• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Atom Pion

Atom pion sama seperti atom hidrogen hanya elektron – nya diganti menjadi sebuah pion negatif. Partikel ini telah diteliti sekitar empat puluh tahun yang lalu, tetapi penyelidikanya dengan serius dilakukan baru – baru ini. Seorang fisikawan Jepang Hideki Yukawa (1935) menyatakan bahwa terdapat partikel dengan besar massa antara elektron dan nukleon yang bertanggung jawab atas adanya gaya nuklir. Dan Dia menamakan partikel tersebut sebagai pion. Pion dapat bermuatan positif ( ), negative ( ) dan netral ( ), dan merupakan anggota kelas partikel elementer yang secaca kolektif disebut meson (kata pion merupakan singkatan dari meson). Menurut Yukawa, setiap nukleon terus menerus memancarkan dan menyerap pion. Jika terdapat nukleon lain didekatnya, pion yang dipancarkan dapat menyeberang alih – alih kembali kenukleon induknya; transfer momentum yang menyertainya setara dengan aksi gaya. Atom pion hanya memiliki spin nol (0).

Gaya nuklir saling tolak – menolak pada jangkauan sangat pendek dan saling tarik - menarik pada jarak nukleon – nukleon yang agak jauh, karena jika tidak demikian nukleon dalam inti akan menyatu, dan salah satu kekuatan teori meson untuk gaya seperti itu ialah kedua aspek itu tercakup. Tidak terdapat cara sederhana untuk menunjukkan yang pertama secara formal, tetapi analogi yang kasar dapat mengurangi misteri konsep tersebut. Marilah kita bayangkan dua orang anak saling tukar bola basket. Jika mereka saling menukar bola basket tersebut, anak itu bergerak mundur, dan ketika mereka menangkap bola yang dilemparkan kepadanya, momentum mundurnya bertambah. Jadi metode pertukaran bola basket ini menghasilkan efek yang sama sebagai gaya tolak antara anak – anak itu. Jika anak – anak itu saling mengambil bola basket dari tangan anak lainnya, hasilnya ialah gaya

(2)

tarik timbul diantara mereka. Suatu persoalan pokok timbul disini. Jika nukleon berkesinambungan memancarkan dan menyerap pion, mengapa proton dan neutron tidak pernah didapatkan mempunyai massa yang lain dari massa biasanya? Jawabanya terletak pada prinsip ketidakpastian, hukum fisika hanya mengacu pada kuantitas terukur, dan prinsip ketidakpastian membatasi ketetapan suatu kombinasi pengukuran yang dapat dilakukan. Pemancaran pion oleh sebuah nukleon yang tidak berubah massanya merupakan pelanggaran terhadap hukum kekekalan energi dapat terjadi asal saja nukleon itu menyerap kembali pion lain yang dipancarkan oleh nukleon tetangga, sehingga secara prinsip tidak dapat ditentukan apakah sebenarnya terjadi perubahan massa.

2.1.1 Massa Atom Pion

Dari prinsip ketidakpastian dalam bentuk

(2.1)

Suatu kejadian dimana sejumlah energi tak kekal tidak dilarang, asal saja selang waktu kejadian itu tidak melebihi . Persyaratan ini dapat dipakai untuk memperkirakan massa pion. Jika dianggap sebuah pion bergerak diantara nukleon – nukleon dengan kelajuan v~c; ini berarti pemancaran pion bermassa menyatakan penyimpangan energi sementara sebesar ~ (energi kinetik pion diabaikan dan bahwa ). Gaya nuklir memiliki jangkauan maksimum r sekitar 1,5 fm, dan waktu yang diperlukan jarak sejauh itu adalah:

(2.2)

sehingga diperoleh

(3)

(2.3)

dan menghasilkan

(2.4)

Besaran itu kira – kira 230 kali massa diam elektron . Beberapa tahun setelah usulan Yukawa, partikel yang sifatnya telah diramalkan betul – betul ditemukan. Massa pion bermuatan adalah 273 dan pion netral adalah 264 tidak jauh dari perkiraan diatas.

