BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kepemimpinan
a. Pengertin Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah bagian penting manajemen, tetapi tidak sama dengan manajemen. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran. Manajemen mencakup kepemimpinan, tetapi juga mencakup fungsi-fungsi lain seperti perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan (Handoko, 2008). Senada dengan definisi diatas kepemimpinan menurut Robbins dan Judge (2013) adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok menuju pencapaian sebuah visi atau tujuan yang ditetapkan.
Berdasarkan definisi pakar di atas, dapat diketahui kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi anggota kelompok agar bekerja menuju pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan.
b. Tipe-tipe Kepemimpinan
1) Kepemimpinan pribadi (personal leadership)
Dalam tipe ini pemimpin mengadakan hubungan langsung dengan bawahannya, sehingga timbul hubungan pribadi yang intim.
2) Kepemimpinan non-pribadi (non-personal leadership)
Dalam tipe ini pimpinan tidak mengadakan hubungan langsung dengan bawahannya, sehingga antara atasan dan bawahan tidak timbul kontak pribadi. Hubungan antara pimpinan dengan bawahannya melalui perencanaan dan instruksi-instruksi tertulis.
3) Kepemimpinan otoriter (authoritarian leadership)
Dalam tipe ini pimpinan memperlakukan bawahannya secara sewenang-wenang, karena menganggap diri orang paling berkuasa, bawahannya digerakan dengan jalan paksa, sehingga para pekerja dalam melakukan pekerjaannya bukan karena ikhlas melakukan pekerjaannya, melainkan karena takut.
4) Kepemimpinan kebapakan (paternal leadership)
Dalam tipe ini pimpinan memperlakukan bawahannya seperti anak sendiri, sehingga para bawahannya tidak berani mengambil keputusan, segala sesuatu yang pelik diserahkan kepada bapak pimpinan untuk menyelesaikannya. Dengan demikian bapak sangat banyak pekerjaannya yang menjadi tanggung jawab anak buahnya.
Dalam tipe ini pimpinan selalu mengadakan musyawarah dengan para bawahannya untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya yang sukar, sehingga para bawahannya merasa dihargai pikiran-pikirannya dan pendapat-pendapatnya serta mempunyai pengalaman yang baik di dalam menghadapi segala persoalan yang rumit. Dengan demikian para bawahan bergeraknya itu bukan karena rasa paksaan, tetapi karena rasa tanggung jawab yang timbul karena kesadaran atas tugas-tugasnya.
6) Kepemimpinan bakat (indigenous leadership)
Dalam tipe ini pimpinan dapat menggerakan bawahannya karena mempunyai bakat untuk itu, sehingga para bawahannya senang mengikutinya, jadi tipe ini lahir karena pembawannya sejak lahir seolah-olah ditakdirkan untuk memimpin dan diikuti oleh orang lain. Dalam tipe ini pimpinan tidak akan susah menggerakkan bawahannya, karena para bawahannya akan selalu menurut akan kehendaknya.
c. Teori Kepemimpinan
Dalam Wibowo (2016) ada beberapa teori tentang kepemimpinan yang dipaparkan, diantaranya adalah:
1) Teori sifat
Donnelly, dan Konopaske, 1995). Terdapat tiga karakteristik berkaitan dengan efektivitas kepemimpinan adalah:
a) Personality, kepribadian: tingkat energy, toleransi terhadap stress, percaya diri, kedewasaan emosional, dan integritas.
b) Motivation, motivasi: orientasi kekuasaan tersosialisasi, kebutuhan kuat untuk berprestasi, memulai diri, membujuk.
c) Ability, kemampuan: keterampilan interpersonal, keterampilan kognitif, keterampilan teknis.
2) Teori perilaku
Behavioral theories atau teori perilaku kepemimpinan tumbuh sebagai hasil dari ketidakpuasan terhadap trait theories atau teori sifat karena dinilai tidak dapat menjelaskan efektivitas kepemimpinan dan gerakan hubungan antara manusia. Teori ini percaya bahwa perilaku pemimpin secara langsung mempengaruhi efektivitas kelompok. Pemimpin dapat menyesuaikan gaya kepemimpinannya untuk mempengaruhi orang lain dengan efektif.
d. Ciri-ciri Kepemimpinan
Berdasarkan teori-teori di atas, dapat disimpukan bahwa seorang pemimpin harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
3) Mempunyai kemampuan yang baik. 4) Dapat mempengaruhi bawahannya.
