• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh BAB II Skripsi PENGEMBANGAN PERAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Contoh BAB II Skripsi PENGEMBANGAN PERAN"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran

Menurut Degeng dalam Uno (2008: 134), “pembelajaran adalah upaya untuk

membelajarkan siswa.” Berdasarkan pengertian ini, Uno menambahkan,

dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pembelajaran yang ada.

(2)

Metode pembelajaran ditetapkan guru berdasarkan isi materi pelajaran dengan tujuan meningkatkan minat belajar siswa. Setiap materi pelajaran memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda untuk disampaikan guru. Jika materi pelajaran itu disampaikan dengan metode yang tidak sesuai pembelajaran menjadi tidak efektif, efisien, dan menarik, maka metode pembelajaran berpengaruh dalam membuat siswa belajar.

B. Kebermaknaan Belajar

Menurut Uno (2008: 52),

tujuan utama pembelajar adalah mengelola aktivitas stimulus, respon, dan penguatan sebagai satu kesatuan kerja untuk memvariasikan dan mengoptimalkan terjadinya tindak belajar (learning actions). Akan tetapi, dalam praktik tugas ini sering ditafsirkan sebagai pemberian pengetahuan teoritis deskriptif sebanyak-banyaknya sehingga dalam banyak kejadian di kelas terkesan nyaris tanpa makna karena tidak dapat diikuti dengan tindak belajar yang semestinya.

Pembelajaran adalah upaya kebermaknaan belajar. Memahami pengertian demikian, pembelajaran adalah aktifitas yang bergantung tujuan belajar. Pengetahuan yang tak terbatas menyebabkan tujuan-tujuan belajar disederhanakan pada konsep ilmu tertentu. Kebermaknaan sendiri tidak terlepas dari interaksi. Interaksi, bagi siswa, dipahami sebagai kebermaknaan terhadap berbagai sumber belajar. Oleh sebab itu kebermaknaan belajar dibatasi pada waktu yang dibutuhkan untuk mencapai standar kompetensi (SK).

(3)

Belajar merupakan proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Perubahan perilaku seseorang yang tampak sesungguhnya hanyalah refleksi dari perubahan internalisasi persepsi dirinya terhadap sesuatu yang sedang diamati dan dipikirkannya. Sedangkan fungsi stimulus yang datang dari luar direspon sebagai aktivator kerja memori otak untuk membentuk dan mengembangkan struktur kognitif melalui proses asimilasi dan akomodasi yang terus-menerus diperbaharui, sehingga akan selalu saja ada sesuatu yang baru dalam memori dari setiap akhir kegiatan belajar.

Menurut aliran kognitif tersebut, belajar merupakan kegiatan siswa untuk mendapatkan pengetahuan. Siswa pada tahap selanjutnya memaknai sendiri belajar melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Sejalan dengan keadaan demikian, Ausubel dalam Uno (2008:12) berpendapat:

Siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut “pengatur kemajuan” (Advance Organizers) didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. … “advance organizers” dapat memberikan tiga manfaat, yakni

1)Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh siswa,

2)Dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari siswa “saat ini” dengan apa yang “akan” dipelajari siswa; sedemikian rupa sehingga,

3)Mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.

(4)

tersebut tidak dikuasai dengan cara guru menginformasikan sebelum mempelajari materi elastisitas dan gerak harmonik sederhana.

Uno (2008:12) menambahkan,

pengetahuan guru terhadap isi mata pelajaran harus sangat baik. Hanya dengan demikian seorang guru akan mampu menemukan informasi, yang menurut Ausubel “sangat abstrak, umum, dan inklusif”, yang mewadahi apa yang akan diajarkan. Selain itu, logika berpikir guru juga dituntut sebaik mungkin. Tanpa memiliki logika berpikir yang baik, maka guru akan kesulitan memilah-milah materi pelajaran, merumuskannya dalam rumusan yang singkat dan padat, serta mengurutkan materi demi materi ke dalam struktur urutan yang logis dan mudah dipahami.

