• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Kerucut Pengalaman Edgar Dale dan Multiple Intelligences - PENGEMBANGAN MEDIA PERMAINAN ULAR TANGGA BILANGAN ROMAWI DI KELAS IV SEKOLAH DASAR - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Kerucut Pengalaman Edgar Dale dan Multiple Intelligences - PENGEMBANGAN MEDIA PERMAINAN ULAR TANGGA BILANGAN ROMAWI DI KELAS IV SEKOLAH DASAR - repository perpustakaan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Kerucut Pengalaman Edgar Dale dan Multiple Intelligences a. Teori Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Proses pembelajaran di dalam kelas merupakan usaha yang dilakukan oleh guru terhadap siswa. Sedangkan belajar merupakan proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman belajar bagi siswa maupun guru. Sanjaya (2006: 162) berpendapat bahwa pengalaman dapat berupa pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsun. Proses untuk mendapatkan pengalaman langsung dilakukan melalui aktifititas pembelajaran pada situasi yang sebenarnya. Sedangkan untuk proses pengalaman tidak langsung dilaksanakan sebagai upaya menyikapi kendala tidak semua bahan pembelajaran dapat disajikan secara langsung. Belajar lambang bilangan romawi guru tidak harus selalu menggunakan gambar ataupun tanpa media dalam kelas. Oleh karena itu untuk memberikan pengalaman belajar tidak langsung, guru memerlukan alat bantu dalam bentuk media pembelajaran.

(2)

kerucut pengalaman (cone of experience). Kerucut pengalaman Edgar Dale dianut secara luas untuk menentukan alat bantu atau media yang sesuai, untuk memperoleh pengalaman belajar secara mudah.

Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale

(3)

b.Multiple Intelligences

Multiple intelligences merupakan sebuah teori yang di temukan oleh Dr. Howard Gardner pada tahun 1982. Sebelum teori kecerdasan multiple intelligences ini muncul, kecerdasan seseorang lebih banyak ditentukan oleh kemampuannya menyelesaikan tes IQ (Intelligent Quetiont), kemudian tes itu diubah menjadi angka standar kecerdasan.

Sedangkan Chatib, M dan Said, A. (2012: 82) menuliskan 9 jenis kecerdasan dengan definisi sebagai berikut:

1) Kecerdasan Linguistik-verbal

Kecerdasan Linguistik-verbal adalah kemampuan berfikir dalam bentuk kata-kata, menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan menghargai makna yang kompleks.

2) Kecerdasan Matematis – logis

Kecerdasan logis-matematis melibatkan banyak komponen: perhitungan secara matematis, berpikir logis, nalar, pemecahan masalah, pertimbangan deduktif dan ketajaman hubungan antara pola-pola numerik.

3) Kecerdasan Visual – Spasial

(4)

4) Kecerdasan Kinestetik

Kecerdasan kinestetik memungkinkan manusia membangun hubungan yang penting anata pikiran dan tubuh, sehingga memungkinkan tubuh untuk memanipulasi objek dan menciptaka gerakan.

5) Kecerdasan Musikal

Kecerdasan musikal adalah kemampuan seseorang yang mempunyai sesitivitas pada pola titi nada, melodi, ritme dan nada.

6) Kecerdasan Interpersonal

Kecerdasan interpersonal adalah kemampua memahami dan berinteraksi dengan orang lain secara efektif.

7) Kecerdasan Intrapersonal

Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan membuat persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan pengetahuan semacam itu dalam merencanakan dan mengarahkan kehidupan seseorang. 8) Kecerdasan Naturalis

Kecerdasan naturalis itu merupakan jenis kecerdasan yang erat hubungannya dengan lingkungan, flora dan fauna, yang tidak hanya meneyenangi alam untuk dinikmati keindahannya, akan tetapi sekaligus juga punya kepedulian untuk kelestarian alam tersebut. 9) Kecerdasan Eksistensialis

(5)

menyiapkan dirinya dalam menghadapi kematian, sehingga lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.

Multiple intellegence dapat disimpulkan suatu kemampuan atau

kecerdasan pada diri manusia. Kecerdasan yang dimiliki manusia terdapat sembilan yaitu kecerdasan eksistensialis, kecerdasan naturalis, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan matematis-logis, dan kecerdasan linguistik-verbal.

2. Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

Media merupakan suatu alat yang digunakan sebagai alat penunjang dalam proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Tiga ahli mendefinisikan pengertian media. Anitah, S (2008: 1) menjelaskan bahwa, kata media berasal dari bahasa Latin, yang merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti sesuatu yang terletak di tengah (antara dua pihak atau kutub) atau suatu alat. Media juga dapat diartikan perantara atau penghubung antara dua pihak, yaitu antara sumber pesan dengan penerima pesan atau informasi. Oleh karena itu, media pembelajaran berarti sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima pesan.

Arsyad, (2013: 3) menjelaskan bahwa kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti „tengah‟, perantara, atau

(6)

pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Media (Sundayana, R, 2014: 4) adalah wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan.

Pengertian media menurut para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa media merupakan suatu alat yang digunakan sebagai perantara untuk menyampaikan suatu pesan atau informasi dari informan ke audien.

b. Ciri-Ciri Media Pembelajaran

Media pembelajaran merupakan suatu alat yang digunakan untuk mempermudah proses belajar mengajar di sekolah. Media pembelajaran memiliki ciri-ciri tersendiri. Gerlach & Ely (Arsyad, 2014: 15-17) mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dalam proses pembelajaran. Ketiga ciri- ciri tersebut adalah ciri fiksatif, manipulatif dan distributif.

1) Ciri Fiksatif (Fixative Property)

(7)

rekamankejadian atau objek yang terjadi pada satu waktu tertentu ditransportasikan tanpa mengenal waktu.

2) Ciri Manipulatif (Manipulative Property)

Ciri media yang menjelaskan bahwa suatu kejadian memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar time-lapse recording. Manipulasi kejadian atau objek dengan jalan mengedit hasil rekaman dapat menghemat waktu.

3) Ciri Distributif (Distributive Property)

Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada seluruh siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu.

c. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran

Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pemilihan media. Sundayana, R (2014: 17) menjelakan kriteria utama dalam pemilihan media adalah ketepatan tujuan pembelajaran. Kriteria utama ini sama dengan kriteria yang pertama menurut Susilana. Kriteria umum pemilihan media (Susiliana, R., dan Riyana, C., 2007: 69-71) adalah sebagai berikut:

(8)

2) Kesesuaian dengan materi pembelajaran (Instructional content), yaitu bahan atau kajian apa yang akan diajarkan pada program pembelajaran tersebut. Pertimbangan yang lain yaitu dari bahan atau pokok bahasan tersebut sampai sejauh mana kedalaman yang harus dicapai, dengan demikian, kita dapat mempertimbangkan media apa yang sesuai untuk menyampaikan bahan tersebut.

3) Kesesuaian dengan karakteristik pembelajaran atau siswa, dalam hal ini media haruslah familiar dengan karakteristik siswa atau guru. 4) Kesesuaian dengan teori. Pemilihan media harus sesuai dengan

teori.

5) Kesesuaian dengan gaya belajar siswa. Kriteria ini didasarkan atas kondisi psikolog siswa, bahwa siswa belajar dipengaruhi pula oleh gaya belajar siswa.

Dari dua pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kriteria pemilihan media pembelajaran harus melihat dari beberapa sudut pandang seperti ketepatan dengan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan, media juga harus sesuai dengan karakteristik kemampuan siswa, media juga harus sesuai dengan materi ajarnya.

3. Permainan Ular Tangga a. Pengertian

(9)

permainan yang sering dimainkan oleh anak-anak yang terdiri dari dua orang atau lebih. Permainan ini menggunakan dadu yang digunakan untuk mendapatkan nomer berapa pemain atau bidaknya berjalan.

Abdillah, I., & Sudrajat, D (2014: 45) dalam jurnalnya menyebutkan Ular tangga adalah permainan papan yang dimainkan oleh dua orang atau lebih. Papan permainan dibagi dalam kotak-kotak kecil dan di beberapa kotak digambar sejumlah "tangga" atau "ular" yang menghubungkannya dengan kotak lain. Permainan ini diciptakan pada tahun 1870. Papan permainan tidak ada yang standar dalam ular tangga. Setiap orang dapat menciptakan papan mereka sendiri dengan jumlah kotak, ular dan tangga yang berlainan.

