• Tidak ada hasil yang ditemukan

07 MODUL Level 3 MODEL PEMBELAJARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "07 MODUL Level 3 MODEL PEMBELAJARAN"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

SERI PENGEMBANGAN DIRI

PUSAT PENGEMBANGAN TENAGA KEPENDIDIKAN

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

(2)

BAHAN PEMBELAJARAN UTAMA

PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN TINGKAT 3 UNTUK KEPALA SEKOLAH DASAR

(3)
(4)

DAFTAR I

Kegiatan 3. Berpikir Kritis tentang Pendekatan, Strategi, Metode, Taktik, Teknik, dan Model Pembelajaran...3

Kegiatan 4. Analisis dan Pembuatan RPP...19

Sub-Topik 1.2. Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Untuk Meningkatkan Kualitas Proses Pembelajaran...34

Kegiatan 1. Berpikir Reflektif...34

Kegiatan 2. Berpikir Kritis tentang Cakupan dan Manfaat Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran...35

Kegiatan 3. Berpikir Kritis tentang Faktor Pendukung dan Penghambat Penggunaan TIK di Sekolah... 42

Kegiatan 4. Studi Kasus tentang Penggunaan Media Cetak, Radio dan Televisi...45

Kegiatan 5. Berpikir Kritis tentang Penggunaan Komputer dan Internet...46

Kegiatan 6. Pemetaan Pemanfaatan TIK dalam Pembelajaran...51

(5)

Sub-Topik 2.2. Keterampilan Fasilitasi/Mentoring...97

Rencana Tindak Lanjut – PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN...117

REFLEKSI PEMBELAJARAN IN SERVICE LEARNING 1...118

KESIMPULAN...120

KEGIATAN ON THE JOB LEARNING...121

Pengantar... 121

Sub-Topik 1.3. Pemanfaatan sumberdaya sekolah dan masyarakat sebagai sumber belajar...122

(6)

setiap kegiatan dapat ditambahkan dengan kata “diskusi kelompok untuk” di depan kata “berpikir”.

 Diskusi kelompok dapat dilaksanakan dengan berbagai macam teknik dan taktik seperti yang dicontohkan pada Sub-Topik 1 Kegiatan 9.

 Jika penggunaan video pada beberapa kegiatan tidak disetujui maka tayangan tersebut akan diganti dengan narasi.

(7)

GAMBARAN UMUM BAHAN PEMBELAJARAN UTAMA (BPU)

Bahan Pembelajaran Utama (BPU) adalah salah satu bagian dari serangkaian Unit Pembelajaran dalam membentuk Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Kepala Sekolah. Program ini bertujuan untuk mengembangkan kompetensi kepala sekolah di bidang-bidang utama dari tugas seorang kepala sekolah. Secara keseluruhan, ada sebelas Unit Pembelajaran Utama.

(8)

PENJELASAN UMUM MODEL PEMBELAJARAN

Pengantar

Kualitas pembelajaran yang terjadi di sekolah merupakan pusat perhatian dalam kegiatan pendidikan. Dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah, seorang kepala sekolah harus memiliki dimensi kompetensi manajerial terkait dengan kemampuan mengelola: (2.4) Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif (2.5) Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik, (2.7) Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal, (2.8) Mengelola hubungan sekolah atau madrasah dan masyarakat dalam rangka dukungan, ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah, (2.10) Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional. (2.15) Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah..

Keenam kompetensi tersebut penting dimiliki oleh seorang kepala sekolah, agar seorang kepala sekolah dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dapat memberdayakan semua komponen sekolah, terutama dalam memberikan layanan pembelajaran secara optimal untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar peserta didik.

Melalui topik yang akan dipelajari dalam bahan pembelajaran utama ini, Saudara akan diajak untuk memahami lebih lanjut tentang bagaimana Kepala Sekolah mampu mengembangkan kompetensi manajerial yang dimiliki secara optimal dan maksimal, sekaligus mampu meningkatkan kualitas kinerja sekolah dimana Saudara bertugas dalam rangka pencapaian kualitas pendidikan secara umum.

(9)

IN-1, Saudara akan mendapatkan gambaran dan bekal pemahaman yang cukup terkait dengan keenam kompetensi tersebut di atas.

Pada tahap ON Saudara mendapat kesempatan untuk melakukan praktik langsung di sekolah tempat Saudara bertugas atau di sekolah lain. Pada tahap IN-2 Saudara diharuskan memberikan laporan proses dan hasil kegiatan selama ON, yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam mengevaluasi dan menyempurnakan layanan pembelajaran di tempat Saudara bertugas.

Target Kompetensi

Menunjukkan keahlian dalam mendesiminasikan kemampuan mengadaptasi/ memodifikasi model pembelajaran yang memanfaatkan sumberdaya sekolah dan masyarakat secara optimal seiring kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

Hasil Yang Diharapkan

Setelah mempelajari Bahan Pembelajaran Utama ini, diharapkan kepala sekolah telah mampu

1. Mengadaptasi/memodifikasi model pembelajaran yang memanfaatkan sumberdaya sekolah dan masyarakat secara optimal seiring kemajuan teknologi informasi dan komunikasi

2. Mendesiminasikan kemampuan mengadaptasi/ memodifikasi model pembelajaran.

Organisasi Pembelajaran (Kegiatan Pembelajaran/Lingkup Pembelajaran)

Bahan pembelajaran utama ini dapat digunakan kepala sekolah untuk mengikuti PKB sebagai acuan dalam mengembangkan model-model pembelajaran yang memanfaatkan sumber daya sekolah dan masyarakat seoptimal mungkin seiring dan sejalan dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

(10)

pendidik dan tenaga kependidikan, maupun kepada para pihak yang memerlukan layanan pengembangan model-model pembelajaran.

Isi Bahan Pembelajaran

No Topik Fokus Topik In-1 On In-2

1 Adaptasi/ komunikasi untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran

 Penulisan bahan desiminasi 3 15 1

Strategi Pembelajaran

(11)

Secara lebih rinci tugas-tugas ini akan dijelaskan pada kegiatan pembelajaran masing-masing topik. Adapun tugas-tugas yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Hasil (Model) Adaptasi/Modifikasi Model Pembelajaran

a. Rancangan model pembelajaran.

b. Rancangan model penggunaan ICT dalam pembelajaran

c. Rancangan model penggunaan sumber daya sekolah dan masyarakat dalam pembelajaran

d. Rancangan pengelolaan pembelajaran

2. Model Deseminasi Adaptasi Model Pembelajaran

Refleksi Pembelajaran

(12)

KEGIATAN IN SERVICE LEARNING 1

Pengantar

Pada kegiatan in service learning 1 ini Saudara dapat menggali berbagai pengetahuan dan wawasan tentang mendiseminasikan kemampuan mengadaptasi/ memodifikasi model pembelajaran, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran, pemanfaatan sumberdaya sekolah dan masyarakat sebagai sumber belajar. pengorganisasi pembelajaran.