Belajar, pada akhirnya, bergantung dari kondisi dua pihak. Kondisi ini menyangkut kesiapan siswa dalam menerima berbagai sumber belajar dan kesiapan sumber belajar (guru dan berbagai sumber belajar lainnya) dalam mengkonstruksikan pengetahuan siswa. Memahami kondisi ini, Bruner dalam Uno (2008: 12), mengusulkan:

proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya.

(5)

teori belajar memprediksikan berapa usia maksimum seorang anak untuk belajar penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagai-mana cara-cara mengajarkan (membelajarkan) penjumlahan.

Meskipun demikian, perbedaan teori pembelajaran dan teori belajar, lebih bersifat pada ruang lingkup objek penelitian (siswa). Perbedaan teori pembelajaran dan teori belajar seperti yang telah dimisalkan pada tahap selanjutnya menunjukkan hubungan yang baik dalam menggunakan metode eksperimen. Di dalam metode eksperimen guru hanya mempersoalkan bagaimana siswa mempelajari materi belajar (berpusat pada materi belajar) dan tidak mempersoalkan apa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana siswa (berpusat pada siswa).

C. Perangkat Pembelajaran

Perangkat yang digunakan dalam proses pembelajaran disebut dengan perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang diperlukan dalam mengelola proses belajar mengajar dapat berupa: silabus, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), LKS (Lembar Kerja Siswa), media pembelajaran, serta buku ajar siswa, (Ibrahim, 2000: 3).

1. Silabus

(6)

pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan, berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP).

2. RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)

RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), yaitu panduan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran yang disusun dalam skenario pembelajaran. RPP disusun untuk setiap pertemuan yang terdiri dari tiga rencana pembelajaran dikembangkan dari rumusan tujuan pembelajaran yang mengacu dari indikator untuk mencapai hasil belajar sesuai kurikulum berbasis kompetensi (KBK, 2004).

RPP yang dimaksud adalah RPP yang berorientasi pembelajaran terpadu yang menjadi pedoman bagi guru dalam proses belajar mengajar.

Langkah-langkah pembelajaran (sintaks) dikembangkan mengadopsi sintaks pembelajaran terpadu yang dimodifikasi dan disesuaikan terutama dengan materi pembelajaran yang di ajarkan. Dengan kata lain bahwa sintaks yang dikembangkan berkaitan dengan cara penyampaian materi pembelajaran. Langkah-langkah pembelajaran tersebut difokuskan pada peningkatan kualitas pembelajaran, yaitu untuk memenuhi ketuntasan pembelajaran melalui pencapaian indikator hasil pembelajaran sesuai kurikulum.

(7)

pencapaian hasil belajar, strategi pembelajaran, sumber pembelajaran, alat dan bahan, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, dan evaluasi.

3. LKS (Lembar Kegiatan Siswa)

Menurut Triyanto dalam Priyantono (2010: 21) LKS adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. Dalam proses pembelajaran, LKS digunakan sebagai media bagi siswa untuk mendalami materi fisika yang sedang dipelajari. Dengan adanya LKS siswa dituntut untuk mengemukakan pendapat dan mampu membuat kesimpulan. Hal ini menunjukkan bahwa LKS berfungsi sebagai media yang dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam proses belajar mengajar.

Menurut Sriyono dalam Setiawan (2005: 13) LKS dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian berdasarkan isinya yaitu:

1. Fakta, merupakan tugas yang sifatnya mengarahkan siswa untuk mencari fakta-fakta atau hal-hal lain yang berhubungan dengan bahan yang diajarkan.

2. Pengkajian, merupakan penggalian pengertian tentang bahan kearah pemahaman.

3. Pemantapan dan kesimpulan, yang sifatnya memantapkan materi pelajaran yang dikaji dalam diskusi kelas dimana kebenaran kesimpulan telah ditemukan dan diterima oleh semua peserta.

