• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis - RAHMI PRATIWI BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis - RAHMI PRATIWI BAB II"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Medis

1. Masa Nifas

a. Pengertian Masa Nifas

Masa nifas (postpartum/puerperium) berasal dari bahasa latin yaitu

dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” yang berarti melahirkan

atau masa sesudah melahirkan. Masa nifas (puerperium) adalah periode

waktu selama 6 – 8 minggu setelah persalinan. Proses ini dimulai setelah

selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali

seperti keadaan sebelum hamil / tidak hamil (Saleha, 2009). Masa nifas

(puerperium) adalah masa pilih kembali, mulai dari persalinan selesai

sampai alat-alat kandungan seperti sebelum hamil (Rustam, 1998 hal

115).

Masa nifas (purperium) adalah dimulai sejak 1 jam kelahiran plasenta

sampai dengan 6 minggu atau 42 hari setelah itu (Saifudin, 2008 hal:

356). Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum

hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saifudin, 2009

hal N-23).

b. Perubahan fisiologis masa nifas

Selama masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna

(2)

Perubahan keseluruhan alat genetalia disebut involusi uteri ( Emillia,

2008; hal. 142).Perubahan-perubahan yang terjadi antara lain sebagai

berikut :

1) Involusi Uterus

Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga

akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Involusi Uterus meliputi

pengeluaran desidua dan penurunan ukuran dan berat serta

perubahan pada lokasi uterus juga ditandai dengan warna dan jumlah

lokea. Regenerasi endometrium lengkap pada tempat perlekatan

plasenta memakan waktu hamper 6 minggu.

Uterus segera setelah pelahiran bayi, plasenta dan selaput janin,

beratnya sekitar 1000 gr. Berat uterus menurun sekitar 500 gr pada

akhir minggu pertama pascapartum, pada akhir minggu kedua setelah

persalinan menjadi kurang lebih 300 gram, setelah itu menjadi 100

gram atau kurang dan kembali pada berat yang biasanya pada saat

tidak hamil yaitu 70 gr pada minggu kedelapan pascapartum.

Penurunan ukuran yang cepat ini direfleksikan dengan perubahan

lokasi uterus yaitu uterus turun dari abdomen dan kembali menjadi

organ panggul. Segera setelah pelahiran tinggi fundus uteri ( TFU )

terletak sekitar dua per tiga hingga tiga per empat bagian atas antara

simpisis pubis dan umbilikus. Letak TFU kemudian naik, sejajar

dengan umbilikus dalam beberapa jam. TFU tetap terletak kira-kira

sejajar atau satu ruas jari di bawah umbilikus satu atau dua hari dan

secara bertahap turun ke dalam panggul sehingga tidak dapat

(3)

Tabel 2.1 Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi

No Involusi TFU Berat

Uterus 1 Bayi Lahir Setinggi pusat 1.000gr 2 1 Minggu Pertengahan pusat simpisis 750 gr 3 2 Minggu Tidak teraba di atas simpisis 500 gr

4 6 Minggu Normal 50 gr

5 8 Minggu Normal seperti sebelum hamil 30 gr

2) Lochea

Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri yang

keluar melalui vagina selama masa nifas ( Varney, 2002 hal 960).

Berikut ini adalah beberapa jenis lokia yaitu :

a) Lochea rubra

Berwarna merah karena mengandung darah segar, sisa-sisa

selaput ketuban dan jaringan desidua. Ini adalah lokia pertama

yang keluar segera setelah pelahiran sampai 2-3 hari

pascapartum.

b) Lochea Sanguilenta

Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir yang keluar

pada hari ke 3-7 pascapartum.

c) Lochea Serosa

Lochea ini berbentuk serum dan berwarna merah muda

kemudian menjadi kuning. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ke

7 sampai hari ke 14 pascapartum. Lokia ini mengandung cairan

serum, jaringan desidua, leokosit, dan eritrosit.

d) Lochea Alba

Dimulai sekitar hari ke 10 pascapartum dan hilang sekitar 2-4

minggu. Bentuknya seperti cairan putih berbentuk krim, serta

(4)

3) Endometrium

Perubahan endometrium adalah timbulnya trombosit, degenerasi,

dan nekrosis di tempat implantasi. Pada hari pertama tebal

endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat

pelepasan desidua, dan selaput janin. Setelah tiga hari mulai rata,

sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas

implantasi plasenta ( Salleha 2009 hal 56).

4) Servik

Servik akan terlihat padat yang mencerminkan vaskularitasnya

yang tinggi, lubang servik lambat laun mengecil, beberapa hari

setelah persalinan diri retak karena robekan dalam persalinan.

Rongga leher servik, bagian luar akan membentuk seperti keadaan

sebelum hamil pada saat empat minggu postpartum ( Varney, 2002

hal 960 ).

5) Vagina

Vagina segera setelah persalinan tetap terbuka lebar. Setelah

satu atau dua hari pertama pascapartum, tonus otot vagina kembali.

Sekarang vagina berdinding lunak, lebih besar dari biasanya dan

longgar. Ukurannya menurun dengan kembalinya rugae vagina

sekitar minggu ke tiga pascapartum ( Varney, 2002 hal 960).

6) Payudara ( Mammae )

Laktasi dimulai pada semua wanita dengan perubahan hormon

saat melahirkan. Wanita yang menyusui berespon terhadap

menstimulasi bayi yang disusui dan akan terus melepaskan hormon

(5)

payudara membesar karena pengaruh berbagai macam hormon,

antara lain estrogen, progesteron, Human placental lactogen (HPL)

dan prolaktin, hormon ini berfungsi melancarkan produksi ASI.

a) Ada dua reflek yang sangat penting dalam proses laktasi yaitu

(1) Reflek Prolaktin

Apabila putingg dirangsang, maka akan timbul rangsanggan

menuju hipotalamus selanjutnya ke kelenjar hipofisis anterior,

sehingga kelenjar ini mengeluarkan hormon prolaktin. Dengan

demikian semakin sering rangsangan makin banyak pula

nproduksi ASI. Hormon ini disekresi lebih banyak pada malam

hari dan hormon ini bersifat menekan ovulasi.

(2) Reflek Oksitosin (mengalirkan)

Rangsangan yang berasal dari putting susu, tidak hanya

diteruskan sampai hipofisis anterior tetapi juga kekelenjar

hipofisis posterior. Akibatnya bagian ini mengeluarkan hormon

oksitossin. Hormon ini berfungsi memacu kontraksi otot polos

yang ada di dinding ngaleveolus dan dinding saluran, sehingga

ASI dipompa keluar ( Salleha, 2009 hal 58 ).

b) Ada tiga reflek lain yang penting dalam mekanisme hisapan bayi,

yaitu:

(1) Reflek menangkap (rooting reflek)

Adalah refleks yang terjadi bila bayi baru lahir tersentuh

pipinya. Ia akan menoleh kearah sentuhan. Bila bibirnya

dirangsang dengan papilan maka ia akan maka ia akan

(6)

(2) Reflek mengisap

Yaitu saat bayi mengisi mulutnya dengan puting susu atau

pengganti puting susu sampai kelangit keras dan punggung

lidah, reflek ini melibatkan rahang, lidah dan pipi.

(3) Reflek menelan

Yaitu gerakan pipi dan gusi dalam menekan areola, sehingga

refleks merangsang pembentukan rahang bayi.

7) Perubahan Tanda-tanda vital

Pada masa nifas terjadi perubahan tanda-tanda vital ( Varney

2002 hal 961) yaitu :

a) Tekanan Darah

Segera setelah persalinan wanita mengalami peningkatan

sementara tekanan darah sekitar 15 mmHg untuk sistolik dan 10

mmHg untuk diastol, yang kembali ke tekanan darah sebelum

hamil dalam beberapa hari.

b) Suhu

Suhu maternal kembali normal dari suhu yang sedikit

meningkat selama periode intrapartum dan stabil dalam 24 jam

pertama pospartum.

c) Nadi

Denyut nadi yang meningkat selama persalinan akhir, kembali

normal setelah beberapa jam pertama pascapartum. Apabila nadi

di atas 100 kali permenit selama masa nifas, hal tersebut

abnormal dan mungkin menunjukan adanya infeksi dan hemoragi

(7)

d) Pernapasan

Fungsi pernapasan kembali selama jam pertama

pascapartum.

