• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan - ALDILA MEISTI ANISAKURI BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan - ALDILA MEISTI ANISAKURI BAB II"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini digunakan bagi penulis untuk memberikan referensi atau acuan. Selain itu juga untuk membedakan antara penelitian yang dulu dengan yang akan ditulis. Untuk membedakan penelitian yang berjudul “Kajian Eufemisme Dalam Kalimat-Kalimat Pada Rubrik Peristiwa Tabloid Nova Edisi Februari-April 2017” dengan penelitian yang sebelumnya, maka penulis meninjau penelitian mahasiswa Pedidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan penelitian mahasiswa Pendidikan Bahasa Jawa, FBS Universitas Negeri Yogyakarta. Pertama, penelitian dari mahasiswa pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia menganalisis eufemisme pada majalah Kartini. Kedua, penelitian mahasiswa Pendidikan Bahasa Jawa menganalisis eufemisme pada majalah Jaya Baya.

1. Penelitian berjudul Kajian Eufemisme dalam Rubrik Problematika Pada Majalah Kartini Edisi Tahun 2013, oleh : Tri Astuti, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto

(2)

Januari-Juli tahun 2013 berupa kata, frasa, dan klausa. (2) Konotasi tidak pantas dan konotasi kasar adalah konotasi yang digantikan oleh eufemisme dalam rubrik problematika majalah Kartini bulan Januari-Juli 2013.

Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada masalah penelitian dan sumber data penelitian. Masalah pada penelitian sebelumnya yaitu bentuk eufemisme dan konotasi yang digantikan oleh eufemisme. Sedangkan yang akan dilakukan pada penelitian ini masalah penelitiannya bentuk eufemisme, fungsi penggunaan eufemisme, dan jenis referensi eufemisme. Sumber data pada penelitian sebelumnya yaitu rubrik problematika pada majalah Kartini edisi Januari-Juli 2013. Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan sumber datanya rubrik Peristiwa pada Tabloid Nova edisi Februari-April 2017.

Persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama berobjek pada media cetak yaitu majalah atau tabloid. Latar belakang objek penelitian sama yaitu tabloid atau majalah yang mempunyai sasaran pembaca wanita. Selain sasaran pembaca wanita, tabloid dan majalah tersebut sama-sama banyak membahas mengenai wanita atau kebutuhan wanita. Persamaan lainnya yaitu sama-sama mendeskripsikan bentuk-bentuk eufemisme. Bentuk-bentuk eufemisme yang akan diteliti berupa kata, frasa, dan klausa.

2. Penelitian berjudul Pemakaian Eufemisme Dalam Cerkak Majalah Jaya Baya Edisi April - Juli 2012, oleh : Alia Retna Fitriani, Pendidikan Bahasa Jawa Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, FBS Universitas Negeri Yogyakarta

(3)

2012 berupa kata, frasa dan klausa. Bentuk kebahasaan yang berupa kata lebih dominan daripada frasa dan klausa. (2) Fungsi penggunaan eufemisme dalam cerkak majalah JB edisi April – Juli 2012 yaitu sebagai alat untuk menghaluskan ucapan. Dilihat dari fungsi pemakaian eufemismenya, walaupun dari berbagai referensi yang berbeda-beda akan tetapi memiliki fungsi yang sama yaitu menghaluskan ucapan. (3) Nilai-nilai rasa yang bentuknya digantikan dengan bentuk eufemisme dalam cerkak majalah JB edisi April – Juli 2012 berupa nilai rasa positif dan negatif.

Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada masalah penelitian dan sumber data penelitian. Masalah pada penelitian sebelumnya yaitu bentuk eufemisme, fungsi penggunaan eufemisme, referensi eufemisme, dan nilai rasa yang digantikan dengan bentuk eufemisme. Sedangkan yang akan dilakukan masalah penelitiannya bentuk eufemisme, fungsi penggunaan eufemisme, dan jenis referensi eufemisme dengan pemaparan yang berbeda. Sumber data pada penelitian sebelumnya yaitu cerkak majalah Jaya Baya edisi April - Juli 2012. Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan sumber datanya rubrik Peristiwa pada Tabloid Nova edisi Februari-April 2017.