Untuk membantu Saudara dalam memahami BPU Pengembangan Model Pembelajaran dibagi ke dalam 2 topik dan 7 sub-topik di atas, maka pada kegiatan IN-1 dikembangkan berbagai kegiatan pembelajaran seperti berfikir reflektif, berpikir kritis, studi kasus, diskusi, melihat tayangan video dll. Agar kegiatan tersebut dapat dilaksanakan pastikan Saudara memahami semua uraian kegiatan berikut ini:

Hasil yang diharapkan

Setelah mempelajari Bahan Pembelajaran Utama ini, diharapkan kepala sekolah telah mampu mengadaptasi/memodifikasi model pembelajaran yang memanfaatkan sumberdaya sekolah dan masyarakat secara optimal seiring kemajuan teknologi informasi dan komunikasi

Organisasi Pembelajaran

(13)

TOPIK 1. ADAPTASI/MODIFIKASI MODEL PEMBELAJARAN

Pada tahap awal dalam mempelajari Sub-Topik tentang Model-Model Pembelajaran, Saudara sebaiknya menjawab beberapa pertanyaan berikut ini:

1. Apa yang Saudara perlukan untuk dapat menjadi pemimpin pembelajaran di Walaupun tidak ada fasilitator/mentor yang akan mengevaluasi, namun ada baiknya Saudara menjawab dengan sungguh-sungguh dengan menggunakan pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman maupun referensi yang pernah diperoleh sebelumnya. Kesungguhan Saudara akan mempermudah penyelesaian tugas-tugas pada kegiatan selanjutnya sehubungan dengan fungsi refleksi sebagai landasan proses pembelajaran untuk kepala sekolah dengan kompetensi level/ tingkat 3

(14)

Lecturing Problem-solving

Berdasarkan pada jawaban secara individual, diskusikan beberapa pertanyaan berikut ini:

1. Model apa yang paling umum digunakan?

2. Mengapa model tersebut yang paling umum digunakan?

3. Seberapa efektif model tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Setelah diskusi selesai, Saudara akan melihat beberapa tayangan pembelajaran. Amati tayangan tersebut untuk menjawab pertanyaan berikut ini:

1. Apa pendekatan, strategi, metode, taktik, teknik, dan model pembelajaran yang digunakan oleh guru tersebut?

2. Berdasarkan pada pengalaman Saudara, apa perbedaan dengan pendekatan, strategi, metode, taktik, teknik, dan model pembelajaran apa yang biasanya digunakan?

Jawaban pertanyaan tidak perlu dituliskan secara individual melainkan cukup dengan melakukan brainstorming atau diskusi dalam kelompok besar.

Kegiatan 3. Berpikir Kritis tentang Pendekatan, Strategi, Metode, Taktik, Teknik, dan Model Pembelajaran

Durasi : 1 JP (45 menit ()

Media : Kotak Informasi 1. Pendekatan Pembelajaran Deskripsi

(15)

some of the broader cat- egories of approaches to instruction, from the tra-ditional use of direct (transmission/transference) instruction to guided instruction and authentic (transformational) instruction and, finally, individu-alized instruction (which may include a combina- tion of approaches).

Direct instruction has historically been the most preva- lent approach to instruction within many schools. Direct instruction—the transference of ideas and skills from teacher to student—is often exemplified by the lecture method. Johann Freidrich Herbart (1776-1841) codified the method into five discrete steps of instruction still used today: (1) preparation or motivation of students for the information about to be transferred; (2) presentation or summary of what this information to be transferred is; (3) association of thisnew information to the knowledge assumed previously known by the students; (4) generalization of ideas, rules, principles to be learned through this instruc- tion; and (5) application of these ideas to specific in- stances (Ornstein and Hunkins 1998). In a lecture or recitation, the teacher addresses a group of students with a prepared script of informa- tion to be transferred. This is typically a passive form of learning by the students. The teacher transmits the information and the student receives it. Because of the lack of interaction between the teacher and students, lectures are regarded as one of the more economical forms of teaching and knowledge trans- fer. Lectures require only one teacher and can in- clude an audience of students numbering several hundred. The onus is on the students to absorb what the teacher is transmitting.

(16)

are controlled by the teacher. the experiences of the students. With traditional direct instruction, the teacher is not expecting the students to create anything new other than to be adapting their own schemas to this new information.

As an example of the presentation strategy, imagine a fifth grade social studies lesson introducing the concept of global exploration. A teacher may intro- duce the concept by talking to the students about different explorations they may have been involved in personally—exploring a museum or their back- yards, for example. They might then connect these new ideas to what was most recently tailored to what they have been learning and their personal frames of reference, but it is still essentially a teacher-centered strategy with little activity by the students. This is a presentation of information to be transferred from teacher to student.

(17)

experiment or showing how to add mixed numbers. The students watch the student independent prac- tice for reinforcement of the new information will be included. This practice could include traditional means such as completing worksheets or workbook pages, but may also include more authentic forms of using the knowledge just acquired. The idea is to process the information that was transmitted so that it can be replicated and recalled as necessary.

Direct instruction plays an important role in many classrooms, helping to

While direct instruction is a teacher-centered approach, guided instruction asks both the teacher and student to take an active role in the learning process. The teacher is still for the most part in control of the teaching, while the student participates as the teacher leads. With di- rect instruction students are asked to process much of the learning on their own. In guided instruction the teacher scaffolds the learning to the students’ levels, supporting and guiding them to higher levels.

(18)

information into their schemas of what they have previously understood. science class where students are exploring the principles of bridge build- ing. The teacher will set the stage with the materials, ask each student to think about what they already know about the concepts, experiences, and knowl- edge they may have of bridges, and then talk them through what is happening as they try different ap- proaches. In this situation, the teacher guides the stu- dent by establishing the experience and helping to provide direction and make analytical connections— but it is the students who are making the choices within their own exploration.

Guided instruction has become very popular in reading instruction. Recognizing that students learning to develop the skills associated with reading do so at an independent rate, teachers can help by guiding this process, tailoring it to the students’ levels. They work with small groups of students on specific skills or con-cepts, helping to scaffold their learning, supporting them by supplying them with words they do not know, and selecting works that are within their skill range. The support of the teacher and fellow students helps the students move ahead in their skill attainment.

