• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi Trichuriasis pada Anak di Sekolah Dasar Negeri Harapan Maju: Studi Kasus di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Prevalensi Trichuriasis pada Anak di Sekolah Dasar Negeri Harapan Maju: Studi Kasus di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Prevalensi Trichuriasis pada Anak di Sekolah Dasar Negeri Harapan

Maju: Studi Kasus di Kabupaten Tanah Bumbu

Provinsi Kalimantan Selatan

Budi Hairani*, Liestiana Indriyati

Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Jl. Loka Litbang Kawasan Perkantoran Pemda Tanah Bumbu, Kelurahan Gunung Tinggi, Kecamatan Batulicin, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan

Prevalence of Trichuriasis in Children in Harapan Maju Public

Elementary School: A Case Study in Tanah Bumbu Regency

South Kalimantan Province

INFO ARTIKEL

Kata Kunci: Trichuriasis, anak sekolah prevalensi Article History: Received: 29 Jan. 2016 Revised: 31 May 2016 Accepted: 8 June 2016

*Alamat Korespondensi : email : budihaira@gmail.com

Keywords: Trichuriasis, school children prevalence

Trichuriasis is an infectious disease due to nematode Trichuris trichiura. Trichuriasis prevalence is the highest among infectious diseases due to other parasitic worms in Indonesia. Elementary school-age children at high risk of this disease. This study aimed to determine the prevalence of trichuriasis in children of elementary school age in Tanah Bumbu regency. This research was conducted in 2015 with cross sectional design, using purposive sampling method. A total of 250 children from Harapan Maju Elementary School was selected as samples, their stools were examined with native method (direct). The results showed the parasitic worms were T. trichiura, Ascaris lumbricoides, hookworm and Enterobius vermicularis. The prevalence of T. trichiura was the highest, as many as 32 children (12.8%) were infected from a total of 250 samples. T. trichiura infection was found in the form of a single and mixed infection with other parasitic worms. Trichuriasis more commonly found in girls and boys aged 10-12 years. Helminthic treatment needs to be done selectively for infected children using the broad-spectrum drugs. Behavioral and environmental factors of patients with intestinal helminths need to be identified spesificly. Furthermore it would be analyzed to determine the factors involved in the transmission of parasitic diseases. In order to prevent the transmission within the school need the improvements of school infrastructure such as the provision of public hand washing, covered trash bin, paving or cemented for the school yard.

A B S T R A C T / A B S T R A K

Trichuriasis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing Trichuris trichiura. Prevalensi trichuriasis termasuk yang tertinggi di Indonesia dibandingkan penyakit infeksi yang disebabkan oleh jenis cacing lainnya. Anak- anak usia sekolah dasar berisiko tinggi terinfeksi penyakit ini. Studi ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi trichuriasis pada anak-anak usia sekolah dasar di Kabupaten Tanah Bumbu. Penelitian dengan desain cross sectional dilakukan pada tahun 2015, metode sampling menggunakan purposive sampling. Sebanyak 250 anak-anak dari SDN Harapan Maju yang terpilih sebagai sampel diperiksa fesesnya dengan metode natif (langsung). Jenis cacing yang ditemukan pada pemeriksaan adalah T. trichiura, Ascaris lumbricoides, Hookworm dan Enterobius vermicularis. Prevalensi infeksi T. trichiura merupakan yang tertinggi yaitu sebanyak 32 anak (12,8%) yang terinfeksi dari total 250 sampel. Infeksi T. trichiura ditemukan dalam bentuk infeksi tunggal dan infeksi campuran dengan cacing jenis lain. Trichuriasis lebih banyak ditemukan pada anak perempuan dan anak umur 10-12 tahun. Perlu dilakukan pengobatan kecacingan secara selektif bagi anak-anak yang menderita kecacingan dengan obat cacing yang berspektrum luas. Faktor perilaku dan lingkungan dari penderita kecacingan perlu diketahui secara spesifik dan dianalisa untuk menentukan faktor yang lebih berperan dalam penularan kecacingan. Untuk mencegah terjadinya penularan di lingkungan sekolah perlu adanya perbaikan infrastruktur sekolah seperti penyediaan tempat cuci tangan umum, penampungan sampah tertutup, halaman sekolah yang masih berupa tanah sebaiknya disemen/paving.