5) Dapat berperilaku sesuai yang diharapkan oleh bawahannya.
2. Kepuasan Kerja
a. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja menurut Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1993) adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka. Sikap ini berasal dari presepsi mereka tentang pekerjaannya. Lebih lanjut Robbis dan Judge (2016) mendefinisikan kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan yang dihasilkan dari suatu evaluasi dari karakteristik-karakteristiknya.
Berdasarkan definisi para pakar di atas, dapat diartikan kepuasan kerja adalah sikap ataupun perasaan postitif seseorang pada pekerjaan mereka berdasarkan presepsi serta evaluasi pekerjaannya.
b. Dimensi Kepuasan Kerja
individu ataupun kelompok. Dimensi kepuasan kerja menurut Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1993) di antaranya:
1) Upah. Jumlah upah yang diterima dan dianggap upah yang wajar.
2) Pekerjaan. Keadaan di mana tugas pekerjaan dianggap menarik, memberikan kesempatan untuk belajar dan bertanggung jawab.
3) Kesempatan promosi. Tersedia kesempatan untuk maju.
4) Penyelia. Kemampuan penyelia untuk menunjukkan minat dan perhatian terhadap pegawai.
5) Rekan kerja. Keadaan di mana rekan kerja menunjukkan sikap bersahabat dan mendorong
Ivancevich, Konopaske, dan Matteson dalam Edison dkk (2016) juga mengungkapkan dimensi kepuasan adalah sebagai berikut:
1) Imbalan, jumlah pembayaran yang diterima dan tingkat kesesuaian antara pembayaran dengan pekerjaan yang dilakukan.
2) Pekerjaan itu sendiri, sejauh mana pekerjaan dianggap menarik, menyediakan kesempatan untuk belajar, dan memberikan tanggung jawab.
3) Peluang promosi, ketersediaan peluang untuk maju.
4) Supervise, kompetensi teknis dan interpersonal dari atasan langsung. 5) Rekan kerja, sejauh mana rekan kerja bersahabat, kompeten, dan
6) Kondisi pekerjaan, sejauh mana lingkungan kerja fisik memberikan kenyamanan dan mendukung produktivitas.
7) Keamanan pekerjaan, keyakinan bahwa posisi seseorang relative aman dan ada peluang untuk terus bekerja dalam orgaisasi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan yang masuk ke dalam dimensi kepuasan kerja sebagai berikut:
1) Kepemimpinan 2) Pekerjaan itu sendiri 3) Kebijakan manajemen 4) Kompensasi
5) Penghargaan
6) Suasana lingkungan 7) Peluang promosi 8) Keamanan pekerjaan
c. Teori Kepuasan Kerja
Menurut Wexley dan Yulk dalam Suwatno dan Priansa (2016) secara umum terdapat tiga teori kepuasan kerja yang sudah dikenal yaitu:
1) Discrepancy theory
tahun 1969 menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung pada perbedaan antara ekspektasi dengan apa yang menurut perasaannya atau presepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan. Dengan demikian, orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan presepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diingikan telah terpenuhi.
2) Equity theory
Teori ini dikembangkan oleh Adam pada tahun 1963, sebelum
pendahulunya Zaleznik di tahun 1958. Prinsip dari teori ini adalah
bahwa seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah
ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak (inequity) atas situasi
tertentu. Perasaan equity dan inequity atas situasi diperoleh individu
dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas,
sekantor maupun di tempat lain. Dengan demikian, seseorang akan
merasakan kepuasan kerja apabila merasa perlakuan yang adil antara
dirinya dengan orang lain.
3) Two factor theory
Teori ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Teori Herzberg ini
sebagian besar didasarkan pada rumusan hierarki kebutuhan dari
yang berbedaa satu sama lainnya yaitu kebtuhan fisiologis dan
kebutuhan psikologis. Dalam teori ini ada yang disebut dengan faktor
hyginie, meskipun tidak berhubungan langsung dengan kepuasan suatu
pekerjaan, tetapi faktor ini berhubungan langsung dengan timbulnya
suatu ketidakpuasan kerja, yang termasuk ke dalam faktor hyginie
adalah hubungan antarpersonal, administrasi/kebijakan perusahaan,
pengawasan, gaji, dan kondisi kerja (Mathis dan Jackson, 2006).
Dengan demikian, dari beberapa teori di atas dapat diimpulkan
seseorang akan memiliki kepuasan kerja jika:
a) Tidak ada perbedaan antara apa yang diinginkan dengan presepsinya atas kenyataan.
b) Merasakan adanya keadilan atas suatu situasi tertentu. c) Terpenuhinya kebutuhan fisiologis dan kebutuhan psikologis.
