• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan Infeski pada sistem i

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Asuhan Keperawatan Infeski pada sistem i"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem integumen merupakan lapisan terluar dari tubuh yang terdiri dari kulit dan beberapa derivatnya seperti kuku, rambut dan beberapa jenis kelenjar. Sistem ini dengan komponen terbesarnya yaitu kulit, memiliki banyak fungsi diantaranya berfungsi sebagai aksesoris dan proteksi. Kulit melindungi tubuh dari mikroorganisme, penarikan atau kehilangan cairan serta melindungi dari zat iritan dan alergen (Sloane, 2003).

Infeksi kulit oleh mikroorganisme meliputi infeksi bakteri, virus dan jamur. Bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi pada kulit manusia meliputi: streptokokus, stafilokokus dan mikobakterium. Infeksi karena virus yang paling sering disebabkan oleh HPV (human papilloma virus) yang menimbulkan kutil (wart), poxvirus yang menimbulkan moluskum kontagiosum, parapoxvirus yang menimbulkan orf, dan varicella yang menimbulkan herpes. Sedangkan infeksi karena jamur yang menyebabkan terjadinya infeksi jamur superfisial pada kulit, rambut, kuku, dan selaput lendir, paling sering disebabkan oleh dermatofit (Trichophyton, Epidermophyton, Moicrosporum sp), jamur serupa ragi misalnya Candida albicans yang menyebabkan kandidiasis atau kandidosis dan golongan kapang yang umumnya menyerang jaringan-jaringan tertentu yang mengalami trauma, luka, luka bakar atau telinga bagian luar (Brown & Burns, 2005).

Di Indonesia, angka kejadian infeksi kulit oleh mikroorganisme cukup tinggi. Pada tahun 2010, penyakit infeksi kulit termasuk kedalam 10 penyakit terbanyak di Sumatera Barat dengan 106.568 kasus. Penelitian Sutisna dkk tahun 2010 di RSI Sultan Agung menunjukkan bahwa angka kejadian infeksi kulit oleh bakteri yang paling sering ditemukan adalah pioderma. Di rumah sakit tersebut, kejadian pioderma menduduki peringkat ketiga dengan jumlah kasus 362 kasus (18,53%) (Sutisna dkk, 2011).

Tingginya angka kejadian infeksi kulit oleh mikroorganisme erat kaitannya dengan cara penularan yang lebih banyak menular melalui kontak langsung serta hygiene personal individu yang kurang baik dan sanitasi lingkungan terlebih lingkungan di daerah bersuhu panas dan beriklim lembab. Hal ini mengakibatkan mikroorganisme dapat memperbanyak diri dengan cepat dan menyebar ke jaringan yang lebih luas (Jawetz wt al, 1996 dalam Sutisna dkk, 2011).

(2)

infeksi varisela selain diberikan antibiotik juga diberikan antipiretik untuk mengatasi keluhan demam dan antihistamin untuk mengurangi rasa gatal.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan makalah ini agar mahasiswa mengetahui, mengerti dan mahasiswa dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem integumen karena infeksi mikroorganisme

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui, mengerti dan mahasiswa dapat melaksanakan:

1. Mengetahui definisi gangguan sistem integumen karena infeksi mikroorganisme

2. Mengtahui penyebab gangguan sistem integumen karena infeksi mikroorganisme

3. Mengetahui patofisiologi dari gangguan sistem integumen karena infeksi mikroorganisme

4. Mengetahui manifestasi klinis gangguan sistem integumen karena infeksi mikroorganisme

5. Mengetahui penatalaksanaan dari gangguan sistem integumen karena infeksi mikroorganisme

6. Megetahui pathways gangguan sistem integumen karena infeksi mikroorganisme

7. Mengetahui asuhan keperawatan pada gangguan sistem integumen karena infeksi mikroorganisme

1.3 Manfaat

1. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi gangguan sistem integumen karena infeksi mikroorganisme

2. Mahasiswa dapat menjelaskan penyebab dari gangguan sistem integumen karena infeksi mikroorganisme

3. Mahasiswa dapat menjelaskan patofisiologi dari gangguan sistem integumen karena infeksi mikroorganisme

4. Mahasiswa dapat menjelaskan gangguan sistem integumen karena infeksi mikroorganisme

5. Mahasiswa dapat menjelaskan manifestasi klinis gangguan sistem integumen karena infeksi mikroorganisme

6. Mahasiswa dapat menjelaskan penatalaksanaan gangguan sistem integumen karena infeksi mikroorganisme

7. Mahasiswa dapat menegakkan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem integumen karena infeksi mikroorganisme

8. Mahasiswa dapat mengetahui, mengerti dan mahasiswa dapat melaksanakandiagnosakeperawatan pada pasien dengan gangguan sistem integumen karena infeksi mikroorganisme

(3)
(4)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Infeksi adalah proses saat organism (misalnya bakteri, virus, jamur) yang mampu menyebabkan penyakit masuk kedalam tubuh atau jaringan dan menyebabkan trauma atau kerusakan. (Grace&Borley,2007).

Tiga Infeksi organism yang dapat menimbulkan gangguan atau penyakit pada system integument menurut adalah sebagai berikut :

a. Infeksi jamur

Infeksi jamur biasa terjadi pada organ integumen seperti kulit. infeksi jamur pada kulit dianggap sebagai infeksi superficial dan biasanya digambarkan berdasarkan tempat infeksi. Infeksi pada kulit disebut tinea. Tinea pedis adalah infeksi di kaki, misalnya kutu air (athlete’s foot). Tinea korporis (ringworm) adalah infeksi di badan, tinea barbe adalah infeksi di janggut, dan tinea kapitis adalah infeksi dikulit kepala. Tinea versikolor adalah infeksi jamur di badan yang menimbulkan area kulit yang berubah warnanya dan diperburuk oleh pajanan sinar matahari. (Corwin,2009)

b. Infeksi bakteri

Infeksi bakteri yang biasa terjadi pada organ integument biasanya seperti bakteri streptokokus yang menyebabkan selulitis, stafilokokus yang menyebabkan folikulitis , kemudian ada penyakit lain yang disebabkan oleh bakteri, yaitu karbunkel,impetigo, dan eritrasma. Infeksi akibat mikobakterium seperti tuberculosis kulit, skrofuloderma,lupus vulgaris, warty tuberculosis, tuberkulid,dan lepra.(Graham&Burns,2005)

c. Inveksi Virus

Selain inveksi jamur dan bakteri, infeksi virus juga dapat menyebabkan penyakit atau gangguan padasistem integument. Virus yang berperan menginfeksi dalam hal ini adalah seperti virus dari kelompok Human Papiloma Virus (HPV). (Graham&Burns,2005)