(4)

B. Eufemisme

1. Pengertian Eufemisme

Kata eufemisme berasal dari bahasa Yunani euphemizien yang berarti berbicara dengan kata-kata yang jelas dan wajar, yang diturunkan dari eu „baik‟ + phanai „berbicara‟. Jadi, secara singkat, menurut Dale eufemisme berarti pandai berbicara, berbicara baik (Tarigan, 2015). Lebih lanjut menurut beliau bahwa eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dianggap merugikan, dirasakan kasar, atau tidak menyenangkan (Tarigan, 2015: 135). Menurut Keraf (2006: 132) eufemisme adalah semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Menurut Wijana eufemisme adalah pemakaian kata tau bentuk lain untuk menghindari bentuk larangan atau bentuk yang ditabukan di dalam bahasa (Wijana, 2011: 78). Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat dikatakan bahwa eufemisme merupakan suatu usaha dalam pemakaian bahasa untuk menggantikan kata-kata yang digunakan dalam berkomunikasi. Kata-kata yang dianggap kasar diganti dengan kata-kata yang lebih halus untuk menjaga perasaan orang lain.

2. Bentuk Eufemisme

(5)

komposisi. Satuan gramatik meliputi morfem, kata frase, klausa, kalimat dan wacana. Satuan-satuan gramatik yang digunakan sebagai eufemisme hanya berupa kata, frasa, dan klausa. Oleh karena itu, bentuk eufemisme dapat dikategorikan sebagai kata, frasa, dan klausa.

a. Kata

Kata ialah satuan bebas yang paling kecil. Atau dengan kata lain, setiap satu satuan bebas merupakan kata (Ramlan, 2009: 33). Menurut Chaer (2007: 162) kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua spasi, dan mempunyai satu arti. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kata merupakan satuan yang paling kecil yang memiliki satu pengertian. Perhatikan contoh kata-kata berikut: mobil, rumah, sepeda, ambil, dingin, dan kuliah. Keenam kata yang kita ambil itu, kita akui sebagai kata karena setiap kata mempunyai makna. Berbeda dengan kata adepes, libma, ninggis, dan haklab. Kata tersebut bukan termasuk kata dari bahasa Indonesia karena tidak mempunyai makna. Dalam penelitian ini peneliti mengamati bentuk eufemisme yang berupa kata secara spesifik yaitu kata dasar dan kata bentukan.

1) Kata Dasar

(6)

Contoh eufemisme yang berbentuk kata dasar misalnya mantan yang menggantikan bekas. Eufemisme bunting yang digantikan dengan kata hamil.

2) Kata Bentukan

Kata bentukan merupakan kata yang telah mengalami proses afiksasi atau berimbuhan, pemajemukan, dan berakronim. Kata berimbuhan adalah kata yang mengalami pengimbuhan atau afiksasi. Imbuhan atau afiks adalah morfem terikat yang digunakan dalam bentuk dasar untuk menghasilkan suatu kata (Muslich, 2009: 38). Hasil pengimbuhannya menghasilkan kata berimbuhan atau kata turunan. Dari definisi di atas disimpulkan bahwa kata berimbuhan adalah kata yang telah mangalami pengimbuhan atau afiksasi. Contoh eufemisme yang berbentuk kata berimbuhan misalnya dimakamkan yang menggantikan dikuburkan.

(7)

Kata berakronim merupakan kata-kata yang telah mengalami proses akronim. Akronim adalah pemendekan dua kata atau lebih menjadi satu kata saja, dengan kata lain akronim merupakan kata. Maknanya merupakan kepanjangan kata tersebut (Pateda, 2001: 150). Menurut Chaer (2007: 192) akronim adalah hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Wujud pemendekannya dapat berupa pengekalan huruf-huruf pertama dan berupa pengekalan suku-suku kata yang berbentuk kata misalnya lapas pemendekan dari lembaga pemasyarakatan.

b. Frasa

Frasa ialah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 2007: 222). Cook, dkk (dalam Tarigan, 2009b: 96) berpendapat bahwa frasa adalah satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih, yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa. Frasa merupakan satuan linguistik yang lebih besar dari kata dan lebih kecil dari klausa dan kalimat. Artinya frasa tidak memiliki predikat dalam strukturnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa frasa adalah satuan gramatikal yan terdiri dari dua kata atau lebih yan tidak memiliki predikat dalam strukturnya. Contoh eufemisme yang berbentuk frasa yaitu pemutusan hubungan kerja yang menggantikan bentuk pemecatan, pemberlakuan tarif baru menggantikan bentuk kenaikan harga dan dan tingkat perekonomian yang rendah menggantikan bentuk kemiskinan.