(8)

fungsi sebagai media untuk membuat siswa menjadi aktif. LKS tidak hanya berisi petunjuk praktikum tetapi memuat pertanyaan-pertanyaan yang menggiring siswa untuk menyimpulkan materi yang dipelajari.

Suyanto (2009) telah mengembangkan suatu model pembelajaran yang

memperhatikan bekal ajar awal siswa dengan prinsip eksplicitisme dan ketuntasan

serta menerapkan pendekatan keterampilan proses. Model pembelajaran Suyanto (2009) tersebut disajikan secara tercetak, dengan format sebagai berikut:

a. Judul: Berupa judul suatu topik pembelajaran

b. Tujuan Pembelajaran: Berupa tujuan pembelajaran khusus (TPK), yang pengembangannya melalaui Analisis Materi Pelajaran (AMP)

c. Wacana-wacana materi prasyarat berupa Pendahuluan, sebagai pengetahuan dan keterampilan yang merupakan bekal awal ajar. Pengetahuan dan keterampilan tersebut dapat berupa kemampuan konseptual fisika ataupun keterampilan-ketrampilan dasar laboratoris. d. Wacana Utama: suatu wacana yang sesuai dengan topik pembelajaran.

Wacana ini dapat berupa bahan ceramah, bahan tuntunan untuk menggunakan bahan kepustakaan atau tugas-tugas laboratoris. Wacana utama ini menyajikan contoh soal dan atau contoh pemecahan masalah menggunakan konsep-konsep yang telah dipelajari untuk memecahkan masalah dengan prosedur ilmiah, soal-soal latihan menyelesaikan soal, atau latihan menyelesaikan tugas memecahkan masalah secara laboaratoris.

(9)

Berisi pula tuntunan merumuskan hipotesis, tuntunan merencanakan suatu kegiatan kerja untuk menguji rumusan hipotesis yang telah dirumuskan. Setiap kegiatan pralaboratorium melibatkan guru secara aktif, yang meminta perannya sebagai tempat konsultasi dan memberikan keputusan bahwa prosedur kerja yang direncakan siswa sungguh dapat dikerjakan. f. Kegiatan Laboratorium: Berupa instruksi untuk melaksanakan kegiatan

kerja yang telah direncanakan dan telah diperiksa guru, bimbingan pengumpulan data, bimbingan analisis data, dan bimbingan penarikan kesimpulan. Semua bimbingan berupa pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya merupakan tuntunan melakukan setiap langkah prosedur ilmiah.

4. Buku Siswa

Buku siswa (modul, diktat) merupakan buku panduan bagi siswa dalam kegiatan pembelajaran yang memuat materi pelajaran, kegiatan penyelidikan berdasarkan konsep, kegiatan sains, informasi, dan contoh-contoh penerapan sains dalam kehidupan sehari-hari.

(10)

siswa, uji diri setiap materi pokok, dan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari yang perlu didiskusikan.

5. Media Pembelajaran

Media pembelajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Sadiman, dkk (2006: 6) menjelaskan bahwa kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau penghantar. Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan, fungsinya untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.

Media mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar mengajar yaitu dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi yang disampaikan oleh guru dalam pembelajaran, mengarahkan dan meningkatkan perhatian siswa, serta mengefektifkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Selain itu media pembelajaran juga dapat digunakan oleh siswa sebagai sarana belajar mandiri, atau bersama dengan siswa lainnya tanpa kehadiran seorang guru. Dengan media pembelajaran dapat terus berlangsung meskipun tidak disertai oleh guru.

(11)

Dengan masuknya berbagai pengaruh ke dalam khazanah pendidikan seperti ilmu cetak-mencetak, tingkah laku (behaviorisme), komunikasi, dan laju perkembangan teknologi elektronik, media dalam perkembangannya tampil dalam berbagai jenis format (modul cetak, film, televise, film bingkai, film rangkai, program radio, computer dan seterusnya) masing-masing dengan cirri-ciri dan kemampuannya sendiri.

