• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN REMAJA. Eti Mutia Retno Kumolohadi INTISARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN REMAJA. Eti Mutia Retno Kumolohadi INTISARI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN REMAJA

Eti Mutia Retno Kumolohadi

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan negatif antara dukungan keluarga dengan kecenderungan kenakalan remaja. Dugaan awal yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara dukungan keluarga dengan kecenderungan kenakalan remaja. Semakin tinggi dukungan keluarga, semakin rendah kecenderungan kenakalan remaja. Sebaliknya semakin rendah dukungan keluarga, semakin tinggi kecenderungan kenakalan remaja.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA N 1 SLAWI dan SMA N 2 SLAWI yang duduk di kelas XI dan berusia 12/13-17/18 tahun. pemilihan kelas di SMA N 1 Slawi dan SMA N 2 Slawi adalah dengan cara ditentukan oleh pihak sekolah.. Adapun skala yang digunakan adalah Skala Dukungn Keluarga yang mengacu pada konsep House dan Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja yang mengacu pada konsep Jensen.

Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS 12.00 for Windows untuk menguji apakah terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan kecenderungan kenakalan remaja. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = -0,492; p = 0,000 (p < 0,01) yang artinya ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara dukungan keluarga dengan kecenderungan kenakalan remaja. Jadi hipotesis penelitian diterima.

(2)

PENGANTAR

Remaja masa kini menghadapi tuntutan dan harapan, demikian juga bahaya dan godaan, yang tampaknya lebih banyak dan kompleks daripada yang dihadapi remaja generasi yang lalu (Feldman, dkk dalam Santrock, 2003). Remaja sebagai aset bangsa diharapkan kelak menggantikan generasi tua dalam pembangunan. Remaja diharapkan mampu melewati masa perkembangannya secara wajar dan normal sehingga dapat mengaktualisasikan segala potensi yang dimiliki. Keterlibatan lingkungan masyarakat terutama keluarga akan mengantarkan mereka menjadi remaja yang sehat baik jasmani ataupun rohani.

Pada beberapa kasus, banyak tekanan yang dirasakan remaja yang datangnya dari luar diri remaja itu sendiri seperti kondisi keluarga yang tidak menyenangkan, perceraian orangtua, kurangnya komunikasi antar anggota keluarga, pertengkaran dengan saudara sekandung dan kesulitan ekonomi yang dialami keluarga. Di lingkungan sekolah juga banyak hal yang menimbulkan tekanan pada remaja seperti pekerjaan rumah yang berlebihan, guru yang tidak menyenangkan, ataupun ketidak senangan pada salah satu mata pelajaran. Tekanan lain datang dari ketidak cocokan dengan teman sebaya, perselisihan dengan teman sebaya ataupun teman sebaya yang membawa dampak negatif. Selain tekanan yang datang dari keluarga, sekolah dan teman sebaya, tekanan juga datang dari lingkungan masyarakat, remaja terlalu banyak menyaksikan ketidak konsistenan di masyarakat yang dilakukan oleh orang dewasa atau orangtua; antara yang sering dikatakan dengan kenyataan yang terjadi. Kata-kata moral sering didengar di mana-mana oleh remaja tapi kemaksiatan juga disaksikan di

(3)

mana-mana oleh remaja terutama yang melewati media informasi. Remaja juga dapat mengalami tekanan karena tuntutan persaingan disegala bidang. Remaja harus dapat mengembangkan potensi, kemampuan, kreativitas serta inovasi yang tinggi, juga berperan aktif dalam menyelesikan persoalan dan mencapai prestasi yang optimal. Gambaran di atas dapat menjadi bukti bahwa remaja saat ini mau tidak mau harus dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan perkembangan zaman.

