kadar air suatu bahan dapat diukur dengan berbagai cara. Metode pengukuran

yang umum dilakukan di laboratorium adalah dengan pemanasan dalam oven atau

dengan cara destilasi. Kadar air bahan merupakan pengukuran jumlah air total yang

terkandung dalam bahan pakan, tanpa memperlihatkan kondisi atau derajat keterikatan

air (Syarif dan Halid, 1993).

Rataan kadar air wafer perlakuan paling tinggi pada perlakuan A1 yaitu sebesar

12,15%, sebaliknya rataan kadar air paling rendah adalah pada perlakuan A5 yaitu

sebesar 9,43%, hal ini disebabkan perlakuan A1 dan A5 memiliki jenis bahan penyusun

wafer yang berbeda. Perlakuan A1 merupakan wafer dengan kandungan rumput 100%

dan perlakuan A5 merupakan wafer dengan kandungan rumput 50% dan 50% klobot

jagung.

Wafer dengan kandungan rumput lapang memiliki rongga yang lebih sedikit

dibandingkan dengan klobot dan jerami jagung, sehingga penguapan yang terjadi lebih

(34)

22

lambat, sedangkan pada wafer dengan campuran antara klobot dan rumput memiliki

rongga yang lebih banyak dan besar sehingga penguapan berjalan cepat.

Lama penyimpanan wafer selama 4 minggu meningkatkan kadar air wafer

penelitian. Rataan kadar air tertinggi diperoleh pada penyimpanan B3 (4 minggu) yaitu

sebesar 11,31% dan terendah pada penyimpanan B1 (0 minggu) yaitu sebesar 9,32%.

Kadar air wafer yang selalu berubah diungkapkan oleh Hall (1980) dalam Negara (2001)

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ransum selama penyimpanan antara lain faktor

fisik, seperti temperatur, kelembaban relatif, komposisi udara ruang penyimpanan, faktor

biologis seperti kutu, bakteri, kapang, serangga dan binatang pengerat.

Semakin tinggi kadar air maka akan menurunkan kualitas fisik bahan tersebut,

namun kadar air pada penelitian ini masih berada pada level aman, hal ini seperti

diungkapkan oleh Winarno et al., (1980) bahwa bahan pakan dengan kadar air kurang

dari 14% mempunyai tingkat keawetan dan daya simpan yang lebih lama. Terbukti

bahwa wafer penelitian mampu bertahan sampai penyimpanan 4 minggu dilihat dari

penampilan visual.

Pengaruh Interaksi Antara Jenis Hijauan Pakan dan Lama Penyimpanan

terhadap Kadar Air Wafer

Perlakuan wafer dengan 100% rumput lapang pada penyimpanan 4 minggu

(A1B3) memiliki kadar air paling tinggi dari perlakuan lainnya, akan tetapi tidak

berbeda dengan perlakuan A1B2. Hasil yang sama juga terjadi pada perlakuan wafer

dengan 100% jerami jagung pada penyimpanan 4 minggu (A2B3), wafer dengan 100%

klobot jagung pada penyimpanan 4 minggu (A3B3), wafer dengan 50% rumput lapang

dan 50% jerami jagung pada penyimpanan 4 minggu (A4B3), wafer dengan 50% rumput

lapang dan 50% klobot jagung pada penyimpanan 4 minggu (A5B3), wafer dengan 50%

jerami jagung dan 50% klobot jagung pada penyimpanan 4 minggu (A6B3).

Berdasarkan interaksi faktor A dan faktor B, kadar air tertinggi diperoleh pada

penyimpanan 4 minggu (B3) dan terendah pada penyimpanan 0 minggu (B1). Pada

semua wafer penelitian, semakin lama penyimpanan, kadar air semakin meningkat,

kecuali pada wafer rumput lapang + klobot jagung (A5) yaitu terjadi penurunan kadar air

pada minggu ke 2 (B2), tetapi meningkat lagi pada minggu ke 4 (B3). Peningkatan kadar

(35)

23

air dikarenakan oleh kelembaban lingkungan yang meningkat pula pada saat penelitian.

