• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permasalahan Kesehatan Lingkungan di Ind (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Permasalahan Kesehatan Lingkungan di Ind (2)"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

PERMASALAHAN KESEHATAN LINGKUNGAN

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan

yang dibina oleh Drs. Solichin, ST. M.Kes dan Septa Katmawati, S.Gz, M.Kes

Oleh:

Ahmad Alharis (130612607885) Rahma Ismayanti (130612607891) Salsabilla A. Putri (130612607899)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

(2)

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...2

1.3 Tujuan ...2

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengetian Kesehatan Lingkungan ...3

2.2 Permasalahan Kesehatan Lingkungan di Indonesia ...3

2.3 Illegal Logging, Illegal Mining, dan Illegal Fishing 2.3.1 Illegal Logging ... 5

2.3.1 Illegal Mining ... 11

2.3.3 Illegal Fishing ... 13

2.4 Deforestation ...25

2.5 Rusak-Berkurangnya-Hilangnya Biodiversity ... 27

2.6 Kerusakan Sumber Daya Kelautan ...29

2.7 Pengelolaan Daerah Pertambangan Vs. Area Konservasi Hutan 2.7.1 Pengelolaan Daerah Pertambangan ... 37

2.7.2 Pengelolaan Area Konservasi Hutan ...41

2.8 Penurunan Kualitas Lingkungan Urban (Perkotaan) 2.8.1 Kota, Perkotaan, dan Urbanisasi ... 43

2.8.2 Permasalah Lingkungan Urban ... 44

2.9 Persediaan Air dan Sanitasi 2.9.1 Penyediaan Air Bersih ...51

2.9.2 Persyaratan dalam Penyediaan Air Bersih ... 52

2.9.3 Sistem Penyediaan Air Bersih ...53

(3)

2.10 Pengelolaan Limbah Padat

2.10.1 Pengertian dan Dampak Keberadaan Limbah Padat ...62

2.10.2 Pembagian Sampah Padat... 63

2.10.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Sampah ... 64

2.10.4 Pengelolaan Sampah Padat ... 65

2.10.5 Teknologi Pemanfaatan dan Pembuangan Akhir Sampah70 2.10.6 Kompos... 70

2.10.7 Gas Bio ... 71

2.10.8 Pengaruh Negatif ... 72

2.11 Emisi Kendaraan di Daerah Urbanisasi 2.11.1 Pengertian Polusi Udara ... 73

2.11.2 Sumber Pencemar Udara ... 77

2.11.3 Dampak Pencemaran Udara Terhadap Manusia ... 79

2.12 Polusi Industri 2.12.1 Pengertian Limbah Industri ... 80

2.12.2Dampak-Dampak Berbagai Jenis Limbah Industri ... 81

2.12.3 Dampak Limbah Terhadap Lingkungan ... 84

2.13 Pengembangan Wisata Kontra-Ekologi ...86

2.14 Kebijakan Hukum Kontra Ekologis ... 88

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan ...92

3.2 Saran ...93

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Semenjak umat manusia menghuni planet bumi ini, sebenarnya manusia sudah seringkali menghadapi masalah-masalah kesehatan serta bahaya kematian yang disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan hidup yang ada di sekeliling mereka seperti benda mati, mahkluk hidup, adat istiadat, kebiasaan, dan lain-lain (Budiman, 2007). Dalam suatu wilayah, kondisi lingkungan merupakan determinan utama dan terpenting bagi derajat kesehatan masyarakat. Pencemaran lingkungan akibat perkembangan teknologi dan pembangunan juga mempengaruhi ragam dan kualitas pencemarnya, dari masalah sanitasi dasar, pembuangan limbah rumah tangga, sampah domestik, dan penyediaan air bersih, bergeser ke berbagai pencemaran partikel debu, bahan dan buangan kimia, sampai radiasi dan gelombang elektro magnetik (FKM UI, 2013).

Menurut Undang Undang No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,

termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan

(5)

1.2Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan kesehatan lingkungan? b. Bagaimana permasalahan kesehatan lingkungan? c. Apa saja permasalahan kesehatan lingkungan?

d. Faktor apa saja yang menyebabkan permasalahan kesehatan lingkungan? e. Bagaimana upaya untuk mengatasi permasalahan kesehatan lingkungan?

1.3Tujuan

a. Mengetahui definisi dari kesehatan lingkugan

b. Mengetahui permasalahan kesehatan lingkungan yang terjadi c. Mengetahui macam-macam permasalahan kesehatan lingkungan

d. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan permasalahan kesehatan lingkungan

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kesehatan Lingkungan

Menurut Notoatmodjo (1996), kesehatan lingkungan pada hakikatnya

adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga

berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum

pula. Undang-undang RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyebutkan

bahwa kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan

limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian

faktor penyakit, dan penyehatan atau pengamanan lainnya.

Moeller (1992), menyatakan “In it broadsense, environmental health is the segment of public health that is concerned with assessing, understanding, and controlling the impacts of people on their environment and the impacts of the environment in them.” Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kesehatan lingkungan merupakan bagian dari kesehatan

masyarakat yang memberi perhatian pada penilaian, pemahaman, dan

pengendalian dampak manusia pada lingkungan dan dampak lingkungan pada

manusia.

2.2Permasalahan Kesehatan Lingkungan di Indonesia

Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang

mempelajari dinamika hubungan interaktif antara sekelompok umat manusia

atau masyarakat dengan berbagai perubahan komponen lingkungan hidup

manusia yang diduga dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada

masyarakat dan mempelajari upaya untuk penanggulangan dan

pencegahannya. Pencemaran lingkungan merupakan permasalahan kesehatan

yang paling umum. Pencemaran lingkungan adalah masuk atau

dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam

lingkungan atau berubahnya tatanan lingkungan akibat kegiatan manusia atau

(7)

tingkatan tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak

dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Contohnya pembuangan

limbah industri ke sungai dan laut akan menyebabkan perubahan ekosistem

pada perairan (Chandra, 2007).

Sebagai salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk lebih

dari 200 juta jiwa, masalah kesehatan lingkungan di Indonesia menjadi sangat

kompleks terutama di kota-kota besar. Hal tersebut disebabkan oleh, antara

lain:

1. Urbanisasi penduduk

Di Indonesia, terjadi perpindahan penduduk dalam jumlah besar dari desa

ke kota. Lahan pertanian yang semakin berkurang terutama di pulau Jawa

dan terbatasnya lapangan pekerjaan mengakibatkan penduduk desa

berbondong-bondong datang ke kota besar mencari pekerjaan sebagai

pekerja kasar seperti pembantu rumah tangga, kuli bangunan dan

pelabuhan, pemulung bahkan menjadi pengemis dan pengamen jalanan

yang secara tidak langsung membawa dampak sosial dan dampak

kesehatan lingkungan, seperti munculnya pemukiman kumuh

dimana-mana.

2. Tempat pembuangan sampah

Di hampir setiap tempat di Indonesia, sistem pembuangan sampah

dilakukan secara dumping tanpa ada pengelolaan lebih lanjut. Sistem pembuangan semacam itu selain memerlukan lahan yang cukup luas juga

menyebabkan pencemaran pada udara, tanah, dan air selain lahannya juga

juga dapat menjadi tempat berkembangbiaknya agen dan vector penyakit

menular.

3. Penyediaan sarana air bersih

Berdasarkan survei yang pernah dilakukan, hanya sekitar 60 % penduduk

Indonesia mendapatkan air bersih dari PDAM, terutama untuk penduduk

perkotaan, selebihnya mempergunakan sumur atau sumber air lain. Bila

datang musim kemarau, krisis air dapat terjadi dan penyakit gastroenteritis

(8)

4. Pencemaran udara

Tingkat pencemaran udara di Indonesia sudah melebihi ambang batas

normal terutama di kota-kota besar akibat gas buangan kendaraan

bermotor. Selain itu, hampir setiap tahun asap tebal meliputi wilayah

nusantara bahkan sampai ke negara tetangga akibat pembakaran hutan

untuk lahan pertanian dan perkebunan.

5. Pembuangan limbah industri dan rumah tangga

Hampir semua limbah cair baik yang berasal dari rumah tangga dan

industri dibuang langsung dan bercampur menjadi satu ke badan sungai

atau laut, ditambah lagi dengan kebiasaan penduduk melakukan kegiatan

MCK dibantaran sungai. Akibatnya, kualitas air sungai menurun dan

apabila digunakan untuk air baku memerlukan biaya yang tinggi.

6. Bencana alam/pengungsian

Gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, atau banjir yang sering

terjadi di Indonesia mengakibatkan penduduk mengungsi yang tentunya

menambah banyak permasalahan kesehatan lingkungan.