2.1.2 Keterlambatan Ditemukanya Atom Pion

Terdapat dua faktor yang menyebabkan ditemukannya pion bebas agak terlambat. Pertama, harus terdapat energi yang cukup untuk diberikan pada nukleon sehingga pemancaran sebuah pion memenuhi kekekalan energi. Jadi sekurang – kurang energi sebesar atau sekitar 140 MeV diperlukan. Untuk menyediakan energi sebesar itu untuk nukleon dalam suatu tumbukan, partikel yang datang harus berenergi lebih besar dari supaya momentum dan energinya kekal. Partikel dengan energi kinetik beberapa ratus MeV diperlukan untuk menghasilkan pion bebas dan partikel seperti itu terdapat dalam alam hanya dalam arus difusi radiasi kosmik yang datang kebumi. Jadi penemuan pion harus menunggu perkembangan metode yang cukup peka dan tepat dalam penelitian interaksi sinar kosmik. Baru – baru ini pemercepat (akselerator) mulai bekerja; alat ini dapat menghasilkan energi partikel yang diperlukan, dan pion yang terjadi dapat dipelajari langsung. Penyebab kedua tertundanya penemuan eksperimental dari pion adalah ketakmantapan; umur rata – rata pion bermuatan adalah 2,6 x 10-8 s dan pion netral adalah 8,4 x 10-17 s. Umur demikian pendeknya sehingga keberadaanya baru didapatkan secara menyakinkan pada tahun 1950. (Beiser, 1987)

(4)

2.2 Persamaan Schrodinger

Dalam mekanika kuantum, fungsi gelombang bersesuaian dengan variabel gelombang y dalam persamaan gerak gelombang umumnya. Namun, tidak seperti y bukanlah suatu kuantitas yang dapat diukur, sehingga dapat berupa kuantitas kompleks. Karena itulah kita akan menganggap dalam arah x dinyatakan oleh

(2.5) dengan adalah bilangan imajiner (khayal) yang nilainya

Jika pada persamaan diatas diganti dengan ( adalah frekuensi) dan dengan , maka diperoleh

(2.6) yang bentuknya menguntungkan, karena telah diketahui hubungan antara dan dinyatakan dalam energi total E dan momentum p dari partikel yang diberikan oleh . Karena

dan (2.7)

diperoleh

(partikel bebas) (2.8)

Persamaan (2.8) diatas merupakan pemerian matematis gelombang ekivalen dari partikel bebas yang berenergi total E dan momentum p yang bergerak dalam arah +x, yang juga merupakan pemerian dari pergeseran harmonik gelombang yang bergerak bebas sepanjang tali terpentang.

(5)

Salah satu cara untuk memperoleh persamaan Schrodinger bergantung waktu adalah dengan mendiferensialkan persamaan (2.8) dua kali terhadap x, menghasilkan

sehingga (2.9)

dan sekali terhadap t, menghasilkan

sehingga (2.10)

Untuk kelajuan yang kecil terhadap kelajuan cahaya, energi total partikel E ialah jumlah dari energi kinetik dan energi potensial V, dengan V pada umunya merupakan fungsi kedudukan x dan waktu t, dan dengan langsung menjadikan kedua ruasnya dengan fungsi gelombang menghasilkan

(2.11)

Dengan mensubstitusi persamaan (2.9) dan (2.10) kedalam persamaan (2.11) dipeoleh

(2.12)

Persamaan diatas merupakan persamaan Schrodinger bergantung waktu dalam satu dimensi.