8) Sistem perkemihan

Pelvis ginjal dan uretra yang teregang dan berdilatasi selama

kehamilan, kembali normal pada akhir minggu keempat setelah

pascapartum. Segera setelah pascapartum kandung kemih

mengalami kongesti yang menyebabkan pengosongan yang tidak

lengkap dan residu urine yang berlebihan. Efek persalinan pada

kandung kemih dan uretha menghilang dalam 24 jam pertama

pascapartum ( Varney, 2002 hal 961 )

9) Sistem pencernaan

Wanita mungkin merasa lapar dan mulai makan satu atau dua

jam setelah melahirkan. Konstipasi mungkin menjadi masalah pada

masa nifas awal karena kurangnya makanan padat selama persalinan

dan menahan defekasi karena perineum mengalami perlukaaan

(Varney, 2002 hal 961 ).

10) Penurunan berat badan

Wanita mengalami penurunan berat badan rata-rata 4,5 kg pada

waktu melahirkan. Penurunan ini gabungan berat badan bayi,

plasenta, dan cairan amnion. Pada minggu pertama pascapartum

wanita mengalami penurunan berat badan sebanyak 1,9 kg karena

kehilangan cairan. Wanita mendekati berat badan prakehamilan

(8)

11) Sistem Hematologi dan Kardiovaskuler

Leukosit dengan peningkatan jumlah sel-sel darah putih sampai

15.000 atau lebih selama persalinan. Sel darah putih mengalami

peningkatan hingga 25.000 -300.000 tanpa menjadi patologis jika

wanita tersebut mengalami persalinan lama. Hemoglobin, hematrokrit

dan eritrosit sangat bervariasi pada puerperium awal sebagai akibat

dari volume darah, volume plasma dan kadar volume sel darah

merah. Kadar ini dipengaruhi oleh status hidrasi, volume cairan yang

di dapat selama persalinan wanita tersebut. Kadar semua unsure

darah kembali normal pada keadaan tidak hamil pada akhir purperium

( Varney, 2002 hal 962 ).

c. Tahap Masa Nifas

Klasifikasi masa nifas terbagi dalam 3 periode menurut Mochtar

(1998 hal 115), yaitu :

1) Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri

dan berjalan-jalan.

2) Puerperium intermedial adalah kepulihan menyeluruh alat-alat

genetalia yang lamanya 6-8 minggu.

3) Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan

sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan

mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa

(9)

Tahapan yang terjadi pada masa nifas (Saleha, 2009 hal : 5-6)

adalah :

1) Periode immediate postpartum

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada

masa ini sering terdapat banyak masalah , misalnya perdarahan. Oleh

karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan

kontraksi uterus, pengeluaran lochea, tekanan darah, dan suhu.

2) Periode early postpartum

Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan

normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak

demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat

menyusui dengan baik.

3) Periode late postpartum

Pada periode ini bidan melakukan perawataan dan pemeriksaan

sehari – hari serta konseling KB.

d. Pemeriksaan abdomen pascapartum

Pemeriksaan abdomen pascapartum dilakukan selama periode

pascapartum dini yaitu pemeriksaan diastasis rektus abdominalis.

Penentuan jumlah diastasis rekti digunakan sebagai alat obyektif untuk

mengevaluasi tonus otot abdomen.

Diastasis adalah derajat pemisahan otot rektus abdomen. Pemisahan

ini diukur menggunakan lebar jari ketika otot-otot abdomen berkontraksi

dan sekali lagi ketika otot-otot tersebut relaksasi. Otot rektus abdominalis

dalam keadaan normal terletak saling berdampingan (kendati tidak

bersambungan) pada garis tengah. Ketika perut membesar akibat

kehamilan, otot-otot ini menjadi teregang dan otot-otot rektus abdominalis

(10)

Diastasis diukur dengan cara sebagai berikut :

1) Atur posisi ibu berbaring telentang datar tanpa bantal dibawah

kepalanya.

2) Tempatkan ujung-ujung jari salah satu anda pada garis tengah

abdomen dengan ujung jari telunjuk tepat di bawah umbilicus dan

jari lain berbaris longitudinal ke bawah ke arah simfisis pubis. Tepi

jari-jari menyentuh satu sama lain.

3) Minta ibu menaikkan kepalanya dan meletakkan dagu di dadanya di

area antara payudara. Pastikan ibu untuk mengencangkan otot-otot

abdomen dan tidak menekan tangannya di tempat tidur untuk

membantu dirinya, karena hal ini mencegah pengunaan otot-otot

abdomen.

4) Ketika ibu berupaya meletakkan dagunya di antara payudaranya

tekan ujung-ujung jari-jari dengan perlahan dekat ke abdomennya.

Kita akan merasakan otot-otot abdomen, layaknya dua bebat karet

yang mendekati garis tengah dari kedua sisi. Apabila diastasis lebar,

kita perlu untuk menggerakkan jari dari sisi ke sisi dalam upaya

menemukan otot tersebut, meskipun otot sudah dikontraksikan.

Apabila otot-otot abdomen memiliki tonus yang cukup baik untuk

menyatu di garis tengah ketika ditegangkan, kita akan merasakan

perlawanan terhadap jari-jari dan kemudian di bawah jari kita ketika

otot tersebut mendorong jari kita keluar dari abdomen.

5) Ukur jarak antara dua otot rektus ketika otot-otot tersebut dikontraksi

dengan menempatkan jari-jari datar dan paralel terhadap garis tengah

dan isi ruang antara otot rektus dengan jari-jari kita. Catat jumlah

(11)

6) Lalu tempatkan ujung-ujung jari satu tangan sepanjang salah satu sisi

median otot rektus abdomen ujung-ujung jari tangan kita yang lain

sepanjang sisi median otot rektus abdominis yang lain. Jika

diposisikan dengan benar, bagian punggung tangan harus

menghadap satu sama lain pada garis tengah abdomen.

7) Minta ibu untuk menurunkan kepalanya secara perlahahan ke posisi

bersandar di tempat tidur.

8) Ketika ibu menurunkan kepala, otot rektus akan bergerak lebih jauh

memisah dan kurang dapat dibedakan ketika otot relaksasi.

Ujung-ujung jari kita mengikuti otot-otot rektus ketika otot tersebut bergerak

memisah ke sisi lateral masing-masing pada abdomen.

Ukur jarak antara dua otot rektus ketika dalam keadaan relaksasi

sebagaimana pada saat kontraksi. Catat dalam jumlah lebar-jari di

antara tepi median kedua otot rektus.

9) Catat hasil pemeriksaan sebagai suatu pecahan yang di dalamnya

pembilang mewakili lebar diastasis dalam hitungan lebar jari ketika

otot-otot mengalami kontraksi dan pembagi mewakili lebar diastasis

dalam hitungan lebar jari ketika otot-otot relaksasi.

e. Komplikasi Masa Nifas

Patofisiologi yang sering terjadi pada masa nifas adalah sebagai

berikut :

1) Pendarahan pervaginam

Pendarahan kala nifas sekunder)

Pendarahan sekunder adalah pendarahan yang terjadi setelah 24

jam pertama. Penyebab utama terjadinya pendarahan karena adanya

sisa plasenta atau selaput ketuban, infeksi pada endometrium, dan

(12)

2) Infeksi Nifas

Menurut Manuaba ( 2010 hal 416) adanya infeksi pada masa

nifas ditandai dengan:

a) Tampak sakit dan lemah.

b) Temperatur meningkat lebih dari 39 oC.

c) Tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat.

d) Pernapasan dapat meningkat sehingga menyebabkan sesak

napas.

e) Kesadarah gelisah sampai menurun koma.

f) Terjadi gangguan involusi uteri.

g) Lokhea berbau dan mengeluarkan push serta kotor.

3) Kelainan pada payudara

a) Bendungan ASI

Bendungan ASI terjadi karena sumbatan pada saluran ASI,

tidak kosongkan seluruhnya. Keluhan yang muncul adalah

mamae bengkak, keras, dan terasa panas, sampai suhu badan

meningkat ( Manuaba, 2010 hal 420 ).

b) Masitis ( Radang pada payudara)

Bendungan ASI merupakan permulaan dari kemungkinan

infeksi payudara. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi

payudara adalah stafilokakus auereus yang masuk melalui luka

putting susu. Infeksi menimbulkan demam, nyeri lokal pada

payudara, terjadi pemadatanpayudara, dan terjadi perubahan

(13)

c) Abses Payudara

Infeksi payudara dapat berkelanjutan menjadi abses dengan

kriteria warna kulit menjadi merah, terdapat rasa nyeri, adanya

pembekakan di bawah kulit teraba cairan( Varney 2003 hal 271).