Like direct instruction, guided instruction involves some form of practice of the acquired knowledge. This practice is often group practice, where students work together through problems or ideas, discussing why certain strategies and responses are appropriate. This guided group practice could then, as with direct in- struction, be followed with independent practice.

(19)

teacher-centered, the instruction may not reflect what is considered an authentic approach to teaching. Authentic approaches to teaching are explored in the next entry.

An overview of “authentic instruction” in education can be divided into three categories: school organiza- tion to support authentic instruction, classroom orga-nization and teaching methods to actualize authentic instruction, and authentic assessment to ascertain what students learned from authentic instruction.

Before detailing each of these three categories, itis important to first define key terms—in this case, what exactly might be labeled “authentic” and “in-authentic” in terms of instructing students.

Proponents of “authentic instruction” seek to make schools a place where children learn more naturalis- tically, countering what some claim as the more per- vasive school practice of students memorizing de-contextualized facts and engaging in practices that are meaningless outside of school.

With younger children, this approach might include teachers providing students with objects and other materials to manipulate, as well as facilitating the social sustain a student’s interest or intelligence, combine multiple disciplines, or increase a student’s sense of self as a change agent outside of the school arena.

In defining authentic instruction, it is also important to note what “inauthentic” instruction might look like. Proponents of authentic instruction might make the claim that the way schools have been tradi- tionally organized has been incompatible with real life. For example, schools have historically divided curriculum into discrete subject areas, whereas out- side of school one must apply knowledge from mul- tiple disciplines simultaneously. Teachers have also traditionally measured what students have learned through tests; yet one rarely takes a test once they leave school.

(20)

exami-nation. In contrast, proponents of authentic instruc- tion would organize schools and classrooms around real-world tasks and the interests of students.

However, it is also important to note that within the larger authentic instruction philosophy of teach- ers preparing students to exist more fully in the real world, there are wide-ranging perspectives as to what the goals of authentic instruction should be. Some approaches to authentic instruction focus more on developing a sense of community, caring, and ethics; others on service learning and community action; while still others are more explicitly geared toward learning for the workplace.

There are a variety of ways that schools around the world have been organized to support authentic instruc- tion at both the elementary and secondary levels. One of the earliest iterations of authentic instruction in formalized schooling is the “Montessori Method” developed by Maria Montessori, who opened her first “Child House” school in Italy in 1907. Montessori schools are for preschool and elementary school children, and operate under the as- sumption that teachers should help students discover and develop their unique and individual talents.

The Montessori philosophy claims that what chil- dren need to develop is the ability to think and reason humanely rather than the capacity to memorize facts. To this end, Montessori schools are structured to more authentically match the world of a child’s developing imagination rather than false impositions from the adult world. Someone observing a Montessori class- room might witness children walking around freely, choosing objects to work with, and learning by doing in the physical world. Teachers employ an integrated approach to the curriculum, and call students together for “lessons” based on actual student need rather than a preset bell schedule. In approaching Montessori in- struction, teachers focus on individual children, and seek to motivate students to love learning rather than achieve a grade. The overall school environment is set up for focused discovery.

(21)

knowledge. Dewey believed that “thinking is doing,” and many child-centered schools throughout America are or- ganized so that children can work with materials and inquire how things can be created in the world. This type of school organization embodies the authentic ways that children might learn and do outside of school. More recent theorists on learning, like Howard Gardner (1983), have illustrated how this constructivist approach to learning is consistent with brain research and the development of an individual’s multiple intelligences. Some schools, such as The Key School in Indianapolis, Indiana, have organized their entire curriculum around students discovering and developing their multiple intelligences through pur- suing theme-based projects.

At the secondary level, in concert with efforts since the 1980s to break down large comprehensive schools into smaller, themed schools, there has been a move-ment to make learning more authentic. To this end, a variety of ways to reorganize secondary schools has emerged. For example, some schools (like Cen- tral Park East Secondary School [CPESS] of Sizer’s Coalition of Essential Schools in New York [CES]) have reorganized time to support authentic instruc-tion. CPESS has students engage in areas of learning for “blocks” of time rather than discrete 40–50 minute periods. The idea is that block scheduling allows for in-depth inquiry and sustained efforts to- wards a goal, and thus, is more in line with how one would operate in the world. This allows teachers to focus on students’ intellectual and social develop- ment, as well as on embedding “habits of mind” in inquiry into subject matter. At CPESS, student learn- ing culminates in a Senior Institute where students graduate high school via an elaborate portfolio pro- cess. CES schools emphasize depth over coverage, theorizing that such attentive inquiry is more authen- tic and lifelike.

(22)

As previously stated, learning that is organized around authentic instruction may not take place in traditional classroom settings, or may do so for only part of the student’s educational experience. In instances where teachers and students interact in more traditional classroom settings, there are a variety of ways that teachers may approach instruction to make it more authentic.

One umbrella approach to authentic instruction is Project Based Learning (PBL). Teachers using a PBL approach to instruction might teach thematically (e.g., a science teacher might use the theme of “Connect- edness” for a particular unit). During the unit, the teacher would mix direct instruction with student inquiry, gradually moving from the former to the lat- ter. Using the example of the field of science and the theme of Connectedness, students over time would choose a question or area to investigate (e.g., How do city population shifts impact air quality?). Stu- dents would then do more in-depth independent re- search into their area of inquiry, using skills and scientific thinking emphasized and modeled by the teacher. The project may culminate in different lev- els of “authenticity”: (1) Students may present what they learned and concluded to their peers; (2) Stu- dents may present what they learned and concluded to government officials, environmentalists, or in some other public forum; and (3) Students may use what they learned to try to impact environmental policy and practice. Also, students might use multiple meth- ods in presenting what they ultimately learned (or did), drawing from their multiple intelligences.

(23)

more of a coach, fa- cilitator, or guide. The student is no longer learning the material to impress the teacher; the teacher is helping the student inquire and learn for particular purposes that have real-life applications. In actualiz- ing this role, teachers might have individual confer- ences with students, develop individual learning plans in consultation with parents, serve as a sounding board for ideas, as an advisor, and as a general re- source. The teacher also might become a liaison with the community, arranging internships and service- learning opportunities.

One issue that arises for teachers using authentic instruction is assessment. Once teachers move away from multiple-choice tests and summative essays to inquiry projects set in “the real world,” questions of quality emerge. How do you ensure that the students are learning? Issues of authentic assessment are dis-cussed next.