2.2 Etiologi

a. Infeksi jamur

Infeksi jamur dapat dialami orang yang terpajan pada keadaan apapun dalam hidupnya. Factor pencetus infeksi ini dapat terjadi tanpa alasan yang jelas, tetapi seringkali orang terpajan akibat lingkungan atau perilakunya. Predisposisi juga dapat terjadi pada orang-orang yang mengalami penurunan fungsi imun, seperti pasien diabetes, wanita hamil, dan bayi. Orang yang menderita imunodefisiensi berat, termasuk pengidap AIDS, beresiko mengalami infeksi jamur yang kronik dan berat. (Corwin,2009)

(5)

a) Tinea Pedis

Infeksi biasanya didapat dari adanya kontak dengan debris yang terinfeksi pada lantai kolam renang dan kamar mandi.

b) Tinea Kruris

Sumber infeksi hampir selalu berasal dari kaki pasien. Jamur diduga berpindah ke lipatan paha melalui jari-jari yang dipakai menggaruk lipat paha setelah menggaruk kaki atau melalui handuk.

c) Tinea Korpodis

Sumber jamur pada orang dewasa biasanya berasal dari kaki, sedangkan pada anak-anak biasanya menyebar dari kulit kepala. d) Tinea manum

Sumber jamur hampi selalu berasal dari kaki pasien e) Tinea Unguium

Lebih sering berkaitan dengan adanya tinea pedis f) Tinea Kapitis

Lebih sering menyerang anak-anak daripada orang dewasa, hal ini mungkin berkaitan dengan perubahan kandungan lemak dalam sebum pada saat jelang pubertas. Sebum pada masa pubertas mengandung asam lemak yang bersifat jamurstatik.

b. Infeksi Bakteri

Berikut ini penyebab gangguan integument akibat infeksi bakteri berdasarkan klasifikasi penyakit: (Graham&Burns,2005)

a) Selulitis

merupakan infeksi bakteri pada jaringan subkutan pada orang-orang dengan imunitas normal, biasanya disebabkan streptococcus pyrogens. Kadang-kadang bakteri lain ikut terlibat, haemophilus influenze merupakan penyebab yang penting dari selulitis fasial pada anak-anak. Pada orang-orang dengan imunokompromasi berbagai bakteri mungkin menyebabkan selulitis. Selulitis paling sering terjadi pada tungkai. Organism penyebab biasanya masuk melalui kulit-kulit yang lecet ringan atau retakan kulit pada jari kaki.

b) Folikulitis

merupakan infeksi pada bagian superficial dari folikel rambut oleh Staphylococcus aureus menimbulkan postula kecil dengan dasar yang kemerahan pada tengah-tengah folikel.

c) Furunkulosis/bisul

merupakan infeksi yang dalam pada folikel rambut oleh S.aureus. beberapa orang mungkin merupakan penyebar stafilokokus pada daerah nasal serta perinasal, dan kemudian organism tersebut bisa dipindahkan melalui jari-jemari ketempat-tempat lain di tubuh.

d) Karbunkel

merupakan infeksi yang dalam oleh s.aureus pada kelompok folikel rambut yang berdekatan.

e) Impetigo

(6)

f) Eritrasma

disebabkan oleh organism gram positif, Corynebacterium minutissimum. Timbul didaerah intertriginosa yaitu aksila,lipat paha, dan daerah dibawh payudara. Namun, daerah yang paling sering diserang adalah sela-sela jari kaki.

c. Inveksi virus

Inveksi virus pada kulit dapat diperoleh secara eksogen (misal,infeksi virus herpes simpleks primer) atau secara endogen (misal, reaktivasi infeksi virus varisela atau herpes simpleks). (Corwin,2009)

Beberapa virus yang menjadi penyebab yaitu, kelompok Human Papiloma Virus (HPV) yang menyebabkan kutil pada kulit, virus varisella zoster menyebabkan Herpes Zooster, kemudian Herpes Virus Hominis (HSV) yang menyebabkan Herpes Simpleks(Graham&Burns,2005)

2.3 Patofisiologi dan Manifestasi Klinis A. Macam-macam port d‘entree virus

a. Saluran pernafasan

Beberapa penyakit yang ditimbulkan dengan jalur masuk virusnya melalui saluran pernafasan adalah seperti virus influenza, rubeola dan coronavirus (Syahrurachman, 1994).

b. Saluran pencernaan

Virus-virus tak berselubung seperti rotavirus, Norwalk agent, dan pararotavirus masih tetap infektif setelah melewati cairan lambung dan empedu. Namun virus hepatitis dan virus imunodefisiensi manusia dapat menyebar ke tempat lain (Syahrurachman, 1994).

c. Kulit dan mukosa genitalia

Sebagian virus yang masuk ke dalam sel-sel mukosa melalui (mikro) lesi menimbulkan kelainan setempat seperti virus herpes simplex dan virus papilloma (Syahrurachman, 1994).

d. Plasenta

Jika ibu mengalami viremia, virus dapat masuk mencapai plasenta. Dalam plasenta vrus bisa berkembang biak atau langsung masuk ke dalam jaringan janin. Kelainan yang terjadi tergantung pada tipe virus dan usia kehamilan. Virus rubella, cytomegalo virus dan terkadang virus Varicella sering dikaitkan dengan kalainan congenital (Syahrurachman, 1994).

Penggolongan interaksi sel dan virus secara umum ada tiga macam yaitu sebagai berikut (Syahrurachman, 1994).

a. Virus yang menimbulkan banyak kematian sel akibat sitosidal atau toksiknya.

b. Virus yang tidak menimbulkan kematian sel langsung namun hanya menimbulkan eklainan kecil.

(7)

Berat atau ringannya gejala penyakit infeksi virus tergantung beberapa factor, antara lain adalah proses tanggapkebal, reaksi hipersensitivitas, reaksiradang dan kerusakan jaringan. Akibat dari proses tanggap kebal dijumpai berbagai gejala klinis seperti demam dan kelemahan (Syahrurachman, 1994).