7. Perencanaan tata kota dan kebijakan pemerintah

Perencanaan tata kota dan kebijakan pemerintah seringkali menimbulkan

masalah baru bagi kesehatan lingkungan. Contoh, pemberian izin tempat

pemukiman, gudung atau tempat industry baru tanpa didahului dengan

studi kelayakan yang berwawasan lingkungan dapat menyebabkan

terjadinya banjir, pencemaran udara, air, dan tanah serta masalah sosial

lain.

2.3 Illegal Logging, Illegal Mining, dan Illegal Fishing

2.3.1 Illegal Logging (Penebangan Liar)

2.3.1.1 Pengertian ilegal logging

Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan cukup

luas. Hampir 90 persenhutan di dunia dimiliki secara kolektif

dimiliki oleh Indonesia dan 44 negaralain. Bahkan, negeri ini

juga disebut sebagai paru-paru dunia.Hutan-hutan Indonesia

memiliki keanekaragaman hayati yang tertinggi di

(9)

daratan di permukaan bumi. Kekayaan hayatinya mencapai 11

persen spesies tumbuhan yang terdapatdi permukaan bumi.

Selain itu, terdapat 10 persen spesies mamalia dari total binatang

mamalia bumi, dan 16 persen spesies burung di dunia.Selain itu,

Pemerintah juga pernah mengklaim, sampai dengan tahun

2005,Indonesia memiliki kawasan hutan 126,8 juta hektare

dengan berbagaipembagian fungsi. Yaitu, fungsi konservasi

(23,2 juta hektare), kawasan lindung(32,4 juta hektare), hutan

produksi terbatas (21,6 juta hektare), hutan produksi (35,6 juta

hektare), dan hutan produksi konversi (14,0 juta

hektare).Sayangnya aset negara tersebut dirusak oknum-oknum

yang tidak bertanggungjawab melalui aksi pembalakan

liar.Pembalakan liar atau istilah dalam bahasa inggrisnya illegal

logging adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan

penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari

otoritas setempat.Illegal Logging menurut UU No 41/1999

tentang Kehutanan adalah perbuatan melanggar hukum yang

dilakukan oleh setiap orang/kelompok orang atau badanhukum

dalam bidang kehutanan dan perdagangan hasil hutan berupa;

menebang atau memungut hasil hutan kayu (HHK) dari kawasan

hutan tanpaizin, menerima atau membeli HHK yang diduga

dipungut secara tidak sah, serta mengangkut atau memiliki HHK

yang tidak dilengkapi Surat Keterangan SahnyaSelama sepuluh

tahun terakhir, laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai

duajuta hektar per tahun. Penebangan liar (illegal loging) adalah

penyebab terbesar kerusakan hutan.

Menurut data Departemen Kehutanan tahun 2006, luas

hutan yang rusak dantidak dapat berfungsi optimal telah

mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 jutahektar kawasan hutan

di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun terakhir

mencapai 2,83 juta hektar per tahun. Bila keadaan seperti

(10)

kehilangan hutannya,maka hutan di Sulawesi dan Papua akan

mengalami hal yang sama. Menurutanalisis World Bank, hutan

di Sulawesi diperkirakan akan hilang tahun 2010.

2.3.1.2 Faktor- faktor penyebab illegal logging

Adapun faktor penyebab pembalakan liar adalah

pembalakan untukmendapatkan kayu dan alih fungsi lahan

untuk kegunaan lain, sepertiperkebunan, pertanian dan

pemukiman. Seiring berjalannya waktupertambahan penduduk

dari hari ke hari semakin pesat sehingga menyebabkantekanan

kebutuhan akan tempat tinggal, pohon-pohon ditebang untuk

dijadikan tempat tinggal atau pun lahan pertanian.

Faktor lainnya yaitu faktor kemiskinan dan faktor

lapangan kerja. Umumnya halini terjadi kepada masyarakat

yang berdomisili dekat ataupun di dalam hutan.Ditengah

sulitnya persaingan di dunia kerja dan himpitan akan

ekonomi,masyarakat mau tidak mau berprofesi sebagai

pembalak liar dan dari sinimasyarakat dapat menopang

kehidupannya. Hal inilah yang terkadang sukadimanfaatkan oleh

cukong-cukong untuk mengeksploitasi hasil hutan tanpa

adaperizinan dari pihak yang berwenang. Padahal apabila dilihat

upah tersebutsangatlah tidak seberapa dibandingkan dengan

akibat yang akan dirasakannantinya.

Selain itu juga tentang aspek kinerja aparatur di lapangan,

kelestarian hutanmerupakan tanggung jawab bersama. Salah

satu caranya yaitu dengan dibentuksuatu aparatur yang tugasnya

bukan hanya menjaga namun juga mengawasi tindakan

penyalahgunaan fungsi hutan. Namun pada kenyataan kinerja

aparatur.

Di lapangan ini masih belum berjalan dengan baik

dikarenakan tidakseimbangnya jumlah personil aparatur

(11)

tindakan illegal logging ini dapat mungkin terjadi karenaluput

dari pengawasan petugas tersebut. Tak jarang ada juga

petugaspengawas yang masih melakukan ”kompromi” dengan

pelaku illegal loggingsehinggaakan memperparah kondisi yang

ada.

Perkembangan teknologi yang pesat sehingga kemampuan

orang untuk mengeksploitasi hutan khususnya untuk illegal

logging semasa mudah dilakukan. Dengan semakin

berkembangnya teknologi untuk menebang pohondiperlukan

waktu yang tidak lama, karena alat-alatnya semakin

canggih.Kayu masih menjadi primadona Pendapatan Asli

Daerah. Produksi komersialmencakup produksi kayu dan

olahannya, produksi sawit, serta perkebunan lain.

2.3.1.3 Dampak dari ilegal logging

Kerusakan lingkungan dapat terjadi di mana-mana

termasuk di Indonesia, salah satu masalah kerusakan lingkungan

lingkungan yaitu Illegal logging. Illegallogging pun kian hari

kian marak terjadi, Penelitian Greenpeace mencatattingkat

kerusakan hutan di Indonesia mencapai angka 3,8 juta hektar

pertahun,yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas illegal

logging atau penebangan liar (Johnston, 2004). Sedangkan data

Badan Penelitian Departemen Kehutananmenunjukan angka Rp.

83 milyar perhari sebagai kerugian finansial penebangan liar.

Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak

mengindahkan kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumber

daya hutan yang tidak ternilaiharganya, kehancuran kehidupan

masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5milyar,

diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4

milyarsetiap tahun. Kerugian tersebut belum menghitung

hilangnya nilaikeanekaragaman hayati serta jasa-jasa lingkungan

(12)

Illegal logging berdampak kepada gangguan/kerusakan

pada berbagai ekosistemyang menyebabkan

komponen-komponen yang menyusun ekosistem,yaitukeanekaragaman

jenis tumbuhan dan hewan menjadi terganggu.

Akibatnyaterjadilah kepunahan pada berbagai varietas hayati

tersebut.Dampak lainnya adalah bencana banjir. Pohon-pohon

ditebangi hinggajumlahnya semakin hari semakin berkurang

menyebabkan hutan tidak mampulagi menyerap air hujan yang

turun dalam jumlah yang besar,sehingga air tidakdapat meresap

ke dalam tanah sehingga bisa menyebabkan banjir,seperti

yangterjadi belum lama ini bencana banjir bandang di Wasior.

Masyarakat tetap hidup miskin dan menjadi korban atas

kecurangan perilaku cukong-cukong yang pada akhirnya

merekalah yang menikmati sebagian besarhasil usaha

masyarakat. Inilah yang menimbulkan ketidakadilan sosial

dalammasyarakat.Semakin berkurangnya jumlah cadangan

sumber air tanah atau mata air didaerah hutan. Karena jumlah

pohon-pohonnya semakin berkurang padahalpohon berfungsi

sebagai penyerap air. Hal ini mengakibatkan timbulnya

kekeringan, masyarakat kesulitan untuk mendapatkanair bersih

untuk irigasi.

Semakin berkurangnya lapisan tanah subur. Lapisan ini

hanyut terbawa karenatidak adanya penahan tanah apabila

hujan,disinilah fungsi pohon sebenarnya.Dampak yang paling

kompleks dari adanya Illegal Logging ini adalah globalwarming

yang sekarang sedang mengancam dunia. Global warming

terjadi oleh efek rumah kaca dan kurangnya daerah resapan CO2

seperti hutan sehinggamenyebabkan suhu bumi menjadi naik

dan mengakibatkan kenaikan volume air.

(13)

1. Reboisasi atau penanaman hutan yang gundul

2. Menerapkan system tebang pilih dalam menebang pohon

3. Manipulasi lingkungan serta pengendalian hama dan

penyakit juga Bisa dilakukukan untuk memulihkanhutan

kembali di Indonesia.

4. Penanaman hutan secara intensif menjadi pilihan terbaik

karena bisadiprediksi. Sehingga, kebutuhan kayu bisa

diperhitungkan tanpa harus merusak Habitat hutan alam

yang baik

5. Menerapkan sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar

ketentuanmengenai pengelolaan hutan.

