• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor Sosial Budaya Yang Mempengaruhi Pernikahan Dini Pada Remaja Usia 15-19 Tahun Di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Tahu 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor Sosial Budaya Yang Mempengaruhi Pernikahan Dini Pada Remaja Usia 15-19 Tahun Di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Tahu 2014"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pernikahan dini masih banyak terdapat di Indonesia, meskipun menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai 19 (sembilan belas) tahun,

dan pihak wanita sudah mencapai 16 (enam belas) tahun.” Pasal 26 UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, orang tua diwajibkan melindungi anak dari perkawinan dini, tetapi pasal ini, sebagaimana UU Perkawinan, tanpa ketentuan sanksi pidana sehingga ketentuan tersebut nyaris tak ada artinya dalam melindungi anak-anak dari ancaman perkawinan dini.

Praktek pernikahan dini banyak dipengaruhi oleh tradisi lokal, sekalipun ada ketetapan undang-undang yang melarang pernikahan dini, ternyata ada juga fasilitas dispensasi. Pengadilan agama dan kantor urusan agama sering memberi dispensasi jika mempelai wanita ternyata masih dibawah umur (Arni, 2009).

Di Indonesia masih sering terjadi praktek pernikahan anak di bawah umur. Undang-undang perkawinan dari tahun 1974 juga tidak tegas melarang praktek itu. Menurut UU perkawinan, seorang anak perempuan baru boleh menikah di atas usia 16 tahun, seorang anak laki-laki di atas usia 18 tahun, tapi ada juga dispensasi. Jadi, kantor urusan agama (KUA) masih sering memberi dispensasi untuk anak perempuan dibawah 16 tahun (Arni, 2009).

(2)

melainkan juga karena alasan ekonomi, ketidakcocokan, selingkuh, dan lain sebagainya. Tetapi masalah tersebut tentu saja sebagai salah satu dampak dari perkawinan yang dilakukan tanpa kematangan usia dan psikologi (Chariroh, 2004).

Menurut Gunadarma (2006) yang dikutip Naibaho (2012), banyak remaja kurang mempertimbangkan aspek-aspek yang berpengaruh ketika menikah muda, terutama pada remaja putri. Hal tersebut khususnya berkaitan dengan penyesuaian diri, baik yang berhubungan dengan perubahan dirinya maupun dalam hubungan dengan lingkungan sekitarnya sesuai dengan peran barunya dalam sebuah pernikahan.

Menurut Moeljarto (1977) dalam Supardi (2013) pernikahan dini memberikan pengaruh hubungan gender yang asimetris menyebabkan kurangnya akses wanita terhadap bermacam hal seperti pangan, kesehatan, pendidikan dan keterampilan secara langsung mengakibatkan kemiskinan.

Seharusnya remaja mengetahui bahaya dari pernikahan dini. Remaja seharusnya tahu bahwa masa remaja tidak hanya menjanjikan kesempatan untuk maju menuju kehidupan yang berhasil di masa depan tetapi juga menawarkan resiko terpaparnya masalah kesehatan. Perubahan organobiologik yang dialami remaja mempunyai sifat selalu ingin tahu, dan mempunyai kecendrungan mencoba hal-hal baru (Surjadi, 2002).

(3)

berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap, dan sebagainya. Namun demikian, sulit untuk dibedakan gejala kejiwaan yang mana menentukan perilaku pernikahan dini. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, diantaranya adalah faktor pengalaman, keyakinan, lingkungan fisik, utamanya sarana dan prasarana, sosio-budaya masyarakat yang terdiri dari kebiasaan, tradisi, adat istiadat, dan sebagainya. Selanjutnya faktor-faktor tersebut akan menimbulkan pengetahuan, sikap, persepsi, keinginan, kehendak, dan motivasi yang akan mendorong terjadinya pernikahan dini (Notoatmodjo, 2010).

Budaya yang berkembang di masyarakat tentang pernikahan dini yaitu wanita tak boleh sampai terlambat menikah, atau mempunyai alasan jika dinikahkan dengan orang yang sudah berada, tak perlu khawatir masa depannya akan terpuruk. Oleh karena itu banyak anak-anak usia remaja pun sudah dinikahkan. Bahkan ada budaya perjodohan sejak anak perempuan belum lulus SD atau masih SMP. Namun, alasan budaya tidak semata-mata sebagai alasan utama keluarga menikahkan anak perempuannya saat masih belia (Lubis, 2012).

Penelitian UNICEF (2010) mencatat bahwa sekitar 60% anak perempuan di dunia

menikah di bawah usia 18 tahun .Survei yang dilakukan di negara-negara maju seperti

(4)

remaja putri rentan mengalami gangguan kehamilan dan permasalahan lain, yang berhubungan dengan kehamilan di usia yang masih muda (Eridani, 2011).