Untuk port d’entrée kulit dan mukosa (Syahrurachman, 1994). a. Penularan dengan mikrolesi

a) Papilloma manusia : ditandai dengan kondiloma

b) Herpes simpleks 1 : ditandai dengan stomatitis, keratitis c) Herpes simpleks 2 : ditandai dengan servisitis

b. Penularan dengan arthropoda

a) Alphavirus : ditandai dengan FUO, ensefalitis, demam berdarah b) Flavirus : FUO, demam dengue, DBD demam kuning, ensefalitis c. Penularan melalui vertebrata

a) Rabies : ditandai dengan rabies b) Virus B : ensefalomielitis

c) Cytomegalovirus : ditandai dengan hepatitis d. Penularan melalui injeksi

a) Hepatitis B, C : ditandai dengan hepatitis-hepatoma b) Cytomegalovirus : hepatitis

c) EBV : ditandai dengan mononucleosis infeksiosa d) HIV : AIDS

B. Patofisiologi infeksi bakteri pada kulit

Diawali dengan kontak langsung kulit dengan bakteri. Bakteri kemudian berkembang biak dalam folikel rambut dan menyebabkan nekrosis jaringan setempat. Lalu terjadi koaguasi fibrin di sekitar lesi dan pembuluh getah bening dan terbentuk dinding yang membatasi proses nekrosis. Selanjutnya terjadi serbukan sel radang, di pusat lesi akan terjadi pencaoran jaingan nekrotik. Cairan abses ini akan mencari jalan keluar di tempat yang paling kurang tahanannya. Pengeluaran cairan abses diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi. Dari sini kuman juga bisa menyebar ke lain bagian tubuh lewat pembuluh getah bening dan pembuluh darah (Warsa, 1994).

Manifestasi yang muncul sebagai berikut (Warsa, 1994).

a. Tanda-tanda peradangan setempat seperti kemerahan, bengkak, panas dan nyeri.

b. Bisa terdapat pus (bentukan abses).

c. Peradangan menyembuh setelah pus dikeluarkan.

C. Patofisiologi infeksi jamur

(8)

Beberapa jamur yang menyerang kulit manusia menghasilkan keratinase yang berfungsi melisiskan lapisan keratin pada stratum korneum kulit sehingga tibul skuama. Ketika stramurm korneum ini rusak, jamur dengan mudah masuk lalu menginvasi jaringan yang lebih dalam. Akibatnya timbul reaksi peradangan lokal dan beberapa gejala (Hainer, 2003).

Manifestasi klinis (Hainer, 2003). a. Demam

b. Gatal c. Kemerahan d. Nyeri

2.4 Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan Preparat

Pemeriksaan preparat menggunakan larutan KOH 10-40% yang dituangkan pada preparat dengan sediaan kerokan rambut, kulit, atau kuku. Kemudian dibiarkan selama 15 menit atau dipanasi diatas api kecil dan jangan sampai menguap. Lalu diperiksa di bawah mikroskop. Jika pada gambaran mikroskop ditemukan adanya jamur, bakteri atau virus maka diagnosis dapat ditegakkan. Khusus untuk pemeriksaan viral disease disebut Tzanck Testing. b. Pembiakan

Cara ini menggunakan metode pembiakan dari sediaan kulit, rambut, atau kuku dalam media agar saboroud pada suhu kamar (25-300C) dan setelah itu dilihat dan dinilai setelah 1 minggu.

c. Reaksi imunologis

Cara ini menggunakan alergen yang dijadikan antigen dengan disuntikkan secara intrakutan. Jika hasilnya positif maka bisa ditegakkan diagnosis infeksi.

d. Biopsi atau pemeriksaan gambaran histopatologis

Pemeriksaan ini hanya bisa digunakan untuk mendeteksi jamur golongan mikosis saja dengan metode pewarnaan Gram, HE, dan PAS

e. Pemeriksaan dengan sinar woods

Pemeriksaan dengan sinar woods adalah dengan cara menembakkan sinar woods pada kulit yang akan diperiksa. Jika terdapat tanda-tanda yaitu adanya warna yang berbeda maka bisa ditegakkan diagnosis.

2.5 Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan dan penanganan adalah menghilangkan factor predisposisi yang memudahkan terjadinya penyakit, serta terapi obat anti mikroorganisme yang sesuai dengan penyebab.

a. Infeksi Jamur a) Medikamentosa

(9)

pengobatan sistemik. Pengobatan lokal termasuk: olesan; supositoria yang dipakai untuk mengobati vaginitis; cairan; dan lozenge yang disebabkan oleh jamur dengan cara dilarutkan dalam mulut. Pengobatan lokal dapat menyebabkan rasa pedas atau gangguan setempat. Beberapa obat sistemik tersedia dalam bentuk pil. Obat sistemik generasi baru yang dapat digunakan adalah flukonazol, itrakonazol, dan terbinafin.. Efek samping yang paling umum adalah mual, muntah dan sakit perut. Kurang dari 20% orang mengalami efek samping ini. Seperti pengobatan yang paling murah untuk kandidiasis mulut adalah gentian violet; obat ini dioleskan di tempat ada lesi (jamur) tiga kali sehari selama 14 hari. Kolaborasi antibiotik (skabisida, malathion 5%) dan kolaborasi antihistamin juga sering digunakan untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit seperti banyak digunakan pada scabies. Kolaborasi pemberian antifungus seperti mikonazol, klotrimazol, haloprogin, tolnaftat/tinactin dan griseofulvin oral seperti padan penyakit Tinea Pedis dapat menekan pertumbuhan jamur.

b) Terapi Tradisional

Penggunaak terapi tradisional seringkali digunakan secara mandiri ataupun sebagai dukungan terapi medikamentosa. Berikut contoh terapi Komplementer/Pengobatan secara Tradisional menanganani panu. Caranya yaitu Potong satu ujung lengkuas yang masih segar, lalu celupkan pada bubuk belerang kemudian digosokan pada kulit yang terkena panu atau kudas. Lakukan rutin dua kali sehari.

b. Infeksi pada Bakteri a) Medikamentos

Krim antibiotik banyak digunakan untuk pengobatan topical pada pasien dengan infeksi bakteri. Diduga karena sumbatan kelenjar minyak oleh keratin dan peningkatan sekresi sebum yang dirangsang hormon androgen pada kulit, bila terkena infeksi bisa menjadi bisul dan bernanah, Acne tampaknya berasal dari interaksi faktor genetik, hormonal, dan bakterial. Pada kasus Acne dan infeksi kulit lain sering dilakukan pemberian antibiotik Topikal, guna membantu membunuh bakteri pada kulit yang menginfeksi. Efek sampingnya yaitu iritasi kecil pada kulit, kemerahan, kulit terbakar, dan kulit mengelupas. Pada impetigo banyak digunakan juga drainage: bula dan pustula ditusuk dengan jarum steril untuk mencegah penyebaran local. Manajemen nyeri keperawatan sebagai upaya meringankan nyeri pada infeksi kulit.