4) Sakit kepala yang hebat dan terus menerus, nyeri epigastrium dan

gangguan penglihatan. Gejala-gejala ini merupakan tanda-tanda

eklamsia post partum dengan disertai tekanan darah tinggi ( Marmi,

2011 hal 21 ).

5) Bengkak di wajah dan ekstremitas ( Marmi, 2011 hal 21 ).

6) Demam, muntah, rasa sakit pada saat berkemih. Padamasa nifas dini

sensitifitas kandung kemih terhadap tegangan air kemih di dalam

vesika sering menurun akibat trauma persalinan dan akibat rasa tidak

nyaman yang timbul oleh episiotomi yang lebar, laserasi, hematom

dinding vagina ( Marmi, 2011 hal 21-22 ).

7) Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama. Kelelahan yang

berat setelah persalinan dapat menganggu nafsu makan, sehingga

ibu tidak ingin makan sampai kelelahan itu hilang. Hendaknya setelah

bersalin berikan ibu minuman hangat, susu, kopi atau teh yang

bergula untuk mengembalikan tenaga yang hilang ( Marmi, 2011 hal

22 ).

8) Rasa sakit, merah, panas, dan pembengkakan di kaki. Selama masa

nifas dapat terbentuk thrombus sementara pada vena-vena maupun

di pelvis yang mengalami dilatasi ( Marmi, 2011 hal 22 ).

9) Merasa sedih atau tidak mampu merawat bayinya dan dirinya sendiri.

Penyebabnya adalah kekecewaan emosional bercampur rasa takut

(14)

nifas, kelelahan akibat kurang tidur selama persalinan dan setelah

melahirkan, kecemasan akan kemampuannya untuk merawat bayinya

dan ketakutan akan menjadi tidak menarik lagi ( Marmi, 2011 hal 22 ).

10) Sub Involusi

Segera setelah persalinan berat rahim sekitar 1000 gram, dan

selanjutnya mengalami proteolitik, sehingga otot rahim menjadi kecil

dan kembali kebentuk semula.Proses involusi uteri tidak berjalan

semestinya sehingga pengecilan rahim terlambat, Penyebanya adalah

infeksi endometrium, terdapat sisa plasenta, terdapat bekuan darah,

atau mioma uteri ( Sujiyatini 2009 hal 110).

11) Hematom

Adalah darah yang mengalir kedalam jaringan ikat di bawah kulit

yang menutupi genetalia eksterna atau dibawah mukosa vagina

hingga terbentuk hematoma (Sujiyatini 2009 hal 110).

2. Perdarahan Pasca Persalinan

a. Pengertian

Menurut Saifudin (2008 hal : 523) Perdarahan Postpartum (pasca

persalinan) yaitu perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir.

Menurut Rustam (1998 hal : 298) Perdarahan Postpartum (pasca

persalinan) yaitu perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam

setelah anak lahir.

Menurut Cuningham (2005 hal : 704) Perdarahan Postpartum (pasca

persalinan) yaitu perdarahan setelah melahirkan dengan kehilangan

(15)

b. Klasifikasi Perdarahan Pasca Persalinan

Perdarahan Pasca Persalinan menurut Rustam (1998, hal: 298)

diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :

1) Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemmorhage)

Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemmorhage) yaitu

perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.

2) Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemmorhage)

Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemmorhage)

yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari ke

5 sampai 15 postpartum.

Penyebab perdarahan postpartum menurut Saifuddin (2008, hal

523-529) adalah:

1) Atonia uteri

Definisi (Saifuddin, 2008, hal: 254-526) yaitu:

Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan

uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat

implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.

Gejala Klinik

a) Perdarahan pervaginam terus menerus

b) Konstraksi uterus lemah dan lembek

2) Retensio plasenta

Definisi :

Retensio plasenta adalah plasenta tetap tertinggal dalam uterus

30 menit setelah anak lahir.

Tanda dan Gejala

a) Perdarahan pervaginam

b) Plasenta belum lahir setelah 30 menit kelahiran bayi

(16)

3) Robekan jalan lahir

Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari

perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan

dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus

yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks

atau vagina. Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan

vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan

spekulum juga perlu dilakukan setelah persalinan.

Perdarahan yang terjadi di mana plasenta telah lahir lengkap dan

kontraksi uterus baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut

berasal dari perlukaan jalan lahir.

Tanda dan gejala

a) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir

b) Uterus kontraksi dan keras

c) Plasenta lengkap

d) Pucat dan Lemah dan menggigil

4) Inversio Uteri

Inversio uteri adalah keadaan ketika fundus uteri masuk kedalam

kaavum uteri, yang dapat terjadi mendadak atau perlahan.

Gejala:

a) Pada kala III dengan gejala nyeri hebat, perdarahan banyak

sampai syok, apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian

(17)

b) Pemeriksaan dalam

(1) Bila masih inkomplit, maka pada daerah simfisis uterus teraba

fundus uteri cekung ke dalam

(2) Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam

vagina teraba tumor lunak

(3) Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).

5) Gangguan pembekuan darah

Penyebab pendarahan pasca persalinan karena gangguan

pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat

disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang

sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi

perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan

merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan,

perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain.

6) Retensio Sisa Plasenta

Retensio sisa plasenta adalah tertinggalnya bagian plasenta atau

sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dalam

uterus yang dapat menimbulkan uterus berkontraksi kurang baik dan

TFU (tinggi fundus uteri) tidak berkurang setelah plasenta lahir yang

menyebabkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post

partum sekunder.

3. Pengertian Retensio Sisa Plasenta

Definisi Retensio Sisa Plasenta menurut Saifudin (2008, hal 527) yaitu

sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal dalam uterus yang dapat

menimbulkan perdarahan postpartum primer atau lebih sering sekunder.

Menurut Cunningham (2005, hal : 709) Retensio Sisa Plasenta adalah

(18)

dapat menimbulkan perdarahan.

Dari kedua pendapat tersebut penulis mengambil kesimpulan Retensio

Sisa Plasenta adalah tertinggalnya sebagian kecil dari plasenta atau selaput

ketuban (satu atau lebih lobus) sehingga uterus tidak dapat berkontraksi

dan mengakibatkan perdarahan postpartum.

4. Etiologi / faktor predisposisi

Kondisi selama

hamil

dan bersalin dapat merupakan faktor predisposisi

terjadinya perdarahan pasca persalinan. Faktor-faktor penyebab terjadinya

perdarahan harus diketahui sejak awal dan diantisipasi pada waktu

persalinan. Faktor-faktor penyebab terjadinya perdarahan karena retensio

sisa plasenta antara lain :

a. Kelainan bentuk plasenta menurut Manuaba (2010, hal: 313-314) yaitu :

1) Plasenta suksenturiata

Terdapat plasenta tambahan yang lebih kecil, disamping yang

normaldan dihubungkan dengan pembuluh darah. Penyulit plasenta

suksenturiata ada kemungkinan luput dari pengamatan dan tertinggal

dalam rahim yang dapat menimbulkan komplikasi perdarahan.

Dugaan plasenta suksenturiata bila terdapt lubang pada membran

dan pembuluh darah yang robek.

2) Plasenta spuria

Terdapat

tambahan

plasenta soliter tanpa ada hubungan dengan

pembuluh darah. Kerugian plasenta spuria dapat terjadi perdarahan

karena tertinggal dalam rahim.

3) Plasenta membranasea

Pertumbuhan plasenta

yang

melebar dan tipis, sehingga dapat

(19)

melepaskan diri sehingga terjadi perdarahan postpartum primer atau

sekunder dan retensio sisa plasenta.

b. Plasenta akreta adalah implantasi yang masuk ke dalam otot rahim.

