LAPORAN PRAKTIK MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY. L (56 tahun)
DI WISMA MAWAR PANTI WREDA HARAPAN IBU NGALIYAN SEMARANG
Makalah Ini Digunakan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Asuhan Keperawatan Gerontik
Dosen Pembimbing : Muhammad Mu’in, Sp.Kep.Kom
Disusun oleh :
Aditya Primahuda 22020112110023 Maria Rizky Paramudhita 22020112130037
Nur Khasanah 22020112130112
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang lansia merupakan orang yang sudah menginjak umur diatas 65 tahun ke atas. Lansia bukan merupakan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari kehidupan manusia yang ditandai dengan menurunnya fungsi tubuh untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan (Efendy, 2009). Usia lanjut usia dapat dikatakan sebagai usia emas karena tidak semua orang bisa mencapai tahap ini (Maryam, 2008).
Indonesia merupakan negraka ke-4 dengan jumlah penduduk terbesar di Dunia dengan jumlah penduduk mencapai 246,9 juta jiwa pada tahun 2012. Indonesia termasuk negara berstruktur tua karena memiliki jumlah penduduk lansia mencapai 7,56% (18,7 juta jiwa) di tahun 2012. Berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk lansia laki-laki mencapai 6,9% dan penduduk lansia perempuan mencapai 8,2% di tahun 2012 (Pusat data dan Informasi Kementrian kesehatan RI 2013).
Ketika memasuki masa lansia, seseorang akan mengalami perubahan fisiologis. Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia bukan merupakan proses patologis, melainkan proses secara alami. Perubahan ini pada setiap orang tidaklah sama dan tergantung dari keadaan dalam kehidupan seseorang. Proses Perubahan Fisiologis pada lansia dapat menyebabkan gangguan kesehatan (Potter dan Perry, 2005).
Nyeri sendi merupakan salah satu masalah kesehatan yang dialami lansia. Menurut Pusat data dan Informasi Kementrian kesehatan RI tahun 2013 menjelaskan bahwa keluhan kesehatan paling tinggi pada lansia salah satunya adalah nyeri sendi akibat asam urat. Kadar asam urat yang tinggi bisa masuk ke dalam organ tubuh salah satunya adalah sendi yang bisa menyebabkan terjadinya nyeri sendi (Kertia, 2009).
Ny. L di Panti Wredha harapn Ibu Ngaliyan Kota Semarang. Peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan pada Ny.L. Selain itu perawat juga harus berkolaborasi dengan Tenaga medis ataupun nonmedis lainnya untuk mempermudah dalam menjalankan asuhan keperawatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan Asuhan Keperawatan pada Ny. L di Panti Wredha Harapan Ibu Ngaliyan.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Ny.L
b. Menentukan diagnosa keperawatan Pada Ny.L
c. Menyusun intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa yang ada pada Ny. L
d. Mendokumentasikan implementasi pada Ny.L
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Nyeri
1. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman subyektif dan individual, karenanya keluhan karakteristik nyeri klien harus d pertimbangkan dengan akurat dan valid (Johnson, 2005). Nyeri adalah keadaan dimana individu mengalami dan mengeluh adanya ketidaknyamanan berat atau sensasi ketidaknyamanan (Tucker, 1998). Secara sederhana nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori maupun emosiaonal yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor lain sehingga individu mersa tersiksa, menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis dan lain-lain.
Definisi keperawatan tentang nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya.Kebanyakan sensasi nyeri adalah akibat dari stimuli fisik dan mental atau stimuli emosional.Nyeri dibagi menjadi dua kategori dasar dari nyeri yang secara umum meliputi nyeri akut dan nyeri kronis.
a. Nyeri Akut
sembuh dengan cepat, dengan nyeri yang hilang yang cepat, barangkali dalam beberapa detik atau beberapa menit.Sedangkan pada contoh kasus yang berat, seperti fraktur ekstermitas, pengobatan dibutuhkan dengan nyeri menurun sejalan dengan penyembuhan tulang.
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang menetap sepanjang periode waktu.Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cidera spesifik.Nyeri kronik sulit untuk diobati karena nyeri ini tidak mempunyai respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronik berlangsung lebih dari enam bulan sedangkan nyeri akut berlangsung beberapa detik sampai kurang dari enam bulan. Jenis nyeri ada yang bersifat tetap dan akut primer, walaupun keduanya berlangsung lebih dari enam bulan, nyeri tersebut bukan termasuk nyeri kronis melainkan nyeri akut yang dapat dilihat dari sifat nyerinya.
2. Sensasi Nyeri
Meinhart dan McCaffery (1983) mendeskripsikan tiga fase pengalaman nyeri: antisipasi, sensasi, dan akibat (aftermath).
a. Fase antisipasi
Terjadi sebelum mempersepsikan nyeri.Antisipasi terhadap nyeri memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkannya.
b. Fase Sensasi Nyeri
Sensasi nyeri adalah gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengidentikasikan nyeri yang terjadi ketika merasakan nyeri.Sensasi nyeri meliputi menggeretakkan gigi, memegang bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok dan ekspresi wajah yang menyeringai. Individu bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang berbeda-beda..Tingkat keparahan nyeri yang lebih tinggi dan durasi yang lebih lama bergantung pada sikap, motivasi, dan nilai yang diyakini seseorang.
Saat awitan nyeri akut, denyut jantung tekanan darah dan frekuensi pernapasan meningkat.Perubahan tanda-tanda vital merupakan hal yang bermakna, tetapi perawat harus mempertimbangkan semua tanda dan gejala sebelum menetapkan bahwa nyeri merupakan penyebab segala perubahan tersebut, misalnya, seorang klien yang sangat cemas juga mengalami frekuensi napas dan denyut jantung.Klien dapat mengalami kesulitan dalam melakukan tidakan higiene normal.Nyeri dapat sangat melemahkan sehingga klien terlalu lelah untuk bersosialisasi.
menunjukkan karakteristik nyeri dari pada pertanyaan yang akurat. Misalnya klien mungkin meringis atau mengguling ke kiri dan ke kanan dan akan kembali pada interval waktu yang teratur.
Seorang klien mungkin menangis atau mengaduh, gelisah, atau sering memanggil perawat. Perawat dengan segera akan belajar mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus bersedia mendengarkan dan harus memahami klien, hal ini dikarenakan bahwa banyak klien yang tidak mampu mengungkapkan secara verbal mengenai ketidaknyamanan (tidak mampu berkomunikasi).
Namun kurangnya ekspresi nyeri, seperti seorang bayi atau klien yang tidak sadar, disorientasi atau bingung, afasia, atau yang berbicara dengan bahasa asing tidak mampu menjelaskan nyeri yang di alaminya, bukan berarti bahwa klien tidak mengalami nyeri. Kecuali klien tidak bereaksi secara terbuka terhadap nyeri, akan sulit menentukan sifat dan tingkat ketidaknyamanan yang klien rasakan. Maka sangatlah penting bagi perawat untuk bersikap waspada terhadap prilaku klien yang mengindikasikan nyeri. Perawat membantu klien untuk mengkomunikasikan respons nyeri secara efektif. Pengetahuan tentang penyakit atau suatu gangguan membantu perawat mengantisipasi nyeri klien. Perawat menanyakan klien apakah nyeri mengganaggu tidurnya.
c. Fase akibat (aftermath)
3. Persepsi Nyeri
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri.Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medula spinalis ke Thalamus dan otak tengah.Dari thalamus, serabut menstransmisikan kesan nyeri keberbagai area otak, termasuk korstek sensori dan kortek asosiasi (di kedua lobus parietalis), lobus frontalis dan sistem limbik.Ada sel-sel didalam sistem limbik yang diyakini mengontrol emosi, khususnya untuk ansietas.Dengan demikian, sistem limbik berperan aktif dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi saraf berakhir didalam pusat otak yang lebih tinggi, maka individu akan mempersepsikan sensasi nyeri.
Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang kompleks. Faktor-faktor fisiologis dan kognitif berinteraksi dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam mempersepsikan nyeri.Meinhart dan McCaffery (1983) menjelaskan tiga sistem interaksi persepsi nyeri sebagai sensori deskriminatif, motivasi afektif, dan kognitif evaluatif. Persepsi menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga individu dapat bereaksi (Potter & Perry,2005).
Tingkat persepsi nyeri tidak konstan misalnya ambang rangsang nyeri seperti reaksi terhadap nyeri berubah secara signifikan dalam berbagai keadaan. Komponen fisiologik dalam persepsi nyeri dan reaksi nyeri terdiri atas komponen kognitif, emosional, dan faktor simbolik.Ambang reaksi nyeri secara signifikan berubah oleh pengalaman masa lalu dan tingkat ansietas yang dirasakan sekarang serta status emosionalnya.
Bertujuan mengurangi ansietas pasien dan dengan demikian pasien dapat memberikan informasi yang dapat diandalkan mengenai keluhan utamanya dan dapat bekerjasama dengan baik dalam perawatannya, maka yang harus di lakukan perawat adalah :
b. Membangkitkan kepercayaan pasien
c. Memberikan atensi dan simpati pada pasien.
d. Memperlakukan pasien sebagai seorang individu yang penting. Melalui penanganan yang baik dari komponen-komponen nyeri ini, persepsi nyeri, dan ambang reaksi nyeri akan meningkat secara signifikansehingga akan banyak memudahkan prosedur perawatannya (Walton,2008).
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Nyeri a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri.Anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata juga mengalami kesulitan untuk mengucapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri pada orang tua atau petugas kesehatan.Secara kognitif, anak-anak todler dan pra sekolah tidak mampu mengingat penjelasan tentang nyeri atau mengasosiakan nyeri sebagai pengalaman yang terjadi di berbagai situasi. Dengan memikirkan pertimbangan perkembangan ini perawat harus mengadaptasi pendekatan yang dilakukan dalam upaya mencari cara untuk mengkaji nyeri yang dirasakan anak-anak.
ini memiliki sumber nyeri lebih dari satu maka perawat harus mengumpulakan pengkajian yang rinci.
b. Jenis kelamin
Secara umum, tidak ada perbedaan antara pria dan wanita dalam merespon nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama. Toleransi nyeri, sejak lama sudah menjadi subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita.
c. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana individu bereaksi terhadap nyeri.Ada perbedaan makna dan sikap yang dikaitkan dengan nyeri di berbagai kelompok budaya. Suatu pemahaman tentang nyeri dari segi makna budaya akan membantu perawat dalam merancang asuhan keperawatan yang relevan untuk klien.
d. Makna Nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan hukuman dan tantangan. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri.
b. Perhatian
dengan respon nyeri yang menurun. Dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain, maka perawat menempatkan nyeri pada kesadaran yang perifer. Biasanya, hal ini meyebabkan toleransi nyeri individu yang meningkat khususnya terhadap nyeri yang berlebihan hanya selama waktu pengaihan.
c. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas.Individu yang sehat secara emosional biasanya lebih mampu mentoleransi nyeri sedang hingga berat darpada individu yang memiliki status emosional yang kurang stabil.Apabila rasa cemas tidak memdapat perhatian di dalam suatu lingkungan berteknologi tinggi, maka rasa cemas tersebut dapat menimbulkan masalah penatalaksaan nyeri yang serius.Nyeri yang tidak kunjung hilang seringkali menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian.
d. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri.Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping.Hal ini dapat menjadi masalah utama pada setiap individu yang menderita penyakit dalam jangka lama.Apabila keletihan disertai kesulitan tidur maka persepsi nyeri dapat terasa lebih berat lagi.
e. Pengalaman Sebelumnya
dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterpretasikan sensasi nyeri sehingga klien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri.
f. Gaya koping
Gaya koping mempengaruhi kemampuan individu untuk mengatasi nyeri.Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian maupun keseluruhan. Klien seringkali menemukan berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik dan psikologis nyeri. Penting untuk memahami sumber-sumber koping selama klien mengalami nyeri.Sumber-sumber seperti berkomunikasi dengan keluarga pendukung, melakukan latihan, atau menyanyi dapat digunakan dalam rencana asuhan keperawatan dalam upaya mendukung klien dan mengurangi nyeri sampai tingkat tertentu.
g. Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor yang bermakna dalam mempengaruhi respons nyeri adalah kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien.Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan atau perlindungan.Apabila tidak ada keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan. Kehadiran orang tua sangat penting bagi anak-anak yang sedang mengalami nyeri.
5. Karakteristik Nyeri
kualitas (misalnya nyeri seperti ditusuk, seperti dibakar, sakit, nyeri seperti digencet).
Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronik:
Karakteristik Nyeri akut Nyeri kronik
Tujuan
Memperingatkan adanya cidera atau masalah
Mendadak
Ringan sampai berat
< 6 bulan
a. Konsisten dengan respons stres simpatis b. Frekuensi jantung
meningkat
c. Volume sekuncup meningkat
h. Aliran saliva menurun
Cemas
Tidak ada
Terus-menerus dan intermiten
Ringan sampai berat
> 6 bulan
Tidak ada respon otonom
Contoh
Nyeri bedah, trauma
menurun, nafsu makan menurun
Nyeri kanker, arthritis
6. Fungsi Tubuh Terganggu Karena Nyeri Pada Lansia
Lansia dapat merasakan sakit sebagai bagian dari proses penuaan, mengalami penurunan sensasi atau persepsi rasa sakit, Kelesuan, anoreksia, dan kelelahan dapat menjadi indikator rasa sakit. Lansia akan menahan keluhan sakit karena takut pengobatan, dapat menjelaskan rasa sakit dengan cara yang berbeda dari gatal, nyeri, atau tidak nyaman. Lansia dapat mengakui atau menunjukkan bahwa rasa sakit adalah sesuatu yang tidak dapat diterima.
artritis reumatid, gout, dan pseudogout yang menyebabkan gangguan dalam bentuk pembengkakan kekakuan,,nyeri sendi, keterbatasan luas gerak sendi, gangguan jalan.
7. Pengkajian Nyeri dengan Teknik PQRST a. P (Provoking Incident)
Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab nyeri. Apakah nyeri berkurang apabila beristirahat, apakah nyeri bertambah berat bila beraktivitas (aggravation), faktor–faktor yang dapat menyebabkan nyeri (misalnya gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat – obat bebas, dsb), dan apa yang dipercaya klien dapat membantu mengatasi nyerinya.
b. Q (Quality or Quantity of Pain)
Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien, apakah seperti terbakar, berdenyut, tajam atau menusuk. c. R (Region, Radiation,Relief)
Dimana lokasi nyeri harus ditunjukkan dengan tepat oleh klien, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. Tekanan pada saraf atau akar sraf akan memberikan di dalam nyeri yang disebut radiating pain misalnya pada skiatika dimana nyeri menjalar mulai dari bokong sampai anggota gerak bawah sesuai dengan distribusi saraf. Nyeri lain yang disebut nyeri kiriman atau referred pain adalah nyeri pada suatu tempat yang sebenarnya akibat kelainan dari tempat lain misalnya nyeri lutut akibat kelainan pada sendi punggung.
d. S (Severity/Scale of Pain)
fungsinya terhadap aktifitas kehidupan sehari–hari (misalnya tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja, dan aktifitas – aktifitas santai).Nyeri akut sering berkaitan dengan cemas dan nyeri kronis dengan depresi.
e. T (Time)
Berapa lama nyeri berlangsung (bersifat akut atau kronis), kapan, apakah ada waktu – waktu tertentu yang menambah rasa nyeri.