Permainan ular tangga menurut Abdillah, I., & Sudrajat, D di atas dapat diketahui bahwa permainan ular tangga sudah ada pada tahun 1870. Permainan ular tangga papannya yang digunakan tidak ada yang standar karena setiap orang memiliki konsep sendiri dalam membuat papan permainan ular tangga tersebut. Permainan ini dimainkan oleh dua orang atau lebih.

b. Strategi Game Ular Tangga

(10)

kegiatan pembelajaran menyebabkan permainan ini sangat di senangi oleh siswa (Said, A., & Budimanjaya, A, 2015: 240)

Permainan ular tangga merupakan suatu starategi yang efektif pada pembelajaran matematika, untuk memudahkan siswa dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru. Permainan ini juga suatu stategi untuk melatih interaksi siswa supaya menjadi baik. Siswa menyenangi pembelajaran apabila guru mampu memilih strategi yang sesuai dalam menyampaikan materi ajar.

c. Prosedur Penerapan Strategi Permainan Ular Tangga

Permainan ular tangga tidak mudah untuk digunakan dalam proses belajar mengajar menggunakan permainan dan tidak sulit juga dalam memainkan permainan ular tangga ini. Said, A., & Budimanjaya, A (2015: 240) menyebutkan bahwa tidak sulit menggunakan permainan ular tangga dalam pembelajaran. Langkah-langkah mengajar menggunakan starategi games ular tangga yaitu:

1) Siapkan papan permainan ular tangga beserta dadu yang mempunyai mata enam.

2) Buat pertanyaan lalu tempelkan kertas yang berisi pertanyaan pada setiap kotakpapan permainan ular tangga.

(11)

uraikan di atas tentang permainan ular tangga dan media. Media permainan ular tangga mampu membuat pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. 4. Matematika

a. Pengertian Matematika

Matematika adalah salah satu materi yang dianggap sulit oleh siswa di sekolah. Matematika menurut Ruseffendi dalam Heruman, (2007: 1) adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.

Susanto, A (2014: 185) menjelaskan bahwa matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan konstribusi dalam menyelesaikan masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(12)

b. Tahap Penguasaan Matematika di Sekolah Dasar

Pembelajaran-pembelajaran di sekolah pasti memiliki suatu tahapan-tahapan tertentu, begitu juga dengan matematika juga memiliki tahapan-tahapan dalam penguasaan materi. Tim Direktorat Pembinaan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar (2009: 1) menjelaskan 4 tahap penguasaan matematika yaitu:

1) Penanaman Konsep

Tahap penanaman konsep merupakan tahap pengenalan awal tentang konsep yang akan dipelajari siswa. Pada tahap ini pengajaran memerlukan penggunaan benda konkrit sebagai alat peraga.

2) Pemahaman Konsep

Tahap pemahaman konsep merupakan tahap lanjutan setelah konsep ditanamkan. Pada tahap ini penggunaan alat peraga mulai dikurangi dan bentuknya semi konkrit sampai pada akhirnya tidak diperlukan lagi.

3) Pembinaan Keterampilan

(13)

4) Penerapan Konsep

Tahap penerapan konsep yaitu penerapan konsep yang sudah dipelajari ke dalam bentuk soal-soal terapan (cerita) yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Tahap ini disebut juga sebagai pembinaan kemampuan memecahkan masalah.