Dapat menimbulkan retensio plasenta yang disertai perdarahan atau

tanpa perdarahan (Manuaba, 2010, hal : 315).

c. Plasenta inkarserata adalah adalah tertanamnya plasenta di dalam kavum

uteri. Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus tetapi belum keluar,

disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan dari uterus.

d. Kehamilan kembar

Pada kehamilan kembar terjadi retraksi otot atau peregangan uterus

yang berlebihan, karena keregangan otot yang berlebihan/melampaui

batas sehingga setelah persalinan terjadi gangguan kontraksi otot rahim

yang menyebabkan perdarahan postpartum (Manuaba, 2010 hal

276-277).

e. Partus Lama

Pada kasus partus lama ada pemberian obat uterotonika, semakin

banyak pemberian obat uterotonika maka proses penutupan ostium uteri

menjadi lebih cepat sehingga mengakibatkan sisa plasenta tertahan di

dalam cavum uteri dan mengakibatkan perdarahan karena retensio sisa

plasenta (Manuaba, 2010).

f. Multiparitas

Semakin sering wanita mengalamikehamilan dan persalinan maka

dapat mengakibatkan faktor resiko tinggi karena semakin sering ibu hamil

dan melahirkanfungsi reproduksi akan mengalami penurunan, otot uterus

(20)

otot-otot rahim sehingga dapat mempengaruhi kontraksi uterus dan pelepasan

plasenta (Manuaba, 2010).

g. Manajemen kala III yang kurang benar

Manajemen kala tiga persalinan yang kurang benar seperti pemberian

obat uterotonika yang tidak tepat waktunya yang dapat menyebabkan

serviks berkontraksi dan menahan plasenta. Pengeluaran plasenta yang

tidak lengkap dapat menyebabkan perdarahan pada masa nifas. Inspeksi

plasenta setelah pelahiran harus dilakukan secara rutin. Apabila ada

bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan sisa plasenta

dikeluarkan ( Varney, 2004 hal 709 ). Sisa plasenta diduga apabila kala uri

berlangsung tidak lancar atau tidak teliti dalam mengecek kelengkapan

plasenta (Sarwono, 2008 hal : 527).

h. Anemia

Pasien dengan anemia sangat rentan terjadinya perdarahan karena

sel darah merah yang ada di dalam tubuh kurang yang diakibatkan oleh

kekurangan zat besi. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang

masuknya unsur besi dengan makanan karena ganguan resorpsi,

gangguan pengunaan, atau karena terlampau banyaknya besi keluar dari

badan sehingga menyebabkan kontraksi otot uterus melemah dan dapat

mengakibatkan terjadinya gangguan plasenta seperti hipertropi,

kalsifikasi, dan infark( Sarwono, 2007 hal : 451 ; Wiknjosastro, 2005).

i. Preeklampsia

Pada pasien preeklampsia dapat mempengaruhi pertumbuhan

plasenta yaitu hypertropi plasentadan menyebabkan terjadinya

(21)

karena retensio sisa plasenta. Preeklampsia dapat mempengaruhi aliran

darah ke plasentasehingga terjadi gangguan fungsi plasenta. Secara

fisiologis akan terjadi penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan

gangguan fungsi plasenta ( Jumiarni, 1995 hal 5 ; Wiknjosastro, 2005).

5. Patofisiologi

Perdarahan terjadi karena pembuluh-pembuluh darah didalam uterus

masih terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang

terbuka akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan

darah. Gangguan kontraksi otot uterus dan adanya sisa plasenta diduga pada

kala uri berlangsung tidak lancar atau setelah melakukan manual plasenta,

ditemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat

pemeriksaan plasenta, dan masih ada perdarahan dari ostium uteri

eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir yang

sudah terjahit (Sarwono, 2008; 527).

Plasenta yang tertinggal di dalam rahim akan mengganggu kontraksi

sehingga menyebabkan sinus-sinus darah tetap terbuka dan menimbulkan

perdarahan (Oxorn 2010, hal 415). Plasenta yang tertinggal diuterus dapat

menghambat penutupan pembuluh darah sehingga menyebabkan

perdarahan. Keadaan ini merupakan faktor yang dapat menyebabkan

(22)

6. Tanda dan Gejala Retensio Sisa Plasenta

Tanda dan gejala retensio sisa plasenta menurut Sarwono (2006: 175)

yaitu:

a. Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak

lengkap.

b. Perdarahan segera.

c. Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium menurut Arif Mansjoer (

2001

, hal 315) yaitu :

a. Pemeriksaan darah lengkap

Bila kadar hemoglobin dibawah 10 g/dL atau anemia pada saat kehamilan

dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan.

b. Pemeriksaan golongan darah.

c. USG

Untuk menentukan adanya sisa jaringan konsepsi intrauteri.

8. Diagnosis

Dalam membuat diagnosa perdarahan postpartum karena retensio sisa

plasenta harus diperhatikan, apabila dibiarkan berlangsung terus pasien bisa

mengalami syok. Perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka

yang memiliki faktor predisposisi, tetapi pada setiap persalinan dapat terjadi

perdarahan postpartum.

Perdarahan yang terjadi dapat menumpuk di vagina dan di dalam uterus,

(23)

Untuk menentukan diagnosa dari perdarahan postpartum diperlukan

anamnesa, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen, pemeriksaan dalam,

pemeriksaan penunjang. Pada perdarahan karena retensio sisa plasenta

terjadi gangguan kontraksi uterus, sehingga tinggi fundus uteri tidak

berkurang.

9. Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik adalah syok yang disebabkan oleh perdarahan yang

banyak ( Sarwono, 2008 hal 401 - 406 ). Gejala klinik syok pada umumnya

antara lain tekanan darah menurun, nadi cepat, dan lemah akibat

perdarahan. Jika terjadi vasokontriksi pembuluh darah kulit menjadi pucat,

keringat dingin, sianosis jari-jari kemudian diikuti sesak nafas, pengelihatan

kabur, gelisah dan oligouria/anuria dan akhirnya dapat menyebabkan

kematian ibu.

Menurut M. Achadiat (2004 hal 46) penanganan syok hipovolemik yaitu

dengan pemberian cairan infus RL atau NaCl dan pemberian O2.

Penanganan syok menurut Sarwono (2008 hal 401 - 406) yaitu prinsip

pertama dalam penanganan kedaruratan adalah ABC yang terdiri atas

menjaga saluran nafas (Airway), pernafasan (Breathing), dan sirkulasi darah

(Circulation). JIka situasi tersebut terjadi di luar Rumah Sakit, pasien harus

dikirim ke rumah sakit dengan segera dan aman.

Tindakan yang harus segera dilakukan jika terjadi syok yaitu :

a. Cari dan hentikan segera penyebab perdarahan.

b. Bersihkan saluran napas dan beri oksigen.

c. Naikkan kaki ke atas untuk meningkatkan aliran darah ke sirkulasi

sentral.

(24)

obat-obat IV bagi pasien yang syok.

e. Kembalikan volume darah dengan:

1) Darah segar (whole blood).

2) Larutan kristaloid: seperti ringer laktat, larutan garam fisiologis atau

glukosa 5%.

3) Larutan koloid: dekstran 40 atau 70, fraksi protein plasma (plasma

protein fraction), atau plasma segar.

f. Terapi obat-obatan

1) Analgesik: morfin 10-15 mg IV jika ada rasa sakit, kerusakan jaringan

atau gelisah

2) Kortikosteroid: hidrokortison 1 g atau deksametason 20 mg IV

pelan-pelan. Cara kerjanya dapat menurunkan resistensi perifer dan

meningkatkan kerja jantung dan meningkatkan perfusi jaringan

3) Sodium bikarbonat: 100 mEq IV jika terdapat asidosis

4) Vasopresor : untuk menaikkan tekanan darah dan mempertahankan

perfusi renal.

- Dopamin: 2,5 mg/kg/menit IV sebagai pilihan utama

- Beta-adrenergik stimulant: isoprenalin 1 mg dalam 500 ml

glukosa 5% IV infuse pelan-pelan

g. Monitoring

1) Central venous pressure (CVP): normal 10-12 cm air

2) Nadi dan tekanan darah

3) Produksi urin

4) Tekanan kaviler paru: normal 6-18 Torr

5) Perbaikan klinik: pucat, sianosis, sesak, keringat dingin, dan

(25)

10. Infeksi nifas

Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genitalis yang terjadi

setelah persalinan biasanya dari en

dometrium bekas insersi plasent

a,

yang ditandai dengan kenaikan suhu sampai 38 oC derajat Celsius atau lebih

yang terjadi antara hari ke 2 – 10 postpartum ( Sarwono, 2006 hal 259-260 ).

a. Patofisiologi Infeksi Nifas

Tempat yang baik sebagai tempat tumbuhnya kuman adalah di

daerah bekas insersio (pelekatan) plasenta. Insersio plasenta merupakan

sebuah luka dengan diameter 4 cm, permukaan tidak rata,

berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang ditutupi oleh trombus. Selain itu,

kuman dapat masuk melalui servik, vulva, vagina dan perineum.

b. Faktor predisposisi infeksi nifas

1) Kurang gizi atau malnutrisi

2) Anemia

3) Higiene yang buruk.

