BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori Medis
1. Masa Nifas
a. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (postpartum/puerperium) berasal dari bahasa latin yaitu
dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” yang berarti melahirkan
atau masa sesudah melahirkan. Masa nifas (puerperium) adalah periode
waktu selama 6 – 8 minggu setelah persalinan. Proses ini dimulai setelah
selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali
seperti keadaan sebelum hamil / tidak hamil (Saleha, 2009). Masa nifas
(puerperium) adalah masa pilih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan seperti sebelum hamil (Rustam, 1998 hal
115).
Masa nifas (purperium) adalah dimulai sejak 1 jam kelahiran plasenta
sampai dengan 6 minggu atau 42 hari setelah itu (Saifudin, 2008 hal:
356). Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saifudin, 2009
hal N-23).
b. Perubahan fisiologis masa nifas
Selama masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna
Perubahan keseluruhan alat genetalia disebut involusi uteri ( Emillia,
2008; hal. 142).Perubahan-perubahan yang terjadi antara lain sebagai
berikut :
1) Involusi Uterus
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga
akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Involusi Uterus meliputi
pengeluaran desidua dan penurunan ukuran dan berat serta
perubahan pada lokasi uterus juga ditandai dengan warna dan jumlah
lokea. Regenerasi endometrium lengkap pada tempat perlekatan
plasenta memakan waktu hamper 6 minggu.
Uterus segera setelah pelahiran bayi, plasenta dan selaput janin,
beratnya sekitar 1000 gr. Berat uterus menurun sekitar 500 gr pada
akhir minggu pertama pascapartum, pada akhir minggu kedua setelah
persalinan menjadi kurang lebih 300 gram, setelah itu menjadi 100
gram atau kurang dan kembali pada berat yang biasanya pada saat
tidak hamil yaitu 70 gr pada minggu kedelapan pascapartum.
Penurunan ukuran yang cepat ini direfleksikan dengan perubahan
lokasi uterus yaitu uterus turun dari abdomen dan kembali menjadi
organ panggul. Segera setelah pelahiran tinggi fundus uteri ( TFU )
terletak sekitar dua per tiga hingga tiga per empat bagian atas antara
simpisis pubis dan umbilikus. Letak TFU kemudian naik, sejajar
dengan umbilikus dalam beberapa jam. TFU tetap terletak kira-kira
sejajar atau satu ruas jari di bawah umbilikus satu atau dua hari dan
secara bertahap turun ke dalam panggul sehingga tidak dapat
Tabel 2.1 Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi
No Involusi TFU Berat
Uterus 1 Bayi Lahir Setinggi pusat 1.000gr 2 1 Minggu Pertengahan pusat simpisis 750 gr 3 2 Minggu Tidak teraba di atas simpisis 500 gr
4 6 Minggu Normal 50 gr
5 8 Minggu Normal seperti sebelum hamil 30 gr
2) Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri yang
keluar melalui vagina selama masa nifas ( Varney, 2002 hal 960).
Berikut ini adalah beberapa jenis lokia yaitu :
a) Lochea rubra
Berwarna merah karena mengandung darah segar, sisa-sisa
selaput ketuban dan jaringan desidua. Ini adalah lokia pertama
yang keluar segera setelah pelahiran sampai 2-3 hari
pascapartum.
b) Lochea Sanguilenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir yang keluar
pada hari ke 3-7 pascapartum.
c) Lochea Serosa
Lochea ini berbentuk serum dan berwarna merah muda
kemudian menjadi kuning. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ke
7 sampai hari ke 14 pascapartum. Lokia ini mengandung cairan
serum, jaringan desidua, leokosit, dan eritrosit.
d) Lochea Alba
Dimulai sekitar hari ke 10 pascapartum dan hilang sekitar 2-4
minggu. Bentuknya seperti cairan putih berbentuk krim, serta
3) Endometrium
Perubahan endometrium adalah timbulnya trombosit, degenerasi,
dan nekrosis di tempat implantasi. Pada hari pertama tebal
endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat
pelepasan desidua, dan selaput janin. Setelah tiga hari mulai rata,
sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas
implantasi plasenta ( Salleha 2009 hal 56).
4) Servik
Servik akan terlihat padat yang mencerminkan vaskularitasnya
yang tinggi, lubang servik lambat laun mengecil, beberapa hari
setelah persalinan diri retak karena robekan dalam persalinan.
Rongga leher servik, bagian luar akan membentuk seperti keadaan
sebelum hamil pada saat empat minggu postpartum ( Varney, 2002
hal 960 ).
5) Vagina
Vagina segera setelah persalinan tetap terbuka lebar. Setelah
satu atau dua hari pertama pascapartum, tonus otot vagina kembali.
Sekarang vagina berdinding lunak, lebih besar dari biasanya dan
longgar. Ukurannya menurun dengan kembalinya rugae vagina
sekitar minggu ke tiga pascapartum ( Varney, 2002 hal 960).
6) Payudara ( Mammae )
Laktasi dimulai pada semua wanita dengan perubahan hormon
saat melahirkan. Wanita yang menyusui berespon terhadap
menstimulasi bayi yang disusui dan akan terus melepaskan hormon
payudara membesar karena pengaruh berbagai macam hormon,
antara lain estrogen, progesteron, Human placental lactogen (HPL)
dan prolaktin, hormon ini berfungsi melancarkan produksi ASI.
a) Ada dua reflek yang sangat penting dalam proses laktasi yaitu
(1) Reflek Prolaktin
Apabila putingg dirangsang, maka akan timbul rangsanggan
menuju hipotalamus selanjutnya ke kelenjar hipofisis anterior,
sehingga kelenjar ini mengeluarkan hormon prolaktin. Dengan
demikian semakin sering rangsangan makin banyak pula
nproduksi ASI. Hormon ini disekresi lebih banyak pada malam
hari dan hormon ini bersifat menekan ovulasi.
(2) Reflek Oksitosin (mengalirkan)
Rangsangan yang berasal dari putting susu, tidak hanya
diteruskan sampai hipofisis anterior tetapi juga kekelenjar
hipofisis posterior. Akibatnya bagian ini mengeluarkan hormon
oksitossin. Hormon ini berfungsi memacu kontraksi otot polos
yang ada di dinding ngaleveolus dan dinding saluran, sehingga
ASI dipompa keluar ( Salleha, 2009 hal 58 ).
b) Ada tiga reflek lain yang penting dalam mekanisme hisapan bayi,
yaitu:
(1) Reflek menangkap (rooting reflek)
Adalah refleks yang terjadi bila bayi baru lahir tersentuh
pipinya. Ia akan menoleh kearah sentuhan. Bila bibirnya
dirangsang dengan papilan maka ia akan maka ia akan
(2) Reflek mengisap
Yaitu saat bayi mengisi mulutnya dengan puting susu atau
pengganti puting susu sampai kelangit keras dan punggung
lidah, reflek ini melibatkan rahang, lidah dan pipi.
(3) Reflek menelan
Yaitu gerakan pipi dan gusi dalam menekan areola, sehingga
refleks merangsang pembentukan rahang bayi.
7) Perubahan Tanda-tanda vital
Pada masa nifas terjadi perubahan tanda-tanda vital ( Varney
2002 hal 961) yaitu :
a) Tekanan Darah
Segera setelah persalinan wanita mengalami peningkatan
sementara tekanan darah sekitar 15 mmHg untuk sistolik dan 10
mmHg untuk diastol, yang kembali ke tekanan darah sebelum
hamil dalam beberapa hari.
b) Suhu
Suhu maternal kembali normal dari suhu yang sedikit
meningkat selama periode intrapartum dan stabil dalam 24 jam
pertama pospartum.
c) Nadi
Denyut nadi yang meningkat selama persalinan akhir, kembali
normal setelah beberapa jam pertama pascapartum. Apabila nadi
di atas 100 kali permenit selama masa nifas, hal tersebut
abnormal dan mungkin menunjukan adanya infeksi dan hemoragi
d) Pernapasan
Fungsi pernapasan kembali selama jam pertama
pascapartum.