Lansia merupakan tahapan akhir dalam kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999 dalam R.Siti Maryam dkk, 2008). Menurut UU no 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia, lansia adalah seseorang yang memiliki usia lebih dari 60 tahun. Menurut WHO, terdapat 3 kategori lansia yaitu elderly (seseorang yang memiliki usia 60-74 tahun), old (seseorang yang memiliki usia 75-89 tahun). Pengkajian nyeri yang perlu dilakukan pada lansia adalah Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik, dengan berfokus pada bagian yang mengalami nyeri, Review lokasi nyeri, intensitas nyeri, dan faktir yang meringankan atau memperberat nyeri dan efek nyeri terhadap mood atau tidur, Pengkajian fungsi kognitif, Pengkajian ADL pasien, pengkajian keseimbangan dan gaya berjalan.
8. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik b. Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan jaringan
9. Intervensi
a. Farmakoterapi
digunakan meliputi NSAID’s, relaksasi otot, opioid, dan terapi adjuvant lainnya.
b. Dukungan psikologis
Nyeri merupakan respon emosi dan sensori yang komplek sehinhha intervensi psikologis juga di perlukan. Strategi koping terhadap nyeri yang dapat dilakukan terhadap lansia diantaranya relaksasi, doa, terapi napas dalam, distraksi, dan teknik diversi atensi.
c. Rehabilitasu fisik
Aspek rehabilitasi membantu lansia dengan nyeri hidup mandiri dan memiliki aspek fungsional yang baik. Rehabilitas yang dapat diberikan pada lansia meliputi adaptasi terhadap penurunan fungsi fisik, sosial, dan psikologis
10. Intervensi Keperawatan Pain Management
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
e. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
f. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
g. Kolaburasi dengan dokter untuk pemebrian analgetik untuk mengurangi nyeri
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian 1. Data Umum
Nama lansia : Ny. L
Usia : 56 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Jenis kelamin : Perempuan
Nama wisma : Panti Wreda Harapan Ibu
Pendidikan : SD
Riwayat pekerjaan : Karyawan swasta Status perkawinan : Janda
Pengasuh wisma : Ny. R
2. Alasan Berada di Panti
Klien berkata, “Pengene ya dirumah, tapi kan anak pada ndak dirumah, kerja, trus lali ora ngurusi wong tuo. Trus saya minta pak RT ben dibawa kesini mbak” (Kepinginnya ya dirumah, tapi kan anak pada tidak dirumah, kerja trus lupa tidak mengurus orang tua. Terus saya meminta ke ak RT untuk dibawa ke panti ini)
Klien merasa tidak ada yang menemani ataupun merawatnya saat berada dirumah, karena anak-anaknya selalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing
3. Dimensi Biofisik a. Riwayat penyakit
mbak kalau terlalu capek, biasanya kalau cuaca dingin itu nyerinya terasa sakit sekali seperti sakit bisul yang tertusuk-tusuk).
Menurut keterangan klien, klien sering merasakan pegal-pegal pada kaki, tangan, dan pinggangnya jika terlalu lelah saat beraktivitas dan cuaca dingin.
P : udara dingin dan kecapekan Q : seperti ditusuk-tusuk
R : patella dextra dan sinistra S : 5
T : kadang-kadang
Klien berkata, “Dulu pernah berobat, trus jarene ndak boleh makan tahu, tempe, bayem, kangkung” (Dulu pernah berobat, lalu katanya tidak boleh mengkonsumsi tahu, tempe, bayam, kangkung).
Klien pernah berobat di suatu klinik, dan hasil dari pemeriksaan ternyata klien terkena asam urat.
b. Riwayat penyakit keluarga
Klien berkata, “Bapakku dulu kena hipertensi”
Menurut keterangan klien, ayah klien memiliki riwayat hipertensi c. Riwayat pencegahan penyakit
1) Riwayat monitoring tekanan darah
Klien berkata, “Biasanya sok diukur kae seminggu dua kali mbak, tapi ya ndak mesti” (Biasanya sering diukur itu seminggu dua kali mbak, tapi ya tidak pasti)
Menurut keterangan klien, setiap seminggu dua kali klien diperiksa tekanan darahnya oleh petugas panti
2) Riwayat vaksinasi
Selama berada di panti, klien tidak mendapatkan vaksinasi 3) Skrining kesehatan yang dilakukan
Tanggal 20 Oktober 2015 100/90 mmHg Tanggal 21 Oktober 2015 120/80 mmHg d. Status gizi
BB : 62 kg
Tinggi lutut 43 cm
TB : 84,88 - (0,24 x usia dalam th) + (1,83 x tinggi lutut dalam cm) : 84,88 - (0,24 x 56 th) + (1,83 x 43 cm)
: 84,88 - (13,44) + (78,69) : 150,13 cm
IMT : 62/(1,5)2
: 27, 55 (lebih dari rentang normal) e. Masalah kesehatan terkait status gizi
1) Masalah pada mulut
Kondisi gigi klien banyak yang mengalami karies dan sudah banyak yang tanggal/copot
2) Perubahan berat badan
Klien berkata, “Lho padahal dulu berat badanku 60an lho mbak, sekarang 62 ya? munggah berarti” (Padahal dulu berat badan saya 60 mbak, sekarang 62 ya? Naik berarti)
3) Masalah nutrisi
Klien mengalami masalah kelebihan nutrisi dari kebutuhan tubuh, dilihat dari hasil pengukuran IMT yang menunjukkan nilai 27,55.
Klien terkadang merasa makanan yang disediakan oleh pihak panti itu tidak bergizi, sehingga menyebabkan kondisinya kadang lemah
f. Masalah kesehatan yang dialami saat ini
mbak kalau terlalu capek, biasanya kalau cuaca dingin itu nyerinya terasa sakit sekali seperti sakit bisul yang tertusuk-tusuk)
Klien sering merasa pegal-pegal pada kaki, tangan dan pinggannya. g. Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini
Klien berkata “Nek pegel atau linu iku yo tak ombeni jamu mbak” (Kalo terasa nyeri ya saya minumi jamu mbak)
h. Tindakan spesifik yang dilakukan saat ini
Tidak ada tindakan spesifik yang dilakukan dalam mengatasi masalah pada klien
i. Status fungsional (AKS)
Kegiatan Mandiri Tergantung Pernyataan
Mandi 1 Ny. L dapat mandi secara
mandiri
Berpakaian 1 Ny. L dapat berpakaian secara
mandiri
Ke toilet 1 Ny. L dapat pergi ke toilet secara mandiri tanpa bantuan
Berpindah 1 Ny. L dapat berpindah secara
mandiri tanpa bantuan alat bantu
Kontinensia 1 Ny. L dapat mengontrol
keinginan untuk berkemih dan BAB
Makan 1 Ny. L dapat makan secara
Nilai indeks AKS adalah 5 yang menandakan klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
j. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari 1) Mobilisasi
Klien masih mampu berjalan dengan kedua kakinya, klien mampu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain secara mandiri dan tanpa menggunakan alat bantu.