In contrast with traditional measures of assessments (multiple-choice tests or essay exams), authentic as- sessments in schools seek to model the way individu-als might be assessed outside of school. Rather than taking a timed test, a student being assessed authen- tically might have several weeks to explore a topic, cull together what they learned, and present their work by a deadline. The presentation could be in written form, in a mixed-media portfolio, or through a multimedia exhibition, or some combination of all three.

Although these forms of exhibiting knowledge maybe more authentic than a test, even within these modes of instruction teachers need to assess students. Whether this is done by grades or through narra- tives, projects, and presentations, there is still a need for some standard of judgment so that students, teach- ers, and parents can know what constitutes good work, and so that other institutions can know what an individual student has achieved.

(24)

“Exceeds Expectations,” “Meets Ex- pectations,” “Approaches Expectations,” “Is Not Yet Ready”). Levels of proficiency from the rubric as- sessment may or may not be translated into a num- ber/letter grade, depending on the requirements of the teacher’s school and state.

Though widely used, it is important to note that rubrics are not the only way to assess learning from authentic instruction. For example, some schools and teachers use narrative description of student work and progress, either in combination with rubrics, or as the primary system of feedback and assessment.

While different levels of authentic instruction are now widely practiced, there are also challenges to the viability of this type of approach to teaching and learning. One challenge comes from within teachers themselves, as teachers who have not ex- perienced such teaching in their own schooling of- ten have difficulties manifesting authentic instruction philosophies, especially without ongo- ing support. Moreover, schools (particularly second- ary schools) have traditionally been organized around “control” of students, whereas authentic instruction involves allowing students to control, to varying degrees, the pacing, scope, and sequence of their learning.

(25)

sometimes receiving waivers on tests that other schools must adhere to so that their stu- dents and teachers can have more curricular choice and control. As schools become increasingly market-driven, some argue that authentic instruction is still avail- able where there is a demand through such avenues as charter and private schools. Others, however, claim that the widespread embracing of high-stakes testing by public schools has led to minimal levels of rel- evant thinking, reading, and writing for most stu- dents (King and O’Brien 2002). As public school students’ real-life interests are decreasingly valued in favor of a common set of standards, it is the more affluent students—through guidance and money from prosperous parents—who are able to transcend the basic school curriculum and experience “enriching real-life activities” in private (King and O’Brien 2002,44–45). If this is true, it can be argued that authentic instruction is becoming a commodity obtained mostly outside of public schooling by those who know the most about it and are able to afford.

Individualized instruction can be characterized as a learning relationship that is direct and customized. Teachers delivering individualized instruction would work to become aware of a student’s strengths, needs, and interests, and then would match curricular con- tent and instructional method to the individual learner.

Instruction focused on the individual learner can occur in a variety of educational settings. Within tra- ditional whole classrooms, a teacher might work with a student and her parents to develop an individual plan for inquiry and growth underneath an umbrella theme, topic, or sequence. Students with special learn- ing needs might receive more official individualized learning via a process commonly called an Individu- alized Education Program (IEP), sometimes receiv- ing instruction in smaller classes or with the aid of a paraprofessional. Another way instruction can be individualized is through tutoring, lessons, or appren- ticeship, where the learner works one-on-one with a more knowledgeable person to develop particular skills or habits of mind.

Although individualized instruction commonly includes the learner receiving more personalized “face time” with a teacher, there are divergences in ap-proach. For example, some individualized instruc- tion focuses on developing the learner’s strengths, while others focus on ameliorating the learner’s weaknesses.

(26)

individualized instruc- tion focused upon developing a student’s strengths has been bolstered by the concept of multiple intelligences (Gardner 1983). According to Gardner’s original theory, there are seven categories in which an indi- vidual can be intelligent (linguistic, spatial, musical, bodily-kinesthetic, logical-mathematical, interper- sonal, and intrapersonal); Gardner later amended this theory to include an eighth intelligence (naturalistic). Because traditional mass instruction has focused pri- marily on the linguistic and logical-mathematical, some educators have embraced Gardner’s theories as a way to break from the past and tailor instruction to the many ways an individual can be intelligent. Thus, in dividualized instruction guided by the concept of multiple intelligences often involves a student learn- ing unfamiliar content and skills through his or her strengths— which might include painting, composing, drama, and poetry. Within a particular domain of learn- ing, the teacher serves as a bridge, drawing from the individual’s innate intelligences to help the student learn new material.

As with programs attending to students’ individual intelligences and styles, individualized programs have also been used for those who need enrichment. These gifted and talented learners often outpace the rate of learning of their own rate. Similar programs were designed in math, where students self- checked their work and met periodically with the teacher for more formal assessments and learning conferences. These programs, and others designed by classroom teachers, aimed to differentiate curricu- lum and instruction for TAG learners to ensure that the more academically advanced were challenged and motivated to continue learning at an accelerated pace.

(27)

included in the paperwork completed at these meetings are statements of goals and objectives for student learn- ing, current performance in school, and any accom- modations that might need to be made in order for the student to improve current performance and meet future objectives. Until recently, IEPs focused mainly on student weaknesses as a result of some disability; however, more recently, student strengths have been included in the individual learning plans.

(28)

Becoming more consistent with Vygotskian social learning theory, educators began to view technol- ogy as a learning tool that students could use in collaborative and interactive situations. Computer- enhanced instruction is a term employed to describe these more collaborative uses of technology. As Means

Many forms of computer-enhanced instruction combine uses of online databases with production soft- ware and historical content. For example, students may access primary-source documents, such as journals written by members of the Oregon Trail, on a number of websites (for example, that of the Smithsonian In- stitute). Once they have accessed these Internet docu- ments, teachers might have students collaboratively study and become meaningfully engaged in historical events or those in other content areas.

By 2000, a number of exciting Internet-based science projects had already appeared. For example, through the Global Learning and Observations to Benefit the Environment (GLOBE) program, students can become involved in real scientific investigations. From the comfort of their own classroom, students can work with real scientists and take readings of local atmospheric conditions as well as measure soil and vegetation conditions.

At the turn of the millennium, however, due to economic disparity, not all of these innovations have readily found their way into classrooms. The contrast between technology-rich and technology-poor class- rooms where students do or do not have access to technology has been described as the “digital divide.” As Barbara Means states, “Only 39 percent of class- rooms in the poorest schools had an

(29)

instruction, organiza- tional conditions in schools sometimes make it a difficult practice for teachers to actualize. One chal- lenge is the number of students a teacher must account for—the more students a teacher has under her charge, the more difficult it is to tailor instruc- tion to individual needs and strengths. A related chal- lenge is time (individualized instruction requires flexible schedules in tune with the pace of individual learners); however, schools are increasingly mandated to cover more topics in less time and have all learn-ers reach the same “standard.” Finally, whereas text- books and district curricula offer the same material and pacing to all students in an efficient and eco-nomic way, individualized instruction requires more on-site resources (i.e., libraries, books, CD-ROMs, Internet access) for the many paths of learning an individual student might follow. Thus, lack of re- sources often makes individualized instruction an out- of-the-ordinary practice; the majority of schools offering personalized instruction advertise it as some- thing special beyond the educational mainstream.