4) Kelelahan

5) Proses persalinan bermasalah

a) Partus lama

b) Korioamnionitis

c) Persalinan traumatic

d) Kurang baiknya proses pencegahan infeksi

(26)

6) Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti

perdarahan, pre eklampsia, penyakit jantung.

7) Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah dalam

rongga rahim.

8) Episiotomi atau laserasi jalan lahir.

c. Tanda dan Gejala Infeksi Nifas

Menurut Manuaba ( 2010 hal 416 ) adanya infeksi pada masa nifas

ditandai dengan:

1) Tampak sakit dan lemah.

2) Temperatur meningkat lebih dari 39 oC.

3) Tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat.

4) Pernapasan dapat meningkat sehingga menyebabkan sesak napas.

5) Kesadarah gelisah sampai menurun koma.

6) Terjadi gangguan involusi uteri.

7) Lokhea berbau dan mengeluarkan push serta kotor.

11. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan perdarahan yang disebabkan oleh retensio sisa

plasenta menurut Saifuddin (2006, hal : 181) yaitu untuk mengeluarkan sisa

plasenta dilakukan kuretase. Bila memungkinkan sisa plasenta dapat

dikeluarkan secara eksplorasi manual.

Prosedur klinik tindakan kuretase (Saifuddin, 2006 : 443 - 446) yaitu :

a. Persetujuan tindakan medic

(27)

1) Pasien

a) Pemberian infus.

b) Perut bawah dan lipat paha dibersihkan dengan air dan sabun.

c) Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah.

d) Obat-obatan

(1) Analgetika (pethidin 1-2 mg/kg berat badan, ketamin Hcl 0, 5

mg/kg berat badan, tramadol 1-2 mg/kg berat badan)

(2) Sedative (diazepam 10 mg)

(3) Atropin sulfas 0, 25-0, 50 mg/ml

e) Larutan antiseptik (povidon iodin 10 %).

f) Oksigen dengan regulator.

g) Instrumen

(1) 1 Cunam tampon

(2) 2 klem ovum lurus

(3) 1 sendok kuret pascapersalinan

(4) 2 spekulum sim's atau L

(5) 1 kateter karet

(6) 2 jarum suntik No. 23

2) Penolong

a) 3 set baju kamar tindakan, masker dan kacamata pelindung.

b) 4 sarung tangan DTT/steril.

c) 3 pasang sepatu boot / karet

d) Instrumen

(1) 1 lampu sorot

(2) 2 mangkok logam

(3) 1 penampung darah dan jaringan

(28)

4) Tindakan

a) Pasien diberikan sedatif atau analgetik.

b) Bila penderita tidak dapat berkemih, lakukan kateterisasi

c) Setelah kandung kemih dikosongkan, lakukan pemeriksaan

bimanual (menentukan besar uterus).

d) Bersihkan dan lakukan dekontaminasi sarung tangan dengan

larutan klorin 0, 5 %.

e) Pakai sarung tangan steril.

f) Pasang spekulum Sim's atau L, masukkan bilahnya secara

vertikal kemudian putar kebawah.

g) Pasang spekulum Sim's berikutnya dengan jalan memasukan

bilahnya secara vertikal kemudian putar dan tarik ke atas

sehingga portio tampak dengan jelas.

h) Minta asisten untuk memegang spekulum atas dan bawah,

pertahankan pada posisi semula.

i) Dengan cunam tampon, ambil kapas yang telah dibasahi dengan

larutan antiseptik, kemudian bersihkan lumen vagina dan porsio.

Buang kapas ke tempat sampah dan kembalikan cunam ke

tempat semula.

j) Ambil klem ovum yang lurus, jepit bagian atas porsio (perbatasan

antara kuadran atas kiri dan kanan atau pada jam 12).

k) Setelah porsio terpegang baik, lepaskan spekulum atas.

l) Pegang gagang cunam dengan tangan kiri, ambil sendok kuret

pasca persalinan dengan tangan kanan, pegang diantara ibu jari

dan telunjuk (gagang sendok berada pada telapak tangan)

kemudian masukkan hingga menyentuh fundus.

m) Minta asisten untuk memegang klem ovum, letakkan telapak

tangan pada bagian atas fundus uteri (sehingga penolong dapat

(29)

(1) Masukkan lengkung sendok kuret sesuai dengan lengkung

kavum uteri kemudian lakukan pengerokkan dinding uterus

bagian depan searah jarum jam, keluarkan jaringan plsenta

(dengan kuret) dari kavum uteri.

(2) Masukkan ujung sendok sesuai dengan lengkung kavum

uteri, setelah sampai fundus, kemudian putar 180 derajat,

lalu bersihkan dinding belakang uterus, keluarkan jaringan

yang ada.

n) Kembalikan sendok kuret ke tempat semula, gagang klem ovum

dipegang kembali oleh asisten.

o) Ambil kapas (dibasahi larutan antiseptik) dengan cunam tampon,

bersihkan darah dan jaringan pada lumen vagina.

p) Lepaskan jepitan klem ovum pada porsio.

q) Lepaskan spekulum bawah.

r) Lepaskan kain penutup perut bawah, alas bokong dan sarung

kaki masukkan ke dalam wadah yang berisi larutan klorin 0, 5 %.

s) Bersihkan darah dan cairan tubuh dengan larutan antiseptik

5) Memberikan antibiotik yaitu ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan

dengan 3 x 1 g oral dikombinasi dengan metronidazol 1 g supositoria

dilanjutkan 3 x 500 mg oral.

6) Setelah diberikan antibiotik lakukan evakuasi sisa plasenta dengan

(30)

Prosedur Tetap (Protap) RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO tentang

penatalaksanaan perdarahan post partum yang disebabkan oleh retensio sisa

plasenta yaitu :

Bagan 2.1 bagan Prosedur Tetap (Protap) RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO tentang penatalaksanaan perdarahan post partum.

Tanda – Tanda Perdarahan > 500 Cc

Infus dengan Trans set Abocath

Retensio Plasenta dan Sisa Plasenta

Pengeluaran Plasenta Manual

Beri Uterotonika

Kuretase

(31)

B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan

1. Manajemen Kebidanan Varney

Manajemen

kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang

digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan

berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian

tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien.

Proses manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah Varney yang berurutan

yang secara periodik disempurnakan. Proses ini dimulai dari pengumpulan

data dasar / pengkajian, interpretasi data, diagnosa/masalah potensial,

identifikasi kebutuhan akan tindakan segera atau kolaborasi dan konsultasi,

perencana asuhan yang menyeluruh, pelaksanaan asuhan dan

mengevaluasi.

Manajemen asuhan kebidanan terdiri dari 7 langkah Varney yaitu :

a. Pengumpulan data dasar / pengkajian

Pengumpulan data dasar sebagai dasar proses asuhan kebidanan

yang bertujuan untuk mengumpulkan data / informasi mengenai keadaan

pasien. Data yang dikumpulkan berupa data subyektif dan data obyektif

dari pasien.

1) Data Subyektif

a) Anamnesa

(1) Identitas pasien

(a) Nama pasien dan suami, harus ditulis dengan jelas

agar tidak terjadi kekeliruan dengan orang lain, bila ada

titel yang bersangkutan harus disertakan (Matondang,

(32)

(b) Umur pasien dan suami, ditanyakan untuk mengetahui

pengaruh umur terhadap permasalahan kesehatan

pasien/klien dan faktor resiko, karena waktu reproduksi

sehat antara 20 sampai 35 tahun. Bila umur ibu kurang

dari 20 tahun alat-alat reproduksi belum matangnya

untuk hamil, sedangkan umur lebih 35 tahun rentan

terjadi perdarahan dalam masa nifas sehingga dapat

membahayakan kesehatan ibu maupun perkembangan

dan pertumbuhan janin ( Manuaba, 1998 : hal 27 ).

(2) Alasan datang

Dikaji untuk mengetahui apakah pasien rujukan dari

bidan atau pasien rumah sakit.

(3) Keluhan utama

Dikaji untuk mengetahui keluhan yang dirasakan

pasien. Pada pasien dengan perdarahan karena retensio

sisa plasenta pasien mengeluh lemah, mengalami

perdarahan segera, perut teraba keras dan TFU tidak

berkurang (Sarwono, 2006 hal : 175).

(4) Riwayat Kesehatan

(a) Riwayat kesehatan dahulu

Dikaji untuk mengetahui riwayat penyakit yang

pernah diderita oleh pasien yang dapat mempengaruhi

keadaan pasien dan yang berhubungan dengan

perdarahan postpartum seperti riwayat kelainan bentuk

(33)

spuria, plasenta membranasea, plasenta akreta,

plasenta inkarserata, anemia, hipertensi, penyakit

jantung dan diabetes melitus (Manuaba, 2010 hal :

313-314).