(8)

berupa verba atau kata kerja. Frasa ini dapat menggantikan kedudukan kata verba di dalam sintaksis. Semisal frasa verba sedang membaca, sudah mandi, makan lagi, dan tidak akan datang. Frasa ajektifa adalah frasa yang intinya berupa kata ajektifa atau kata sifat. Beberapa contohnya seperti sangat cantik, indah sekali, dan kurang baik. Frasa numeralia adalah frasa yang intinya berupa kata numeral atau kata bilangan. Contohnya seratus dua puluh lima dan tiga belas.

c. Klausa

Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata yang berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata dan frasa, yang berfungsi sebagai predikat, dan yang lainnya berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan (Chaer, 2007: 231). Ramlan (dalam Tarigan, 2009b: 76) berpendapat bahwa klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat atau suatu bentuk linguistik yang terdiri atas subjek dan predikat. Jadi dapat disimpulkan bahwa klausa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari subjek dan predikat bisa juga disertai objek dan keterangan. Contoh eufemisme yang berbentuk klausa yaitu menafkahi keluarga yang menggantikan bentuk mencari uang untuk keluarga.

(9)

predikatnya berupa adverbia. Misalnya klausa bandelnya teramat sangat. Klausa preposisional adalah klausa yang predikatnya berupa frasa yang berkategori preposisi. Misalnya kakek ke pasar baru. Klausa nominal adalah klausa yang predikatnya berupa kata atau frasa numeralia. Misalnya pada klausa anaknya dua belas orang (Chaer, 2007: 236-238).

3. Jenis Referensi Eufemisme

Menurut Wijana (2008: 96-104) berdasarkan referensi, eufemisme dapat digolongkan menjadi: (a) benda dan binatang adalah referen dari suatu kata yang mengacu pada benda dan binatang, (b) bagian tubuh adalah referen dari suatu kata yang mengacu pada bagian tubuh makhluk hidup, (c) profesi adalah referen dari suatu kata yang mengacu pada profesi seseorang, (d) penyakit adalah referen dari suatu kata yang mengacu pada penyakit yang diderita oleh seeorang, (e) aktivitas adalah referen dari suatu kata yang mengacu pada aktivitas seseorang, (f) peristiwa adalah referen dari suatu kata yang mengacu pada peristiwa atau hal tertentu yang dialami oleh seseorang, dan (g) sifat atau keadaan adalah suatu referen yang mengacu pada kekurangan atau kelemahan seseorang.

a. Benda dan Binatang

(10)

Benda-benda yang dihasilkan dari aktivitas tidak legal atau halal, misalnya uang sogok dan uang suap memiliki beberapa eufemis yaitu uang bensin, uang rokok, dan uang pelicin, dsb. Biasanya sebagai sarana pendidikan, nama-nama hewan seperti anjing, kambing, kucing diganti dengan tiruan bunyi (onomatope)-nya, yaitu guguk, embek dan pus (Wijana, 2008: 80-81).

b. Bagian Tubuh

Bagian-bagian tubuh tertentu yang fungsinya digunakan untuk aktivitas seksual tidak bebas dibicarakan secara terbuka. Oleh karena itu, harus dihindari penyebutan langsungnya. Misalnya bagian tubuh yang dieufemismekan adalah buah dada dan tetek. Eufemisnya dari kata tersebut adalah payudara. Kemudian bagian tubuh lain yang dianggap kotor adalah anus dan dubur. Kata tersebut diganti dengan pelepasan, untuk menghindari penyebutan langsungnya. Dalam kaitan ini perlu pula dikemukakan bahwa tidak hanya bagian tubuh yang bersangkutan dipandang memiliki nilai rasa negatif. Alat-alat yang secara langsung digunakan untuk menutupinya juga sering mendapat perlakuan demikian. Misalnya, celana dalam diganti istilahnya dengan segitiga pengaman (Wijana, 2008: 81-82).