Referensi

Farenga, S.J. & Ness, D. (ed). (2005). Encyclopedia of education and human development: Volume 1, page 48-78. New York: M.E. Sharpe.

Berdasarkan pada informasi tersebut, Saudara diminta untuk berpikir secara kritis mengenai jawaban-jawaban yang telah dituliskan pada kegiatan 1.1.1. Beberapa pertanyaan berikut ini dapat memandu Saudara untuk dapat berpikir secara kritis mengenai pendekatan pembelajaran:

1. Apa kelebihan dan kekurangan dari jawaban yang telah Saudara berikan mengenai pendekatan, strategi, metode, taktik, teknik, dan model pembelajaran? 2. Pendekatan, strategi, metode, taktik, teknik, dan model apa yang ideal untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah yang Saudara pimpin?

3. Apa manfaat dari pendekatan, strategi, metode, taktik, teknik, dan model pembelajaran tersebut bagi sekolah Saudara?

(30)

5. Apa yang sudah Saudara miliki sebagai pemimpin pembelajaran untuk menjamin terwujudnya pendekatan, strategi, metode, taktik, teknik, dan model pembelajaran yang ideal tersebut?

Kegiatan 4. Analisis dan Pembuatan RPP

Durasi : 2JP (90 menit ()

Media : Kotak Informasi 2. Contoh-contoh Langkah Pembelajaran Lembar Kerja 1.1.4.a. Analisis

Kertas kosong Deskripsi

Saudara dipersilakan membaca informasi yang disampaikan dalam kotak di bawah ini.

Kotak Informasi 2. Contoh-contoh Langkah Pembelajaran

1. Examples Non Examples

a. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran b. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP

c. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada peserta didik untuk memperhatikan/menganalisa gambar

d. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang peserta didik, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas

e. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya

f. Mulai dari komentar/hasil diskusi peserta didik, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai

g. Kesimpulan 2. Picture And Picture

a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai b. Menyajikan materi sebagai pengantar

c. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi

d. Guru menunjuk/memanggil peserta didik secara bergantian memasang/ mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis

e. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut

(31)

g. Kesimpulan/rangkuman

3. Numbered Heads Together

a. Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam setiap kelompok mendapat nomor

b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota

kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya

d. Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka

e. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain f. Kesimpulan

4. Cooperative Script

a. Guru membagi peserta didik untuk berpasangan

b. Guru membagikan wacana/materi tiap peserta didik untuk dibaca dan membuat ringkasan

c. Guru dan peserta didik menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar

d. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar :

Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap

Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya

e. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas.

f. Kesimpulan Peserta didik bersama-sama dengan Guru g. Penutup

5. Kepala Bernomor Struktur

a. Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam setiap kelompok mendapat nomor

(32)

c. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Peserta didik disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa peserta didik bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini peserta didik dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka

d. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain e. Kesimpulan

6. Student Teams-Achievement Divisions

a. Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll)

b. Guru menyajikan pelajaran

c. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti. d. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta didik. Pada saat

menjawab kuis tidak boleh saling membantu e. Memberi evaluasi

f. Kesimpulan

7. Jigsaw

a. Peserta didik dikelompokkan ke dalam = 4 anggota tim b. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda c. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan

d. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka

e. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh

f. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi g. Guru memberi evaluasi

h. Penutup

8. Problem Based Introduction

(33)

atau alat pendukung yang dibutuhkan. Memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

b. Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)

c. Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.

d. Guru membantu peserta didik dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya

e. Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap eksperimen mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

9. Artikulasi

a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai b. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa

c. Untuk mengetahui daya serap peserta didik, bentuklah kelompok berpasangan dua orang

d. Menugaskan salah satu peserta didik dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya e. Menugaskan peserta didik secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil

wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian peserta didik sudah menyampaikan hasil wawancaranya

f. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami peserta didik

g. Kesimpulan/penutup

10. Mind Mapping

a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai

b. Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi olehcpeserta didik dan sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban 3. Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang

(34)

dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru e. Dari data-data di papan peserta didik diminta membuat kesimpulan atau guru

memberi perbandingan sesuai konsep yang disediakan guru

11. Make – A Match

a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban

b. Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu

c. Tiap peserta didik memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang

d. Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)

e. Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin

f. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya

g. Demikian seterusnya h. Kesimpulan/penutup

12. Thik Pair And Share

a. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai

b. Peserta didik diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru

c. Peserta didik diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing

d. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya

e. Berawal dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para peserta didik

f. Guru memberi kesimpulan g. Penutup

13. Debate

a. Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yang lainnya kontra

(35)

kedua kelompok diatas

c. Setelah selesai membaca materi, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara saat itu, kemudian ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai sebagian besar peserta didik bisa mengemukakan pendapatnya.

d. Sementara peserta didik menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah inti/ide-ide diharapkan. e. Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap

f. Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak peserta didik membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.

14. Role Playing

a. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan

b. Menunjuk beberapa peserta didik untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum KBM

c. Guru membentuk kelompok peserta didik yang anggotanya 5 orang d. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai

e. Memanggil para peserta didik yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan

f. Masing-masing peserta didik berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan

g. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing peserta didik diberikan lembar kerja untuk membahas penampilan masing-masing kelompok.

a. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen b. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok

c. Guru memanggil ketua kelompok dan setiap kelompok mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok lain

(36)

e. Setelah selesai diskusi, juru bicara kelompok menyampaikan hasil pembahasan kelompok

f. Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan g. Evaluasi

c. Setelah selesai membaca materi/buku pelajaran dan mempelajarinya, peserta didik menutup bukunya.

d. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada peserta didik, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan peserta didik yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar peserta didik mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru e. Guru memberikan kesimpulan

f. Evaluasi g. Penutup

17. Bertukar Pasangan

a. Setiap peserta didik mendapat satu pasangan (guru bisa menunjuk pasangannya atau peserta didik memilih sendiri pasangannya).

b. Guru memberikan tugas dan peserta didik mengerjakan tugas dengan pasangannya.

c. Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain. d. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, kemudian pasangan yang baru

ini saling menanyakan dan mencari kepastian jawaban mereka.

e. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.