(b) Riwayat kesehatan sekarang

Dikaji untuk mengetahui riwayat penyakit yang

sedang diderita oleh pasien yang dapat mempengaruhi

keadaan pasien yang berhubungan dengan perdarahan

masa nifas seperti riwayat anemia, hipertensi, penyakit

jantung dan diabetes melitus ( Sarwono, 2007 hal :

451).

(c) Riwayat kesehatan keluarga

Dikaji untuk mengetahui riwayat penyakit yang

pernah / sedang diderita oleh keluarga pasien yang

dapat mempengaruhi kesehatan pasien dan bayinya.

Penyakit keluarga yang perlu ditanyakan mencakup

penyakit jantung, anemia, hipertensi, diabetes melitus,

ginjal, dan kehamilan kembar yang dapat

menyebabkan perdarahan pada masa nifas (Manuaba,

2010 hal : 276-277).

(5) Riwayat Obstetris

(a) Riwayat Menstruasi

Diperlukan untuk mengetahui menarche, lamanya,

banyaknya, sifat darah, dismenorhea, HPHT, taksiran

persalinan (TP) dan umur kehamilan. TP ditentukan

berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT),

(34)

(b) Riwayat kehamilan dahulu dan sekarang

Dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu hamil

(gravida), periksa kehamilan dan berapa kali abortus.

Kehamilan sekarang dikaji untuk mendeteksi

komplikasi yang terjadi secara dini dengan ibu riwayat

partus lama, multiparitas dan kelainan tempat

implantasi plasenta (Manuaba, 2010 hal 315 dan

Varney, 2007 hal 525).

(c) Riwayat persalinan, nifas dahulu dan sekarang

Dikaji untuk mengetahui persalinan keberapa,

tempat persalinan, penolong persalinan, jenis

persalinan, jenis kelamin anak, keadaan bayi, keadaan

plasenta dan apakah terjadi manajemen kala III yang

tidak benar. Penting untuk mengetahui apakah proses

persalinan mengalami kelainan atau tidak yang bisa

berpengaruh pada masa nifas misalnya perdarahan

akibat retensio sisa plasenta. Dan untuk mengetahui

apakah abortus mempengaruhi persalinan dan

pengeluaran plasenta pada persalinan selanjutnya

(Sarwono, 2008 hal : 527).

(6) Riwayat perkawinan

Dikaji untuk mengetahui kemungkinan pengaruh status

perkawinan dan umur pernikahan terhadap masalah

kesehatan. Perlu ditanyakan tentang berapa kali menikah,

(35)

umur ibu terlalu muda atau terlalu tua berisiko terjadi

perdarahan pada masa nifas dan bila menikah tanpa status

yang jelas akan berkaitan dengan, 2010 hal : 134).

(7) Riwayat KB

Dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang pernah

dipakai, berapa lamanya, alasan pemakaian, keluhan

selama menggunakan kontrasepsi. serta rencana KB

setelah masa nifas ini (Anggraini, 2010 hal : 136).

Contohnya pada pengguna KB IUD, salah satu efek

samping dari pemakaian KB ini adalah perdarahan vagina

hebat yang dapat menyebabkan terjadinya anemia, yang

merupakan salah satu penyebab terjadinya perdarahan

postpartum (BKKBN, 2006 hal MK 79).

(8) Pola kebutuhan sehari-hari

(a) Pola nutrisi

1)) Pola makan

Dikaji untuk mengetahui pemenuhan nutrisi ibu

pada masa nifas apakah sudah tercukupi, kurang

atau buruk. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi

makanan yang berimbang antara protein, mineral

dan vitamin. Apabila nutrisi ibu kurang dapat

mengurangi produksi ASI dan dapat terjadi

komplikasi, seperti terjadi perdarahan karena

Retensio Sisa Plasenta( Saifuddin, 2002 hal: N-25).

2)) Pola minum

Dikaji untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan

(36)

cairan yang cukup untuk produksi ASI. Ibu

dianjurkan minum sedikitnya 3 liter air setiap hari

dan setiap selesai menyusui bayi( Saifuddin, 2002

hal : N - 26 ).

(b) Pola eliminasi

1) BAK

Dikaji untuk mengetahui apakah ada penyulit

pada pola BAK karena apabila BAK terganggu

maka proses kontraksi uterus pada masa nifas akan

terganggu sehingga dapat menyebabkan

perdarahan pada masa nifas.

(c) Pola aktivitas

Dikaji untuk mengetahui apa pekerjaan ibu dan

setelah melahirkan apakah ibu dapat melakukan

pekerjaan sendiri. Menyarankan ibu untuk kembali ke

kegiatan-kegiatan rumah tangga secara

perlahan-lahan, untuk mencegah kelelahan yang berlebihan

(Saifuddin, 2002 hal : N-25 ).

(d) Pola istirahat

Dikaji untuk mengetahui pola istirahat pasien dan

memastikan ibu istirahat yang cukup untuk mencegah

kelelahan yang berlebihan. Menyarankan ibu untuk

kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga secara

perlahan-lahan, beristirahat atau tidur siang selagi bayi

(37)

mengurangi jumlah produksi ASI, memperlambat

proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan,

serta menyebabkan depresi dan ketidakmampuan

untuk merawat bayi dan dirinya sendiri ( Saifuddin,

2002 hal : N-25 ).

2) Data obyektif

a) Keadaan umum

Dikaji untuk mengetahui keadaan umum pasien. Pasien

dengan perdarahan karena retensio sisa plasenta biasanya pucat

dan lemah.

b) Tingkat kesadaran

Dikaji untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.

c) Pengukuran tanda vital

(1) Tekanan darah

Dikaji untuk mengetahui tekanan darah pasien. Pasien

dengan perdarahan karena retensio sisa plasenta biasanya

tekanan darahnya rendah dan menurun dibawah normal

yaitu sistolik < 90 mmHg ( Sarwono, 2008 hal : 401).

(2) Nadi

Dikaji untuk mengetahui nadi normal atau tidak. Pasien

dengan retensio sisa plasenta biasanya nadinya menjadi

cepat lebih dari 100x/menit dan lemah(Sarwono, 2008 hal :

401 ).

(3) Suhu

Dikaji untuk mengetahui suhu pasien. Pasien dengan

(38)

menyebabkan ibu merasa kedinginan, berkeringat dingin

dan mengigil (Sarwono, 2008 hal : 401 ).

d) Pemeriksaan fisik

(1) Muka

Dikaji untuk mengetahui ada atau tidak chloasma

gravidarum, pucat dan odema. Pasien dengan retensio sisa

plasenta mengalami perdarahan sehingga ibu terlihat pucat

(Sarwono, 2008 hal : 401 ).

(2) Mata

Untuk mengetahui apakah terjadi anemia atau tidak.

Pasien dengan retensio sisa plasenta mengalami

perdarahan sehingga ibu terlihat anemis (Sarwono, 2008

hal : 401 ).

(3) Mulut

Untuk mengetahui kebersihan mulut dan lidah, warna

bibir, dan karies gigi. Pada pasien dengan perdarahan

karena retensio sisa bibir akan pucat.

(4) Abdomen

Pasien dengan retensio sisa plasenta biasanya uterus

berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang

(Saifuddin, 2006 hal : 175).

(5) Genitalia

Dikaji untuk mengetahui pengeluaran pervaginam, sifat

(39)

sisa plasenta akan mengalami perdarahan yang banyak dan

sor-soran ( Saifuddin, 2006 hal : 175).

b. Interprestasi Data

Diagnosa

Data dasar yang telah dikumpulkan sehingga ditemukan masalah atau

diagnosa yang spesifik.

Ny. . . . Umur. . . . tahun, P. . . A. . . . berapa jam/hari postpartum dengan

perdarahan karena retensio sisa plasenta.

Data dasar

Data subyektif :

Ibu yang berusia lebih dari 35 tahun dan multiparitas sangat rentan terjadi

perdarahan karena retensio sisa plasenta.

Data obyektif :

Tanda-tanda vital pada pasien dengan perdarahan karena retensio sisa

plasenta:

1) Tekanan darah

Pasien dengan retensio sisa plasenta biasanya tekanan darah

menjadi rendah dan menurun dibawah normal yaitu sistolik < 90

mmHg ( Sarwono, 2008 hal : 401 ).