Bahan dengan kadar air yang lebih rendah akan lebih tinggi daya simpannya

dibandingkan dengan bahan yang kadar airnya tinggi (Hall, 1980 dalam Negara, 2001).

Nilai rataan kelembaban lingkungan dapat dilihat pada Tabel. 11

Tabel 11. Nilai Rataan Suhu dan Kelembaban Selama Penyimpanan 4 Minggu

Minggu

Suhu (°C)

Kelembaban (%)

Minggu 0

25,4

75

Minggu 2

25,6

76,8

Minggu 4

25,3

77,7

Pengaruh Jenis Hijauan Pakan dan Lama Penyimpanan

terhadap Aktivitas Air Wafer

Nilai aktivitas air menunjukkan banyaknya air bebas pada suatu bahan yang

memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme. Nilai rataan aktivitas air wafer penelitian

ini berkisar antara 0,70-0,91. Hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh jenis hijauan

(faktor A) dan lama penyimpanan (faktor B) sangat nyata (P<0,01) meningkatkan

aktivitas air, dan interaksi antara kedua faktor tersebut sangat nyata (P<0,01) terhadap

aktivitas air.

Berdasarkan jenis hijauan (faktor A), nilai rataan aktivitas air tertinggi pada

wafer dengan jenis hijauan 50% jerami jagung dan 50% klobot jagung (A6) sebesar

0,88, sedangkan nilai terendah pada wafer dengan jenis hijauan 100% rumput lapang

(A1) sebesar 0,79. (Tabel 12.)

Tabel. 12 menunjukkan aktivitas air semakin lama semakin meningkat dengan

lamanya penyimpanan. Terjadi peningkatan rata-rata aktivitas air pada lama

penyimpanan (faktor B) 0, 2, 4 minggu sebesar 0,79, 0,86, dan 0,87, hal ini sesuai

dengan rata-rata kelembaban yang meningkat dari 75% pada minggu 0; 76,8% pada

minggu 2; dan 77,7% pada minggu 4. Tingginya aktivitas air disebabkan karena wafer

yang disimpan dalam jumlah sedikit sehingga diduga terjadi adsorpsi air dari udara ke

wafer dalam jumlah yang cukup tinggi, dan pelepasan air ke udara ruang penyimpanan

tidak besar sehingga nilai aktivitas air semakin meningkat.

(36)

24

Tabel 12. Rataan Pengaruh Jenis Hijauan Pakan dan Lama Penyimpanan

terhadap Aktivitas Air Wafer

Perlakuan

B1 B2 B3

Rataan

A1

0,75 ± 0,01

q

0,75 ± 0,01

q

0,86 ± 0,03

p

0,79 ± 0,05

D

A2

0,70 ± 0,02

r

0,91 ± 0,03

p

0,87 ± 0,02

q

0,83 ± 0,10

B

A3

0,70 ± 0,02

r

0,88 ± 0,02

p

0,85 ± 0,02

q

0,81 ± 0,08

C

A4

0,85 ± 0,02

q

0,88 ± 0,02

p

0,88 ± 0,01

p

0,87 ± 0,02

A

A5

0,87 ± 0,01

p

0,88 ± 0,03

p

0,87 ± 0,02

p

0,87 ± 0,02

A

A6

0,87 ± 0,01

p

0,88 ± 0,01

p

0,88 ± 0,02

p

0,88 ± 0,01

A

Rataan

0,79 ± 0,08

B

0,86 ± 0,05

A

0,87 ± 0,02

A

Keterangan : - superskrip A, B, C dan D pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

- Superskrip A dan B pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

- superskrip p,q dan r pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

- A1= rumput lapang 100%; A2= jerami jagung 100%; A3= klobot jagung 100%; A4= rumput lapang 50% + jerami jagung 50%; A5=rumput lapang 50% + klobot jagung 50%; A6=jerami jagung 50% + klobot jagung 50%

- B1= penyimpanan 0 minggu; B2= penyimpanan 2 minggu; B3= penyimpanan 4 minggu

Pengukuran Aw akan mencerminkan air bebas yang ada dalam bahan pangan,

atau kelembaban relatif kesetimbangan (RHs) ruang tempat penyimpanan bahan pangan.