Media pembelajaran sebagai sumber belajar merupakan komponen dari system instruksional disamping pesan, orang, teknik latar dan peralatan. Sehingga fungsi media pembelajaran yang utama adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi kondisi dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Hamalik dalam priyantono (2010: 14) menyatakan:

Pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan belajar bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa.

Dengan demikian penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pencapaian pembelajaran sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian isi pesan pembelajaran. Secara umum media mempunyai kegunaan:

a. Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis,

b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indra,

c. Menimbulakan gairah belajar, interaksi labih langsung antara murid dengan sumber belajar,

d. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, audiotori, dan kinestetiknya,

(12)

Karakteristik dan kemampuan masing-masing media perlu diperhatikan oleh guru agar mereka dapat memilih media mana yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.

6. THB (Tes Hasil Belajar)

THB merupakan butir tes yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. THB meliputi tes hasil belajar produk, tes hasil belajar proses, dan tes hasil belajar psikomotorik. THB psikomotorik berupa keterampilan melaksanakan eksperimen.

THB dibuat mengacu pada kompetensi dasar yang ingin dicapai, dijabarkan kedalam indikator pencapaian hasil belajar dan disusun berdasarkan kisi-kisi penulisan butir soal lengkap dengan kunci jawabannya serta lembar observasi penilaian psikomotorik kinerja siswa.

THB juga dapat digunakan untuk mengukur kemampuan siswa. THB yang dikembangkan disesuaikan dengan jenjang kemampuan kognitif. Untuk penskoran hasil tes, menggunakan panduan evaluasi yang memuat kunci dan pedoman penskoran setiap butir soal.

(13)

D. Keterampilan Sosial

Menurut Hargie, Saunders, & Dickson dalam Gimpel & Merrell (1998: 87) keterampilan sosial adalah kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, di mana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain (Hargie, Saunders, & Dickson dalam Gimpel & Merrell, 1998: 90). Keterampilan sosial membawa remaja untuk lebih berani berbicara, mengungkapkan setiap perasaan atau permasalahan yang dihadapi dan sekaligus menemukan penyelesaian yang adaptif, sehingga mereka tidak mencari pelarian ke hal-hal lain yang justru dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.

(14)

Mu’tadin (2006: 45) mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembangan yang

harus dikuasai remaja yang berada dalam fase perkembangan masa remaja madya dan remaja akhir adalah memiliki ketrampilan sosial (social skill) untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari. Keterampilanketerampilan sosial tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dsb. Apabila keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase tersebut maka ia akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Hal ini berarti pula bahwa sang remaja tersebut mampu mengembangkan aspek psikososial dengan maksimal.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial merupakan kemampuan seseorang untuk berani berbicara, mengungkapkan setiap perasaan atau permasalahan yang dihadapi sekaligus menemukan penyelesaian yang adaptif, memiliki tanggung jawab yang cukup tinggi dalam segala hal, penuh pertimbangan sebelum melakukan sesuatu, mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan.

Tabel 1. Dimensi umum keterampilan sosial

(15)

Kemampuan akademis (Academic)

Penyesuaian sekolah, kepedulian pada peraturan sekolah, orientasi tugas,

tanggung jawab akademis, kepatuhan di kelas, murid yang baik.

Kepatuhan (Compliance) Kerjasama secara sosial, kompetensi, cooperation-compliance.

Perilaku Asertif (Assertion) Keterampilan sosial asertif, social initiation, social activator, gutsy.

Cara memunculkan keterampilan sosial dalam pembelajaran di kelas biasanya dilakukan dengan pembentukan kelompok belajar. Dalam kelompok tersebut, mereka diajarkan keterampilan-keterampilan sosial agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, berdiskusi, dan sebagainya.