2) Berpakaian
Klien dapat mengenakan pakaiannya secara mandiri 3) Makan dan minum
Klien makan dan minum secara teratur, jika terkadang klien tidak selera dengan menu makanannya, klien hanya makan makanan ringan (roti)
4) Toileting
Klien mampu melakukan BAK/BAB di kamar mandi secara mandiri
5) Personal higiene
Klien mandi secara teratur, gosok gigi 2x sehari, mencuci rambut setiap rambut sudah lepek, kulit nampak bersih, kuku agak sedikit panjang namun bersih, mencuci baju sendiri
6) Mandi
Klien mandi 2x sehari secara mandiri di kamar mandi
4. Dimensi Psikologi a. Status kognitif
No Pertanyaan BetulJawabanSalah
1. Tanggal berapa hari ini ? √
2. Hari apakah hari ini? √
3. Apakah nama tempat ini? √
4. Berapa no telepon rumah anda? √
5. Berapa usia anda? √
6. Kapan anda lahir? √
9. Siapakah nama ibu anda? √
10 5+6 adalah √
Skor SPMSQ Jumlah kesalahan 1 Status kognitif klien : baik
b. Perubahan yang timbul terkait status kognitif
Dari hasil pengukuran status kogniti menggunakan SPMSQ, didapatkan hasil bahwa status kogniti klien tergolong masih baik, karena hanya terdapat satu pertanyaan yang dijawab salah. Tidak nampak adanya perubahan terkait status kognitif klien
c. Dampak yang timbul terkait status kognitif
Tidak ada dampak yang timbul terkait status kognitif klien karena status kognitif klien tergolong baik
d. Status depresi
No Pertanyaan Jawaban Jawaban
klien Poin
1. Apakah pada dasarnya anda puas
dengan kehidupan anda? Tidak Ya 0
2. Sudahkah anda meninggalkan aktivitas
dan minat anda? Ya Tidak 0
3. Apakah anda merasa bahwa hidup anda
kosong? Ya Tidak 0
4. Apakah anda sering bosan? Ya Ya 1
5. Apakah anda mempunyai semangat
setiap waktu? Tidak Ya 0
6. Apakah anda takut sesuatu akan terjadi
pada anda? Ya Tidak 0
7. Apakah anda merasa bahagia disetiap
waktu? Tidak Ya 0
8. Apakah anda merasa jenuh? Ya Tidak 0
9.
Apakah anda lebih suka tinggal dirumah pada malam hari, daripada pergi melakukan sesuatu yang baru?
Ya Ya 1
10.
Apakah anda merasa bahwa anda lebih banyak mengalami masalah dengan ingatan anda daripada yang lainnya?
Ya Tidak 0
11. Apakah anda berfikir sangat
12. Apakah anda merasa tidak berguna saat
ini? Ya Tidak 0
13. Apakah anda merasa penuh berenergi
saat ini? Tidak Ya 0
14. Apakah anda saat ini sudah tidak ada
harapan lagi? Ya Tidak 0
15. Apakah anda berfikir banyak orang
yang lebih baik dari anda? Ya Tidak 0
Skor GDS
Jawaban yang cocok 2
Klien tidak mengalami depresi
e. Perubahan yang timbul terkait status depresi
Dari hasil pengukuran status deperesi menggunakan GDS, didapatkan hasil bahwa jawaban dari klien yang cocok dengan kuisioner sebanyak 2 pertanyaan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa klien tidak mengalami depresi
f. Dampak yang timbul terkait status depresi
Tidak ada dampak yang timbul terkait status depresi pada klien g. Keadaan emosi
1) Ansietas
Klien berkata, “Ya disini udah nyaman mbak, walaupun kadang ya kangen rumah. Tapi aku ndak takut kalo sewaktu-waktu dipundut Gusti, udah ikhlas” (Ya disini sudah nyaman mbak, walaupun kadang kangen rumah. Tapi saya tidak takut kalo sewaktu-waktu di panggil Tuhan, sudah ikhlas)
2) Perubahan perilaku
Klien berkata , “Ya bosen mbak, tapi ya mau gimana lagi? Hehe”
Saat klien merasa kesepian, klien melakukan kegiatan apa saja yang dapat mengisi kekosongan waktu, terkadang klien juga duduk didepan panti untuk melihat kendaraan yang melintas 3) Mood
Klien tampak nyaman berada di panti. Klien ketika diajak berbicara kooperatif, banyak bercerita tentang kisahnya. Klien terlihat selalu bersama kakaknya
5. Dimensi Fisik a. Luas wisma
Luas Panti Wreda Harapan Ibu ± 3876 m2 b. Keadaan lingkungan di dalam panti
1) Penerangan
Didalam panti terdapat pencahayaan yang terang yang berasal dari lampu yang terpasang, terdiri dari 7 lampu. Ketika siang hari lampu dimatikan. Kondisi pencahayaan matahari juga baik, karena terdapat banyak jendela dan ventilasi yang memungkinkan cahaya matahari masuk kedalam ruangan dan pertukaran udara yang lancar
2) Kebersihan dan kerapian
Setiap hari lantai selalu di sapu oleh petugas. Namun, kondisi kebersihan di panti dirasa masih kurang dibeberapa titik ruangan didalam panti. Beberapa bagian lantai nampak masih kotor. Penataan barang didalam panti lumayan teratur, hanya saja terkadang disekitar tempat tidur para lansia masih terdapat banyak barang yang berserakan dan tidak tertata rapi. Para lansia menata tempat tidur secara mandiri
Lansia wanita dibagi dan tinggal dalam dua kamar. Pemisahan ruang antara pria dan wanita dipisah dengan tembok dan lansia pria tinggal di wisma bagian belakang
4) Sirkulasi udara
Di panti terdapat banyak jendela dan ventilasi untuk pertukaran udara sebanyak 64 buah.. Jendela dan pintu dibuka saat pagi dan ditutup saat malam, jeda waktu ini memaksimalkan terjadinya pertukaran udara yang baik
5) Keamanan
Kondisi lantai di panti jarang ditemukan dalam kondisi licin, hanya saja ada beberapa bagian yang kotor karena bekas air yang tidak di lap lalu diinjak. Tidak ada pegangan untuk dijadikan pengaman. Jika tidak ditemukan alarm atau alat yang dapat digunakan jika lansia dalam bahaya
6) Sumber air minum
Air bersumber dari kemasan galon isi ulang. Kualitas air baik, jernih. Pengelolaan air untuk kebutuhan sehari-hari menggunakan air sumur artetis, jarak antar kamar dengan WC ± 10 m
7) Ruang berkumpul bersama
Di dalam panti terdapat satu ruangan yang digunakan untuk berkumpul para lansia. Di ruangan tersebut dilengkapi dengan televisi, VCD yang dapat digunakan untuk memutar musik. Kondisi ruangannya luas dan bersih
c. Keadaan lingkungan di luar wisma 1) Pemanfaatan halaman
Kondisi halaman di sekitar panti cenderung lebih gersang. Jarang ditemukan tanaman atau pepohonan yang dapat menimbulkan suasana hijau
Terdapat saluran irigasi yang langsung menuju ke sungai, sehingga tidak ada genangan air
3) Pembuangan sampah
Jenis pembuangan sampah adalah sampah rumah tangga. Pembuangan sampah tidak dipisah antara organik dan non-oraganik. Sampah kering di bakar di halaman bagian samping kiri. Jarak tempat pembuangan sampah ± 100 m
4) Sanitasi
Lingkungan wisma setiap pagi dibersihkan dengan disapu dan dipel dengan menggunakan cairan disinfektan, pakaian kotor dicuci oleh penghuni wisma yang bisa melakukan. Air yang digunakan untuk kebutuhan MCK adalah air sumur.