Tekanan tidak hanya datang dari luar, perubahan biolagis, kognitif, dan sosial-emosional yang terjadi dalam diri remaja sendiri dapat menghasilkan tekanan. Hall (Mappiare, 1982) menyebut masa remaja sebagai perasaan yang sangat peka; remaja mengalami badai dan topan dalam kehidupan dan perasaan emosinya. Keadaan semacam ini diistilahkan dengan “strom and stress”. Sikap remaja sesekali bergairah tiba-tiba berganti lesu, kegembiraan yang meledak-ledak bertukar rasa sedih yang sangat, rasa yakin diri berganti rasa ragu yang berlebihan. Emosi yang meledak-ledak dan berlebihan ini sulit untuk dikendalikan. Pada saat seperti ini seseorang mengalami masa-masa yang sulit Selain itu juga remaja mempunyai tugas perkembangan yang harus diselesaikan, antara lain; mampu menerima keadaan dirinya, memahami peran seks atau jenis kelamin, mengembangkan kemandirian, mengembangkan tanggung jawab pribadi dan sosial, menginternalisasi nilai-nilai moral dan merencanakan masa depan. Ketika remaja mengalami perubahan-perubahan tersebut di atas, seringkali remaja menemukan konflik.

(4)

Tidak semua remaja dapat melewati masa sulit. Ada beberapa remaja yang kemudian terjerumus pada kenakalan. Menurut Sntrock (2003) remaja akan melakukan tindak kenakalan untuk mengurangi beban tekanan jiwa sendiri. Perilakunya akan menjadi agresif, impulsif dan primitif. Ali & Ashori (2000) juga mengungkapkan tugas-tugas perkembangan yang berkembang kurang baik juga akan menyebabkan tindakan asusila. Banyak remaja yang kemudian melakukan tindak kenakalan.

Menurut Simanjuntak (Sudarsono,2004) kenakalan remaja adalah suatu perbuatan – perbuatan yang bertentangan dengan norma yang ada di masyarakat di mana ia hidup, atau suatu perbuatan yang anti-sosial dimana di dalamnya terkandung unsur-unsur anti- normatif. Kenakalan remaja sering menimbulkan keresahan di lingkungan masyarakat, sekolah ataupun keluarga (Sudarsono, 2004). Contoh yang sangat sederhana dalam hal ini antara lain pencurian oleh remaja, perkelahian di kalangan anak didik yang kerap kali berkembang menjadi perkelahian antar sekolah, mengganggu wanita di jalan yang pelakunya anak remaja. Demikian juga sikap anak yang memusuhi orangtua dan sanak saudaranya, atau perbuatan-perbuatan lain seperti mengsisap ganja, mengedarkan pornografis dan corat-coret tembok pagar yang tidak pada tempatnya.

Kejadian-kejadian seperti tersebut di atas menunjukkan sebagian remaja tidak mampu bertindak positif dalam menghadapi tekanan yang dialaminya. Remaja memiliki resiko tinggi untuk terlibat dalam tindak kenakalan. Perilaku menyimpang tersebut bisa terjadi karena akumulasi berbagai faktor internal dan

(5)

eksternal, seperti pola asuh orang tua dengan lingkungan dan sekolah dengan teman sebaya.

Menurut Lerner, dkk (Santrock, 2003) banyak remaja sekarang ini yang tidak memperoleh cukup kesempatan dan dukungan untuk menjadi orang dewasa yang kompeten.

Remaja pada umumnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga seringkali ingin mencoba-coba, mengkhayal, dan merasa gelisah, serta berani melakukan pertentangan jika dirinya merasa disepelekan atau tidak dianggap. Untuk itu, mereka sangat memerlukan pengarahan, keteladanan, konsistensi, serta komunikasi yang tulus dan empatik dari orang dewasa. Seringkali remaja melakukan perbuatan-perbuatan menurut normanya sendiri (Hurlock, 1991).

