• Tidak ada hasil yang ditemukan

NOVEL CHRYSAN KARYA HAPIE JOSEPH ALOYSIA: Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "NOVEL CHRYSAN KARYA HAPIE JOSEPH ALOYSIA: Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

NOVEL

CHRYSAN

KARYA HAPIE JOSEPH ALOYSIA:

Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

Guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

RURIE MUR ARRUMY

C 0205044

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

(3)

commit to user

xi

(4)

commit to user

(5)

commit to user

xi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

 Kedua orang tuaku: Ary Suroso dan

Mur Nugrahaningsih, sebagai tanda

bakti atas banyak kebahagiaan yang telah diwujudkan selama ini.

 Keluarga Besar Broto Rahardjo dan

Soewardi, atas doa-doanya.

 Kakakku: Bayu Arya Nugraha beserta istrinya;Ana Khabibati.

 Adikku:Riza Nur Aziza

(6)

commit to user

xi

MOTTO

MAN JADDA WA JADA

(7)

commit to user

xi

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah Swt semata atas segala limpahan rahmat, hidayah, dan taufik-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semua ini tidak akan tercapai tanpa campur tangan-Nya. Penulisan skripsi ini sebagai syarat memperoleh gelar sarjana tidak akan berjalan dengan baik manakala tidak ada bantuan yang diberikan oleh pihak-pihak terkait. Untuk itu, peneliti menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu berikut ini.

1. Drs. Riyadi Santosa, M. Ed, Ph. D., Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan bagi peneliti untuk melaksanakan penelitian ini.

2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian.

3. Dra. Chattri S. Widyastuti, M.Hum., Sekretaris Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang penuh perhatian selama pelaksanakan penelitian.

(8)

commit to user

xi

5. Dra. Murtini, M.S., Dosen Penelaah proposal skripsi. Terima kasih atas kesediaan Ibu menjadi penelaah proposal skripsi peneliti serta arahan-arahan yang telah diberikan selama ini.

6. Miftah Nugroho, S.S, M.Hum., selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing peneliti selama menempuh studi di Jurusan Sastra Indonesia. 7. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Sastra dan Seni Rupa khususnya Jurusan Sastra

Indonesia yang telah memberikan ilmu dan wawasannya yang sangat berguna bagi peneliti.

8. Orang-orang tercinta: Ibu, Bapak, mbak Ana, mas Bayu, dik Riza, keluarga besar Broto Rahardjo dan Soewardi; untuk doa, kasih sayang, dan banyak pengertian yang telah diberikan selama ini, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

9. Teman-teman Sastra Indonesia angkatan 2005: Agus, Alief, Ian, Ana, Dea, Canggih, Mila, Devi, Wiwid, Ephit, Eko, Endah, Erna, Erwin, Hendry, Opik, Lina, Lita, Muryanto, Said, Andi, Maya, Sinta, A’am, Sigit, dan Wira; terima kasih atas persahabatan dan kebersamaannya selama ini. ”Aku Sayang Kita”. 10. Teruntuk Indah yang siap membantu dan mendorong penulis untuk segera

menyelesaikan, terima kasih atas kesediaan waktu untuk bertukar pikiran selama dalam masa penyelesaian skripsi.

11. Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

(9)

commit to user

xi

masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik sangat peneliti nantikan. Akhirnya, peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya pada Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS dan bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juni 2012

(10)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

ABSTRAK ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 5

C. Perumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II KAJIAN TERDAHULU DAN KERANGKA PIKIR ... 9

A. Kajian Terdahulu ... 9

B. Kajian Pustaka ... 10

C. Kerangka Pikir ... 35

(11)

commit to user

xi

A. Metode Penelitian ... 37

B. Pendekatan Penelitian... 37

C. Objek Penelitian ... 38

D. Sumber Data ... 38

E. Teknik Pengumpulan Data ... 39

F. Teknik Analisis Data ... 39

G. Teknik Penarikan Simpulan ... 40

BAB IV ANALISIS STRUKTUR NOVELCHRYSAN..... 41

A. Alur ... 41

B. Tokoh ... 51

C. Latar ... 62

D. Tema dan Amanat ... 67

BAB V NOVEL CHRYSAN KARYA HAPIE JOSEPH ALOYSIA: SEBUAH ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA ... 69

A. Kepribadian Tokoh ... 69

1. Kepribadian Tokoh Chantal ... 69

2. Kepribadian Tokoh Devara ... 78

B. Penyimpangan Seksual Tokoh Chantal ... 82

BAB VI PENUTUP ... 97

A. Simpulan ... 97

B. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 101

(12)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat-istiadat zaman itu (Luxemburg dan Mieke Bal,1984:23). Sastra juga selalu berubah-ubah dari zaman ke zaman. Sebab, sastrawan atau para penulis dalam menghasilkan suatu karya secara kreatif dipengaruhi zaman dan lingkungan ia hidup dan berada. Lingkungan tersebut dari waktu ke waktu selalu berubah sehingga batasan-batasan sastra yang ada dalam masyarakat pun berubah-ubah.

Karya sastra adalah hasil pemikiran tentang kehidupan. Karya sastra merupakan fenomena tentang diri manusia yang kompleks. Karya sastra menggambarkan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Pengarang menyampaikan yang ia rasakan, ia lihat, dan yang ingin ia kemukakan melalui karyanya. Herman J. Waluyo menuturkan cerita yang ditampilkan pengarang mengandung permasalahan yang sesuai dengan permasalahan masyarakat pada zaman tertentu (1994:52). Karena itu, pengarang menyampaikan keadaan lingkungan ia berada melalui cerita-cerita dalam karyanya. Melalui karyanya, pengarang mengajak pembaca untuk ikut memikirkan dan memecahkan masalah kehidupan yang selalu kembali di setiap zaman. Salah satunya, banyak kaum gay

dan lesbian di kalangan masyarakat saat ini. Hal tersebut membuat pengarang

(13)

commit to user

mengenai kaum gay maupun lesbian. Kehidupan masyarakat yang menyimpang dari norma yang selama ini dijadikan tolak ukur kebenaran hidup, disampaikan pengarang melalui kehidupan para tokoh di setiap karyanya. Menurut Jakob Sumardjo, suatu karya sastra merupakan karya besar jika ia berhasil menyajikan pemikiran besar mengenai manusia (1982:23). Karya sastra merupakan cerminan keadaan lingkungan masyarakat di sekitar pengarang, dan fenomena tentang kehidupan diri manusia yang kompleks. Karena itu, penelitian terhadap karya sastra perlu dilakukan agar terungkap maksud dan tujuan serta keindahannya.

Novel merupakan salah satu jenis karya sastra. Karya sastra menyajikan pemikiran pengarangnya melalui wujud penggambarannya, yakni pengalaman konkret manusia dalam bentuk cerita. Menurut Jakob Sumardjo, novel merupakan usaha menggambarkan, mewujudkan, mengkonkretkan pengalaman subjektif seseorang. Novel menyajikan hasil pemikiran manusia melalui wujud penggambaran pengalaman manusia dalam bentuk cerita (1982:23). Di dalam novel terkandung makna yang perlu diungkap dan digali melalui pemahaman pembaca. Makna mengenai kehidupan manusia dalam novel dilakukan oleh pelaku yang bertugas membawa tema cerita ke sasaran tertentu. Tanpa adanya pelaku, tidak akan terbentuk sebuah cerita. Rene Wellek dan Austin Warren menyebutkan bahwa pelaku dalam novel disebut tokoh, yakni individu yang menggambarkan suatu kepribadian, menghidupkan, dan dapat dimanfaatkan sebagai cara untuk mencirikan watak tokoh (1990:289).

(14)

commit to user

kepribadian yang berbeda satu dengan yang lain. Tingkah laku dan tindakan mereka berlainan. Bahkan setiap tokoh memiliki motivasi yang berbeda dalam bersikap dan bertindak. Untuk mengetahui sifat maupun motivasi tokoh diperlukan ilmu bantu psikologi. Psikologi menurut Imam Bawani, yaitu ilmu yang membicarakan unsur jiwa manusia, tingkah laku manusia, dan tindakan manusia yang didasari pada sesuatu yang ada dalam jiwanya (1995:20). Singgih Dirgagunarsa menyatakan mempelajari psikologi berarti dapat menguraikan dan menggambarkan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari (1978:10). Karena itu, apabila psikologi dapat dipakai untuk mempelajari watak dan jiwa manusia, psikologi juga dapat diterapkan pada tokoh rekaan atau imajinasi dalam suatu karya sastra. Darmanto Jatman berpendapat sastra sebagai “gejolak

kejiwaan”, di dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang tampak

melalui perilaku tokoh-tokohnya (1985:165). Seorang pembaca akan mengetahui watak tokoh dengan melihat reaksi tokoh dalam menghadapi suatu permasalahan, atau dari tingkah laku tokoh yang berlandaskan pada berbagai macam motivasi.

(15)

commit to user

Chrysan merupakan suatu karya sastra berupa novel yang tokohnya

mempresentasikan kehidupan nyata. Novel tersebut menggambarkan kehidupan masyarakat yang mulai mengabaikan norma kehidupan melalui tokoh utamanya. Tokoh utama yang terdapat dalam Chrysan mencerminkan kehidupan dua orang wanita yang saling mencintai. Kehidupan seks yang berbeda dari orang pada umumnya membuat mereka dipandang aneh oleh orang-orang di sekitarnya. Masyarakat selama ini mencibir penyuka sesama jenis, seperti pria dengan pria, maupun wanita dengan wanita. Perlakuan masyarakat selama ini hanya meremehkan dan menjauhkan kaum homoseksual tanpa mencari tahu penyebabnya. Masyarakat menganggap kaum homoseksual memiliki kelainan atau penyimpangan aktivitas seksual. Berbagai penelitian mengenai penyebab homoseksual telah banyak dilakukan. Penulis ingin mengetahui faktor tokoh utama menjadi homoseksual berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan para ahli psikologi. Karena itu, penulis melakukan analisis terhadap tokoh utama dalam novel Chrysan untuk mengetahui sebab-sebab tokoh utama menjadi lesbian.

(16)

commit to user

tokoh, latar, tema dan amanat yang terdapat dalam Chrysan. Analisis unsur instrinsik perlu dilakukan karena dalam penelitian sastra dengan metode psikologi sastra harus menekankan kajian secara keseluruhan, baik berupa unsur instrinsik maupun ekstrinsik. Kajian unsur instrinsik pada alur, tokoh, latar, serta tema dan amanat karena masing-masing unsur tersebut memiliki kaitan dalam pembentukan kepribadian dan penyebab menjadi lesbian. Selain itu, pendekatan secara struktural merupakan titik awal untuk menganalisis karya sastra, termasuk untuk menemukan aspek psikologi tokoh utama. Setelah menganalisis unsur instrinsik yang membangun jalannya cerita, penulis menganalisis tokoh utama Chrysan. Analisis dilakukan terhadap kepribadian tokoh utama novel Chrysan. Untuk menganalisis tokoh dalam novel Chrysansecara mendalam digunakan ilmu bantu psikologi. Penulis menggunakan psikologi karena psikologi dapat menelaah jiwa tokoh secara luas dan mendalam, baik dari segi sifat maupun sikap manusia. Tokoh utama dalam Chrysan merupakan tokoh yang mengalami persoalaan kejiwaan dalam hal aktivitas seksual sehingga patut dianalisis dengan ilmu psikologi, khususnya psikologi kepribadian dan psikoseksual.

B. Pembatasan Masalah

(17)

commit to user

1. Unsur intrinsik karya sastra di antaranya; alur, tokoh, latar, tema dan amanat, judul, gaya, dan tone. Namun, dalam penelitian ini hanya dibatasi pada analisis alur, tokoh, latar, serta tema dan amanat.

2. Analisis psikologi sastra dibatasi pada analisis psikologi tokoh dalam novel

Chrysanyang meliputi penyebab psikologis yang dialami tokoh.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana gambaran unsur instrinsik dalam novel Chrysan yang memiliki kaitan dalam pembentukan kepribadian dan penyebab tokoh utama menjadi lesbian, meliputi alur, tokoh, latar, serta tema dan amanat?

2. Bagaimana kepribadian tokoh utama dan apa saja faktor yang menyebabkan tokoh utama menjadi lesbian dalam novelChrysan?

D. Tujuan Penelitian

Sesuai perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan unsur instrinsik Crhysan yang meliputi alur, tokoh, latar, serta tema dan amanat.

(18)

commit to user

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoretis dan praktis sebagai berikut.

1. Manfaat teoretis

Penelitian ini membantu pembaca untuk memahami penerapan teori psikologi sastra dalam penelitian novel Indonesia. Selain itu, juga dapat digunakan sebagai pijakan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Manfaat praktis

Secara praktis penelitian ini mampu membantu pembaca untuk mengenal dunia luar dalam hal perilaku yang menyimpang, terutama kehidupan homoseksual yang banyak terjadi di masyarakat sebagai akibat dari salahnya pergaulan.

F. Sistematika Penulisan

Secara garis besar, dalam penelitian ini penulis membagi dalam beberapa bab, dan setiap bab terdiri dari beberapa sub bab sebagai berikut.

Bab satu merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar balakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab dua merupakan landasan teori, yang meliputi teori struktural, dan teori psikologi sastra yakni teori kepribadian Carl Gustav Jung.

(19)

commit to user

teknik penarikan kesimpulan. Mengingat penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, maka data yang dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat, konsep-konsep gambar. Karena itu, data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka.

Bab empat merupakan inti dari penelitian. Dalam bab empat berisi pembahasan mengenai analisis struktural novel Chrysan. Yang pertama novel

Chrysanakan dikaji dengan menggunakan teori struktural yang membahas

unsur-unsur pembangun karya sastra yang meliputi alur, tokoh, latar, serta tema dan amanat.

Bab lima merupakan lanjutan pembahasan. Pada bab lima berisi pembahasan menggunakan teori psikologi kepribadian Carl Gustav Jung. Pada bab analisis ini di dalamnya membahas tentang kepribadian yang dimiliki tokoh utama dan faktor apa saja yang menyebabkan tokoh utama menjadi lesbian dalam novelChrysan.

Bab enam merupakan penutup yang meliputi simpulan dan saran.

(20)

commit to user

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Terdahulu

Pembahasan menPgenai novel Chrysan karya Hapie Joseph Aloysia sebelumnya sudah pernah diulas dan dimuat dalam sebuah surat kabar yang terbit di Kota Bali, yaitu Balipost. Ulasan mengenai novel Chrysan ini dimuat dalam surat kabar Balipost pada edisi Senin tanggal 29 Mei 2011 ditulis oleh Putu Pertiwi. Dalam surat kabar tersebut Putu Pratiwi menuliskan resensi dari novel karya Hapie Joseph Aloysia di dalamnya mengulas mengenai isi dari cerita yang ditulis Hapie Joseph Aloysia. Dari yang dituliskan Putu Pertiwi dapat terlihat untaian cerita secara struktural dan mendasar dalam penciptaan novel. Hal tersebut ditujukan untuk memperkenalkan novelChrysanpada khalayak pembaca. Pada surat kabar Balipost tersebut Putu Pertiwi hanya mengulas bagian luar dari novelChrysan, yakni beberapa ulasan mengenai tokoh, karakter, alur cerita, serta hal-hal yang sifatnya menunjang agar novelChrysan dapat diterima dan diminati masyarakat pembaca. Resensi buku yang termuat dalam surat kabar Balipost

ditulis dengan tujuan pembaca tertarik dan lebih mudah memahami isi cerita dalam novelChrysan.

(21)

commit to user

struktural yaitu alur, tokoh, latar, serta tema dan amanat; mendeskripsikan kepribadian tokoh yang terdapat dalam novel dengan teori Psikologi Kepribadian Carl Gustav Jung.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan unsur-unsur struktur novel. Dengan demikian, dapat membentuk kepaduan cerpen, mengungkapkan kepribadian tokoh yang terdapat dalam novel, serta hal-hal yang menyebabkan timbulnya perilaku penyimpangan seksual, khususnya lesbi yang dialami tokoh utama novel Chrysan. Peneliti memanfaatkan penelitian terdahulu sebagai tambahan wacana dalam proses penulisan skripsi ini.

B. Kajian Pustaka

1. Teori Struktural

Sebuah penelitian sastra tidak terlepas dari pemahaman struktural. Pemahaman secara struktural merupakan sebuah model pendekatan atau teori yang menjadi pijakan awal untuk meneliti sebuah teks sastra. Pendekatan struktural memandang karya sastra sebagai sebuah karya yang memiliki struktur bangun yang tertib dan memiliki relasi kekhasan dalam menggali cermat, detail, teliti, serta dalam mengenai keterkaitan dan keterjalinan semua aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (A Teeuw, 1988:135).

(22)

commit to user

dilihat dan diteliti dari teks sastra itu sendiri dengan merealisasikan unsur pembangun karya sastra yang membentuk sebuah makna secara utuh. Burhan Nurgiyantoro (2005:37) menambahkan bahwa analisis struktural dilakukan dengan mengidentifikasi dan mendeskripsikan masing-masing unsur tersebut sehingga secara bersama membentuk totalitas kemaknaan yang padu.

Novel sebagai karya sastra memiliki unsur internal pembangunnya dan saling berhubungan satu sama lain dalam membentuk satu kesatuan makna yang utuh. Unsur-unsur pembangun tersebut adalah unsur alur, tokoh, latar, tema dan amanat.

Seluruh unsur tersebut merupakan dasar pemahaman teoretis yang digunakan dalam sebuah penelitian. Hal ini juga berkaitan dengan penganalisisan teori psikologi sastra.

a. Alur

Alur merupakan rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. Dengan demikian, alur merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun cerita sehingga merupakan kerangka utama cerita. Dalam pengertian, alur mengatur tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, cara tokoh-tokoh yang digambarkan dan berperan dalam peristiwa itu semua terkait dalam satu kesatuan waktu (Attar Semi, 1993:43)

(23)

commit to user

dihubungkan oleh hubungan sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa lainnya (Burhan Nurgiyantoro, 2005:119).

Dalam menganalisis alur Muchtar Lubis membedakan tahapan alur menjadi lima bagian.

a. Tahap situation (tahap penyituasian) merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain yang terutama berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.

b. Tahap generating circumstances (tahap pemunculan konflik) merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.

c. Tahap rising action (tahap peningkatan konflik) merupakan tahap di mana konflik yang muncul mulai berkembang. Konflik-konflik yang terjadi, baik internal, eksternal, ataupun keduanya, pertentangan-pertentangan, benturan-benturan antar kepentingan, masalah dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tidak dapat dihindari.

d. Tahap climax (tahap klimaks). Konflik dan atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilakui dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks.

(24)

commit to user

Plot dapat dibedakan dalam dua kategori berdasarkan kriteria urutan waktu: kronologis dan tak kronologis. Yang pertama disebut sebagai plot lurus, maju atau dapat juga dinamakan progresif, sedang yang kedua adalah sorot-balik, mundur,flash-back, atau dapat juga disebut regresif.

1) Plot Lurus, Progresif. Plot sebuah novel dikatakan progresif jika peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa(-peristiwa) yang pertama diikuti oleh (atau: menyebabkan terjadinya) peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau, secara urutan cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian). Jika dituliskan dalam bentuk skema, secara garis besar plot progresif tersebut akan berwujud sebagai berikut.

A --- B --- C --- D --- E

Simbol A melambangkan tahap awal cerita, B – C – D melambangkan kejadian-kejadian berikutnya, tahap tengah, yang merupakan inti cerita, dan E merupakan tahap penyelesaian cerita

2) Plot Sorot-balik, Flash-back. Urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang berplot regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal (yang benar-benar merupakan awal cerita secara logika), melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan. Jika digambarkan dalam bentuk skema, plot sorot-balik tersebut sebagai berikut.

(25)

commit to user

D1 merupakan awal penceritaan, A, B, dan C adalah peristiwa-peristiwa yang disorot balik, D2 (sengaja dibuat demikian untuk menegaskan pertalian-kronologisnya dengan D1) dan E merupakan kelanjutan langsung peristiwa-cerita awal D1.

3) Plot Campuran. Barangkali tidak ada novel yang secara mutlak berplot lurus-kronologis atau seballiknya sorot-balik. Secara garis besar plot sebuah novel mungkin progresif, tetapi di dalamnya, betapapun kadar kejadiannya, sering terdapat adegan-adegan sorot-balik. Demikian pula sebaliknya. Skema plot campuran dapat digambarkan sebagai berikut.

E --- D1 --- A --- B --- C --- D2 Adegan A – B – C yang berisi inti cerita novel, diceritakan secara runtut-progresif–kronologis. Adegan tersebut mengantarai adegan D1 dan D2 yang juga lurus–kronologis. Adegan E yang menunjukkan kelanjutan langsung dari peristiwa D2 justru ditempatkan di awal cerita (Burhan Nurgiyantoro, 2005:153-156).

Dengan beberapa pendapat di atas, maka dapat dijelaskan bahwa alur atau plot merupakan rangkaian peristiwa yang ada dalam cerita yang berurutan dan membangun tulang punggung cerita baik secara lurus, balik, ataupun keduanya. Dalam pengembangan sebuah alur, unsur yang amat esensial adalah peristiwa, konflik, dan klimaks.

b. Tokoh

(26)

commit to user

mungkin ada suatu karya fiksi tanpa adanya tokoh yang bergerak yang akhirnya membentuk alur cerita (Attar Semi, 1993:36).

Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Tokoh mempunyai peranan penting dalam cerita. Kehadiran tokoh dalam cerita berkaitan dengan terciptanya konflik dalam sebuah cerita rekaan. Penggambaran tokoh yang baik adalah penggambaran watak yang wajar, dapat dipertanggungjawabkan secara nalar baik dari dimensi psikologis, sosiologis, maupun fisiologis.

Tokoh memiliki sifat dan karakteristik yang dapat dirumuskan ke dalam tiga dimensi. Tiga dimensi yang dimaksud adalah dimensi psikologis, dimensi sosiologis, dan dimensi fisiologis. Dimensi fisiologis merupakan ciri fisik seperti usia yang menggambarkan kedewasaan, jenis kelamin, keadaan tubuh dan ciri fisik yang khas yang menguatkan karakter tokoh. Dimensi sosiologis meliputi ciri atau pola kehidupan sosial yang digambarkan seperti status, pekerjaan, jabatan, peranan dalam masyarakat serta tingkat pendidikan, penghasilan, pandangan hidup, agama, dan ciri sosial yang mampu memberi nilai lebih terhadap dimensi ini. Dimensi psikologis meliputi latar belakang kejiwaan yang memiliki ukuran mentalitas, moral untuk membedakan mana yang baik dan buruk, temperamen, kecerdasan, tingkah laku, keinginan, IQ, keahlian khusus dalam satu bidang dalam dan ciri psikologis yang lain ( Herman J. Waluyo, 1994:171).

Dilihat dari segi perwatakan, tokoh dibagi menjadi dua jenis, yaitu tokoh sederhana (simple/flat character)dan tokoh kompleks (coplexs/round characters).

(27)

commit to user

personalitas manusia dan hanya ditonjolkan satu sisinya saja. Yang termasuk dalam kategori tokoh sederhana atau datar adalah semua tipe tokoh yang sudah biasa, yang sudah familier, atau yang stereotip dalam fiksi. Tokoh kompleks atau tokoh bulat adalah tokoh yang dapat dilihat semua sisi kehidupannya. Dibandingkan dengan tokoh datar, tokoh bulat memiliki sifatlifelikekarena tokoh itu tidak hanya menunjukkan gabungan sikap dan obsesi yang tunggal (Suminto A. Sayuti, 2000:78)

Attar Semi berpendapat bahwa ada dua macam cara memperkenalkan tokoh dalam fiksi. Pertama secara analitik, yaitu pengarang langsung memaparkan tentang watak atau karakter tokoh, pengarang menyebutkan bahwa tokoh tersebut keras hati, keras kepala, penyayang dan sebagainya. Kedua secara dramatik, yaitu penggambaran perwatakan yang tidak diceritakan secara langsung, tetapi hal itu disampaikan melalui pilihan nama tokoh, penggambaran fisik atau postur tubuh, cara berpakaian, tingkah laku terhadap tokoh-tokoh lain, lingkungan dan sebagainya. Selain itu dapat dilihat melalui dialog, yaitu dialog tokoh yang bersangkutan dalam interaksinya dengan tokoh-tokoh lain (1993:40).

c. Latar

(28)

commit to user

terhadap unsur latar seperti tempat, waktu, serta ruang lingkup kepada pembaca (Burhan Nurgiyantoro, 2005:222).

Unsur latar dibedakan dalam beberapa indikator. Abrams dalam Zainuddin Fanani (2002:99) berpendapat, latar dibedakan menurut tiga indikator yaitu,

general locate(tempat secara umum), historical time(waktu historis), dan social

circumstance(lingkungan sosial).

Senada dengan Abrams, dalam Burhan Nurgiyantoro (2005:227) juga membedakan latar menjadi tiga kategori.

a) Latar tempat, yaitu lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

b) Latar waktu, yaitu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

c) Latar sosial, yaitu menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

(29)

commit to user

kewajaran, logika peristiwa, perkembangan karakter pelaku sesuai dengan pandangan masyarakat yang berlaku saat itu.

d. Tema dan Amanat

Seorang pengarang tentu mempunyai ide dasar dalam karya yang ditulisnya. Ide dasar dalam cerita juga disebut sebagai tema. Definisi tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama di dalam karya sastra yang terungkap atau pun tidak (Panuti Sudjiman, 1988:74).

Tema dan amanat sangat erat kaitannya. Amanat merupakan pemecahan persoalan yang terkandung dalam tema. Amanat juga merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang dalam rangka menyelesaikan persoalan yang ada.

Tema dan amanat dalam karya sastra dapat disampaikan secara langsung maupun secara tidak langsung atau implisit. Secara langsung, apabila pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, larangan, dan sebagainya berkenaan dengan gagasan yang mendasari cerita. Secara implisit apabila jalan keluar atau ajaran moral yang disampaikan pengarang hanya diisyaratkan dalam tingkah laku tokoh atau peristiwa.

2. Teori Psikologi Kepribadian Carl Gustav Jung

(30)

commit to user

kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan (Suwardi Endaswara, 2008: 96).

Teori kepribadian dengan pendekatan psikologi analitis dikembangkan oleh Carl Gustav Jung. Dalam memandang manusia, Jung menggabungkan pandangan teleologi dan kausalitas. Jung memandang bahwa tingkah laku manusia ditentukan tidak hanya oleh sejarah individu dan rasi (kausalitas) tetapi juga oleh tujuan dan aspirasi individu (teleologi). Menurut Jung masa lampau individu sebagai potensialitas sama-sama membimbing tingkah laku individu (orang).

Pandangan Jung tentang kepribadian adalah prospektif dan retrospektif. Prospektif dalam arti bahwa ia melihat kepribadian itu ke depan ke arah garis perkembangan sang pribadi di masa depan dan retrospektif dalam arti bahwa ia memperhatikan masa lampau sang pribadi.

Bagi Jung, dalam hidup ini ada perkembangan yang konstan dan sering kali kreatif, pencarian ke arah yang lebih sempurna serta kerinduan untuk lahir kembali. Jung melihat kepribadian individu sebagai produk dan wadah sejarah leluhur. Manusia modern dibentuk kedalam bentuknya yang sekarang oleh pengalaman kumulatif generasi masa lampau yang merentang jauh ke belakang sampai asal manusia yang samar dan tidak diketahui. Dasar kepribadian bersifat arkhaik, primitif, bawaan, tak sadar dan mungkin universal.

(31)

commit to user

Kepribadian individu merupakan hasil daya batin yang mengenai dan dikenai oleh daya dari luar individu.

1.) Struktur Kepribadian

Jung berpendapat bahwa kepribadian itu adalah seluruh pemikiran, perasaan, dan perilaku nyata baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Adapun struktur kepribadian manusia terdiri dari dua dimensi yaitu dimensi kesadaran dan dimensi ketidaksadaran. Kedua dimensi ini saling mengisi dan mempunyai fungsi masing-masing dalam penyesuaian diri.

a.) Dimensi Kesadaran Kepribadian

Dimensi kesadaran dari kepribadian ini adalah ego. Ego adalah jiwa sadar yang terdiri dari persepsi, ingatan, pikiran, perasaan sadar manusia. Ego melahirkan perasaan identitas dan kontinuitas seseorang.

(32)

commit to user

kepribadian orangnya. Jadi ada tipe pemikir, tipe perasa, tipe pendria, dan tipe intuitif.

Komponen kedua dari dimensi kesadaran manusia adalah sikap jiwa. Sikap jiwa adalah arah dari energi psikis atau libido yang menjelma dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya. Arah aktivitas energi psikis itu dapat keluar atau ke dalam diri individu. Setiap orang mengadakan orientasi terhadap dunia sekitarnya. Namun demikian, dalam caranya mengadakan orientasi itu setiap orang berbeda-beda.

Berdasarkan atas sikap jiwanya, manusia dapat digolongkan menjadi dua tipe yaitu manusia yang bertipe ekstravers dan manusia yang bertipe introvers. Orang yangekstravers terutama dipengaruhi oleh dunia objektif, yaitu dunia luar di luar dirinya. Orientasinya terutama tertuju ke luar. Pikiran, perasaan, dan tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial. Orang yang bertipe ekstravers bersikap positif terhadap masyarakatnya, hatinya terbuka, mudah bergaul, dan hubungan dengan orang lain efektif. Adapun bahaya orang bertipe ektravers ini ialah apabila keterkaitan kepada dunia luar itu terlampau kuat, sehingga ia tenggelam di dalam dunia objektif, kehilangan dirinya atau asing terhadap dunia subjektifnya sendiri.

(33)

commit to user

hati orang lain. Penyesuaian dengan batinnya sendiri baik. Bahaya tipe kepribadian introvers ini ialah kalau jarak dengan dunia objektifnya terlalu jauh, maka orang tersebut lepas dari dunia objektifnya. Jadi orang yang kesadarannya bertipe pemikir maka ketidaksadarannya adalah perasa. Orang yang kesadarannya

ekstravers, ketidaksadarannya bersifatintravers.

Apa yang telah dikemukakan di atas adalah keadaan kehidupan alam sadar yang sebenarnya. Masih ada suatu permasalahan lagi yaitu bagaimana orang itu dengan sadar menampakkan diri ke luar. Cara ini oleh Jung disebut persona. Persona merupakan kompromi antara individu dan masyarakat; antara strutur batin sendiri dengan tuntutan sekitar mengenai bagaimana seharusnya orang berbuat. Apabila orang dapat menyesuaikan diri ke luar dengan baik, maka persona itu akan merupakan selubung yang elastis, yang dengan lancar dapat dipergunakan. Akan tetapi apabila penyesuaian diri ke dunia luar itu kurang baik, maka persona dapat merupakan topeng yang kaku dan beku dalam menyembunyikan kelemahan dirinya.

b.) Dimensi Ketidaksadaran Kepribadian

(34)

commit to user

Ketidaksadaran pribadi berisi kompleks (konstelasi) perasaan, pikiran, persepsi, igatan yang terdapat dalam ketidaksadaran pribadi. Kompleks memiliki inti yang bertindak seperti magnet menarik berbagai pengalaman ke arahnya.

Ketidaksadaran kolektif atau transpersonal adalah gudang bekas ingatan laten yang diwariskan dari masa lampau leluhur seseorang. Masa lampau itu tidak hanya sejarah ras manusia sebagai suatu spesies tersendiri tetapi juga leluhur pramanusiawi atau nenek moyang binatangnya. Ketidaksadaran kolektif adalah sisa psikis perkembangan evolusi manusia yang menumpuk akibat dari pengalaman yang berulang selama banyak generasi. Ketidaksadaran kolektif hampir sepenuhnya terlepas dari segala segi pribadi dalam kehidupan seseorang dan nampaknya bersifat universal.

Ketidaksadaran kolektif merupakan landasan ras yang diwariskan dalam keseluruhan struktur kepribadian. Kesadaran kolektif ini berperan dalam mengarah atau menyeleksi tingkah seseorang sejak awal kehidupannya. Pengalaman seseorang tentang dunia sebagian besar dibentuk olek ketidaksadaran kolektif, walaupun tidak sepenuhnya. Ini menyebabkan adanya variasi dalam perkembangan seseorang.

Ketidaksadaran adalah hal yang tidak disadari. Untuk mengenal dan mengetahui ketidaksadaran, diperoleh secara tidak langsung melalui manifestasinya. Manifestasi ketidaksadaran dapat berbentuk simtom dan kompleks, mimpi, fantasi, khayalan, dan arketipe e.

(35)

commit to user

memberi tahu ada sesuatu dalam kesadaran yang kurang. Kompleks adalah bagian dari kejiwaan yang telah terpecah dan lepas dari kontrol kesadaran dan mempunyai kehidupan sendiri dalam kegelapan alam ketidaksadaran yang dapat menghambat atau memajukan prestasi. Mimpi sering timbul dari kompleks yang mempunyai hukum dan bahasa sendiri. Dalam mimpi sebab akibat, ruang dan waktu tidak berlaku, bahasanya bersifat lambang dan untuk memahaminya perlu penafsiran. Disamping mimpi Jung juga mengemukakan tentang fantasi dan khayalan sebagai bentuk manifestasi (perwujudan) ketidaksadaran. Fantasi dan khayalan ini berkaitan dengan mimpi dan timbul pada taraf kesadaran rendah. Variasi fantasi dan khayalan itu tidak terhingga mulai dari mimpi siang hari serta mimpi tentang keinginan sampai khayalan khusus orang-orang yang dalam keadaan kegirangan yang luar biasa.

Adapun arketipe adalah bentuk pendapat instinktif dan reaksi instinktif terhadap situasi tertentu yang terjadi di luar kesadaran. Arketipe itu dibawa sejak lahir dan tumbuh pada ketidaksadaran kolektif selama perkembangan manusia. Jadi arketipe tidak bergantung pada manusia perseorangan. Arketipe merupakan pusat serta medan tenaga dari ketidaksadaran yang dapat mengubah sikap kehidupan sadar manusia.

(36)

commit to user

dengan kehidupan alam sadarnya. Bayang-bayang merupakan suatu pecahan kepribadian yang tidak terikat kepada individu (Syamsu Yusuf & Juntika, 2008: 83).

Proyeksi atau imago diartikan menempatkan isi batin sendiri pada obyek lain di luar dirinya secara tidak sadar. Imago yang terpenting pada orang dewasa adalah animus bagi orang perempuan dan anima pada orang laki-laki yaitu sifat atau kualitas jenis kelamin lain yang ada dalam ketidaksadaran manusia. Setiap manusia itu bersifat biseksual, jadi setiap manusia itu mempunyai sifat yang tedapat pada jenis kelamin lawannya. Orang laki-laki ketidaksadarannya adalah perempuan dan orang perempuan ketidaksadaranna adalah laki-laki (Syamsu Yusuf & Juntika, 2008: 84).

(37)

commit to user

hidupnya, khususnya ibunya sendiri. Bergabungnya sifat tersebut ke dalam kepribadiannya memungkinkan seorang laki-laki untuk mengembangkan sisi sensitif dari tabiatnya, sehingga memungkinkannya untuk menjadi individu yang tidak terlalu agresif, baik hati, hangat dan penuh pengertian. Memungkiri atau menekan anima mengakibatkan timbulnya sifat keras kepala, keras, kaku, dan bahkan kejam secara fisik maupun emosi. Animus adalah sisi praktis, independen, percaya diri, dan keberanian mengambil resiko dari kepribadian wanita. Sebagai sebuah arketipe, hal ini merupakan bentuk kolektif dari seluruh laki-laki yang dikenal oleh seorang wanita di dalam hidupnya, terutama ayahnya sendiri. Bergabungnya sifat ini ke dalam memungkinkan dirinya untuk menjadi seorang pemimpin, pengelola yang baik, dan pencari nafkah. Namun, jika seorang wanita mengabaikan aspek-aspek ini dalam dirinya, maka ia menjadi cengeng, tergantung, cerewet, dan tidak aman.

Dengan adanya kesepakatan terhadap arketipe ini, memungkinkan laki-laki dan wanita dapat memahami dengan lebih baik terhadap lawan jenisnya. Hal ini juga akan memberdayakan mereka untuk memperluas dan mengembangkan kemampuan mereka secara maksimal. Munculnya anima atau animus dalam mimpi seseorang menunjukkan integrasi kepribadian.

2.) Dinamika Kepribadian

(38)

commit to user

Dalam dinamika kepribadian ada dua prinsip pokok yaitu prinsip ekuivalensi dan entropi. Prinsip ekuivalensi dalam kepribadian menyatakan bahwa apabila sesuatu nilai menurun atau hilang, maka jumlah energi yang didukung oleh nilai itu tidak hilang dari kepribadian melainkan akan muncul kembali dalam nilai baru. Jadi dalam seluruh sistem kepribadian itu banyaknya energi tetap hanya distribusinya yang berubah (Syamsu Yusuf & Juntika, 2008: 85).

Prinsip kedua dalam dinamika kepribadian adalah entropi. Prinsip ini mengatakan bahwa apabila dua benda yang berlainan penasnya bersentuhan, maka panas akan mengalir dari yang lebih panas pada yang lebih dingin. Bekerjanya prinsip entropi ini menghasilkan keseimbangan kekuatan. Prinsip ini diambil oleh Jung untuk menggambarkan dinamika kepribadian yaitu distribusi energi di dalam kepribadian itu selalu menuju keseimbangan (Syamsu Yusuf & Juntika, 2008: 86). Gerakan energi dalam kepribadian itu mempunyai arah, gerakannya itu dapat dibedakan antara gerak progresif dan gerak regresif. Gerak progresif adalah gerak yang menuju ke kesadaran dan berbentuk proses penyesuaian yang terus menerus terhadap tuntutan kehidupan sadar. Gerak progresif terjadi atas dasar keharusan individu meneysuaikan diri terhadap dunia luar. Regresif terjadi atas dasar keharusan individu menyesuaikan diri ke dalam diri sendiri (Syamsu Yusuf & Juntika, 2008: 88).

3.) Perkembangan Kepribadian

(39)

commit to user

berarti diferensiasi sempurna dan saling hubungan yang selaras seluruh aspek kepribadian manusia. Ini berarti psyche memiliki pusat baru yaitu diri yang menggantikan tempat aku.

Di dalam proses perkembangan kepribadian, dapat terjadi gerak maju (progresi) atau gerak mundur (regresi). Dalam perkembangan kepribadian, terjadi energi psikis yang dipindahkan, artinya dapat ditransfer dari satu aspek atau sistem ke sistem lain. Transfer yang progresif disebut sublimasi, yaitu transfer dari proses yang lebih primitif, instinktif, dan rendah deferensiasinya (aktualisasinya) ke proses yang bersifat kultural, spiritual, dan tinggi deferensiasinya. Sublimasi itu progresif, menyebabkan jiwa bergerak maju dan menambah rasionalitas. Adapun represi itu regresif, menyebabkan jiwa bergerak mundur dan menghasilkan irrasionalitas.

Untuk mencapai kepribadian yang integral serta sehat, maka setiap sistem atau aspek kepribadian itu harus mencapai tahap diferensiasi dan berkembang sepenuhnya. Proses diferensiasi dan berkembang secara penuh ini disebut proses pembentukan diri. Jung mneyebutnya proses pembentukan diri ini sebagai proses individuasi.

4.) Tahap-tahap Perkembangan Kepribadian

(40)

commit to user a. Tahap Pertama

Membuat sadar fungsi pokok serta sikap jiwa yang ada alam ketidaksaaran. Dengan cara ini, tegangan dalam batin berkurang dan kemampuan untuk mengadakan oreintasi serta penyesuaian diri meningkat.

b. Tahap Kedua

Membuat saat imago. Dengan menyadari imago ini, orang akan mampu melihat kelemahan-kelemahannya sendiri yang diproyeksikan.

c. Tahap Ketiga

Menyadari bahwa manusia hidup dalam berbagai tegangan pasangan yang berlawanan, baik rohaniah maupun jasmaniah. Manusia harus tabah menghadapi masalah ini serta dapat mengatasinya.

d. Tahap Keempat

Adanya hubungan yang selaras antara kesadaran dan ketidaksadaran, adanya hubungan yang selaras antar segala aspek dari kepribadian yang ditimbulkan oleh titik pusat kepribadian diri.

3. Teori Psikoseksual

(41)

commit to user

Homoseksual merupakan salah satu bentuk varian atau kelainan seksual yang dialami pria maupun wanita. Perilaku homoseksual menurut Supratiknya adalah perilaku seksual yang ditujukan pada pasangan sejenis, bila pria dengan pria disebutgay, dan bila terjadi di antara wanita disebutlesbian(1995:94).

Menurut Sawitri Supardi Sadarjoen, homoseksualitas dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan yang kuat akan daya tarik erotis seseorang terhadap jenis kelamin yang sama (2005:41).

Homoseksual berarti ketertarikan seksual pada sesama jenis, ini berkebalikan dengan heteroseksual. Homoseksualitas di kalangan wanita disebut cinta lesbi atau lesbianisme. Dalam prosesnya, lesbianisme biasanya diperankan oleh pasangan wanita dengan penampilan tomboy dan perempuan dengan sisi feminimnya. Namun tidak semua wanita yang berpenampilan tomboy menjalin hubungan dengan sesama jenis. Tomboy akan tampak pada diri seorang perempuan yang lebih maskulin atau memiliki ciri-ciri kelaki-lakian baik secara biologis maupun psikologinya.

(42)

commit to user

individu-individu yang juga menanamkan kebencian terhadap pria, maka perasaan yang senasib itulah menyebabkan perasaan dua wanita tersebut semakin erat.

Berikut adalah penyebab homoseksual menurut Sawitri Supardi Sadarjoen.

Pertama, orientasi seksual seseorang menentukan semesta dengan siapa orang

tersebut mungkin menemukan hubungan yang puas dan terpenuhi. Orientasi seksual umumnya dibahas sebagai karakteristik individu, seperti jenis kelamin biologis, identitas gender, atau usia. Perspektif ini tidak lengkap karena orientasi seksual selalu didefinisikan dalam istilah relasional dan harus melibatkan hubungan dengan orang lain. Tindakan seksual dan atraksi romantis dikategorikan sebagai homoseksual atau heteroseksual sesuai dengan jenis kelamin biologis individu yang terlibat di dalamnya, yang bersifat relatif satu sama lain. Individu-individu mengungkapkan heteroseksualitas, homoseksualitas, atau biseksual, memang didasarkan pada tindakan atau keinginan mereka untuk berbuat terhadap orang lain. Hal ini mencakup tindakan-tindakan sederhana seperti berpegangan tangan atau berciuman. Jadi, orientasi seksual secara integral terkait dengan hubungan personal seorang individu yang dibentuk dengan individu lain untuk memenuhi kebutuhan akan cinta, ikatan, dan keintiman.

Kedua, perilaku seksual. Perilaku seksual mencakup kasih sayang fisik

(43)

commit to user

sebaliknya. Beberapa memiliki hubungan seksual dengan individu-individu dengan identitas gender sama, lain gender, biseksual atau dapat juga berselibat. Penelitian menunjukkan banyak pasangan lesbian dan gay yang menginginkan, dan berhasil dalam memiliki komitmen dan hubungan yang bertahan lama. Pasangan homoseksual dan heteroseksual setara satu sama lain dalam ukuran kepuasan dan komitmen dalam hubungan percintaan, bahwa usia dan gender lebih dapat diandalkan sebagai alat ukur kepuasan dan komitmen hubungan percintaan, dan bahwa individu heteroseksual atau homoseksual memiliki harapan dan impian hubungan percintaan yang sebanding. Terjadinya hal ini adalah bahwa homoseksual muda dapat secara spesifik ditargetkan atas dasar orientasi seksual yang nampak/terlihat atau gender yang tidak sesuai dengan penampilan mereka, dan faktor risiko yang terkait dengan status minoritas seksual, termasuk diskriminasi, ketidakberadaan, dan penolakan oleh anggota keluarga meninggikan kemungkinan risiko untuk menjadi korban, seperti penyalahgunaan zat, hubungan seks dengan banyak pasangan, atau lari dari rumah. Tingginya tingkat penolakan keluarga secara signifikan berhubungan dengan hasil kesehatan yang buruk.

Ketiga, identitas seksual (Sexual Identity) atau identifikasi diri, yang

mungkin dapat mengacu kepada perilaku homoseksual atau orientasi homoseksual. Pria dengan pria disebutgay, perempuan dengan perempuan disebut

lesbi.(2005: 15)

(44)

commit to user

homoseksual. Keluarga merupakan bagian yang paling penting dari “jaringan

sosial” anak, sebab anggota keluarga merupakan lingkungan pertama anak dan

orang yang paling penting selama tahun-tahun formatif awal. Jenis pola keluarga dan siapa anggota keluarga yang ikut berperan, mempengaruhi perkembangan anak (Hurlock, 1999:200-201). Faktor lingkungan memungkinkan dan mendorong pasangan sesama jenis menjadi erat. Teman dekat mereka lesbi dan karena mereka merasa sudah nyaman dengan sahabat perempuan itu maka apa yang dilakukan teman lesbian tanpa sadar akan terbawa perasaan sahabatnya dan menjadikannya lesbian.

Ayah mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan peran seksual anak. Jika peran ayah kecil atau tidak berperan sama sekali dalam perkembangan anak, terutama dalam hal pola asuh, maka akan muncul kesimpangsiuran peran jenis kelamin anak (Save M. Dagun, 1990:104-105). Mavis Hetherington (melalui Save M. Dagun, 1990:105) mengatakan, anak laki-laki yang ditinggalkan ayahnya sejak dini berperilaku tidak maskulin. Selain itu anak menjadi kurang mandiri, ketergantungan, kurang tegas, dan tidak menyukai permainan yang melibatkan fisik. Keadaan tersebut bagi anak laki-laki akan mengakibatkan kurang memperlihatkan sikap sebagai seorang laki-laki.

(45)

commit to user

jenis. Dalam proses pembentukan identitas seksual, seorang anak pertama-tama akan melihat pada orang tua mereka sendiri yang berjenis kelamin sama dengannya. Anak laki-laki melihat pada ayahnya, dan anak perempuan melihat pada ibunya, dan kemudian mereka juga melihat pada teman bermain yang berjenis kelamin sama dengannya. Homoseksual terbentuk ketika anak gagal mengidentifikasi dan mengasimilasi, apa, siapa, dan bagaimana menjadi dan menjalani peranan sesuai dengan identitas seksual berdasarkan nilai-nilai universal pria dan wanita. Kegagalan mengidentifikasi dan mengasimilasi identitas seksual ini dapat dikarenakan figur yang dilihat dan menjadi contoh untuknya tidak memerankan peranan identitas seksual mereka sesuai dengan nilai-nilai universal yang berlaku, seperti ibu yang terlalu mendominasi dan ayah yang tidak memiliki ikatan emosional dengan anak-anaknya, ayah tampil sebagai figur yang lemah tidak berdaya, serta orang tua yang homoseksual. Hal tersebut membuat anak laki-laki merasa tidak nyaman terhadap ibunya yang terlalu dominan dan memperlakukan ayahnya (yang adalah kelompoknya) secara tidak menyenangkan. Tanpa disadari oleh anak, kejadian ini seakan terekam dalam ingatannya dan dijadikan sebagai contoh bagaimana wanita akan memperlakukan dirinya nanti seandainya ia membina hubungan dengan wanita. Ia pun sama sekali tidak mengingkan hal seperti demikian terjadi pada dirinya. Pada akhirnya ia jadi merasa lebih nyaman dan aman untuk berhubungan dengan kelompok jenisnya sendiri (melalui http://www.e-psikologi.com).

(46)

commit to user

oleh rasa ketergantungan terhadap sesama jenis dan kebutuhan akan power

(kuasa). Ia meyakini bahwa dirinya lemah dan tidak memiliki kuasa atau kekuatan untuk dapat memenuhi kebutuhannya dan meraih apa yang diinginkannya sendirian. Ia mencari seseorang yang dapat dijadikannya sebagai pegangan, sebagai tempatnya berlindung dan bergantung. Dengan latar belakang pengalaman hidupnya, ia menemukan kenyamanan dan rasa aman ketika berhubungan dengan sesama jenisnya (http://www.e-psikologi.com).

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir adalah urutan langkah kerja untuk meneliti secara jelas dan terstruktur. Kerangka pikir yang ada dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Mengetahui novelChrysansecara struktural.

2. Mencari penyimpangan seksual dalam novelChrysan.

3. Melakukan tinjauan terhadap novelChrysanyang meliputi struktur dan psikologi kepribadian tokoh.

(47)

commit to user

Bagan Kerangka Pikir Penelitian

NovelChrysankarya Hapie Joseph Aloysia

NovelChrysan

Unsur-unsur intrinsik meliputi alur, tokoh, latar,

serta tema dan amanat

Teori Psikologi Kepribadian Carl

Gustav Jung

Simpulan Faktor penyebab

(48)

commit to user

37

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode dalam suatu penelitian merupakan cara untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan penelitian yaitu memecahkan masalah yang telah dirumuskan. Demikian pula halnya dengan penelitian terhadap karya sastra. Melalui metode yang tepat diharapkan adanya hasil yang maksimal.

Metode dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Moleong memaparkan metode kualitatif adalah metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis (1994:6). Oleh karena objek penelitian ini berupa karya sastra yang berwujud novel, maka data penelitian yang digunakan berupa data tertulis.

Data deskriptif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data yang dikumpulkan yang berbentuk kata-kata, frasa, klausa, kalimat atau paragraf, dan bukan angka-angka. Sehingga hasil penelitian ini berisi analisis data yang sifatnya menuturkan, memaparkan, menganalisis, dan menafsirkan (Soediro Satoto, 1992: 15).

B. Pendekatan Penelitian

(49)

commit to user

lingkungannya, serta penyimpangan seksual yang dialami tokoh. Namun, sebelum memasuki tahap analisis pada teori psikologi sastra, peneliti akan mengupas sisi intrinsik novel Chrysan, yakni alur, tokoh, latar, tema dan amanat. Analisis psikologi sastra yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Psikologi Kepribadian Carl Gustav Jung yang menandai hidup psikis dan merupakan sumber dari proses kejiwaan manusia yaitu struktur kepribadian, dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian.

C. Objek Penelitian

Objek kajian dalam penelitian adalah unsur intrinsik yang meliputi alur, tokoh, latar, tema dan amanat serta penyebab penyimpangan seksual yang terdapat dalam novel Chyrsan karya Hapie Joseph Aloysia ditinjau dari teori psikologi kepribadian Carl Gustav Jung.

D. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Chrysan karya Hapie Joseph Aloysia yang diterbitkan oleh Shira Media pada bulan Januari 2011, cetakan pertama, setebal 202 halaman.

E. Teknik Pengumpulan Data

(50)

commit to user

berwujud buku, majalah, surat kabar, karya sastra, buku bacaan ilmiah (Soediro Satoto, 1995:42).

F. Teknik Analisis Data

Data-data yang telah terkumpul selanjtnya diolah dan dianalisis melalui beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut merupakan rangkaian yang tidak dapat saling lepas karena tahapan ini merupakan suatu proses yang berurutan dan berkesinambungan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Tahap deskripsi, yaitu seluruh data yang diperoleh dihubungkan dengan persoalan, setelah itu dilakukan tahap pendeskripsian.

2. Tahap klasifikasi, yaitu data-data yang telah dideskripsikan kemudian dikelompokkan menurut kelompoknya masing-masing sesuai dengan permasalahan yang ada.

3. Tahap analisis, yaitu semua data-data yang telah diklasifikasikan menurut kelompoknya masing-masing dianalisis menggunakan pendekatan struktural kemudian dilanjutkan dengan mengunakan pendekatan psikologi sastra. 4. Tahap interpretasi data, yaitu upaya penafsiran dan pemahaman terhadap

hasil analisis data sehingga didapat pemahaman secara menyeluruh dan utuh. 5. Tahap evaluasi, yaitu seluruh data-data yang sudah dianalisis dan

(51)

commit to user

G. Teknik Penarikan Simpulan

(52)

commit to user

41

BAB IV

ANALISIS STRUKTUR NOVEL

CHRYSAN

KARYA HAPIE JOSEPH ALOYSIA

Penelitian ini menggunakan teori struktural. Analisis struktural akan membahas alur, tokoh, latar, tema dan amanat. Analisis terhadap unsur-unsur intrinsik atau struktur karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti suatu karya sastra sebelum memasuki penelitian lebih lanjut. Analisis struktural bertujuan menemukan makna keseluruhan dari karya sastra. Makna keseluruhan dari karya sastra diperoleh melalui pengupasan dan pemaparan unsur-unsur karya yang membentuk keterkaitan dan keutuhan karya sastra tersebut.

A. Alur

Alur dalam novel Chrysan adalah maju. Urutan kejadian yang dikisahkan dalam Chrysan yang berplot progresif dan bersifat kronologis. Cerita dikisahkan secara berurutan dan runtut. Peristiwa (-peristiwa) yang pertama diikuti oleh dan atau: menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau, secara runtut cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian). Jika digambarkan dalam bentuk skema, plot progresif dalam novel Chrysan tersebut adalah sebagai berikut.

(53)

commit to user

A merupakan tahap situation (tahap penyituasian). Ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain yang terutama berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya. Pada tahap ini pengarang menceritakan kisah awal mula cerita dalam novel

Chrysan, yakni ketika pertamakali tokoh Chantal ditemukan dan dirwat oleh Ibu

dan Bapak Angkatnya. Penceritaan novelChrysandiawali dengan kelahiran tokoh Chantal yang tidak diinginkan oleh nenek kandungnya. Kemudian, bayi tokoh Chantal dibuang oleh nenek kandungnya di depan rumah seseorang. Dia lalu dirawat di sebuah keluarga yang tidak memiliki anak selama lebih dari lima tahun pernikahannya. Karena itu, tokoh Chantal dianggap anak pungut oleh keluarga angkat, terutama oleh ibu angkatnya. Seperti pada kutipan berikut ini.

“Jika benar dia Nenekku, kenapa dia begitu tega membuangku?”

(Chrysan: 17)

Pernikahan mereka yang sudah berjalan lebih dari lima tahun tidak juga dikaruniai seorang anak. (Chrysan: 17)

Tak ada seorang pun yang menganggapku sebagai darah daging mereka (Chrysan: 16)

Kata mereka aku ini anak hasil pungut. Pada saat malam hari ketika mereka hendak mengistirahatkan tubuh yang lelah, mereka mendengar tangisan bayi di depan rumah. (Chrysan: 16)

Sejak hari itu, sejak kuketahui kalau aku hanyalah anak hasil pungut. (Chrysan: 65)

(54)

commit to user

karena dibesarkan di lingkungan yang tidak baik. Sejak kecil tokoh Chantal dirawat oleh Ibu Angkatnya yang ternyata adalah seorang germo.

“Maklum saja, Ibuku seorang germo” (Chrysan: 19)

Berawal dari Ibu Angkatnya, tokoh Chantal mengenal kehidupan dunia pelacuran. Sejak kecil tokoh Chantal sudah mulai dikenalkan dengan segala hal tentang kehidupan prostitusi. Ibu Angkatmelakukan semua itu karena memang sudah berencana menjadikan tokoh Chantal sebagai aset yang dapat diperdagangkan melalui tubuhnya.

Dari sini cerita mulai menarik. Sebab, kejadian awal yang membuat tokoh Chantal menjadi pekerja seks komersial adalah perlakukan Ibu Angkatnya.

B merupakan tahapgenerating circumstances(tahap pemunculan konflik). Ini adalah tahap awal munculnya konflik. Konflik itu akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.

Peristiwa demi peristiwa yang diungkapkan menjadi tanda bergeraknya cerita menuju ke permasalahan yang memicu konflik. Peristiwa tersebut dimulai ketika tokoh Chantal dijual untuk pertama kalinya oleh Ibu Angkatkepada seorang pelanggan. Seperti dalam cuplikan berikut.

Menginjak usia lima belas tahun, kebutuhan akan uang membuat Ibu tega menjualku ke seorang pelanggan setianya. (Chrysan: 18)

(55)

commit to user

Tapi sepertinya penjualan atasku ini bukan karena suatu alasan kebutuhan. Hal ini dilakukan lebih karena sudah direncanakannya sejak dari awal. Aku ini bagaikan sebuah nilai investasi yang sengaja dipupuk dan dirawat hingga tumbuh subur seperti sekarang ini, dan siap untuk didagangkan. (Chrysan: 18)

Pada dasarnya tokoh Chantal tidak menginginkan dan tidak pula merencanakan atas pekerjaan yang dilakoninya. Dia dengan terpaksa mau menjalani pekerjaan tersebut.

“Dulu menjadi seorang pelacur adalah sesuatu yang nggak pernah

terbersit di anganku.” (Chrysan: 48)

Pada kutipan tersebut menggambarkan sebenarnya tokoh Chantal hanya setengah hati melakoni pekerjaannya. Akibat dorongan dan paksaan Ibu Angkatnya, Chantal pun mau menjalani pekerjaan tersebut meskipun tidak dengan menyertakan perasaannya. Tokoh Chantal melakukan profesinya semata-mata karena uang, bukan untuk mencari kenikmatan, apalagi cinta. Seperti cuplikan berikut.

“Aku nggak pernah mencintai mereka. Aku hanya mencintai uang

mereka. Dan aku hanya menjual tubuh bukan perasaan” (Chrysan:

48)

Peristiwa tersebut menjadikan tokoh Chantal membenci laki-laki. Kebenciannya ini didasarkan kemuakannya terhadap sikap para lelaki yang selalu menginginkan kemolekan tubuhnya. Para laki-laki itu tidak mempedulikan perasaan hatinya. Tokoh Chantal kemudian memunculkan slogan 4F atas sikap lelaki penikmat tubuhnya. Seperti pada kutipan berikut.

Beberapa di antaranya ada yang datang dengan mengatasnamakan cinta untuk sebuah layanan spesial, namun tak banyak juga di antara lelaki itu yang datang dengan slogan “4F” (Find them/Temukan

(56)

commit to user

tidak asing di lingkungan profesi seperti ini, karenanya aku tidak pernah mau termakan rayuan gombal atas nama cinta yang digemborkan beberapa lelaki untukku. (Chrysan: 25)

Peristiwa yang dialami Chantal tersebut membuat dirinya tidak lagi memiliki perasaan cinta pada sosok laki-laki. Sejak menjadi seorang pramuria, Chantal sudah diwanti-wanti Ibu Angkatnya untuk tidak menyertakan perasaan hatinya dalam melakoni pekerjaan tersebut. Seperti pada kutipan berikut.

Tidak ada ketulusan dan kesetiaan di kehidupan asmara seorang pelacur. Itu yang selalu Ibu ingatkan padaku. (Chrysan: 24)

C1 dan C2 adalah tahap rising action (tahap peningkatan konflik) merupakan tahap konflik yang muncul mulai berkembang. Konflik-konflik yang terjadi, (baik internal, eksternal, maupun keduanya), pertentangan-pertentangan, benturan-benturan antarkepentingan, masalah, dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tidak dapat dihindari. Tahap peningkatan konflik diawali dengan peristiwa perginya Chantal dari rumah Ibu Angkatnya ke rumah kost setelah Ibu Angkatnya menikah lagi. Seperti dalam cuplikan berikut.

Saat aku sedang berusaha mencari tempat kost untuk ku tinggali, selepas kepindahan Ibu bersama suami barunya. Aku sengaja memilih untuk hidup sendiri sekalipun Ibu memintaku untuk ikut bersamanya. (Chrysan: 25)

Cuplikan tersebut menggambarkan kepergian Chantal dari rumah Ibu Angkatnya. Kepergiaannya yang bertujuan mencari ketenangan diri diawali dengan menyewa kamar kost. Tempat tinggal Chantal yang baru dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

(57)

commit to user

Kutipan di atas menyebutkan tempat tinggal Chantal yang baru setelah kepergiannya dari rumah Ibu Angkatnya. Alasan kepergian Chantal dari rumah Ibu Angkatnya selain ingin mencari ketenangan juga karena dia tidak ingin mengganggu kehidupan Ibu Angkat dengan suami barunya. Selain itu, Chantal tidak ingin Ayah Angkat barunya juga menginginkan tubuh moleknya bila dia terus hidup berdampingan dengan Ibu Angkat. Sebab, bisa jadi Ibu Angkatnya tidak berguna lagi bagi suami barunya. Seperti pada kutipan berikut.

“Ah, aku tidak mau kalau nanti suami barunya turut menjadi pelangganku juga. Aku tidak mau membuat Ibu merasa tidak

berguna untuk suami barunya.” (Chrysan: 25)

Selanjutnya adalah peristiwa C1, yaitu peningkatan konflik yang dialami oleh Chantal. Peristiwa peningkatan konflik, yakni pertemuan Chantal dengan tokoh Devara yang selanjutnya disebut Dev di sebuah rumah kost di kawasan Jakarta Selatan.

Seorang perempuan yang kujumpai pertama kalinya saat aku sedang berusaha mencari tempat kost untuk ku tinggali. (Chrysan: 25) Nama aslinya Devara, namun dia lebih suka di panggil Dev saja. (Chrysan: 25)

(58)

commit to user

“Ada suatu chemistry yang membuatku merasa cocok dengannya.