8) Sistem perkemihan
Pelvis ginjal dan uretra yang teregang dan berdilatasi selama
kehamilan, kembali normal pada akhir minggu keempat setelah
pascapartum. Segera setelah pascapartum kandung kemih
mengalami kongesti yang menyebabkan pengosongan yang tidak
lengkap dan residu urine yang berlebihan. Efek persalinan pada
kandung kemih dan uretha menghilang dalam 24 jam pertama
pascapartum ( Varney, 2002 hal 961 )
9) Sistem pencernaan
Wanita mungkin merasa lapar dan mulai makan satu atau dua
jam setelah melahirkan. Konstipasi mungkin menjadi masalah pada
masa nifas awal karena kurangnya makanan padat selama persalinan
dan menahan defekasi karena perineum mengalami perlukaaan
(Varney, 2002 hal 961 ).
10) Penurunan berat badan
Wanita mengalami penurunan berat badan rata-rata 4,5 kg pada
waktu melahirkan. Penurunan ini gabungan berat badan bayi,
plasenta, dan cairan amnion. Pada minggu pertama pascapartum
wanita mengalami penurunan berat badan sebanyak 1,9 kg karena
kehilangan cairan. Wanita mendekati berat badan prakehamilan
11) Sistem Hematologi dan Kardiovaskuler
Leukosit dengan peningkatan jumlah sel-sel darah putih sampai
15.000 atau lebih selama persalinan. Sel darah putih mengalami
peningkatan hingga 25.000 -300.000 tanpa menjadi patologis jika
wanita tersebut mengalami persalinan lama. Hemoglobin, hematrokrit
dan eritrosit sangat bervariasi pada puerperium awal sebagai akibat
dari volume darah, volume plasma dan kadar volume sel darah
merah. Kadar ini dipengaruhi oleh status hidrasi, volume cairan yang
di dapat selama persalinan wanita tersebut. Kadar semua unsure
darah kembali normal pada keadaan tidak hamil pada akhir purperium
( Varney, 2002 hal 962 ).
c. Tahap Masa Nifas
Klasifikasi masa nifas terbagi dalam 3 periode menurut Mochtar
(1998 hal 115), yaitu :
1) Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan.
2) Puerperium intermedial adalah kepulihan menyeluruh alat-alat
genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3) Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa
Tahapan yang terjadi pada masa nifas (Saleha, 2009 hal : 5-6)
adalah :
1) Periode immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada
masa ini sering terdapat banyak masalah , misalnya perdarahan. Oleh
karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan
kontraksi uterus, pengeluaran lochea, tekanan darah, dan suhu.
2) Periode early postpartum
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan
normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak
demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat
menyusui dengan baik.
3) Periode late postpartum
Pada periode ini bidan melakukan perawataan dan pemeriksaan
sehari – hari serta konseling KB.
d. Pemeriksaan abdomen pascapartum
Pemeriksaan abdomen pascapartum dilakukan selama periode
pascapartum dini yaitu pemeriksaan diastasis rektus abdominalis.
Penentuan jumlah diastasis rekti digunakan sebagai alat obyektif untuk
mengevaluasi tonus otot abdomen.
Diastasis adalah derajat pemisahan otot rektus abdomen. Pemisahan
ini diukur menggunakan lebar jari ketika otot-otot abdomen berkontraksi
dan sekali lagi ketika otot-otot tersebut relaksasi. Otot rektus abdominalis
dalam keadaan normal terletak saling berdampingan (kendati tidak
bersambungan) pada garis tengah. Ketika perut membesar akibat
kehamilan, otot-otot ini menjadi teregang dan otot-otot rektus abdominalis
Diastasis diukur dengan cara sebagai berikut :
1) Atur posisi ibu berbaring telentang datar tanpa bantal dibawah
kepalanya.
2) Tempatkan ujung-ujung jari salah satu anda pada garis tengah
abdomen dengan ujung jari telunjuk tepat di bawah umbilicus dan
jari lain berbaris longitudinal ke bawah ke arah simfisis pubis. Tepi
jari-jari menyentuh satu sama lain.
3) Minta ibu menaikkan kepalanya dan meletakkan dagu di dadanya di
area antara payudara. Pastikan ibu untuk mengencangkan otot-otot
abdomen dan tidak menekan tangannya di tempat tidur untuk
membantu dirinya, karena hal ini mencegah pengunaan otot-otot
abdomen.
4) Ketika ibu berupaya meletakkan dagunya di antara payudaranya
tekan ujung-ujung jari-jari dengan perlahan dekat ke abdomennya.
Kita akan merasakan otot-otot abdomen, layaknya dua bebat karet
yang mendekati garis tengah dari kedua sisi. Apabila diastasis lebar,
kita perlu untuk menggerakkan jari dari sisi ke sisi dalam upaya
menemukan otot tersebut, meskipun otot sudah dikontraksikan.
Apabila otot-otot abdomen memiliki tonus yang cukup baik untuk
menyatu di garis tengah ketika ditegangkan, kita akan merasakan
perlawanan terhadap jari-jari dan kemudian di bawah jari kita ketika
otot tersebut mendorong jari kita keluar dari abdomen.
5) Ukur jarak antara dua otot rektus ketika otot-otot tersebut dikontraksi
dengan menempatkan jari-jari datar dan paralel terhadap garis tengah
dan isi ruang antara otot rektus dengan jari-jari kita. Catat jumlah
6) Lalu tempatkan ujung-ujung jari satu tangan sepanjang salah satu sisi
median otot rektus abdomen ujung-ujung jari tangan kita yang lain
sepanjang sisi median otot rektus abdominis yang lain. Jika
diposisikan dengan benar, bagian punggung tangan harus
menghadap satu sama lain pada garis tengah abdomen.
7) Minta ibu untuk menurunkan kepalanya secara perlahahan ke posisi
bersandar di tempat tidur.
8) Ketika ibu menurunkan kepala, otot rektus akan bergerak lebih jauh
memisah dan kurang dapat dibedakan ketika otot relaksasi.
Ujung-ujung jari kita mengikuti otot-otot rektus ketika otot tersebut bergerak
memisah ke sisi lateral masing-masing pada abdomen.
Ukur jarak antara dua otot rektus ketika dalam keadaan relaksasi
sebagaimana pada saat kontraksi. Catat dalam jumlah lebar-jari di
antara tepi median kedua otot rektus.
9) Catat hasil pemeriksaan sebagai suatu pecahan yang di dalamnya
pembilang mewakili lebar diastasis dalam hitungan lebar jari ketika
otot-otot mengalami kontraksi dan pembagi mewakili lebar diastasis
dalam hitungan lebar jari ketika otot-otot relaksasi.
e. Komplikasi Masa Nifas
Patofisiologi yang sering terjadi pada masa nifas adalah sebagai
berikut :
1) Pendarahan pervaginam
Pendarahan kala nifas sekunder)
Pendarahan sekunder adalah pendarahan yang terjadi setelah 24
jam pertama. Penyebab utama terjadinya pendarahan karena adanya
sisa plasenta atau selaput ketuban, infeksi pada endometrium, dan
2) Infeksi Nifas
Menurut Manuaba ( 2010 hal 416) adanya infeksi pada masa
nifas ditandai dengan:
a) Tampak sakit dan lemah.
b) Temperatur meningkat lebih dari 39 oC.
c) Tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat.
d) Pernapasan dapat meningkat sehingga menyebabkan sesak
napas.
e) Kesadarah gelisah sampai menurun koma.
f) Terjadi gangguan involusi uteri.
g) Lokhea berbau dan mengeluarkan push serta kotor.
3) Kelainan pada payudara
a) Bendungan ASI
Bendungan ASI terjadi karena sumbatan pada saluran ASI,
tidak kosongkan seluruhnya. Keluhan yang muncul adalah
mamae bengkak, keras, dan terasa panas, sampai suhu badan
meningkat ( Manuaba, 2010 hal 420 ).
b) Masitis ( Radang pada payudara)
Bendungan ASI merupakan permulaan dari kemungkinan
infeksi payudara. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi
payudara adalah stafilokakus auereus yang masuk melalui luka
putting susu. Infeksi menimbulkan demam, nyeri lokal pada
payudara, terjadi pemadatanpayudara, dan terjadi perubahan
c) Abses Payudara
Infeksi payudara dapat berkelanjutan menjadi abses dengan
kriteria warna kulit menjadi merah, terdapat rasa nyeri, adanya
pembekakan di bawah kulit teraba cairan( Varney 2003 hal 271).
