• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya Hidup and Konsumen Yang Bertanggung (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Gaya Hidup and Konsumen Yang Bertanggung (1)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

GAYA HIDUP & KONSUMEN YANG BERTANGGUNG JAWAB

Fatu, nasi, oel, afu amsan a’fatif neu monit mansian.

Alam bagai tubuh manusia. Batu dilambangkan sebagai tulang, tanah sebagai daging, air

sebagai darah, dan hutan sebagai kulit, paru-paru dan rambut. Jika kita menghancurkan

alam, seperti kita menghancurkan tubuh sendiri.

(filosofi masyarakat adat Molo, Timor Tengah Selatan, NTT)

1. Latar Belakang

Foneomena perilaku manusia yang penting saat dunia menghadapi krisis lingkungan dan krisis perubahan iklim seperti saat ini adalah budaya konsumtif. Setidaknya, ini yang ditangkap Romo Mudji (2011) dalam empat hal. Pertama, berubahnya ruang publik yang semula merupakan ruang berkespresi kreatif kini bergeser menjadi kawasan berfungsi ekonomi pasar. Kedua, Gaya hidup yang berkiblat pada pasar, iklan dan perilaku konsumtif. Orang berlomba-lomba tampil sesuai saran iklan-iklan, yang biasanya dibawakan para selebritis. Mereka merasa merasa berarti bila terus menerus mengikuti gaya hidup konsumtif. I buy therefore I exits. Ketiga. Hegemoni konsumsi, melalui teknologi, kemudahan dan penyeragaman, melalui restoran cepat saji, ATM atau kartu kredit, "katedral-katedral konsumsi"1 dan alih fungsi ruang publik menjadi pusat perbelanjaan. Keempat, Daya sihir mal, komplek bangunan modern yang arsitekturnya dimanipulasi sedemikian rupa menjadi "shoping town" ataupun "shoping vilage" sehingga membuat orang nyaman untuk terus berbelanja, sekaligus merasa bergengsi jika melakukannya.

Salah satu yang paling terasa dari keempatnya adalah penggunaan tekonologi komunikasi. Pada 2014 ada 6,8 milyar ponsel digunakan penduduk dunia. International Telecoms Union memprediksi awal tahun depan jumlanya sama dengan populasi penduduk dunia, yang kini mencapai 7,1 miliar. Tiap bulan selalu saja ada model ponsel baru muncul di pasaran, dengan bentuk dan fitur baru yang membuat orang terus berbelanja, meski ponsel lamanya masih bagus dan bisa dipakai.

Penelitian terbaru Indosat menemukan orang Indonesia mengganti ponsel lamanya dengan ponsel baru berteknologi lebih canggih setiap delapan bulan. Penggemar produk Appel, bahkan bersedia antri berhari-hari untuk mendapat Iphone4. Beginilah cara budaya konsumen (consumer culture's) terus tumbuh. Dengan cara inilah budaya konsumtif terawat dan berkembang. Dalam The Cultural Contrdictions of Capitalism (1976), Daniel Bell menyebutkan budaya konsumen mengejar kebaruan dan perbaikan barang serta menolak semua budaya ketinggalam jaman, dan menerima nilai-nilai baru dengan sikap ironis karena akan berbalik pahit ketika tak lagi modis.

Budaya konsumsi berujung kepada masalah sosial dan lingkungan, salah satunya adalah sampah. Apapun yang kita produksi dan konsumsi hasilnya adalah sampah, baik sampah yang berasal dari produksi barang, hingga barang dikonsumsi. Di Jakarta saja, sampah yang dihasilkan mencapai 6.500 ton per hari, naik 5 persen tiap tahun," kata Kepala Suku Dinas Kebersihan DKI, Eko Bharuna, dalam rilisnya, Kamis (9/1/2012). Sampah ini dihasilkan sekitar 10 juta warga Jakarta.