(2)

PENDAHULUAN

Kecacingan tergolong neglected diseases yaitu infeksi yang kurang diperhatikan dan penyakitnya bersifat kronis tanpa menimbulkan gejala klinis yang jelas dan dampak yang ditimbulkannya baru terlihat

1

dalam jangka panjang. Trichuriasis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing jenis Trichuris trichiura atau yang dikenal dengan cacing

2

cambuk. Penyakit ini tersebar luas pada daerah tropis maupun sub-tropis, tetapi lebih sering ditemukan di daerah beriklim hangat

3

dan lembab. Diperkirakan tingkat prevalensi

4

trichuriasis sekitar 17% pada populasi dunia. Beberapa survei yang dilakukan di Indonesia pada umumnya menunjukkan prevalensi kecacingan yang tertinggi disebabkan oleh T.

5

trichiura atau Ascaris lumbricoides. Infeksi cacing sangat dipengaruhi oleh faktor kondisi sanitasi lingkungan, prevalensi yang tinggi sangat mungkin terjadi terutama di daerah yang berisiko seperti perkampungan kumuh

6

dan perdesaan.

Infeksi cacing secara kumulatif dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan darah. Selain dapat menghambat perkembangan fisik, anemia, kecerdasan dan produktifitas kerja, juga berpengaruh besar dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terserang

1

penyakit lainnya. Umumnya penyakit ini lebih

7,8

banyak diderita oleh anak-anak. Infeksi T. trichiura secara tipikal diderita pada anak-anak berusia 5-10 tahun, semakin bertambah usia akan menurun dan menetap pada usia

9

dewasa.

Tingginya prevalensi infeksi cacing trichuris dan anak-anak usia sekolah yang merupakan kelompok berisiko tinggi menderita trichuriasis perlu mendapat prioritas dalam program eliminasi penyakit kecacingan, sehingga data mengenai prevalensi trichuriasis pada anak usia sekolah sangat penting untuk diketahui. Pada umumnya tingkat prevalensi kecacingan akan berbeda dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga perlu adanya data terbaru sebelum diadakan program eliminasi k e c a c i n g a n . S a l a h s a t u permasalahan/kendala dalam eliminasi

penyakit kecacingan di Kabupaten Tanah Bumbu adalah terbatasnya data mengenai

10

prevalensi infeksi, terutama dalam hal kebaruan data. Data terakhir dari hasil penelitian Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu pada tahun 2008 dan 2009 di 13 kabupaten kota Provinsi Kalimantan Selatan didapatkan bahwa Kabupaten Tanah Bumbu merupakan kabupaten tertinggi dengan angka kecacingan anak sekolah sebesar 56,63% dengan spesies

11

tertinggi T. trichiura sebesar 81%. Saat ini belum ada data terbaru mengenai prevalensi infeksi T. trichiura di wilayah tertentu di Kabupaten Tanah Bumbu. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data terbaru mengenai tingkat prevalensi infeksi cacing T. trichiura pada anak-anak sekolah dasar di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam menerapkan program eliminasi penyakit kecacingan pada wilayah tersebut.

BAHAN DAN METODE

Studi kasus menggunakan desain cross sectional, data disajikan secara deskriptif. Studi ini menggunakan total populasi sebagai subjek yaitu seluruh anak yang bersekolah di SDN Harapan Maju, Kecamatan Karang Bintang, Kabupaten Tanah Bumbu. Penentuan subjek penelitian dengan metode purposive berdasarkan rekomendasi dari Dinas Kesehatan setempat. Seluruh siswa yang hadir diberikan pot feses dengan terlebih dahulu dilakukan penyuluhan singkat mengenai kecacingan dan petunjuk cara pengisian pot feses. Pembagian pot feses disertai dengan lembar inform consent untuk disetujui oleh orang tua siswa. Pengambilan pot feses dilakukan satu hari setelah pembagian pot. Pemeriksaan feses dilakukan di laboratorium parasitologi Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu dengan metode natif (langsung), metode ini cocok digunakan untuk jumlah sampel yang

12

(3)

akhir pemeriksaan dianggap positif jika pada salah satu pemeriksaan sampel ada yang positif, atau keduanya positif. Hasil akhir dianggap negatif jika dari kedua pemeriksaan tersebut semuanya negatif. Metode pemeriksaan langsung dilakukan sebagai berikut: larutan pewarna lugol diteteskan dengan pipet tetes sebanyak +2-3 tetes pada kaca benda; sampel feses diambil dengan tusuk gigi sebanyak + 1-2 mg kemudian diratakan pada tetesan lugol; sediaan ditutup dengan cover glass kemudian diperiksa dengan mikroskop.