4) Sakit kepala yang hebat dan terus menerus, nyeri epigastrium dan
gangguan penglihatan. Gejala-gejala ini merupakan tanda-tanda
eklamsia post partum dengan disertai tekanan darah tinggi ( Marmi,
2011 hal 21 ).
5) Bengkak di wajah dan ekstremitas ( Marmi, 2011 hal 21 ).
6) Demam, muntah, rasa sakit pada saat berkemih. Padamasa nifas dini
sensitifitas kandung kemih terhadap tegangan air kemih di dalam
vesika sering menurun akibat trauma persalinan dan akibat rasa tidak
nyaman yang timbul oleh episiotomi yang lebar, laserasi, hematom
dinding vagina ( Marmi, 2011 hal 21-22 ).
7) Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama. Kelelahan yang
berat setelah persalinan dapat menganggu nafsu makan, sehingga
ibu tidak ingin makan sampai kelelahan itu hilang. Hendaknya setelah
bersalin berikan ibu minuman hangat, susu, kopi atau teh yang
bergula untuk mengembalikan tenaga yang hilang ( Marmi, 2011 hal
22 ).
8) Rasa sakit, merah, panas, dan pembengkakan di kaki. Selama masa
nifas dapat terbentuk thrombus sementara pada vena-vena maupun
di pelvis yang mengalami dilatasi ( Marmi, 2011 hal 22 ).
9) Merasa sedih atau tidak mampu merawat bayinya dan dirinya sendiri.
Penyebabnya adalah kekecewaan emosional bercampur rasa takut
nifas, kelelahan akibat kurang tidur selama persalinan dan setelah
melahirkan, kecemasan akan kemampuannya untuk merawat bayinya
dan ketakutan akan menjadi tidak menarik lagi ( Marmi, 2011 hal 22 ).
10) Sub Involusi
Segera setelah persalinan berat rahim sekitar 1000 gram, dan
selanjutnya mengalami proteolitik, sehingga otot rahim menjadi kecil
dan kembali kebentuk semula.Proses involusi uteri tidak berjalan
semestinya sehingga pengecilan rahim terlambat, Penyebanya adalah
infeksi endometrium, terdapat sisa plasenta, terdapat bekuan darah,
atau mioma uteri ( Sujiyatini 2009 hal 110).
11) Hematom
Adalah darah yang mengalir kedalam jaringan ikat di bawah kulit
yang menutupi genetalia eksterna atau dibawah mukosa vagina
hingga terbentuk hematoma (Sujiyatini 2009 hal 110).
2. Perdarahan Pasca Persalinan
a. Pengertian
Menurut Saifudin (2008 hal : 523) Perdarahan Postpartum (pasca
persalinan) yaitu perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir.
Menurut Rustam (1998 hal : 298) Perdarahan Postpartum (pasca
persalinan) yaitu perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam
setelah anak lahir.
Menurut Cuningham (2005 hal : 704) Perdarahan Postpartum (pasca
persalinan) yaitu perdarahan setelah melahirkan dengan kehilangan
b. Klasifikasi Perdarahan Pasca Persalinan
Perdarahan Pasca Persalinan menurut Rustam (1998, hal: 298)
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
1) Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemmorhage)
Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemmorhage) yaitu
perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.
2) Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemmorhage)
Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemmorhage)
yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari ke
5 sampai 15 postpartum.
Penyebab perdarahan postpartum menurut Saifuddin (2008, hal
523-529) adalah:
1) Atonia uteri
Definisi (Saifuddin, 2008, hal: 254-526) yaitu:
Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan
uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
Gejala Klinik
a) Perdarahan pervaginam terus menerus
b) Konstraksi uterus lemah dan lembek
2) Retensio plasenta
Definisi :
Retensio plasenta adalah plasenta tetap tertinggal dalam uterus
30 menit setelah anak lahir.
Tanda dan Gejala
a) Perdarahan pervaginam
b) Plasenta belum lahir setelah 30 menit kelahiran bayi
3) Robekan jalan lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari
perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan
dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus
yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks
atau vagina. Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan
vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan
spekulum juga perlu dilakukan setelah persalinan.
Perdarahan yang terjadi di mana plasenta telah lahir lengkap dan
kontraksi uterus baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut
berasal dari perlukaan jalan lahir.
Tanda dan gejala
a) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
b) Uterus kontraksi dan keras
c) Plasenta lengkap
d) Pucat dan Lemah dan menggigil
4) Inversio Uteri
Inversio uteri adalah keadaan ketika fundus uteri masuk kedalam
kaavum uteri, yang dapat terjadi mendadak atau perlahan.
Gejala:
a) Pada kala III dengan gejala nyeri hebat, perdarahan banyak
sampai syok, apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian
b) Pemeriksaan dalam
(1) Bila masih inkomplit, maka pada daerah simfisis uterus teraba
fundus uteri cekung ke dalam
(2) Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam
vagina teraba tumor lunak
(3) Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
5) Gangguan pembekuan darah
Penyebab pendarahan pasca persalinan karena gangguan
pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat
disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang
sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi
perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan
merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan,
perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain.
6) Retensio Sisa Plasenta
Retensio sisa plasenta adalah tertinggalnya bagian plasenta atau
sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dalam
uterus yang dapat menimbulkan uterus berkontraksi kurang baik dan
TFU (tinggi fundus uteri) tidak berkurang setelah plasenta lahir yang
menyebabkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post
partum sekunder.
3. Pengertian Retensio Sisa Plasenta
Definisi Retensio Sisa Plasenta menurut Saifudin (2008, hal 527) yaitu
sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal dalam uterus yang dapat
menimbulkan perdarahan postpartum primer atau lebih sering sekunder.
Menurut Cunningham (2005, hal : 709) Retensio Sisa Plasenta adalah
dapat menimbulkan perdarahan.
Dari kedua pendapat tersebut penulis mengambil kesimpulan Retensio
Sisa Plasenta adalah tertinggalnya sebagian kecil dari plasenta atau selaput
ketuban (satu atau lebih lobus) sehingga uterus tidak dapat berkontraksi
dan mengakibatkan perdarahan postpartum.
4. Etiologi / faktor predisposisi
Kondisi selama
hamil
dan bersalin dapat merupakan faktor predisposisiterjadinya perdarahan pasca persalinan. Faktor-faktor penyebab terjadinya
perdarahan harus diketahui sejak awal dan diantisipasi pada waktu
persalinan. Faktor-faktor penyebab terjadinya perdarahan karena retensio
sisa plasenta antara lain :
a. Kelainan bentuk plasenta menurut Manuaba (2010, hal: 313-314) yaitu :
1) Plasenta suksenturiata
Terdapat plasenta tambahan yang lebih kecil, disamping yang
normaldan dihubungkan dengan pembuluh darah. Penyulit plasenta
suksenturiata ada kemungkinan luput dari pengamatan dan tertinggal
dalam rahim yang dapat menimbulkan komplikasi perdarahan.
Dugaan plasenta suksenturiata bila terdapt lubang pada membran
dan pembuluh darah yang robek.
2) Plasenta spuria
Terdapat
tambahan
plasenta soliter tanpa ada hubungan denganpembuluh darah. Kerugian plasenta spuria dapat terjadi perdarahan
karena tertinggal dalam rahim.
3) Plasenta membranasea
Pertumbuhan plasenta
yang
melebar dan tipis, sehingga dapatmelepaskan diri sehingga terjadi perdarahan postpartum primer atau
sekunder dan retensio sisa plasenta.
b. Plasenta akreta adalah implantasi yang masuk ke dalam otot rahim.