c. Profesi

(11)

masyarakat. Untuk menghindari pandangan tersebut, maka diciptakan bentuk-bentuk eufemisme. Kata pelacur harus diganti dengan wanita tuna susila (WTS), wanita penggibur, atau pramunikmat. Adapun metafora eufemismenya adalah kupu-kupu malam. Penggantian istilah itu digunakan untuk menghormati orang-orang yang

memiliki profesi tersebut. Contoh lainnya, kata pemulung merupakan kosakata yang relatif baru dalam bahasa Indonesia yang bermakna „pemungut barang-barang bekas dan tidak berharga‟. Karena jasa-jasanya di dalam menjaga kebersihan lingkungan, orang yang menjalankan profesi itu mendapat sebutan laskar mandiri (Wijana, 2008: 82-83).

d. Penyakit

(12)

menyinggung perasaan bagi orang yang menderita cacat. Misalnya, orang buta tidak suka disebut picak „buta‟ atau wuta „buta‟. Untuk menghindari agar tidak menyinggung perasaan yang bersangkutan dibuatlah ungkapan lain, misalnya tunanetra. Penyebutan untuk penderita cacat tertentu, baik mengenai kejasmanian atau

kesusilaan akhir-akhir ini digunakan kata-kata tertentu untuk menghilangkan perasaan kasar yang ditimbulkan oleh kata-kata yang telah lama dikenal oleh masyarakat. Kata-kata itu misalnya tunakarya untuk menyebut orang yang tidak memiliki pekerjaan, tunadaksa untuk menyebut orang yang cacat badannya (Wijana, 2008: 83).

e. Aktivitas

Tidak hanya benda-benda buangan tubuh manusia yang harus diberi bentuk eufemistis, tetapi aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pembuangan benda-benda tubuh manusia harus mendapat perlakuan yang sama di dalam pemakaian bahasa. Misalnya buang air (kecil atau besar), ke belakang atau ke kamar mandi adalah bentuk eufemistis untuk menggantikan kata berkonotasi negatif seperti kencing dan berak. Aktivitas yang berhubungan dengan aktivitas seksual juga perlu digunakan pemakaian eufemisme. Misalnya kata bersenggama dan bersetubuh harus diganti dengan berhubungan intim. Kemudian aktivitas seksual yang ilegal, yaitu menyeleweng dapat diganti dengan kata berselingkuh. Dalam bidang kriminalitas, kata

korupsi dan manipulasi dapat diperhalus dengan kata penyalahgunaan atau

(13)

f. Peristiwa

Peristiwa dalam hal ini mengenai sesuatu yang buruk yang dialami oleh seseorang. Sesuatu yang buruk itu dapat pula peristiwa yang disengaja dan tidak disengaja. Misalnya, kata mati tidak sopan apabila dituturkan untuk orang. Kata mati diganti dengan bentuk eufemisme seda (dalam bahasa Jawa), karena kata seda (dalam bahasa Jawa) dianggap lebih sopan dan menghormati untuk orang yang meninggal dan ditinggalkannya. Kata mati (dalam bahasa Indonesia) digantikan dengan bentuk eufemisme meninggal dunia (Wijana, 2008: 84).

g. Sifat atau Keadaan

Keadaan buruk atau kekurangan pada seseorang atau suatu pihak sering kali diminimalkan untuk menghormati orang-orang atau pihak-pihak yang memiliki keadaan buruk atau kekurangan itu. Ketika keadaan atau kekurangan tersebut diucapkan dengan kata-kata kasar maka dianggap tidak sopan pada orang yang dituju. Selain itu, orang yang mendengar ucapan kata-kata kasar tersebut dapat pula tersinggung perasaannya. Misalnya kata goblog, bego (dalam bahasa Jawa) merupakan kata yang dianggap kasar dan harus diganti dengan bentuk eufemisme ora pinter (dalam bahasa Jawa). Kata cacat diganti dengan bentuk eufemisme keterbatasan fisik, karena kata tersebut dianggap lebih sopan dan menghormati orang yang dituju (Wijana, 2008: 85-86).