Prevalensi kecacingan ditentukan

13

berdasarkan rumus berikut: Prevalensi infeksi cacing =

HASIL

Total sebanyak 250 sampel didapatkan dari siswa kelas I – VI SDN Harapan Maju, Kecamatan Karang Bintang, Kabupaten Tanah Bumbu. Data pada Tabel 1 merupakan hasil akhir pemeriksaan mikroskopis dengan pengulangan (kros cek), tidak ada perbedaan hasil antara pemeriksaan pertama dan kedua. Hasil pemeriksaan mikroskopis didapatkan sebanyak 40 sampel (16%) yang positif mengandung telur cacing. Infeksi T. trichiura ditemukan dalam bentuk tunggal maupun campuran dengan cacing jenis lain. Jenis cacing lain yang ditemukan adalah A. lumbricoides, Hookworm dan Enterobius vermicularis. Infeksi T. trichiura merupakan yang tertinggi, secara keseluruhan prevalensi kecacingan yang disebabkan oleh T. trichiura baik tunggal maupun campuran dengan

Tabel 1. Infeksi Kecacingan pada Siswa SDN Harapan Maju Kecamatan Karang Bintang, Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2015

No Kejadian Kecacingan Jumlah Persentase (%)

1 Negatif 210 84

2 Positif :

Trichuris trichiura 22 8,8

Ascaris lumbricoides 4 1,6

Enterobius vermicularis 2 0,8

Hookworm 2 0,8

Trichuris ½ Ascaris 6 2,4

Trichuris ½ Hookworm 4 1,6

Total 250 100

Jumlah spesimen positif telur cacing

Jumlah spesimen yang diperiksa x100%

Tabel 2. Penderita Trichuriasis Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur pada Siswa SDN Harapan Maju Kec. Karang Bintang, Kab. Tanah Bumbu Tahun 2015

Karakteristik Jumlah Persentase (%)

Jenis kelamin

Laki-laki 14 5,6%

Perempuan 18 7,2%

Kelompok Umur

7-9 10 4%

10-12 19 7,6%

(4)

cacing jenis lain adalah sebesar 12,8% (32 orang). Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 1.

Infeksi cacing T. trichiura terjadi pada semua jenis kelamin dan hampir tersebar pada semua tingkatan umur anak-anak dari umur 7 tahun sampai dengan 12 tahun keatas. Berdasarkan jenis kelamin, trichuriasis lebih banyak terjadi pada anak perempuan (7,2%) dibandingkan anak laki-laki (5,6%) sedangkan berdasarkan kelompok umur anak-anak penderita Trichuriasis lebih banyak ditemukan pada kelompok 10-12 tahun (7,6%) seperti pada Tabel 2.

PEMBAHASAN

Hasil pemeriksaan feses pada anak SD di Kabupaten Tanah Bumbu menunjukkan masih adanya anak-anak yang menderita kecacingan walaupun dari prevalensinya tergolong rendah yaitu sebesar 16%. Walaupun statusnya rendah, masih adanya anak yang menderita kecacingan berpotensi akan meningkatkan prevalensi jika tidak dilakukan perbaikan pada kondisi lingkungan serta faktor perilaku anak yang meningkatkan risiko kecacingan, anak yang menderita penyakit ini akan menularkan ke anak yang lain. Hasil studi lainnya di Kabupaten Tanah Bumbu antara lain di SDN Manurung Kecamatan Kusan Hilir prevalensi kecacingan

1

sebesar 31,63%, di SDN Sungai Lembu prevalensi sebesar 24,44% dan tertinggi di SDN Juku Eja dengan prevalensi sebesar

14

82,93%. Jenis cacing yang ditemukan pada studi ini diketahui merupakan golongan soil transmitted helminth (kecuali, E. vermicularis) yang sudah umum menginfeksi anak-anak di daerah lain di Indonesia. Adanya infeksi cacing baik dalam bentuk tunggal maupun campuran menunjukkan buruknya kondisi hygiene dan sanitasi lingkungan dari individu

15

tersebut.