Dapat menimbulkan retensio plasenta yang disertai perdarahan atau
tanpa perdarahan (Manuaba, 2010, hal : 315).
c. Plasenta inkarserata adalah adalah tertanamnya plasenta di dalam kavum
uteri. Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan dari uterus.
d. Kehamilan kembar
Pada kehamilan kembar terjadi retraksi otot atau peregangan uterus
yang berlebihan, karena keregangan otot yang berlebihan/melampaui
batas sehingga setelah persalinan terjadi gangguan kontraksi otot rahim
yang menyebabkan perdarahan postpartum (Manuaba, 2010 hal
276-277).
e. Partus Lama
Pada kasus partus lama ada pemberian obat uterotonika, semakin
banyak pemberian obat uterotonika maka proses penutupan ostium uteri
menjadi lebih cepat sehingga mengakibatkan sisa plasenta tertahan di
dalam cavum uteri dan mengakibatkan perdarahan karena retensio sisa
plasenta (Manuaba, 2010).
f. Multiparitas
Semakin sering wanita mengalamikehamilan dan persalinan maka
dapat mengakibatkan faktor resiko tinggi karena semakin sering ibu hamil
dan melahirkanfungsi reproduksi akan mengalami penurunan, otot uterus
otot-otot rahim sehingga dapat mempengaruhi kontraksi uterus dan pelepasan
plasenta (Manuaba, 2010).
g. Manajemen kala III yang kurang benar
Manajemen kala tiga persalinan yang kurang benar seperti pemberian
obat uterotonika yang tidak tepat waktunya yang dapat menyebabkan
serviks berkontraksi dan menahan plasenta. Pengeluaran plasenta yang
tidak lengkap dapat menyebabkan perdarahan pada masa nifas. Inspeksi
plasenta setelah pelahiran harus dilakukan secara rutin. Apabila ada
bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan sisa plasenta
dikeluarkan ( Varney, 2004 hal 709 ). Sisa plasenta diduga apabila kala uri
berlangsung tidak lancar atau tidak teliti dalam mengecek kelengkapan
plasenta (Sarwono, 2008 hal : 527).
h. Anemia
Pasien dengan anemia sangat rentan terjadinya perdarahan karena
sel darah merah yang ada di dalam tubuh kurang yang diakibatkan oleh
kekurangan zat besi. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang
masuknya unsur besi dengan makanan karena ganguan resorpsi,
gangguan pengunaan, atau karena terlampau banyaknya besi keluar dari
badan sehingga menyebabkan kontraksi otot uterus melemah dan dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan plasenta seperti hipertropi,
kalsifikasi, dan infark( Sarwono, 2007 hal : 451 ; Wiknjosastro, 2005).
i. Preeklampsia
Pada pasien preeklampsia dapat mempengaruhi pertumbuhan
plasenta yaitu hypertropi plasentadan menyebabkan terjadinya
karena retensio sisa plasenta. Preeklampsia dapat mempengaruhi aliran
darah ke plasentasehingga terjadi gangguan fungsi plasenta. Secara
fisiologis akan terjadi penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan
gangguan fungsi plasenta ( Jumiarni, 1995 hal 5 ; Wiknjosastro, 2005).
5. Patofisiologi
Perdarahan terjadi karena pembuluh-pembuluh darah didalam uterus
masih terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang
terbuka akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan
darah. Gangguan kontraksi otot uterus dan adanya sisa plasenta diduga pada
kala uri berlangsung tidak lancar atau setelah melakukan manual plasenta,
ditemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat
pemeriksaan plasenta, dan masih ada perdarahan dari ostium uteri
eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir yang
sudah terjahit (Sarwono, 2008; 527).
Plasenta yang tertinggal di dalam rahim akan mengganggu kontraksi
sehingga menyebabkan sinus-sinus darah tetap terbuka dan menimbulkan
perdarahan (Oxorn 2010, hal 415). Plasenta yang tertinggal diuterus dapat
menghambat penutupan pembuluh darah sehingga menyebabkan
perdarahan. Keadaan ini merupakan faktor yang dapat menyebabkan
6. Tanda dan Gejala Retensio Sisa Plasenta
Tanda dan gejala retensio sisa plasenta menurut Sarwono (2006: 175)
yaitu:
a. Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak
lengkap.
b. Perdarahan segera.
c. Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium menurut Arif Mansjoer (
2001
, hal 315) yaitu :a. Pemeriksaan darah lengkap
Bila kadar hemoglobin dibawah 10 g/dL atau anemia pada saat kehamilan
dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan.
b. Pemeriksaan golongan darah.
c. USG
Untuk menentukan adanya sisa jaringan konsepsi intrauteri.
8. Diagnosis
Dalam membuat diagnosa perdarahan postpartum karena retensio sisa
plasenta harus diperhatikan, apabila dibiarkan berlangsung terus pasien bisa
mengalami syok. Perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka
yang memiliki faktor predisposisi, tetapi pada setiap persalinan dapat terjadi
perdarahan postpartum.
Perdarahan yang terjadi dapat menumpuk di vagina dan di dalam uterus,
Untuk menentukan diagnosa dari perdarahan postpartum diperlukan
anamnesa, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen, pemeriksaan dalam,
pemeriksaan penunjang. Pada perdarahan karena retensio sisa plasenta
terjadi gangguan kontraksi uterus, sehingga tinggi fundus uteri tidak
berkurang.
9. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik adalah syok yang disebabkan oleh perdarahan yang
banyak ( Sarwono, 2008 hal 401 - 406 ). Gejala klinik syok pada umumnya
antara lain tekanan darah menurun, nadi cepat, dan lemah akibat
perdarahan. Jika terjadi vasokontriksi pembuluh darah kulit menjadi pucat,
keringat dingin, sianosis jari-jari kemudian diikuti sesak nafas, pengelihatan
kabur, gelisah dan oligouria/anuria dan akhirnya dapat menyebabkan
kematian ibu.
Menurut M. Achadiat (2004 hal 46) penanganan syok hipovolemik yaitu
dengan pemberian cairan infus RL atau NaCl dan pemberian O2.
Penanganan syok menurut Sarwono (2008 hal 401 - 406) yaitu prinsip
pertama dalam penanganan kedaruratan adalah ABC yang terdiri atas
menjaga saluran nafas (Airway), pernafasan (Breathing), dan sirkulasi darah
(Circulation). JIka situasi tersebut terjadi di luar Rumah Sakit, pasien harus
dikirim ke rumah sakit dengan segera dan aman.
Tindakan yang harus segera dilakukan jika terjadi syok yaitu :
a. Cari dan hentikan segera penyebab perdarahan.
b. Bersihkan saluran napas dan beri oksigen.
c. Naikkan kaki ke atas untuk meningkatkan aliran darah ke sirkulasi
sentral.
obat-obat IV bagi pasien yang syok.
e. Kembalikan volume darah dengan:
1) Darah segar (whole blood).
2) Larutan kristaloid: seperti ringer laktat, larutan garam fisiologis atau
glukosa 5%.
3) Larutan koloid: dekstran 40 atau 70, fraksi protein plasma (plasma
protein fraction), atau plasma segar.
f. Terapi obat-obatan
1) Analgesik: morfin 10-15 mg IV jika ada rasa sakit, kerusakan jaringan
atau gelisah
2) Kortikosteroid: hidrokortison 1 g atau deksametason 20 mg IV
pelan-pelan. Cara kerjanya dapat menurunkan resistensi perifer dan
meningkatkan kerja jantung dan meningkatkan perfusi jaringan
3) Sodium bikarbonat: 100 mEq IV jika terdapat asidosis
4) Vasopresor : untuk menaikkan tekanan darah dan mempertahankan
perfusi renal.
- Dopamin: 2,5 mg/kg/menit IV sebagai pilihan utama
- Beta-adrenergik stimulant: isoprenalin 1 mg dalam 500 ml
glukosa 5% IV infuse pelan-pelan
g. Monitoring
1) Central venous pressure (CVP): normal 10-12 cm air
2) Nadi dan tekanan darah
3) Produksi urin
4) Tekanan kaviler paru: normal 6-18 Torr
5) Perbaikan klinik: pucat, sianosis, sesak, keringat dingin, dan
10. Infeksi nifas
Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genitalis yang terjadi
setelah persalinan biasanya dari en
dometrium bekas insersi plasent
a,yang ditandai dengan kenaikan suhu sampai 38 oC derajat Celsius atau lebih
yang terjadi antara hari ke 2 – 10 postpartum ( Sarwono, 2006 hal 259-260 ).
a. Patofisiologi Infeksi Nifas
Tempat yang baik sebagai tempat tumbuhnya kuman adalah di
daerah bekas insersio (pelekatan) plasenta. Insersio plasenta merupakan
sebuah luka dengan diameter 4 cm, permukaan tidak rata,
berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang ditutupi oleh trombus. Selain itu,
kuman dapat masuk melalui servik, vulva, vagina dan perineum.
b. Faktor predisposisi infeksi nifas
1) Kurang gizi atau malnutrisi
2) Anemia
3) Higiene yang buruk.