3. Komitmen Normatif (Normative Commitment)
a. Pengertian Komitmen
adalah sebagai keinginan pada sebagian pekeja untuk tetap menjadi anggota organisasi.
Berdasarkan pengertian dari pakar di atas, dapat diiartikan komitmen ialah tingkatan dimana pekerja mengidentifikasi organisasi, tujuan dan harapannya sehingga adanya keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi tersebut.
b. Tipe-tipe Komitmen
Schermerhorn, Hunt, dan Uhl-Bien dalam Wibowo (2016) mengemukakan bahwa terdapat dua dimensi utama komitmen organisasional, yaitu Rational Commitment dan Emotional Commitment. Rational Commitment mencerminkan bahwa pekerjaan memberikan pelayanan pada kepentingan finansial, pengembangan, dan professional individu. Sedangkan Emotional Commitment mencerminkan perasaan bahwa apa yang dilakukan seseorang adalah penting, berharga dan memberikan manfaat nyata bagi orang lain.
Berbeda dengan pendapat di atas, menurut Wesson dalm Wibowo (2016) menyebutkan adanya tiga tipe komitmen, yaitu:
persahabatan, iklim atau budaya perusahaan, dan perasaan kesenangan ketika menyelesaikan tugas pekerjaan.
2) Continueance Commitment, adalah sebagai keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi karena kepedulian atas biaya yang berkaitan apabila meninggalkannya. Kita tinggal karena kita merasa perlu. Ini merupakan cost-based reason untuk tetap, termasuk masalah gaji, tunjangan, dan promosi, serta yang berkaitan dengan menumbangkan keluarga.
3) Normative Commitment, adalah sebagai keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi karena merasa sebagai kewajiban. Kita tetap tinggal karena memang seharusnya. Dengan demikian, merupakan alasan obligation-based untuk tetap dalam organisasi, termasuk perasaan utang budi pada atasan, kolega, atau perusahaan yang lebih besar.
c. Ciri-ciri komitmen Normatif
Berdasaran pengertian komitmen normatif di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa ciri-ciri komitmen normatif adalah sebagai berikut: 1) Ingin tetap tinggal di organisasi
2) Merasa memiliki tugas-tugas atau kewajiban yang menyebabkan harus tetap tinggal di organisasi
5) Ingin membalas budi terhadap kebaikan rekan kerja
d. Membangun Komitmen Organisasi
Helleer dalam Wibowo (2016) menganjurkan untuk mendapatkan komitmen pekerja dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1) Nurturing trust, memelihara kepercayaan. Kualitas dan gaya kepemimpinan merupakan factor utama untuk mendapatkan kepercayaan dan komitmen pekerja. Kita harus dapat membuat diri kita senyata mungkin dan menunjukkan dapat dihubungi dan berkeinginan mendengarkan orang lain. Patut diingat bahwa untuk mendapat kepercayaan, kita pertama kali harus mempercayai mereka yang bekerja untuk kita.
3) Keeping staff commited, menjaga staf mempunyai komitmen. Salah satu cara paling efektif menjaga komitmen pekerja adalah memperkaya pekerjaan dan meningkatkan motivasi mereka. Hal ini dapat dicapai melalui peningkatan tingkat minat, memastikan bahwa setiap oekerja mempunyai variasi pendorong tugas unuk dikerjakan, dan memberikan sumber daya dan pelatihan melalui mana keterampilan baru dapat dikembangkan.
4) Rewarding excellence, menghargai keunggulan. Pengakuan atas keunggulan merupakan masalah vital dalam memelihara komitmen dan kepuasan kerja pekerja. Perlu dipertimbangkan menghargai kinerja luar biasa, produktivitas tinggi dan menurunkan biaya secara substansial, dengan insentif finansial. Kita dapat melakukan pemberian kenaikan gaji, pemberian bonus, pengikutsertaan dalam pelatihan akhir pecan senior staf atau sekedar mengucapkan terima kasih.
5) Staying positive, bersikap positif. Untuk menciptakan lingkungan positif dalam organisasi, adalah penting untuk menciptakan iklim “can-do”.hal ini harus dibangun mutual trust, saling mempercayai dimana orang memastikan bahwa organisasi dapat mencapai apa yang diminta untuk dilakukan. Untuk itu kita perlu menciptakan “herous”, pekerja yang
keberhasilan herous dirayakan, untuk mendorong orang lain mempercayai can-do culture dan komit tujuan organisasi.