(10)

gunakan sebagai masker di malam hari sebelum tidur, kemudian bilas dengan air bersih dan keringkan jika telah selesai.

c. Infeksi Virus

Pada infeksi kulit yang disebabkan oleh virus tujuan tatalaksana adalah meredakan rasa nyeri dan mengurangi/menghindari komplikasi, seperti pada Varisela dan Herpes Zoester . Untuk penatalaksannannya diantara lain adalah :

a) Terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotik oral: i. Dikloksasilin 12,5-50mg/kg/hari

ii. Eritromisin stearat 4x250-500mg/hari.

iii. Asiklovir sedini mungkin (dalam 1-3 hari pertama), Dewasa: 5x800mg/hari (selama 7-10 hari), Anak : 20mg/kgBB/kali 800mg 4kali/hari (selama 5 hari)

b) Salep antibiotik: yang erosi diberikan salep sodium fusidat. c) Nonfarmako

Manajemen nyeri seperti, atur posisi fisiologis, manajemen lingkungan, teknik relaksasi dan distraksi, dan manajemen sentuhan. Rasa nyeri dikendalikan dengan pemberian analgesic karena pengendalian nyeri yang adekuat selama fase akut akan membantu mencegah terbentuknya pola nyeri yang persisten.

Pada Herpes Zoester bila saraf oftalmikus cabang dari saraf trigeminus terkena, maka harus dirujuk pada seorang dokter ahli penyakit mata karena dapat terjadi perforasi kornea akibat infeksi tersebut.

d) Pemberian kortikosteroid sistemik dini dapat membantu mencegah timbulnya neuralgia post-herpetika.

e) Asiklovir oral 800 mg 5 kali sehari selama 10 hari dapat mempersingkat lama infeksi pada herpes zoester.

d. Pencegahan Penularan

a) Mengajarkan untuk selalu menjaga kekeringan pada kulit. Pasien diberitahukan untuk memakai handuk dan lap wajah yang bersih tiap hari. Semua daerah kulit dan lipatan kulit yang menahan air harus dikeringkan dengan seksama karena infeksi jamur akan berkembang pada udara yang panas dan lembab. Pakaian yang menyentuh kulit secara langsung (seperti pakaian dalam) harus pakaian dari katun bersih.

b) Meningkatkan cara hidup sehat seperti intake makanan yang baik, keseimbangan antara aktivitas dan istirahat, monitor status kesehatan dan adanya infeksi. Meningkatkan system imun dan pertahanan tahap infeksi

c) Cuci seluruh tubuh sekali sehari dengan sabun antiseptik. Cuci tangan beberapa kali sehari sebelum dan sesudah melakukan kegiatan. Hindari berbagi handuk dengan anggota keluarga lainnya. Ganti pakaian dan pakaian dalam secara teratur.

(11)

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian 3.1.1 Anamnesa

a. Data umum pasien

Identitasyang dikaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan saat ini dan sebelumnya apakah sering terpapar sinar matahari secara langsung, kondisi tempat tinggal, status perkawinan, agama, suku bangsa dan keterangan lain mengenai identitas pasien.

b. Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama yang dialami pasien infeksi jamur, bakteri dan virus adalah nyeri pada kulit, gatal-gatal dan perubahan bentuk pada kulit

c. Riwayat Penyakit Sekarang

1) Lengkapi analisis tanda dan gejala dengan NOPQRST :

N = Normal. Sebelum terinfeksi bakteri, jamur dan virus kondisi kulit normalnya cukup pigmentasi, tidak ada petekie, tidak ada purpura, tidk ada lesi atau ekskoriasi.

O = Onset. Sejak kapan gejala itu muncul, hari apa pukul berapa, dan diawali dengan gejala seperti apa?

P = Precipitating and palliative factors. Disebabkan karena apa? Aktivitas terakhir ketika gejala itu muncul? Apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi gejala yang timbul?

Q = Quality and quantity. Bagaimana gejala itu terasa? Bagaimana mendeskripsikan gejala yang muncul? Apakah semakin parah atau tidak?

R = Region and radiation. Dimana gejala tersebut muncul? Apakah mengganggu aktivitas sehari-hari?

S = Severity. Skala nyeri 1-10, dengan angka 10 sebagai skala yang paling nyeri. Apakah berpengaruh terhadap kegiatan sehari-hari?

T = Time. Berapa lama gejala itu muncul? Seberapa sering gejala itu muncul?

2) Apakah ada perubahan warna kulit, pigmentasi, suhu, dan tekstur dari awal gejala hingga dibawa ke rumah sakit. Apakah ada perubahan lesi baik ukuran, warna dan lokasi dari awal gejala hingga dibawa ke rumah sakit.

d. Riwayat penyakit dahulu

1) Riwayat penyakit masa kecil dan imunisasi: contoh impetigo, scabies, measles, chicken-pox, scarlet fever.

2) Riwayat penyakit akut dan kronis, pengobatan termasuk terapi dan hospitalisasi: contoh Diabetes, peripheral vascular disease, Lyme disease, Parkinson disease, imobilisasi, malnutrisi, trauma, kanker kulit, terapi radiasi, HIV/AIDS, penyakit autoimmune.

(12)

5) Riwayat alergi: obat, makanan, dan bahan-bahan lainnya

6) Riwayat pengobatan: aspirin, antibiotic, barbiturate, sulfodinamide, thiazide diuretics, oral hypoglycemic agents, tertacyclin, antimalarials, antineoplastic agent, hormones, metals, topical steroids.

e. Riwayat penyakit keluarga

1) Adanya riwayat penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus, atau bakteri.

2) Riwayat status kesehatan yang menyebabkan kematian keluarga dan saudara seperti kanker kulit, penyakit autoimun.

f. Riwayat kebiasaan/social

1) Merokok, minum minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang lainnya.

2) Lingkungan: terpapar serangga dan hama seperti jamur, terpapar bahan kimia, dan perubahan suhu yang ekstrim.