Ketika remaja sedang mengalami kebingungan dalam hidupnya, remaja memerlukan dukungan keluarga untuk membantunya mengambil jalan yang terbaik ketika menghadapi berbagai perubahan-perubahan baik dalam dirinya ataupun lingkungannya. Memberikan bimbingan agar rasa ingin tahunya yang tinggi dapat terarah kepada kegiatan-kegiatan yang positif, kreatif, produktif dan tidak menjurus pada perilaku-perilaku yang negatif, misalnya mencoba narkoba, minum-minuman keras, penyalahgunaan obat, atau perilaku seks pranikah yang berakibat terjadinya kehamilan (Sukamto dalam Ali & Ashori, 2000). Dukungan yang diperlukan remaja terutama berasal dari keluarga.

Dukungan keluarga adalah bantuan yang berupa perhatian emosi, informasi, bantuan instrumental maupun penilaian yang diberikan oleh sekelompok anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan saudara dan

(6)

terhadap remaja untuk meningkatkan kecenderungan berperilaku positif pada remaja.

Remaja yang mendapat dukungan dari keluarga berkeyakinan bahwa mereka disayangi, diperhatikan, akan mendapat bantuan dari orang lain bila mereka membutuhkannya (Santrock, 2003). Hartanti (2000) mengatakan apabila remaja mendapat dukungan keluarga akan mengalami berkurangnya kelelahan emosi dan stress sehingga remaja menjadi tidak sedih lagi, tidak merasa kecewa dan mendapatkan masukan-masukan untuk masalah yang sedang dihadapi, akibatnya remaja akan mampu menyelesaikan masalah dengan sikap yang positif.

Pada sebuah penelitian, diketahui bahwa remaja dapat menangani stres dengan lebih baik bila mereka memiliki hubungan yang dekat dan penuh kasih sayang dengan ibu mereka (Wagner, dkk dalam Santrock,2003).

Oleh karena itu keluarga memiliki peranan yang penting bagi remaja. Keluarga yang baik akan berpengaruh positif bagi perkembangan anak, sedang keluarga yang jelek akan berpengaruh negatif karena keluarga dapat memberi arahan-arahan dan masukan-masukan yang bersifat membangun (Kartono, 2003).

METODE PENELITIAN

Subjek penelitian ini adalah remaja awal yang mempunyai batasan umur 12/13 – 17/18 tahun, laki-laki atau perempuan, tidak membedakan agama, dan latar belakang pendidikan minimal SMA. Penelitian ini diadakan di SMA Negeri 1 dan 2 Slawi, kelas XI.

(7)

Dalam penelitian yang akan dilaksanakan ini, menggunakan skala sebagai metode untuk pengumpulan data untuk dapat mengungkap besarnya dukungan keluarga yang diperoleh dengan kecenderungan kenakalan remaja. Tinggi atau rendahnya dukungan keluarga yang diperoleh remajadapat diketahui dari dari skor skala dukungan keluarga yang dibuat berdasarkan teori House. Semakin tinngi skor yang diperoleh subjek maka akan semakin tinggi dukungan yang diterima subjek, begitupun sebaliknya. Kecenderungan kenakalan remaja diungkap dengan skala kecenderungan remaja yang dibuat berdasarkan teori Jensen. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek maka semakin tinggi pula kecenderungan kenakalannya, begitupun sebaliknya.

Pengujian hipotesis dalam penelitian kuantitatif ini menggunakan model analisis korelasi product moment dari Pearson. Data yang sudah didapat akan dianalisis menggunakan program SPSS versi 12.00.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil analisis terhadap data penelitian, diperoleh deskripsi statistik data penelitian untuk masing-masing skala. Rangkuman deskripsi data subjek dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel

Deskripsi Data Penelitian

Skor Hipotetik Skor Empirik

Variabel

X Min X Max Mean SD X Min X Max Mean SD D S 42 168 105 21 81 163 133,58 13,31

K R 38 152 95 19 38 87 55,15 9,36

Keterangan : D S: Dukungan Keluarga

(8)

Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Hasil uji normalitas untuk Skala Dukungan Keluarga dan Skala Kecenderungan Kenakalan pada Remaja dengan menggunakan 145 subjek ternyata dapat memenuhi distribusi normal. Untuk Skala Dukungan Keluarga, koefisien Kolmogorov-Smirnov Z (K-SZ) sebesar 0,829 dengan p > 0,05 dan untuk Skala Kcenderungan Kenakalan Remaja sebesar 0,909 dengan p > 0,05. Rangkuman hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel

Hasil Uji Normalitas

Variabel K-SZ P > 0,05

X 0,829 0,498

Y 0,909 0,380

Keterangan: X: Dukungan Keluarga

Y: Kecenderungan Kenakalan Remaja b. Uji Linearitas

Dari hasil uji linieritas diperoleh bahwa hubungan antara variabel dukungan sosial dari keluarga dengan variabel kecenderungan kenakalan remaja menunjukkan adanya hubungan linier dengan F = 50,233 dan p = 0,000.

Uji Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara dukungan sosial dari keluarga dengan kecenderungan kenakalan remaja memiliki korelasi sebesar r = - 0,492 dengan p = 0,000. Angka tersebut menunjukkan adanya hubungan yang sangat signifikan antara kedua variabel. Dengan demikian, maka hipotesi yang

(9)

menyatakan ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kecenderungan kenakalan remaja diterima.

Nilai negatif menunjukkan hubungan yang negatif, artinya semakin tinggi dukungan keluarga maka semakin rendah tingkat kecenderungan kenakalan pada remaja. Sebaliknya semakin rendah dukungan keluarga maka akan semakin tinggi tingkat kecenderungan kenakalan pada remaja. Koefisien determinan yang diperoleh sebesar 0,242. dengan demikian sumbangan dukungan sosial dari keluarga terhadap kecenderungan kenakalan remaja sebesar 24,2% sedangkan 75,8% sumbangan lainnya adalah variabel lainnya.

.Analisis data Tambahan

Dari hasil analisis regresi dapat diketahui keempat aspek dukungan keluarga, yaitu dukungan emosional, dukungan informatif, dukungan instrumental, dan penilaian semuanya berpengaruh terhadap kecenderungan kenakalan remaja. Koefisien korelasi dukungan emosional sebesar r = -0,431 dengan p = 0,000; dukungan informasi sebesar r = -0,541 dengan p = 0,000; dukungan instrumental sebesar 0,325 dengan p = 0,000; penilaian sebesar r = -0,366 dengan p = 0,000. Dari empat aspek dukungan keluarga yang berpengaruh paling besar dan berfungsi sebagai prediktor bagi kecenderungan kenakalan remaja adalah dukungan informasi. Dari uji ANOVA atau F test, di dapat F hitung sebesar 51,284 dengan p = 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan dukungan informasi berpengaruh terhadap kecenderungan remaja.

(10)

Angka R squuare adalah 0,264 menunjukkan 26,4% kenakalan remaja dapat dijelaskan oleh aspek dukungan informasi, sedangkan sisanya (73,6% ) disebabkan oleh aspek lainnya.

Aspek dukungan informatif berpengaruh terhadap kecenderungan kenakalan remaja dengan hubungan yang berarah negatif, yaitu semakin tinggi dukungan informasi yang dirasakan remaja maka akan semakin rendah kecenderungan kenakalan remaja, begitu pula sebaliknya.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menyatakan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dari keluarga dengan kecenderungan kenakalan pada remaja diterima. Artinya semakin tinggi dukungan sosial dari keluarga maka akan semakin rendah tingkat kecenderungan kenakalan pada remaja, demikian sebaliknya.

Diterimanya hipotesis menunjukkan bahwa dukungan sosial dari keluarga cukup memiliki peran dalam mengurangi kecenderungan kenakalan pada remaja. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkap oleh teori hipotesis penyangga yaitu dukungan sosial melindungi seseorang terhadap efek negatif dari stress yang berat. Remaja dengan dukungan sosial tinggi, mungkin akan kurang menilai situasi penuh stres (mereka tahu bahwa mungkin akan ada seseorang yang dapat membantu mereka). Remaja dengan dukungan sosial tinggi akan mengubah respon mereka terhadap sumber stress (contohnya pergi ke seorang teman untuk membicarakan masalah tersebut). Kedua segi itu mempengaruhi dampak dari

(11)

sumber stres yang biasanya bersifat negatif. Dukungan sosial yang berasal dari keluarga akan cenderung menurunkan stressor. Individu yang mendapat dukungan sosial merasa bahwa dirinya diperhatikan, dicintai, dan dihargai sehingga dapat menjadi kekuatan bagi individu, hal itu dapat menolong secara psikologis maupun secara fisik.