5) Sumber pencemaran
Halaman samping kiri terkadang dijadikan tempat pembakaran sehingga menimbulkan polusi asap. Lingkungan berada dipinggir jalan raya, resiko polusi udara dan suara akibat kendaraan bermotor
6. Dimensi Sosial
a. Hubungan antar lansia didalam wisma
b. Hubungan antar lansia diluar wisma
Hubungan klien dengan lansia yang lain jika diluar panti juga terjalin dengan baik
c. Hubungan lansia dengan anggota keluarga
Klien jarang berkomunikasi dengan pihak keluarga. Hanya seminggu sekali terkadang anak-anaknya menjenguk klien ke panti, itupun juga dalam waktu yang singkat
d. Hubungan lansia dengan pengasuh wisma
Hubungan klien dengan pengasuh panti juga terjalin dengan baik. Terkadang klien membantu pengasuh panti dalam merawat lansia yang lain (seperti mencucikan tempat makan dan minum dari lansia yang lain)
e. Kegiatan organisasi sosial
Klien nampak selalu ikut aktif pada semua kegiatan di panti
7. Dimensi Tingkah Laku a. Pola makan
Klien makan 3x dalam sehari, porsi makan cukup sesuai aturan di dalam panti, terkadang mengalami kesulitan saat mengunyah makanan karena kondisi gigi yang tanggal. Jika klien tidak suka dengan menu makanan yang disediakan, terkadang klien membeli makanan diluar jika memiliki uang simpanan, namun jika tidak memiliki uang, klien hanya minum dan makan roti
b. Pola tidur
Jam tidur klien jika siang hari dari pukul 12.45-15.00 WIB dan malam hari pukul 22.00-03.00 WIB, lama tidur siang ±2-3 jam dan tidur malam ±4-6 jam, klien bangun di tengah tidur jika merasa ingin BAK, kualitas tidur nyenyak
c. Pola eliminasi
d. Kebiasaan buruk lansia
Jika dimalah hari klien merasa gerah, klien akan mandi e. Pelaksanaan pengobatan
Berdasarkan hasil pengkajian, setiap sebulan sekali ada posyandu lansia yang dilakukan oleh puskesmas pembantu. Jika ada lansia yang mempunyai tekanan darah tinggi, gatal-gatal atau sakit ringan lainnya, maka diberi obat yang sudah disediakan di panti.
f. Kegiatan olahraga
Setiap hari jumat klien mengikuti kegiatan senam yang diadakan oleh pihak panti
g. Rekreasi
Bentuk rekreasi klien yaitu dengan berbincang dengan lansia yang lain, menonton tv, duduk didepan panti dan terkadang jika pihak keluarga membawa klien untuk menjenguk kondisi rumah
h. Pengambilan keputusan
Pengambil keputusan dilakukan oleh klien dan pengasuh panti
8. Dimensi Sistem Kesehatan
a. Perilaku mencari pelayanan kesehatan
Jika klien merasa kurang enak badan, hanya dipakai untuk istirahat saja. Namun jika dirasa sudah tidak kuat, klien melaporkan kondisinya pada petugas panti
b. Sistem pelayanan kesehatan
c. Pemeriksaan fisik
No Bagian/region Hasil pemeriksaan Masalah keperawatan yang muncul 1 Kepala Inspeksi :
Bentuk kepala klien mesochepal, warna rambut hitam bercampur putih, penyebaran rambut merata, kulit rambut bersih, tidak ada lesi pada kulit kepala Palpasi :
Tidak ada nyeri atau benjolan tekan pada kepala klien
Tidak ada
2 Wajah/muka Inspeksi :
Bentuk muka klien normal, tidak ada benjolan, kulit wajah bersih dan lembab, tidak ada luka atau lesi
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan pada wajah klien
Tidak ada
3 Mata Inspeksi :
Bentuk mata klien bulat, antara mata kanan dan kiri simetris, mata agak cowong, konjungtiva tidak anemis, sklera agak ikterik, refleks pupil terhadap cahaya baik, kemampuan mata dalam membaca masih normal
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan diarea mata, tekanan intraokular teraba...
4 Telinga Inspeksi :
Telinga klien bersih, bentuk simetris antara kanan dan kiri, tidak ada luaran serum, tidak ada lesi atau luka, klien masih mampu mendengar dengan baik Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan pada telinga, tidak teraba benjolan
Tidak ada
5 Mulut dan gigi
Inspeksi :
Mulut klien bersih, bibir lembab, simetris antara atas dan bawah, gigi beberapa sudah tanggal, terdapat karies, lidah bersih
Tidak ada
6 Leher Inspeksi :
Leher klien bersih, warna kulit merata, reflek telan baik
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan, tidak adapembesaran kelenjar limfe atau tiroid
Tidak ada
7 Dada Inspeksi :
Perkembangan antara dada kanan dan kiri simetris
Palpasi :
Taktil fremitus teraba sama antara dada kanan dan kiri Perkusi :
Bunyi resonan Auskultasi :
Suara paru vasikuler
Tidak ada
Tidak nampak pembesaran pada permukaan jantung
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan pada area jantung
Perkusi :
Suara pekak/redup Auskultasi :
Terdengar bunyi lup dup secara teratur tanpa adanya bunyi tambahan
9 Abdomen Inspeksi :
Warna kulit merata, tidak ada lesi atau luka
Auskultasi :
Bising usus 8x/menit Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan pada area abdomen
Perkusi : Bunyi timpani
Tidak ada
10 Ekstremitas atas
Kekuatan otot 5, tidak ada kelainan bentuk, tidak ada lesi atau luka
Tidak ada
11 Ekstremitas bawah
Kekuatan otot 5, tidak ada kelainan bentuk, ada lesi pada bagian mata kaki, klien terkadang merasa nyeri dan pegal-pegal pada lututnya
B. Analisa Data
Tanggal Data Fokus Diagnosa Keperawatan
19 Oktober 2015 DS :
- Klien berkata, “Sikilku iki sok linu-linu ngono kuwi mbak kalo kecapekan, seringe nek hawane atis iku linune kroso loro banget koyo udun cekot-cekot kae”
- Klien berkata, “Dulu pernah berobat, trus jarene ndak boleh makan tahu, tempe, bayem, kangkung”
- P : udara dingin dan kecapekan Q : seperti ditusuk-tusuk
R : patella dextra dan sinistra S : skala 5
T : nyeri muncul kadang-kadang DO :
- Klien nampak memegangi lututnya yang sakit, yaitu area patella dextra dan sinistra
Nyeri akut berhubungan dengan penyakit gout arthritis
19 Oktober 2015 DS :
- Klien berkata, “Ya kadang ngerasa sepi, sedih kalo inget keluarga dirumah, paling saya diluar liat motor yang lewat kalo ndak ya ndondomi klo ada baju yang sobek ”
- Klien berkata , “Ya bosen mbak, tapi ya mau gimana lagi? Hehe”
- Klien berkata, “Pengene ya dirumah, tapi kan anak pada ndak dirumah, kerja, trus lali ora ngurusi wong tuo”
DO :
- Klien terlihat sedih ketika menceritakan keluarganya 19 Oktober 2015 DS :
- Klien berkata, “Aku sekolah mung sampai kelas limo SD” - Klien berkata, “Aku gak ngerti asam urat kui opo nak” - Klien berkata, ”Taunya dulu pas periksa ke dokter, di suruh
ndak makan bayam, tempe, tahu”.
- Klien berkata, ”Aku suka gorengan nak, klo bosen biasanya beli jajan di depan panti.”