3) Pekerjaan/aktivitas: petani, tukang kebun

4) Diet: perubahan pola makan, pertambahan atau penurunan berat badan, nafsu makan.

5) Pola tidur: insomnia, cemas

6) Personal hygiene: mandi, keramas, lotion, bedak sabun 7) Riwayat perjalanan terakhir

g. Riwayat psikologi

Perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita, cemas, murung, depresi, atau marah

3.1.2 Pemeriksaan Fisik Integumen A. Inspeksi

1) Warna Kulit

a) Pallor: karena penurunan aliran darah ke jaringan

b) Sianosis: karena peningkatan deoxyhemoglobin pada sirkulasi kutaneus.

c) Jaundice: karena peningkatan hemolysis sel darah merah, penyakit liver

d) Erythema: karena inflamasi 2) Lesi

a) Lesi primer terdiri dari:

- Macula : <1cm, datar, tidak berwarna, batas tidak jelas - Patch : <1cm, datar, batas tidak jelas, tidak berwarna, tidak

beraturan

- Papula : <1cm, menonjol, berbatas tegas - Nodule : >1cm, menonjol, berisi benda padat - Plaque : >1cm, menonjol, kasar tonjolan datar. - Tumor : nodule yang besar

- Vesicle : <1cm, menonjol di daerah superfisial, berisi cairan

(13)

- Wheal : menonjol, area menonjol tidak jelas, berisi benda padat, ukuran bervariasi

- Cyst : menonjol, berisi cairan atau semi padat b) Lesi sekunder terdiri dari:

- Skuama : pelepasan lapisan tanduk / stratum korneum - Krusta : cairan tubuh yang mengering diatas permukaan

kulit

- Vegetasi : erupsi kulit yang tumbuh ke permukaan 

dasar ulkus atau kulit

- Guma : infiltrat sirkumskrip, kronik, destruktif ke sekitarnya

- Erosi : kehilangan jaringan yang tidak melebihi stratum basalis(epidermis)

- Ekskoriasi : kehilangan jaringan sampai startum papilare di dermis

- Ulkus : kehilangan jaringan yang melebihi startum papilare  bentuk cawan  tepi, dinding, dasar, isi

- Fisura : kontinuitas kulit hilang  belahan kulit tanpa kehilangan jaringan

3) Kondisi rambut

a) Allopesia : karena farmakoterapi, kemoterapi, obat lainnya heparin.

b) Hirsutism : pada wanita dan anak-anak karena kelebihan hormone androgen (gangguan endokrin), menopause, adan farmakoterapi seperti kortikosteroid dan androgenic.

c) Perubahan tekstur rambut :

Tipis dan rapuh kemungkinan hipotiroidisme

Kasar dan kemerahan kemungkinan karena kurang protein d) Kulit kepala dan rambutnya : apakah mudah mengelupas, ada

luka, ada kutu, telur kutu, ulat gelang 4) Kondisi kuku

a) Kondisi kuku yang terinfeksi biasanya berwarna kuning, kehitaman atau terdapat peradangan.

b) CRT normalnya <2 detik

c) Warna kuku kebiruan pertanda sianosis

d) Kuku yang terlihat pucat kemungkinan karena kurangnya aliran darah

e) Clubbing fingers : ketika sudut kuku 180o atau lebih, karena hipoksemia kronis

f) Beau’s lines : karena penyakit akut g) Spoon nails : karena anemia

h) Pitting : karena psoriasis/penyakit kulit yang kronis i) Paronychia : karena infeksi local.

B. Palpasi 1) Tekstrur

(14)

Abnormal: lembab, dingin

Terdapat pitting edema pada pre tibia dan dorsalis pedis.

3.1.3 Pemeriksaan Penunjang

1) Lampu wood: Merupakan sumber sinar ultraviolet yang difilter dengan nikel oksida, digunakan untuk memperjelas tiga gambaran penyakit kulit

2) Tes temple: Bila dicurigai terjadi dermatitis kontak alergi, lakukan tes tempel.

3) Biopsy kulit: Biopsy kulit merupakan teknik pemeriksaan yang sangat penting untuk menetukan diagnosis pada banyak kelainan kulit.

4) Kerokan/guntingan: Bahan-bahan dari kulit, rambut, atau kuku dapat langsung diperiksa dibawah mikroskop dan/atau dikirim untuk kultur. Hal ini bermanfaat khususnya bila dicurigai adanya infeksi jamur, atau mencari tungau scabies. Sedikit kerokan pada epidermis akan mengangkat skuama dari permukaan kulit yang dicurigai.

3.2 Analisa Data

DATA ETIOLOGI MASALAH

KEPERAWATAN DS:Pasien mengeluh terasa

gatal

DO: terdapat lesi (primer, sekunder), terdapat erythema, pruritus

INFEKSI KULITProses

inflamasiLesi kulit Kerusakanintegritas kulit

DS: Pasien mengeluh badannya demam

DO: Suhu lebih tinggi dari 37,80C per oral atau 38,80C per rectal, kulit teraba hangat, takikardia pasien terlihat meringis kesakitan

DO:

P: lesi primer dan sekunder Q: terus-menerus

(15)

dirinya malu dengan kondisinya sekarang

DO: Respon negatif verbal atau nonverbal, pasien tidak melihat gelisah dan bingung, tidak bisa tidur

DO: takikardi (>100x/menit), pasien terlihat ketakutan

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan pruritus 2. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi.

3. Nyeri (akut) berhubungan dengan kerusakan saraf perifer

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan lesi dan perubahan struktur kulit

5. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.

3.4 Intervensi dan Rasional

1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan struktur lapisan dermis

Ditandai dengan:

a) Gangguan jaringan epidermis dan dermis. b) Adanya lesi (primer, skunder)

c) Eritema d) Pruritus.

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam, kulit pasien dapat mengalami penyembuhan

Kriteria Hasil :

a) Individu menunjukkan penyembuhan jaringan progresif

b) Berkurangnya gangguan jaringan epidermis, lesi, eritema, dan pruritis

Intervensi Rasional

 Kaji kondisi luka klien (area, warna, bau, kelembaban, turgor).

 Tingkatkan asupan protein dan karbohidrat untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif. memberikan informasi intervensi perawatan luka selanjutnya.

 Dengan asupan nutrisi yang cukup membuat proses penyembuhan semakin cepat

 Untuk memperlancar sirkulasi

(16)

sesuai dengan lesi/luka yang dialami klien.

pasien dapat mempercepat penyembuhan jaringan

2) Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi. Ditandai dengan:

a) Suhu lebih tinggi dari 37,80C per oral atau 38,80C per rectal. b) Kulit hangat.

c) Takikardia.

