• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Daya Saing Usahatani Padi Organik terhadap Padi Konvensional di Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah = Competitiveness Analysis of Organic Rice Far

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Daya Saing Usahatani Padi Organik terhadap Padi Konvensional di Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah = Competitiveness Analysis of Organic Rice Far"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Teori

2.1.1 Daya Saing

Daya saing merupakan salah satu kriteria untuk menentukan keberhasilan dan pencapaian sebuah tujuan yang lebih baik oleh suatu negara dalam peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Daya saing didentifikasikan dengan masalah produktifitas, yakni dengan melihat tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Meningkatnya produktifitas ini disebabkan oleh peningkatan jumlah input fisik modal dan tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan dan peningkatan teknologi (Porter, 1990 dalam Abdullah, 2002).

Pendekatan yang sering digunakan untuk megukur daya saing dilihat dari beberapa indikator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif, Menurut Tarigan (2005). Keunggulan komparatif adalah suatu kegiatan ekonomi yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi pengembangan daerah. istilah comparative adventage (keunggulan komparatif) mula-mula dikemukakan oleh David Ricardo (1917) sewaktu membahas perdagangan antara dua negara. Dalam teori tersebut, Ricardo membuktikan bahwa apabila ada dua negara saling berdagang dan masing-masing negara mengkonsentrasikan diri untuk mengekspor barang yang bagi negara tersebut memiliki keunggulan yang komperatif maka kedua negara tersebut akan beruntung. Ternyata ide tersebut bukan saja bermanfaat dalam perdagangan internasional tetapi juga sangat penting di perhatikan dalam ekonomi regional.

(2)

diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang.

2.1.2. Konsep Daya Saing

Konsep daya saing daerah berkembang dari konsep daya saing yang digunakan untuk perusahaan dan negara. Selanjutnya konsep tersebut di kembangkan untuk tingkat negara sebagai daya saing global, khususnya melalui lembaga World Economic Forum (Global Comvetitiveness Report) dan International Institute for management Development (World Competitiveness Yearbook). Daya saing ekonomi suatu negara seringkali merupakan cerminan dari daya siang ekonomi daerah secara keseluruhan. Disamping itu, dengan adanya tren desentralisasi, maka makin kuat kebutuhan untuk mengetahui daya saing pada tingkat daerah (PPSK BI, 2008).

Michael Porter (1990) menyatakan bahwa konsep daya saing yang dapat diterapkan pada level nasional adalah “produktifitas” yang didefinisikannya sebagai nilai output yang dihasilkan oleh seorang tenaga kerja. Bank dunia menyatakan hal yang relatif sama di mana “daya saing mengacu kepada besaran serta laju perubahan nilai tambah per unit input yang dicapai oleh perusahaan”. Akan tetapi, baik Bank Dunia, Porter, serta literatur-literatur lain mengenai daya saing nasional memandang bahwa daya saing tidak secara sempit mencakup hanya sebatas tingkat efisiensi suatu perusahaan. Daya saing mencakup aspek yang lebih luas, tidak berkutat hanya pada level mikro perusahaan, tetapi juga mencakup aspek diluar perusahaan seperti iklim berusaha yang jelas diluar kendali perusahaan (Abdullahdkk,2002). Secara lebih rinci, Porter mendefinisikan daya saing nasional sebagai : “luaran dari kemampuan suatu negara untuk berinovasi dalam rangka mencapai, atau mempertahankan posisi yang menguntungkan dibandingkan dengan negara lain dalam sejumlah sektor-sektor kuncinya”.

(3)

yang memenuhi uji pasar internasional sementara secara simultan melakukan perluasan pendapatan riel dari para warga negaranya. Kemampuan bersaing pada tingkat nasional didasarkan pada kinerja produktifitas superior” (Cho, 2003 dalam Millah, 2013).

World Economic Forum (WEF), suatu lembaga yang menerbitkan “Global Competitiveness Report” mendefenisikan daya saing nasional secara lebih luas maknaya dengan kalimat yang sangat sederhana. WEF mendefenisikan daya saing nasional sebagai “kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan”. Fokusnya adalah pada kebijakan-kebijakan yang tepat, institusi-institusi yang sesuai, serta karakteristik-karakteristik ekonomi lain yang mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan (Abdullah, 2002).