2) Nadi

Pasien dengan retensio sisa plasenta biasanya nadinya menjadi

cepat lebih dari 100x/menit (Sarwono, 2008 hal : 401 ).

3) Suhu

Pasien dengan retensio sisa plasenta biasanya suhu menurun yang

(40)

mengigil ( Sarwono, 2008 hal : 401 ).

Pemeriksaan yang berkaitan dengan tanda dan gejala perdarahan karena

retensio sisa plasenta yaitu konjungtiva pucat, abdomen berkontraksi

keras, tinggi fundus uteri setinggi pusat, darah yang keluar dari jalan lahir

lebih dari 500 cc.

c. Diagnosa potensial

Diagnosa potensial berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa

yang sudah di identifikasi yang membutuhkan antisipasi, bila

memungkinkan dilakukan pencegahan. Pasien dengan retensio sisa

plasenta, diagnosa yang diantisipasi menurut Manuaba (2010, hal 413)

adalah :

1) Syok hipovolemik karena perdarahan

2) Infeksi.

d. Identifikasi kebutuhan akan tindakan segera/kolaborasi dan konsultasi

Pada langkah ini bertujuan untuk mengidentifikasikan keadaan gawat

dimana bidan harus segera bertindak atau dikonsultasikan / berkolaborasi

dengan dokter spesialis obgyn untuk menangani pasien dengan

perdarahan karena retensio sisa plasenta menurut M. Achadiat (2004, hal

: 46) .

1) Kolaborasi dengan dokter spesialis obgyn untuk pemberian infus RL

atau NaCl untuk mencegah terjadinya syok hipovolemik dan

memperbaiki keadaan ibu.

2) Kolaborasi dengan dokter spesialis obgyn untuk tindakan kuretase.

3) Perawatan post kuretase

e. Merencanakan asuhan kebidanan yang menyeluruh

Pada langkah ini membuat rencana asuhan yang menyeluruh dan

(41)

masalah yang dihadapi oleh pasien. Langkah-langkah tindakan

merupakan upaya intervensi untuk mengatasi masalah. Semua keputusan

yang di kembangkan harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan

pengetahuan dan teori yang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan

keadaan pasien. (Manuaba, 2007 hal : 526 821).

1) Pemberian cairan infus RL atau NaCl. Berguna untuk mencegah

terjadinya syok hipovolemik.

2) Observasi keadaan umum pasien dan tanda vital.

3) Lakukan kuretase untuk mengeluarkan sisa plasenta.

4) Perawatan post kuretase.

f. Melaksanakan rencanakan asuhan kebidanan yang menyeluruh

Tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan rencana yang

telah disusun dan berdasarkan prosedur yang ada. Bidan melakukan

observasi sesuai dengan kriteria yang telah direncanakan. Didalam

melaksanakan tindakan, bidan dapat melakukan asuhan secara mandiri

untuk kasus-kasus yang didalam batas kewenangannya. Bila bidan

menemukan kasus diluar batas kewenangannya didalam melakukan

tindakan, maka pasien atau klien tersebut dirujuk kerumah sakit. dan

bidan berkolaboasi dengan dokter obgyn.

1) Memberikan cairan infus RL aau NaCl, untuk mencegah terjadinya

syok hipovolemik (M. Achadiat, 2004 hal 46).

2) Mengobservasi keadaan umum pasien dan tanda vital.

3) Melakukan kuretase untuk mengeluarkan sisa plasenta.

(42)

g. Evaluasi

Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi untuk mengetahui

keefektifan dan keberhasilan dari asuhan yang sudah dilaksanakan

meliputi pemenuhan kebutuhan yang diperlukan.

2. Dokumentasi SOAP

SOAP meliputi :

S : Subyektif

Data subjektif menurut Helen Varney langkah pertama adalah pengkajian

data yang diperoleh dari pertanyaan yang diberikan secara langsung kepada

pasien (anamnesis), data ini berhubungan dengan masalah dari sudut

pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya dicatat

sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung

dengan diagnosis.

O : Obyektif

Data yang di peroleh melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik

pasien, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan diagnosis lain. Catatan medik

dan informasi dari keluarga dapat dimasukkan dalam data obyektif. Data ini

akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan

dengan diagnosis.

A : Assesment

Merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan)

dari data subyektif dan obyektif.

P : Planing

Planing/perencanaan asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan

(43)

C. Landasan Hukum Kewenangan Bidan

Bidan dalam memberikan pelayanan dan menjalankan praktek harus

sesuai dengan kewenangan bidan dan kode etik bidan, yang tercantum dalam

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

1464/MENKES/PER/X/2010, yaitu :

1. Pasal 9

Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan

pelayanan yang meliputi:

1. pelayanan kesehatan ibu;

2. pelayanan kesehatan anak; dan

3. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

2. Pasal 10

a. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a

diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas,

masa menyusui dan masa antara dua kehamilan

b. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

1) pelayanan konseling pada masa pra hamil;

2) pelayanan antenatal pada kehamilan normal;

3) pelayanan persalinan normal;

4) pelayanan ibu nifas normal;

5) pelayanan ibu menyusui; dan

6) pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.

c. Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) berwenang untuk:

1) episiotomi;

2) penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;

(44)

4) pemberian tablet Fe pada ibu hamil;

5) pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;

6) fasilitas/bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu

eksklusif;

7) pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan

postpartum;

8) penyuluhan dan konseling;

9) bimbingan pada kelompok ibu hamil;

10) pemberian surat keterangan kematian; dan

11) pemberian surat keterangan cuti bersalin.

3. Pasal 14

a. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter,

dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9

b. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah kecamatan, atau kelurahan/desa yang ditetapakan oleh kepala

dinas kesehatan kabupaten/kota.

c. Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat

dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

berlaku.

4. Pasal 18

a. Dalam melaksanakan praktek/kerja, bidan berkewajiban untuk;

1) menghormati hak pasien;

2) memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan

pelayanan yang dibutuhkan;

3) merujuk kasus yang bukan kewenangananya atau tidak dapat

(45)

4) meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;

5) menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

6) melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya

secara sistematis;

7) mematuhi standar; dan

8) melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktek

kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.

b. Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu

pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai

dengan bidang tugasnya.

c. Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus membantu program

pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Kompetensi yang harus dimiliki bidan yang tercantum dalam IBI (Ikatan

Bidan Indonesia, 2006 hal : 153 -160) yaitu :

1. Kompetensi ke-3

Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk

mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi : deteksi dini,

pengobatan atau rujukan dari :

a. Pengetahuan dasar

1) Anatomi dan fisiologi tubuh manusia.

2) Siklus menstruasi dan proses konsepsi.

(46)

4) Tanda-tanda dan gejala kehamilan.

5) Mendiagnosa kehamilan.

6) Perkembangan normal kehamilan.

7) Komponen riwayat kesehatan.

8) Komponen pemeriksaan fisik yang terfokus selama antenatal.

9) Menentukan umur kehamilan dari riwayat menstruasi, pembesaran

atau tinggi fundus uteri.

10) Mengenal tanda dan gejala anemia ringan dan berat, hyperemesis

gravidarum, kehamilan ektopik tergannggu, abortus iminen, molla

hydatidosa dan komplikasinya dan kehamilan ganda, kelainan letak

serta pre eklampsia.

11) Nilai normal dari pemeriksaan laboratorium seperti Haemoglobin

dalam darah, test gula, protein, aceton, dan bakteri dalam urine.

12) Perkembangan normal dari kehamilan : perubahan bentuk fisik,

ketidaknyamanan yang lazim, pertumbuhan fundus ueri yang

diharapkan.

13) Perubahan psikologis yang normal dalam kehamilan dan dampak

kehamilan terhadap keluarga.

14) Penyuluhan dalam kehamilan : perubahan fisik, perawatan buah

dada, ketidaknyamanan, kebersihan, seksualitas, nutrisi, pekerjaan,

aktifitas (senam hamil).

15) Kebutuhan nutrisi bagi wanita hamil dan janin.

16) Penatalaksanaan imunisasi pada wanita hamil.

17) Pertumbuhan dan perkembangan janin.

(47)

19) Persiapan keadaan dan rumah/keluarga untuk menyambut kelahiran

bayi.

20) Tanda-tanda dimulainya persalinan.

21) Promosi dan dukungan pada ibu menyusui.

22) Teknik relaksasi dan strategi meringankan nyeri pada persiapan

persalinan dan kelahiran.

23) Mendokumentasikan temuan dan asuhan yang diberikan.