(2)

Tak hanya penghasil sampah, tapi daur produksi konsumsi ini terus menerus butuh sumber daya, seperti energi untuk mengangkut dan mengolahnya. Celakanya, saat ini baru 3 persen sampah di Jakarta yang sudah diolah. Sisanya ditimbun ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA)2.

Di Bandung, timbunan sampah ini melahirkan bencana. Pada 21 Februari 2005 dini hari, tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Leuwigajah longsor, mengubur 143 orang, sekitar 139 rumah tertimbun longsoran sampah dengan ketinggian hingga30 meter. Tak cuma itu, 8,4 hektar kebun dan lahan pertanian warga Kampung Pojo juga terkubur. Lima tahun sebelumnya, kejadian serupa dialami warga Quezon City, Filipina, yang menewaskan sekitar 200 orang3.

Bagaimana dengan sampah elektronik, yang tidak tiap hari kita buang seperti sampah dapur. Sampah elektronik juga meningkat jumlahnya. Ponsel saja, pada 2010 terjual lebih 1,6 miliar unit sepanjang 2010 - satu setengah kali lipat tahun sebelumnya. Pada 2011, Electronics Marketers Club meramalkan penjualan produk elektronik di Indonesia akan naik jadi Rp 27 triliun. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Program Lingkungan (UNEP) memperkirakan tiap tahun, lebih dari 40 juta ton sampah elektronik yang terbuang4. UNEP meramal jumlahnya berlipat sejalan laju ekonomi. Cina, yang ekonominya terus melesat, kini menjadi penyumbang sampah elektronik terbesar kedua, setelah Amerika Serikat, yaitu 2,3 juta ton perkakas elektronik bekas. Sepuluh tahun lagi, UNEP memperkirakan, jumlah sampah elektronik China akan berlipat empat. Sementara India, UNEP meramalkan, pada 2020 akan membuang lima kali lipat sampah elektronik dibanding hari ini.

Masalah utama dalam sampah elektronik tak hanya jumlahnya yang terus naik, tapi juga sulit terurai secara alamiah, juga menyimpan sejumlah bahan beracun, se-perti timbel, merkuri, berilium, bromium, dan kadmium. "Satu lampu neon saja, jika pecah, akan melepaskan tiga hingga lima miligram merkuri," ujar Syarif Hidayat, Manajer Teknik PT Pra-sadha Pamunah Limbah Industri. Akumulasi merkuri dalam tubuh manusia akan merusak sistem saraf dan ginjal. Dari sekeping ponsel saja, menurut laporan UNEP, Recycling-from E-Waste to Resources, setidaknya ada 40 elemen, seperti tembaga, nikel, kobalt, perak, emas, dan paladium. Jika tak dikelola dengan baik, racun dalam barang elektronik ini bisa jadi masalah sosial baru

Douglass J. Goodman (2004) menyebutkan budaya konsumen adalah sebuah masalah sosial. Kita kerap mengkonsumsi untuk menunjukkan ketidakpuasan kita terhadap suatu barang, atau melihat suatu barang tidak berharga, dan terdorong membeli barang lainnya yang lebih baik. "Seolah jawaban sebuah masalah dengan berbelanja lebih banyak", tambah peneliti Universitas of Puget Sound ini. Ginny Richardson and Annie Ljunqvist (2011) Konsumsi adalah penggunaan sumber daya, barang atau jasa. Budaya adalah sebuah "pola terpadu pengetahuan manusia, keyakinan, dan perilaku yang tergantung pada kemampuan berpikir simbolis dan pembelajaran sosial". Oleh karena itu, 'budaya konsumsi' menunjukkan membeli barang 'dan jasa merupakan kegiatan budaya yang penuh dengan makna dan tidak didorong hanya oleh faktor praktis atau ekonomi.

2. Lingkungan Mempengarui Perilaku Konsumtif

Meski keputusan mengkonsumsi di tangan konsumen, dan seolah mereka berdaulat dalam rasionalitas, otonomi dan kuasanya sebagai konsumen. Namun mereka sebenarnya ditipu dan dikendalikan, subyeknya dimanipulasi dengan trik paling transparan, yaitu Iklan.