DO :
- Klien terlihat bingung ketika menjawab pertanyaan - Klien terlihat menggaruk-garuk kepala
Kurang pengetahuan
C. Prioritas Masalah
Diagnosa Keperawatan Prioritas Pembenaran
Nyeri berhubungan dengan faktor fisiologis (kerusakan jaringan sendi)
High Urgensi :
Kondisi fisik lansia yang semakin menurun fungsinya membutuhkan kekuatan dan kenyamanan yang cukup untuk menunjang aktivitas lansia. Klien merasa tidak nyaman terhadap nyeri yang di alami. Jika nyeri tidak segera diberi tindakan keperawatan maka akan mengganggu aktivitas klien Dampak :
Jika nyeri yang dirasakan tidak segera ditangani, akan menimbulkan gangguan kenyamanan pada klien dan aktivitas klien akan terganggu sehingga klien cenderung enggan untuk beraktivitas. Jika klien enggan beraktivitas, otot-otot akan mengalami atrofi
Keefektifan intervensi :
Kompres hangat dan senam lansia dinilai relatif efektif dalam meredakan nyeri yang dirasakan oleh klien. Karena dengan kompres hangat, pembuluh darah akan bervasodilatsi dan aliran darah akan normal
berhubungan dengan ketidakefektifan koping individu
Usia lansia adalah usia dimana seseorang mulai memasuki masa akhir dalam hidupnya. Perlunya dukungan dari orang-orang terdekat meliputi support, perhatian dan perawatan sangatlah penting. Dukungan secara psikologi ini akan mempengaruhi kondisi kejiwaan lansia, terutama saat mendekati masa akhir hidupnya
Dampak :
Jika lansia tidak memiliki dukungan secara psikologi dari orang-orang terdekat, mereka cenderung akan menarik diri, depresi dan memasuki akhir hidupnya dengan kondisi yang tidak diinginkan
Keefektifan intervensi :
Pemberian terapi okupasi dinilai efektif membantu klien dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Sehingga klien tidak akan terjebak dalam situasi yang cenderung membuatnya kesepian Defisiensi pengetahuan
berhubungan dengan
kurangnya informasi mengenai kondisi kesehatan
Low Urgensi :
harus dilakukan ataupun tidak boleh dilakukan sedikit banyak akan membantu lansia dalam mencapai kualitas hidup yang terbaik
Dampak :
Lansia tidak akan mengetahui bagaimana kondisi fisiknya, sehingga ia tidak akan mampu mengenali dirinya sendiri ataupun melindungi dirinya dari berbagai kondisi pencetus yang seharusnya dihindari
Keefektifan intervensi :
D. Rencana Keperawatan
1 Nyeri berhubungan dengan faktor fisiologis
(kerusakan jaringan sendi)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 15 menit x 1 pertemuan dalam 1 minggu, diharapkan masalah keperawatan nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil:
- Klien dapat
menerapkan cara penanganan nyeri - Nyeri klien dapat
berkurang dari sekala 4 menjadi 2
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 15 menit, diharapkan nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil :
- Pengetahuan tentang penanganan nyeri meningkat
- Klien mampu untuk melakukan intervensi yang diajarkan.
1400 Manajemen Nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
meliputi lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan
nyeri, dan faktor
presipitasinya
2. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
3. Berikan terapi non farmakologi : Kompres hangat (Pengaruh Kompres
Penurunan Skala Nyeri
4. Evaluasi Keberhasilan dari tindakan.
2 Resiko kesepian berhubungan dengan
ketidakefektifan koping individu
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 45 menit x 1 pertemuan dalam 1 minggu resiko kesepian pada klien dapat dicegah dengan kriteria hasil :
- Klien tidak
mengutarakan respon kesepian
- Klien tidak menunjukkan respon kesepian
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 45 menit, diharapkan klien
diajarkan
- Mengisi kekosongan
waktu dengan
peningkatan kualitas hidup dengan memberikan terapi okupasi
3 Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai kondisi kesehatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 15 menit x 1 pertemuan dalam 1 minggu, pengetahuan pada klien dapat meningkat dengan kriteria hasil:
- Pengetahuan klien mengenai kondisi kesehatannya akan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x15 menit, diharapkan klien mampu :
- Terlibat aktif dalam kegiatan pendidikan
kesehatan yang
diberikan
- Menjelaskan kembali
meningkat
- Klien mampu menjaga kesehatan dirinya sendiri
mengenai kondisi kesehatannya
- Menjelaskan kembali
mengenai jenis
makanan yang boleh dikonsumsi dan yang tidak boleh dikonsumsi
- Beri penjelasan mengenai penyebab asam urat
- Beri penjelasan mengenai jenis makanan yang boleh dan yg tidak boleh dikonsumsi untuk kondisi klien
E. Implementasi Keperawatan dengan faktor fisiologis
(kerusakan jaringan sendi)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 15 menit x 1 pertemuan dalam
1 minggu,
diharapkan masalah
keperawatan nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil:
- Klien dapat menerapkan cara
penanganan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan
selama 1 x 15 menit, diharapkan nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil :
Memberikan terapi non Farmakologi (Terapi Air Hagat untuk menurunkan Nyeri)
nyeri
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 45 menit x 1 pertemuan dalam 1 minggu resiko kesepian pada
klien dapat
dicegah dengan kriteria hasil :
- Klien tidak mengutarakan respon
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan
selama 1 x 45 menit, diharapkan klien mampu :
- Ikut aktif dalam melakukan terapi okupasi
yang telah
diajarkan - Melakukan
kembali secara
- Mengidentifikasi apa yang dirasakan oleh klien
- Mengapresiasi setiap apa yang diungkapkan oleh klien
S : klien mengatakan terkadang merasa sepi berada di panti dan ingin pulang ke rumah anaknya O : klien terlihat sedih
S : klien mengatakan senang
Kamis
mengenai terapi okupasi yang
kesepian yang terkadang muncul dengan melakukan hal yang disukai
- Menyediakan waktu untuk mendengar keluhan klien
- Membantu klien dalam menentukan hal apa yang disukai dan ingin dilakukan
- Memfasilitasi klien dalam peningkatan kualitas hidup dengan memberikan terapi okupasi menjahit dan membuat kerajinan tangan dari kain flanel
S : klien mengatakan senang apabila ada mahasiswa praktek karena panti jadi ramai
O
:-S : Klien mengatakan suka menjahit pakain
S : Klien mengatakan
senang dengan
kegiatan menjahit
dan membuat
membuatnya.