Lembaga lain seperti yang dikenal luas seperti Institute of Management Development (IMD) dalam buku “Daya Saing Daerah” Abdullah (2002) dengan publikasinya “World Competitiveness Yearbook”, secara lengkap mendefenisikan daya saing nasional sebagai “ kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambah dalam rangka menambah kekayaan nasional dengan cara mengelola aset dan proses, daya tarik dan agresivitas, globality dan proximity, serta dengan mengintegrasikan hubungan-hubungan tersebut kedakam suatu model ekonomi dan sosial”. Dengan arti bahwa daya saing nasional adalah suatu konsep yang mengukur dan membandingkan seberapa baik suatu negara dalam menyediakan suatu iklim tertentu yang kondusif untuk mempertahankan daya saing domestik maupun global kepada perusahaan-perusahaan yang berada di wilayahnya.

(4)

2.1.3.Kelayakan Usahatani

Umar, (2005) menyatakansebelum melakukan pengembangan usaha hendaknya dilakukan suatu kajian untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan itu layak atau tidak layak. Apek yang perlu dikaji adalah aspek financial (keuangan ) dan pasar (bagaimana permintaan dan harga atas produksi yang dihasilkan). Jika aspek ini jelas, maka prospek ke depan untuk usaha juga jelas, demikian juga sebaliknya.Usahatani dikatakan menguntungkan atau layak diusahakan apabila analisis ekonomi menunjukkanhasil layak.

Menurut Sunarjono, (2000) usahatani menguntungkan atau layak diusahakan bila analisis ekonomi menunjukkan hasil layak. Adapun analisis kelayakan yang digunakan untuk menilai kelayakan usaha adalah :

2.1.3.1. Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)

Return Cost Ratio (R/C Rasio) merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya (Soekartawi, 1995 dalam Wulandari, 2011). Analisis R/C rasio digunakan untuk menunjukkan jumlah penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani dari setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani tersebut, semakin besar nilai R/C maka semakin besar pula penerimaan usahatani yang akan diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan atau usahatani tersebut layak untuk diusahakan.

(5)

2.1.3.2. Break Even Point (BEP)/ Titik Impas

1. Pengertian Break Even Point (BEP) / Titik Impas

Break Even Point (BEP) adalah suatu tehnik atau cara yang digunakan oleh pihak manajemen perusahaan dalam mencari volume penjualan yang harus dicapai agar tidak mengalami rugi dan tidak berlaba. Ada beberapa pengertian yang telah dikemukakan oleh para ahli mengenai arti sebenarnya dari break even point tersebut diantaranya adalah :

a. Break Even Point adalah titik dimana total pendapatan sama dengan total pengeluaran atau biaya, titik dimana laba sama dengan nol “Mowen (2006). b. Break Even Point adalah volume penjualan dimana pendapatan dan jumlah

bebannya sama, tidak terdapat laba maupun rugi bersih “Horngren (2005). c. Break Even Point adalah tingkat penjualan dimana laba sama dengan nol,

atau total penjualan sama dengan total beban atau titik dimana total margin kontribusi sama dengan total beban tetap “Garrison (2006).

d. Break Even Point adalah suatu keadaan dimana perusahaan yang pendapatan penjualannya sama dengan total jumlah biayanya atau besarnya kontribusi margin, sama dengan total biaya tetap, dengan kata lain perusahaan ini tidak untung dan tidak rugi (Bustam, 2006).

(6)

dengan sedemikian rupa sesuai dengan laba yang dikehendaki, (3) meningkatkan volume kegiatan semaksimal mungkin.

2. Kegunaan Analisis Break Even Point

Break Even Point sebelumnya telah dikemukakan bahwa analisa Break Even Point adalah suatu cara atau tehnik untuk mengetahui hubungan antara penjualan, produksi, harga jual, biaya yang terjadi dan laba perusahaan, dengan adanya informasi diatas maka teknik titik impas dapat digunakan untuk menetapkan sasaran dan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam prosesn perencanaan anggaran. Hal tersebut sangat penting bagi pimpinan perusahaan untuk mengetahui pada tingkat produksi berapa jumlah biaya akan sama dengan jumlah penjualan, sehingga memudahkan bagi pimpinan untuk mengambil kebijaksanaan.

Adapun manfaat Break Even Point menurut Carter (2006) adalah sebagai berikut : (1) Membantu memberikan informasi maupun pedoman kepada manajemen dalam memecahkan masalah-masalah lain yang dihadapinya, misalnya masalah penambahan atau penggantian fasilitas pabrik atau investasi dalam aktiva tetap lainnya, (2) membantu manajemen dalam mengambil keputusana menutup usaha atau tidak serta memberikan informasi kapan sebaiknya usaha tersebut diberhentikan/ditutup.