24) Mengurangi ketidaknyamanan selama masa kehamilan.

25) Pengunaan obat-obat tradisional ramuan yang aman untuk

mengurangi ketidaknyamanan selama kehamilan.

26) Akibat yang ditimbulkan dari merokok, pengunaan alkohol, dan obat

terlarang bagi wanita hamil dan janin.

27) Akibat yang ditimbulkan/ditularkan oleh binatang tertentu terhadap

kehamilan, misalkan toxoplasmosis.

28) Tanda dan gejala dari kompliksi kehamilan yang mengancam jiwa,

seperti pre eklampsia, perdarahan pervaginam, kelahiran premature,

anemia berat.

29) Kesejahteraan janin termasuk DJJ dan pola aktifitas janin.

30) Resusitasi kardiopulmonary.

b. Pengetahuan Tambahan

1) Tanda, gejala dan indikasi rujukan pada komplikasi tertentu dalam

kehamilan seperti asma, infeksi HIV, penyakit menular seksual (PMS),

diabetes, kelainan jantung, postmatur/serotinus.

2) Akibat dari penyakit akut dan kronis yang disebut diatas bagi

(48)

c. Ketrampilan Dasar

1) Mengumpulkan data riwayat kesehatan dan kehamilan serta

menganalisanya pada setiap kunjungan/pemeriksaan ibu hamil.

2) Melaksanakan pemeriksaan fisik umum secara sistematis dan

lengkap.

3) Melakukan pemeriksaan abdomen secara lengkap termasuk

pengukuran tinggi fundus uteri/posisi/presentasi dan penurunan janin.

4) Melakukan penilaian pelvic, termasuk ukuran dan struktur tulang

panggul.

5) Menilai keadaan janin selama kehamilan termasuk detak jantung janin

dengan mengunakan fetoscope (Pinard) dan gerakan janin dengan

palpasi uterus.

6) Menghitung usia kehamilan dan menentukan perkiraan persalinan.

7) Mengkaji status nutrisi ibu hamil dan hubungannya dengan

pertumbuhan janin.

8) Mengkaji kenaikan berat badan ibu dan hubungannnya dengan

komplikasi kehamilan.

9) Memberikan pnyuluhan pada klien/keluarga mengenai tanda-tanda

berbahaya serta bagaimana menghubungi bidan.

10) Melakukan penatalaksanaan kehamilan dengan anemia ringan,

hyperemesis gravidarum tingkat I, abortus iminen dan pre eklampsia

ringan.

11) Menjelaskan dan mendemonstrasikan cara mengurangi

ketidaknyamanan yang lazim terjadi dalam kehamilan.

(49)

13) Mengidentifikasi penyimpangan kehamilan normal dan melakukan

penanganan yang tepat termasuk merujuk ke fasilitas pelayanan yang

tepat dari :

a) Kekurangan gizi.

b) Pertumbuhan janin yang tidak adekuat : SGA & LGA.

c) Pre eklampsia dan hipertensi.

d) Perdarahan pervaginam.

e) Kehamilan ganda pada janin kehamilan aterm.

f) Kelainan letak pada janin kehamilan aterm.

g) Kematian janin.

h) Adanya edema yang signifikan, sakit kepala hebat, gangguan

pandangan, nyeri epigastrium yang disebabkan tekanan darah tinggi.

i) Ketuban pecah sebelum waktunya.

j) Persangkaan polyhydramnion.

k) Diabetes mellitus.

l) Kelainan congenital pada janin.

m) Hasil laboratorium yang tidak normal.

n) Persangkaan polyhydramnion, kelainan janin.

o) Infeksi pada ibu hamil seperti : pada ibu hamil seperti : PMS,

vaginitis, infeksi saluran perkemihan dan saluran nafas.

14) Memberikan bimbingan dan persiapan untuk persalinan, kelahiran dan

menjadi orang tua.

15) Memberikan bimbingan dan penyuluhan mengenai perilaku kesehatan

selama hamil seperti nutrisi, latihan (senam), keamanan dan berhenti

(50)

16) Pengunaan secara aman jamu/obat-obatan tradisional yang tersedia.

d. Ketrampilan Tambahan

1) Menggunakan Doppler untuk memantau DJJ.

2) Memberikan pengobatan dan atau kolaborasi terhadap penyimpangan

dari keadaan normal dengan menggunakan standar local dan sumber

daya yang tersedia.

3) Melaksanakan kemampuan LSS dalam manajemen pasca abortion.

2. Kompetensi ke-5

Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyususi yang

bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.

a. Pengetahuan dasar

1) Fisiologis nifas.

2) Proses involusi dan penyembuhan sesudah persalinan/abortus.

3) Proses laktasi/menyusui dan teknik menyusui yang benar serta

penyimpangan yang lazim terjadi termasuk pembengkakan payudara,

abses, mastitis, putting susu lecet, putting susu masuk.

4) Nutrisi ibu nifas, kebutuhan istirahat, aktifitas dan kebutuhan fisiologis

lainnya seperti pengosongan kandung kemih.

5) Kebutuhan nutrisi bayi baru lahir.

6) Adaptasi psikologis ibu sesudah bersalin dan abortus.

7) “Bonding & Attacchment” orang tua dan bayi baru lahir untuk

menciptakan hubungan positif.

8) Indikator subinvolusi : misalnya perdarahan yang terus menerus,

infeksi.

(51)

10) Tanda dan gejala yang mengancam kehidupan misalnya perdarahan

pervaginam menetap, sisa plasenta, renjatan (syok) dan

pre-eklamsia postpartum.

11) Indikator pada komplikasi tertentu dalam periode postpartum, seperti

anemia kronis, hematoma vulva, retensi urine dan incontinetia alvi.

12) Kebutuhan asuah dan konseling selama dan sesudah abortus.

13) Tanda dan gejala komplikasi abortus.

b. Ketrampilan dasar

1) Mengumpulkan data tentang riwayat kesehatan yang terfokus,

termasuk keterangan rinci tentang kehamilan, persalinan dan

kelahiran.

2) Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus pada ibu.

3) Pengkajian involusi uterus serta penyembuhan perlukaan/luka

jahitan.

4) Merumuskan diagnosa masa nifas.

5) Menyusun perencanaan.

6) Memulai dan mendukung pemberian ASI Eksklusif.

7) Melaksanakan pendidikan kesehatan pada ibu meliputi perawatan diri

sendiri, istirahat, nutrisi dan asuhan bayi baru lahir.

8) Mengidentifikasi hematoma vulva dan melaksanakan rujukan

bilamana perlu.

9) Mengidentifikasi infeksi pada ibu, mengobati sesuai kewenangan

atau merujuk untuk tindakan yang sesuai.

10) Penatalaksanaan ibu postpartum abnormal : sisa plasenta, renjatan

(52)

11) Melakukan konseling pada ibu tentang seksualitas dan KB pasca

persalinan.

12) Melakukan konseling dan memberikan dukungan untuk wanita pasca

aborsi.

13) Melakukan kolaborasi atau rujukan pada komplikasi tertentu.

14) Memberikan antibiotika yang sesuai.

15) Mencatat dan mendokumentasikan temuan-teuan dan intervensi

yang dilakukan.

c. Ketrampilan Tambahan

Gambar

Tabel 2.1 Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi

Referensi

Dokumen terkait

(Bonding Attatcment). Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus dan tidak ada tanda- tanda perdarahan abnormal. Menilai

penatalaksanaan penatalaksanaan gawatdarurat obstetri dan bayi baru lahir, dampingi ibu ke tempat rujukan, baringkan miring kiri dengan pinggul agak naik,

oleh pasien atau keadaan psikologi yang ada.. Ny… umur…th P… A… dalam persalinan kala III dengan retensio. plasenta. Ari – ari belum keluar dari

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi (Nanny, V 2011; hal, 4). Ibu baru pada umumnya pasif

disusun. 5) Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan. 6) Membuat rencana tindak lanjut kegiatan/tindakan. 7) Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan/tondakan. Memberi

Manual plasenta adalah tindakan untuk melepas plasenta secara manual ( menggunakan tangan ) dari tempat implantasi dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum

Retensio plasenta dengan perdarahan (Langsung dilakukan plasenta manual. Melakukan vulva hygiene pada vagina ibu. Lalu memasukkan tangan dalam posisi obstetri.

bagi wanita untuk hamil adalah usia 20 sampai pertengahan 30-an. c) Ibu hamil yang berumur 35 tahun atau lebih, dimana pada usia. tersebut terjadi perubahan pada jaringan