O : klien terlihat mempraktekan apa yang diajarkan
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 15 menit x 1 pertemuan dalam
1 minggu,
pengetahuan pada
klien dapat
meningkat dengan kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan
selama 1x 15 menit , diharapkan klien
- Mengkaji pengetahuan
klien mengenai
kondisinya
- Memberi penjelasan mengenai kondisi klien
- Memberi penjelasan mengenai definisi asam
meningkat
- Memberi penjelasan mengenai tanda dan gejala asam urat
- Memberi penjelasan mengenai penyebab asam urat
- Memberi penjelasan mengenai jenis makanan yang boleh dan yg tidak boleh dikonsumsi untuk kondisi klien
- Memberi penjelasan mengenai
penatalaksanaan asam
jelaskan oleh perawat O:
-S : klien mengatakan paham apa yang di jelaskan oleh perawat O:
-S : klien mengatakan paham apa yang di jelaskan oleh perawat O:
-S : klien mengatakan paham apa yang di jelaskan oleh perawat O:
-F. Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Evaluasi Sumatif
Nyeri berhubungan dengan faktor fisiologis (kerusakan jaringan sendi)
S : Ny L berkata, “Dek wau enjeng pun mboten kraos kok nak.” “Terapine niku kulo sampun saget nak. Matur suwun lhoo nak”
O : Ny. L terlihat tenang A : Masalah belum teratasi
P : Membuat rencana tindak lanjut
Resiko kesepian
berhubungan dengan ketidakefektifan koping individu
S : Klien mengatakan senang dengan kegiatan menjahit dan membuat kerajinan dari flanel. Kliena mengatakan akan menjahit dan membuat kerajinan tangan apabila merasa kesepian
P : Klien telihat senang dan mempraktekan apa yang di berikan
O : Masalah keperawatan teratasi
A : Hentikan intervensi, membuat rencana tindak lanjut
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai kondisi
kesehatan
S : Klien mengatakan paham mengenai apa yang di jelaskan perawaat
O : Klien terlihat paham dan dapat menjawab pertanyaan yang di berikan
P: Masalah keperawatan dapat diatasi
G. Rencana Tindak Lanjut Anggota
Wisma
Masalah Kesehatan
Intervensi yang telah dilakukan
RTL Paraf
Ny.L Nyeri
berhubungan dengan faktor fisiologis (kerusakan jaringan sendi)
Mengajarkan terapi non Farmakologi : Terapi Air hangat
- Membuat kontrak waktu dengan Ny. L untuk
dirasakan oleh klien
- Mengapresiasi setiap apa yang diungkapkan oleh klien
menentukan hal apa yang disukai merasa kesepian
dan mencari berinteraksi dan berbincang dengan teman di panti untuk mengusir rasa kesepian
kualitas hidup dengan
memberikan terapi okupasi menjahit dan membuat
kerajinan tangan dari kain flanel
mengenai tanda dan gejala asam urat
- Memberi penjelasan mengenai
penyebab asam urat
- Memberi
- Melakukan evaluasi pengetahuan secara berkala
penjelasan
mengenai jenis makanan yang boleh dan yg
tidak boleh
dikonsumsi untuk kondisi klien - Memberi
BAB IV PEMBAHASAN
A. Diagnosa Keperawatan Nyeri Akut
Ny. L merupakan pasien di panti Wredha Harapan Ibu Ngaliyan yang memiliki keluhan nyeri lutut kirinya yang terkadang terasa sakit. Berdsarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 19 Oktober 2015 didapatkan data nyeri dengan skala 4 (dari 1-10). Rasa sakit kambuh ketika pada lingkungan yang dingin atau ketika pasien terlalu banyak kegiatan. Pasien menjelaskan bahwa ketika nyerinya kambuh, pasien meminum jamu.
Diagnosa yang bisa di tegakkan dari hasil pengkajian adalah Gangguan rasa Nyaman nyeri akut berhubungan dengan gout atritis. Gout atritis merupakan penyakit yang disebabkan karena asam urat yang tinggi. Salah satu gejala yang ditimbulkan adalah nyeri pada persendian (Wurangian et al, 2014).
Intervensi keperawatan yang dilakukan bertujuan untuk mengontrol nyeri dan meningkatkan rasa nyaman dan meningkatkan kualitas hidup. Penanganan nyeri yang dilaukan salah satunya adalah dengan memberikan kompres hangat (Wurangian et al, 2014). Tindakan kompres hangat merupakan tindakan mandiri keperawatan yang mudah dan tidak membutuhkan biaya yang banyak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wurangian dkk. Dengan judul “Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita Gout Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Manado” menjelaskan bahwa terdapat pengaruh antara tindakan kompres hangat terhadap penurunan Skala nyeri. Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa rata-rata penurunan skala nyeri mencapai 1,6. Pemberian intervensi ini diarapkan dapat dilakukan oleh pasien secara mandiri.
dan manfaat kompress hangat, melaksanakan kompress hangat. Selain itu pasien juga diajarkan cara melakukan kompress hangat supaya pasien bisa melakukan secara mandiri.
Evaluasi yang diperoleh dari pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. L yaitu : Ny. L merasa lebih nyaman, dan pasien merasa senang dengan terapi yang diberikan.
B. Diagnosa Keperawatan Resiko Kesepian 1. Penegakan diagnosa
Hasil pengkajian pada Ny.L di dapatkan hasil bahwa Ny.L mengalami resiko kesepian yang di tandai dengan klien mengungkapkan bawha dirinya merasa kesepian di panti karena kegiatan yang sama terus-terus dan rindu dengan keluarganya. Klien mengatakan merasa lebih nyaman berada di rumah bersama anaknya, tetapi di rumah anaknya klien merasa kurang mendapatkan perhatian dan merasa sendiri akibatnya anaknya sibuk bekerja. Data yang mendukung untuk menegakkan diagnosa ini adalah klien mengungkapkan rasa kesepian berada di panti dan merasa kurang nyaman berada di panti.
2. Intervensi yang dilakukan
Intervensi yang di lakukan pada Ny.L dengan diagnosa resiko kesepian adalah :
a. Mengidentifikasi apa yang dirasakan oleh klien
b. Mengetahui perasaan kesepian yang di rasakan klien untuk menentukan intervensi yang tepat untuk klien.
c. Mengapresiasi setiap apa yang diungkapkan oleh klien
d. Memberikan pujian kepada klien atas keberaniannya mengungkapkan apa yang dirasa
e. Menyediakan waktu untuk mendengar keluhan klien
g. Membantu klien dalam menentukan hal apa yang disukai dan ingin dilakukan
h. Tindakan ini dilakukan untuk mengetahui kegiatan yang ingin dilakukan klien agar klien tidak merasa kesepian lagi.
i. Memfasilitasi klien dalam peningkatan kualitas hidup dengan memberikan terapi okupasi menjahit dan membuat kerajinan tangan dari kain flanel.
j. Memberikan klien terapi okupasi agar klien tidak merasa kesepian lagi
3. Konsep dan teori terkait dengan intervensi
Judul jurnal : Pengaruh penerapan terapi okupasi terhadap Penurunan stres pada lansia di panti Werdha damai ranomuut Manado
Oleh : Dewantari L Ponto, Hendro Bidjuni , Michael Karundeng
4. Pembahasan :
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada usia lanjut (Kuntjoro, 2002).
sebagainya. Hal-hal tersebut merupakan gejalah stress (Yosep, 2011).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pemberiaan terapi okupasi menjahit dan membuat kerajinan tangan dengan kain flanel, klien mengatakan rasa kesepian berkurang dikarenakan terdapat aktivitas yang di kerjakan oleh klien. Klien mengatakan mempraktekan apa yang telah di berikan.
Menurut penelitian Graff (2007), salah satu cara untuk mengoptimalkan fungsi kognitif lansia adalah dengan menggunakan terapi okupasi. Terapi okupasi merupakan suatu bentuk psikoterapi suportif berupa aktivitas-aktivitas yang membangkitkan kemandirian secara manual, kreatif dan edukasional untuk penyesuaian diri dengan lingkungan dan meningkatkan derajat kesehatan fisik dan mental pasien. Terapi okupasi bertujuan mengembangkan, memelihara, memulihkan fungsi dan atau mengupayakan kompensasi/adaptasi untuk aktifitas sehari-hari, produktivitas dan luang waktu melalui pelatihan, remediasi, stimulasi dan fasilitasi. Terapi okupasi meningkatkan kemampuan individu untuk terlibat dalam bidang kinerja berikut: aktivitas hidup sehari-hari dan kegiatan instrumental hidup sehari-hari.
C. Diagnosa Keperawatan Kurang Pengetahuan
Ny. L merupakan pasien di panti Wredha Harapan Ibu Ngaliyan yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang mengenai kondisi kesehatannya. Ny. L tidak mengetahui mengenai kondisinya yang mengalami asam urat. Ia hanya mengerti bahwa jika ia terlalu lelah atau sering terpapar udara dingin, ia akan merasa nyeri pada kedua lututnya.
mengenai dirinya yang terkena asam urat, tidak mengetahui mengenai jenis makanan apa saja yang boleh dimakan ataupun tidak boleh dimakan beserta alasannya, tidak mengetahui bagaimana cara menjaga kondisinya agar nyeri tersebut tidak terjadi secara berulang. Ny.L menjelaskan jika nyerinya kambuh, ia hanya istirahat.
