• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - CASIM BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - CASIM BAB I"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Keberagaman adat dan budaya Indonesia menjadikan Negara Indonesia memiliki kekayaan nilai-nilai budaya dan sastra, salah satunya yaitu sastra lama. Nilai-nilai budaya dan sastra diciptakan dan diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang (leluhur) secara leluri.

Daya simak leluhur sangat kuat hingga kita sebagai penerusnya masih dapat mengetahui bentuk-bentuk kepercayaan dan pengetahuan yang disampaikan secara lisan. Berbagai hal dalam berkehidupan disampaikan secara lisan. Mulai dari pembelajaran bahasa, sastra, kepercayaan, pengetahuan, hingga bentuk-bentuk budaya yang akhirnya menjadi bukti kekayaan budaya sekaligus intelektual suatu masyarakat. Priyadi (2017: 18) mengemukakan bahwa tradisi lisan adalah cerita rakyat yang diungkapkan melalui lisan dan dikembangkan secara beruntun yang juga melalui lisan. Pelisan ini tidak terikat dengan peristiwa karena masa hidupnya tidak sezaman.

(2)

moyang) kita guna menyampaikan pesan moral yang cukup tinggi nilainya. Saat ini cerita rakyat semakin terasa asing di telinga atau tidak berkumandang lagi, karena cerita rakyat tidak diceritakan lagi oleh para orang tua saat menidurkan anak-anaknya. Fahmi, wali kota Sukabumi (dalam Republika.co.id, 2017) mengemukakan bahwa “tradisi mendongeng yang dilakukan Ibu kepada anaknya, saat ini mulai ditinggalkan sebagian kalangan masyarakat. Tradisi mendongeng harus ditumbukan lagi dan minat baca di kalangan orang tua harus digiatkan kembali, karena kebiasaan baik orang tua akan menjadi contoh bagi anak-anak di rumah”.

Dalam pidato Fahmi, bahwa peran orang tua sebagai penutur utama dalam keluarga tidak membiasakan tradisi bercerita kepada anaknya sebelum tidur. Ada beberapa faktor penyebab, di antaranya karena faktor kesibukan, faktor kurangnya perhatian yang khusus terhadap tradisi bercerita tentang cerita rakyat di daerahnya, faktor melemahnya tradisi bercerita di kalangan orang tua atau bisa jadi faktor ketidaktahuan orang tua terhadap cerita rakyat yang ada di daerahnya,

Setiap daerah tentu mempunyai cerita rakyat yang perlu digali serta dikaji, karena melalui cerita rakyat ini dapat diketahui sejarah cerita rakyat, asal-usul cerita rakyat, pandangan hidup, adat-istiadat, kepercayaan, dan sebagainya. Dalam cerita rakyat banyak yang menggambarkan kejadian masa lalu dengan masa sekarang (out of date and up to date).

(3)

dan minatnya terhadap cerita rakyat. Fenomena yang sangat familiar di kalangan anak-anak, remaja, bahkan orang tua, lebih gemar menonton televisi, bermain media sosial (facebook, whatsapp, instagram, line, blackberry messenger, atau lainnya) daripada mendongeng, mendengarkan dongeng atau cerita rakyat di daerahnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa anak zaman sekarang telah kehilangan tradisi lisan atau tradisi tutur. Melihat fenomena yang mengkhawatirkan seperti ini, budaya mendongeng atau bercerita perlu ditanamkan lagi, baik orang tua kepada anaknya sebelum tidur, guru kepada siswanya saat pembelajaran di kelas, ataupun masyarakat pada umumnya.

Salah satu cara untuk menjaga budaya kelisanan daerah adalah dengan melakukan kajian tentang cerita rakyat daerah. Peran pemerintah daerah juga menjadi hal penting dalam pemertahanan budaya kelisanan yang masih ada, misalnya dengan mendata dan melakukan kajian terhadap cerita rakyat daerah yang masih ada, untuk dapat didokumentasikan atau dibukukan. Usaha untuk melestarikan dan mendokumentasikan cerita rakyat menjadi masalah yang sangat penting di setiap daerah. Setiap daerah yang ada di Indonesia diharapkan ada pemerhati atau peneliti yang khusus meneliti, mengkaji, dan mendokumentasikan cerita rakyat yang masih ada di daerahnya, termasuk di wilayah Jawa Barat, khususnya Kabupaten Tasikmalaya. Maka dari itu, dengan berbagai pertimbangan salah satunya cukup banyak cerita rakyat daerah yang perlu dikaji dan diteliti.