18. Snowball Throwing

a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan

b. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi

(37)

kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya d. Kemudian masing-masing peserta didik diberikan satu lembar kertas kerja,

untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok

e. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu peserta didik ke peserta didik yang lain selama ± 15 menit f. Setelah peserta didik dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan

kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian

g. Evaluasi h. Penutup

19. Student Facilitator And Explaining:

a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai b. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi

c. Memberikan kesempatan peserta didik untuk menjelaskan kepada peserta didik lainnya misalnya melalui bagan/peta konsep.

d. Guru menyimpulkan ide/pendapat dari peserta didik. e. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu. f. Penutup

20. Course Review Horay

a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai b. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi

c. Memberikan kesempatan peserta didik tanya jawab

d. Untuk menguji pemahaman, peserta didik disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing peserta didik

e. Guru membaca soal secara acak dan peserta didik menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (√) dan salan diisi tanda silang (x)

f. Peserta didik yang sudah mendapat tanda √ vertikal atau horisontal, atau diagonal harus berteriak horay ... atau yel-yel lainnya

g. Nilai peserta didik dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh h. Penutup

(38)

a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai

b. Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan disampaikan c. Menyiapkan bahan atau alat yang diperlukan

d. Menunjuk salah seorang peserta didik untuk mendemontrasikan sesuai skenario yang telah disiapkan.

e. Seluruh peserta didik memperhatikan demontrasi dan menganalisanya.

f. Tiap peserta didik mengemukakan hasil analisanya dan juga pengalaman peserta didik didemontrasikan.

g. Gurumembuatkesimpulan.

22. Explicit Instruction

a. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik b. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan c. Membimbing pelatihan

d. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik e. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan

23. Cooperative Integrated Reading And Composition Kooperatif Terpadu Membaca Dan Menulis

a. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen b. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran

c. Peserta didik bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar

a. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar b. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama,

menghadap ke dalam

c. Dua peserta didik yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan

(39)

searah jarum jam.

e. Sekarang giliran peserta didik berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian seterusnya

25. Tebak Kata

a. Buat kartu ukuran 10X10 cm dan isilah ciri-ciri atau kata-kata lainnya yang mengarah pada jawaban (istilah) pada kartu yang ingin ditebak.

b. Buat kartu ukuran 5X2 cm untuk menulis kata-kata atau istilah yang mau ditebak (kartu ini nanti dilipat dan ditempel pada dahi ataudiselipkan ditelinga c. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai atau materi ± 45 menit. d. Guru menyuruh peserta didik berdiri berpasangan didepan kelas

e. Seorang peserta didik diberi kartu yang berukuran 10x10 cm yang nanti dibacakan pada pasangannya. Seorang peserta didik yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5x2 cm yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan ditelinga.

f. Sementara peserta didik membawa kartu 10x10 cm membacakan kata- kata yang tertulis didalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud dalam kartu 10x10 cm. jawaban tepat bila sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan di dahi atau telinga.

g. Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu) maka pasangan itu boleh duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan kata-kata lain asal jangan langsung memberi jawabannya.

h. Dan seterusnya

26. Word Square

a. Buat kotak sesuai keperluan * Buat soal sesuai TPK

b. Guru menyampaikan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai. c. Guru membagikan lembaran kegiatan sesuai contoh

d. Peserta didik menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban

e. Berikan poin setiap jawaban dalam kotak

27. Scramble

a. Buatlah pertanyaan yang sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai b. Buat jawaban yang diacak hurufnya

(40)

d. Membagikan lembar kerja sesuai contoh

28. Take And Give

a. Buat kartu ukuran ± 10x15 cm sejumlah peserta tiap kartu berisi sub materi (yang berbeda dengan kartu yang lainnya, materi sesuai dengan TPK

b. Siapkan kelas sebagaimana mestinya

c. Jelaskan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai

d. Untuk memantapkan penguasaan peserta tiap peserta didik diberi masing-masing satu kartu untuk dipelajari (dihapal) lebih kurang 5 menit

e. Semua peserta didik disuruh berdiri dan mencari pasangan untuk saling menginformasi. Tiap peserta didik harus mencatat nama pasangannya pada kartu contoh.

f. Demikian seterusnya sampai tiap peserta dapat saling memberi dan menerima materi masing-masing (take and give).

g. Untuk mengevaluasi keberhasilan berikan berikan peserta didik pertanyaan yang tak sesuai dengan kartunya (kartu orang lain).

h. Strategi ini dapat dimodifikasi sesuai keadaan i. Kesimpulan

29. Concept Sentence

a. Guru menyampaikan kompentensi yang ingin dicapai b. Guru menyajikan materi secukupnya

c. Guru membentuk kelompok yang anggotanya ± 4 orang secara heterogen d. Guru menyajikan beberapa kata kunci sesuai materi yang disajikan

e. Tiap kelompok disuruh membuat beberapa kalimat dengan menggunakan minimal 4 kata kunci setiap kalimat

30. Complete Sentence

a. Siapkan blangko isian berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap b. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai

c. Guru menyampaikan materi secukupnya atau peserta didik disuruh membacakan buku atau modul dengan waktu secukupnya

d. Guru membentuk kelompok 2 atau 3 orang secara heterogen

e. Guru membagikan lembar kerja berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap (lihat contoh).

(41)

g. Peserta didik berdiskusi secara berkelompok

h. Setelah jawaban didiskusikan, jawaban yang salah diperbaiki. Tiap peserta membaca sampai mengerti atau hapal

i. Kesimpulan

31. Time Token Arends 1998

a. Kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi (cooperative learning / CL) b. Tiap peserta didik diberi kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik. Tiap

peserta didik diberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan.

c. Bila telah selesai bicara kopon yang dipegang peserta didik diserahkan. Setiap bebicara satu kupon.

d. Peserta didik yang telah habis kuponnya tak boleh

32. Pair Check

a. Bekerja berpasangan, Guru membentuk tim berpasangan berjumlah 2 (dua) peserta didik. Setiap pasangan Mengerjakan soal yang pas sebab semua itu akan membantu melatih

b. Pelatih mengecek. Apabila patner benar pelatih memberi kupon

c. Bertukar peran. Seluruh patner bertukar peran dan mengurangi langkah 1 – 3 d. Pasangan mengecek, Seluruh pasangan tim kembali bersama dan

membandingkan jawaban

e. Penegasan guru. Guru mengarahkan jawaban /ide sesuai konsep

33. Keliling Kelompok

a. Salah satu peserta didik dalam masing-masing kelompok menilai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan

b. Peserta didik berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya c. Demikian seterusnya giliran bicara bisa

34. Tari Bambu

a. Separuh kelas atau seperempat jika jumlah peserta didik terlalu banyak berdiri berjajar . Jika ada cukup ruang mereka bisa berjajar di depan kelas. Kemungkinan lain adalah peserta didik berjajar di sela-sela deretan bangku. Cara yang kedua ini akan memudahkan pembentukan kelompok karena diperlukan waktu relatif singkat.