2.2.2 Persamaan Schrodinger Tak Bergantung waktu

Untuk memperoleh persamaan Schrodinger yang tidak bergantung terhadap waktu dapat dilakukan dengan kembali menuliskan persamaan (2.8) dalam bentuk

(6)

Hal ini berarti bahwa merupakan hasil kali antara fungsi yang bergantung waktu dengan fungsi yang bergantung kedudukan. Kenyataanya, perubahan terhadap waktu dari semua fungsi partikel yang mengalami aksi dari gaya tunak mempunyai bentuk yang sama seperti pada partikel bebas. Dengan mensubstitusikan dari persamaan (2.13) ke persamaan schrodinger yang bergantung terhadap waktu, didapat

(2.14)

Persamaan diatas merupakan persamaan Schrodinger tak bergantung waktu (keadaan tunak). (Scherrer, 2005)

2.2.3 Energi Sistem Mantap Terkuantisasi

Pada umumnya, persamaan keadaan tunak Schrodinger dapat dipecahkan hanya untuk harga Ε tertentu saja. Memecahkan persamaan Schrodinger untuk suatu sistem berarti memperoleh suatu fungsi gelombang yang tidak saja memenuhi persamaan dan syarat batas yang ada, tetapi juga harus memenuhi syarat bisa diterimanya fungsi gelombang yaitu turunanya harus kontinu, berhingga dan berharga tunggal. Jadi kuantisasi energi muncul dalam mekanika gelombang sebagai unsur wajar dari teori tadi, dan kuantisasi energi dalam dunia fisis dinyatakan sebagai gejala universal yang merupakan ciri dari semua sistem yang mantap.

2.2.4 Harga – Energi dan Fungsi – Eigen

Harga energi didapat dari persamaan keadaan – tunak Schrodinger yang dapat dipecahkan disebut harga – eigen dan fungsi gelombang yang bersesuaian disebut fungsi eigen. (Istilah ini berasal dari bahasa Jerman Eigenwert, yang berarti “harga karakterisasi yang sesungguhnya”, dan eigenfunktion yaitu “fungsi karakterisasi yang

(7)

sesungguhnya”. Misalnya untuk tingkat energi diskrit atom hidrogen yang merupakan sekelompok harga – eigen dirumuskan:

(2.15) Begitu juga tingkat energi (harga eigen) yang diperoleh untuk partikel dalam kotak dirumuskan:

(2.16)

2.3 Transformasi Lorentz

2.3.1 Transformasi Galilie

Andaikata kita berada dalam kerangka acuan S yang memiliki koordinat kejadian S (x,y,z,t). Pengamatan berada pada kerangka acuan lain S’ (x’,y’,z’,t’) yang bergerak dengan kecepatan v. Ditinjau arah kecepatan v yang searah dengan sumbu x. Selanjutnya akan ditentukan hubungan antara hasil pengukuran x, y, z, t dengan x’, y’, z’, t’.

y y’

S x S x’

z z

Gambar 2.1. Kerangka S’ bergerak dengan kecepatan v terhadap kerangka S

Jika waktu kedua sistem diukur dari saat ketika titik awal S dan S’ berimpit, pengukuran dalam arah x yang dilakukan di S akan melebihi yang di S’ dengan vt menyatakan jarak yang ditempuh S’ dalam arah x, sehingga :

(8)

x' = x – vt (2.17) Pada arah y dan z tidak terdapat gerak relatif sehingga :

y' = y (2.18) z' = z (2.19) Dalam hal ini tidak terdapat indikasi yang bertentangan dengan pengalaman sehari-hari sehingga :

t' = t (2.20) Persamaan (2.17) sampai dengan (2.18) dikenal sebagai transformasi Galilei.

2.3.2 Transformasi Kecepatan Galilei

Transformasi kecepatan Galilei dapat diperoleh dengan diferensiasi x’, y’, dan z’ terhadap waktu. v v dt dx v x i i x = = − (2.21) y i i y v dt dy v = = (2.22) z i i z v dt dy v = = (2.23)

2.3.3 Kegagalan Transformasi Galilei

Selama transformasi Galilei dan transfromasi kecepatan menghasilkan sesuatu yang cocok dengan ekspektasi intuisi kita maka transformasi tersebut melanggar kedua postulat relativitas khusus. Postulat pertama mensyaratkan persamaan yang sama kedua persamaan fisis tersebut baik dalam kerangka S maupun S’, ternyata persamaan pokok dalam kelistrikan dan kemagnetan memiliki bentuk yang berbeda jika digunakan transformasi Galilei untuk mengubah kuantitas yang terukur pada suatu kerangka acuan ke kuantitas yang setara dalam kerangka acuan lain. Postulat kedua mensyaratkan harga yang sama untuk kelajuan cahaya c baik dalam kerangka S maupun S’. Jika dilakukan pengukuran kelajuan cahaya dalam arah x maka dalam sistem S adalah c, sedangkan dalam sistem S’ menjadi c’ = c-v. bertolak dari kedua

(9)

kenyataan tersebut maka transformasi Galilei gagal sebagai cara penggambaran gejala relativistik secara taat asas.