Tujuan : dalam waktu 1x24 jam suhu tubuh dapat normal kembali Kriteria Hasil :

a. Suhu tubuh normal (36-37 C)

b. Individu mempertahankan suhu tubuh.dalam rentan normal

Intervensi Rasional

 Monitor suhu tubuh pasien

 Ajarkan klien pentingnya mempertahankan asupan cairan yang adekuat (> 2000 ml/hari kecuali terdapat kontraindikasi penyakit pada pasien akan memberikan komplikasi pada kondisi penyakit yang lebih parah dimana efek dari peningkatan tingakat metabolisme umum dan dehidrasi akibat hipertermi.

 Selain sebagai pemenuhan hidrasi tubuh, juga akan meningkatkan pengeluaran panas tubuh melalui sistem perkemihan, maka panas tubuh juga dapat dikeluarkan melalui urine.

 Untuk menjaga asupan cairan tubuh supaya

3) Nyeri (akut) berhubungan dengan kerusakan saraf perifer Ditandai dengan :

a) Keluhan nyeri pada pasien

b) Perilaku melindungi/distraksi, gelisah, merintih, focus pada diri sendiri, nyeri wajah, tegangan otot.

c) Respon otonomik.

Tujuan : dalam waktu 1x24 jam nyeri dapat berkurang/hilang atau teradaptasi

Kriteria Hasil :

a) Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. Skala nyeri skala 0-5

b) Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri

c) Pasien melaporkan nyeri hilang dengan spasme terkontrol, Pasien tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi Rasional

Mandiri

(17)

(skala 0-10) dan penyebaran. Perhatikan tanda non-verbal, contoh peningkatan TD dan nadi, gelisah, merintih, menggelepar. kalkulus. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipatan paha, genitalia sehubungan dengan proksimitas saraf pleksus dan pembuluh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat mencetuskan ketakutan, gelisah, ansietas berat.

 Nafas dalam dapat meningkatkan asupan O2 sehingga menurunkan sensasi nyeri, sedangkan pengalihan perhatian dapat menurunkan stimulus nyeri

 Perawatan kulit dengan baik akan membuat px nyaman sehingga mempercepat penyembuhan dan mengurangi resiko infeksi

 Pengetahuan pasien terhadap nyeri dapat membuat pasien lebih patuh pada pengobatan.

 Membantu mengurangi nyeri, Analgesik memblok stimulus rasa nyeri

4) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur kulit Ditandai dengan:

a) Respon negatif verbal atau nonverbal b) Tidak melihat bagian tubuh tertentu. c) Perubahan dalam keterlibatan sosial

Tujuan : dalam waktu 1x24 pasien dapat menerima keadaan tubuhnya Kriteria Hasil :

a. Pasien mengungkapkan dan mendemonstrasikan penerimaan penampilan (kerapian, pakaian, postur, pola makan, kehadiran diri). b. Pasien mengimplementasikan pola penanganan baru

Intervensi Rasional

 Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan, khususnya mengenai pikiran, perasaan, pandangan dirinya.

 Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan, prognosis kesehatan.

 Beri informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi yang telah diberikan.  Anjurkan orang terdekat untuk

memberikan support system terhadap perubahan fisik dan emosional.

 Membuat pasien dan percaya diri  Informasi dapat membuat pasien

lebih lebih tahu tentang permasalahannya

 Orang terdekat mempunyai pengaruh lebih dominan ntuk membantu pasien menerima keaadaannya sekarang ketika sudah di masyarakat.

(18)

5) Ansietas berhubungan dengan proses penyakit. Ditandai dengan:

a) Peningkatan frekuensi jantung b) Insomnia

c) Gelisah d) Ketakutan

Tujuan : dalam waktu 1x24 jam ansietasdapat berkurang/hilang atau teradaptasi

Kriteria Hasil :

Pasien menyatakan peningkatan kenyamanan psikologis dan fisiologis.

Intervensi Rasional

 Kaji tingkat ansietas: ringan, sedang, berat.

 Beri kenyamanan dan ketentraman hati a. Dampingi pasien

b. Jelaskan tentang penyakitnya.

c. Berbicara dengan perlahan dan tenang. d. Jangan membuat tuntutan.

e. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.

 Untuk menentukan tingkat keparahan ansietas supaya dapat ditentukan penanganan yang tepat  Supaya pasien lebih tenang karena

pendampingan perawat dan ketika pasien mengetahui tentang proses penyakitnya, pasien akan bisa lebih tenang

KASUS

Ny. D (25 tahun) seorang pramuniaga yang baru saja menikah, suami Ny. D bekerja sebagai sopir angkot yang penghasilannya pas-pasan. Pasien datang ke rumah sakit spesialis kulit dan kelamin dengan keluhan gatal-gatal dan nyeri di daerah genital dengan kulit dan selaput lender yang menjadi merah sejak 5 hari yang lalu. Ny. D mengaku bahwa akhir-akhir ini sering stress dan kelelahan akibat pekerjaannya. Ny. D juga mengaku terakhir berhubungan badan dengan suaminya sekitar 1 minggu yang lalu. Hasil pengkajian awal didapatkan: TD: 130/90 mmHg, T: 38,5OC, RR: 23x/menit, Nadi: 105x/menit. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan positif HSV-2 sehingga Ny. D di dioagnosa menderita penyakit herpes simplex genitalis.

3.5 Pengkajian 3.5.1 Anamnesa

a. Data umum pasien

Nama : Ny. D

Usia : 25 tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Pramuniaga Status perkawinan : Baru menikah b. Keluhan Utama

Gatal-gatal dan nyeri di daerah genital dengan kulit dan selaput lender yang kemerahan.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

(19)

O = Onset. Sejak 5 hari yang lalu, yaitu 2 hari setelah berhubungan badan.

P = Precipitating and palliative factors. 2 hari sebelum keluhan muncul, Ny. D dan suami berhubungan badan.

Q = Quality and quantity. Pasien mengeluh nyeri yang semakin bertambah dan juga terasa gatal.

R = Region and radiation. Pada daerah genitalia sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari termasuk dalam hal toileting. S = Severity. Pasien mengaku nyeri yang ia rasakan antara 6-7 dan menghambat kegiatannya sehari-hari.