Berdasarkan penjelasan tentang tahap-tahap penguasaan materi di atas guru harus menguasai konsep materi yang akan disampaikan kepada siswa. Guru harus memahami setiap tahap penguasaan materi dimana tahap penanaman konsep guru harus mampu menguasai konsep pengenalan materi dengan menggunakan benda konkret. Tahap pemahaman konsep guru dalam pembelajaran sudah mengurangi penggunaan media atau alat peraga yang digunakan. Tahap selanjutnya siswa sudah di latih untuk mencongkak danberlomba. Tahap keempat siswa sudah diberikan soal-soal cerita untuk menerapkan konsep yang sudah didapatkannya.

c. Tahap Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

(14)

berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoprasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa siswa SD berumur 6 satau 7 tahun sampai 12 atau 13 tahun dimana siswa pada umur tersebut masih belajar dengan mudah memahami apabila apa yang disampaikan adalah suatu benda yang konkret. Guru harus mampu membuat suatu contoh yang dapat dipahami oleh siswa berupa suatu contoh konkret.

d. Tujuan Pembelajaran Matematika

Pembelajaran yang diberikan di sekolah pasti memiliki suatu tujuan sama halnya dengan pembelajaran matematika juga memiliki suatu tujuan yang dapat berguna dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar menurut Depdiknas dalam Susanto, A (2014: 190) adalah sebagai berikut:

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau logaritma.

(15)

3) Memecahkan masalah matematika yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.

5) Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Uraian tujuan pembelajaran matematika di atas maka dapat di ringkas bahwa pembelajaran matematika adalah suatu ilmu pasti. pembelajaran matematika harus memahami suatu konsep yang ada di dalam pembelajaran matematika, siswa diharapkan mampu menggunakan penalarannya dengan baik, seorang siswa juga harus mampu menyelesaikan suatu masalah yang diberikan oleh guru berupa soal dan mampu mengomunikasikan dengan guru atau teman sebaya. Siswa juga diharapkan mampu memiliki sikap menghargai terhadap apa yang terjadi dan yang berhubungan dengan matematika.

(16)

sendiri, suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain, apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting, dan anak menghendaki nilai rapot yang tinggi tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.

Masa kelas tinggi sekolah dasar, kira-kira umur 10 sampai 13 tahun beberapa sifat khas pada anak masa ini adalah adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, amat realistik, memiliki minat terhadap mata pelajaran tertentu, pada masa ini, anak memandang nilai rapor sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah dan anak-anak gemar membentuk kelompok sebaya untuk dapat bermain bersama-sama dan anak tidak terikat pada peraturan permainan tradisional.

Kelas tinggi salah satunya yaitu dikelas empat, siswa lebih suka kepada hal-hal yang lebih konkret. Matematika dikelas tinggi dalam penyampaian materi atau konsep materi harus lebih konkret. konkret tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan media permainan.

5. Materi Lambang Bilangan Romawi

Materi lambang bilangan romawi adalah salah satu materi yang diajarkan di kelas IV SD pada semester II, yang dijelaskan dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD yaitu

(17)

7.2 Menyatakan Bilangan Cacah sebagai bilangan romawi dan sebaliknya.

Secara umum lambang bilangan romawi terdiri dari 7 angka (dilambangkan dengan huruf) sebagai berikut:

I melambangkan bilangan 1 V melambangkan bilangan 5 X melambangkan bilangan 10 L melambangkan bilangan 50 C melambangkan bilangan 100 D melambangkan bilangan 500 M melambangkan bilangan 1000

Bilangan-bilangan lain yang dilambangkan oleh perpaduan (campuran dari ketujuh lambang bilangan tersebut.

Membaca bilangan romawi juga tidak dengan semaunya sendiri tetapi terdapat suatu aturan-aturan dalam membaca bilangan romawi yaitu

a. Jika lambang yang menyatakan angka lebih kecil terletak di kanan, maka lambang-lambang romawi tersebut dijumlahkan.

b. Penambahan paling banyak tiga angka. Contoh:

XIII= X + I + I + I = 10 + 1 + 1 + 1

= 13

(18)

c. Jika lambang yang menyatakan angka lebih kecil dikiri, maka lambang-lambang romawi tersebut dikurangkan.

d. Pengurangan paling banyak satu angka.