Menurut Santrock, perilaku konsumsi, khususnya pada remaja erat kaitannya dengan pengaruh lingkungan sekitar remaja antara lain lingkungan pertemanan dan lingkungan sekolah.

2

http://www.ampl.or.id/digilib/read/72-baru-3-persen-sampah-di-jakarta-yang-diolah/47812

3

http://restorasibumi.blogspot.com/2010/11/longsor-sampah-di-tpa-leuwigajah.html

(3)

Lingkungan dapat mempengaruhi perilaku seseorang namun tetap disertai banyak pertimbangan dalam diri orang tersebut (Santrock 2007). Sebab pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping biasanya, remaja mudah terbujuk rayuan iklan, meniru teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Kelompok usia remaja bisa menjadi kelompok sangat konsumtif.

Untuk menjelaskan fonomena relasi individu dan lingkungan yang mempengaruhi pengambilan keputusanya, Urie Bronfenbrenner mengembangkan Teori Sistem ekologi untuk pembangunan manusia yang dapat digunakan untuk menggambarkan apa arti budaya konsumsi dan bagaimana cara kerjanya. Teori ini menunjukkan bahwa lingkungan sekitar 'yang lebih luas mempengaruhi perilaku manusia secara keseluruhan.

gambar 1. Diagram Bronfenbrenner

Pusat diagram teori memiliki individu yang diikuti oleh lapisan pengaruh. Microsistem melibatkan lingkungan terdekat individu, seperti keluarga. Exosistem melibatkan masyarakat, media massa dan lainnya. Sementara sistem makro meliputi sistem politik, ekonomi, budaya dan lainnya. Lapisan akhir, kronosistem termasuk bagaimana individu dan perubahan masyarakat dari waktu ke waktu (Arnett, 2010, hlm 20-21). Oleh karena itu, budaya konsumsi individu adalah model pertukaran kepentingan individu serta lingkungan mereka. Masing-masing sistem ini ditandai dengan peran, norma (perilaku yang diharapkan) dan hubungan. Sebagai contoh, seorang individu biasanya bertindak berbeda dalam keluarga sendiri dibanding dalam ruang kelas. Orang mungkin berbicara lebih sering di rumah, kurang berorientasi pada tujuan, dan, hampir pasti, tidak akan duduk di meja selama berjam-jam.

Dalam teorinya Bronfenbrenner banyak mencontohkan anak dan remaja. Konsumsi yang menyatakan remaja dipengaruhi lingkungan fisik dan sosial di sekitarnya secara langsung karena remaja adalah salah satu unsur dalam lingkungan (Berns 1997). Sistem yang paling dekat dengan remaja adalah mikrosistem. Mikrosistem merupakan situasi atau lingkungan remaja yang paling dekat dan berinteraksi langsung dengan remaja. Sistem ini terdiri atas keluarga, teman sebaya, dan sekolah. Keluarga merupakan faktor yang secara intensif mempengaruhi remaja. Hal ini dikarenakan karakteristik keluarga berhubungan langsung dengan karakteristik remaja secara umum. Disamping itu, remaja pun cenderung berorientasi pada teman-teman dan lingkungan sekitarnya dalam bertindak. Remaja mendengarkan pendapat teman dalam berperilaku termasuk perilaku konsumsi. Selain itu, kegiatan sekolah juga membangun pengetahuan remaja dan membantu remaja merencanakan konsumsinya.

(4)

kepribadian membeli, persepsi dan pembelajaran. Konsumen juga dipengaruhi oleh

upaya pemasaran.

Manusia merupakan produk lingkungan. Bahkan masyarakat adat Mollo di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Memandang alam atau lingkungan bagai tubuh manusia "Fatu, nasi, oel, afu amsan a’fatif neu monit mansian", ujar mereka. Batu mereka lambangkan sebagai tulang, tanah sebagai daging, air sebagai darah, dan hutan sebagai kulit, paru-paru dan rambut. Manusia dan lingkungan saling mempengaruhi.