(4)

ditemukan nilai-nilai yang relevan dengan kehidupan masyarakat di daerah, misalnya nilai budaya, nilai agama, nilai sejarah, nilai kepahlawan, serta nilai moral. Pada dasarnya setiap cerita rakyat mempunyai nilai-nilai yang terkadung di dalamnya dan semua itu erat kaitannya terhadap kehidupan bermasyarakat.

Penelitian mengenai cerita rakyat ini akan dipusatkan pada cerita rakyat yang terdapat di empat daerah di wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Daerah itu di antaranya (1) Asal Muasal Kampung Panyalahan di Desa Pamijahan, Kecamatan Salawu, (2) Legenda Bumi Rongsok di Desa Papayan, Kecamatan Jatiwaras, (3) Asal Muasal Gunung Bongkok dan Gunung Aseupan di Desa Tanjungsari, Kecamatan Salopa, dan (4) Asal Muasal Situ Sanghyang dan Si Buncireung di Desa Cilolohan, Kecamatan Tanjungjaya.

(5)

terbatas, sumbernya hanya dari buku paket/ buku teks, ilmu pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap cerita rakyat masih terbatas atau kurang. Hal ini, disampaikan oleh Ibu IS selaku guru Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Pertama, pada umumnya siswa belum mengetahui ragam cerita rakyat daerah.

Padahal dalam Permendikbud Nomor 69 Tahun 2013 (2017: 6 & 12) tentang ruang lingkup materi mata pelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Pertama (SMP)/ Madrasah Tsanawiyah (MTs) dijelaskan bahwa, di kelas VII ada beberapa materi yang harus dikuasai dan dipelajari. Materi tersebut terbagi menjadi 8 materi di antaranya; (a) deskripsi, (b) cerita fantasi, (c) prosedur, (d) laporan observasi, (e) puisi rakyat, (e) cerita rakyat, (f) surat, dan (g) literasi, sehingga jika pembelajaran sastra dalam hal ini tidak tersampaikan dengan baik, maka sesungguhnya guru belum sepenuhnya menjalankan amanat Permendikbud tersebut.

Dengan pertimbangan pemikiran yang diuraikan di atas, maka menjadi sangat penting mengenalkan ragam cerita rakyat kepada siswa dengan memanfaatkan berbagai sumber. Mengingat pengajaran merupakan proses transformasi pengetahuan yang bersifat formal, maka diperlukan proses mengevaluasi atau mempelajari cerita-cerita rakyat yang berkembang supaya sesuai dengan tujuan pembelajaran dan pengembangan nilai karakter yang diharapkan.

(6)

siswa, dengan berbagai kandungan nilai-nilainya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah

1. Jenis-jenis cerita rakyat apa saja yang ada di Kabupaten Tasikmalaya? 2. Bagaimana struktur cerita rakyat di Kabupaten Tasikmalaya?

3. Nilai edukatif apa saja yang terkandung dalam cerita rakyat di Kabupaten Tasikmalaya?

4. Bagaimana relevansi struktur dan nilai-nilai edukatif dalam cerita rakyat terhadap pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Pertama?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini terbagi atas dua, yakni tujuan umum dan khusus. 1. Tujuan umum penelitian ini tidak lain untuk melestarikan bentuk budaya

sastra lisan yang masih fungsional (berlaku) sekaligus sebagai sebuah bentuk inventarisasi sastra lisan yang masih fungsional di masyarakat pengikutnya. 2. Sementara tujuan khusus dari penelitian ini ialah mendapatkan deskripsi yang

jelas mengenai:

a. jenis-jenis cerita rakyat yang ada di Kabupaten Tasikmalaya; b. struktur cerita rakyat di Kabupaten Tasikmalaya;