4. Fungsi Penggunaan Eufemisme

(14)

pengganti memiliki maksud yang sama dan referen yang sama. Hanya saja bentuk pengganti bernilai rasa lebih halus bila dibandingkan dengan bentuk terganti. Eufemisme sebagai alat untuk mengemas brntuk-bentuk yang ditabukan, sehingga dalam penggunaannya memiliki bermacam-macam fungsi penggunaannya. Fungsi eufemisme menurut Wijana (2008: 104-109), memiliki 5 macam fungsi, yaitu:

a. Sebagai Alat untuk Menghaluskan Ucapan

Eufemisme sebagai alat untuk menghaluskan ucapan merupakan fungsi eufemisme yang paling umum. Kata-kata yang memiliki denotasi tidak senonoh, tidak menyenangkan atau mengerikan, berkonotasi rendah atau tidak terhormat, dan lain sebagainya. Kata-kata tersebut harus diganti atau diungkapkan dengan cara-cara yang tidak langsung untuk menghindari berbagai hambatan dan konflik sosial. Misalnya kata-kata yang tidak senonoh ketika diucapkan atau didengar akan menimbulkan rasa tersinggung pada seseorang. Contohnya, kata pembantu memiliki konotasi yang agak rendah atau tidak terhormat. Dan orang yang memiliki profesi tersebut akan lebih senang jika disebut Asisten Rumah Tangga (ART). Dengan ucapan yang sopan, penutur diharapkan dapat menjaga citra dirinya dan membina hubungan yang harmonis dengan lawan bicaranya atau dengan orang lain yang mendengar ucapannya (Wijana, 2008: 86-87).

b. Sebagai Alat untuk Merahasiakan Sesuatu

(15)

terhadap orang yang menderitanya atau orang yang mendengarnya. Nama penyakit kanker dan sipilis oleh para dokter dijaga kerahasiaanya, maka oleh paramedis sering

menyebutnya dengan CA dan GO agar aman apabila didengarkan oleh orang lain. Selain itu digunakan juga dalam nama penyakit-penyakit lainnya yang memiliki arti mengerikan daripada nama istilah yang digunakan dalam dunia kedokteran. Istilah nama penyakit yang digunkana di dunia kedokteran justru memberikan kosakata baru (Wijana, 2008: 87-88).

c. Sebagai Alat untuk Berdiplomasi

Eufemisme biasanya digunakan oleh para pemimpin atau para pejabat untuk menghargai atau memuaskan bawahan atau rakyatnya agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya, dalam pertemuan rapat seorang pemimpin mengatakan akan menampung atau mempertimbangkan usul-usul yang diajukan oleh peserta rapat walaupun sebenarnya usul tersebut ditolak. Hal ini untuk menghargai para pemberi saran. Selain itu, eufemisme juga digunakan dalam sambutan-sambutan pemimpin atau pejabat agar ungkapan yang diucapkan terdengar halus atau tidak menyinggung perasaan bagi orang yang mendengarkan. Pemimpin atau pejabat tentu harus pandai-pandai memilih kata ketika berdiplomasi agar lebih menarik pendengar (Wijana, 2008: 88).

d. Sebagai Alat Pendidikan

(16)

anak-anak masih di bawah umur tentu penggunaan kata-kata yang diucapkan oleh orang tua di rumah maupun guru di sekolah harus kata-kata yang sopan dan halus. Hal tersebut dilakukan agar anak-anak kecil menirukan kata-kata yang sopan dan halus ketika berbicara dengan lawan bicara. Usia anak-anak yang masih di bawah umur cenderung menirukan apa yang mereka dengar tanpa mementingkan artinya. Seperti penyebutan pipis „buang air kecil‟, eek „buang air besar‟, guguk sebagai penganti anjing dan embek sebagai pengganti kambing (Wijana, 2008: 89).

e. Sebagai Alat Penolak Bahaya

Fungsi penggunaan eufemisme yang terakhir sebagai alat penolak bahaya. Maksud dari pernyataan tersebut ialah penolak bahaya dari seseorang atau makhluk hidup lainnya ketika mereka mendengar ucapan seseorang. Ketentraman, keselamatan dan kesejahteraan sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Dengan menggunakan sejumlah kata eufemisme merupakan salah satu pencerminan usaha manusia untuk memperoleh ketentraman, keselamatan dan kesejahteraan. Misalnya dalam masyarakat Jawa kata tikus diganti dengan kata den bagus, hal ini dilakukan agar mereka tidak mendapat gangguan dari binatang ini. Di dalam pemakaian bahasa Melayu, kata harimau dan ular diganti dengan nenek dan akar oleh orang-orang yang sedang berjalan di hutan agar memperoleh keselamatan (Wijana, 2008: 89-90).