Agar terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling membantu di antara teman sekelompok untuk mencapai ketuntasan materi. Belajar belum selesai jika salah satu anggota kelompok ada yang belum menguasai materi pelajaran.

E. Keterampilan Proses Sains

(16)

Keterampilan Proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi)".

Jadi keterampilan proses sains adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. Keterampilan proses sains sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru/ mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.

Keterampilan proses mencakup keterampilan berpikir/ keterampilan intelektual yang dapat dipelajari dan dikembangkan oleh siswa melalui proses belajar mengajar dikelas, yang dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan tentang produk IPA. Keterampilan proses perlu dikembangkan untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa. Semiawan dalam Nuh (2010: 1) berpendapat bahwa terdapat empat alasan mengapa pendekatan keterampilan proses sains diterapkan dalam proses belajar mengajar sehari-hari, yaitu:

1) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada siswa,

2) Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret,

3) Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak 100%, tapi bersifat relatif,

4) Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.

(17)

pertanyaan ilmiah dengan membuat obsevasi dan melakukan eksperimen. Menurut Hess dalam Mahmuddin (2010: 3), terdapat enam langkah-langkah metode ilmiah, yaitu:

1. Mengajukan pertanyaan atau merumuskan masalah

2. Membuat latar belakang penelitian atau melakukan observasi 3. Menyusun hipotesis

4. Menguji hipotesis melalui percobaan 5. Menganalisa data dan membuat kesimpulan 6. Mengomunikasikan hasil

F. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Melalui

Integrasi Mata Pelajaran, Pengembangan Diri, dan Budaya Sekolah.

1. Prinsip dan Pendekatan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Pada prinsipnya, pengembangan budaya dan karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada.

(18)

berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial. Berikut prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

1) Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.

2) Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah; mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan pengembangan nilai-nilai melalui jalur-jalur itu:

(19)

Pengembangan nilai budaya dan karakter bangsa melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), digambarkan sebagai berikut ini.

Gambar 2. Pengembangan nilai budaya dan karakter bangsa melalui setiap mata pelajaran

3) Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan; mengandung makna bahwa materi nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa; artinya, nilai-nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, dan ketrampilan.

(20)

untuk mengembangkan nilai. Suatu hal yang selalu harus diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Konsekuensi dari prinsip ini, nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna nilai itu.

4) Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan;prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.

(21)

pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.

2. Perencanaan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor) secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum melalui hal-hal berikut ini:

1) Program Pengembangan Diri

Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah, yaitu melalui hal-hal berikut.

a. Kegiatan rutin sekolah

Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah upacara pada hari besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain) setiap hari Senin, beribadah bersama atau shalat bersama setiap dhuhur (bagi yang beragama Islam), berdoa waktu mulai dan selesai pelajaran, mengucap salam bila bertemu guru, tenaga kependidikan, atau teman.

b. Kegiatan spontan

(22)

yang lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi pada saat itu juga. Apabila guru mengetahui adanya perilaku dan sikap yang kurang baik maka pada saat itu juga guru harus melakukan koreksi sehingga peserta didik tidak akan melakukan tindakan yang tidak baik itu. Contoh kegiatan itu: membuang sampah tidak pada tempatnya, berteriak-teriak sehingga mengganggu pihak lain, berkelahi, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh.

Kegiatan spontan berlaku untuk perilaku dan sikap peserta didik yang tidak baik dan yang baik sehingga perlu dipuji, misalnya: memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi dalam olah raga atau kesenian, berani menentang atau mengkoreksi perilaku teman yang tidak terpuji.

c. Keteladanan

Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa maka guru dan tenaga kependidikan yang lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan contoh berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga kebersihan.

(23)

Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang diinginkan. Misalnya, toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi dan alat belajar ditempatkan teratur.

2) Pengintegrasian dalam mata pelajaran

Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini:

a. Mengkaji Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya;

b. Memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan;

c. Mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam silabus;

d. Mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP; e. Mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang

(24)

f. Memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku.