2.3.4Transformasi Lorentz

Kaitan antara x dan x’ yang rasional adalah memenuhi:

x' = k (x – vt) (2.24) dengan k menyatakan faktor pembanding yang tak tergantung dari besaran x atau t tetapi dapat merupakan fungsi v. Pemilihan persamaan (2.24) sebagai alternatif transformasi adalah didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : a. Persamaan tersebut linear terhadap x dan x’, sehingga suatu kejadian dalam

kerangka S bersesuaian dengan kejadian tunggal dalam kerangka S’, seperti seharusnya.

b. Bentuk persamaan tersebut cukup sederhana, sehingga pemecahannya mudah dipahami.

c. Persamaan tersebut dapat direduksi menjadi bentuk persamaan (2.17) yang dapat dibuktikan kebenarannya dalam persamaan-persamaan mekanika klasik.

2.3.5Transformasi Balik untuk x

Berpijak pada postulat pertama relativitas khusus maka persamaan fisika harus berbentuk sama dalam kerangka S dan S’, sehingga kaitan x sebagai fungsi x’ dan t’ dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

x = k (x’ + vt’) (2.25) Sedangkan pada arah koordinat y’ dan z’ memenuhi persamaan :

y' = y (2.26) z' = z (2.27)

2.3.6Transformasi t

Koodinat t dan t’ tidak sama, hal ini dapat dilihat dengan mensubstitusikan x’ yang diperoleh dari persamaan (2.24) ke persamaan (2.25), diperoleh :

(10)

x = k2(x – vt) + kvt’ (2.28) Dari persamaan ini tersebut dapat diperoleh :

x kv k l kt t       − + = 2 ' (2.29)

Persamaan (2.24), (2,25) hingga persamaan (2.29) merupakan transformasi koordinat yang memenuhi postulat relativitas khusus.

Penentuan Faktor k :

Pada saat t =0, titik asal kedua kerangka S dan S’ berada pada tempat yang sama. Menurut persamaan awal t’ = 0 juga, dan pengamat pada masing-masing koordinat melakukan pengukuran kelajuan cahaya yang menuju ke titik itu. Kedua pengamat harus mendapatkan kelajuan yang sama yaitu c.

Dalam kerangka S :

x = ct (2.30) Sedangkan dalam kerangka S’ :

x‘ = ct’ (2.31) Substitusi x’ dan t’ pada persamaan (2.24) dan (2.29) ke persamaan (2.31), dihasilkan : cx kv k l ckt vt x k       − + = − ) 2 (

Kemudian dihitung nilai x :

c kv k l k vkt ckt x       − − + = 2                     − − + = ⇔ c kv k l k k v c k ct x 2                   − + = ⇔ v c k l l v c l ct x 1 2

Rumusan x di atas sama dengan yang diberikan oleh persamaan (2.30) yaitu x = ct jika kuantitas dalam tanda kurung sama dengan satu, sehingga :

(11)

1 1 2 =       − + v c k l l c v l

Akhirnya diperoleh nilai k :

2 2 1 1 c v k − = (2.31)

2.3.7Rumus Transformasi Lorentz

Dengan memasukkan nilai k ke dalam persamaan (2.24) diperoleh persamaan transformasi lengkap dari pengukuran suatu kejadian dalam kerangka S terhadap pengukuran yang sesuai yang dilakukan dalam kerangka S’ :

2 2 1 ' c v vt x x − − = (2.32) 2 2 2 1 ' c v c vx t t − − = (2.33)

2.4 Persamaan Klein Gordon (KG)

Persamaan KG pertama kali diperkenalkan oleh fisikawan Oskar Klein dan Walter Gordon pada tahun 1927. Persamaan Klein Gordon seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dapat diturunkan dari hubungan energi – momentum relativistik dengan mensubstitusikan operator – operator diferensial untuk energi E dan momentum yang diberikan dalam mekanika kuantum. Kita akan mengawali dengan menurunkan persamaan gelombang non relativistik.