4) Kelelahan
5) Proses persalinan bermasalah
a) Partus lama
b) Korioamnionitis
c) Persalinan traumatic
d) Kurang baiknya proses pencegahan infeksi
6) Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti
perdarahan, pre eklampsia, penyakit jantung.
7) Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah dalam
rongga rahim.
8) Episiotomi atau laserasi jalan lahir.
c. Tanda dan Gejala Infeksi Nifas
Menurut Manuaba ( 2010 hal 416 ) adanya infeksi pada masa nifas
ditandai dengan:
1) Tampak sakit dan lemah.
2) Temperatur meningkat lebih dari 39 oC.
3) Tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat.
4) Pernapasan dapat meningkat sehingga menyebabkan sesak napas.
5) Kesadarah gelisah sampai menurun koma.
6) Terjadi gangguan involusi uteri.
7) Lokhea berbau dan mengeluarkan push serta kotor.
11. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan perdarahan yang disebabkan oleh retensio sisa
plasenta menurut Saifuddin (2006, hal : 181) yaitu untuk mengeluarkan sisa
plasenta dilakukan kuretase. Bila memungkinkan sisa plasenta dapat
dikeluarkan secara eksplorasi manual.
Prosedur klinik tindakan kuretase (Saifuddin, 2006 : 443 - 446) yaitu :
a. Persetujuan tindakan medic
1) Pasien
a) Pemberian infus.
b) Perut bawah dan lipat paha dibersihkan dengan air dan sabun.
c) Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah.
d) Obat-obatan
(1) Analgetika (pethidin 1-2 mg/kg berat badan, ketamin Hcl 0, 5
mg/kg berat badan, tramadol 1-2 mg/kg berat badan)
(2) Sedative (diazepam 10 mg)
(3) Atropin sulfas 0, 25-0, 50 mg/ml
e) Larutan antiseptik (povidon iodin 10 %).
f) Oksigen dengan regulator.
g) Instrumen
(1) 1 Cunam tampon
(2) 2 klem ovum lurus
(3) 1 sendok kuret pascapersalinan
(4) 2 spekulum sim's atau L
(5) 1 kateter karet
(6) 2 jarum suntik No. 23
2) Penolong
a) 3 set baju kamar tindakan, masker dan kacamata pelindung.
b) 4 sarung tangan DTT/steril.
c) 3 pasang sepatu boot / karet
d) Instrumen
(1) 1 lampu sorot
(2) 2 mangkok logam
(3) 1 penampung darah dan jaringan
4) Tindakan
a) Pasien diberikan sedatif atau analgetik.
b) Bila penderita tidak dapat berkemih, lakukan kateterisasi
c) Setelah kandung kemih dikosongkan, lakukan pemeriksaan
bimanual (menentukan besar uterus).
d) Bersihkan dan lakukan dekontaminasi sarung tangan dengan
larutan klorin 0, 5 %.
e) Pakai sarung tangan steril.
f) Pasang spekulum Sim's atau L, masukkan bilahnya secara
vertikal kemudian putar kebawah.
g) Pasang spekulum Sim's berikutnya dengan jalan memasukan
bilahnya secara vertikal kemudian putar dan tarik ke atas
sehingga portio tampak dengan jelas.
h) Minta asisten untuk memegang spekulum atas dan bawah,
pertahankan pada posisi semula.
i) Dengan cunam tampon, ambil kapas yang telah dibasahi dengan
larutan antiseptik, kemudian bersihkan lumen vagina dan porsio.
Buang kapas ke tempat sampah dan kembalikan cunam ke
tempat semula.
j) Ambil klem ovum yang lurus, jepit bagian atas porsio (perbatasan
antara kuadran atas kiri dan kanan atau pada jam 12).
k) Setelah porsio terpegang baik, lepaskan spekulum atas.
l) Pegang gagang cunam dengan tangan kiri, ambil sendok kuret
pasca persalinan dengan tangan kanan, pegang diantara ibu jari
dan telunjuk (gagang sendok berada pada telapak tangan)
kemudian masukkan hingga menyentuh fundus.
m) Minta asisten untuk memegang klem ovum, letakkan telapak
tangan pada bagian atas fundus uteri (sehingga penolong dapat
(1) Masukkan lengkung sendok kuret sesuai dengan lengkung
kavum uteri kemudian lakukan pengerokkan dinding uterus
bagian depan searah jarum jam, keluarkan jaringan plsenta
(dengan kuret) dari kavum uteri.
(2) Masukkan ujung sendok sesuai dengan lengkung kavum
uteri, setelah sampai fundus, kemudian putar 180 derajat,
lalu bersihkan dinding belakang uterus, keluarkan jaringan
yang ada.
n) Kembalikan sendok kuret ke tempat semula, gagang klem ovum
dipegang kembali oleh asisten.
o) Ambil kapas (dibasahi larutan antiseptik) dengan cunam tampon,
bersihkan darah dan jaringan pada lumen vagina.
p) Lepaskan jepitan klem ovum pada porsio.
q) Lepaskan spekulum bawah.
r) Lepaskan kain penutup perut bawah, alas bokong dan sarung
kaki masukkan ke dalam wadah yang berisi larutan klorin 0, 5 %.
s) Bersihkan darah dan cairan tubuh dengan larutan antiseptik
5) Memberikan antibiotik yaitu ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan
dengan 3 x 1 g oral dikombinasi dengan metronidazol 1 g supositoria
dilanjutkan 3 x 500 mg oral.
6) Setelah diberikan antibiotik lakukan evakuasi sisa plasenta dengan
Prosedur Tetap (Protap) RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO tentang
penatalaksanaan perdarahan post partum yang disebabkan oleh retensio sisa
plasenta yaitu :
Bagan 2.1 bagan Prosedur Tetap (Protap) RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO tentang penatalaksanaan perdarahan post partum.
Tanda – Tanda Perdarahan > 500 Cc
Infus dengan Trans set Abocath
Retensio Plasenta dan Sisa Plasenta
Pengeluaran Plasenta Manual
Beri Uterotonika
Kuretase
B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan
1. Manajemen Kebidanan Varney
Manajemen
kebidanan adalah proses pemecahan masalah yangdigunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian
tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien.
Proses manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah Varney yang berurutan
yang secara periodik disempurnakan. Proses ini dimulai dari pengumpulan
data dasar / pengkajian, interpretasi data, diagnosa/masalah potensial,
identifikasi kebutuhan akan tindakan segera atau kolaborasi dan konsultasi,
perencana asuhan yang menyeluruh, pelaksanaan asuhan dan
mengevaluasi.
Manajemen asuhan kebidanan terdiri dari 7 langkah Varney yaitu :
a. Pengumpulan data dasar / pengkajian
Pengumpulan data dasar sebagai dasar proses asuhan kebidanan
yang bertujuan untuk mengumpulkan data / informasi mengenai keadaan
pasien. Data yang dikumpulkan berupa data subyektif dan data obyektif
dari pasien.
1) Data Subyektif
a) Anamnesa
(1) Identitas pasien
(a) Nama pasien dan suami, harus ditulis dengan jelas
agar tidak terjadi kekeliruan dengan orang lain, bila ada
titel yang bersangkutan harus disertakan (Matondang,
(b) Umur pasien dan suami, ditanyakan untuk mengetahui
pengaruh umur terhadap permasalahan kesehatan
pasien/klien dan faktor resiko, karena waktu reproduksi
sehat antara 20 sampai 35 tahun. Bila umur ibu kurang
dari 20 tahun alat-alat reproduksi belum matangnya
untuk hamil, sedangkan umur lebih 35 tahun rentan
terjadi perdarahan dalam masa nifas sehingga dapat
membahayakan kesehatan ibu maupun perkembangan
dan pertumbuhan janin ( Manuaba, 1998 : hal 27 ).