3. Pengembangan Proses Pembelajaran

Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa menggunakan pendekatan proses belajar peserta didik secara aktif dan berpusat pada anak; dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah, dan masyarakat.

1. Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca dapat melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai-nilai itu.

(25)

dimasukkan ke dalam program sekolah adalah lomba vocal group antarkelas tentang lagu-lagu bertema cinta tanah air, pagelaran seni, lomba pidato bertema budaya dan karakter bangsa, pagelaran bertema budaya dan karakter bangsa, lomba olah raga antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa, pameran foto hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa, lomba membuat tulisan, lomba mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan dengan budaya dan karakter bangsa, mengundang berbagai narasumber untuk berdiskusi, gelar wicara, atau berceramah yang berhubungan dengan budaya dan karakter bangsa.

3. Luar sekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang diikuti oleh seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang sekolah sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya, kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan pengabdian masyarakat untuk menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial (membantu mereka yang tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau membersihkan tempat-tempat umum, membantu membersihkan atau mengatur barang di tempat ibadah tertentu).

4. Penilaian Hasil Belajar

(26)

mengamati (melalui berbagai cara) apakah yang dikatakan seorang peserta didik itu jujur mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara lisan tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi dari perasaan yang tidak berbeda dengan perasaan umum teman sekelasnya sampai bahkan kepada yang bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya.

Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap saat guru berada di kelas atau di sekolah. Model anecdotal record (catatan yang dibuat guru ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu dapat digunakan guru. Selain itu, guru dapat pula memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau kejadian yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan nilai yang dimilikinya. Sebagai contoh, peserta didik dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya menolong pemalas, memberikan bantuan terhadap orang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kontroversial sampai kepada hal yang dapat mengundang konflik pada dirinya.

Dari hasil pengamatan, catatan anekdotal, tugas, laporan, dan sebagainya, guru dapat memberikan kesimpulan atau pertimbangan tentang pencapaian suatu indikator atau bahkan suatu nilai. Kesimpulan atau pertimbangan itu dapat dinyatakan dalam pernyataan kualitatif sebagai berikut ini.

(27)

MT: Mulai Terlihat (apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten).

MB: Mulai Berkembang (apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten). MK: Membudaya (apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku

yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten).

Pernyataan kualitatif di atas dapat digunakan ketika guru melakukan asesmen pada setiap kegiatan belajar sehingga guru memperoleh profile peserta didik dalam satu semester tentang nilai terkait (jujur, kerja keras, peduli, cerdas, dan sebagainya). Guru dapat pula menggunakan BT, MT, MB atau MK tersebut dalam rapor.

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Cartledge, G. & Millburn, J. F. (1995). Teaching Social Skills to Children & Youth. Innovative Aproach, 3rd ed. Massachussets: Allyn & Bacon.

Depdiknas. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Depdiknas RI. Jakarta.

Dahlan, Ahmad. 2010. Keterampilan Proses Sains. [Online] tersedia: https://www.eurekapendidikan.com/2014/10/keterampilan-proses-sains.html. 03/11/2010. 21:27 WIB.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Dwiyogo, Wasis D. 1999. Pelatihan dan Lokakarya Nasional Angkatan I

Metodelogi Penelitian Pengembangan 2001(Pengembangan Model Strategi Pembelajaran pada Kelas Unggulan Sekolah Dasar di Jawa Timur).

Universitas Negeri Malang. Malang.

Edukasi, Wawasan. 2010. Pengertian Kurikulum, Fungsi dan Landasan Pengembangan Kurikulum. [Online] tersedia: http://wawasan-edukasi.web.id/2017/10/kurikulum.html. 16/10/2011. 00:35 WIB.

Gimpel, G.A. & Merrell, K.W. (1998). Social Skill of Children and Adolescents: Conceptualization, Assessment, Treatment. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publisher. [On line] tersedia: http://www.questia.com/PM.qst?a =o&d=27773641. 16/10/2011. 00:35 WIB.