(Mustaqim, B., & Astuty, A, 2008: 193-200) 6. Model Pengembangan Media Pembelajaran

Model pengembangan media pembelajaran di dunia pendidikan sangat beraneka ragam macamnya. Prosedur pengembangan media yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah prosedur pengembangan media menurut Susiliana, R., dan Riyana, C. (2007: 27) yang memiliki langkah-langkah sebagai berikut:

(19)

Berdasarkan model pengembangan di atas maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Identifikasi Kebutuhan dan Karakteristik Siswa

Media pembelajaran yang digunakan di dasarkan atas kebutuhan siswa dan sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh siswa. Media yang digunakan siswa, haruslah relevan dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa program yang terlalu mudah akan membuat siswa cepat bosan dan sedikit sekali manfaatnya bagi siswa. Sebaliknya untuk media yang sulit juga dapat membuat siswa tidak memahami apa yang disampaikan oleh gurunya. b. Perumusan Tujuan

Tujuan yang baik, yaitu yang jelas, terukur, operasional, tidak mudah untuk dirumuskan oleh guru, diperlukan latihan, penelaahan terhadap kurikulum dan pengalaman saat melakukan pembelajaran di kelas. Patokan dalam merumuskan tujuan haruslah memiliki ketentuan sebagai berikut:

1) Learner Oriented, dalam merumuskan tujuan, harus selalu berpatokan

(20)

2) Operational. Perumusan tujuan harus dibuat secara spesifik dan oprasional sehingga mudah untuk mengukur tingkat keberhasilannya. Tujuan yang spesifik ini terkait dengan penggunaan kata kerja.

3) ABCD (Audience, Behaviour, Conditioning, Degree). Audiencenya sasaran sebagai pembelajaran yang perlu dijelaskan secara spesifik agar untuk siapa tujuan tersebut diberikan. Behaviour adalah perilaku spesifik yang diharapkan dan dilakukan atau muncul oleh siswa setelah pembelajaran berlangsung. Conditioning yaitu keadaan yang harus dipenuhi atau dikerjakan siswa pada saat dilakukan pembelajaran. Degree adalah batas minimal tingkat keberhasilan terendah yang harus dipenuhi dlam mencapai perilaku yang diharapkan.

c. Perumusan Butir-butir Materi

Titik tolak perumusan materi pembelajaran adalah dari rumusan tujuan. Materi perlu disusun dengan memperhatikan kriteria-kriteria tertentu, diantaranya:

1) Sahih atau valid, materi yang dituangkan dalam media untuk pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaranya dan kesahihannya. 2) Tingkat kepentingan (significant), dalam memilih materi perlu

(21)

3) Kebermanfaatan (utility) kebermanfaatan yang dimaksud haruslah dipandang dari dua sudut pandang yaitu kebermanfaatan secara akademis dan non akademis, secara akademis materi harus bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan siswa, sedangkan non akademis materi harus menjadi bekal berupa file skill baik berupa pengetahuan aplikatif, keterampilan dan sikap yang dibutuhkannya dalam kehidupan keseharian.

4) Learnability, artinya sebuah program harus dimungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah, sulit ataupun sukar) dan bahan ajar tersebut layak digunakan sesuai dengan kebutuhan setempat.

5) Menarik minat (interest) materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi siswa untuk mempelajarinya lebih lanjut. Setiap materi yang diberikan kepada siswa harus menimbulkan keingintahuan lebih lanjut, sehingga memunculkan dorongan lebih tinggi untuk belajar secara aktif dan mandiri.

d. Perumusan Alat Pengukur Keberhasilan

Alat pengukur keberhasilan belajar ini perlu dikembangkan dengan berpijak kepada tujuan yang telah dirumuskan dan harus sesuai dengan materi yang sudah disiapkan.

e. Penulisan Garis Besar Program Media (GBPM)

(22)

dengan mengacu pada analisis kebutuhan, tujuan dan materi. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari sajian media ini antara lain adalah terjadinya persamaan persepsi, effisien (tidak memerlukan penjelasan yang panjang), effektif (sampai ke sasaran), dan motivatif dan rekreatif. f. Penulisan Naskah Media

Pembuatan naskah media dimulai dengan ide atau gagasan. Untuk menghasilkan suatu media yang baik harus memiliki kreativitas dan ide yang bagus, agar media yang dihasilkan menarik untuk siswa.

g. Test atau Uji Coba

Tes atau uji coba merupakan tahap uji coba terhadap pakar kemudian pakar memberikan masukan-masukan untuk media yang telah dibuat tersebut, agar media yang sudah jadi nantinya memiliki kualitas yang baik untuk diuji cobakan kepada siswa.