(7)

d. relevansi struktur dan nilai-nilai edukatif dalam cerita rakyat terhadap pengajaran sastra di Sekolah Menengah Pertama.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi atas dua yaitu manfaat teoretis dan praktis. 1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian dapat memberikan sumbangsih bagi dunia pendidikan dan dapat bermanfaat bagi keilmuan, khususnya ilmu folklor, tradisi lisan, sastra lisan, dan cerita rakyat (mite, legenda, dongeng) terutama dalam periodisasi sastra nusantara di Indonesia khususnya Kabupaten Tasikmalaya. 2. Manfaat Praktis

Bagi masyarakat pemilik cerita rakyat daerah dalam konteks menumbuhkan sikap kepemilikan terhadap budaya dan tradisi lisan; hasil analisis dapat dijadikan media pembelajaran secara luas bagi masyarakat dalam konteks tradisi lisan dan sastra lisan, secara khusus dapat dijadikan media pembelajaran sastra di sekolah; dan hasil penelitian diharapkan dapat memicu peneliti lainnya untuk meneliti sumber-sumber kelisanan sebagai bentuk pengkajian atas nilai dan budaya yang berkembang di masyarakat.

E. Definisi Operasional

(8)

Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk (genre) foklor. Foklor itu sendiri adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turuntemurun di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (memonic device) (Dananjaya, 1997: 2).

2. Struktur Cerita Rakyat

Struktur cerita rakyat ini meliputi tema, alur, tokoh, latar, amanat. Seperti yang dikemukakan oleh Fananie (2001: 76) bahwa sebuah karya sastra baru bisa disebut bernilai apabila masing-masing unsur pembentuknya (unsur instrinsiknya) tercermin dalam strukturnya, seperti tema, karakter, plot, setting, dan bahasa merupakan satu kesatuan yang utuh.

3. Proses Penuturan

Menurut Schecher (dalam Nurjamin, 1998: 30) proses penuturan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh individu atau kelompok, di hadapan individu atau kelompok. Artinya setiap individu atau kelompok antara bisa atau tidak cerita rakyat itu diceritakan.

4. Proses Penciptaan dan Proses Pewarisan

(9)

pewarisan suatu cerita di daerah tersebut, disampaikan oleh satu individu ke individu lain dengan syarat atau bahkan tanpa syarat.

5. Konteks Situasi

Konteks situasi yang dimaksud yaitu yang berkaitan dengan waktu, tempat, dan suasana. Konteks situasi disesuaikan dengan proses terjadinya penuturan dari penutur kepada mitra tutur.

6. Konteks Sosial-Budaya

Konteks sosial dan konteks budaya merupakan satu kepaduan yang tidak dapat dipisahkan. Konteks sosial dan konteks budaya erat kaitannya dengan kebiasaan masyarakat, mata pencaharian, jenis kelamin, dan etnik.

7. Konteks Ideologi

Penggunaan umum tradisi sebagai sebuah pembenaran terhadap kondisi yang sudah ada, Vansina (2014: 161). Maksud dari pembenaran adalah kebenaran-keberanan cerita ataupun tradisi yang ada di daerah tersebut.

8. Nilai Edukatif

Referensi

Dokumen terkait

Variabel reliability (X 2 ), yang meliputi indikator petugas memberikan pelayanan yang tepat, petugas memberikan pelayanan yang cepat, petugas memberikan pelayanan

terapi musik instrumental 82% depresi ringan, 18% depresi berat, 2) setelah melakukan terapi musik instrumental 88% tidak depresi dan 12% depresi ringan, 3) hasil

Diisi dengan bidang ilmu yang ditekuni dosen yang bersangkutan pada

Perbedaan pengaturan hak kesehatan buruh yang diselenggarakan oleh Jamsostek dan BPJS Kesehatan adalah dari segi asas dan prinsip penyelenggaraan; sifat kepesertaan; subjek

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

Berdasarkan pengamatan kemampuan berbahasa siswa pada siklus 1 telah mengalami peningkatan dari pratindakan walaupun belum mencapai persentase KKM yang telah ditentukan.

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI