• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS SOMATIK, AUDITORI, VISUALISASI DAN INTELEKTUAL (SAVI) PADA PENENTUAN LOGAM BERAT (Ni2+ DALAM NICKEL PIG IRON) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN SIKAP ILMIAH MAHASISWA PENDIDIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN MODEL KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS SOMATIK, AUDITORI, VISUALISASI DAN INTELEKTUAL (SAVI) PADA PENENTUAN LOGAM BERAT (Ni2+ DALAM NICKEL PIG IRON) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN SIKAP ILMIAH MAHASISWA PENDIDIK"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

0

PENERAPAN MODEL KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS SOMATIK,

AUDITORI, VISUALISASI DAN INTELEKTUAL (SAVI) PADA PENENTUAN

LOGAM BERAT (Ni

2+

DALAM

NICKEL PIG IRON

) UNTUK MENINGKATKAN

PEMAHAMAN KONSEP, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN SIKAP ILMIAH

MAHASISWA PENDIDIKAN KIMIA FKIP

UNIVERSITAS HALU OLEO

JURNAL

Oleh:

YUSRYANTO

G2 J1 011 031

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HALUOLEO

(2)

1

PENERAPAN MODEL KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS SOMATIK, AUDITORI, VISUALISASI DAN INTELEKTUAL (SAVI) PADA PENENTUAN LOGAM BERAT (Ni2+

DALAM NICKEL PIG IRON) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP,

KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN SIKAP ILMIAH MAHASISWA PENDIDIKAN KIMIA FKIP

UNIVERSITAS HALU OLEO

( Yusryanto, G2J1 011 031)

Abstrak

YUSRYANTO, G2J1011 031. Penerapan Model Kegiatan Laboratorium Berbasis Somatik, Auditori, Visualisasi dan Intelektual (SAVI) pada Penentuan Logam Berat (Ni2+ dalam Nickel Pig Iron) untuk

Meningkatkan Pemahaman Konsep, Keterampilan Proses Sains dan Sikap Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia FKIP Universitas Halu Oleo. Dibimbing oleh Dr. La Harimu, S.Pd., M.Si sebagai pembimbing I dan Dr. Dahlan, S.Pd., M.Si sebagai pembimbing II.

Rumusan masalah penelitian ini adalah “apakah model kegiatan laboratorium berbasis SAVI berbeda secara signifikan jika dibandingkan dengan model kegiatan laboratorium konvensional (non SAVI) terhadap pemahaman konsep, keterampilan proses sains dan sikap ilmiah mahasiswa pada penentuan logam berat (Ni2+ dalam Nickel Pig Iron) dan bagaimanakah keterlaksanaan model kegiatan

laboratorium berbasis SAVI pada kelas eksperimen serta tanggapan mahasiswa terhadap penerapan

model laboratorium berbasis SAVI tersebut?”.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah post test only control group design. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang terdaftar memprogram mata kuliah praktikum analisis instrumen kelas A semester ganjil tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 38 orang dengan 12 orang laki-laki dan 26 orang perempuan. Penentuan sampel dilakukan secara random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes. Data tes pemahaman konsep diperoleh melalui tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test) sedangkan data tes keterampilan proses sains dan non tes sikap ilmiah hanya diperoleh melalui tes akhir (post-test).

Penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor

rata-rata pre-test pemahaman konsep mahasiswa kelas eksperimen dengan mahasiswa kelas kontrol; 2) terdapat perbedaan yang signifikan antara skor rata-rata post-test pemahaman konsep mahasiswa kelas eksperimen dengan mahasiswa kelas kontrol; 3) terdapat perbedaan yang signifikan antara skor rata-rata

post-test keterampilan proses sains mahasiswa kelas eksperimen dengan mahasiswa kelas kontrol; 4) terdapat perbedaan yang signifikan antara skor rata-rata post-test sikap ilmiah mahasiswa kelas eksperimen dengan mahasiswa kelas kontrol; 5) keterlaksanaan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI untuk parameter Somatik dan Visualisasi adalah 66,667% dan untuk Auditori dan Intelektual terlaksana 100%; 6) Mahasiswa memberikan tanggapan positif terhadap proses pembelajaran dengan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI pada penentuan logam berat (Ni2+ dalam Nickel Pig Iron)

menggunakan metode Spektrofotometer Serapan Atom dan penerapan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI dapat meningkatkan pemahaman konsep, keterampilan proses sains dan sikap ilmiah mahasiswa dengan tingkat kepercayaan 95%.

Kata Kunci: Model kegiatan laboratorium berbasis Somatik, Auditori, Visualisasi dan Intelektual (SAVI), Pemahaman Konsep, Keterampilan Proses Sains dan Sikap Ilmiah

I. PENDAHULUAN

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini berkembang sangat pesat. Dampaknya, permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia juga semakin kompleks. Salah satu masalah yang dihadapi saat ini adalah masih rendahnya mutu pendidikan. Laporan terakhir yang dipublikasikan pada 14 Maret 2013 dan berisi data dari tahun 2012, Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) sebagai

indikator yang dirancang untuk mengukur kualitas hidup bangsa, akses pendidikan yang layak, harapan hidup dan standar hidup melaporkan bahwa peringkat Indonesia nomor 111 dengan skor 0,734. Hal ini jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Singapura peringkat 23 dengan skor 0,944, Malaysia peringkat 66 dengan skor 0,829, Thailand peringkat 87 dengan skor 0,783.

(3)

2

Assesment (PISA) 2003 menunjukkan bahwa dari 41 negara yang disurvei kualitas hasil belajar untuk IPA, Indonesia menempati peringkat ke-38, sementara untuk bidang Matematika dan kemampuan membaca menempati peringkat ke-39. Jika dibandingkan dengan Korea Selatan yang menduduki peringkat 8 pada IPA, peringkat ke-7 pada membaca dan peringkat ke-3 pada Matematika (Kunandar, 2010). Bahkan hasil riset terbaru mengenai mutu akademik antarbangsa melalui Programme for International Student Assesment (PISA) 2012 ini, Indonesia sama sekali tidak masuk didalamnya dengan kata lain tidak dapat bersaing dengan 50 negara yang di survei. Sehingga dapat disimpulkan kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah.

Menurut Putri dan Sutarno (2012), pendidikan sains dapat berfungsi sebagaimana mestinya, apabila dalam pelaksanaannya dirancang dan diarahkan pada sebanyak mungkin melibatkan pelajar dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan sains sendiri melalui proses sains. Pelajar atau mahasiswa harus diberi pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan: merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, menyusun laporan, serta mengkomunikasikan hasilnya baik lisan maupun tulisan. Untuk kepentingan ini, laboratorium sains merupakan wahana yang paling tepat. Persoalan-nya adalah bagaimana peran dan fungsi laboratorium dapat dioptimalkan untuk memenuhi tuntutan tersebut.

Kegiatan laboratorium merupakan bagian yang penting dari pembelajaran IPA (Roychoudhury,

et.al., 1996; Collete dan Chiappetta, 1994). Kegiatan laboratorium ditujukan untuk membantu pelajar mengembangkan pemahaman, kemampuan kognitif, berpikir kreatif dan sikap ilmiah melalui keterlibatannya dalam hand-on activity (Novack, 1988; Gangoli, 1985; Hodson, 1990).

Hofstein dan Lunetta (1982) menjelaskan bahwa kegiatan laboratorium dalam pembelajaran digunakan untuk mencapai berbagai tujuan yaitu tujuan kognitif, praktikal dan afektif. Tujuan kognitif berhubungan dengan belajar konsep-konsep ilmiah, mengembangkan keterampilan

problem solving, dan meningkatkan pemahaman metode ilmiah. Tujuan praktikal berhubungan dengan pengembangan keterampilan-keterampilan dalam melakukan penelitian, analisis data, berkomunikasi dan keterampilan bekerja sama. Tujuan afektif berhubungan dengan motivasi terhadap sains, tanggapan dan kemampuan memahami lingkungan. Namun demikian,

kebanyakan kegiatan praktikum atau percobaan sains yang diselenggarakan baik di sekolah menengah maupun di perguruan tinggi merupakan model tradisional yaitu model deduktif terstruktur (Collette dan Chiappetta, 1994; Gangoli, 1995). Swartz (1998) menyebutnya sebagai eksperimen resep makanan (cookbook-recipe experiment) dimana dalam eksperimennya semua petunjuk sudah disediakan secara rinci.

Putri dan Sutarno (2012), menjelaskan bahwa pola kegiatan/aktifitas laboratorium tradisional adalah pelajar atau mahasiswa diberi tahu prinsip/teori/konsep sains, setelah itu menguji/menverifikasi kebenaran teori/prinsip/ konsep tersebut. Kegiatan laboratorium seperti ini cenderung mendorong mahasiswa untuk tidak jujur, karena hasil pengamatannya dikendalikan oleh teori/prinsip/konsep yang sudah diketahuinya. Jika demikian halnya, maka kegiatan laboratorium sains yang diharapkan sebagai wahana pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah malah menjadi kebalikannya. Kelemahan lainnya terletak pada proses kegiatannya, penuntun/modul praktikum pada laboratorium tradisional disajikan secara rinci memuat prosedur-prosedur baku yang harus dilakukan tahap demi tahap. Penuntun praktikum yang terlalu rinci mengakibatkan kurang merangsang mereka untuk mengembangkan daya nalarnya dalam me-rencanakan dan menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.

Eksperimen atau percobaan yang dilakukan oleh mahasiswa Pendidikan Kimia FKIP Universitas Halu Oleo di laboratorium merupakan mata rantai yang menghubungkan antara teori dengan keterampilan mahasiswa dalam memahami secara umum ilmu kimia khususnya mata kuliah Analisis Instrumen melalui praktikum. Kenyataan di lapangan bahwa pola kegiatan/aktifitas di Laboratorium Pengembangan FKIP Universitas Halu Oleo di dalam melakukan praktikum masih dituntun menggunakan penuntun/modul praktikum dengan teori, alat dan bahan serta prosedur kerja yang telah tersedia.

(4)

pertanyaan-3 pertanyaan metode/pengarah dalam bentuk lembar kerja ditambah dengan menampilkan video runtutan percobaan yang akan dilakukan dengan harapan model eksperimen resep makanan (cookbook-recipe experiment) tidak lagi terjadi dan tujuan kegiatan laboratorium dalam pembelajaran yakni tujuan kognitif, praktikal dan afektif dapat terwujud.

Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaat-kan semua alat indra yang dimiliki. Istilah SAVI sendiri adalah kependekan dari: Somatik yang bermakna gerakan tubuh (hand-on), aktivitas fisik, dimana belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditori yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat dan menanggapi; Visualisasi yang bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga; dan Intelektual yang bermakna belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir (minds-on) belajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan (Ngalimun, 2013).

Di sisi lain praktikum yang dilakukan didalam laboratorium haruslah kontekstual sehingga dapat diaplikasikan atau dijadikan bahan dalam penyusunan kurikulum di tingkatan perguruan tinggi khususnya dalam mata kuliah praktikum analisis instrumen. Selain itu, materi-materi yang kontekstual tersebut dapat membuat mahasiswa dalam hal ini praktikan termotivasi dan semangat untuk melakukan praktek.

Hal inilah yang menjadi faktor penting penulis melakukan penelitian untuk melihat bagaimana pengaruh penerapan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI terhadap pemahaman konsep, keterampilan proses sains dan sikap ilmiah pada mata kuliah Analisis Instrumen yang dituangkan dalam sebuah judul penelitian yaitu Penerapan Model Kegiatan Laboratorium Berbasis Somatik, Auditori, Visualisasi dan Intelektual (SAVI) pada Penentuan Logam Berat (Ni2+ dalam Nickel Pig Iron) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep, Keterampilan Proses Sains dan Sikap Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia FKIP Universitas Halu Oleo

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1) untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata pemahaman konsep antara kelas eksperimen

dan kelas kontrol sebelum dan sesudah kegiatan praktikum. 2) untuk mengetahui perbedaan keterampilan proses sains serta sikap ilmiah antara kelas eksperimen dan kelas kontrol sesudah kegiatan praktikum. 3) untuk mengetahui ke-terlaksanaan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI dalam meningkatkan pemahaman konsep, keterampilan proses sains dan sikap ilmiah pada kelas eksperimen serta tanggapan mahasiswa terhadap penerapan model laboratorium berbasis SAVI tersebut.

II. METODE PENELITIAN

Tempat penelitian dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia FKIP Universitas Halu Oleo Kendari. Waktu pelaksana-an penelitipelaksana-an ini pada semester gpelaksana-anjil tahun ajarpelaksana-an 2015/2016 pada bulan Oktober 2015.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa yang terdaftar pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016 dan memprogram mata kuliah praktikum analisis instrumen. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang terdaftar memprogram mata kuliah praktikum analisis instrumen kelas A semester ganjil tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 38 orang dengan 12 orang laki-laki dan 26 orang perempuan. Adapun penentuan mahasiswa kelas kontrol dan kelas eksperimen ditentukan secara acak (random), dengan membagi nomor absen mahasiswa dari 1 sampai 19 masuk kelas kontrol dan nomor absen mahasiswa dari 20 sampai 38 masuk kelas eksperimen.

Variabel dalam penelitian ini adalah: 1) variabel terikat (dependent) yaitu pemaham-an

konsep, keterampilan proses sains dan sikap ilmiah; 2) Variabel bebas (independent) yaitu model kegiatan laboratorium berbasis SAVI.

Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi experimental. Sedangkan desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pre test-post test control group design atau dalam Mulyatiningsih (2012) menyebutnya sebagai desain eksperimen klasik (classical experimental design). Desain eksperimen klasik memiliki empat kelompok data (O) yaitu data pre test kelompok eksperimen (O1) dan pre test kelompok kontrol

(O3) serta post test kelompok eksperimen (O2) dan

post test kelompok kontrol (O4). Teknik analisis

data yang dipilih adalah one sampel t-test.

(5)

4 Tabel 1 Desain Penelitian

R O1 X O2

O3 Y O4

Keterangan:

R : Random assignment (untuk menguji kemampuan awal

validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda soal) X : Perlakuan (metode kegiatan laboratorium berbasis SAVI) Y : Perlakuan (model kegiatan laboratorium berbasis konvensional

(non SAVI))

O1 : Pre-test pemahaman konsep

O2 : Post-test pemahaman konsep, keterampilan proses sains dan

sikap ilmiah kelompok eksperimen

O3 : Pre-test pemahaman konsep

O4 : Post-test pemahaman konsep, keterampilan proses sains dan

sikap ilmiah kelompok kontrol

Data dalam penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan atau yang diperoleh oleh peneliti secara langsung dari sumbernya berupa data tes dan data non tes. Data tes pemahaman konsep diperoleh melalui tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test) sedangkan data tes keterampilan proses sains dan non tes sikap ilmiah hanya diperoleh melalui tes akhir setelah masing-masing kelas mendapatkan perlakuan baik secara konvensional (kelas kontrol) maupun dengan metode SAVI (kelas eksperimen).

Data non tes berupa kuesioner digunakan untuk mengukur sikap ilmiah mahasiswa dan angket digunakan untuk mengukur dan mengetahui tanggapan responden terhadap model kegiatan laboratorium berbasis SAVI, pemahaman konsep, keterampilan proses sains dan sikap ilmiah yang diujikan sedangkan lembar observasi digunakan untuk mengukur dan mengetahui aktivitas responden.

Teknik Analisis Data Kalibrasi instrumen

Pengambilan data dilakukan setelah terlebih dahulu instrumen tes yang akan digunakan di-kalibrasi dengan memvalidasi menurut rentetan berpikirnya yaitu validasi logis dan validasi empiris. Sukardi (2011), mengemukakan bahwa validasi logis ditentukan atas dasar pertimbangan (judgement) dari ahli/pakar, sedangkan validasi empiris ditentukan dengan menghubungkan performansi sebuah tes terhadap kriteria penampilan tes lainnya dengan menggunakan formulasi statistik yaitu dengan mengukur tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda sehingga dapat dipertimbangkan apakah instrumen tersebut dapat dipakai atau tidak.

Pengujian kelayakan instrumen baik tes maupun non tes atas dasar pertimbangan para ahli (validasi logis) berhubungan dengan validitas isi yang berkaitan dengan materi yang sesuai dengan konteks butir-butir pertanyaan dan pernyataan

yang diajukan kepada mahasiswa. Masukan yang diharapkan dari validator adalah apakah instrumen yang dibuat belum dapat digunakan, dapat digunakan dengan revisi atau dapat digunakan tanpa revisi. Adapun validasi empiris yakni validasi tes yang lebih objektif jika dibandingkan dengan validasi logis, dilakukan dengan mem-formulasikan data tersebut dengan rumus statistik yakni:

1. Uji validitas

Salah satu ciri tes itu baik adalah apabila tes tersebut dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur atau istilahnya valid atau shahih. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan suatu instrumen. Instrumen yang valid mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid akan memiliki validitas yang rendah (Arikunto, 2006). Untuk mengukur validitas soal dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi point biserial. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

r pbis= 𝑀𝑝− 𝑀𝑡

Adapun kriteria interpretasi korelasi nilai rpbis dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Interpretasi koefisien korelasi nilai rpbis

No Interval Koefisien Tingkat Hubungan

1. 0,80 – 1,00 Sangat Tinggi

Setelah melakukan uji validitas, langkah selanjut-nya adalah dengan melakukan pengukuran reliabilitas. Reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Uji reliabilitas untuk butir soal objektif dilakukan dengan rumus Kuder Richardson atau yang dikenal dengan K-R 20 yaitu:

r11 = [ 𝑛

r11 : reliabilitas tes secara keseluruhan

p : proporsi subjek yang menjawab item dengan benar

(6)

5

Σpq : jumlah hasil perkalian antara p dan q

n : banyak item

S2 : standar deviasi dari tes

Adapun kriteria interpretasi indeks reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Interpretasi kriteria reliabilitas instrumen

No Interval Koefisien Kriteria Reliabilitas

1. 0,80 ≤ r11≤ 1,00 Sangat Tinggi

2. 0,61 ≤ r11≤ 0,80 Tinggi

3. 0,41 ≤ r11≤ 0,60 Cukup

4. 0,21 ≤ r11≤ 0,40 Rendah

5. 0,00 ≤ r11≤ 0,20 Sangat Rendah

Kaidah keputusannya adalah jika r11 > rtabel dengan

taraf signifikansi 5% maka data tersebut reliabel.

3. Uji tingkat kesukaran

Tingkat kesukaran butir (item difficulty) adalah angka yang menunjukkan besarnya proporsi peserta tes yang menjawab benar pada suatu butir. Untuk dapat mengukur tingkat kesukaran suatu soal digunakan rumus sebagai berikut:

P = 𝐵

𝑁 (Sofyan, 2006)

Keterangan:

P : Indeks kesukaran

B : Banyaknya mahasiswa yang menjawab soal dengan benar

N : Jumlah seluruh mahasiswa peserta tes

Kriteria interpretasi indeks reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kategori tingkat kesukaran

No Interval Koefisien Kategori

1. 0,00 ≤ P ≤ 0,30 Sulit

2. 0,30 ≤ P ≤ 0,70 Sedang

3. 0,70 ≤ P ≤ 1,00 Mudah

4. Daya pembeda

Daya pembeda (DP) adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara mahasiswa yang pandai dengan mahasiswa yang berkemampuan rendah. Untuk menentukan daya pembeda, maka diguna-kan rumus sebagai berikut:

DP = 𝐵𝐴

JA = Banyaknya jumlah peserta kelompok atas

JB = Banyaknya jumlah peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab

soal itu dengan benar

BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab

soal itu dengan benar PA = 𝐵𝐽𝐴

𝐴 = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab soal

benar PB = 𝐵𝐽𝐵

𝐵 = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab soal

benar

Penentuan kriteria daya pembeda soal didasarkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kategori daya pembeda

No Rentang Nilai Daya

Pembeda Kategori mengetahui apakah sampel berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data pre-test maupun

post-test yang digunakan pada penelitian ini dengan menggunakan uji Chi-square dengan langkah perhitungan sebagai berikut:

a) Mencari skor terbesar dan terkecil

b) Mencari nilai rentangan R → R = Skor terbesar

– skor terkecil

c) Mencari banyaknya kelas (BK) → BK = 1 + 3,3 log N (rumus Sturgess)

d) Mencari nilai panjang kelas (i) → i = 𝑅 𝐵𝐾 e) Membuat daftar frekuensi observasi f) Mencari rata – rata (mean) → 𝑥̅ = ∑ 𝑓𝑥𝑖

𝑛

g) Menentukan simpangan baku (standard deviation) dengan S = √𝑛 ∑ 𝑓𝑥𝑖2− (∑ 𝑓𝑥𝑖)2

𝑛 (𝑛−1)

h) Membuat daftar frekuensi yang diharapkan dengan cara:

-menentukan batas kelas, yaitu angka skor kiri batas interval pertama dikurangi 0,5 dan dari 0 – Z dengan menggunakan angka-angka untuk batas kelas

-mencari luas tiap kelas interval dengan cara mengurangkan angka-angka 0 – Z, yaitu angka baris pertama dikurangi baris kedua, angka baris kedua dikurangi baris ketiga dan begitu seterunya, kecuali untuk angka yang berbeda pada baris paling tengah ditambahkan dengan angka pada baris berikutnya.

(7)

6

Hasil pengujian normalitas dari instrumen tes pemahaman konsep dan keterampilan proses sains antara kelas kontrol dan kelas eksperimen kedua-duanya memiliki interpretasi normal.

b. Uji homogenitas varians

Uji homogenitas dalam penelitian ini di-analisis melalui tabel uji Bartlet dan uji Fisher. Uji

Bartlet dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a) Memasukkan angka-angka statistik untuk pengujian homogenitas pada tabel uji Bartlet

b) Menghitung varians gabungan dari sampel c) Menghitung log S2 dan nilai B = (log S2). (n

– 1 dengan kriteria pengujian: Jika X2

hitung X2tabel, tidakhomogen Jika X2

hitung X2tabel, homogen

Untuk uji Fisher rumus yang digunakan yaitu: F = 𝑆12

Adapun Kriteria pengujiannya untuk  = 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = n – 1 adalah: kelas eksperimen untuk tes pemahaman konsep dan keterampilan proses sains menunjukkan keduanya memiliki interpretasi homogen.

c. Analisis gain ternormalisasi (N-gain)

Gain adalah selisih antara skor tes awal dan skor tes akhir. Gain ternormalisasi (N-gain) merupakan perbandingan antara skor gian aktual, yaitu skor gain yang diperoleh mahasiswa dengan skor gain maksimum (skor gain tertinggi yang

mungkin diperoleh). Menurut Hake (1999), N-gain

menunjukkan tingkat efektifitas perlakuan dari pada perolehan skor atau post test. Untuk per-hitungan nilai N-gain dan pengklasifikasiannya akan digunakan persamaan sebagai berikut: a) N-gain setiap mahasiswa ditentukan dengan interpretasikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Kriteria pengkategorian N-gain

N-gain Kriteria

c) Persentase N-gain ditentukan dengan rumus: % N-gain = (𝑆𝑓)–(𝑆𝑖) antara kelas kontrol dan kelas eksperimen menunjukkan interpretasi normal dan homogen.

d. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini meng-gunakan uji-t. Uji-t digunakan untuk membanding-kan rata-rata (mean) sebelum dan sesudah perlakuan (treatment) atau membandingkan kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen. Data yang dihasilkan terbagi dua yakni data yang terdistribusi normal dan homogen, serta data yang terdistribusi normal dan tidak homogen.

a) Data terdistribusi normal dan homogen

Uji hipotesis yang digunakan untuk data terdistribusi normal dan homogen adalah uji statistik parametrik. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

thitung = 𝑥̅̅̅̅− 𝑥1 ̅̅̅̅ 2

(8)

7 sikap ilmiah kelas eksperimen

𝑋2

̅̅̅ : rata-rata skor pemahaman konsep, keterampilan proses sains, sikap ilmiah kelas kontrol

𝑆𝑔 : varians data gabungan (kelompok kontrol dan eksperimen)

𝑆12 : varians data pemahaman konsep, keterampilan proses sains,

sikap ilmiah kelas eksperimen

𝑆22 : varians data pemahaman konsep, keterampilan proses sains,

sikap ilmiah kelas kontrol n1 : jumlah mahasiswa kelas ekperimen

n2 : jumlah mahasiswa kelas kontrol

Adapun langkah-langkah uji hipotesis dengan menggunakan rumus uji-t adalah sebagai berikut: 1) Mengajukan hipotesis

2) Menghitung nilai thitung dengan rumus uji-t

3) Menentukan derajat kebebasan (dk), dengan rumus : dk = (n1– 1) + (n2– 1)

4) Menentukan nilai ttabel dengan  = 0,05 dengan

kriteria pengujian hipotesis sebagai berikut. Jika –ttabel ≤ thitung ≤ + ttabel maka H0 diterima

pada tingkat kepercayaan 0,95.

Jika thitung < - ttabel atau thitung > ttabel, maka H1

diterima pada tingkat kepercayaan 0,95 (taraf

signifikansi (α) = 5%).

b) Data terdistribusi normal dan tidak homogen Uji hipotesis yang digunakan untuk data yang terdistribusi normal dan tidak homogen adalah uji statistik non parametrik. Secara matematis di-rumuskan sebagai berikut: sikap ilmiah kelas eksperimen

𝑋2

̅̅̅ : rata-rata skor pemahaman konsep, keterampilan proses sains, sikap ilmiah kelas kontrol

𝑆12 : varians data pemahaman konsep, keterampilan proses sains,

sikap ilmiah kelas eksperimen

𝑆22 : varians data pemahaman konsep, keterampilan proses sains,

sikap ilmiah kelas kontrol n1 : jumlah mahasiswa kelas ekperimen

n2 : jumlah mahasiswa kelas kontrol

Penentuan kategori uji hipotesisnya adalah: 1) jika thitung > ttabel maka Ha diterima dan H0 ditolak;

2) Jika thitung < ttabel maka H0 diterima dan Ha

ditolak.

2. Instrumen non tes a. Kuesioner

Kuesioner yang digunakan untuk mengukur sikap ilmiah responden dalam penelitian ini diolah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya menggunakan skala Guttman yang terdiri dari dua pilihan yaitu : YA atau TIDAK serta dilakukan

hanya sekali yaitu sesudah perlakuan. Sehingga pengajuan hipotesisnya seperti pada tes ke-terampilan proses sains adalah membandingkan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen sesudah praktikum dilaksanakan.

Kuesioner dalam bentuk angket dalam penelitian ini yang digunakan untuk mengukur respon/sikap mahasiswa diolah menggunakan skala Likert. Dengan skala ini, variabel yang akan

diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item yang berupa pernyataan dan pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert dalam penelitian ini mempunyai gradasi jawaban dari sangat positif sampai sangat negatif, yang berupa kata-kata SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju) dan STS (sangat tidak setuju).

Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban tersebut diatas diberi skor dengan SS = 4, S = 3, TS = 2 dan STS = 1. Sehingga, analisis persentase sikap mahasiswa melalui skala Likert

dapat dihitung dengan menggunakan rumus: P = F/N x 100%

Keterangan:

P : Angka persentase

F : Frekuensi yang sedang dicari persentasenya N : Jumlah individu

Adapun kriteria interpretasi skor (Nurkancana, 1986) dari kuesioner/angket yang diberikan adalah sebagai berikut:

0% - 30% = Kurang persentase tiap aspek keterlaksanaan model SAVI pada kelas eksperimen dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Persentase = 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑟𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 x 100% Dengan kriteria interpretasi skor seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Kriteria interval skor lembar observasi

No Interval Skor (%) Kategori

(9)

8 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang diperoleh dari pelaksanaan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI untuk mahasiswa kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional untuk mahasiswa kelas kontrol pada penentuan logam berat (Ni2+ dalam Nickel Pig Iron) menggunakan

metode Spektrofotometer Serapan Atom dalam penelitian ini dikumpulkan dan disajikan melalui skor yang diperoleh dari:

A.Pemahaman konsep mahasiswa

1. Analisis pre-test, post-test, dan N-gain

pemahaman konsep

Hasil analisis data pre-test, post-test, dan N-gain pemahaman konsep mahasiswa kelas eksperimen dan mahasiswa kelas kontrol disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Deskripsi pemahaman konsep mahasiswa kelas kontrol dan mahasiswa kelas eksperimen hasil pre-test, post-test dan N-gain

Pemahaman Konsep

pre-test post-test N-gain

kelas

Pada Tabel 8 terlihat bahwa persentase rata-rata skor pre-test mahasiswa kelas eksperimen sebesar 67,982% dan mahasiswa kelas kontrol sebesar 60,526% dari skor ideal. Sedangkan persentase rata-rata skor post-test mahasiswa kelas eksperimen sebesar 78,947% dan persentase rata-rata skor post-test mahasiswa kelas kontrol 69,737% dari skor ideal. Peningkatan dari persentase rata-rata skor pre-test dan post-test baik pada mahasiswa kelas kontrol maupun pada mahasiswa kelas eksperimen digambarkan oleh persentase rata-rata skor N-gain mahasiswa kelas eksperimen sebesar 40,752% lebih tinggi jika dibandingkan persentase rata-rata skor N-gain

mahasiswa kelas kontrol yang hanya sebesar 22,613%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep mahasiswa.

2. Uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesis pemahaman konsep mahasiswa a. Analisis pre-test pemahaman konsep

mahasiswa

Uji normalitas yang dilakukan terhadap pre-test pemahaman konsep untuk mahasiswa kelas eksperimen nilai γ2.hitung = 0,978 dan γ2.tabel = 5,991,

ternyata γ2.

hitung < γ2.tabel, sedangkan untuk

mahasiswa kelompok kontrol diperoleh nilai

γ2.

hitung = 2,157 sehingga γ2.hitung < γ2.tabel pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa data hasil pre-test

pemahaman konsep mahasiswa kelas eksperimen dan pre-test pemahaman konsep mahasiswa kelas kontrol berdistribusi normal pada α = 0,05.

Hasil uji normalitas, homogenitas dan uji hipotesis data pre-test pemahaman konsep mahasiswa kelas eksperimen dan mahasiswa kelas kontrol menggunakan program excel dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Rangkuman hasil uji normalitas, uji homogenitas dan uji-t pre-test

pemahaman konsep mahasiswa homogenitas pre-test pemahaman konsep mahasiswa kelas eksperimen dan mahasiswa kelas kontrol diperoleh X2.hitung < X2.tabel. Hal ini berarti

bahwa distribusi kedua data kelas tersebut adalah homogen pada α = 0,05. Karena kedua kelompok tersebut berdistribusi normal dan homogen, maka pengujian hipotesis dilanjutkan ke uji-t. Hasil uji-t menunjukkan nilai t.hitung = 1,842 dan t.tabel = 2,028.

Karena nilai t.hitung < t.tabel, maka dapat disimpulkan

bahwa kedua kelompok tersebut memiliki kemampuan pemahaman konsep awal yang sama. b. Analisis post-test pemahaman konsep

maha-siswa

Hasil analisis pemahaman konsep mahasiswa ditampilkan pada Tabel 10.

Tabel 10 Rangkuman hasil uji normalitas, uji homogenitas dan uji-t post-test

(10)

9 Berdasarkan hasil uji normalitas distribusi data post-test pemahaman konsep pada Tabel 10 diatas untuk mahasiswa kelas eksperimen diperoleh nilai γ2.

hitung = 0,2690. Sedangkan untuk

kelompok mahasiswa kelas kontrol diperoleh nilai

γ2.

hitung = 0,850 dengan γ2.tabel = 5,991 sehingga γ2.

hitung < γ2.tabel. Hal ini menunjukkan bahwa data

hasil post-test pemahaman konsep mahasiswa kelas eksperimen dan post-test pemahaman konsep mahasiswa kelas kontrol berdistribusi normal pada

α = 0,05.

Hasil uji homogenitas pre-test pemahaman konsep mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh X2.

hitung < X2.tabel. Hal ini berarti

bahwa distribusi data kedua kelas tersebut adalah homogen pada α = 0,05. Karena kedua kelompok tersebut berdistribusi normal dan homogen, maka uji hipotesis dilanjutkan ke uji-t. Hasil uji-t menunjukkan nilai t.hitung = 2,990 dan t.tabel = 2,028

sehingga nilai t.hitung > t.tabel. Hal ini berarti bahwa

skor rata-rata pemahaman konsep mahasiswa kelas eksperimen secara signifikan lebih tinggi dari mahasiswa kelas kontrol. Dengan kata lain pemahaman konsep mahasiswa yang mendapat pembelajaran dengan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI lebih baik dibandingkan dengan pemahaman konsep mahasiswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

c. Analisis N-gain pemahaman konsep mahasiswa Perbandingan peningkatan pemahaman konsep antara mahasiswa kelas eksperimen dan mahasiswa kelas kontrol, dapat diketahui dengan melakukan analisis terhadap data N-gain, yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas dan uji-t. Hasil analisis uji normalitas, uji homogenitas dan uji-t dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Rangkuman hasil uji normalitas, uji

Berdasarkan Tabel 11, menunjukan bahwa hasil uji N-gain untuk mahasiswa kelas eksperimen diperoleh γ2.hitung = 3,162 dengan γ2.tabel

= 5,991 sehingga γ2.

hitung < γ2.tabel. Hal ini

memberikan indikasi bahwa data N-gain

mahasiswa kelas eksperimen berdistribusi normal. Demikian juga pada mahasiswa kelas kontrol diperoleh γ2.hitung = 5,049 dengan γ2.tabel yang sama,

sehingga γ2.hitung < γ2.tabel. Hal ini menunjukkan

bahwa data N-gain mahasiswa kelas kontrol juga berdistribusi normal pada α = 0,05.

Hasil analisis terhadap homogenitas N-gain

pemahaman konsep mahasiswa kelas eksperimen dan mahasiswa kelas kontrol terlihat bahwa

X2.

hitung = 1,859 dan X2.tabel = 3,841, sehingga X2.

hitung < X2.tabel. Hal ini menunjukkan bahwa

distribusi data kedua kelas tersebut adalah homogen pada α = 0,05. Kedua kelompok kelas pembelajaran tersebut berdistribusi normal dan homogen, sehingga uji hipotesis dilanjutkan ke uji-t. Berdasarkan hasil uji-t N-gain pemahaman konsep mahasiswa kelas eksperimen dan mahasiswa kelas kontrol diperoleh bahwa t.hitung =

2,244 dan t.tabel = 2,028 sehingga t.hitung > t.tabel..

Kondisi ini menggambarkan bahwa peningkatan pemahaman konsep mahasiswa kelas eksperimen berbeda nyata dengan mahasiswa

kelas kontrol pada tingkat kepercayaan 95% (α =

0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan pemahaman konsep mahasiswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan pemahaman konsep mahasiswa kelas kontrol. Dengan demikian penggunaan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI secara signifikan dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep mahasiswa dibanding dengan pembelajaran konvensional (non SAVI).

3. Peningkatan pemahaman konsep untuk setiap indikator

Rata-rata skor N-gain pada setiap indikator tersebut secara jelas diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram indikator pemahaman konsep terhadap persentase rata-rata N-gain

Peningkatan pemahaman konsep yang di-maksud pada penelitian ini terdiri atas peningkatan

(11)

10 pada indikator menjelaskan, menyimpulkan dan mengklasifikasi. Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa perolehan persentase rata-rata skor N-gain

tertinggi pada indikator menyimpulkan pada mahasiswa kelas eksperimen yaitu sebesar 10,156% dan mahasiswa kelas kontrol 8,209%. Sedangkan persentase skor rata-rata terendah adalah pada indikator mengklasifikasi dimana pada kelas kontrol 4,167%, sedangkan pada kelas eksperimen rata-rata N-gain sebesar 7,463%. Pada indikator menjelaskan diperoleh persentase rata-rata sebesar 6,250% untuk kelas kontrol dan 6,604% untuk kelas eksperimen.

B. Keterampilan proses sains mahasiswa 1. Hasil post-test keterampilan proses sains

Hasil analisis data post-test keterampilan proses sains pada mahasiswa kelas kontrol dan mahasiswa kelas eksperimen disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Deskripsi keterampilan proses sains mahasiswa kelas kontrol dan mahasiswa kelas eksperimen hasil post-test

Keterampilan Proses Sains

post - test

kelas kontrol kelas eksperimen

Skor Ideal 14 14

Skor Maksimum 14 14

Skor Minimum 7 7

Skor Rerata 10,000 10,632

% Skor Rerata 71,429 75,940

Simpangan Baku 1,886 1,921

Pada Tabel 12 memperlihatkan bahwa persentase skor rata-rata post-test mahasiswa kelas eksperimen sebesar 75,940% dan mahasiswa kelas kontrol sebesar 71,429% dari skor ideal.

2. Uji normalitas, uji homogenitas, dan uji hipotesis keterampilan proses sains mahasiswa a. Analisis post-test keterampilan proses sains

mahasiswa

Berdasarkan uji normalitas distribusi data

post-test keterampilan proses sains untuk mahasiswa kelas eksperimen diperoleh nilai γ2.

hitung

= 1,901 sedangkan mahasiswa kelompok kontrol diperoleh nilai γ2.

hitung = 5,467 dengan γ2.tabel =

5,991 maka γ2.hitung < γ2.tabel. Hal ini menunjukkan

bahwa data hasil post-test keterampilan proses sains baik mahasiswa kelas kontrol maupun kelas eksperimen berdistribusi normal pada α = 0,05.

Hasil uji homogenitas post-test keterampilan proses sains mahasiswa kelas eksperimen dan mahasiswa kelas kontrol diperoleh X2.

hitung <

X2.tabel. Hal ini berarti bahwa distribusi data kedua

kelas tersebut adalah homogen pada α = 0,05. Kedua kelompok tersebut berdistribusi normal dan homogen, maka uji hipotesis dilanjutkan ke uji-t. Hasil uji-t menunjukkan nilai t.hit = 2,152 dan t.tab = 2,028 pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05)

sehingga nilai t.hit > t.tab. Berikut Tabel 13 yang

menunjukkan rangkuman hasil analisis keterampil-an proses sains mahasiswa.

Tabel 13 Rangkuman hasil uji normalitas, uji homogenitas dan uji-t post-test ke-terampilan proses sains mahasiswa

Kelas

Dari Tabel 13 menunjukkan bahwa nilai rata-rata post-test keterampilan proses sains mahasiswa kelas eksperimen berbeda nyata (signifikan) yang berarti rata-rata nilai eksperimen lebih tinggi dari mahasiswa kelas kontrol. Dengan kata lain keterampilan proses sains mahasiswa yang mendapat pembelajaran dengan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI lebih baik jika dibandingkan dengan keterampilan proses sains mahasiswa yang mendapat pembelajaran dengan konvensional.

(12)

11

KPS 01 = keterampilan mengelompokkan (klasifikasi)

KPS 02 = keterampilan merencanakan percobaan atau penyelidikan KPS 03 = keterampilan menggunakan alat atau bahan

KPS 04 = keterampilan menerapkan konsep atau prinsip

KPS 05 = keterampilan melaksanakan percobaan atau eksperimen

Gambar 2 Diagram indikator keterampilan proses sains terhadap persentase rata-rata keterampilan proses sains

C. Sikap ilmiah mahasiswa 1. Hasil analisis sikap ilmiah

Hasil analisis data sikap ilmiah pada mahasiswa kelas eksperimen dan mahasiswa kelas kontrol disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Deskripsi sikap ilmiah mahasiswa kelas kontrol dan mahasiswa kelas eksperimen setelah perlakuan

Sikap Ilmiah setelah perlakuan

kelas kontrol kelas eksperimen

Skor Ideal 18 18

Skor Maksimum 17 18

Skor Minimum 10 11

Skor Rerata 14,053 14,947

% Skor Rerata 78,070 83,041

Simpangan Baku 1,840 1,957

2. Uji Normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesis sikap ilmiah mahasiswa

a. Analisis sikap ilmiah mahasiswa

Hasil uji normalitas distribusi data sikap ilmiah untuk mahasiswa kelas eksperimen diperoleh nilai γ2.hitung = 1,181 dan γ2.tabel = 5,991

sehingga nilai γ2.hitung < γ2.tabel. Hal ini

menunjukkan bahwa data hasil sikap ilmiah mahasiswa kelas eksperimen berdistribusi normal. Begitu juga untuk mahasiswa kelompok kontrol

diperoleh nilai γ2.hitung = 1,987 dengan γ2.tabel yang

sama, maka γ2.hitung < γ2.tabel. Hal ini menunjukkan

bahwa data hasil sikap ilmiah mahasiswa kelas kontrol berdistribusi normal pada α = 0,05.

Hasil uji homogenitas sikap ilmiah mahasiswa kelas eksperimen dan mahasiswa kelas kontrol setelah perlakuan diperoleh X2.

hitung < X2.tabel. Hal

ini berarti bahwa distribusi data kedua kelas tersebut adalah homogen pada α = 0,05. Kedua kelompok tersebut berdistribusi normal dan homogen, maka uji hipotesis dilanjutkan ke uji-t. Hasil uji-t menunjukkan bahwa nilai t.hit = 2,053

dan t.tab= 2,028 pada tingkat kepercayaan 95% (α

= 0,05) sehingga nilai t.hit > t.tab. Hal ini berarti

bahwa nilai rata-rata sikap ilmiah mahasiswa kelas eksperimen berbeda nyata (signifikan) yang berarti rata-rata nilai eksperimen lebih tinggi dari mahasiswa kelas kontrol. Dengan kata lain sikap ilmiah yang mendapat pembelajaran dengan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI lebih baik dibandingkan dengan sikap ilmiah mahasiswa yang mendapat pembelajaran dengan konvensional (non SAVI).

Hasil analisis sikap ilmiah mahasiswa setelah perlakuan untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada Tabel 15.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

KPS 01 KPS 02 KPS 03 KPS 04 KPS 05

76,316%

63,158%

72,368%

65,789%

84,211% 78,947%

65,789%

80,263%

68,421%

89,474%

% r

at

a

-r

at

a

keter

am

pi

lan

pr

os

e

s

sai

ns

Indikator keterampilan proses sains

(13)

12 Tabel 15 Rangkuman hasil uji normalitas, uji

homogenitas dan uji-t sikap ilmiah mahasiswa

Kelas

Uji Statistik Normalitas

(Chi Square)

Homogenitas

(Uji Bartlet) Uji-t

γ2.

Hitung γ2.Tabel X2.Hitung X2.Tabel t.Hitung t.Tabel

Eksperimen 1,181

5,991 0,075 3,841 2,053 2,028

Kontrol 1,987

Keterangan

Distribusi normal (pada α = 0,05;

dk = 2)

Homogen (pada α = 0,05;

dk = 1)

Terima Ha

(pada α = 0,05; dk = 36)

3. Peningkatan sikap ilmiah untuk setiap indikator Hasil analisis yang menggambarkan indikator sikap ilmiah baik pada mahasiswa kelas kontrol maupun pada kelas eksperimen ditunjukan pada Gambar 3 berikut.

SI 01 = sikap ingin tahu

SI 02 = sikap respek terhadap data/fakta

SI 03 = sikap penemuan dan kreativitas

SI 04 = sikap berpikiran terbuka dan kerjasama

SI 05 = sikap ketekunan

SI 06 = sikap peka terhadap lingkungan sekitar

Gambar 3 Diagram indikator sikap ilmiah terhadap persentase rata-rata sikap ilmiah

Dalam penelitian ini peningkatan sikap ilmiah mencakup indikator: sikap ingin tahu, sikap respek terhadap data/fakta, sikap penemuan dan kreativitas, sikap berpikiran terbuka dan kerja-sama, sikap ketekunan serta sikap peka terhadap lingkungan sekitar.

Pada Gambar 3 diatas menunjukan bahwa perolehan skor rata-rata tertinggi pada indikator sikap ketekunan yaitu pada kelas eksperimen sebesar 97,368% dan mahasiswa kelas kontrol 94,737%. Untuk indikator terendah terdapat pada sikap penemuan dan kreativitas sebesar 61,404%

mahasiswa kelas kontrol dan sebesar 64,912% mahasiswa kelas eksperimen

B. Keterlaksanaan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI

Hasil keterlaksanaan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI dapat diketahui dari terlaksananya ke empat parameter dengan indikator yang dikembangkan yaitu somatik, auditori, visualisasi dan intelektual. Keterlaksana-an indikator selama kegiatKeterlaksana-an pembelajarKeterlaksana-an dKeterlaksana-an praktikum berlangsung diamati oleh dua orang observer pada setiap pertemuan di kelas 0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

SI 01 SI 02 SI 03 SI 04 SI 05 SI 06

71,930%

82,895%

61,404%

70,175%

94,737%

91,228%

77,193%

86,842%

64,912%

82,456%

97,368%

92,982%

% r

at

a

-r

at

a

si

ka

p i

lm

iah

Indikator sikap ilmiah

(14)

13 eksperimen. Melalui data aktivitas mahasiswa selama proses pembelajaran dan praktikum, dapat dilihat apakah aktivitas mahasiswa sudah mencerminkan kelas yang menerapkan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI atau belum.

Pengamatan yang dilakukan oleh observer dituliskan dalam format observasi yang telah tersedia, yaitu format observasi keterlaksanaan

model kegiatan laboratorium berbasis SAVI. Rekapitulasi hasil observasi dalam tiap pertemuan yang diisi observer dengan pilihan jawaban YA atau TIDAK. Hasil analisis yang menggambarkan keterlaksanaan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI pada mahasiswa kelas eksperimen ditunjukan pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram indikator variabel bebas (independent) terhadap persentase rata-rata observasi keterlaksanaan model

C. Tanggapan mahasiswa terhadap pelaksanaan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI.

Lembar angket respon mahasiswa memuat aspek-aspek yang menunjukan tanggapan mahasiswa pada pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung. Lembar angket diberikan untuk mengetahui respon mahasiswa terhadap penerapan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI dan data-data respon tersebut dianalisis untuk menentukan tingkat dan persentase respon maha-siswa terhadap penerapan model pembelajaran tersebut.

Tanggapan mahasiswa yang terkait dengan model pembelajaran ini dikelompokan menjadi 4 indikator pernyataan yaitu: 1) apakah mahasiswa berpendapat bahwa model kegiatan laboratorium berbasis SAVI merupakan model yang membuat mereka senang, mudah memahami, tidak merasa

kesulitan serta termotivasi untuk melakukan praktikum; 2) apakah model kegiatan laboratorium berbasis SAVI sudah sangat efektif pelaksanaan-nya yang membuat pemahaman konsep dapat meningkat sehingga model tersebut dapat diterapkan di Laboratorium; 3) apakah mahasiswa berpendapat bahwa dengan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI semua item-item keterampilan proses sains mereka dapat meningkat; dan 4) apakah model kegiatan laboratorium berbasis SAVI memberikan peluang kepada mahasiswa untuk berpendapat bahwa sikap ilmiah mereka lebih baik setelah melakukan praktikum dengan model tersebut.

Tanggapan mahasiswa terhadap penerapan model laboratorium berbasis SAVI pada mahasiswa kelas eksperimen ditunjukan pada Gambar 5.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Somatik Auditori Visualisasi Intelektual

66,667%

100%

66.667%

100%

% r

at

a

-r

at

a

obs

e

rv

asi

keter

lak

sanaa

n

m

ode

l

(15)

14

Gambar 5. Diagram kuesioner (angket) pernyataan mahasiswa terhadap persentase rata-rata respon mahasiswa

Pembahasan Hasil Penelitian

Pada bagian ini dibahas tentang peningkatan pemahaman konsep, keterampilan proses sains, sikap ilmiah, keterlaksanaan model serta tanggapan mahasiswa terhadap model kegiatan laboratorium berbasis SAVI yang diterapkan. Pembahasan didasarkan pada hasil analisis data yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya. A.Peningkatan pemahaman konsep

Berdasarkan hasil analisis data pemahaman konsep penentuan logam berat (Ni2+ dalam Nickel Pig Iron) dengan instrumen Spektrofotometer Serapan Atom diperoleh persentase skor rata-rata N-gain mahasiswa kelas eksperimen sebesar 0,408% dari skor ideal dengan simpangan baku sebesar 0,263 dan persentase skor rata-rata N-gain

mahasiswa kelas kontrol sebesar 0,226% dari skor ideal dengan standar deviasi sebesar 0,184. Dengan demikian terjadi peningkatan skor rata-rata N-gain meskipun dalam kategori rendah. Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa mahasiswa kelas eksperimen mempunyai skor rata-rata N-gain lebih tinggi daripada mahasiswa kelas kontrol. Hal tersebut juga mempengaruhi hasil pengujian hipotesis dimana ada perbedaan yang signifikan antara skor rata-rata N-gain

mahasiswa kelas eksperimen dengan skor rata-rata N-gain mahasiswa kelas kontrol. Dalam hal ini

pemahaman konsep mahasiswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada pemahaman konsep mahasiswa kelas kontrol.

Peningkatan skor rata-rata N-gain mahasiswa kelas eksperimen yang lebih tinggi, disebabkan karena setiap tahapan dalam model kegiatan laboratorium berbasis SAVI sangat mendukung mahasiswa untuk aktif dalam pembelajaran dan praktikum, selain itu juga mahasiswa mendapatkan pengalaman belajar lebih bermakna sehingga sesuatu yang dipelajari akan bertahan lebih lama dan memberikan dampak terhadap peningkatan pemahaman konsep mahasiswa. Hal ini terlihat dari semua indikator pemahaman konsep semua-nya terjadi peningkatan skor rata-rata N-gain yang berada pada kategori sedang meskipun yang dominan kategori rendah. Peningkatan pemaham-an konsep pada setiap indikator dijabarkpemaham-an sebagai berikut:

a. Menjelaskan

Menjelaskan merupakan kemampuan me-rumuskan dan menggunakan model sebab akibat sebuah sistem. Mahasiswa yang memiliki ke-mampuan menjelaskan dapat menggunakan hubungan sebab akibat antar bagian dalam suatu sistem. Pada indikator menjelaskan, mahasiswa kelas eksperimen mencapai skor rata-rata N-gain

sebesar 0,066 dan mahasiswa kelas kontrol

(16)

15 memperoleh skor rata-rata N-gain sebesar 0,063 dengan kategori rendah.

Dengan 4 nomor soal yang masuk dalam indikator menjelaskan menunjukkan bahwa untuk kelas kontrol terjadi peningkatan skor rata-rata sebesar 9,210% dimana pre-test sebesar 52,632% menjadi 61,842% dari skor ideal pada post-test

dengan N-gain sebesar 0,063 (6,250%). Begitu pula pada kelas eksperimen, terjadi peningkatan rata-rata skor dari 60,526% pada pre-test menjadi 69,737% dari skor ideal pada post-test (meningkat 9,211%) dengan N-gain 0,066 (6,604%) lebih tinggi dari kelas kontrol. Hal ini dapat dikaitkan dengan salah satu temuan penelitian bahwa pembelajaran konvensional cenderung membuat orang tidak aktif secara fisik dalam jangka waktu lama. Akan tetapi, pembelajaran SAVI, yaitu belajar dengan menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indera dapat berpengaruh besar pada pembelajaran (Meier, 2002). Sehingga, kemampuan mahasiswa dalam membuat dan menggunakan model sebab akibat dalam suatu sistem dapat terjadi dan optimal ketika pembelajaran ataupun praktikum dilaksanakan, yang tentunya menggunakan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI.

b. Menyimpulkan

Menyimpulkan merupakan proses yang menyertakan penemuan pola dalam sebuah contoh, dimana terjadi ketika pelajar dapat meng-abstraksikan sebuah konsep atau prinsip yang menerangkan contoh-contoh tersebut dengan mencermati ciri-ciri setiap contohnya dan menarik hubungan di antara ciri-ciri tersebut.

Dari 6 nomor soal yang termaksud dalam indikator menyimpulkan menunjukkan peningkat-an baik dari kelas kontrol maupun dari kelas eksperimen. Untuk pre-test kelas kontrol secara klasikal peningkatan skor rata-ratanya sebesar 12,281% yaitu dari 56,140% pada pre-test

meningkat menjadi 68,421% pada post-test dengan N-gain sebesar 0,085 (8,537%). Begitu pula pada kelas ekperimen dari 66,667% menjadi 79,825% (meningkat 13,158%) dengan N-gain 0,099 (9,868%), lebih tinggi dari kelas kontrol.

Peningkatan ini dikarenakan model laboratorium berbasis SAVI mampu membuat pembelajaran dan praktikum yang berlangsung lebih terfokus dan menyenangkan, sebab pada kenyataannya proses ini berlangsung secara multi arah baik antara mahasiswa dengan mahasiswa maupun mahasiswa dengan dosen/peneliti. Dengan model ini, pembelajaran dikondisikan untuk melatih mahasiswa terampil dalam berpendapat,

mempraktekkan atau mendemostrasikan alat peraga sehingga mengembangkan daya nalar dan imajinasi mahasiswa agar mampu untuk memberikan pernyataan tunggal (kesimpulan) yang menyatakan informasi yang disampaikan secara mandiri.

c. Mengklasifikasi

Mengklasifikasi terjadi ketika mahasiswa mengetahui bahwa sesuatu termaksud dalam kategori tertentu. Mengklasifikasi melibatkan proses mendeteksi ciri-ciri atau pola-pola yang sesuai dengan contoh dan konsep atau prinsip tersebut. Dari 12 soal yang dinyatakan valid secara logis dan empiris, ada 2 nomor soal yang masuk dalam indikator mengklasifikasi. Dari 2 soal tersebut diperoleh data bahwa untuk kelas eksperimen peningkatan skor rata-ratanya sebesar 7,895% yaitu dari 86,842% pada pre-test

meningkat menjadi 94,737% pada post-test dengan N-gain sebesar 0,023 (2,326%), sedangkan pada kelas kontrol tidak terjadi peningkatan, hal ini terlihat dari persetase dari kedua kondisi perlakuan (pre-test dan post-test) sama yakni sebesar 89,474%.

Perbedaan tersebut diatas mengantarkan pada kesimpulan bahwa dengan model laboratorium berbasis SAVI dapat lebih meningkatkan pemahaman mahasiswa karena pelaksanaan pembelajaran dan praktikum dapat lebih optimal apalagi jika disesuaikan dengan materi yang kontekstual. Hal ini sesuai dengan pendapat Astuti (2002) yang menyatakan bahwa SAVI merupakan pendekatan yang menekankan belajar berdasarkan aktivitas, yaitu bergerak aktif secara fisik ketika sedang belajar dengan memanfaatkan indra sebanyak mungkin dan membuat seluruh tubuh/pikiran terlibat dalam proses belajar, dengan kata lain SAVI melibatkan kelima indra dan emosi dalam proses belajar. Dengan melibatkan kelima indra dan emosi dalam proses belajar maka kemampuan mahasiswa dalam proses meng-klasifikasi yaitu mengetahui bahwa suatu hal/benda masuk dalam kategori tertentu yang lebih luas dapat optimal.

(17)

ber-16 argumentasi menuju pada pemahaman konsep ilmiah. Melalui pembelajaran yang kontekstual konsep-konsep yang dirasakan sulit bagi mahasiswa menjadi lebih mudah dipahami.

Hasil penelitian ini juga tampaknya didukung oleh hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa ahli pendidikan sains. Katu dan Thijs (1996) menunjukkan bahwa kegiatan laboratorium khususnya yang bersifat konstruktivis dapat meningkatkan pemahaman konsep-konsep siswa secara signifikan. Gustone dan Champagne (Lazarowitz dan Tamir, 1990) menyimpulkan bahwa kegiatan laboratorium merupakan cara yang efektif untuk membangun

conceptual change. Thijs dan Bosch, (1995) mendapatkan bahwa kegiatan laboratorium sains yang dipusatkan pada prakonsepsi siswa baik yang dilakukan dengan eksperimen atau demonstrasi dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa secara signifikan.

B. Peningkatan keterampilan proses sains

Berdasarkan hasil analisis data keterampilan proses sains pada materi penentuan logam berat (Ni2+ dalam Nickel Pig Iron), diperoleh perbedaan

persentase kumulatif antara kelas kontrol dan kelas eksperimen yang diawali dengan perbedaan dari 5 indikator yang menjadi acuan penilaian. Adapun penjelasan perbedaan dari 5 indikator keterampilan proses sains yang diujikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Mengelompokkan (klasifikasi)

Dasar keterampilan mengelompokkan (meng-klasifikasi) adalah kemampuan mengidentifikasi perbedaan dan persamaan antara berbagai obyek yang diamati. Dari 2 nomor soal yang termaksud dalam kategori keterampilan proses sains mengelompokkan diperoleh persentase 76,316% untuk kelas kontrol dan 78,947% dari skor ideal untuk kelas eksperimen. Hal ini menunjukkan bahwa dengan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI, keterampilan mengelompokkan dari mahasiswa lebih teroptimalkan karena alat indra sebagai modalitas belajar mahasiswa lebih aktif dari pada model pembelajaran konvensional. b. Merencanakan percobaan

Keterampilan merencanakan percobaan ialah keterampilan dalam merancang kegiatan yang dilakukan untuk menguji hipotesis, memeriksa kebenaran atau memperlihatkan prinsip-prinsip atau fakta-fakta yang telah diketahuinya. Dari 2 nomor soal yang merupakan soal yang masuk dalam keterampilan merencanakan percobaan diperoleh persentase kelas eksperimen sebesar 65,789% dan 63,158% dari skor ideal untuk kelas

kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang mereka amati dan lihat sangat mempengaruhi cara mereka merancang dan merencanakan suatu percobaan. Dengan model kegiatan laboratorium berbasis SAVI cara belajar auditori dan visualisasi teroptimalkan dengan baik.

c. Menggunakan alat dan bahan

Keterampilan menggunakan alat dan bahan yang tepat ikut mendukung keakuratan hasil dan keselamatan kerja selama kegiatan praktikum berlangsung sehingga indikator ini penting untuk diukur. Dari 4 nomor soal yang masuk dalam kategori keterampilan menggunakan alat dan bahan diperoleh persentase rata-rata yang berbeda dimana untuk kelas kontrol sebesar 72,368% dan 80,263% dari skor ideal untuk kelas eksperimen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa video praktikum sebagai media pemanfaatan aspek visualisasi pada model kegiatan laboratorium berbasis SAVI sangat berpengaruh. Artinya, untuk item menggunakan alat dan bahan yang baik tidak cukup hanya didapatkan melalui bacaan tetapi harus diajarkan salah satunya melalui media video praktikum. Sejalan yang diungkapkan oleh Meier (2002), bahwa setiap orang (terutama pelajar visual) lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan.

d. Menerapkan konsep dan prinsip

Keterampilan menerapkan konsep yang di-maksud dalam penelitian ini adalah keterampilan menggunakan generalisasi yang telah dipelajarinya pada situasi baru, atau untuk menerangkan apa yang diamatinya. Apabila seorang mahasiswa mampu menjelaskan peristiwa baru dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki, berarti ia telah menerapkan prinsip yang telah dipelajari-nya.

Melalui model kegiatan laboratorium berbasis SAVI, mahasiswa diharuskan menerapkan konsep dan prinsip yang dipelajari sebagai akibat dari optimalisasi pemanfaatan modalitas belajar yang dimilikinya. Hasilnya, dari 4 nomor soal yang masuk dalam keterampilan menerapkan konsep dan prinsip diperoleh persentase kelas kontrol sebesar 65,789% dari skor ideal lebih rendah dari kelas eksperimen dengan persentase sebesar 68,421% dari skor ideal.

e. Melaksanakan percobaan dengan baik dan benar

(18)

17 kreatifitas mahasiswa didalam praktikum yang dilaksanakan.

Dari 2 nomor soal yang dibuat dan termaksud dalam kategori keterampilan dalam melaksanakan percobaan dengan baik dan benar diperoleh persentase yang berbeda. Untuk kelas kontrol skor rata-ratanya sebesar 84,211% dan 89,474% dari skor ideal untuk kelas eksperimen. Hasil ini menunjukkan bahwa untuk melakukan praktikum tidak cukup mahasiswa diberikan penuntun tetapi melalui video praktikum sebagai aspek pendukung dari model kegiatan laboratorium berbasis SAVI memungkinkan keterampilan proses sains dari aspek melaksanakan percobaan dengan baik dan benar dapat maksimal.

Menjawab dugaan sementara yang telah diajukan sebelumnya, terdapat perbedaan skor rata-rata dari kedua kelas (skor rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol) dan setelah dilakukan pengujian hipotesis dimana diperoleh data thitung > ttabel, maka hal ini dapat disimpulkan bahwa model kegiatan laboratorium berbasis SAVI berpengaruh secara signifikan artinya model kegiatan tersebut dapat meningkatkan keterampilan proses sains mahasiswa jika dibandingkan dengan model konvensional (non SAVI). Sejalan dengan hasil penelitian Hidayati, S.P (2012), menunjukkan bahwa metode kerja laboratorium memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap keterampilan proses dasar IPA dan sikap ilmiah peserta didik.

Lebih lanjut dalam penelitian Sukron (2005) mengemukakan bahwa peningkatan keterampilan proses sains dapat terjadi karena peserta didik terlibat aktif melakukan penemuan gagasan melalui serangkaian proses sains. Hal tersebut didukung oleh pendapat Darliana dalam Sukron (2005), bahwa cara terbaik untuk mengembangkan keterampilan sains pada peserta didik adalah dengan menyuruh mereka menggunakan keterampilan proses sains dalam belajarnya, yaitu mereka harus mengamati, menggolongkan, menafsirkan data dan sebagainya.