Misalkan dengan upaya pengawasan danpenindakan yang

dilakukan di TKP (tempat kejadian perkara), yaitu di

lokasikawasan hutan dimana tempat dilakukannya

penembangan kayu secara illegal. Mengingat kawasan

hutan yang ada cukup luas dan tidak sebanding

denganjumlah aparat yang ada, sehingga upaya ini sulit

dapat diandalkan, kecualimenjalin kerjasama dengan

masyarakat setempat. Ini pun akan mendapat kesulitan jika

anggota masyarakat itu justru mendapatkan keuntungan

aterial dari illegal logging.

6. Upaya lain yang juga dapat dilakukan adalah dengan

mengoptimalkan pos-pos tempat penarikan retribusi yang

banyak terdapat di pinggir-pinggir jalanluar kota. Petugas

pos retribusi hanya melakukan pekerjaan menarik uang

daritruk yang membawa kayu, hanya sekedar itu.

Seharusnya di samping melakukan penarikan uang

retribusi juga sekaligus melakukan pengecekan

terhadapdokumen yang melegalkan pengangkutan kayu.

Dengan tindakan pengecekanseperti ini, secara psikologis

diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya shocktherapy

(14)

harus dilakukanpatroli rutin di daerah aliran sungai yang

dijadikan jalur pengangkutan kayu.

7. Upaya ketiga adalah menelusuri terminal/tujuan akhir dari

pengangkutankayu illegal, dan biasanya tujuan itu adalah

perusahaan atau industri yangmembutuhkan bahan baku

dari kayu. Upaya ini dirasa cukup efektif

untukmenanggulangi perbuatan-perbuatan illegal logging.

Perusahaan atau industry seperti ini dapat dituding telah

melakukan “penadahan”.Perbuatanmenampung terhadap

kayu-kayu illegal oleh perusahaan yang dalam

bahasahukum konvensional KUHP disebut sebagai

penadahan tersebut, dapat dikategorikan sebagai kejahatan

korporasi (corporate crime).

2.3.2 Illegal Mining (Penambangan Liar)

Illegal mining adalah istilah lain dari pertambangan ilegal atau

pertambangan tanpa izin (PETI) atau pertambangan liar atau tindak

pidana pertambangan. Illegal Mining adalah semua aktivitas

pertambangan yang tidak taat hukum dapat dikategorikan sebagai

illegal mining. Jadi legal dan ilegal tidak hanya dikategorikan pada ada

tidak adanya izin, karena yang berizin pun berpotensi melakukan illegal

mining dalam bentuk lain yang dikriminalisasi dalam UU

Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Illegal mining tidak hanya terbatas pada pelanggaran regulasi

Peraturan pertambangan saja, tetapi juga pelanggaran terhadap regulasi

lain yang terkait pertambangan, seperti regulasi kehutanan dan

lingkungan hidup. Pertambangan yang melakukan aktivitasnya di areal

hutan larangan, seperti hutan lindung atau aktivitasnya merusak

lingkungan juga merupakan illegal mining. Dalam Petunjuk Lapangan

(Juklap) penanganan tindak pidana pertambangan (illegal mining)

(15)

pelanggaran terhadap UU Perkebunan, UU Sumber Daya Air, UU

Minyak dan Gas dan UU Penataan Ruang.

Berdasarkan berbagai regulasi di atas, baik UU Pertambangan

Mineral dan Batu Bara maupun UU lain yang terkait, jenis-jenis illegal

mining dapat dikategorikan dalam 7 (tujuh) kelompok, diantaranya

adalah:

1. Pertama, melakukan usaha pertambangan tanpa izin (PETI).

Ancaman sanksi pidananya sangat berat, yakni penjara paling lama

10 tahun dan denda 10 milyar.

2. Kedua, memberikan laporan palsu usaha pertambangan. Misalnya

PT. A pemegang IUP menghasilkan timah 1000 MT, tetapi yang

dilaporkan hanya 500 MT. Ancaman sanksi pidananya sama

beratnya dengan PETI yang pertama tadi.

3. Ketiga, melakukan eksplorasi tanpa izin dipidana kurungan paling

lama 1 tahun atau denda maksimal 200 juta. Kemudian pemilik Izin

Usaha Perusahaan (IUP) eksplorasi tetapi melakukan kegiatan

operasi produksi diancam penjara maksimal 5 tahun dan denda

maksimal 10 milyar.

4. Keempat, kegiatan menampung, memanfaatkan, mengolah,

pemurnian, pengangkutan, penjualan yang bukan dari pemegang

IUP/IUPK diancam pidana penjara maksimal 10 tahun dan dengan

denda maksimal 10 milyar. Jenis kejahatan ini berpotensi terjadinya

mining laundering.

5. Kelima, upaya merintangi/mengganggu kegiatan usaha

pertambangan berizin juga dapat diancam dengan pidana kurungan

maksimal 1 tahun atau denda maksimal 100 juta.

6. Keenam, penyalahgunaan kewenangan pejabat pemberi izin, yang

ancamannya maksimal 2 tahun penjara dan denda 200 juta. Terakhir,

setiap usaha pertambangan yang melanggar perundang-undangan

lain, seperti UU Kehutanan, Lingkungan Hidup, Perkebunan, dan

(16)

2.3.3 Illegal Fishing (Penangkapan Liar)

2.3.3.1 Pengertian

Pengertian Illegal Fishing secara harfiah yaitu dari bahasa

Inggris. Dalam The Contemporary English Indonesian

Dictionary, ”illegal” artinya tidak sah, dilarang atau

bertentangan dengan hukum. “Fish” artinya ikan atau daging

ikan dan ”fishing” artinya penangkapan ikan sebagai mata

pencaharian atau tempat menangkap ikan. Berdasarkan

pengertian secara harfiah tersebut dapat dikatakan bahwa

”illegal fishing” menurut bahasa berarti menangkap ikan atau

kegiatan perikanan yang dilakukan secara tidak sah. Menurut

Divera Wicaksono sebagaimana dikutip Lambok Silalahi bahwa

illegal fishing adalah memakai Surat Izin Penangkapan Ikan

(SIPI) palsu, tidak dilengkapi dengan SIPI, isi dokumen izin

tidak sesuai dengan kapal dan jenis alat tangkapnya, menangkap

ikan dengan jenis dan ukuran yang dilarang .

Penegakan hukum adalah merupakan usaha atau kegiatan

negara berdasarkan kedaulatan negara atau berdasarkan

ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, baik aturan hukum

nasional itu sendiri maupun aturan hukum internasional dapat

diindahkan oleh setiap orang dan atau badan-badan hukum,

bahkan negara-negara lain untuk memenuhi kepentingannya

namun tidak sampai mengganggu kepentingan pihak lain.

Penegakan hukum dalam pengertian yustisial diartikan

sebagai suatu proses peradilan yang terdiri dari kegiatan

penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang

pengadilan serta pelaksanaan putusan hakim, hal ini bertujuan

untuk menjamin ketertiban dan kepastian hukum. Berdasarkan

pengertian yustisial maka yang dimaksud dengan penegakan

hukum di laut ialah suatu proses kegiatan dalam penyelesaian

(17)

dilaut atas ketentuan hukum yang berlaku baik ketentuan hukum

internasional maupun nasional.

Delik/ tindak pidana ialah perbuatan yang melanggar

undang-undang pidana, dank arena itu bertentangan dengan

undang-undang yang dilakukan dengan sengaja oleh orang yang

dapat dipertanggungjawabkan.

Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan

diperairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat

atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal

untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan,

menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya.

Surat Izin Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disebut

SIPI, adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal

perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari SIUP.

Surat Izin Usaha Perikanan, yang selanjutnya disebut

SIUP, adalah izin tertulis yang harus dimiliki perusahaan

perikanan untuk melakukan usaha perikanan dengan

menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin

tersebut.

2.3.3.2 Penegakan hukum IUU Fishing dalam Unclos 1982

Dalam hal penegakan hokum, termasuk penegakan hukum

bagi pelaku IUU Fishing, UNCLOS 1982 secara garis besar

membedakan wilayah laut dua kategori, yaitu wilayah laut di

bawah kedaulatan dan wilayah laut dimana suatu negara

memiliki yurisdiksi. Kawasan laut yang tunduk dibawah

kedaulatan suatu negara pantai/kepulauan adalah perairan

pedalaman dan laut teritorial atau perairan kepulauan dan laut

teritorial. Sedangkan kawasan laut dimana suatu negara

pantai/kepulauan memiliki hak berdaulat dan yurisdiksi adalah

(18)

Wilayah ZEE mempunyai status hukum yang sui generis

(unik/berbeda). Keunikan tersebut terletak pada eksistensi hak

dan kewajiban negara pantai dan negara lain atas ZEE. Berbeda

dengan di laut teritorial, dimana negara pantai mempunyai

kedaulatan, di ZEE negara pantai hanya mempunyai hak

berdaulat. Hak berdaulat tersebut terbatas pada eksplorasi dan

eksploitasi sumber daya kelautan baik sumber daya hayati

maupun non-hayati.