4. Kinerja
a. Pengertian Kinerja
Kinerja menurut Mangkunegara (2012) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.berdasarkan kriteria, standar dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan Wirawan (2009) mengatakan,kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.
Dengan demikian, kinerja adalah hasil kerja secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seorang dari fungsi atau indikator pekerjaannya.
b. Penilaian Kinerja
Dengan demikian, penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi kinerja individu dengan tujuan apakah individu tersebut berhasil melaksanakan tugas-tugas yang diberikan.
c. Cara pengukuran kinerja
Menurut Mathis dan Jackson (2006) kinerja yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut:
1) Kuantitas dari hasil 2) Kualitas dari hasil
3) Ketepatan waktu dari hasil 4) Kehadiran
5) Kemampuan bekerja sama
d. Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Werther dan Davis dalam Suwatno dan Priansa (2016), penilaian kinerja mempunyai beberapa tujuan dan manfaat bagi perusahaan dan karyawan yang dinilai, antara lain:
1) Performance improvement. Memungkinkan karyawan dan manajer untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja.
3) Placement decision. Menentukan promosi, transfer dan demotion.
4) Training and development needs. Mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi karyawan agar kinerja mereka lebih optimal. 5) Career planing and development. Memandu untuk menentukan jenis
karir dan potensi karir yang dapat dicapai.
6) Staffing process deficiencies. Mempengaruhi prosedur perekrutan karyawan.
7) Informational inaccuraces and job-design errors. Membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam manajemen sumber daya manusia terutama di bidang informasi analysis, job-design, dan sistem informasi manajemen sumber daya manusia.
8) Equal employment opportunity. Menunjukkan bahwa placement decision tidak diskriminatif.
9) External challenges. Kadang-kadang kinerja karyawan dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keluarga, keuangan pribadi, kesehatan,dan lain-lainnya. Biasanya faktor ini tidak terlalu kelihatan, namun dengan melakukan penilaian kinerja, faktor-faktor eksternal ini akan kelihatan sehingga membantu departemen sumber daya manusia untuk memberikan bantuan bagi peningkatan kinerja karyawan.
e. Faktor-faktor yang Mempengarhi Kinerja
Pendapat dari Wirawan (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah :
1) Faktor internal pegawai, yaitu faktor –faktor dari dalam diri pegawai yang merupakan factor bawaan dari lahir dan factor yang diperoleh ketika ia berkembang. Misalnya:
a) Bakat dan sifat pribadi b) Kreativitas
c) Pengetahuan dan ketrampilan d) Kompetensi
e) Pengalaman kerja f) Keadaan fisik g) Keadaan psikologi
Sementara itu, faktor-faktor yang diperoleh, misalnya pengetahuan, ketrapilan, etos kerja, pengalaman kerja, dan motivasi kerja.
2) Faktor-faktor lingkungan internal organisasi a) Visi, misi, dan tujuan organisasi
b) Kebijakan organisasi c) Bahan mentah d) Teknologi
f) Sistem manajemen g) Kompensasi h) Kepemimpinan i) Modal
j) Budaya organisasi k) Iklim organisasi l) Teman sekerja
3) Faktor lingkungan eksternal organisasi, yaitu keadaan, kejadian, atau situasi yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi yang mempengaruhi kinerja karyawan, misalnya:
a) Kehidupan ekonomi
b) Kehidupan politik kehidupan sosial c) Budaya dan agama masyarakat d) Kompetitor
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian terdahulu dalam penilitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Nama dan
Tahun Judul Sampel Hasil penelitian
Perbedaan dengan penelitian sekarang
Ratna Yulia Wijayanti (2010)
Pengaruh kepemimpinan, motivasi, dan komitmen organisasi terhadap kinerja PNS
58 pegawai
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan berpengaruh
di lingkungan organisasi Dinas PendidikanKabupaten Kudus positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. komitmen normatif. 2. Subyek penelitian
pada penelitian yang sekarang adalah PNS pada kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas. Maria Rini Kustrianingsih, Maria Magdalena Minarsih, Leonardo Budi Hasan (2016) Pengaruh motivasi kerja, kepemimpinan, dan iklim organisasi terhadap kinerja karyawan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang 56 karyawan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
1. Variable yang akan diambil dari penelitian terdahulu ini adalah variable
kepemimpinan 2. Subyek penelitian,
penelitian yang sekarang di Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas Rahmat Sukarja dan Machasin (2015) Pengaruh kepemimpinan dan komunikasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai Dinas Pendidikan Provinsi Riau 188 pegawai Hasil penelitian menunjukkan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
1. Variabel independen yang diambil pada penelitian terdahulu adalah
kepemimpinan. 2. Pada penelitian yang
sekarang hanya menggunakan variabel dependen kinerja pegawai. 3. Pada penelitian yang
sekarang tidak menggunakan path analisi tetapi menggunakan metode regresi linear berganda.