Berdasarkan data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (bkkbn), rasio pernikahan dini di Indonesia khususnya perkotaan pada tahun 2012 adalah 26 dari 1.000 perkawinan dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 32 per 1.000 pernikahan. Angka ini berbanding terbalik dengan kenyataan di perdesaan, yang justru turun dari 72 per 1.000 pernikahan menjadi 67 per 1.000 pernikahan pada tahun 2013. Jadi, digabungkan antara rasio di perkotaan dan perdesaan pada 2013, rata-rata masih 48 per 1.000 pernikahan. Untuk menurunkan angka tersebut, bkkbn menggencarkan program Generasi Berencana (Genre) dan membuat target untuk menurunkan angka pernikahan dini sebesar 30 per 1.000 pernikahan. Program itu berisi sosialisasi tentang pengetahuan mengenai keluarga berencana yang sasarannya adalah siswa SMA dan mahasiswa.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Komisi Perempuan Indonesia (KPI) cabang Rembang, pernikahan dini karena perjodohan saat usia sekolah masih terbilang tinggi. Pada tahun 2006-2010, jumlah anak menikah dini (di bawah 17 tahun) masih meningkat. Sementara data lain menunjukkan, adanya beberapa penyebab terjadinya pernikahan usia dini. Dr. Sukron Kamil dari UIN menyatakan, 62% wanita menikah karena hamil, 21% di paksa orangtua pernikahan karena ingin memperbaiki ekonomi dan keluar dari kemiskinan dan sisanya karena status sosial (Lubis, 2012).

(5)

orang dan perempuan sebanyak 2.038 orang. Dari 21 kecamatan yang ada di Kota Medan, Kecamatan Medan Labuhan menjadi kecamatan dengan jumlah pernikahan di usia dini yang paling banyak yaitu 12,89%.

Berdasarkan survei pendahuluan, sekitar 65% dari jumlah penduduk di Kelurahan Martubung ini bermata pencaharian pedagang kecil dan jasa dengan penghasilan yang pas-pasan. Selain itu, pola perilaku remajanya lebih condong dengan perilaku barat. Dan dari wawancara terhadap 2 orang warga di keluarahan tersebut, keduanya menyatakan bahwa banyak remaja yang sudah menikah di daerah tersebut karena kondisi ekonomi dan sudah hamil di luar nikah.

warga setempat, remaja di lingkungan tersebut banyak yang sering berkumpul (nongkrong) di kafe-kafe malam bahkan ada anak tetangga mereka yang sering tidak pulang. Dan ada seorang anak perempuan tetangga mereka yang sudah hamil di luar nikah dan dikabarkan karena melakukan hubungan intim di kafe malam tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Faktor Sosial Budaya yang Mempengaruhi Pernikahan Dini Pada Remaja Usia 15-19 Tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Tahun 2014.”

1.2 Rumusan Masalah

(6)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor sosial budaya yang mempengaruhi pernikahan dini pada remaja usia 15-19 tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Tahun 2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan terhadap terjadinya pernikahan dini pada remaja usia 15-19 tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Tahun 2014.

b. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan terhadap pernikahan dini pada remaja usia 15-19 tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Tahun 2014.

c. Untuk mengetahui hubungan faktor ekonomi terhadap pernikahan dini pada remaja usia 15-19 tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Tahun 2014.

d. Untuk mengetahui hubungan faktor adat istiadat dan kebudayaan terhadap pernikahan dini pada remaja usia 15-19 tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Tahun 2014.

1.4 Manfaat Penelitian

(7)

lembaga swadaya masyarakat) dalam rangka menurunkan angka pernikahan pada usia muda di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan.

Referensi

Dokumen terkait

Pernikahan Dini ialah pernikahan yang dilakukan pada saat usia remaja. Pada saat remaja, emosi masih sangat labil karena belum terjadi kemantapan berpikir. Secara langsung

Pernikahan Dini ialah pernikahan yang dilakukan pada saat usia remaja. Pada saat remaja, emosi masih sangat labil karena belum terjadi kemantapan berpikir. Secara langsung

Penelitian ini membahas tentang Peran Penyuluh Agama Islam dalam Mencegah Pernikahan Usia Dini di Kelurahan Tolo Kecamatan Kelara Kabupaten Jeneponto. Maka

Hasil penelitian bahwa sosial budaya pernikahan usia dini pada masyarakat di Desa Bangun Rejo Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang dari aspek usia menikah pada rentang

Hasil penelitian bahwa sosial budaya pernikahan usia dini pada masyarakat di Desa Bangun Rejo Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang dari aspek usia menikah pada rentang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan sumber informasi remaja kedua desa tersebut tidak serta merta menyebabkan persepsi terhadap pernikahan usia dini yang

expectation dengan kepuasan pernikahan pada pasangan yang menikah di usia remaja akhir di kelurahan bulak banteng kecamatan

Pernikahan usia dini yang terjadi di Pleret Kabupaten Bantul dipengaruhi secara tidak langsung dengan keberadaan struktur sosial budaya karena ketentutuan minimal