Di dalam UNCLOS 1982 disebutkan hak dan yurisdiksi

negara pantai di ZEE meliputi: (1) eksplorasi dan eksploitasi

sumber daya kelautan (hayati-non hayati); (2) membuat dan

memberlakukan peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya kelautan; (3)

pembangunan pulau buatan dan instalasi permanen lainnya; (4)

mengadakan penelitian ilmiah kelautan; dan (5) perlindungan

lingkungan laut. Sedangkan kewajiban negara pantai ZEE

meliputi: (1) menghormati eksistensi hak dan kewajiban negara

lain atas wilayah ZEE; (2) menentukan maximum allowable

catch untuk sumber daya hayati dalam hal ini perikanan; dan (3)

dalam hal negara pantai tidak mampu memanen keseluruhan

allowable catch, memberikan akses kepada negara lain atas

surplus allowable catch melalui perjanjian sebelumnya untuk

optimalisasi pemanfaatan sumber daya kelautan terutama

sumber daya perikanan dengan tujuan konservasi.

UNCLOS 1982 tidak mengatur tentang IUU Fishing.

Wacana tentang illegal fishing muncul bersama-sama dalam

kerangka IUU (Illegal, Unreporterd and Unregulated) fishing

practices pada saat diselenggarakannya forum CCAMLR

(Commision for Conservation of Artarctic Marine Living

Resources) pada 27 Oktober – 7 Nopember 1997. IUU Fishing

(19)

1. Illegal fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan secara illegal

di perairan wilayah atau ZEE suatu negara, atau tidak

memiliki ijin dari negara tersebut;

2. Unregulated fishing yaitu kegiatan penangkapan di perairan

wilayah atau ZEE suatu negara yang tidak mematuhi aturan

yang berlaku di negara tersebut; dan

3. Unreported fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan di

perairan wilayah atau ZEE suatu negara yang tidak

dilaporkan baik operasionalnya maupun data kapal dan hasil

tangkapannya.

Praktek IUU Fishing terjadi baik di kawasan laut yang

tunduk di bawah kedaulatan maupun di ZEE. Dilakukan oleh

kapal berbendera negara pantai yang bersangkutan itu sendiri

maupun oleh kapal berbendera asing. Walaupun tidak mengatur

IUU Fishing, tapi berkaitan dengan penegakan hukum di laut,

UNCLOS 1982 mengatur secara umum, baik di kawasan laut

yang tunduk di bawah kedaulatan dan ZEE suatu negara.

2.3.3.3 Penegakan hukum di laut yang tunduk di bawah kedaulatan

Jika pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan

negara pantai terjadi di laut teritorial atau perairan pedalaman

atau perairan kepulauan suatu negara, maka sesuai dengan

kedaulatan yang diberikan oleh Pasal 2 UNCLOS 1982, negara

pantai dapat memberlakukan semua peraturan hukumnya

bahkan hukum pidananya terhadap kapal tersebut. Asalkan

pelanggaran tersebut membawa dampak bagi negara pantai atau

menganggu keamanan negara pantai sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 27 (1) UNCLOS 1982. Akan tetapi jika unsur-unsur

yang disebutkan dalam Pasal 27 (1) UNCLOS 1982 ini tidak

terpenuhi, maka negara pantai tidak dapat menerapkan

yurisdiksi pidananya terhadap kapal tersebut. Luasnya

kewenangan Negara pantai untuk menegakan hukumnya bagi

(20)

pedalaman atau perairan kepulauan ini (memenuhi ketentuan

pasal 27 ayat 1), adalah perwujudan dari yurisdiksi teritorialitas.

2.3.3.4 Penegakan hukum di ZEE

Pasal 27 (5) UNCLOS 1982 selanjutnya merujuk kepada Bab IX

(Pelestarian dan Perlindungan Lingkungan Laut) dan Bab.V

tentang ZEE. Dalam hal pelanggaran terhadap peraturan

perundang-undangan negara pantai yang berkaitan dengan

eksplorasi, eksploitasi, konsevasi dan pengelolaan sumber daya

perikanan Negara pantai dapat melakukan tindakan penegakan

hukum.

Bertalian dengan penegakan hukum negara pantai di ZEE diatur

dalam pasal 73 UNCLOS 1982 yang menentukan:

a. Negara pantai dapat, dalam melaksanakan hak berdaulatnya untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan

pengelolaan sumber daya hayati di zona ekonomi ekskluisf

mengambil tindakan sedemikian, termasuk menaiki kapal,

memeriksa, menangkap dan melakukan proses pengadilan,

sebagaimana diperlukan untuk menjamin ditaatinya peraturan

perundang-undangan yang ditetapkannya sesuai dengan

ketentuan Konvensi ini.

b. Kapal-kapal yang ditangkap dan awaknya harus segera

dibebaskan setelah diberikan suatu uang jaminan yang layak

atau bentuk jaminan lainnya.

c. Hukuman negara pantai yang dijatuhkan terhadap

pelanggaran peraturan perundang-undangan perikanan di

zona ekonomi eksklusif tidak boleh mencakup pengurungan,

jika tidak ada perjanjian sebalik-nya antara negara-negara

yang bersangkutan, atau setiap bentuk hukuman badan

lainnya.

d. Dalam hal penangkapan atau penahanan kapal asing negara

(21)

melalui saluran yang tepat, mengenai tindakan yang diambil

dan mengenai setiap hukuman yang kemudian dijatuhkan”.

Jadi berdasarkan Pasal 73 UNCLOS 1982, jika kapal asing tidak

mematuhi peraturan perundang-undangan perikanan negara

pantai di ZEE, negara pantai dapat menaiki, memeriksa,

menangkap dan melakukan proses pengadilan atas kapal

tersebut dan memberitahu negara bendera kapal. Akan tetapi

kapal dan awak kapal yang ditangkap tersebut harus segera

dilepaskan dengan reasonable bond (uang jaminan yang layak)

yang diberikan kepada negara pantai. Hukuman yang dijatuhkan

tidak boleh dalam bentuk hukuman badan yaitu penjara.

2.3.3.5 Penegakkan Hukum IUU Fishing di Indonesia

Penegakan hukum terhadap tindak pidana di Indonesia

dilakukan melalui proses peradilan pidana sebagaimana

ditegaskan dalam Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang KUHAP ( Kitab Undang - Undang Hukum Pidana )

dimana setiap bentuk tindak pidana yang terjadi ditangani

melalui tahapan Pre Ajudikasi, Ajudikasi dan Post Ajudikasi.

Pre Ajudikasi: Pada tahapan ini Lembaga atau Instansi

penegak hukum yang telibat secara langsung yaitu penyidik

(Polisi, Angkatan Laut dan Penyidik PNS) serta Jaksa

(Kejaksaan). Penegak hukum melakukan suatu tindakan

berdasarkan informasi maupun laporan mengenai adanya suatu

tindak pidana Illegal Fishing namun tidak jarang pula adanya

tindakan langsung oleh Kepolisian maupun Angkatan Laut atas

temuan dari Intelegen mereka sendiri, seperti sering

dilakukannya Gelar Patroli Keamanan Laut oleh kedua lembaga

tersebut. Namun demikian hasil dari Gelar Patroli Keamanan

Laut tersebut selanjutnya yang akan diproses pada tahapan

berikutnya, tidak akan berjalan atau dilakukan secara optimal

(22)

berbagai lembaga penegak hukum atau yang sering kita kenal

dengan istilah Integreted Criminal Justice System(ICSJ).

Berbagai upaya lain juga telah dilakukan oleh pemerintah

dalam upaya pengamanan laut, tetapi masih dipandang belum

memadai dalam menjawab tantangan keamanan laut yang ada.

Sampai pada akhirnya pemerintah merasa perlu melakukan

upaya-upaya koordinasi berbagai pihak dalam upaya

pengamanan laut Indonesia. Upaya yang dilakukan oleh

pemerintah di bawah pemerintahan Presiden Soesilo Bambang

Yudhoyono adalah dengan melakukan revitalisasi Badan

Koordinasi Keamanan Laut yang sudah ada sebelumnya untuk

diatur kembali melalui instrument Peraturan Presiden.

Adanya perubahan tata pemerintahan dan perkembangan

lingkungan strategis saat ini perlu penataan kembali Bakorkamla

untuk meningkatkan koordinasi antar institusi/instansi

pemerintah di bidang keamanan laut. Pada tahun 2003, melalui

Kep. Menkopolkam, Nomor Kep.05/Menko/Polkam/2/2003,

dibentuk Kelompok Kerja Perencanaan Pembangunan

Keamanan dan Penegakan Hukum di Laut. Akhirnya pada

tanggal 29 Desember 2005, ditetapkan Peraturan Presiden

Nomor 81 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan

Laut (Bakorkamla) yang menjadi dasar hukum organisasi

tersebut.