4. Selain itu penelitian yang sekarang akan dilakukan pada pegawai kantor Dinas Pendidikan
Kabupaten Banyumas.
(2011) dan komitmen organisasional terhadap kinerja pegawai (studi pada pegawai Setda Kabupaten Pati) menunjukkan bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh positifdan signifikan terhadap kinerja pegawai variable dari penelitian terdahulu yaitu variabel kepuasan kerja 2. Subyek penelitian
yang sekarang pada pegawai Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas Roberto Goga Parinding (2015) Analisis pengaruh komitmen afektif, komitmen berkelanjutan dan komitmen normatif terhadap kinerja karyawan pada PT Pegadaian (persero) cabang Ketapang 54 Karyawan Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen normatif memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan.
1. Pada penelitian sekarang hanya mengambil variabel komitmen
normatifnya saja. 2. Pada penelitian yang
sekarang menambahkan variabel kepeimpinan dan kepuasan kerja. 3. Subyek penelitian
yang sekarang adalah pegawai pada kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas. Titik Nurbiyati dan Kunto Wibowo (2014) Analisis pengaruh komitmen afektif, kontinyu, dan normatif terhadap kinerja dengan disiplin kerja sebagai variabel intervening (studi pada karyawan balai besar kerajinan dan batik Yogyakarta) 154 Karyawan Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen normatif berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan
1. Variabel komitmen yang akan di teliti pada penelitian yang sekarang hanya komitmen normatif 2. Pada penelitian
sekarang tidak menggunakan variabel intervening
C. Kerangka Pemikiran
1. Hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja Pegawai
Kepemimpinan merupakan suatu cara yang dimiliki oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi sekelompok orang atau bawahan untuk bekerja sama dan berdaya upaya dengan penuh semangat dan keyakinan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dapat dikatakan bahwa kepemimpinanlah yang memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi dalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya terutama terlibat dalam kinerja para pegawainya (Siagian, 2010). Hal itu dapat dilihat dari bagaimana seorang pemimpin dapat mempengaruhi bawahannya untuk bekerjasama menghasilkan pekerjaan yang efektif dan efisien.
Penelitian dari Wijayanti(2010) dan Kustrianingsih dkk (2016) mendukung pernyataan diatas, hasil penelitian membuktikan bahwa kepemimpinan secara positif dan signifikan mempengaruhi kinerja.
2. Hubungan Kepuasan Kerja dengan Kinerja Pegawai
dikumpulkan untuk organisasi, kita menemukan bahwa organisasi yang mempunyai pegawai yang lebih puas cenderung lebih efektif bila dibandngkan dengan organisasi yang mempunyai pegawai yang kurang puas.
Pernyataan diatas didukung oleh penelitian dari Sukarja (2015) dan Suwardi & Utomo (2011) menyatakan bahwa kepuasan kerja secara parsial
berpengaruhpositif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
3. Hubungan Komitmen Normatif dengan Kinerja Pegawai
Robbins dan Judge (2013) mengatakan bahwa adanya sebuah
hubungan positif di antara komitmen organisasi dan produktivitas kerja, tetapi bersifat sederhana.
Hal itu juga didukung oleh hasil penelitian Parinding (2015) danNurbiyati & Wibisono (2014) yang membuktikan bahwa komitmen normatif berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
H1 H2 (+) H3 (+)
H4 (+)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran KEPEMIMPINAN (X1)
KEPUASAN KERJA (X2)
KOMITMEN NORMATIF (X3)
D. Hipotesis
Berdasarkan dari permasalahan yang diajukan dan tujuan penelitian serta tinjauan pustaka, maka kesimpulan sementara yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Hipotesis 1
Kepemimpinan, kepuasan kerja, dan komitmen normatif berpengaruh secara simultan terhadap kinerja pegawai pada Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas.
2. Hipotesis 2
Kepemimpinan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas.
3. Hipotesis 3
Kepuasan kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas.
4. Hipotesis 4