Infeksi T. trichiura merupakan yang tertinggi dibandingkan jenis yang lainnya. Penelitian yang dilakukan Lalando, J.L (2008)

16

juga menunjukkan hasil yang sama. Beberapa hasil penelitian lain yang dilakukan di Indonesia menunjukkan hasil yang berbeda, pada umumnya A. lumbricoides merupakan infeksi yang tertinggi, kemudian

17-19

diikuti T. trichiura. Perbedaan hasil dapat

saja terjadi karena tingginya prevalensi di suatu daerah tergantung beberapa hal seperti : tahun dilakukannya survei, lokasi survei, umur penduduk yang disurvei, kondisi iklim

5

di daerah survei dan sanitasi lingkungannya. Tingginya infeksi T. trichiura didukung oleh beberapa hal antara lain iklim tropis dan kondisi lingkungan yang sangat sesuai bagi perkembangan cacing, siklus hidup T. trichiura yang tidak memerlukan hospes perantara menjadikannya lebih mudah menginfeksi manusia, selain itu cacing ini juga dapat menghasilkan telur dalam jumlah yang sangat banyak (+ 3000-10.000 telur per hari) dan telur yang infektif dapat bertahan di

5,20

tanah selama beberapa tahun.

Infeksi cacing pada dasarnya dapat terjadi pada setiap orang tanpa dipengaruhi

21

oleh jenis kelamin. Hasil penelitian ini menunjukkan infeksi Trichuris lebih banyak terjadi pada anak perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Faridan K, dkk (2013), menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian kecacingan, namun jenis kelamin perempuan berisiko 1,1 kali lebih tinggi menderita kecacingan dibandingkan

laki-22

laki. Pada kasus dimana anak perempuan memiliki risiko kecacingan yang lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki kemungkinan dapat disebabkan aktivitas anak perempuan yang lebih banyak kontak dengan tanah sesuai dengan jenis permainan yang sering mereka lakukan di halaman sekolah maupun di lingkungan rumah. Keterbatasan dari penelitian ini yaitu tidak melakukan pengumpulan data mengenai faktor risiko kecacingan pada anak sekolah melalui kuisioner, akan tetapi berdasarkan hasil pengamatan aktivitas di lingkungan sekolah permainan yang dilakukan anak-anak, adalah permainan tali dan kelereng (anak perempuan juga melakukan permainan ini) yang sebagian besar mengalami kontak langsung dengan tanah.

(5)

tangan sebelum makan, menggunakan alas kaki setiap bermain di luar rumah, dan

22

perhatian akan kebersihan kuku siswa.

Penderita trichuriasis terbanyak ditemukan pada kelompok umur 10-12 tahun, dan paling sedikit ditemukan pada umur 12 tahun keatas. Hasil ini dapat dihubungkan dengan meningkatnya aktifitas bermain dan mobilitas siswa pada kelompok umur 10-12 tahun sehingga risiko tertular cacing lebih besar. Secara epidemiologi, puncak terjadinya infestasi kecacingan adalah pada usia 5-10

23,24

tahun. Semakin meningkatnya aktifitas anak di luar rumah, kurangnya kesadaran dalam hal kebersihan diri serta mulai berkurangnya pengawasan orang tua kemungkinan menyebabkan tingginya tingkat

25

infeksi cacing pada anak umur 10-12 tahun. Peningkatan umur menjelang remaja (12 tahun keatas) biasanya diiringi dengan kesadaran diri yang lebih baik dalam menjaga kebersihan, aktifitas semasa anak-anak seperti bermain di tanah perlahan-lahan

2 6 , 2 7

mulai ditinggalkan. Hal ini akan mengurangi risiko terinfeksi cacing sehingga umumnya tingkat infeksi cacing pada umur 12

27

tahun keatas tergolong rendah.

KESIMPULAN

Terdapat infeksi kecacingan pada anak-anak SDN Harapan Maju, Kecamatan Karang Bintang, Kabupaten Tanah Bumbu dengan prevalensi rendah. Prevalensi trichuriasis merupakan yang tertinggi dibandingkan jenis cacing lainnya. Infeksi T. trichiura ditemukan dalam bentuk infeksi tunggal dan infeksi campuran dengan cacing jenis lain. Infeksi T. trichiura tersebar pada semua jenis kelamin dan semua tingkatan umur anak namun lebih banyak ditemukan pada anak dengan jenis kelamin perempuan dan anak usia 10-12 tahun.

SARAN

Berdasarkan hasil studi ini disarankan untuk melakukan pengobatan kecacingan secara selektif hanya bagi anak-anak yang menderita kecacingan. Obat cacing yang diberikan sebaiknya yang berspektrum luas karena adanya anak yang terinfeksi cacing campuran. Faktor perilaku dan lingkungan

dari anak penderita kecacingan (terutama yang berjenis kelamin perempuan) perlu diketahui secara spesifik dan dianalisa lebih lanjut untuk menentukan faktor mana yang lebih berperan dalam penularan kecacingan. Anak usia di bawah 12 tahun perlu mendapat perhatian lebih dalam hal pemahaman dan kesadaran berperilaku hidup bersih dan sehat. Sebagai tindakan pencegahan terjadinya penularan di lingkungan sekolah perlu adanya perbaikan infrastruktur sekolah seperti penyediaan tempat cuci tangan umum, penampungan sampah tertutup, halaman sekolah yang masih berupa tanah sebaiknya disemen/paving. Perlu dilakukan studi dengan cakupan wilayah yang lebih luas, terutama di wilayah perdesaan dan jumlah sampel yang lebih besar.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Bumbu yang telah memberikan izin untuk pelaksanaan kegiatan survei kecacingan. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Kepala Sekolah beserta para Guru Sekolah Dasar di Kabupaten Tanah B u m b u , s e r t a r e k a n - r e k a n a n a l i s Laboratorium Parasitologi yang telah berpartisipasi dan membantu kelancaran pada pelaksanaan kegiatan survei kecacingan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Indriyati L. Kehilangan nutrisi dan darah serta kerugian biaya akibat kecacingan pada anak sekolah di SDN Manurung 1 Pagatan. J Buski. 2015;5(3):107–14. 2. Ghedin E. Panning for molecular gold in

whipworm genomes. Nat Genet. Nature Publishing Group; 2014;46(7):661–3. 3. Lustigman S, Prichard RK, Gazzinelli A,

Grant WN, Boatin BA, McCarthy JS, et al. A research agenda for helminth diseases of humans: The problem of helminthiases. PLoS Negl Trop Dis. 2012;6(4).

(6)

5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Parasitologi Kedokteran. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006. 17-19 p.

6. Park MJ, Laksono B, Sadler R, Clements A, Stewart DE. Household Latrines to Control Environmental Contamination and Helminthiasis: An Exploratory Study in Indonesia. Int J Soc Sci Humanit. 2015;5(5):429–35.

7. Moser W, Ali SM, Ame SM, Speich B, Puchkov M, Huwyler J, et al. Effi cacy and safety of oxantel pamoate in school-aged children infected with Trichuris trichiura on Pemba Island , Tanzania : a parallel , randomised , controlled , dose-ranging study. Lancet Infect Dis. Elsevier Ltd; 2015;16(1):53–60.

8. Tee MH, Lee YY, Majid NA, Noori NM, Mahendra Raj S. Growth reduction among primary schoolchildren with light trichuriasis in Malaysia treated with albendazole. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2013;44(1):19–24.

9. Suriptiastuti. Infeksi soil-transmitted helminth : ascariasis , trichiuriasis dan cacing tambang. Universa Med. 2006;25(2):84–93.

10. Ridha MR. The policy control of helminthiasis in Tapin Regency K a l i m a n t a n S e l a t a n . J B u s k i . 2014;5(2):67–74.

11. Waris. L. Distribusi Parasitik Instestinal di Kalimantan Selatan (Laporan Penelitian). Tanah Bumbu; 2009.

12. Bagian Parasitologi FK UGM. Panduan Pemeriksaan Protozoa dan Nematoda. Jogjakarta; 2008. 15-18 p.

13. Kemenkes RI. Pedoman pengendalian cacingan. 424/MENKES/SK.VI/2006 Indonesia: Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan; 2006 p. 1–35.

14. Tim Laboratorium Parasitologi. Laporan Kegiatan Laboratorium Parasitologi Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu (Survei Kecacingan). Tanah Bumbu; 2016.