(12)

Operator-operator diferensial dalam mekanika kuantum untuk energi E dan momentum diberikan oleh

(operator energi) (2.34a)

(operator momentum) (2.34b)

Dalam limit non-relativistik, energi kinetik dari sebuah partikel bebas dengan massa m

dan momentum diberikan oleh

(2.35)

Disini E adalah energi kinetik partikel. Jika operator-operator diferensial untuk energi dan momentum disubstitusikan ke persamaan (2.35) maka diperoleh

(2.36)

Analog dengan penurunan persamaan Schrodinger, sebuah persamaan kovarian (sama dalam setiap kerangka acuan) dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan energi dan momentum 4-vektor relativistik dari sebuah partikel,

(2.37)

Operator-operator diferensial persamaan (2.34a) dan (2.34b) kemudian dapat dinyatakan dalam notasi 4-vektor

(2.38)

Dalam ungkapan ini, operator energi adalah komponen ke nol persamaan (2.38). Substitusi persamaan (2.38) ke persamaan (2.37), dengan mengingat bahwa operator selalu bekerja pada suatu keadaan (state), , persamaan (2.37) menghasilkan persamaan diferensial orde-2,

(13)

Persamaan (2.39) selanjutnya dinamakan persamaan Klein-Gordon (KG). Dengan memperkenalkan operator d’Alembert

(2.40)

dengan

(2.41)

Operator adalah invarian Lorentz, jadi persamaan KG adalah persamaan kovarian

relativistik jika adalah fungsi skalar. Yaitu terhadap transformasi Lorentz

bertransformasi sebagai berikut

, (2.41)

sehingga adalah invarian. Persamaan (2.39) adalah persamaan orde-2 dalam derivative waktu, sehingga mudah dilihat bahwa solusi persamaan KG adalah solusi gelombang bidang,

(2.42) dimana adalah konstanta normalisasi. Jika disubstitusikan solusi gelombang bidang di atas ke persamaan KG maka solusi untuk energi dari persamaan ini memberikan dua buah nilai energi, yaitu energi positif dan energi negatif,

(2.43) diperoleh

(14)

Solusi energi negatif adalah sebuah permasalahan ketika ditafsirkan sebagai sebuah fungsi gelombang untuk partikel tunggal. Untuk sebuah partikel bebas, energi total E sepenuhnya dinyatakan oleh energi kinetiknya sehingga energinya konstan, karenanya dapat dipilih partikel dengan keadaan energi positif dan mengabaikan keadaan energi negatif. Namun ketika partikel berinteraksi, ada pertukaran energi dengan lingkungan yang berarti ada sejumlah energi yang diemisikan dalam proses. Kemudian energi dari sebuah partikel akan menuju ke keadaan energi negatif tak berhingga dan ini tidak mungkin terjadi untuk sebuah partikel tunggal jika ditafsirkan sebagai sebuah fungsi gelombang. Namun demikian kita tidak dapat mengabaikan begitu saja solusi energi negatif sebagai solusi tidak fisis. Karena solusi ini diperlukan untuk mendefinisikan kelengkapan suatu

keadaan. Berbeda halnya jika ditafsirkan sebagai sebuah medan kuantum, kedua solusi energi bukan masalah. Solusi energi positif dan negatif terkait dengan operator-operator untuk partikel tercipta atau teranihilasi. Permasalahan kedua dengan tafsiran fungsi gelombang yang muncul adalah ketika kita mencoba untuk merealisasikan

rapat probabilitas. Dalam persamaan Schrodinger, jika adalah fungsi gelombang maka rapat probabilitas, , diberikan oleh