Dukungan dari keluarga dapat mengurangi perasaan tertekan, penyangga sebelum remaja jatuh lebih dalam pada keadaan stres yang lebih parah. Keberadaan dukungan menjadi unsur utama dalam kondisi berkurangnya tekanan masalah. Dengan begitu remaja yang sedang menghadapi masalah menjadi tidak sedih lagi, bisa mengurangi rasa kecewa, dan mendapatkan masukan dari masalah yang sedang mereka hadapi.

Remaja yang mendapat dukungan sosial dari keluarga secara berulangkali merasakan berkurangnya kelelahan emosional dan dapat bersikap positif. Bentuk dukungan sosial dapat berupa kesempatan untuk bercerita, meminta pertimbangan, bantuan, nasihat, atau mengeluh bilamana sedang menghadapi persoalan pribadi (Hartanti, 2002).

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Gerungan (2004) yang menyebutkan salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya kenakalan pada remaja adalah kondisi keluarga dan perhatian yang diberikan keluarganya. Anak delinkuen lebih banyak berasal dari keluarga yang tidak utuh lagi struktur dan interaksinya dibandingkan anak biasa. Ketidakutuhan keluarga tersebut dapat disebabkan perceraian orang tua, ayah atau ibu atau keduanya telah meninggal, tidak seringnya ayah-ibunya di rumah, atau seringnya orangtua bertengkar. Anak

(12)

delinkuen juga kurang mendapatkan perhatian akan perkembangan norma-norma dan disiplin di keluarganya dibandingkan anak biasa. Misalnya, kelalaian dalam memelihara norma-norma tingkah laku yang wajar antara anak dan orang tua, tidak pernah mengalami hukuman, kurang setuju diambilnya tindakan-tindakan terhadap pelanggaran sosial.

Hasil data penelitian menunjukkan 61,38 % subjek menilai bahwa dukungan sosial yang diperoleh dari keluarganya tinggi, sedangkan kenakalan remaja pada 73,1 % subjek berada pada kategori sangat rendah. Dukungan sosial yang tinggi kemungkinan disebabkan adanya dukungan emosional, dukungan informatif, dukungan instrumental dan penilaian yang baik yang diberikan keluarga pada remaja. Jadi hal ini yang menyebabkan terjalinnya hubungan yang baik antara keluarga dan remaja sehingga bisa mencegah kenakalan yang dilakukan oleh remaja.

Peneliti juga menghitung sumbangan efektif dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga terhadap kecenderungan kenakalan remaja, yaitu sebesar 24,2 % sedangkan 75,8 % sumbangan yang lain adalah variabel lainnyA.

Peneliti juga melakukan analisis tambahan, yaitu analisis regresi untuk mengetahui aspek mana yang paling berpengaruh dan menjadi prediktor, dan bagaimana arah hubungannya dengan dengan kecenderungan kenakalan remaja, diketahui dari empat aspek dukungan keluarga, yang paling berpengaruh dan menjadi prediktor bagi kecenderungan kenakalan remaja adalah aspek dukungan informasi. Sedangkan hubungan antara aspek dukungan informasi dan kecenderungan kenakalan remaja diketahui negatif, artinya semakin tinggi

(13)

dukungan informatif yang didapatkan remaja maka semakin rendah kecenderungan kenakalan remaja.