h. Revisi

Revisi merupakan perbaikan-perbaikan yang dilakukan setelah mendapatkan masukan dari pakar yang telah melakukan tahap uji coba kepada pakar. Kemudian setelah direvisi media divaliditas oleh pakar sampai media yang dikembangkan layak untuk diuji cobakan pada siswa saat pembelajaran.

i. Media Siap produksi

(23)

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang telah dilakukan oleh Nachiappan. S., dkk (2014: 228) merupakan suatu penelitian yang berjudul Snake and Ladder Games in Cognition Development on Students with Learning Difficulties. Penelitian ini

menyebutkan bahwa

“For students with learning difficulties, the use of snake and ladder game is effective for students to master on calculating skill. Snake and ladder game allows students to understand the concept of Mathematics easily. In addition, students can be exposed to the operations of addition and subtraction indirectly and it is also a suitable activity for leisure time. This is to promote social skills and interaction among the players. Good interaction among the players is very important for the game to go on smoothly and also to make sure that everyone is having fun with it.” Yang artinya “Siswa yang kesulitan belajar, penggunaan Permainan Ular tangga efektif digunakan bagi siswa untuk penguasaan berhitung. Permainan ular tangga memungkinkan siswa untuk memahami konsep Matematika dengan mudah. Selain itu, siswa dapat memahami operasi penjumlahan dan pengurangan secara tidak langsung dan permainan ini merupakan kegiatan yang cocok untuk waktu luang. Ini adalah untuk mempromosikan keterampilan sosial dan interaksi antara para pemain. interaksi yang baik antara pemain sangat penting untuk permainan yang lancar dan juga memastikan bahwa semua orang bersenang-senang dengan itu”.

Hasil penelitian di atas menjelaskan bahwa permainan ular tangga merupakan suatu media permainan yang efektif digunakan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran menggunakan media permainan ular tangga dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematika dengan mudah. Media permainan ular tangga membantu siswa untuk lebih mudah memahami penjumlahan dan pengurangan. Media permainan ular tangga membantu siswa untuk berinteraksi dengan teman satu kelasnya.

(24)

ladders game is rejected meanwhile the alternative hypothesis which said there is significant difference in speaking score between the students who are taught using snakes and ladders game and students who are taught without using snakes and ladders game is accepted”. Yang artinya “Penelitian ini menunjukkan bahwa permainan ular tangga merupakan media yang efektif. Penelitian ini dan berdasarkan hipotesis yang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam skor antara siswa yang diajar tanpa permainan ular tangga dan siswa yang diajar menggunakan permainan ular tangga ditolak sedangkan hipotesis alternatif yang mengatakan ada perbedaan yang signifikan dalam berbicara skor antara siswa yang diajar menggunakan permainan ular tangga dan siswa yang diajar tanpa menggunakanpermainan ular tangga diterima”

Hasil penelitian menurut Novita, A.P (2014: 5) menjelaskan bahwa permainan ular tangga merupakan permainan yang efektif digunakan dalam pembelajaran. Prestasi belajar siswa dengan menggunakan permainan ular tangga naik. Prestasi belajar antara siswa yang pembelajarannya menggunakan media ular tangga dan tidak menggunakan media ular tangga terdapat perbedaan dalam skornya.

Kedua penelitian di atas telah diketahui bahwa media permainan ular tangga merupakan suatu media yang efektif dalam pembelajaran. Penelitian Nachippan, S., dkk hasilnya adalah permainan ular tangga dapat membantu siswa dalam penguasaan berhitung dan dapat membuat siswa bersenang-senang dalam pembelajaran. Sedangkan Novita, A.P dalam penelitiannya menyebutkan bahwa media perminan ular tangga dalam pembelajaran dapat meningkatkan skor siswa dalam belajar.