Diagnosa yang bisa di tegakkan dari hasil pengkajian adalah kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai kondisi kesehatan.
Intervensi keperawatan yang dilakukan bertujuan untuk memberikan informasi mengenai kondisi Ny.L baik secara fisik ataupun non fisik. Selain itu juga memberikan informasi mengenai hal-hal apa saja yang seharusnya dilakukan dan dihindari agar kondisi Ny.L tetap terjaga.
Pelaksanaan Implementasi dilaksanakan pada 22 Oktober 2015. Implementasi yang diberikan kepada pasien berupa penjelasan mengenai apa itu asam urat, apa yang bisa menyebabkan dan hal apa saja yang dapat mencegah terjadinya asam urat. Media yang digunakan adalah flipchart sederhana.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemberian asuhan keperawatan kepada lansia memanglah tidak mudah. Kita harus mampu mengkaji kondisi lansia secara komprehensif. Sehingga setiap detail kondisi pada lansia dapat kita temukan terdapatnya masalah atau tidak.
Saat melakukan pengkajian pada Ny. L , kami mendapatkan tiga masalah yang harus kami beri intervensi keperawatan. Masalah keperawatan itu diantaranya adalah nyeri akut berhubungan dengan faktor fisiologis (kerusakan jaringan sendi), resiko kesepian berhubungan dengan ketidakefektifan koping individu, dan kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai kondisi kesehatan. Dari ketiga masalah tersebut kami memberikan intervensi berupa terapi kompres hangat untuk mengurangi nyerinya, terapi okupasi menjahit untuk mengatasi resiko kesepian yang mungkin dialami klien, dan pemberian informasi mengenai kondisi kesehatan klien.
Intervensi keperawatan yang kami lakukan ini dirasa cukup efektif dalam mengatasi masalah yang ada pada Ny.L . Ada beberapa perubahan yang menunjukkan keefektifan intervensi kita. Diantaranya, Ny.L merasa agak enakan setelah diberi kompres hangat pada lututnya, Ny. L merasa senang saat di beri kegiatan berupa menjahit dan Ny. L mengatakan sedikit banyak sudah mengetahui mengenai kondisi kesehatannya.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, sofia rhosma. 2014.Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogjakarta : Deepublish.
Efendy, Ferry., dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas, Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Johnson, Joice Young, dkk. 2005. Prosedur Perawatan Di Rumah. Jakarta : EGC Maryam, R., et al. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :
Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan vol. 2. Jakarta: EGC Tucker, Susan Martin, dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Jakarta : EGC Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC
LAMPIRAN II
PRE PLANNING TERAPI KOMPRES HANGAT PADA KLIEN DENGAN NYERI SENDI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang lansia merupakan orang yang sudah menginjak umur diatas 65 tahun ke atas. Lansia bukan merupakan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari kehidupan manusia yang ditandai dengan menurunnya fungsi tubuh untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan (Efendy, 2009). Usia lanjut usia dapat dikatakan sebagai usia emas karena tidak semua orang bisa mencapai tahap ini (Maryam, 2008). Ketika memasuki masa lansia, seseorang akan mengalami perubahan fisiologis.
Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia bukan merupakan proses patologis, melainkan proses secara alami. Perubahan ini pada setiap orang tidaklah sama dan tergantung dari keadaan dalam kehidupan seseorang. Proses Perubahan Fisiologis pada lansia dapat menyebabkan gangguan kesehatan (Potter dan Perry, 2005).
Nyeri sendi merupakan salah satu masalah kesehatan yang dialami lansia. Menurut Pusat data dan Informasi Kementrian kesehatan RI tahun 2013 menjelaskan bahwa keluhan kesehatan paling tinggi pada lansia salah satunya adalah nyeri sendi akibat asam urat. Kadar asam urat yang tinggi bisa masuk ke dalam organ tubuh salah satunya adalah sendi yang bisa menyebabkan terjadinya nyeri sendi (Kertia, 2009).
memberikan Terapi Kompres Hangat untuk mengurangi nyeri berdasarkan penelitian yang telah ditemukan.
B. Data yang perlu dikaji lebih lanjut. 1. Pengkajian PQRST
P : Ketika cuaca dingin atau terlalu banyak kegiatan. Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Sendi Lutut sebelah kiri S : 4
T : hanya terasa nyeri ketika cuaca dingin dan terlalu banyak kegiatan.
C. Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan Gout Atritis
II. RENCANA KEPERAWATAN
A. Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan Gout Atritis B. Tujuan Umum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 15 menit x 1 pertemuan dalam 1 minggu, diharapkan masalah keperawatan nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil:
- Klien dapat menerapkan cara penanganan nyeri - Nyeri klien dapat berkurang dari sekala 4 menjadi 2 C. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 15 menit, diharapkan nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil :
- Pengetahuan tentang penanganan nyeri meningkat
- Klien mampu untuk melakukan intervensi yang diajarkan.
Topik yang diambil adalah “Terapi Kompres Hangat untuk mengurangi Nyeri”
B. Metode Pelaksanaan
Sebelum dilakukan tindakan terapi, praktikan mengkaji nyeri pada pasien, menjelaskan tujuan dan pelaksanaan serta meminta persetujuan.
C. Sasaran dan Target
Sasaran dari kegiatan ditujukan kepada Ny. L yang memiliki masalah Nyeri Akut agar mampu mengontrol nyeri ketika kambuh D. Strategi Pelaksanaan
Waktu : Kamis, 22 Oktober 2015
Tempat : Ruang Mawar, Panti Wredha Harapan Ibu, Semarang. E. Media dan Alat Bantu
Ember kecil 1 buah Handuk Kecil 1 buah Air Hangat + 40 C
F. Setting tempat
Keterangan : Ny. L
: Praktikan 1
G. Susunan Acara
Kegiatan
Fase Penyuluh Sasaran Media Metode
Orientasi : Kontrak waktu yang dibuat
kompres hangat ke pasien
- Evaluasi - Menanyakan
Respon
- Menjawab Respon
- Kesimpulan
- Salam
- Menyampaikan hasil kesimpulan dan hasil terapi
Setiap anggota ikut berpartisipasi memberikan terapi, mulai dari pengkajian, diagnosa hingga pelaksanaan terapi.
I. Kriter Evaluasi - Struktur
a. Klien bersedia menerima terapi perilaku
b. Terapi sudah tepat diberikan kepada Ny. L dengan masalah Nyeri Akut
c. Kontrak waktu dilakukan kepada klien sesuai dengan kesepakatan
d. Metode yang digunakan sudah tepat untuk klien - Proses
a. Klien mendengarkan materi tentang Terapi Kompres hangat b. Klien mendengarkan materi yang disampaikan
c. Klien tidak meninggalkan tempat - Hasil
a. Terapi yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan
b. Setelah dilakukan terapi nyeri pada klien berkurang J. Materi
Persiapan
- Menyediakan air hangat, dan handuk Pelaksanaan
- Handuk diperas
- Tempelkan ke bagian sendi yang menglami nyeri selama 5-10 menit
Evaluasi
- Menanyakan apakah pasien sudah mngerti dengan terapi kompres hangat yang diberikan
- Mengkaji respon yang dirasakan oleh klien
IV. DAFTAR PUSTAKA
Efendy, Ferry., dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas, Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba medika