T = Time. Gejala terasa sudah 5 hari dan terasa nyeri terus-menerus.

b) 5 hari sebelumnya timbul vesikula (vesikel = peninggian kulit berbatas tegas dengan diameter kurang dari 1 cm dan dapat pecah menimbulkan erosi seperti koreng kecil) pada permukaan mukosa kulit (mukokutaneus), bergerombol di atas dasar kulit yang berwarna kemerahan pada area genitalia.

d. Riwayat penyakit dahulu

a) Riwayat penyakit masa kecil dan imunisasi: pada usia 7 tahun Ny. D menderita scarlet fever dan tertangani dengan baik.

b) Riwayat penyakit akut dan kronis, pengobatan termasuk terapi dan hospitalisasi: semasa remaja Ny.D pernah mendapatkan terapi radiasi karena adanya kanker serviks stadium 2.

c) Faktor resiko: usia Ny.D 25 tahun dengan riwayat penyakit yang cukup menyebabkan herpes simplex genitalis.

d) Riwayat pembedahan:

-e) Riwayat alergi: Ny.D mengaku alergi terhadap ayam dan telur ayam.

f) Riwayat pengobatan: -. e. Riwayat penyakit keluarga

Ayah dan ibu Ny.D terkena panu akibat lifestyle yang tidak baik, tidak ada keluarga yang mengidap kelainan kulit yang berakibat kematian sebelumnya.

f. Riwayat kebiasaan/social

Lingkungan tempat tinggal Ny.D tergolong kumuh. Akhir-akhir ini Ny.D sulit untuk tidur saat malam, Ny.D mengaku kalau jarang mengati celana dalamnya.

g. Riwayat psikologi

Ny.D akhir-akhir ini stres 3.5.2 Pemeriksaan Fisik Integumen

Tanda-tanda vital:

TD: 130/90 mmHg, T: 38,5OC, RR: 23x/menit, Nadi: 105x/menit a. Inspeksi

a) Warna Kulit: erythema pada daerah genitalis

b) Lesi: terdapat lesi vesicle pada permukaan mukosa kulit (mukokutaneus), bergerombol di atas dasar kulit yang berwarna kemerahan pada area genitalia.

(20)

d) Kondisi kuku tidak ada masalah. b. Palpasi

a) Tekstrur bengkak pada daerah genitalia b) Kelembaban berlebih

c) Temperature, pasien mengalami hipertermi akibat infeksi pada kulitnya

d) Turgor kulit bagus

e) Tidak terdapat edema/pitting edema 3.5.3 Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan TORCH yaitu memeriksa Anti HSV2 IgM & Anti HSV2 IgG didapatkan hasil positif virus HSV2

3.6 Analisa Data

DATA ETIOLOGI MASALAH

KEPERAWATAN DS:Pasien mengeluh terasa

gatal

DO: terdapat vesikel pada daerah genitalis dan kemerahan

INFEKSI KULIT Proses inflamasi  Lesi kulit

Kerusakan integritas kulit

DS:

Pasien mengeluh badannya demam

DO:

T: 38,5OC, RR: 23x/menit, Nadi: 105x/menit, kulit teraba hangat,

INFEKSI KULIT Proses inflamasi  Invasi agen

INFEKSI KULIT Proses inflamasi  Sekresi hormon

Pasien mengeluhkan kahwatir jika suaminya tidak mencintainya lagi

DO:

Nadi: 105x/menit pasien terlihat ketakutan, RR: 23x/menit

INFEKSI KULIT Proses inflamasi  Lesi kulit  dapat melakukan aktivitas seksualnya, nyeri ketika berhubungan seksual

(21)

DO: pasien tampak gelisah terhadap perubahan daerah genitalia  Kurangnya paparan/pemahaman atas informasi mengenai PMS, Baru aktif secara seksual  Perubahan pada pasangan seksual

dengan penyakit menular seksual

3.7 Diagnosa keperawatan

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan pruritus 2. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi.

3. Nyeri (akut) berhubungan dengan kerusakan saraf perifer 4. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.

5. Risiko ketidakefektifan pola seksualitas berhubungan dengan penyakit menular seksual

3.8 Intervensi Keperawatan

1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan struktur lapisan dermis

Ditandai dengan:

e) Gangguan jaringan epidermis dan dermis. f) Adanya lesi vesikel

a. Individu menunjukkan penyembuhan jaringan progresif

b. Berkurangnya gangguan jaringan epidermis, lesi, eritema, dan pruritis

Intervensi Rasional

 Kaji kondisi luka klien (area, warna, bau, kelembaban, turgor).

 Tingkatkan asupan protein dan karbohidrat untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif. memberikan informasi intervensi perawatan luka selanjutnya.

 Dengan asupan nutrisi yang cukup membuat proses penyembuhan semakin cepat

 Untuk memperlancar sirkulasi  Penanganan dan pemberian obat

yang sesuai dengan kondisi kulit pasien dapat mempercepat penyembuhan jaringan

2) Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi. Ditandai dengan:

d) Suhu 38,5OC e) Kulit hangat.

f) Takikardia 105x/menit

(22)

Kriteria Hasil :

a. Suhu tubuh normal (36-37 C)

b. Individu mempertahankan suhu tubuh.dalam rentan normal

Intervensi Rasional

 Monitor suhu tubuh pasien

 Ajarkan klien pentingnya mempertahankan asupan cairan yang adekuat (> 2000 ml/hari kecuali terdapat kontraindikasi penyakit jantung atau ginjal)

 Pantau asupan dan haluaran pasien. meningkatkan pengeluaran panas tubuh melalui sistem perkemihan, maka panas tubuh juga dapat dikeluarkan melalui urine.

 Untuk menjaga asupan cairan tubuh supaya tidak terjadi dehidrasi. Dehidrasi salah satu pencetus hipertermi

 Analgesik diperlukan untuk penurunan rasa nyeri dan antipiretik digunakan untuk menurunkan panas tubuh dan memberi rasa nyaman pada pasien.

3) Nyeri (akut) berhubungan dengan kerusakan saraf perifer Ditandai dengan :

d) Keluhan nyeri pada pasien

e) Perilaku gelisah, merintih, focus pada diri sendiri, nyeri wajah,

e) Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri

f) Pasien melaporkan nyeri hilang dengan spasme terkontrol, pasien tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan nyaman.

Intervensi Rasional

 Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipatan paha, genitalia sehubungan dengan proksimitas saraf pleksus dan pembuluh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat mencetuskan ketakutan, gelisah, ansietas berat.

