• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Pola Makan dan Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Hiperglikemik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSU Herna dan RSU Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Pola Makan dan Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Hiperglikemik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSU Herna dan RSU Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2013"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) tipe 2 adalah suatu penyakit kronis yang terjadi ketika

pankreas menghasilkan cukup insulin akan tetapi tubuh tidak dapat secara efektif

menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal ini bisa diakibatkan dari kebiasaan pola

makan yang tidak sehat. Bila pasien DM tipe 2 yang mengalami resistensi insulin

sehingga gula darah akan meningkat, maka akan mengakibatkan terjadinya resiko

tinggi komplikasi.

Menurut data WHO tahun 2000 dunia kini didiami oleh 171 juta penderita

DM dan akan meningkat 2 kali, 366 juta pada tahun 2030 (Baradero, 2009). Pada

tahun 2005 sebanyak 1,1 juta orang meninggal karena DM, hampir 80% di antaranya

terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah, dan setengah dari pada orang

di bawah usia 70 tahun, 55% dari kematian DM pada wanita. (Sambo, 2012). Di

Amerika Serikat, DM adalah penyebab ke-4 kematian. DM merupakan penyakit

kronis tanpa penyembuhan. Sekitar 50 % dari pria dan 15 % dari wanita dengan DM

mengalami masalah seksualitas karena neuropati (Baradero, 2009).

Prevalensi di Afrika bervariasi antara 1% dan 20%. Penyebaran global DM

telah memberikan karakteristik pandemi. Bentuk yang paling sering adalah DM tipe 2

yang mewakili lebih dari 85% dari kasus. Bentuk lain adalah Tipe 1 (10%), DM

(2)

DM dapat menyebabkan komplikasi diantaranya, yaitu: penyakit

kardiovaskular, kecelakaan pembuluh darah otak, insufisiensi ginjal, kebutaan,

impotensi dan gangren pada kaki yang mengarah ke amputasi, keadaan ini merupakan

masalah kesehatan utama (Sambo, 2012).

Prevalensi DM di Indonesia besarnya 1,2%-2,3% dari penduduk usia lebih 15

tahun. Kecenderungan peningkatan prevalensi akan membawa perubahan posisi DM

yang semakin menonjol, yang ditandai dengan perubahan atau kenaikan peringkatnya

dikalangan 10 besar penyakit. Sambo, (2012) menyatakan bahwa DM juga makin

memberi konstribusi yang lebih besar terhadap kematian (ten diseases leading cause of disease).

Bila dilihat berdasarkan 10 peringkat terbesar penyakit penyebab rawat jalan

dari seluruh penyakit rawat jalan di rumah sakit di Indonesia tahun 2009 dan tahun

2010, DM terletak pada urutan ke tujuh, sedangkan persentase kasus baru rawat jalan

enam kelompok penyakit tidak menular terhadap seluruh kasus baru rawat jalan tahun

2009 dan 2010, DM urutan ketiga setelah Hipertensi dan penyakit Jantung

(Kementrian Kesehatan RI, 2012).

Berdasarkan Riskesdas Indonesia tahun 2007, masih banyak diantara

penderita DM yang kadar gula darahnya tidak terkontrol yaitu 75,9% (kadar glukosa

≥ 140 mg/dl). Prevalensi DM dan Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) lebih tinggi

pada kelompok hipertensi dibandingkan yang tidak hipertensi serta menujukkan lebih

(3)

aktivitas fisik prevalensi DM dan TGT lebih tinggi pada kelompok yang mempunyai

aktivitas fisik kurang (Riskesdas, 2007).

Penelitian Juleka (2005) mengemukakan bahwa DM terjadi akibat tidak

seimbangnya asupan energi karbohidrat, melebihi kebutuhan mempunyai resiko 31

kali lebih besar untuk mengalami kadar glukosa darah tidak terkendali dibandingkan

dengan asupan energinya sesuai kebutuhan, dan mereka yang menderita DM

mengonsumsi tinggi protein mempunyai risiko 0,44 kali terhadap kejadian

hiperglikemi, dibandingkan subjek dengan konsumsi rendah protein (Rahmawaty,

dkk, 2009), serta yang sering mengonsumsi makanan berlemak mempunyai risko

1,14 kali lebih tinggi untuk memiliki kendali gula darah yang buruk dibandingkan

yang tidak sering mengonsumsi makanan yang berlemak (Luciana, 2008 dalam

Rahmawaty, dkk, 2009).

Penderita DM harus menerapkan pola makan seimbang untuk menyesuaikan

kadar glukosa darah. Hal ini senada dengan pendapat Suyono (2002) bahwa dalam

rangka pengendalian kadar glukosa darah 86,2% penderita DM mematuhi pola diet

DM yang dianjurkan, namun secara fluktual jumlah penderita DM yang disiplin

menerapkan program diet hanya berkisar 23,9%. Hal ini menjadi faktor risiko

memperberat terjadinya gangguan metabolisme tubuh sehingga berdampak terhadap

terjadinya komplikasi. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Yoga (2011)

pengaturan pola makan yang baik akan berhasil 4 kali dalam pengelolaan DM

(4)

Mengingat morbiditas dan mortalitas yang tinggi berhubungan dengan

penyakit, terutama karena komplikasi makrovaskuler, DM tipe 2 merupakan

perhatian utama kesehatan masyarakat, selain menerapkan pola makan yang sesuai

dengan diet DM juga kepatuhan terhadap obat yang diresepkan.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kepatuhan adalah sejauh mana

perilaku seseorang minum obat, mengikuti diet, dan/atau melaksanakan perubahan

gaya hidup yang disepakati dari penyedia perawatan kesehatan. Namun,

ketidakpatuhan pengobatan sangat umum di antara pasien dengan DM tipe 2 yang

menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas dengan biaya langsung dan

tidak langsung yang cukup besar (Tiv M, dkk, 2012).