C. Tabloid Nova

1. Pengertian Tabloid Nova

(17)

menurut Hughes (1981), cerita tabloid adalah bagian alami dari demo, mitos kehidupan kota mengatakan. John Langer (1997) berita tentang banjir, kecelakaan, gaya hidup selebriti, tindakan heroik orang yang rendah hati, tragedi pribadi, yang biasanya dihubungkan dengan jurnalisme tabloid berita lainnya dan pendukung posisi alami mereka dalam masyarakat ( Trampota, 2010). Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa tabloid merupakan jenis dari media cetak yang ukurannya lebih kecil dari surat kabar dengan isi yang meliputi berita bencana alam, gaya hidup selebriti, dan lain sebagainya.

Penerbitan tabloid tidak sama dengan surat kabar lain seperti koran yang setiap harinya diterbitkan. Tabloid terbit biasanya setiap satu minggu sekali dan dua minggu sekali. Jenis tabloid menentukan sasaran khalayaknya, misalnya tabloid remaja berarti sasaran dari tabloid tersebut adalah khalayak remaja. Tabloid femina sasarannya ialah perempuan karena isi dari tabloid tersebut lebih banyak memberitakan mengenai masalah perempuan.

(18)

2. Karakteristik Tabloid Nova

Karakteristik tabloid Nova adalah fokus isinya yang berpusat pada dunia wanita. Maksud dari dunia wanita di sini merupakan sesuatu yang biasanya disukai oleh wanita seperti, fashion busana terkini, fashion tatanan rambut terkini, fashion hijab terkini, tutorial hijab simple, resep makanan, dan tips mengenai hubungan dengan kekasih. Selain itu, nama Nova pada tabloid ini juga menggambarkan nama wanita, meskipun tabloid ini juga dibaca oleh laki-laki. Selain itu, tabloid Nova juga memiliki moto yang berbeda dengan tabloid-tabloid lainnya. “Sahabat Wanita Inspirasi Keluarga” itulah moto yang diusung oleh tabloid Nova. Berdasarkan moto

tersebut, diharapkan tabloid Nova dapat menjadi inspirasi pembacanya yang kabanyakan wanita.

Karakteristik lainnya dapat dilihat dari halaman sampul yang dibuat menarik. Pada halaman sampul tabloid Nova selalu disajikan foto selebriti Indonesia yang beritanya dimuat dalam salah satu rubrik tabloid Nova. Gambar yang disajikan dengan kualitas warna yang bagus sehingga menarik minat pembaca. Selain itu, dalam tabloid Nova juga menyajukan beberapa rubrik yang tidak ada dalam tabloid-tabloid lainnya.

Karakteristik pentingnya yaitu pada tabloid Nova hanya sedikit membicarakan gosip, lebih banyak pada wacana atau berita fakta mengenai suatu hal.

D. Rubrik “Peristiwa”

1. Pengertian Rubrik Peristiwa

(19)

kabar, majalah, atau media cetak lainnya mengenai suatu aspek atau kegiatan dalam kehidupan masyarakat, misalnya rubrik wanita, rubrik olahraga, rubrik pendapat, rubrik pembaca, rubrik editorial, dan sebagainya. Pendapat lain mengenai pengertian rubrik menurut Komarrudin (1985) dalam skripsi Neneng Ratna Komala Sari, rubrik adalah kepala karangan, bab atau pasal. Di dalam surat kabar atau majalah rubrik sering diartikan sebagai “ruangan”, misalnya rubrik tinjauan luar negeri, rubrik

ekonomi, rubrik olah raga, dan rubrik kewanitaan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa rubrik adalah kepala karangan dalam media cetak baik surat kabar maupun majalah. Rubrik dalam surat kabar misalnya, tajuk rencana, surat pembaca, rubrik wanita, dan rubrik fashion. Selain dalam surat kabar, rubrik juga dimuat dalam majalah dan tabloid.