Untuk menciptakan kondisi keamanan wilayah yang

kondusif, Lantamal I melaksanakan operasi kamla terbatas

dengan Alutsista KAL/Patkamla yang tergelar dijajaran, dalam

rangka penegakan kedaulatan dan hukum serta melindungi

sumber sumber daya alam untuk kepentingan nasional maupun

daerah.

Pelaksanaan tugas pokok Lantamal I Belawan tentu

(23)

diamanatkan dalam pasal 9 Undang-undang RI Nomor 34 tahun

2004 tentang Tentara Nasional Indonesia yaitu :

a. Melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan;

b. Menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut

yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional

dan hukum internasional yang telah diratifikasi;

c. Melaksanakan tugas diplomasi Angkatan Laut dalam rangka

mendukung kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan

oleh pemerintah;

d. Melaksanakan tugas dan pengembangan kekuatan matra laut;

e. Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut.

Saat ini penyidik TNI AL secara konsisten telah

menerapkan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang

Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang

Perikanan dengan melaksanakan enforcement of law secara

cepat dan tuntas serta dapat menimbulkan efek jera bagi para

pelakunya. Dalam proses penyidikan di pangkalan TNI AL

sesuai amanat Undang-undang telah menetapkan owner, agen

dan operator kapal sebagai tersangka. Hal ini dilakukan agar

para pemilik tidak lagi berlindung dibalik badan dan

mengorbankan para Nakhoda dan ABK kapal ikan. Penyidik

TNI AL memang harus tunduk kepada otoritas yang mengatur

perijinan, meskipun selalu ditempatkan sebagai pemadam

kebakaran dan disalahkan bila ada penyelesaian kasus yang

belum tuntas. Komitmen TNI AL tetap tinggi untuk proaktif

memberantas praktek illegal fishing.

Prosedur dan tata cara pemeriksaan tindak pidana di laut

sebagai bagian dari penegakan hukum di laut mempunyai

ciri-ciri atau cara-cara yang khas dan mengandung beberapa

perbedaan dengan pemeriksaan tindak pidana di darat. Hal ini

disebabkan karena di laut terdapat bukan saja kepentingan

(24)

internasional yang harus dihormati, seperti hak lintas damai, hak

lintas alur laut kepulauan, hak lintas transit, pemasangan kabel

laut serta perikanan tradisional negara tetangga.

Adapun seperangkat aturan sebagai pendukung

penegakkan hukum terhadap tindak pidana illegal fishing di

Indonesia antara lain sebagai berikut.

a. Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan perubahannya

Undang – Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan,

b. UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir

dan Pulau – Pulau Kecil serta aturan pelaksanaannya lainnya

seperti : Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang

Usaha Perikanan,

c. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang

Konservasi Sumberdaya Ikan,

d. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 tentang

Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan,

e. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.13/MEN/2005 tentang Forum Koordinasi Penanganan

Tindak Pidana di Bidang Perikanan,

f. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.14/MEN/2005 tentang Komisi Nasional Pengkajian

Sumber Daya Ikan,

g. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.15/MEN/2005 tentang Penangkapan Ikan dan/atau

Pembudidaya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan

Republik Indonesia Yang Bukan Untuk Tujuan Komersial,

h. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap,

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.06/MEN/2008 tentang Penggunaan Pukat Hela di

Perairan Kalimantan Timur Bagian Utara, Peraturan Menteri

(25)

Penggunaan Alat Penangkap Ikan Jaring Ingsang (Gill Net)

di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).

2.3.3.6 Penghambat Penegakkan Hukum Terhadap IUU Illegal Fishing

1. Obyek Penegak Hukum Sulit Ditembus Hukum

Obyek yang dimaksud disini adalah pelaku yang

terlibat dalam kejahatan Illegal Fishing yaitu pelaku yang

menjadi otak dari kegiatan tersebut. Terutama dalam hal ini

adalah oknum Pejabat Penyelenggara Negara, oknum Aparat

Penegak Hukum atau oknum Pegawai Negeri Sipil yang tidak

diatur secara khusus dalam Undang–Undang tentang

Perikanan tersebut.Penerapan Pasal 56 ayat (1) KUHP yang

mengkualifikasikan pelaku tindak pidana sebagai orang yang

melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta

melakukan perbuatan pidana dapat juga diterapkan dalam

kejahatan Illegal Fishingyang melibatkan banyak pihak.

Namun demikian beban pidana yang harus ditanggung secara

bersama dalamterjadinya tindak pidana Illegal Fishing juga

dapat mengurangi rasa keadilan masyarakat, karena dengan

kualitas dan akibat perbuatan yang tidak sama terhadap

pelaku turut serta, dapat dipidanakan maksimum sama

dengan si pembuat menurut ketentuan Pasal 56 ayat (1)

KUHP, sedangkan ternyata peranan pelaku utamanya sulit

ditemukan.

2. Lemahnya Koordinasi Antar Penegak Hukum

Lemahnya koordinasi antar Instansi Penegak Hukum

dapat menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan

kebijakan masing – masing, sehingga sangat rawan

menimbulkan konflik kepentingan. Penegakan hukum yang

tidak terkoordinasi merupakan salah satu kendala dalam

(26)

Proses peradilan mulai dari penyidikan hingga ke

persidangan membutuhkan biaya yang sangat besar, proses

hukum yang sangat panjang dan sarana / prasarana yang

sangat memadai membutuhkan keahlian khusus dalam

penanganan kasus tersebut. Dalam satu Instansi tentu tidak

memiliki semua komponen, data/informasi ataupun sarana

dan prasarana yang dibutuhkan dalam rangka penegakan

hukum.Oleh karena itu diperlukan koordinasi dan kerjasama

yang sinergis antar Instansi yang terkait dalam upaya

penegakan hukum terhadap Illegal Fishing tersebut.

Dalam pemberantasan kejahatan Illegal Fishing yang

terjadi di Indonesia sering ditemui bahwa yang merupakan

salah satu kendala dalam pemberantasan Illegal Fishing ialah

disebabkan oleh kurangnya koordinasi yang efektif dan

efisien antara berbagai Instansi yang terkait, yang mana

sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor PER/11/MEN/2006 tentang Perubahan Peraturan

Menteri Nomor PER/13/MEN/2005 tentang Forum

Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Perikanan

yaitu dalam hal ini terdapat 10 (sepuluh) Instansi yang terkait

yang berada dalam satu mata rantai pemberantasanIllegal

Fishing yang sangat menentukan proses penegakan hukum

kejahatan perikanan yaitu : Kementerian Kelautan dan

Perikanan, Kepolisian Republik Indonesia, TNI - Angkatan

Laut, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan Ham

Ditjen Keimigrasian, Kemeterian Perhubungan Ditjen

Perhubungan Laut, Kementerian Keuangan Ditjen Bea dan

Cukai, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Ditjen

Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Mahkamah Agung

dan Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota.Koordinasi

antar berbagai Instansi tersebut sangat menentukan

(27)

kejahatan Illegal Fishing yang merupakan kejahatan

terorganisir yang memiliki jaringan yang sangat luas mulai

dari penangkapan ikan secara ilegal, tanshipment ikan

ditengah laut hingga eksport ikan secara ilegal.

3. Rumusan Sanksi Pidana

Rumusan sanksi pidana dalam pasal Undang - Undang

Nomor 31 Tahun 2004 dan perubahannya Undang - Undang

Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikananyang memiliki

sanksi pidana denda yang sangat berat dibandingkan dengan

ketentuan pidana yang lain, ternyata belum memberikan efek

jera kepada pelaku kejahatan Illegal Fishing. Ancaman

hukuman penjara yang paling berat 6 (enam) tahun bagi

pelaku yang melakukan penangkapan ikan tanpa memiliki

atau membawa SIPI (Surat Ijin Penangkapan Ikan) dan paling

berat 7 (tujuh) tahun bagi yang melakukan pemalsuan dan

memakai ijin palsu berupa SIUP, SIPI, SIKPI. Pidana denda

yang paling banyak Rp. 20.000.000.000,- (dua puluh milyar

rupiah). Rumusan sanksi dalam Undang – Undang ini tidak

mengatur rumusan sanksi paling rendah atau minimum

sehingga seringkali sanksi pidana yang dijatuhkan tidak

memberi efek jera kepada pelaku. Demikian juga belum

diatur tentang sanksi pidana bagi Korporasi serta sanksi

pidana tambahan terutama kepada tindak pidana pembiaran.