Berbagai mikroorganisme mempunyai Aw minimal untuk pertumbuhannya. Seperti

bakteri pada Aw : 0,90, khamir pada Aw : 0,80-0,90, dan kapang pada Aw : 0,60-0,80.

Wafer penelitian sudah memungkinkan tumbuhnya mikroorganisme baik itu

khamir maupun kapang dan bakteri (Syarief dan Halid, 1993), berarti nilai Aw wafer

pada jenis hijauan yang berbeda sampai minggu ke 4 sudah terkondisikan dapat

terserang mikroorganisme seperti bakteri, khamir, dan kapang.

Pengaruh Interaksi Antara Jenis Hijauan Pakan dan Lama Penyimpanan

terhadap Aktivitas Air Wafer

Berdasarkan interaksi antara faktor A dan faktor B, wafer dengan jenis hijauan

100% jerami jagung (A2) memiliki nilai aktivitas air yang lebih besar pada

penyimpanan 2 minggu, tetapi wafer dengan jenis hijauan 100% klobot jagung (A3) dan

(37)

25

100% jerami jagung (A2) memiliki nilai aktivitas air yang lebih rendah pada

penyimpanan 0 minggu dbandingkan dengan A1, A4, A5, dan A6. Wafer A3 memiliki

nilai yang paling rendah pada penyimpanan 4 minggu. Nilai aktivitas air wafer

penelitian dengan jenis hijauan rumput lapang sampai minggu ke-2 sebesar 0,75. Nilai

tersebut masih dalam ambang batas aman mikroorganisme, bakteri, dan kapang untuk

tidak tumbuh, sedangkan wafer dengan jenis hijauan lainnya tidak aman karena

kemungkinan besar sudah terdapat bakteri dan mikroorganisme lainnya (Syarief dan

Halid, 1993)

Nilai Aw yang tinggi disebabkan karena kenaikan kelembaban pada ruang

penyimpanan maka akan menimbulkan akumulasi air yang menimbulkan pertumbuhan

microorganisme, hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Putra (2005) bahwa

semakin lama disimpan maka aktivitas air semakin menurun. Aktivitas air wafer

penelitian semakin meningkat, dapat memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme,

bakteri, kapang, dan khamir.

Penyimpanan selama 4 minggu menunjukkan hasil yang masih baik untuk

keadaan visual wafer (Tabel 9). Aroma wafer yang masih harum serta tidak terdapat

kapang atau jamur yang tumbuh menandakan wafer penelitian masih bisa bertahan

sampai penyimpanan 4 minggu. Pada hasil penelitian Amiroh (2008) bahwa

penyimpanan wafer dapat dilakukan sampai dengan 4 minggu, karena wafer belum

menunjukkan adanya mikroorganisme yang tumbuh dan bau wafer masih harum, akan

tetapi pada umur enam minggu wafer berbau apek.

Pengaruh Jenis Hijauan Pakan dan Lama Penyimpanan

terhadap Kerapatan Wafer

Kerapatan

wafer

merupakan

faktor

penting yang banyak digunakan sebagai

pedoman dalam gambaran stabilitas dimensi yang diinginkan. Secara sistematik

kerapatan wafer hijauan merupakan suatu ukuran berat pesatuan luas, selain itu juga

mengefisienkan ruang penyimpanan dan memudahkan dalam transportasi (Trisyulianti,

1998).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa faktor A yaitu jenis hijauan sangat nyata

(P<0,01) berpengaruh terhadap kerapatan, dan faktor B yaitu lama penyimpanan sangat

(38)

26

nyata (P<0,01) menurunkan kerapatan wafer. Interaksi antara faktor A (jenis hijauan)

dan faktor B (lama penyimpanan) sangat nyata (P<0,01) berpengaruh terhadap

kerapatan.