(2) Alasan datang
Dikaji untuk mengetahui apakah pasien rujukan dari
bidan atau pasien rumah sakit.
(3) Keluhan utama
Dikaji untuk mengetahui keluhan yang dirasakan
pasien. Pada pasien dengan perdarahan karena retensio
sisa plasenta pasien mengeluh lemah, mengalami
perdarahan segera, perut teraba keras dan TFU tidak
berkurang (Sarwono, 2006 hal : 175).
(4) Riwayat Kesehatan
(a) Riwayat kesehatan dahulu
Dikaji untuk mengetahui riwayat penyakit yang
pernah diderita oleh pasien yang dapat mempengaruhi
keadaan pasien dan yang berhubungan dengan
perdarahan postpartum seperti riwayat kelainan bentuk
spuria, plasenta membranasea, plasenta akreta,
plasenta inkarserata, anemia, hipertensi, penyakit
jantung dan diabetes melitus (Manuaba, 2010 hal :
313-314).
(b) Riwayat kesehatan sekarang
Dikaji untuk mengetahui riwayat penyakit yang
sedang diderita oleh pasien yang dapat mempengaruhi
keadaan pasien yang berhubungan dengan perdarahan
masa nifas seperti riwayat anemia, hipertensi, penyakit
jantung dan diabetes melitus ( Sarwono, 2007 hal :
451).
(c) Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji untuk mengetahui riwayat penyakit yang
pernah / sedang diderita oleh keluarga pasien yang
dapat mempengaruhi kesehatan pasien dan bayinya.
Penyakit keluarga yang perlu ditanyakan mencakup
penyakit jantung, anemia, hipertensi, diabetes melitus,
ginjal, dan kehamilan kembar yang dapat
menyebabkan perdarahan pada masa nifas (Manuaba,
2010 hal : 276-277).
(5) Riwayat Obstetris
(a) Riwayat Menstruasi
Diperlukan untuk mengetahui menarche, lamanya,
banyaknya, sifat darah, dismenorhea, HPHT, taksiran
persalinan (TP) dan umur kehamilan. TP ditentukan
berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT),
(b) Riwayat kehamilan dahulu dan sekarang
Dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu hamil
(gravida), periksa kehamilan dan berapa kali abortus.
Kehamilan sekarang dikaji untuk mendeteksi
komplikasi yang terjadi secara dini dengan ibu riwayat
partus lama, multiparitas dan kelainan tempat
implantasi plasenta (Manuaba, 2010 hal 315 dan
Varney, 2007 hal 525).
(c) Riwayat persalinan, nifas dahulu dan sekarang
Dikaji untuk mengetahui persalinan keberapa,
tempat persalinan, penolong persalinan, jenis
persalinan, jenis kelamin anak, keadaan bayi, keadaan
plasenta dan apakah terjadi manajemen kala III yang
tidak benar. Penting untuk mengetahui apakah proses
persalinan mengalami kelainan atau tidak yang bisa
berpengaruh pada masa nifas misalnya perdarahan
akibat retensio sisa plasenta. Dan untuk mengetahui
apakah abortus mempengaruhi persalinan dan
pengeluaran plasenta pada persalinan selanjutnya
(Sarwono, 2008 hal : 527).
(6) Riwayat perkawinan
Dikaji untuk mengetahui kemungkinan pengaruh status
perkawinan dan umur pernikahan terhadap masalah
kesehatan. Perlu ditanyakan tentang berapa kali menikah,
umur ibu terlalu muda atau terlalu tua berisiko terjadi
perdarahan pada masa nifas dan bila menikah tanpa status
yang jelas akan berkaitan dengan, 2010 hal : 134).
(7) Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang pernah
dipakai, berapa lamanya, alasan pemakaian, keluhan
selama menggunakan kontrasepsi. serta rencana KB
setelah masa nifas ini (Anggraini, 2010 hal : 136).
Contohnya pada pengguna KB IUD, salah satu efek
samping dari pemakaian KB ini adalah perdarahan vagina
hebat yang dapat menyebabkan terjadinya anemia, yang
merupakan salah satu penyebab terjadinya perdarahan
postpartum (BKKBN, 2006 hal MK 79).
(8) Pola kebutuhan sehari-hari
(a) Pola nutrisi
1)) Pola makan
Dikaji untuk mengetahui pemenuhan nutrisi ibu
pada masa nifas apakah sudah tercukupi, kurang
atau buruk. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi
makanan yang berimbang antara protein, mineral
dan vitamin. Apabila nutrisi ibu kurang dapat
mengurangi produksi ASI dan dapat terjadi
komplikasi, seperti terjadi perdarahan karena
Retensio Sisa Plasenta( Saifuddin, 2002 hal: N-25).
2)) Pola minum
Dikaji untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
cairan yang cukup untuk produksi ASI. Ibu
dianjurkan minum sedikitnya 3 liter air setiap hari
dan setiap selesai menyusui bayi( Saifuddin, 2002
hal : N - 26 ).
(b) Pola eliminasi
1) BAK
Dikaji untuk mengetahui apakah ada penyulit
pada pola BAK karena apabila BAK terganggu
maka proses kontraksi uterus pada masa nifas akan
terganggu sehingga dapat menyebabkan
perdarahan pada masa nifas.
(c) Pola aktivitas
Dikaji untuk mengetahui apa pekerjaan ibu dan
setelah melahirkan apakah ibu dapat melakukan
pekerjaan sendiri. Menyarankan ibu untuk kembali ke
kegiatan-kegiatan rumah tangga secara
perlahan-lahan, untuk mencegah kelelahan yang berlebihan
(Saifuddin, 2002 hal : N-25 ).
(d) Pola istirahat
Dikaji untuk mengetahui pola istirahat pasien dan
memastikan ibu istirahat yang cukup untuk mencegah
kelelahan yang berlebihan. Menyarankan ibu untuk
kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga secara
perlahan-lahan, beristirahat atau tidur siang selagi bayi
mengurangi jumlah produksi ASI, memperlambat
proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan,
serta menyebabkan depresi dan ketidakmampuan
untuk merawat bayi dan dirinya sendiri ( Saifuddin,
2002 hal : N-25 ).
2) Data obyektif
a) Keadaan umum
Dikaji untuk mengetahui keadaan umum pasien. Pasien
dengan perdarahan karena retensio sisa plasenta biasanya pucat
dan lemah.
b) Tingkat kesadaran
Dikaji untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.
c) Pengukuran tanda vital
(1) Tekanan darah
Dikaji untuk mengetahui tekanan darah pasien. Pasien
dengan perdarahan karena retensio sisa plasenta biasanya
tekanan darahnya rendah dan menurun dibawah normal
yaitu sistolik < 90 mmHg ( Sarwono, 2008 hal : 401).
(2) Nadi
Dikaji untuk mengetahui nadi normal atau tidak. Pasien
dengan retensio sisa plasenta biasanya nadinya menjadi
cepat lebih dari 100x/menit dan lemah(Sarwono, 2008 hal :
401 ).
(3) Suhu
Dikaji untuk mengetahui suhu pasien. Pasien dengan
menyebabkan ibu merasa kedinginan, berkeringat dingin
dan mengigil (Sarwono, 2008 hal : 401 ).
d) Pemeriksaan fisik
(1) Muka
Dikaji untuk mengetahui ada atau tidak chloasma
gravidarum, pucat dan odema. Pasien dengan retensio sisa
plasenta mengalami perdarahan sehingga ibu terlihat pucat
(Sarwono, 2008 hal : 401 ).
(2) Mata
Untuk mengetahui apakah terjadi anemia atau tidak.
Pasien dengan retensio sisa plasenta mengalami
perdarahan sehingga ibu terlihat anemis (Sarwono, 2008
hal : 401 ).
(3) Mulut
Untuk mengetahui kebersihan mulut dan lidah, warna
bibir, dan karies gigi. Pada pasien dengan perdarahan
karena retensio sisa bibir akan pucat.
(4) Abdomen
Pasien dengan retensio sisa plasenta biasanya uterus
berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang
(Saifuddin, 2006 hal : 175).