(7)

3. Asumsi Break Event Point (BEP)

Kesulitan atau kemudahan didalam menggunakan break even poin bergantung pada konsep-konsep yang mendasari atau asumsi yang digunakan. Oleh sebab itu banyak asumsi yang apabila digunakan tetapi tidak sesuai dengan kenyataan maka akan menimubulkan banyak kelemahan dalam penerapan break even pointnya. Konsep atau asumsi dasar yang digunakan pada umumnya dalam analisa break even point adalah sebagai berikut :

Menurut Carter (2006) penerapan break even point didasarkan pada asumsi-asumsi berikut :

1. Biaya dikelompokkan berdsarkan perilaku biaya dalam kaitannya dari volume produksi, yaitu biaya tetap dan biaya variabel.

2. Harga jual per satuan produk adalah tetap pada berbagai tingkat kegiatan dalam periode yang bersangkutan hingga grafik total penerimaan (total revenue) berbentuk garis lurus.

3. Biaya variabel per unit adalah tetap untuk tiap produk yang diproduksi, dijual pada periode yang bersangkutan.

4. Total biaya tetap adalah konstan dalam batas kepastian tertentu dan dalam periode yang bersangkutan.

5. Bauran penjualan akan tetap konstan, efisien dan produktifitas tidak berubah. 6. Kapasitas produksi yang dimiliki perusahaan relatif konstan serta semua

barang yang diproduksi terjual pada periode yang bersangkutan.

(8)

2.2. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu diantaranya yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu mengenai Daya Saing

No Judul dan

Titik impas produktifitas menunjukkan bahwa kedelai secara financiallayak untuk diusahakan dengan prasyaratan apabila bersaing dengan tanaman padi maka produktifitas kedelai minimal harus mencapai1.792-1.888 kg/ha, sedangkan dengan tanaman jagung,produktifitas minimal mencapai 1.716-1.837 kg/ha.

Tingkat harga kedelai minimal agar dapat bersaing harus berada pada Rp 4.515,- Rp 4.929,-terhadap padi dan Rp4.393,-/kg sampai rendah dibandingkan dengan tanaman pesaingnya, tetapi di Jawa Timur kedelai lebih unggul terhadap kacang tanah.

2. Kedelai mempunyai daya saing dengan tanaman pangan lainnya apabila produktifitas atau harganya lebih tinggi. Apabila harga kedelai internasional diatas US$500/ton seharusnya harga kedelai produksi dalam negeri Rp7.400/kg agar kompetitif terhadap komoditas pesaing. 3. Keunggulan komparatif mencerminkan

keunggulan komoditas antar daerah,dimana usahatani kedelai di Jawa Timur lebih menguntungkan daripada di Jawa Tengah.Di JawaTimur biaya perunit lebih rendah dibanding Jawa Tengah, denganR/C ratio lebih besar.Faktor determinan penentu dalam memilih usahatani kedelai dibanding tanaman pangan lainnya adalah: harga tinggi ,perawatan tanaman mudah, pemasaran mudah, ketersediaan benih dan adanya bantuan benih

1. Usahatani padi Kabupaten Cilacap serta usahatani jagung Kabupaten Grobogan memiliki daya saing keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Sedangkan usahatani kedelai KabupatenGrobogan hanya memiliki daya saing keunggulan kompetitif.

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu mengenai Daya Saing

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian tindakan kelas (PTK) yang telah dilaksanakan pada prasiklus, siklus I dan siklus II, dapat disimpulkan bahwa penerapan model

Didalam menyelesaikan kasus-kasus pada flow shop dengan 2 stasiun kerja ini, langkah pertama yang dilakukan adalah dengan menentukan stasiun kerja yang menjadi bottleneck dari

Penelitian ini dilaksanakan pada kelas IV SD Negeri 10 Pontianak Utara. Pada kelas ini diberikan perlakuan pembelajaran khusus dengan menggunakan media teropong pecahan

Dengan mengesampingkan kepercayaan … preferensi … tradisi … logika melalui analogi … kesepakatan melalui pemikiran yang seksama, saya benar-benar mengetahui

9 kasmaran kanggo nuduhake tembang Asmaradana. Tembung megat kanggo nuduhake tembang Megatruh. Tembung pungkur kanggo nuduhake tembang tembang Pangkur. Tembung anom kanggo

menghubungkan multimeter (jika digunakan sebagai ammeter) ke sumber tegangan. Hal ini akan merusak alat ukur. Gunakan ammeter secara SERI dengan rangkaian yang

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan hasil seberapa besar pengaruh penambahan fly ash pada tanah lempung ekspansif terhadap nilai kuat

Sebuah survei tahunan CyberSource Corp yang dirilis pada tahun 2006 peringkat Indonesia sebagai negara yang paling berisiko ketiga di dunia untuk transaksi online,