Rataan kerapatan wafer penelitian berkisar antara 0,28 – 0,47 g/cm

3

. Berdasarkan

uji lanjut Duncan diperoleh nilai rataan tertinggi kerapatan wafer berdasar jenis hijauan

(faktor A) adalah pada wafer dengan jenis hijauan A5 (50% rumput lapang dan 50%

klobot jagung) sebesar 0,41 g/cm

3

sedangkan nilai rataan terendah adalah pada wafer

dengan jenis hijauan A6 (50% jerami jagung dan 50% klobot jagung) sebesar 0,35 g/cm

3

(Tabel 13).

Tabel 13. Rataan Pengaruh Jenis Hijauan Pakan dan Lama Penyimpanan

terhadap Kerapatan Wafer

Perlakuan

B1 B2 B3

Rataan

---(g/cm

³

)---A1

0,39 ± 0,04

q

0,35 ± 0,02

q

0,45 ± 0,05

p

0,39 ± 0,06

AB

A2

0,45 ± 0,04

p

0,40 ± 0,04

q

0,34 ± 0,02

q

0,40 ± 0,06

AB

A3

0,41 ± 0,03

p

0,35 ± 0,04

q

0,31 ± 0,04

q

0,36 ± 0,05

C

A4

0,39 ± 0,01

q

0,47 ± 0,03

p

0,28 ± 0,03

r

0,38 ± 0,09

BC

A5

0,39 ± 0,03

p

0,44 ± 0,02

p

0,40 ± 0,04

p

0,41 ± 0,03

A

A6

0,41 ± 0,05

p

0,32 ± 0,02

p

0,33 ± 0,03

p

0,35 ± 0,05

C

Rataan

0,41 ± 0,04

A

0,39 ± 0,06

A

0,35 ± 0,07

B

Keterangan : - superskrip A, B, dan C pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

- superskrip p, q, dan r pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

- A1= rumput lapang 100%; A2= jerami jagung 100%; A3= klobot jagung 100%; A4= rumput lapang 50% + jerami jagung 50%; A5=rumput lapang 50% + klobot jagung 50%; A6=jerami jagung 50% + klobot jagung 50%

- B1= penyimpanan 0 minggu; B2= penyimpanan 2 minggu; B3= penyimpanan 4 minggu

Nilai rataan tertinggi kerapatan wafer penelitian berdasarkan lama penyimpanan

(faktor B) adalah pada minggu 0 (B1) sebesar 0,41 g/cm

3

, nilai tidak berbeda nyata

dengan minggu 2 (B2) sedangkan nilai kerapatan terendah adalah pada minggu 3 (B3)

(39)

27

Pengaruh Interaksi Antara Jenis Hijauan Pakan dan Lama Penyimpanan

Terhadap Kerapatan Wafer

Berdasarkan interaksi antara jenis hijauan (faktor A) dan lama penyimpanan

(faktor B) diperoleh nilai tertinggi kerapatan adalah 0,47 g/cm

3

(A4B2) berbeda sangat

nyata (P<0,01) pada perlakuan A4B3 sebesar 0,28 g/cm

3

. Nilai kerapatan penyimpanan

0 minggu menunjukkan nilai yang terbaik dan kemudian menurun seiring bertambahnya

waktu penyimpanan, hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya kadar air wafer

penelitian menyebabkan ruangan yang diisi air lebih banyak sehingga kerapatan wafer

menurun. Kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian Djalal (1984) yang melaporkan

bahwa dengan meningkatnya kadar air suatu bahan makanan maka kerapatannya akan

semakin berkurang.

Kerapatan wafer yang tinggi secara fisik memudahkan dalam penanganan baik

penyimpanan maupun goncangan pada saat transportasi dan diperkirakan akan lebih

tahan lama dalam penyimpanan karena bentuk fisiknya yang padat dan keras.