(23)

 Lakukan perawatan kulit dengan tepat dan baik

 Jelaskan penyebab nyeri

Kolaborasi

 Berikan obat analgesik

sedangkan pengalihan perhatian dapat menurunkan stimulus nyeri

 Perawatan kulit dengan baik akan membuat px nyaman sehingga mempercepat penyembuhan dan mengurangi resiko infeksi  Pengetahuan pasien terhadap nyeri dapat membuat pasien lebih patuh pada pengobatan.

 Membantu mengurangi nyeri, Analgesik memblok stimulus rasa nyeri

4) Ansietas berhubungan dengan proses penyakit. Ditandai dengan:

Pasien menyatakan peningkatan kenyamanan psikologis dan fisiologis.

Intervensi Rasional

 Kaji tingkat ansietas: ringan, sedang, berat.

 Beri kenyamanan dan ketentraman hati Dampingi pasien

Jelaskan tentang penyakitnya.

Berbicara dengan perlahan dan tenang. Jangan membuat tuntutan.

Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.

 Untuk menentukan tingkat keparahan ansietas supaya dapat ditentukan penanganan yang tepat

 Supaya pasien lebih tenang karena pendampingan perawat dan ketika pasien mengetahui tentang proses penyakitnya, pasien akan bisa lebih tenang

5) Risiko ketidakefektifan pola seksualitas berhubungan dengan penyakit menular seksual

Tujuan : dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi ketidakefektifan pola seksualitas

Kriteria Hasil :

Pasien dan suami mampu menerima kondisi pasien saat ini Intervensi :

a. Kaji faktor penyebab atau faktor penunjang seperti:

- Kurangnya paparan/pemahaman atas informasi mengenai PMS - Baru aktif secara seksual

- Perubahan pada pasangan seksual

(24)

- Tekankan mengenai risiko PMS yang sesungguhnya akibat aktivitas seks yang tidak terlindungi

- Anjurkan pasien untuk tidak melakukan aktivitas seksual c. Berikan informasi yang terbatas dan saran yang spesifik

- Ingatkan pasien untuk menghindari aktivitas seksual jika pasien mengalami gejala PMS

- Jelaskan mengenai bahaya infertilitas, morbiditas, atau kematian akibat terkena PMS

d. Lakuakan rujukan sesuai indikasi BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Infeksi adalah proses saat organism (misalnya bakteri, virus, jamur) yang mampu menyebabkan penyakit masuk kedalam tubuh atau jaringan dan menyebabkan trauma atau kerusakan. (Grace&Borley,2007).

Sistem integumen merupakan lapisan terluar dari tubuh yang terdiri dari kulit dan beberapa derivatnya seperti kuku, rambut dan beberapa jenis kelenjar. Sistem ini dengan komponen terbesarnya yaitu kulit, memiliki banyak fungsi diantaranya berfungsi sebagai aksesoris dan proteksi. Kulit melindungi tubuh dari mikroorganisme, penarikan atau kehilangan cairan serta melindungi dari zat iritan dan alergen (Sloane, 2003).

Tatalaksana pada infeksi kulit oleh mikroorganisme pada umumnya tergantung dari jenis mikroorganisme yang menginfeksi dan organ tubuh yang terkena. Selain mengatasi penyebab infeksi, tatalaksana juga ditujukan untuk mengurangi tanda dan gejala yang muncul misalnya pada infeksi varisela selain diberikan antibiotik juga diberikan antipiretik untuk mengatasi keluhan demam dan antihistamin untuk mengurangi rasa gatal.

4.2 Saran

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Sloane, Ethel. (2003). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC

Brown, R.G. Burns, T. (2005). Lecture Notes on Dermatologi edisi 8. Jakarta: Penerbit Erlangga

Akmal, Chairiya. Semiarty, Rima. Gayatri. (2013). “Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Skabies di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah, Kecamatan Koto Tengah Padang Tahun 2013”. Jurnal Kesehatan Andalas. 2(3) Hal. 164-167

Sutisna, Iis Aisyah. Harlisa, Pasid. Zulaikhah, Siti Thomas. (2011). “Hubungan antara Hygiene Perorangan dan Lingkungan dengan Kejadian Pioderma”. Jurnal_ Vol.3 No.1 Hal. 24-30

Muttaqin Arif & Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta : Salemba Medika

Isselbacher, Kurt J et al. 1999. Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam edisi 13. Jakarta: EGC

Corwin,E.2009.Buku Saku Patofisiologi.Edisi :3. Jakarta:EGC

Grace,P & Borley.2007. At a Glance Ilmu Bedah Ed:3.Erlangga Medical Series

Graham,R & Burns,R.2005. Dermatologi : Catatan Kuliah.Ed:8.Jakarta: Erlangga

Siregar R.S. (2004). Penyakit Jamur Kulit. Ed 2. Jakarta: EGC

www.itsehat..blogspot.com. Cara Mengobati Koreng di Kaki Secara Alami. Diakses tanggal 10 Maret 2014 jam 23.10 WIB

Morton, Patrecia Gonce & Gorrie K. Fontaine. (2009). Critical Care Nursing A Holistic Approach Ninth Edition. China: Wolters Kluwer

(26)

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 1.4 Rasio Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak dalam Melaporkan

Jadi dengan menggunakan greenhouse yang berbasis teknologi informasi (dengan teknologi sensor, teknologi kamera, teknologi mobile, desktsop serta teknologi web) akan

Tujuan adalah pedoman sekaligus sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuan pembelajaran menggambarkan bentuk tingkah laku, kemampuan/kompetensi yang

Pada hari ini Rabu tanggal Tiga Puluh bulan September tahun Dua Ribu Lima Belas (30-09- 2015), kami Kelompok Kerja 2 Unit Layanan Pengadaan (ULP) Koordinator Wilayah

kemana ia akan pergi sesudah meninggal dan agamalah satu-satu- nya bagian kebudayaan yang mampu menjelaskan arah dan tujuan hidup manusia, karena itulah agama dikatakan sebagai

Dalam kehidupan global sebagai warga Negara Indonesia yang demokratis dalam konteks nasional dan internasional maka perlu dikembangkan sikap-sikap positif bagi siswa dengan

[r]

Kajian ini juga bertujuan untuk mengenal pasti tahap penerimaan pelajar politeknik terhadap peranan perkhidmatan Unit Psikologi, Kaunseling dan Kerjaya (UPKK) dalam membantu