Isi rubrik ada yang secara jelas ditampilkan oleh penulis (tersurat) dan ada yang tidak secara jelas ditampilkan oleh penulis (tersirat). Isi rubrik merupakan pokok masalah yang dibicarakan dalam rubrik. Rubrik memuat isi dan pesan yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca. Isi rubrik merupakan hal pokok yang dibahas dalam rubrik. Sementara itu pesan rubrik merupakan anjuran atau nasihat penulis yang terdapat dalam rubrik yang ditunjukkan kepada pembaca.

„Peristiwa‟ merupakan sesuatu kejadian yang dialami oleh seseorang atau makhluk hidup lainnya. Kata „peristiwa‟ digunakan untuk salah satu rubrik dalam

tabloid Nova. „Peristiwa‟ sebagai nama rubrik yang menyajikan liputan jurnalistik tentang peristiwa-peristiwa yang dialami oleh seseorang baik suka maupun duka. Liputan jurnalistik yang disajikan dalam rubrik „Peristiwa‟ tidak hanya dari

(20)

ibu kota. Berdasarkan isi dari rubrik „peristiwa‟ diharapkan memberikan informasi

kepada pembaca, selain itu juga dapat memberikan dampak bagi pembaca.

2. Karakteristik Rubrik Peristiwa

Karakteristik pada rubrik Peristiwa yang menunjukkan perbedaan dengan rubrik-rubrik lainnya pada tabloid Nova adalah pada isi liputannya yang berisi peristiwa. Peristiwa yang dimaksudkan ialah berupa kajadian-kejadian suka maupun duka yang dialami oleh seseorang. Namun kejadian-kejadian tersebut lebih banyak memuat mengenai fakta dari suatu peristiwa. Misalnya kejadian bencana tanah longsong, perjuangan seseorang yang mengidap sakit kanker, pelukis dengan keterbatasan fisik, artis ibu kota yang akan menikah, pejabar negara yang mengadakan bakti sosial, dan lain sebagainya. Kejadian-kejadian tersebut hanya disajikan dalam rubrik Peristiwa pada tabloid Nova.

Liputan yang disajikan dalam rubrik „Peristiwa‟ tidak hanya peristiwa yang

dialami oleh masyarakat umum, namun juga dari pejabat negara hingga artis ibu kota. Selain itu, pada rubrik Peristiwa setiap berita atau liputan selalu disertai judul dan lead berita. Judul di sini menunjukkan judul dari berita, sedangkan lead berita atau teras berita menunjukkan gambaran dari keseluruhan isi berita atau liputan. Adanya lead

(21)

Referensi

Dokumen terkait

49/DSN-MUI/11/2005 antara lain menyatakan bahwa Lembaga Keuangan Syariah boleh melakukan konversi akad murabahah bagi nasabah yang tidak dapat menyelesaikan/melunasi

orang sungguh dikatakan dan diakui sebagai orang beriman katolik jika dia telah dibaptis atau menerima sakaramen baptis sehingga tidaklah cukup hanya mengatakan Saya percaya

Tampilan halaman utama ini merupakan halaman yang memuat halaman untuk admin memasukkan gejala dan penyakit penyakit pada Kanker Servik ( Kanker Mulut Rahim) dan

Lalu bagaimana menentukan besarnya usaha, jika gaya yang diberikan tidak teratur. Untuk menentukan kerja yang dilakukan oleh gaya yang tidak teratur, maka kita gambarkan gaya

Menurut Victorius (2008), perairan pantai Pasir Putih Situbondo yang mempunyai kondisi substratnya banyak ditemukan sand merupakan lokasi yang cukup baik untuk

Kualitas bahan bangunan dan desain bangunan menjadi pertimbangan konsumen karena kualitas yang baik akan memberikan ketahanan dan kenyaman dalam rumah, serta desain

Menguasai teori dasar metode perpindahan dalam bentuk matrik dan sekaligus pemakaian dengan alat bantu pada operasi matrik Metode ini sebenarnya adalah mencari hubungan gaya

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam tugas akhir ini adalah bagaimanakah merancang, membuat, dan menguji sistem pendukung keputusan penerimaan