(5) Genitalia
Dikaji untuk mengetahui pengeluaran pervaginam, sifat
sisa plasenta akan mengalami perdarahan yang banyak dan
sor-soran ( Saifuddin, 2006 hal : 175).
b. Interprestasi Data
Diagnosa
Data dasar yang telah dikumpulkan sehingga ditemukan masalah atau
diagnosa yang spesifik.
Ny. . . . Umur. . . . tahun, P. . . A. . . . berapa jam/hari postpartum dengan
perdarahan karena retensio sisa plasenta.
Data dasar
Data subyektif :
Ibu yang berusia lebih dari 35 tahun dan multiparitas sangat rentan terjadi
perdarahan karena retensio sisa plasenta.
Data obyektif :
Tanda-tanda vital pada pasien dengan perdarahan karena retensio sisa
plasenta:
1) Tekanan darah
Pasien dengan retensio sisa plasenta biasanya tekanan darah
menjadi rendah dan menurun dibawah normal yaitu sistolik < 90
mmHg ( Sarwono, 2008 hal : 401 ).
2) Nadi
Pasien dengan retensio sisa plasenta biasanya nadinya menjadi
cepat lebih dari 100x/menit (Sarwono, 2008 hal : 401 ).
3) Suhu
Pasien dengan retensio sisa plasenta biasanya suhu menurun yang
mengigil ( Sarwono, 2008 hal : 401 ).
Pemeriksaan yang berkaitan dengan tanda dan gejala perdarahan karena
retensio sisa plasenta yaitu konjungtiva pucat, abdomen berkontraksi
keras, tinggi fundus uteri setinggi pusat, darah yang keluar dari jalan lahir
lebih dari 500 cc.
c. Diagnosa potensial
Diagnosa potensial berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa
yang sudah di identifikasi yang membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan. Pasien dengan retensio sisa
plasenta, diagnosa yang diantisipasi menurut Manuaba (2010, hal 413)
adalah :
1) Syok hipovolemik karena perdarahan
2) Infeksi.
d. Identifikasi kebutuhan akan tindakan segera/kolaborasi dan konsultasi
Pada langkah ini bertujuan untuk mengidentifikasikan keadaan gawat
dimana bidan harus segera bertindak atau dikonsultasikan / berkolaborasi
dengan dokter spesialis obgyn untuk menangani pasien dengan
perdarahan karena retensio sisa plasenta menurut M. Achadiat (2004, hal
: 46) .
1) Kolaborasi dengan dokter spesialis obgyn untuk pemberian infus RL
atau NaCl untuk mencegah terjadinya syok hipovolemik dan
memperbaiki keadaan ibu.
2) Kolaborasi dengan dokter spesialis obgyn untuk tindakan kuretase.
3) Perawatan post kuretase
e. Merencanakan asuhan kebidanan yang menyeluruh
Pada langkah ini membuat rencana asuhan yang menyeluruh dan
masalah yang dihadapi oleh pasien. Langkah-langkah tindakan
merupakan upaya intervensi untuk mengatasi masalah. Semua keputusan
yang di kembangkan harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan
pengetahuan dan teori yang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
keadaan pasien. (Manuaba, 2007 hal : 526 821).
1) Pemberian cairan infus RL atau NaCl. Berguna untuk mencegah
terjadinya syok hipovolemik.
2) Observasi keadaan umum pasien dan tanda vital.
3) Lakukan kuretase untuk mengeluarkan sisa plasenta.
4) Perawatan post kuretase.
f. Melaksanakan rencanakan asuhan kebidanan yang menyeluruh
Tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan rencana yang
telah disusun dan berdasarkan prosedur yang ada. Bidan melakukan
observasi sesuai dengan kriteria yang telah direncanakan. Didalam
melaksanakan tindakan, bidan dapat melakukan asuhan secara mandiri
untuk kasus-kasus yang didalam batas kewenangannya. Bila bidan
menemukan kasus diluar batas kewenangannya didalam melakukan
tindakan, maka pasien atau klien tersebut dirujuk kerumah sakit. dan
bidan berkolaboasi dengan dokter obgyn.
1) Memberikan cairan infus RL aau NaCl, untuk mencegah terjadinya
syok hipovolemik (M. Achadiat, 2004 hal 46).
2) Mengobservasi keadaan umum pasien dan tanda vital.
3) Melakukan kuretase untuk mengeluarkan sisa plasenta.
g. Evaluasi
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi untuk mengetahui
keefektifan dan keberhasilan dari asuhan yang sudah dilaksanakan
meliputi pemenuhan kebutuhan yang diperlukan.
2. Dokumentasi SOAP
SOAP meliputi :
S : Subyektif
Data subjektif menurut Helen Varney langkah pertama adalah pengkajian
data yang diperoleh dari pertanyaan yang diberikan secara langsung kepada
pasien (anamnesis), data ini berhubungan dengan masalah dari sudut
pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya dicatat
sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung
dengan diagnosis.
O : Obyektif
Data yang di peroleh melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik
pasien, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan diagnosis lain. Catatan medik
dan informasi dari keluarga dapat dimasukkan dalam data obyektif. Data ini
akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan
dengan diagnosis.
A : Assesment
Merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan)
dari data subyektif dan obyektif.
P : Planing
Planing/perencanaan asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan
C. Landasan Hukum Kewenangan Bidan
Bidan dalam memberikan pelayanan dan menjalankan praktek harus
sesuai dengan kewenangan bidan dan kode etik bidan, yang tercantum dalam
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
1464/MENKES/PER/X/2010, yaitu :
1. Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan
pelayanan yang meliputi:
1. pelayanan kesehatan ibu;
2. pelayanan kesehatan anak; dan
3. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
2. Pasal 10
a. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a
diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas,
masa menyusui dan masa antara dua kehamilan
b. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
1) pelayanan konseling pada masa pra hamil;
2) pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
3) pelayanan persalinan normal;
4) pelayanan ibu nifas normal;
5) pelayanan ibu menyusui; dan
6) pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
c. Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berwenang untuk:
1) episiotomi;
2) penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
4) pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
5) pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
6) fasilitas/bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu
eksklusif;
7) pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartum;
8) penyuluhan dan konseling;
9) bimbingan pada kelompok ibu hamil;
10) pemberian surat keterangan kematian; dan
11) pemberian surat keterangan cuti bersalin.
3. Pasal 14
a. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter,
dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9
b. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah kecamatan, atau kelurahan/desa yang ditetapakan oleh kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota.
c. Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat
dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku.
4. Pasal 18
a. Dalam melaksanakan praktek/kerja, bidan berkewajiban untuk;
1) menghormati hak pasien;
2) memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan
pelayanan yang dibutuhkan;
3) merujuk kasus yang bukan kewenangananya atau tidak dapat
4) meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
5) menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
6) melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya
secara sistematis;
7) mematuhi standar; dan
8) melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktek
kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.
b. Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu
pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai
dengan bidang tugasnya.
c. Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus membantu program
pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Kompetensi yang harus dimiliki bidan yang tercantum dalam IBI (Ikatan
Bidan Indonesia, 2006 hal : 153 -160) yaitu :
1. Kompetensi ke-3
Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk
mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi : deteksi dini,
pengobatan atau rujukan dari :
a. Pengetahuan dasar
1) Anatomi dan fisiologi tubuh manusia.
2) Siklus menstruasi dan proses konsepsi.
4) Tanda-tanda dan gejala kehamilan.
5) Mendiagnosa kehamilan.
6) Perkembangan normal kehamilan.
7) Komponen riwayat kesehatan.
8) Komponen pemeriksaan fisik yang terfokus selama antenatal.
9) Menentukan umur kehamilan dari riwayat menstruasi, pembesaran
atau tinggi fundus uteri.
10) Mengenal tanda dan gejala anemia ringan dan berat, hyperemesis
gravidarum, kehamilan ektopik tergannggu, abortus iminen, molla
hydatidosa dan komplikasinya dan kehamilan ganda, kelainan letak
serta pre eklampsia.
11) Nilai normal dari pemeriksaan laboratorium seperti Haemoglobin
dalam darah, test gula, protein, aceton, dan bakteri dalam urine.