(42)

c. Dua peserta didik yang berpasangan dari kedua jajaran berbagi sinformasi. d. Kemudian satu atau dua peserta didik yang berdiri di ujung salah satu jajaran

pindah ke ujung lainnya di jajarannya. Jajaran ini kemudian bergeser. Dengan cara ini masing-masing peserta didik mendapat pasangan yang baru untuk berbagi. Pergeseran bisa dilakukan terus sesuai dengan kebutuhan

35. Dua tinggal dua tamu (two stay two stray)

a. Peserta didik bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang b. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua

kelompok yang lain

c. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka

d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain

e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka

Referensi

 An Alphabetized Listing of Instructional Methods.

http://olc.spsd.sk.ca/de/pd/instr/alpha.html

Setelah membaca dan mencermati berbagai langkah di atas, Saudara diminta untuk mengidentifikasi model, pendekatan, strategi, metode, teknik, dan taktik yang digunakan. Sebagai latihan, Saudara diminta memilih 1 dari berbagai contoh langkah-langkah tersebut di atas untuk dianalisis dan disimulasikan. Hasil analisis sebaiknya Saudara tuliskan dalam Lembar kerja 1.1.1. Analisis pada halaman berikut ini.

Saudara diharapkan dapat melanjutkan analisis secara mandiri setelah kegiatan In-1 (tahap pertama) selesai dilaksanakan. Selain melakukan analisis secara mandiri, Saudara juga akan diminta untuk dapat melatih guru agar mahir dalam melaksanakan berbagai langkah di atas.

(43)

Langkah kegiatan

Pendekatan

Strategi

Metode

Teknik

Taktik

Setelah Saudara selesai menganalisis salah satu contoh, silakan membuat RPP salah satu pelajaran yang Saudara kuasai. Pembuatan RPP ini wajib menggunakan hasil analisis sebagai acuan. Penulisan RPP dapat Saudara lakukan pada kertas kosong yang telah disediakan.

(44)
(45)

Sub-Topik 1.2. Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Untuk Meningkatkan Kualitas Proses Pembelajaran

Kegiatan 1. Berpikir Reflektif

Durasi : 1 JP

Media : Kertas A4, pena, dan buku-buku referensi tentang pemanfaatan TIK Deskripsi

Pada tahap awal dalam mempelajari Sub-Topik tentang Model-Model Pembelajaran, Saudara sebaiknya menjawab beberapa pertanyaan berikut ini:

1. Apa saja yang tercakup dalam terminologi “Teknologi Informasi dan Komunikasi?”

2. Apa yang Saudara perlukan untuk dapat menjadi pemimpin pembelajaran berbasis TIK di sekolah yang sedang dipimpin?

3. Apa yang Saudara ketahui tentang pemanfaatan TIK dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran?

4. Berdasarkan pada pengalaman Saudara selama mengajar dan memimpin guru-guru, pemanfataan TIK seperti apa yang biasanya digunakan? Apa saja hambatan yang ditemui dalam membangun sistem pembelajaran yang berbasis pada TIK?

5. Berdasarkan pada pengalaman Saudara dalam menggunakan TIK tersebut, apa saja manfaat yang diperoleh?

6. Apakah kualitas pemanfataan TIK dalam pembelajaran di sekolah yang Saudara pimpin masih dapat ditingkatkan kualitasnya? Bagaimana caranya?

(46)

Kegiatan 2. Berpikir Kritis tentang Cakupan dan Manfaat Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran

Durasi : 1 JP

Media : Kertas A4, pena, dan buku-buku referensi tentang pemanfaatan TIK Deskripsi

Saudara dipersilakan membaca informasi yang disampaikan dalam kotak di bawah ini.

Kotak Informasi 7. Cakupan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Farenga, S.J. & Ness, D. (ed). (2005). Encyclopedia of education and human development: Volume 1, page 175-214. New York: M.E. Sharpe.

CAKUPAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

Pada umumnya guru telah mengetahui pengertian TIK, namun seringkali pengertian guru bermacam-macam. Mungkin di antara mereka ada yang mengartikan bahwa TIK adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan komputer. Sebenarnya, komponen-komponen TIK tersebut antara lain :

(47)

Bagaimanakah langkah dalam menyusun RPP yang mengintegrasikan TIK?

Fryer (2001) menjelaskan dua pendekatan yang dapat dilakukan guru dalam menyusun RPP yang mengintegrasikan TIK, yaitu: 1) pendekatan topik (theme-centered approach); dan 2) pendekatan software (software-(theme-centered approach). Dengan tidak mengurangi ide Fryer, kedua pendekatan dapat kita analogikan denagn dengan nama lain, yaitu pendekatan ”by design” untuk pendekatan topik dan pendekatan ”by utilization” untuk pendekatan software. Apa bedanya? Mari kita lihat satu persatu.

Pendekatan Topik

Pada pendekatan ini, topik atau satuan pembelajaran dijadikan sebagai acuan. Secara sederhana langkah yang dilakukan adalah: 1) menentukan topik; 2) menentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai; dan 3) menentukan aktifitas pembelajaran dengan memanfaatkan TIK (seperti modul, LKS, program audio, VCD/ DVD, CD-ROM, bahan belajar on-line di internet, atau alat komunikasi sinkronous dan asinkronous lainnya) yang relevan untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut.

Contoh, Anda akan mengajarkan tentang topik penciptaan alam semesta. Maka dengan mengacu pada KD dan indikator Anda akan menentukan tujuan pembelajaran yang diharapkan dicapai oleh siswa. Kemudian, berdasarkan tujuan pembelajaran tersebut Anda menentukan aktifitas pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Dalam menentukan aktifitas untuk kegiatan awal, inti dan penutup tentunya Anda juga harus menentukan aktifitas dan TIK (seperti modul, LKS, program audio, VCD/DVD, CD-ROM, bahan belajar on-line di internet, atau alat komunikasi sinkronous dan asinkronous lainnya) yang relevan. Satu kelebihan utama pendekatan ini adalah pembelajaran dirancang secara ideal. Oleh karena itu fasilitas TIK seperti tercantum dalam RPP tersebut harus tersedia. Kelemahannya, jika fasilitas TIK tidak menunjang, maka pembelajaran akan menjadi kurang optimal. Oleh karena itu, Fryer menyarankan juga pendekatan yang kedua sebagai alternatif lain.