Besarnya pengaruh aspek dukungan informasi terhadap kecenderungan kenakalan remaja karena pada umumnya remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga seringkali ingin mencoba-coba, mengkhayal, dan merasa gelisah, serta berani melakukan pertentangan jika dirinya merasa disepelekan atau tidak dianggap. Untuk itu, mereka sangat memerlukan pengarahan, keteladanan, konsistensi, serta komunikasi yang tulus dan empatik dari orang dewasa. Seringkali remaja melakukan perbuatan-perbuatan menurut normanya sendiri (Hurlock, 1991). Menurut Smeth (1994) dukungan informatif akan berfaedah kalau terdapat kekurangan pengetahuan dan ketrampilan, dan dalam hal yang amat tidak pasti tentang peroalan yang terkait.

Kenakalan remaja yang sangat rendah juga disebabkan karena faktor lain selain keluarga yaitu faktor sekolah. Sekolah tempat peneliti mengambil data merupakan sekolah dengan peringkat tinggi yaitu sekolah yang mempunyai sarana pendidikan yang tertib, disiplin tinggi dan ekstra-kulikuler yang padat dan terarah, serta didik oleh staf pengajar yang lebih dedikatif. Hal tersebut menyebabkan rendahnya tingkat kenakalan pada pelajarnya. Sehubungan dengan itu, Kartono dalam Moeljoharjono, dkk (2000) menyebutkan bahwa kondisi sekolah yang kurang menguntungkan-antara lain karena sarana pendidikan kurang dan guru yang belum menunjukkan dedikasi lebih baik-akan merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai bentuk kenakalan remaja.

(14)

Kelemahan pada penelitian ini yaitu dalam pemilihan subjek tidak pada sekolah yang siswa-siswinya mempunyai catatan kenakalan yang tinggi dan saat mengisi kuesioner subjek diawasi oleh guru sehingga subjek cenderung menjawab hal yang baik-baik saja. Kelemahan yang lainnya adalah pada instruksi pengisian kuesioner kurang tajam, yang dimaksud dengan ke keluarga belum terdeskripsi dengan jelas dalam instruksi tersebut.

KESIMPULAN

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dari keluarga dengan kecenderungan kenakalan pada remaja. Hal ini dapat diketahui dari nilai korelasi antara keduanya sebesar r = 0,492 dengan p = 0,000. Semakin tinggi dukungan keluarga maka semakin rendah tingkat kecenderungan kenakalan pada remaja, demikian sebaliknya.

2. Koefisien korelasi dukungan emosional sebesar r = -0,431 dengan p = 0,000; dukungan informasi sebesar r = -0,541 dengan p = 0,000; dukungan instrumental sebesar -0,325 dengan p = 0,000; penilaian sebesar r = -0,366 dengan p = 0,000. Dari empat aspek dukungan keluarga yang berpengaruh paling besar dan berfungsi sebagai prediktor bagi kecenderungan kenakalan remaja adalah dukungan informasi. Dari uji ANOVA atau F test, di dapat F hitung sebesar 51,284 dengan p = 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan dukungan informasi berpengaruh terhadap kecenderungan remaja.

(15)

3. Sumbangan efektif dukungan sosial dari keluarga terhadap kecenderungan kenakalan pada remaja sebesar 24,2 % sedangkan 75,8 % lainnya merupakan sumbangan faktor-faktor lain diluar dukungan sosial dari keluarga.

SARAN

Berdasarkan hasil yang telah dicapai, serta mengingat masih banyaknya keterbatasan yang dimiliki oleh penelitian ini, maka dari itu peneliti mengajukan beberapa saran berikut :

1. Dukungan keluarga ternyata dapat mengurangi kecenderungan kenakalan pada remaja, oleh karena itu dukungan sosial perlu dipupuk di antara anggota keluarga dengan cara memberikan dukungan emosional yang berupa perhatian, cinta dan kasihsayang, penghargaan; dukungan informatif yang berupa saran, nasihat, sugesti; dukungan instrumental berupa kesediaan alat, waktu, tenaga untuk menyelesaikan masalah; serta penilaian yang dapat memberikan kekuatan bagi anggota keluarga yang lain.