Sebaliknya, kerapatan wafer yang rendah akan memperlikatkan bentuk fisik yang tidak

terlalu padat dan porous, sehingga menyebabkan terjadinya sirkulasi udara dalam

tumpukan selama penyimpanan dan diperkirakan hanya dapat bertahan dalam

penyimpanan beberapa waktu saja. Walaupun wafer penelitian kerapatannya menurun

dikarenakan kadar air yang meningkat, wafer ini masih bisa bertahan pada penyimpanan

sampai 4 minggu tanpa ditumbuhi jamur.

(40)

28 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, pengaruh lama penyimpanan sangat nyata (P<0.01) meningkatkan kadar air dan aktivitas air, serta menurunkan kerapatan wafer penelitian. Pengaruh jenis hijauan sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air, aktivitas air, dan kerapatan wafer penelitian.

Terdapat interaksi yang sangat nyata (P<0,01) antara jenis hijauan dan lama penyimpanan pada kadar air, kerapatan, dan aktivitas air wafer. Berdasarkan pengamatan visual, lama penyimpanan sampai 4 minggu masih memperlihatkan kualitas fisik yang baik terhadap wafer, namun dari nilai aktivitas air, hanya wafer rumput lapang (A1) yang masih dapat disimpan sampai 2 minggu, sedangkan dari nilai kerapatan, sampai 4 minggu wafer rumput lapang dengan klobot (A5) masih menunjukkan efisiensi penyimpanan yang paling baik

Saran

• Perlu dilakukan penelitian terhadap kelembaban udara ruang penyimpanan yang dapat dikendalikan supaya wafer tidak terkontaminasi mikroorganisme.

• Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui palatabilitas wafer hijauan pada ruminansia atau ternak

(41)

29 UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahi rabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua Hasan Basymeleh dan Nur Sahil atas kasih sayang, nasihat, doa, kesabaran, pengorbanan dan bimbingannya selama ini. Semoga semua yang engkau berikan selalu mendapat balasan dari Allah SWT. Terima kasih kepada ke dua adik penulis Fatmah dan Putri atas kasih sayang dan perhatiannya, serta seluruh keluarga besar di Pekalongan yang telah mendukung penulis. Tak lupa juga penulis mengucapkan beribu-ribu terima kasih kepada Amer Sahil yang telah membiayai segala keperluan penulis selama kuliah. Mudah-mudahan Allah membalasnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. Yuli Retnani,M.Sc. dan Ir. Lidy Herawati, M.S. selaku pembimbing skripsi, Ir. Sri Harini, M.S. selaku dosen penguji seminar, Ir. Abdul Djamil Hasjmy, M.S dan Dr.Ir. Henny Nuraini M.Si selaku dosen penguji sidang atas saran dan kritik dalam perbaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Edo, Ndes, Aryono, Riko, Imel, Dewi, Kiki yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, keluarga besar INMT 35, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44 dan FORMATIN serta BARAYA FM yang menjadi tempat pengaduan keluh kesah penulis selama melakukan studi di Institut Pertanian Bogor, sahabat-sahabat penulis, Akram, Tevi, Julian, Ucup, Mbul, Rangga, Aan, Arif, Joko, Mas Joko, Galih, Romi, Giant, Rizki, Mas Mul, Ipul, Andri, Dodi, Pak Uda, Lala, Ace dan Muthi yang selalu memberikan semangat serta kasih sayangnya, serta masih banyak lagi teman-teman yang lain yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu, atas bantuan, kerjasama dan kebersamaan selama ini. Semoga skripsi ini bermanfaat dalam dunia pendidikan dan peternakan. Amiin.