Pendekatan Software

(48)

pendekatan software, kondisi dan kesiapan atau keberadaan fasilitas TIK-nya itulah yang dijadikan sebagai patokan. Jadi, dalam pendekatan software, kita berangkat dari apa yang kita miliki atau apa yang ada di sekolah maupun lingkungan sekitar. Dalam pendekatan ini, langkah pertama dimulai dengan mengidentifikasi TIK (seperti buku, modul, LKS, program audio, VCD/DVD, CD-ROM, bahan belajar on-line di internet, atau alat komunikasi sinkronous dan asinkronous lainnya) yang ada atau mungkin bisa dilakukan atau digunakan. Kemudian, dengan kondisi TIK yang ada seperti tersebut, guru memilih topik-topik apa yang bisa didukung oleh keberadaan TIK tersebut. Kemudian guru merencanakan strategi pembelajaran yang relevan untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator capaian hasil belajar dari topik pelajaran tersebut.

Pertanyaan selanjutnya adalah, “Bagaimana kalau fasilitas dan kemelekan teknologi informasi dan komunikasi yang tinggi seperti computer dan internet tidak ada atau tidak memadai?”

Dalam bahasa Inggris, jawabannya adalah seperti ini, “Technology is a tool. A Means to the end. Not the end in itself (anonymous).”(Dryden and Voss, 1999) Jika diterjemahkan secara bebas, maka artinya adalah seperti ini, “TIK hanyalah sekedar alat. Sarana untuk mencapai tujuan. Bukan tujuan itu sendiri.”

Artinya, kalau tidak ada teknologi yang lebih tinggi, maka gunakanlah teknologi yang ada. Toh, tujuannya bukan pada teknologinya itu sendiri, bukan? Tapi tujuan utamanya adalah disamping membangun keterampilan melek TIK, juga membangun keterampilan berpikir kritis, bekerja sama secara kolaboratif, memecahkan masalah, dan berkomunikasi secara efektif. Jadi, sejauh dapat mencapai tujuan tersebut, walapun dengan media informasi dan komunikasi seadanya, kenapa tidak?

Penekanan utama dalam rencana pelaksanaan pembelajaran yang mengintegrasikan TIK sebenanya adalah bukan pada kecanggihan teknologi yang digunakan, tapi pada strategi pembelajaran yang mendukung keterampilan-keterampilan abad 21 seperti dijelaskan diatas melalui pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student-centered learning). Oleh karena itu ada beberapa metode yang disarankan untuk membangun keterampilan masyarakat abad 21 dengan memanfaatkan TIK sebagai pendukungnya.

Beberapa metode tersebut adalah sebagai berikut:

(49)

modul, LKS, dll) maupun non cetak (CD/DVD, CD-ROM, bahan belajar online) atau sumber belajar lain (orang, alat, dll) yang relevan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Kemudain siswa diberikan tugas untuk melakukan aktifitas belajar tertentu dimana semua sumber belajar yang mereka butuhkan telah disediakan. Sebagai contoh, tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah siswa dapat membandingkan beberapa teori penciptaan alam semesta. Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut, guru telah mengidentifikasi dan menyiapkan berbagai bentuk dan jenis sumber belajar yang berisi informasi tentang teori penciptaan alam semesta berupa buku, VCD, CD-ROM, alamat situs di internet dan mungkin seorang narasumber ahli astronomi yang diundang khusus ke kelas. Kemudian siswa ditugaskan untuk mencari minimal dua teori tentang penciptaan alam semesta secara individu atau kelompok baik dari buku, VCD, maupun internet sesuai dengan seleranya. Siswa juga diminta untuk menganalisis perbedaan dari berbagai segi tentang teori-teori tersebut dan membuat laporannya dalam MSWord yang kemudian dikirim ke guru dan teman lainnya melalui e-mail.

Case/problem-based learning; memiliki karakteristik dimana siswa diberikan suatu permasalahan terstruktur untuk dipecahkan. Dengan case-based learning solusi pemecahan masalahnya sudah tertentu karena skenario sudah dibuat dengan jelas. Tapi, dalam problem-based learning kemungkinan solusi pemecahan masalahnya akan berbeda. Misal, dua orang siswa diberikan satu permasalahan dengan pendekatan problem-based learning. Maka solusi yang diberikan oleh siswa yang satu dengan siswa yang lain mungkin berbeda.

Simulation-based learning; memiliki karakteristik dimana siswa diminta untuk mengalami suatu peristiwa yang sedang dipelajarinya. Sebagai contoh, siswa diharapkan dapat membedakan perubahan percampuran warna-warna dasar. Maka, melalui suatu software tertentu (misal virtual lab) siswa dapat melakukan berbagai percampuran warna dan melihat perubahan-perubahannya. Dan ia dapat mencatat laporannya dalam bentuk tabel dengan menggunakan MSExcell atau MSWord. Atau kalau perlu mempresentasikan hasilnya dengan menggunakan MSPowerpoint.

Gambar

gambar tersebut dicatat pada kertas
Gambar 1.1 Ilustrasi internet
Gambar 1.12. Tampilan Hypertext dan Hyperlink

Referensi

Dokumen terkait

Redistribusi Tanah dan Konsolidasi Tanah sebagai pencegahan sengketa seperti yang dijelaskan pada prinsip ketiga sesuai dengan semangat Reforma Agraria

Usulan Teknis dinyatakan memenuhi syarat (lulus) apabila mendapat nilai minimal 70 (tujuh puluh), peserta yang dinyatakan lulus akan dilanjutkan pada proses penilaian penawaran

Ekstraksi adalah pengolahan dengan pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak campurannya dengan pembagian sebuah

Panit ia Pengadaan Barang dan Jasa Pem erint ah Dinas Perhubungan Kot a Jam bi. Tahun Anggaran

[r]

XL menawarkan berbagai produk dan layanan telekomunikasi seperti percakapan, SMS , layanan berbasis data dan layanan tambahan lainnya.Untuk mengantisipasi

Penulis juga berterima kasih kepada seluruh asisten Laboratorium Kimia Organik: B’William,S.Si, K’Siti,S.Si, K’Sani,S.Si, B’Heri, Firdaus, Raskita, Marisi, Dewi, Ocha,

Kesimpulan penelitian ini adalah: Pertama , Kesatuan dalam hubungan kerjasama pelayanan antargereja di Doyo Sentani dapat tercipta apabila semua orang