2. Dari empat aspek dukungan keluarga, dukungan informasi yang paling berpengaruh terhadap berkurangnya kecenderungan kenakalan remaja. Oleh karena itu dukungan informatif adalah hal yang paling penting untuk diberikan pada remaja.

3. Dukungan sosial dari keluarga bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kecenderungan kenakalan pada remaja, masih ada faktor lain seperi faktor biolagis, pengaruh teman sebaya, latar belakang pendidikan, serta lingkungan di luar sekolah. Peneliti merekomendasikan kepada peneliti yang

(16)

mendatang agar ruang linkup penelitian lebih luas sehingga hasil yang dicapai lebih cermat. Peneliti lain selanjutnya perlu mengontrol variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi kecenderungan kenakalan pada remaja.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., & Ashori, M.(2004). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Azwar, S. (2004). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. ---. (2004). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Offset.

Chaplin, J.P. (2002). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Effendi, W.R., & Tjahjono, E. (1999). Hubungan antara perilaku coping dan

dukungan sosial dengan kecemasan pada ibu hamil anak pertama. Jurnal Anima, Vol 14(54), 214-227.

Fuhrmann,B.S. (1990). Adolescent. Penerbit: Scott Foresman. Gerungan. (2004). Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditana. Hadi, S. (2000). Statistik Jilid 2. Yogyakarta: Andi.

Hartanti. (2002). Peran sense of humor dan dukungan sosial pada tingkat depresi penderita dewasa pascastroke. Jurnal Anima, Vol 17(2), 107-119.

Herristanti. (1996). “Hubungan antara dukungan sosial dan penerimaan diri remaja penyandang cacat tubuh.” Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM (tidak diterbitkan).

Hurlock, E. B. (1991). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Indra, I., Haniman, F., & Moeljoharjono, H. (2000). Perbedaan konsep dan perilaku kenakalan remaja antara pelajar dari SMU/K (SLTA) yang mrndapat peringkat tinggi dengan SMU/K yang mendapat peringkat rendah di Kotamadya Surabaya. Jurnal Anima, Vol 15(3), 255-268. Kartono, K. (2003). Patologi Sosial II: Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Grasindo

Persada.

(18)

Rohman, T.N., Prihartanti, N., & Rosyid, H.,F. (1997). Hubungan antara dukungan sosial dengan burnout pada perawat putri di rumah sakit swasta. Jurnal Psikologika, No 4(II), 51-59.

Santrock. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Sarlito, W.S. (2003). Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Smeth, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Grasindo.

(19)

IDENTITAS PENULIS

Nama : Eti Mutia

Alamat Rumah : Jln. Raya Selatan Banjaran. Rt. 18 Rw. 03 No. 36. Adiwerna Tegal – Jawa Tengah (52194)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

syarat tertentu, diperoleh hasil bahwa perilaku penduga fungsi intensitas lokal proses poisson periodik dengan menggunakan bandwidth optimal dan bandwidth optimal

meneliti “Anali sis Penerimaan Pajak Daerah, Retribusi dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Gunung Kidul Periode 1988 - 2008 ”..

Ikan nila yang akan dibius diseleksi terlebih dahulu kondisi fisik dan kesehatannya, karena akan mempengaruhi keberhasilan penerapan teknik pembiusan untuk

Judul : Analisis Pembelajaran Pendidikan Jasmani Ditinjau Dari Jam Waktu Aktif Belajar Siswa kelas VIII Di Sekolah Islam Terpadu SMP Salman Al-Farisi Kota

4) Shooting kedua dan seterusnya testee mengambil bola dari kotak 6. Kemudian dribbling dan memposisikan bola pada kotak 5 untuk shooting.. Skor tes berupa waktu tempuh dan

Hasil pada Tabel 1, menunjukkan bahwa watermark yang disisipkan masih dapat diekstraksi dengan baik walaupun sudah dilakukan pemrosesan citra berupa kompresi JPEG dengan faktor

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia yang terdaftar pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dengan memenuhi persyaratan kualifikasi sebagaimana diatur dalam