Terlepas dari semua itu masyarakat sebagai pihak yang

awam terhadap hukum akan selalu mempertanyakan putusan

pengadilan dengan adanya praktek – praktek yang

unprofesional oleh aparat penegak hukum baik PPNS

Perikanan, TNI - Angkatan Laut, Penyidik Polri, Jaksa

maupun Hakim namun tentu saja hal tersebut harus

mempunyai dasar yang kuat agar Lembaga Penegak Hukum

sendiri tidak dirugikan dengan tudingan–tudingan yang tidak

(28)

oknum Penegak Hukum tersebut harus segera ditindakdengan

tegas berdasarkan aturan hukum dan hal ini berarti Lembaga

Penegak Hukum perlu melakukan pembaharuan.

2.4 Deforestation

Deforestasi adalah kegiatan penebangan hutan atau tegakan pohon

(stand of trees) sehingga lahannya dapat dialihgunakan untuk penggunaan

nir-hutan (non-forest use) yakni pertanian, peternakan atau kawasan perkotaan.

Istilah deforestasi sering disalahartikan untuk menggambarkan kegiatan

penebangan yang semua pohonnya di suatu daerah ditebang habis. Namun, di

daerah beriklim ugahari yang cukup lengas (temperate mesic climate),

penebangan semua pohon—sesuai dengan langkah-langkah pelaksanaan

kehutanan yang berkelanjutan (sustainable forestry)—tepatnya disebut

sebagai 'panen permudaan' (harvest regeneration). Di daerah tersebut,

permudaan alami oleh tegakan hutan biasanya tidak akan terjadi tanpa

gangguan, baik secara alami maupun akibat manusia. Selain itu, akibat dari

panen permudaan seringkali mirip dengan gangguan alami, termasuk

hilangnya keanekaragaman hayati (biodiversity) setelah perusakan hutan

hujan (rainforest) yang terjadi secara alami.

Deforestasi dapat terjadi karena berbagai alasan: pohon atau arang yang

diperoleh dari hutan dapat digunakan atau dijual untuk bahan bakar atau

sebagai kayu saja, sedangkan lahannya dapat dialihgunakan sebagai padang

rumput untuk ternak, perkebunan untuk barang dagangan (commodity), atau

untuk permukiman (settlement). Penebangan pohon tanpa penghutanan

kembali (reforestation) yang cukup dapat merusak lingkungan tinggal

(habitat), hilangnya keanekaragaman hayati dan kegersangan (aridity).

Penebangan juga berdampak buruk terhadap penyitaan hayati

(biosequestration) karbon dioksida dari udara. Daerah-daerah yang telah

ditebang habis biasanya mengalami pengikisan tanah yang parah dan sering

menjadi gurun.

Pengabaian atau ketidaktahuan nilai hakiki (intrinsic value), kurangnya

nilai yang terwariskan (ascribed value), kelengahan dalam pengelolaan hutan

(29)

yang memungkinkan terjadinya pengawahutanan secara besar-besaran.

Banyak negara di dunia mengalami pengawahutanan terus-menerus, baik

secara alami maupun akibat manusia. Pengawahutanan dapat menyebabkan

kepunahan, perubahan iklim, penggurunan (desertification), dan

ketersingkiran penduduk semula. Perubahan tersebut juga pernah terjadi pada

masa lalu dan dapat dibuktikan melalui penelitian rekaman sisa purba (fossil

record). Akan tetapi, angka pengawahutanan bersih sudah tidak lagi

meningkat di antara negara-negara dengan PDB per kapita yang sedikitnya

AS$4.600.

Banyaknya deforestasi pada masa kini terjadi karena penyelewengan

kuasa pemerintahan (political corruption) di kalangan lembaga pemerintah,

ketidakadilan dalam pembagian kekayaan (wealth) dan kekuasaan,

pertumbuhan penduduk dan ledakan penduduk (overpopulation), maupun

pengkotaan (urbanization). Kesejagatan (globalization) seringkali dipandang

sebagai akar penyebab lain yang mengakibatkan pengawahutanan, meskipun

ada pula dampak baik dari kesejagatan (datangnya tenaga kerja, modal,

barang dagangan dan gagasan baru) yang telah menggalakkan pemulihan

hutan setempat.

Pada tahun 2000, Perhimpunan Pangan dan Pertanian (FAO)

menemukan bahwa "peran keberubahan penduduk (population dynamics)

dalam keadaan setempat dapat berubah-ubah dari sangat berpengaruh hingga

tidak berpengaruh sama sekali," dan pengawahutanan dapat terjadi karena

"tekanan penduduk dan kemandekan keadaan ekonomi (stagnating economic

conditions), masyarakat maupun teknologi."

Terjadinya kemerosotan lingkungan alam hutan (forest ecosystem) juga

dapat berakar dari dorongan-dorongan ekonomi yang menonjolkan

keuntungan pengalihgunaan hutan daripada pelestarian hutan. Banyak

kegunaan hutan yang penting tidak ada pasaran, maka dari itu, tidak ada nilai

ekonomi yang bermanfaat bagi para pemilik hutan atau masyarakat yang

bergantung pada hutan untuk kesejahteraan mereka. Dari sudut pandang

negara berkembang, hilangnya manfaat hutan (sebagai penyerap karbon

(30)

sebagian besar sisa pohonnya dikirim ke negara-negara maju, merupakan hal

yang tidak adil karena tidak ada imbalan yang cukup untuk jasa tersebut.

Negara-negara berkembang merasa beberapa negara maju, seperti Amerika

Serikat, telah mendapatkan banyak manfaat dengan menebang hutannya

sendiri berabad-abad yang lalu, dan adalah hal yang munafik apabila

negara-negara maju tidak membiarkan negara-negara-negara-negara berkembang dengan

kesempatan yang sama: bahwa negara miskin tidak harus menanggung biaya

pelestarian karena negara kayalah yang telah menciptakan masalahnya.

Para pakar tidak sepakat bahwa pembalakan (logging) besar-besaran

bagi perdagangan memainkan peran penting bagi deforestasi sejagat (global

deforestation).Beberapa pakar berpendapat bahwa orang miskin lebih

cenderung menebangi hutan karena mereka tidak punya jalan keluar yang

lain. Ada juga yang berpendapat bahwa masyarakat miskin tidak mampu

membayar bahan dan tenaga kerja yang diperlukan untuk menebang hutan.

Hasil dari salah satu pengkajian pengawahutanan menyatakan bahwa hanya

8% penebangan hutan beriklim panas terjadi karena peningkatan jumlah

penduduk oleh angka kesuburan yang tinggi (high fertility rate)

2.5Rusak-Berkurangnya-Hilangnya Biodiversity

2.5.1 Pengertian

Keanekaragaman hayati atau biodiversitas (Bahasa Inggris:

biodiversity) adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua

bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut

skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan,

hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi

dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya. Dapat juga

diartikan sebagai kondisi keanekaragaman bentuk kehidupan dalam

ekosistem atau bioma tertentu. Keanekaragaman hayati seringkali

digunakan sebagai ukuran kesehatan sistem biologis.

Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara merata di bumi;

wilayah tropis memiliki keanekaragaman hayati yang lebih kaya, dan

jumla keanekaragaman hayati terus menurun jika semakin jauh dari

(31)

Keanekaragaman hayati yang ditemukan di bumi adalah hasil dari

miliaran tahun proses evolusi. Asal muasal kehidupan belum diketahui

secara pasti dalam sains. Hingga sekitar 600 juta tahun yang lalu,

kehidupan di bumi hanya berupa archaea, bakteri, protozoa, dan

organisme uniseluler lainnya sebelum organisme multiseluler muncul

dan menyebabkan ledakan keanekaragaman hayati yang begitu cepat,

namun secara periodik dan eventual juga terjadi kepunahan secara

besar-besaran akibat aktivitas bumi, iklim, dan luar angkasa.

2.5.2 Penyebab Hilangnya Keanekaragaman Hayati

1. Hilangnya Habitat dan Fragmentasi : hilangnya habitat adalah

menyusutnya materi pada tempat yang sesuai untuk hidup.

Fragmentasi habitat adalah pemisahan suatu habiat menjadi lebih

kecil lagi.

2. Spesies-spesies eksotik (pendatang) : spesies pendatang sering kali

menjadi penyebab terhadap rusaknya atau musnahnya spesies asli

suatu ekosistem.

3. Degradasi Habitat : kerusakan habitat oleh polusi dan polusi dapat

diartikan sebagai perubahan-perubahan lingkungan yang

menimbulkan pengaruh negative terhadap kehidupan dan kesehatan

bagi makhluk hidup.

4. Eksploitasi secara berlebihan : eksploitasi sumber daya alam dapat

dikataka berlebihan jika jumlah yang diambil lebih besar

dibandingkan dengan sumber daya alam tersebut untuk membarui

diri.