(25)

C. Kerangka Berpikir

Media pembelajaran merupakan salah satu alat penunjang didalam proses pembelajaran. Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar sebagian besar guru belum menggunakan media pembelajaran. Proses pembelajaran masih berpusat kepada guru. Tidak adanya media pembelajaran dapat menghambat proses pembelajaran dalam penyampaian materi terhadap siswanya. Padahal dengan adanya media dapat mempermudah siswa dalam menyerap materi pembelajaran. Guru disini dituntut untuk lebih kreatif dalam menyampaikan materi kepada siswa. Oleh karena itu guru harus memiliki kemampuan dalam memilih metode pembelajaran dan kreatif dalam mengembangkan media pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakter siswa sehingga siswa akan lebih memahami materi pelajaran.

Media permainan untuk menunjang proses belajar mengajar dapat digunakan oleh guru dalam mengajarkan mata pelajaran matematika, khususnya materi lambang bilangan romawi yang masih menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi oleh guru. Melalui pengembangan media permainan ular tangga bilangan romawi dalam pembelajaran diharapkan berpengaruh pada proses belajar siswa, yaitu siswa akan lebih aktif dan tidak merasa bosan dengan materi yang disampaikan dengan bentuk permainan.

(26)

yang ada di sekolah. Hasil dari evaluasi tersebut adalah dilakukan suatu pengembangan terhadap permainan ular tangga untuk menjadi suatu media pembelajaran. Setelah mengembangkan produk media yang sudah dikembangkan jadi, maka proses selanjutnya media akan di validasi oleh pakar. Validasi yang dilakukan mendapatkan dua kemungkinan yaitu media tersebut layak digunakan atau tidak layak digunakan. Apabila media belum layak digunakan maka dilakukan revisi terhadap media, sampai media tersebut dianggap layak. Setelah di validasi dan dianggap layak oleh pakar maka media siap diuji cobakan di dalam pembelajaran. Hasil yang diharapkan adalah pemanfaatan dan pengembangan media secara maksimal, siswa lebih bersemangat dalam pembelajaran, meningkatkan prestasi belajar siswa.

(27)

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, dapat dirumuskan hipotesis:

1. Pengembangan media permainan ular tangga bilangan romawi layak digunakan.

2. Terdapat pengaruh media permainan ular tangga terhadap prestasi belajar pada materi lambang bilangan romawi.

Hasil Observasi

1. Pemanfaatan Media Pembelajaran belum Maksimal

2. Partisipasi Aktif siswa masih kurang 3. Media yang digunakan berupa

gambar-gambar

1. Pemanfaatan dan pengembangan media secara maksimal.

2. Siswa lebih bersemangat dalam pembelajaran.

Gambar

gambar ataupun tanpa media dalam kelas. Oleh karena itu untuk
Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale
Gambar 2.2 Model Pengembangan Pembelajaran menurut Susilana
  gambar

Referensi

Dokumen terkait

a) Mampu mencari gambar yang sesuai dengan dadu kata pada permainan ular tangga. 3) Memahami aturan dan melakukan bermacam-macam permainan..

Berdasarkan rumusan masalah maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan media permainan ular tangga modifikasi berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan

Pada tindakan 3 pembelajaran permainan ular tangga modifikasi berlangsung dengan tertib dan anak terlihat sangat antusias saat melakukannya. Kemampuan konsep blangan

Pengembangan Media Pembelajaran Permainan Ular Tangga Berdasar Teori Dienes Pada Mata Pelajaran Matematika Kelas 4 SD.. Program Studi S1 PGSD FKIP Universitas Kristen

Pertama, permainan ular tangga ini merupakan media pembelajaran yang digunakan untuk membantu siswa belajar sehingga peran guru adalah memfasilitasi siswa dalam permainan

Pada penelitian pengembangan alat permainan edukatif Wayang Ular Tangga (Walarta) untuk pengenalan nilai-nilai karakter yang berperan sebagai ahli materi pada

Guru menerapkan model pembelajaran “ular tangga PAI ( SKI dan Fiqih )” untuk memahami konsep materi sistem yang akan diberikan dengan tahapan sebagai berikut :. • Permainan ini

Langkah-langkah permainan ular tangga sehingga dapat meningkatkan kemampuan mengenal kata yaitu 1 guru menyiapkan media permainan ular tangga, dadu, pion, 2 anak-anak dikondisikan