(2.45) Karena probabilitas adalah kekal maka haruslah memenuhi persamaan kontinuitas

= 0 (2.46)

dimana adalah arus probabilitas. Arus probabilitas yang memenuhi persamaan kontinuitas ini adalah

) (2.47)

Akan tetapi, rapat probabilitas yang didefinisikan oleh persamaan (2.44) tidak kekal dalam persamaan KG. Ini karena persamaan KG adalah persamaan orde-2 dalam derivative waktu, serupa dengan persamaan gerak Newton dalam mekanika. Syarat awal untuk menyelesaikan persamaan gerak Newton adalah posisi awal dan kecepatan awal. Ini berarti bahwa kita perlu memberikan konfigurasi awal derivatif dan

(15)

turunannya pada persamaan KG. Untuk kasus partikel bebas relativistik maka persamaan rapat probabilitas dan arus probabilitas haruslah melibatkan komponen waktu sehingga kedua besaran ini akan bertransformasi sebagai sebuah vektor (4-vektor). Dalam kasus ini persamaan kontinuitas dapat dinyatakan secara kovarian,

(2.48)

dimana (ρ , ). Karena itu secara relativistik, rapat probabilitas bukan sebuah kuantitas skalar tetapi komponen ke nol dari sebuah 4-vektor. Agar persamaan kontinuitas dipenuhi maka ρ dan dapat dipilih sebagai berikut

(2.48a)

(2.48b)

Tampak perbedaan yang jelas antara persamaan (2.48a) dan (2.45). Pada kasus tak relativistik rapat arus probabilitas memiliki nilai definitif positif

sedangkan dalam kasus relativistik tidak definitif positif , karena kita masih bisa memilih E bernilai negatif. Akibatnya arus tidak memberikan tafsiran ρ sebagai rapat probabilitas (karena tidak definitif positif) seperti dalam persamaan Schrodinger.

(Sokolov, 1966)

2.4.1 Interaksi dengan Medan Elektromagnetik Luar

Untuk menghitung efek dari suatu medan elektromagnetik luar dengan potensial A, kita harus membuat pergantian

(2.49a)

(2.49b) Maka diperoleh

(16)

(2.50)

Dengan mengambil partikel yang digambarkan oleh fungsi gelombang yang memiliki muatan . Dengan substitusi (r,t)

(2.51)

Persamaan (2.50) menjadi + = [ (2.52) Andaikan (2.53)

Dan dengan meniadakan dengan membagi dengan persamaan (2.52) menjadi

(2.54)

Yang merupakan persamaan elektromegnetik schrodinger nonrelativistik. (Bethe, 1986)

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka S’ bergerak dengan kecepatan v terhadap kerangka S

Referensi

Dokumen terkait

Fenomena muka Bumi yang dapat terbentuk akibat gerakan lempeng seperti gambarE. adalah

1.2 Untuk mengetahui bagaimana kendala ataupun masalah yang dihadapi dalam Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur.b. Manfaat

[r]

Mula-mula 3 0-50 cm dan dibiarkan selama satu minggu sampai warna air kolam berubah menjadi coklat atau kehijauan yang menunjukkan mulai banyak jasad-jasad renik yang tumbuh

Orang yang beriman dan berilmu (termasuk didalamnya adalah akhlak), akan lebih utama.. daripada orang yang tidak beriman dan berilmu. Sebab dengan pengetahuan

Temuan dari penelitian ini yaitu persepsi ibu balita dalam penyelenggaraan pemberian makanan tambahan di PAUD Kober Cijambe berkaitan dengan kegiatan PMT, jenis

Dalam penelitian tersebut, anak dari Bapak/Ibu akan saya lakukan pemeriksaan rongga mulut secara langsung dan akan dilakukan pencetakan gigi rahang atas dan rahang bawah

Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur tingkat Tenaga Kependidikan terhadap pengelolaam Sumberdaya Manusia di lingkungan UMMI.. Saudara yang terpilih