15. Freeman MC, Chard AN, Nikolay B, Garn J V, Okoyo C, Kihara J, et al. Associations between school- and household-level water, sanitation and hygiene conditions

and soil-transmitted helminth infection among Kenyan school children. Parasit Vectors. Parasites & Vectors; 2015;8:412. 16. Lalandos Loudwik J, Kareri Rambu Gita D.

Prevalensi Infeksi Cacing Usus yang Ditularkan Melalui Tanah pada SD GMIM L a h a i Roy M a l a l aya n g . J M k m . 2008;03(02):87–90.

17. Mardiana, Djarismawati. Prevalensi Cacing Usus Pada Murid Sekolah Dasar Wajib Belajar Pelayanan Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan Daerah Kumuh Di Wilayah Dki Jakarta. J Ekol Kesehat. 2008;7 No 2:18–22.

18. Sasongko A. Dua belas Tahun Pelaksanaan Program Pemberantasan Cacingandi Sekolah-sekolah Dasar DKI Jakarta (1987 - 1 9 9 9 ) . J E p i d e m i o l I n d o n . 2000;1(1):41–54.

19. Nita R, Muttaqien R. Faktor Risiko Terjadinya Kecacingan di SDN Tebing Tinggi di Kabupaten Balangan Provinsi Kalimatan Selatan. Epidemiol dan Pe nya k i t B e r s u m b e r B i n a t a n g . 2013;4(3):150–4.

20. Yang HF, Wang CC, Hu CF, Hsieh CC, Lee HS, Chen SJ, et al. Importance of considering Trichuris trichiura infection in infant presenting with acute and substantial bloody diarrhea: A case report and l i t e r a t u r e r e v i e w. J M e d S c i . 2012;32(6):309–12.

21. Huat LB, Mitra AK, Izani N, Jamil N, Dam PC, Jan HJ, et al. Prevalence and Risk Factors of Intestinal Helminth Infection A m o n g R u r a l M a l a y C h i l d r e n . 2012;(1):10–5.

22. Faridan K, Marlinae L, Audhah N Al. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kecacingan pada siswa Sekolah Dasar Negeri Cempaka 1 Kota Banjarbaru. Buski. 2013;4(3):121–7.

23. Sadjimin T. Gambaran Epidemiologi Kejadian Kecacingan pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Ampana Kota Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. J Epidemiol Indones. 2000;4(1):1–8. 24. Halwindi H, Magnussen P, Siziya S,

(7)

Treatment Against Soil-Transmitted Helminth Infections in Children Aged 12–59 Months Using the Health Facility Approach Alone or Combined With a Community-Directed Approach in a Rural A r e a o f Z a m b i a . J B i o s o c S c i . 2013;45(01):95–109.

25. Foghi BO, Eze NC, Nzeako SO. Helminthiasis in School Aged Children in a Select Population in the Niger Delta. Int J Trop Dis Heal. 2014;4(7):793–801.

(8)

Gambar

Tabel 2. Penderita Trichuriasis Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur pada Siswa SDN Harapan Maju Kec

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Model teoritis awal komunikasi dari 60 hanya melihat proses komunikasi sebagai pertukaran pesan dari pengirim ke penerima dengan banyak pentingnya diberikan kepada pengirim

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.arya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber... 1 BAB I PENDAHULUAN

Untuk pengolahan pada dataset kelompok pertama memiliki ukuran data KRS oleh kelompok mahasiswa atau data pengambilan mata kuliah oleh kelompok mahasiswa (pada

Metode situasional, dimana materi diangkat dari anak yang sedang menunjukan gambar bangun datar, kemudian guru mengadakan percakapan dengan siswa mengenai bangun datar persegi

Sistem pengelolaan lingkungan sempadan sungai dapat dimulai dengan pembuatan sistem sanitasi yang baik pada permukiman disepanjang sungai, pembuatan sistem pengolahan

Untuk makluman anda, ebook ini dibahagikan kepada 3 bahagian dan anda harus menumpukan sepenuh perhatian anda untuk mendapat maklumat sebanyak mungkin sebelum

Untuk mengembangkan potensi tenaga dalam dan daya prana yang telah berhasil anda bangkitkan, untuk han-han selanjutnya anda harus melatih olah pernafasan tiap 2 atau 3 kali