Bogor, Januari 2009 Penulis

(42)

30 DAFTAR PUSTAKA

Aboenawan, L. 1991. Pertambahan berat badan, konsumsi ransum dan total digestible nutrient (TDN) pellet isi rumen dibanding pellet rumput pada domba jantan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Akhirany, A. R. N. 1998. Nilai nutrisi ransum pellet komplit berbasis jerami padi dengan berbagai level energi dan protein untuk pertumbuhan kambing kacang. Thesis. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Amiroh, I. 2008. Pengaruh wafer ransum komplit limbah tebu dan penyimpanan

kualitas sifat fisik. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

ASAE Standart. 1994. Wafers, Pellet, And Crumbels-Definitions And Methode For Determaining Specific Weight, Durability and Moisture Content. In : Mc Ellhiney, R. R (ed). Feed manufacturing Tech IV. American Feed Industry Association, Inc, Arlington.

Ayu, D. P. F., 2003. Pengaruh penggunaan perekat bentonit dan super bind® dalam ransum ayam broiler terhadap sifat fisik selam penyimpanan enam minggu. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Badan Pusat Statistik. 2007. Statistika Pertanian. Pusat Data dan Informasi Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.

Direktorat Bina Produksi. 1982. Inventarisasi Limbah Pertanian. Direktorat Jendral Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Djalal, M. 1984. Peranan kerapatan kayu dan kerapatan lembaran dalam usaha

perbaikan sifat-sifat mekanik dan stabilitas dimensi papan partikel dari beberapa jenis kayu dan campurannya. Thesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertania Bogor, Bogor.

Furqaanida, N. 2004. Pemanfaatan klobot jagung sebagai substitusi sumber serat ditinjau dari kualitas fisik dan palatabilitas wafer ransum komplit untuk domba. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Herman, R. 1989. Kualitas karkas domba lokal hasil penggemukan. Proceeding Pertemuan Ilmiah Ruminansia (2). Departemen Pertanian, Jakarta.

Jayusmar. 2000. Pengaruh suhu dan tekanan pengempaan terhadap sifat fisik wafer ransum komplit dari limbah pertanian sumber serat dan leguminosa untuk ternak ruminansia. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Lebdosukoyo, S. 1983. Pemanfaatan limbah pertanian untuk menunjang kebutuhan pakan ruminansia. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Proc. Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar.

(43)

31 Nangudin, B. 1982. Pengaruh lama penyimpanan bahan makanan dalam beberapa

macam pembungkus terhadap pertumbuhan jamur dan hubungannya dengan aflatoksin. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor,. Bogor.

Negara, M. H. P., 2001. Uji sifat fisik bentuk ransum ayam broiler yang berbeda pada lama penyimpanan enam minggu. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nursita. 2005. Sifat fisik dan palatabilitas wafer ransum komplit untuk domba dengan menggunakan kulit singkong. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Pasaribu, T.D. 1993. Silase kulit jagung manis dan pemanfaatannya sebagai bahan pakan domba ekor tipis. Skripsi. Universitas Pakuan, Bogor.

Pulungan, H. 1988. Peranan rumput lapangan sebagai ransum pokok ternak domba. Hasil Temu Tugas Sub Sektor Peternakan, 4: 218-288.

Putra, E.D. 2005. Pengaruh taraf penyemprotan air dan lama penyimpanan terhadap daya tahan ransum broiler finisher berbentuk pelet. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Paturau, J. M. 1982. By-products of The Cane Sugar Industry. 2nd Ed. Elsevier Publishing Co. Amsterdam.

Soesarsono. 1988. Teknologi Penyimpanan Komoditas Pertanian. Fakultas Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Steel, R. G. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Subandi, I. Marwan dan A. Blumenscheir. 1988. Jagung. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Subandi dan Zubachtirodin. 2004. Prospek pertanaman jagung dalam produksi biomas hijauan. Prosiding Seminar Nasional: Pemberdayaan Petani Miskin di Lahan Marginal Melalui Inovasi Teknologi Tepat Guna. Hal. 105-110. Suprapto, H. 2001. Bertanam Jagung. PT.Penebar Swadaya, Jakarta.

Sutardi, T. 1980. Makanan Ternak Sapi Perah. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan.

Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.