2.5.3 Usaha Pelestarian Keanekaragaman Hayati

1. Usaha perlindungan konversi

Cagar Alam : kawasan suaka alam yang memiliki tumbuhan,

hewan, ekosistem yang khas sehingga perlu dilindungi.

Suaka Margasatwa : kawasan suaka alam yang memiliki ciri

(32)

untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan

terhadap habitatnya.

Taman Nasional : kawasan pelestarian alam yang memiliki

ekosistem asli yang dikelola dengan sistem zonasi.

Taman Wisata Alam : taman pelestarian alam.

Taman Hutan Raya : kawasan pelestarian alam untuk tujuan

koleksi hewan dan tumbuhan yang alami atau bukan alami, jenis

asli atau bukan jenis asli.

Taman Buru : kawasan yang didalamnya terdapat potensi satwa

buru yang diperuntukkan untuk rekreasi berburu.

2. Usaha Perlindungan melalui Peraturan Perundangan

Tujuannya untuk melindungi beberapa jenis hewan yang terdapat di

Indonesia.

3. Usaha Perlindungan melalui Keppres

Misalnya melalui Keppres No.4 Tahun 1993 trelah menetapkan

beberapa tumbuhan dan hewan asli Indonesia sebagai tumbuhan dan

hewUpaya Internasional Melestarikan Keanekaragaman Hayati

2.6 Kerusakan Sumber Daya Kelautan

2.6.1 Bentuk-bentuk Kerusakan Laut

Berbagai macam kerusakan yang ada di lingkungan laut, banyak yang

menyebut bahwa laut kita sedang sakit. Laut yang pernah dianggap

begitu luas serta mempunyai kekayaan melimpah yang tidak akan habis

untuk selama-lamanya, ternyata mempunyai kemampuan terbatas pula.

Maka dari itu, keberadaan laut harus mendapat perhatian dari kita

semua agar sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara

berkesinambungan.

1. Kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan peledak

Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak merupakan

cara yang sering digunakan oleh nelayan traditional didalam

memanfaatkan sumberdaya perikanan khususnya didalam melakukan

penangkapan ikan-ikan karang. Penangkapan ikan-ikan karang

(33)

kurang baik baik bagi ikan-ikan yang akan ditangkap maupun untuk

karang yang terdapat pada lokasi penangkapan. Penggunaan bahan

peledak dalam penangkapan ikan di sekitar daerah terumbu karang

menimbulkan efek samping yang sangat besar. Selain rusaknya

terumbu karang yang ada di sekitar lokasi peledakan, juga dapat

menyebabkan kematian biota lain yang bukan merupakan sasaran

penangkapan. Oleh sebab itu, penggunaan bahan peledak berpotensi

menimbulkan kerusakan yang luas terhadap ekosistem terumbu

karang.

Penggunaan bahan peledak di daerah terumbu karang akan

menghancurkan struktur terumbu karang dan dapat meninggalkan

gunungan serpihan karang hingga beberapa meter lebarnya (Hamid,

2007). Selain memberi dampak yang buruk untuk karang, kegiatan

penangkapan dengan menggunkan bahan peledak juga berakibat

buruk untuk ikan-ikan yang ada. Ikan-ikan yang ditangkap dengan

menggunakan bahan meledak umumnya tidak memiliki kesegaran

yang sama dengan ikan-ikan yang ditangkap dengan menggunakan

alat tangkap ramah lingkungan. Walaupun demikian adanya, nelayan

masih tetap menggunakan bahan peledak didalam melakukan

kegiatan penangkapan karena hasil yang mereka peroleh cendrung

lebih besar dan cara yang dilakukan untuk melakukan proses

penangkapan tergolong mudah.

2. Kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan beracun

Selain penggunaan bahan peledak didalam penangkapan ikan

diderah karang, kegiatan yang marak dilakukan oleh nelayan adalah

dengan menggunakan obat bius atau bahan beracun lainnya. Bahan

beracun yang umum dipergunakan dalam penangkapan ikan dengan

pembiusan seperti sodium atau potassium sianida. Seiring dengan

meningkatnya permintaan konsumen terhadap ikan hias dan hidup

memicu nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan yang

merusak dengan menggunakan racun sianida. Kegiatan ini umum

(34)

diperoleh dengan cara ini memang merupakan ikan yang masih

hidup kan tetapi penggunaannya pada daerah karang memberikan

dampak yang sangat besar bagi terumbu karang. Selain itu

penangkapan dengan cara ini dapat menyebabkan kepunahan

jenis-jenis ikan karang tertentu. Racun tersebut dapat menyebabkan ikan

besar dan kecil menjadi mabuk dan mati.

Disamping mematikan ikan-ikan yang ada, sisa racun dapat

menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan terumbu karang, yang

ditandai dengan perubahan warna karang yang berwarna warni

menjadi putih yang lama kelamaan karang menjadi mati.

Indikatornya adalah karang mati.

3. Kegiatan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap trawl

Kegiatan lain yang termasuk kedalam kegiatan illegal fishing adalah

penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang. Kegiatan ini

merupakan kegiatan penangkapan yang bersifat merusak dan tidak

ramah lingkungan. Penggunaan alat tangkap trawl pada daerah

karang dapat dilihat pada kasus yang terjadi di perairan Bagan

Siapi-Api Provinsi Sumatera Utara dan di Selat Tiworo Provinsi Sulawesi

Tenggara.

Sebagaimana telah kita ketahui bersama, penggunaan alat tangkap

ini sudah dilarang penggunaannya di Indonesia karena alat tangkap

tersebut termasuk kedalam alat tangkap yang sangat tidak ramah

lingkungan karena memiliki selektifitas alat tangkap yang sangat

buruk. Nelayan di sulawesi Utara cendrung tidak memperdulikan

hukum yang ada. Mereka tetap melakukan proses penangkapan

dengan menggunakan alat tangkap trawl. Alat yangumumnya

digunakan oleh nelayan berupa jaring dengan ukuran yang sangat

besar, memilki lubang jaring yang sangat rapat sehingga berbagai

jenis ikan mulai dari ikan berukuran kecil sampai dengan ikan yang

berukuran besar dapat tertangkap dengan menggunakan jaring

(35)

Akhirnya, sesungguhnya kualitas lingkungan laut itu sangat

berhubungan erat dengan kualitas manusia. Bukankah manusia itu

dianggap sebagai pemilik kekuasaan? Sayangnya, kekuasaan ini

seringkali membuat manusia bertindak serakah, sehingga kualitas

lingkungan laut menjadi rusak. Untuk itu, adanya kegiatan ekplorasi

dan ekploitasi sumberdaya laut yang tidak mempertimbangkan

kehidupan generasi saat ini dan akan datang harus segera dihindari

sedini mungkin, bila tidak siap-siap kita didera derita ekosistem laut

yang rusak.

Cara kerjanya alat tangkap ditarik oleh kapal yang mana menyapu ke

dasar perairan. Akibat memakai pukat harimau terus menerus

menyebabkan kepunahan terhadap berbagai jenis sumber daya

perikanan. Hal ini dikarenakan ikan-ikan kecil yang belum memijah

tertangkap oleh alat ini sehingga tidak memiliki kesempatan untuk

memijah dan memperbanyak spesiesnya. Selain hal tersebut, dampak

yang ditimbulkan oleh penggunaan alat tangkap ini pada daerah

karang adalah rusaknya terumbu karang akibat tersangkut ataupun

terbawa jarring. Jarring yang tersangkut akann menjadi patah dan

akhirnya menghambat pertumbuhan dari karang itu sendiri. Apabila

hal ini terus berlanjut maka ekosistem karang akan mengalami

kerusakan secara besar-besaran dan berakibat pada punahnya

ikan-ikan yang berhabitat pada daerah karang tersebut.

2.6.2 Kondisi Laut

Saat ini kondisi kelestarian hayati (biota) laut Indonesia

menghadapi ancaman serius. Bahkan sebagian diantaranya telah

mendekati ke punahan akibat pencemaran dan perusakan alam

lingkungan laut. Berbagai upaya pencegahan telah dilakukan, baik oleh

masyarakat, pemerintah maupun lembaga-lembaga internasional,

namun tetap tak mampu mencegah degradasi kualitas lingkungan

perairan laut. Secara normatif “Perusakan Lingkungan” diartikan

(36)

tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan atau hayati lingkungan,

yang mengakibatkan lingkungan itu kurang atau tidak berfungsi lagi

dalam menunjang pembangunan yang berkesinambungan.

Sedangkan “Pencemaran Lingkungan” adalah masuknya makhluk

hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan

atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses

alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu

yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat

berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Menurut konsultan Blue Planet BBC Profesor Callum Roberts,

mulai dari paus hingga plankton, vitalitas laut berada dalam bahaya

serius. Selama 30 tahun terakhir, tiga perempat megafauna laut dunia

hilang dan seperempat karang mati. Di Eropa utara, stok ikan berkurang

hingga 99%. European Commission juga memperingatkan, spesies ikan

cod, hake dan makarel akan menghilang dalam satu dekade mendatang.