Ibrahim, M., dan Nur, M. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. University Press. Surabaya.

Johnson, D. & Johnson, R. (1999). Learning Together and Alone: Cooperative, Competitive, and Individualistic Learning. Boston: Allyn & Bacon. Kemendiknas. 2010. Bahan Pelatihan: Penguatan Metodologi Pembelajaran

Berdasarkan Nilai-nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Kemendiknas RI. Jakarta

L’abate, Luciano & Milan, Michael A. (1985). Handbook Of Social Skill Training And Research. New York: John Wiley dan Sons, Inc.

(29)

Majid, Abdul. 2007. Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. PT. Remaja Rosdakarya Offset. Bandung.

Mulyasa, E. 2009. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Muqarrobin, Firdaus. 2010. Definisi dan Pengertian Belajar Menurut Para Ahli. [Online] tersedia: http://wawasan-edukasi.web.id/2015/06/definisi-belajar-menurut-para-ahli.html. 16/10/2011. 00:36 WIB.

Mu’tadin, Z. 2002. Mengembangkan Ketrampilan Sosial Pada Remaja. [On line] tersedia: http://www.epsikologi.com/remaja/htm. 16/10/2011. 00:36 WIB. Nuh, Usep. 2010. Fisika SMA Online: Keterampilan Proses Sains. [On line]

tersedia: http://fisikasma-online.blogspot.com. 03/11/2010. 21:27 WIB. Nurohman, Sabar. 2010. Penerapan Seven Jump Method (SJM) Sebagai Upaya

Peningkatan Keterampilan Proses Sains Mahasiswa. Yogyakarta: FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis. Kencana. Jakarta. Sadiman, Arief S. 2008. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan

Pemanfaatannya. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Penerbit Alfabeta. Bandung.

Suyanto, Eko. 2009. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 2009: Pengembangan Contoh Lembar Kerja Fisika Siswa dengan Latar

Penuntasan Bekal Awal Ajar Tugas Studi Pustaka dan Keterampilan Proses Untuk SMA Negeri 3 Bandarlampung. Universitas Lampung. Lampung Tasmara, Toto. 2001. Kecerdasan Ruhani. Gema Insani. Jakarta.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kencana. Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Dimensi umum keterampilan sosial
Gambar 1. Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa
Gambar 2. Pengembangan nilai budaya dan karakter bangsa melalui setiap

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki (1) Pengaruh pemanasan bahan bakar pertalite di dalam pipa bersirip radial melalui upper tank radiator; (2) Pengaruh penambahan

Menurut Assauri (1999:4) mendefinisikan pemasaran: “Sebagai usaha menyediakan dan menyampaikan barang dan jasa yang tepat kepada orang-orang yang tepat pada tempat dan waktu

Imbalan dari fasilitasi yang baik menjadi pembuktian diri: perasaan dan kasih sayang dalam kelompok antara para peserta dan fasilitator; kualitas hasil kegiatan; penegasan

2.7.3 Menyelesaikan masalah operasi asas dan operasi bergabung tambah dan tolak dalam lingkungan 10 000 melibatkan situasi harian... Dokumen Penjajaran Kurikulum 2.0 -

Hal ini artinya konsentrasi yang dapat mematikan wereng batang padi coklat (WBPC) lebih 50% adalah pada konsentrasi 50 gram/liter. Hal ini berarti dengan

Bank Pendaftaran Bagian Bagian Seleksi Calon Mahasiswa PM B Input Data Pendaftaran PMB Online Bukti Pembayaran PMB Membayar Biaya Pendaftaran Mahasiswa Baru Konfirmasi telah

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai

Peningkatan kemampuan literasi sains siswa untuk aspek kompetensi juga dapat dilihat pada Gambar 3, di mana pada gambar dijelaskan bahwa kompetensi mengidentifikasi