Tangendjaja, T. dan B. Gunawan. 1988. Jagung dan limbahnya untuk makanan ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Hal. 360, 362, 372-373.

Tedjowahjono, S. 1987. Diversifikasi penggunaan tetes. Majalah Perusahaan Gula 14 (3): 231-235.

(44)

32 Trisyulianti, E. 1998. Pembuatan wafer rumput gajah untuk pakan ruminansia besar.

Seminar Hasil-hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Widarmana, S. 1997. Panil-panil berasal dari kayu sebagai bahan bangunan

Proceding Seminar Persaki di Bogor Tgl. 23-24 Juni 1997. Pengurus Pusat Persaki, Bogor.

Winarno, F. G., S. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia, Jakarta.

(45)
(46)

   

34 Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Kadar Air

SK db JK KT Fhitung Ft 0,05 Ft 0,01 Perlakuan 17 121,2954 7,135021 16,37** 1,82 2,32 Faktor A 5 58,44907 11,68981 26,82** 2,39 3,38 Faktor B 2 48,48573 24,24287 55,62** 3,17 5,02 A*B 10 14,36055 1,436055 3,29** 2,01 2,67 Galat 54 23,5358 0,435848 Total 71 144,8312 2,039875

Keterangan : ** sangat nyata (P<0,01)

Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam Aktivitas Air

SK db JK KT Fhitung Ft 0,05 Ft 0,01 Perlakuan 17 0,2894 0,0170 54,24** 1,82 2,32 Faktor A 5 0,0839 0,0168 53,48** 2,39 3,38 Faktor B 2 0,0905 0,0453 144,24** 3,17 5,02 A*B 10 0,1149 0,0115 36,63** 2,01 2,67 Galat 54 0,0169 0,0003 Total 71 0,306 0,004

Keterangan : ** sangat nyata (P<0,01)

Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Kerpatan

SK db JK KT Fhitung Ft 0,05 Ft 0,01 Perlakuan 17 0,198 0,012 10,58** 1,82 2,32 Faktor A 5 0,031 0,006 5,67** 2,39 3,38 Faktor B 2 0,037 0,018 16,78** 3,17 5,02 A*B 10 0,130 0,013 11,80** 2,01 2,67 Galat 54 0,059 0,001 Total 71 0,257 0,004

Keterangan : ** sangat nyata (P<0,01)

                             

(47)

   

35  

Gambar

Gambar 1. Persentase Limbah Tanaman Jagung (Furqaanida, 2004)
Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Klobot Jagung (% Bahan Kering)
Tabel 3. Komposisi Zat Nutrisi Jerami Jagung
Tabel 4. Komposisi Zat Makanan Rumput Lapang (% Bahan Kering)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan karena pada penyimpanan minggu ke-0 belum terjadi perubahan sifat fisik sehingga wafer yang dihasilkan masih mempunyai tekstur yang padat sehingga sulit

Sehingga, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan imbangan hijauan dan konsentrat dalam ransum komplit terhadap konsumsi pakan, pertumbuhan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas sifat fisik dan daya simpan wafer ransum komplit berbasis kulit buah kakao yang dibuat pada berbagai formulasi

Data analisis protein kasar wafer pakan komplit berbasis limbah agroindustri yang diberi perlakuan bahan pengemas dan lama simpan berbeda dapat dilihat pada Tabel

Keuntungan pengolahan pakan menjadi pellet pakan kambing diantaranya akan mengurangi pengambilan ransum secara selektif oleh ternak, membantu ternak untuk

Keuntungan pengolahan pakan menjadi pellet pakan kambing diantaranya akan mengurangi pengambilan ransum secara selektif oleh ternak, membantu ternak untuk

Pemberian pakan pellet pada kambing akan mengurangi pengambilan ransum secara selektif oleh ternak serta membantu ternak untuk menyerap nutrisi- nutrisi yang terkandung

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas sifat fisik dan daya simpan wafer ransum komplit berbasis kulit buah kakao yang dibuat pada berbagai formulasi