“Laut berubah drastis 30 tahun terakhir di semua sejarah manusia.

Dalam 40-50 tahun lagi, laut akan menjadi zona mati yang tak ada

makhluk hidup di dalamnya,”.

Kapal pukat harimau, jaring listrik dan jaring yang lebih besar

menjadi sumber ancaman itu.“Untuk mencegah hal tersebut, kita bisa

mulai hanya memakan ikan yang bisa berkelanjutan. Mulai mendaur

plastik dan mengurangi penggunaan fosfat,” Sementara, menurut

National Research Council AS, peningkatan ketinggian air laut ini

meningkatkan risiko banjir dan kerusakan akibat badai, erosi serta

hancurnya lahan basah. Meningkatnya ketinggian laut telah lama

dianggap sebagai konsekuensi perubahan iklim. Seperti dikutip

StraitsTimes, laporan meramalkan, pada tahun 2100, pesisir barat AS

mulai dari batas Mexico hingga Cape Mendocino akan meningkat.

Parahnya peningkatan yang terjadi lebih tinggi dari proyeksi yang ada

sebelumnya diramalkan meningkat 50-140cm. Bisa ditebak, dampaknya

tidak hanya dirasakan di Amerika saja. Negara kita sebagai negara

(37)

2.6.3 Dampak

Namun kenyataannya, manusia jugalah yang melakukan

kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai macam kegiatan yang

berdampak negatif pada lingkungannya. Lingkungan alam padahal

merupakan tempat berbagai organisme hidup beserta segala keadaan

dan kondisinya untuk menunjang kehidupan manusia itu sendiri di bumi

yang menjadi tempat tinggalnya.

Setiap hari, 100 meter kubik sampah diangkut dari Teluk Jakarta.

Dengan banyaknya sampah dari laut itu, perairan Teluk Jakarta

dinyatakan sebagai perairan paling kotor se- Asia. Luas teluk Jakarta

sekitar 514 km persegi. Teluk Jakarta merupakan wilayah perairan

dangkal dengan kedalaman rata-rata mencapai 15 meter.

Kepulauan Seribu termasuk gugusan kepulauan yang berada di

Teluk Jakarta. Dulu teluk Jakarta merupakan wilayah yang indah dan

bersih. Sayang, kini kumuh, kotor dan berisi berbagai macam limbah.

Kondisi Teluk Jakarta yang kian kotor dan dipenuhi limbah menjadi

kegelisahan para nelayan, kondisi lingkungan perairan yang semakin

kotor menyebabkan para nelayan semakin sulit menjangkau ikan-ikan

dengan kapal kecilnya.

2.6.4 Cara Mengatasi

Cara mengatasi kerusakan di lingkungan laut, sebenarnya ada

dalam diri manusia itu sendiri tergantung dari kemauan mereka mau

atau tidaknya seseorang melakukan hal tersebut. Ini ada berbagai cara

yang mungkin sebagai masukan buat orang yang membaca makalah

yang saya buat ini:

Meningkatkan pendayagunaan potensi laut dan dasar laut

Peningkatan pendayagunaan potensi yang ada di lingkungan

laut,baik luar maupun dalam laut. Misalnya dalam pendayagunaan

lingkungan laut sebagai pariwisata,budidaya rumput laut, maupun

(38)

harus diikut sertakan dalam proses pendayagunan laut ini, seperti

yang sudah diatur dalam Undang-Undang Repubik Indonsia Nomor

23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan yaitu dalam BAB

IV Pasal 8 Ayat 1 dan Pasal 9 Ayat 1 dan Ayat 2.

Meningkatkan harkat dan taraf hidup nelayan

Penangkapan ikan sebagai cara mencari nafkah para nelayan ataupun

untuk indutri perikanan dapat diperbolehkan. Asal cadangan ikan

yang mereka tangkap tidak dalam keadaan punah, sedangkan untuk

ikan yang belum mencapai besar tertentu, harus dilepaskan kembali

ke dalam laut, yang teah diatur dalam Undang-Undang Repubik

Indonsia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

yaitu dalam BAB III Pasal 5 dan Pasal 6.

Mengembangkan potensi industri kelautan

Pengendalian pencemaran oleh indutri, hendaknya bersifat bahwa

jumlah bahan yang mengakibatkan polusi tidak harus berbahaya dan

tidak mengganggu keberadaan biota laut. Oleh karena itu, buangan

limbah sebelum dialirkanke sungai ataupun perairan perlu teknik

pengolahan imbah seuai bata yang ditentukan. Hasil ampah yang

berasal dari kegiatan manusia harus di kurangi dan didorong untuk

mendaur ulang kotoran maupun limbah lain. Bahkan, kalau perlu

melarang pembuangan semua limbah ke lingkungan laut.

Mempertahankan daya dukung dan kelestarian fungsi lingkungan

laut.

Penanggulangan kerusakan tersebut,diharapkan warga yang ada di

daerah pesisir laut untuk dapat mempertahankan aset-aset yang

terdapat dalam lingkungan laut tersebut, menyadari akan

kepentingan laut dan ekosistemnya yaitu sebagai sumber hayati,

meletarikan kemampuan alam untuk menjadikan sumber mata

pencaharian penduduk sekitar laut sehingga menadikan suatu

kesejahteraan masyarakatnya.

(39)

Dewasa ini tingkat ancaman terhadap hayati laut sudah sangat

serius. Apalagi banyak nelayan asing beroperasi tanpa ijin. Keberanian

nelayan asing melanggar batas-batas laut nusantara yang ditentukan

juga cukup tinggi. Bahkan berani melawan petugas dengan senjata api,

meski berada di perairan teritorial Indonesia. Mengatasi berbagai

gangguan dan ancaman di atas memang tidak gampang.

Wilayah perairan laut Indonesiayang sangat luas dengan

keragaman sifat dan karakternya memerlukan biaya pengamanan yang

tinggi. Tentu disamping ketersediaan sarana dan prasarana pendukung

yang memadai. Dari aspek hukum, pengamanan laut dari ancaman

perusakan dan pencemaran sesungguhnya sudah optimal. Setidaknya

sudah banyak produk perundangan-undangan yang mendukungnya.

Adapun cara-cara yang dapat dilakukan agar pencemaran dan

kerusakan ekosistem laut dapat dicegah dan dihindari yaitu:

Kegiatan berupa pelarangan dan pencegahan, yaitu melarang dan

mencegah semua kegiatan yang dapat mencemari ekosistem laut.

Kegiatan pengendalian dan pengarahan yang meliputi teknik

penangkapan biota, eksploitasi sumberdaya pasir dan batu,

pengurukan dan pengerukan perairan, penanggulan pantai,

pemanfaatan dan penataan ruang kawasan pesisir, konflik, dan

pembuangan limbah.

Kegiatan penyuluhan tentang keterbatasan sumberdaya, daya

dukung, kepekaan dan kelentingan pesisir, teknik penangkapan,

budidaya dan sebagainya yang berwawasan lingkungan laut kepada

pemuka masyarakat.

Melakukan kegiatan konservasi yang meliputi konservasi pada

kawasan ekosistem laut (karang, mangrove, lagun, dan rumput laut),

biota, kualitas perairan dan sebagainya.

Melakukan kegiatan pengembangan yang meliputi budidaya,

penelitian, pendidikan dan pembuatan buku-buku pedoman dan

Perda yang dijabarkan dari UU lingkungan hidup terkait lingkungan

Gambar

Tabel 2. Pengaruh Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)
Tabel 3. Sumber dan Standar Kesehatan Emisi Gas Buang

Referensi

Dokumen terkait

 SIUP = Surat Ijin Usaha Perikanan  SIPI = Surat Ijin Penangkapan Ikan  SIKPI = Surat Ijin Kapal

Surat Izin Kapal Penangkapan dan Pengangkutan Ikan ( SIKPPI ) adalah Surat Izin yang harus dimiliki oleh setiap kapal Perikanan yang berbendera Indonesia dalam satuan Armada

Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan Indonesia (SIKPII) adalah surat izin yang harus dimiliki.. setiap Kapal Perikanan berbendera Indonesia untuk melakukan kegiatan

Surat Izin Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disebiut SIPI adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang merupakan

Surat Izin Penangkapan Ikan yang selanjutnya disebut SIPI adalah izin tertulis yang harus dimiliki oleh setiap kapal perikanan berlpenderd Indopesia uhtuk melakukan

apabila kapal perikanan berbendera asing tidak memiliki dokumen yang lengkap seperti tidak memiliki Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan/atau tidak memiliki Surat Izin

Surat Izin Penangkapan Ikan adalah surat yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan yang merupakan bagian yang tidak

Surat Izin Penangkapan Ikan yang selanjutnya disebut SIPI, adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan, yang