Masalahchemistry macam apa, akupun juga tidak tahu jawabannya.

Hanya saja aku merasa kalau aku “klik” dengan dirinya.” (Chrysan:

27)

Peningkatan konflik tokoh utama setelah bertemu tokoh Dev adalah penyimpangan seks yang dialami Dev. Penyimpangan ini menjadi dasar hubungan tokoh Chantal dan Dev sebagai lesbi. Tokoh Chantal tidak peduli dengan keabnormalan itu. Dia hanya merasa bahagia hidup bersama Dev. Akhirnya, mereka menjalin hubungan yang tidak sehat sebagai pasangan lesbi.

“Tapi bukan keyakinan buat temenan sama seorang lesbian kan?”

(Chrysan: 27)

Peristiwa tersebut menggambarkan bahwa sebenarnya Dev adalah seorang lesbi. Chantal menyukai kepribadian sosok Dev yang suka menyendiri dan tidak ingin dekat dengan keramaian. Sebab, dengan begitu Chantal bisa mendapatkan perhatian penuh darinya. Kedekatan Chantal dengan Dev pada akhirnya menyatukan mereka menjadi pasangan lesbi. Mereka menjadi pasangan kekasih yang tidak sewajarnya di mata masyarakat. Hubungan yang terjadi di antara mereka terjadi begitu saja seiring dengan kemuakan Chantal terhadap sosok laki-laki serta kenyamanan yang mereka jalani. Seperti terlihat pada kutipan berikut.

Berbulan-bulan ini aku telah menjalin hubungan yang sangat spesial dengannya. Hubungan selayaknya kekasih. (Chrysan: 58)

Hubungan di antara kita terjadi begitu saja. Nggak pernah sedikitpun aku rencanakan. Semuanya mengalir, bersamaan dengan kemuakanku kepada para lelaki yang kuanggap memiliki otak dan watak yang sama semua. (Chrysan: 47)

(59)

commit to user

akui sekarang dan detik ini juga kalau akau cinta sama kamu sayang. (Chrysan: 49)

Dari ungkapan di atas menggambarkan tentang jalinan asmara yang terjadi antara Dev dan Chantal. Hubungan tidak wajar yang mereka jalani tersebut didasarkan perasaan dan hati yang saling membutuhkan kasih sayang, bukan karena faktor kelamin laki-laki ataupun perempuan. Seperti pada kutipan berikut.

Tak pernah kuduga kalau perasaan macam ini justru hadir dari rupa manusia berjenis kelamin perempuan. (Chrysan: 83)

Persoalan saya bukan terletak pada jenis kelamin yang dia miliki. Saya mencintai dia dengan perasaan dan bukan karena kelamin. (Chrysan: 194)

Dev sebagai seorang lesbian memiliki karakter posesif. Dia ingin sesuatu yang dimilikinya tidak diganggu oleh orang lain, termasuk dalam hal kekasih. Karena itu, Dev selalu ingin menjaga dan cemburu ketika Chantal banyak menghabiskan waktu untuk meladeni para pelanggannya. Seperti pada kutipan berikut.

Saking tertambatnya hingga tidak sanggup untuk terus bertahan dengan kenyataan bahwa aku harus membagimu dengan para laki-laki bajingan itu. (Chrysan: 122)

“Aku cinta sama kamu, dan itu alasan paling mendasar yang buat

aku selalu cemburu setiap kali kamu menjalani profesimu.”

(Chrysan: 47)

(60)

commit to user

Tahap klimaks ditandai dengan munculnya kecemburuan Dev pada profesi Chantal. Kecemburuan ini membuat Dev lebih memilih menyingkir dari kehidupan Chantal. Peristiwa tersebut terjadi karena Dev merasa sudah tidak sanggup lagi perasaannya dipermainkan oleh Chantal. Setelah bertengkar dengan Chantal, Dev pergi tanpa pamit. Dia hanya meninggalkan sepucuk surat. Seperti pada kutipan berikut.

“Aku menyerah. Kini aku putuskan untuk pergi dari hidupmu. Maaf

aku tidak pamit. Aku hanya tidak ingin semakin menyakitimu dan

menyakiti diriku sendiri.” (Chrysan: 122)

Kutipan di atas adalah sepenggal isi surat Dev yang ia tinggalkan untuk Chantal. Setelah membaca surat Dev berkali-kali membuat Chantal merasa kehilangan separuh kekuatan jiwanya. Peristiwa tersebut membuat Chantal kehilangan keseimbangan dalam hidupnya. Ia merasa kekuatan dan penyemangat hidupnya telah meninggalkannya. Chantal benar-benar menyesal dengan yang telah ia perbuat terhadap Dev. Semenjak itu pula Chantal mulai berpikir untuk meninggalkan dunia kepelacuran. Chantal mulai menolak pelanggan-pelanggan penikmat tubuhnya. Seperti kutipan berikut.

Sayangku, sebegitu hebatkah luka yang diakibatkan oleh kebiadabanku untukmu hingga kau benar-benar membunuhku dalam pencarian ini? Aku sungguh merasa kehilanganmu. Ini bukan main-main, ini serius. Aku mulai kelimpungan dan tidak sanggup untuk terus dikacaukan penyesalan hati sendiri. (Chrysan: 112)

“Aku sumpah, mau buat ninggalin profesi ini dan hidup bahagia sama kamu.” (Chrysan: 74)

(61)

commit to user

Wanita yang ditemuinya di sebuah Mall tersebut belakangan diketahui sebagai Ibu kandung Chantal. Seperti pada kutipan tersebut.

Kulupakan kau sejenak untuk melanjutkan profesiku sebagai penulis, walau sesungguhnya dari detik ke detik pengadaanmu terus ku imajinasikan. (Chrysan: 156)

Novel ini diakhiri dengan peristiwa bertemunya Chantal dengan Ibu Kandungnya, yakni Ibu Ovie. Semenjak bertemu, berbaikan, dan mau menerima keberadaan Ibu Ovie, Chantal mulai meninggalkan status kepelacurannya. Tokoh Chantal memilih hidup besama dengan Dev.

Dia, perempuan yang tadinya aku cemburui karena berada di sisi kekasihku, kini menjadi sosok yang kubenci karena kenyataan bahwa dia adalah Ibu kandungku. (Chrysan: 170)

Dev tidak sendiri, dia tengah bersama dengan seorang perempuan lain di sisinya. Perempuan paruh baya yang sepertinya lebih cocok untuk menjadi ibunya. (Chrysan: 148)

Dev dan Chantal menghabiskan masa hidupnya dengan tinggal di sebuah apartemen pemberian Ibu Ovie. Apartemen itu diberikan sebagai penebusan kesalahan selama meninggalkan Chantal sejak kecil. Seperti pada kutipan berikut.

Aku berubah sejak bertemu dengan Ibu seminggu yang lalu. Mulai dari hari itu. Aku memutuskan untuk berdamai dengannya. Memulai hidup baru dengan dengan jauh lebih baik dan semaunya. (Chrysan: 181)

Dan di malam setelah kepulangan kami dari cafe NYDC, aku membuat sebuah janji kepada kekasihku Dev. Kukatakan dan kujanjikan padanya bahwa mulai dari sejak itu, aku akan berhenti sebagai pelacur. Aku berjanji untuk tidak menyakiti dirinya lagi dengan tidur dengan lelaki yang berbeda setiap kalinya. Dan untuk masalah pendapatan, aku akan lebih memfokuskan diri untuk bekerja sebagai penulis tetap di IntiFokus. (Chrysan: 182)

Referensi

Dokumen terkait

Pokia Vl Unit Layanan Pengadaan Barang I lasa Kontruksi Kabupaten Muara Enim Tahun 2013 Lingkup Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Muara Enim telah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui marketing mix tourism ( product , promotion , place , people ) menurut persepsi wisatawan domestik, untuk

Dari tujuh karakteristik responden Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir hanya dua karakter yang akan diuji dengan menggunakan pengujian regresi linear berganda, diduga dua

Oleh karena itu, di dalam Peraturan Pemerintah yang baru ini ditentukan dengan tegas adanya kemungkinan delegasi wewenang dari Instansi Yang Berwenang kepada Instansi lain

Aplikasi Pengolahan Data Perhitungan Penyusutan Pengolahan Air Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Musi Palembang masih menggunakan sistem komputerisasi yaitu Microsot

Penerimaan Pegawai Subag Umum dan Kepegawaian Subag Umum dan Kepegawaian Setiap ada perubahan Soft copy dan hard copy v Selama berlaku website. Ringkasan Kinerja Program dan

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Hariri dkk (2004) dan Djamaludin (2009) yang menyatakan bahwa karakteristik individu berpengaruh positif

Pola Pemanfaatan Media dalam situasi kelas, yaitu pemanfaatan media dalam situasi kelas adalah penggunaannya dipadukan dengan proses belajar mengajar dalam situasi