C. Peningkatan sikap ilmiah

Hasil analisis data sikap ilmiah pada materi penentuan logam berat (Ni2+ dalam Nickel Pig Iron), dapat dijelaskan dengan memaparkan 6 indikator-indikator sikap ilmiah yang menjadi acuan penilaian di dalam penelitian ini. Indikator dan penjelasan dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Sikap ingin tahu

Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih

mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar. Rata-rata persentase sikap ilmiah untuk indikator sikap ingin tahu dinilai dengan 3 deskriptor pertanyaan yaitu sikap antusias mencari jawaban, antusias pada proses sains dan kemauan menanyakan setiap langkah kegiatan yang akan dilakukan. Yunita (2012), mengemukakan bahwa tingkat sikap ilmiah peserta didik dapat dilihat dari bagaimana mereka memiliki rasa keingintahuan yang sangat tinggi untuk memahami suatu konsep baru dengan kemampuannnya tanpa ada kesulitan, kritis terhadap suatu permasalahan yang perlu dibuktikan kebenarannya, dan mengevaluasi kinerjanya sendiri.

Dengan 4 nomor soal yang masuk dalam indikator sikap ingin tahu yang terdiri dari 2 jawaban YA dan 1 jawaban TIDAK diperoleh data bahwa rata-rata skor kelas 71,930% untuk kelas kontrol dan 77,193% dari skor ideal pada kelas eksperimen. Perbedaan sikap ingin tahu antara kedua kelas tersebut menunjukkan bahwa model kegiatan laboratorium berbasis SAVI benar-benar melatih mahasiswa untuk terbiasa bertanya tentang berbagai hal yang berkaitan dengan bidang yang dipelajari yang membuat sikap ingin tahu kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol.

b. Sikap respek terhadap data / fakta

Rata-rata persentase sikap respek terhadap data/fakta dinilai dengan menggunakan 3 deskriptor pertanyaan yakni sikap harus objektif/jujur, tidak memanipulasi data serta mengambil keputusan sesuai fakta. Dengan 4 nomor soal yang masuk dalam indikator sikap respek terhadap data/fakta yang terdiri dari 2 jawaban YA dan 2 jawaban TIDAK yang diperoleh data kelas kontrol sebesar 82,895% dan kelas eksperimen sebesar 86,842 % dari skor ideal. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa kegiatan laboratorium berbasis SAVI, objektivitas dengan kebiasaan menyatakan apa adanya, tanpa diikuti perasaan pribadi dari mahasiswa kedua kelas tersebut sudah teruji secara kolektif.

c. Sikap penemuan dan kreativitas

(19)

18 alat tidak seperti biasanya dan menyarankan percobaan-percobaan baru.

Perbedaan persentase dari kedua kelas tersebut menunjukkan bahwa model kegiatan laboratorium berbasis SAVI merupakan model pembelajaran yang menekankan kepada aktifitas mahasiswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya model kegiatan laboratorium berbasis SAVI menempatkan mahasiswa sebagai subjek belajar sehingga mereka tidak hanya penerima pembelajaran tetapi berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi praktikum yang dilakukan.

d. Sikap berpikir terbuka dan kerjasama

Sikap menghargai pendapat/temuan orang lain, menerima saran dari teman, menggangap setiap kesimpulan adalah tentative dan ber-partisipasi aktif dalam kelompok merupakan tiga deskriptor pertanyaan yang merupakan indikator sikap berpikir terbuka dan kerjasama dalam penilaian sikap ilmiah mahasiswa yang meng-hasilkan 70,175% skor rata-rata kelas kontrol dan 82,456% dari skor ideal untuk kelas eksperimen yang terdiri dari 3 nomor soal dengan 2 jawaban YA dan 1 jawaban TIDAK.

Peningkatan sikap berpikir terbuka dan kerjasama dari kelas eksperimen menujukkan bahwa model kegiatan laboratorium berbasis SAVI menempatkan mahasiswa untuk dapat mengeksplor pengetahuan yang dimiliki agar mampu bekerja sama dan berdiskusi mengeluarkan masing-masing pendapat untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan di dalam melakukan praktikum dengan langkah-langkah yang sesuai dengan proses ilmiah karena mahasiswa yang bekerja sama dalam kelompok biasanya mampu belajar lebih baik daripada belajar sendiri. Jhonson (2008) menyatakan bahwa kerja sama dapat menghilangkan hambatan mental akibat terbatasnya pengalaman dan cara pandang yang sempit. Jadi akan lebih mungkin untuk menemukan kekuatan dan kelemahan diri, belajar untuk menghargai orang lain, mendengarkan dengan pikiran terbuka dan membangun persetujuan bersama.

Menurut Suherman (2002), pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok akan membuat mahasiswa bisa saling berbagi (sharing) rasa, ide, pengetahuan, pengalaman, tanggung jawab dan saling membantu, sehingga mahasiswa bisa belajar berkolaborasi, berkomunikasi dan bersosialisasi. e. Sikap ketekunan

Dua nomor soal dengan rincian 1 jawaban YA dan 1 jawaban TIDAK diperoleh data skor rata-rata sekitar 97,368% kelas eksperimen dan

94,737% dari skor ideal untuk kelas kontrol. Persentase skor rata-rata dari data tersebut diperoleh dari 2 deskriptor pertanyaan yakni sikap mengulangi percobaan ketika percobaan sebelumnya mengalami kegagalan dan melengkapi satu kegiatan meskipun teman praktikum selesai lebih awal. Peningkatan persentase rata-rata sikap ketekunan tersebut membuktikan bahwa kegiatan laboratorium berbasis SAVI memberi ruang kepada mahasiswa untuk bekerja tidak tergesa-gesa dan terburu-buru agar menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin dapat terjadi pada saat proses praktikum berlangsung.

f. Sikap peka terhadap lingkungan

Peduli dan/atau peka terhadap lingkungan adalah sikap atau tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Tiga deskriptor pertanyaan dimana 2 jawaban YA dan 1 jawaban TIDAK melengkapi indikator sikap peka terhadap lingkungan yang terdiri atas 3 nomor soal dengan 3 deskriptor penilaian diantaranya sikap perhatian terhadap peristiwa sekitar, partisipasi pada kegiatan sosial dan menjaga kebersihan lingkungan laboratorium. Soal tersebut menghasilkan skor rata-rata kelas kontrol sebesar 91,228% dan 92,982% dari skor ideal untuk kelas eksperimen. Hasil tersebut memberikan pengertian bahwa model kegiatan laboratorium berbasis SAVI mampu mendikte mahasiswa untuk bersikap peka terhadap lingkungan dengan berupaya berupaya membuang limbah pada tempatnya dan selalu menjaga kebersihan lingkungan laboratorium.

Dari keenam indikator yang menjadi dasar penilaian sikap ilmiah mahasiswa dengan masing-masing skor rata-ratanya, selanjutnya dilakukan uji normalitas dan homogenitas ternyata diperoleh data yang normal dan homogen. Maka, langkah selanjutnya dilakukan uji hipotesis untuk membandingkan skor rata-rata dari dua kelas yakni antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Dari perbedaan skor rata-rata dari kedua kelas (skor rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol) kemudian dilakukan pengujian hipotesis dimana diperoleh data thitung > ttabel, maka hal ini dapat disimpulkan bahwa model kegiatan laboratorium berbasis SAVI berpengaruh secara signifikan artinya model kegiatan tersebut dapat meningkatkan sikap ilmiah mahasiswa jika dibandingkan dengan model konvensional (non SAVI).

Gambar

Tabel 2  Interpretasi koefisien korelasi nilai rpbis
Tabel 5  Kategori daya pembeda
Tabel 6  Kriteria pengkategorian N-gain
Tabel 8 Deskripsi pemahaman konsep mahasiswa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Surya Wenang Indah Manado dalam mencatat persediaan barang dagangannya adalah dengan menggunakan Metode Perpetual Terkomputerisasi dan sedangkan untuk metode

Peserta Museum Keliling dibagi menjadi dua kelompok; sebagian menuju ruang OP untuk mengikuti ceramah, dongeng, dan menonton film, sebagian melakukan aktivitas di ruang pameran

Penelitian yang ditulis oleh penulis ini adalah tentang bagaimana tinjauan filsafat hukum Islam terhadap pemberian Remisi oleh pelaku tindak pidana (Narapidana atau Anak

Pada kromatografi yang menggunakan silika gel sebagai fasa diam, fasa gerak yang digunakan adalah suatu pelarut organik atau campuran beberapa pelarut

peneliti terlebih dahulu melakukan observasi untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya dilapangan. Selain itu juga dilakukan pencarian informasi mengenai kendala yang

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pelaksanaan program-program terhadap pencegahan perkawinan pada usia anak yang merupakan peran dari Dinas Pemberdayaan Perempuan

(9)FBIR secara parsial memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap ROA pada Bank Umum Swasta Nasional Go Public periode triwulan I tahun 2013 sampai dengan

Pengujian pada aspek functional suitability sudah memenuhi standar AQuA, pada aspek performance efficiency sudah memenuhi ambang batas aman yang ditetapkan oleh Little Eye dan