12) Perkembangan normal dari kehamilan : perubahan bentuk fisik,
ketidaknyamanan yang lazim, pertumbuhan fundus ueri yang
diharapkan.
13) Perubahan psikologis yang normal dalam kehamilan dan dampak
kehamilan terhadap keluarga.
14) Penyuluhan dalam kehamilan : perubahan fisik, perawatan buah
dada, ketidaknyamanan, kebersihan, seksualitas, nutrisi, pekerjaan,
aktifitas (senam hamil).
15) Kebutuhan nutrisi bagi wanita hamil dan janin.
16) Penatalaksanaan imunisasi pada wanita hamil.
17) Pertumbuhan dan perkembangan janin.
19) Persiapan keadaan dan rumah/keluarga untuk menyambut kelahiran
bayi.
20) Tanda-tanda dimulainya persalinan.
21) Promosi dan dukungan pada ibu menyusui.
22) Teknik relaksasi dan strategi meringankan nyeri pada persiapan
persalinan dan kelahiran.
23) Mendokumentasikan temuan dan asuhan yang diberikan.
24) Mengurangi ketidaknyamanan selama masa kehamilan.
25) Pengunaan obat-obat tradisional ramuan yang aman untuk
mengurangi ketidaknyamanan selama kehamilan.
26) Akibat yang ditimbulkan dari merokok, pengunaan alkohol, dan obat
terlarang bagi wanita hamil dan janin.
27) Akibat yang ditimbulkan/ditularkan oleh binatang tertentu terhadap
kehamilan, misalkan toxoplasmosis.
28) Tanda dan gejala dari kompliksi kehamilan yang mengancam jiwa,
seperti pre eklampsia, perdarahan pervaginam, kelahiran premature,
anemia berat.
29) Kesejahteraan janin termasuk DJJ dan pola aktifitas janin.
30) Resusitasi kardiopulmonary.
b. Pengetahuan Tambahan
1) Tanda, gejala dan indikasi rujukan pada komplikasi tertentu dalam
kehamilan seperti asma, infeksi HIV, penyakit menular seksual (PMS),
diabetes, kelainan jantung, postmatur/serotinus.
2) Akibat dari penyakit akut dan kronis yang disebut diatas bagi
c. Ketrampilan Dasar
1) Mengumpulkan data riwayat kesehatan dan kehamilan serta
menganalisanya pada setiap kunjungan/pemeriksaan ibu hamil.
2) Melaksanakan pemeriksaan fisik umum secara sistematis dan
lengkap.
3) Melakukan pemeriksaan abdomen secara lengkap termasuk
pengukuran tinggi fundus uteri/posisi/presentasi dan penurunan janin.
4) Melakukan penilaian pelvic, termasuk ukuran dan struktur tulang
panggul.
5) Menilai keadaan janin selama kehamilan termasuk detak jantung janin
dengan mengunakan fetoscope (Pinard) dan gerakan janin dengan
palpasi uterus.
6) Menghitung usia kehamilan dan menentukan perkiraan persalinan.
7) Mengkaji status nutrisi ibu hamil dan hubungannya dengan
pertumbuhan janin.
8) Mengkaji kenaikan berat badan ibu dan hubungannnya dengan
komplikasi kehamilan.
9) Memberikan pnyuluhan pada klien/keluarga mengenai tanda-tanda
berbahaya serta bagaimana menghubungi bidan.
10) Melakukan penatalaksanaan kehamilan dengan anemia ringan,
hyperemesis gravidarum tingkat I, abortus iminen dan pre eklampsia
ringan.
11) Menjelaskan dan mendemonstrasikan cara mengurangi
ketidaknyamanan yang lazim terjadi dalam kehamilan.
13) Mengidentifikasi penyimpangan kehamilan normal dan melakukan
penanganan yang tepat termasuk merujuk ke fasilitas pelayanan yang
tepat dari :
a) Kekurangan gizi.
b) Pertumbuhan janin yang tidak adekuat : SGA & LGA.
c) Pre eklampsia dan hipertensi.
d) Perdarahan pervaginam.
e) Kehamilan ganda pada janin kehamilan aterm.
f) Kelainan letak pada janin kehamilan aterm.
g) Kematian janin.
h) Adanya edema yang signifikan, sakit kepala hebat, gangguan
pandangan, nyeri epigastrium yang disebabkan tekanan darah tinggi.
i) Ketuban pecah sebelum waktunya.
j) Persangkaan polyhydramnion.
k) Diabetes mellitus.
l) Kelainan congenital pada janin.
m) Hasil laboratorium yang tidak normal.
n) Persangkaan polyhydramnion, kelainan janin.
o) Infeksi pada ibu hamil seperti : pada ibu hamil seperti : PMS,
vaginitis, infeksi saluran perkemihan dan saluran nafas.
14) Memberikan bimbingan dan persiapan untuk persalinan, kelahiran dan
menjadi orang tua.
15) Memberikan bimbingan dan penyuluhan mengenai perilaku kesehatan
selama hamil seperti nutrisi, latihan (senam), keamanan dan berhenti
16) Pengunaan secara aman jamu/obat-obatan tradisional yang tersedia.
d. Ketrampilan Tambahan
1) Menggunakan Doppler untuk memantau DJJ.
2) Memberikan pengobatan dan atau kolaborasi terhadap penyimpangan
dari keadaan normal dengan menggunakan standar local dan sumber
daya yang tersedia.
3) Melaksanakan kemampuan LSS dalam manajemen pasca abortion.
2. Kompetensi ke-5
Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyususi yang
bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.
a. Pengetahuan dasar
1) Fisiologis nifas.
2) Proses involusi dan penyembuhan sesudah persalinan/abortus.
3) Proses laktasi/menyusui dan teknik menyusui yang benar serta
penyimpangan yang lazim terjadi termasuk pembengkakan payudara,
abses, mastitis, putting susu lecet, putting susu masuk.
4) Nutrisi ibu nifas, kebutuhan istirahat, aktifitas dan kebutuhan fisiologis
lainnya seperti pengosongan kandung kemih.
5) Kebutuhan nutrisi bayi baru lahir.
6) Adaptasi psikologis ibu sesudah bersalin dan abortus.
7) “Bonding & Attacchment” orang tua dan bayi baru lahir untuk
menciptakan hubungan positif.
8) Indikator subinvolusi : misalnya perdarahan yang terus menerus,
infeksi.
10) Tanda dan gejala yang mengancam kehidupan misalnya perdarahan
pervaginam menetap, sisa plasenta, renjatan (syok) dan
pre-eklamsia postpartum.
11) Indikator pada komplikasi tertentu dalam periode postpartum, seperti
anemia kronis, hematoma vulva, retensi urine dan incontinetia alvi.
12) Kebutuhan asuah dan konseling selama dan sesudah abortus.
13) Tanda dan gejala komplikasi abortus.
b. Ketrampilan dasar
1) Mengumpulkan data tentang riwayat kesehatan yang terfokus,
termasuk keterangan rinci tentang kehamilan, persalinan dan
kelahiran.
2) Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus pada ibu.
3) Pengkajian involusi uterus serta penyembuhan perlukaan/luka
jahitan.
4) Merumuskan diagnosa masa nifas.
5) Menyusun perencanaan.
6) Memulai dan mendukung pemberian ASI Eksklusif.
7) Melaksanakan pendidikan kesehatan pada ibu meliputi perawatan diri
sendiri, istirahat, nutrisi dan asuhan bayi baru lahir.
8) Mengidentifikasi hematoma vulva dan melaksanakan rujukan
bilamana perlu.
9) Mengidentifikasi infeksi pada ibu, mengobati sesuai kewenangan
atau merujuk untuk tindakan yang sesuai.
10) Penatalaksanaan ibu postpartum abnormal : sisa plasenta, renjatan
11) Melakukan konseling pada ibu tentang seksualitas dan KB pasca
persalinan.
12) Melakukan konseling dan memberikan dukungan untuk wanita pasca
aborsi.
13) Melakukan kolaborasi atau rujukan pada komplikasi tertentu.
14) Memberikan antibiotika yang sesuai.
15) Mencatat dan mendokumentasikan temuan-teuan dan intervensi
yang dilakukan.
c. Ketrampilan Tambahan