Dalam penelitian yang dilakukan untuk menilai pola pemantauan diri glukosa

darah di bagian utara California, Amerika Serikat, 67% pasien dengan DM tipe 2

dilaporkan tidak melakukan pemantauan glukosa darah sesering direkomendasikan

(yaitu sehari sekali untuk DM tipe 2 yang minum obat). Temuan serupa dilaporkan

dalam sebuah penelitian yang dilakukan di India, di mana hanya 23% dari peserta

penelitian melaporkan melakukan pemantauan glukosa di rumah.

Kelalaian dosis mewakili bentuk paling umum dari ketidakpatuhan obat

hipoglikemik oral sebanyak 75%, lebih dari sepertiga dari pasien mengambil dosis

yang lebih dan dijumpai pada pasien dengan dosis tunggal perhari. Di Amerika

Serikat, menunjukkan bahwa pasien dengan DM tipe 2 rata-rata sekitar 130 hari per

(5)

pasien yang telah diresepkan obat oral tunggal masih mengonsumsinya secara teratur

(WHO, 2003).

Tahun 2009 Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia

menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita DM. Sementara di Medan

sendiri menempati urutan pertama diatas penyakit jantung koroner. Pada tahun 2009

ini diperkirakan terdapat lebih dari 14 juta orang dengan DM, tetapi baru 50% yang

sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30% yang datang berobat

teratur (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2009).

Jumlah penderita DM di Sumut lebih banyak dibandingkan daerah lain akibat

pola hidup masyarakatnya yang cenderung mengonsumsi karbohidrat seperti nasi

yang berlebihan. Tren tingginya penyakit DM di Sumut karena kebiasaan masyarakat

yang mengonsumsi nasi yang mengandung karbohidrat yang tinggi, kebiasaan

konsumsi makanan siap saji, goreng gorengan dan berlemak yang diikuti kurangnya

mengonsumsi buah dan sayuran. Peningkatannya mencapai 20-30 persen per tahun

(Noor, 2013).

Penderita DM tipe 2 yang rawat jalan RSU Herna Medan setiap tahunnya

meningkat, tahun 2010 urutan keenam dari sepuluh penyakit terbanyak, sedangkan

ditahun 2011 urutan kelima dengan jumlah kasus mulai Januari s/d Desember 2011

sebanyak 102 kasus, dan ditahun 2012 tetap pada urutan kelima hanya saja jumlah

kasusnya bertambah sebanyak 132 kasus.

(6)

sebanyak 36 penderita. Jumlah kunjungan ini meningkat di tahun 2012 hingga

mencapai rata-rata 54 penderita per bulan. Hal ini menunjukan lonjakan peningkatan

penderita DM tipe 2 dari tahun ke tahun.

Pada survei awal yang dilakukan terhadap 10 orang penderita DM yang

mengalami komplikasi dislipedemia, hipertensi dan tuberculosis mempunyai pola

makan yang tidak sehat yaitu mereka sering mengonsumsi karbohidrat, lemak dan

protein yang tidak sesuai dengan takaran dalam arti tidak sesuai dengan diet DM,

didukung dengan tidak teratur minum obat sehingga pada saat pemeriksaan kadar

gula darah > 300 mg/dl (hiperglikemik) tanpa disadari tentu hal ini berdampak pada

proses metabolisme yang mempercepat terjadi komplikasi pada mereka.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti akan melakukan penelitian

hubungan pola makan dan kepatuhan minum obat terhadap kejadian hiperglikemik

pada penderita DM tipe 2.

1.2 Permasalahan

Dari latar belakang diatas dapat di tarik permasalahan dalam penelitian ini

adalah “bagaimana hubungan pola makan dan kepatuhan minum obat terhadap

kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2”.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan pola makan dan kepatuhan minum obat terhadap

kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2 di RSU Herna Medan dan RSUP H.

(7)

1.4 Hipotesis Penelitian

Ada hubungan pola makan dan kepatuhan minum obat terhadap kejadian

hiperglikemik pada penderita DM tipe 2.

1.5 Manfaat Penelitian

Sebagai bahan masukan bagi RSU Herna Medan dan RSUP H. Adam Malik

Medan meningkatkan strategi promosi kesehatan pengendalian kadar gula darah pada

Referensi

Dokumen terkait

In case of the terrain with large altitude differences on a small area (Biokovo), the different perspectives on the stereo models are being made, so the recognition of

According to the requirements of obst acle clearance surveying at QT airport, aerial and satellite imagery were used to generate DSM, by means of photogrammetry, which

Jika pada periode berikutnya, jumlah penurunan nilai berkurang dan penurunan dapat dikaitkan secara obyektif dengan sebuah peristiwa yang terjadi setelah penurunan

Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak akan membuat kita lebih hati-hati untuk tidak mudah melemparkan

Indek keanekaragaman spesies (H’) pada komunitas tumbuhan pada jalur kiri dan jalur kanan di jalur wisata Air Terjun Wiyono Atas Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman adalah

Hal tersebut menunjukkan bahwa keberadaan usaha koperasi memberikan kontribusi pendapatan untuk mensejahterakan anggotanya yang dapat dirasakan oleh para nelayan

7 Biasanya pada usia ini tinggi badan anak hanya akan bertambah 5 cm pertahun dan berat badan akan bertambah banyak daripada tinggi badan juga pada usia sekitar 10

skripsi ini yang berjudul Pengaruh Pajak Parkir dan Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Bekasi dilakukan dalam rangka memenuhi salah