Segala perilaku manusia sebagian besar akibat pengaruh lingkungan sekitar. Lingkunganlah yang membentuk kepribadian manusia. Teori perilaku tidak bermaksud mempermasalahkan norma-norma baik, tidak baik, emosional, rasional, ataupun irasional. Perilaku manusia adalah akibat berinteraksi dengan lingkungan, dalam hal ini pola interaksi bisa dilihat dari tingkat konsumsi.

Menurut John B. Watson (1924), perilaku konsumen ini bisa dibentuk melalui pemilihan dan penerapan stimulus yang tepat, dalam kasus ini melalui iklan. Teori yang belakangan dikembangkan Edward Thorndike (1931), Ivan Pavlov (Gibbons, 1955) juga Skinner ini, menempatkan manusia sebagai sesuatu yang bisa dibentuk atau lunak, menjadi sasaran pasif jika mendapatkan stimulan atau pengaruh lingkungan, dalam hal ini iklan. Lingkunganlah yang menentukan arah perkembangan tingkah laku manusia lewat proses belajar. Artinya, pilihan manusia bisa dikendalikan jika diarahkan pada kiat-kiat rekayasa yang bersifat impersonal dan direktif.

Bayangkan apa yang terjadi jika stimulus, dalam bentuk iklan itu hidup dan ada di sekeliling kita. Sejak bangun hingga tidur, panca indra kita tak lepas dari iklan yang menyarankan kita berbelanja. Tiap tahun miliaran dolar dihabiskan untuk pemasangan iklan tiap tahun, dan sangat sedikit yag menyediakan informasi yang diharapkan konsumen yang rasional. Pada 1880, perusahaan di Amerika Serkat hanya menghabiskan 30 juta dollar untuk periklanan, meningkat hingga 600 juta dolar setelah 30 tahun kemudian. (Durning, 1992). Pada 2002 belanja iklan meningkat menjadi 200 milyar dolar. Tiap hari, penduduk Amerika Utara disuguhi 12 milyar iklan , 3 juta info komersial radio dan lebih 200 ribu TV komersil. Di jalan kita melihat banner, di rumah iklan ada di televisi dan radio, bahkan di internet juga banyak dijumpai.

(5)

branding. Itu bukan sepatu yang kita beli, tapi sepatu bermerk Nike, atau Kaos Gap, Celana Levis, dan lainnya yang dipopulerkan lewat iklan.

Dalam tulisannya “Kota dan Budaya : Ruang Publik dan Titik Temunya?" (2011), sangat terasa kegelisahan Romo Mudji, sang penulis tentang gaya hidup konsumtif dan modernisme. Menurut Mudji, ekonomi modern telah menggusur ekonomi tradisional, dari ekonomi barter menjadi ekonomi uang tunai. Nilai-nilai budaya bergeser menjadi nilai ekonomi, yang membuat publik meninggalkan daya selektif dan persaudaraannya, justru diarahkan kepada adaptasi buta dan melakuan imitasi terhadap gaya hidup yang ditawarkan ekonomi pasar.

Merujuk pandangan Jhon Stephenson (1986) tentang modernisasi sebagai transformasi budaya dan kepribadian yang dipengaruhi budaya, daripada beberapa aspek organisasi sosial atau ekologi manusia. Maka dalam modernisasi terjadi pertemuan antara budaya tradisional dengan modern. Sehingga mestinya terjadi dialog budaya. Namun menurut Habermas, modernitas yang kita alami saat ini adalah modernitas yang terdistorsi.

Menurut Habermas seperti diulas Muji dan Putranto (2005), konsep normatif mengenai modernitas, yaitu rasionalisasi kebudayaan, masyarakat dan kepribadian dengan rasio komunikatif terdistorsi, berubah menjadi "modernitas kapitalis". Ini artinya berkiblat kepada pemikiran ekonomi klasik Barat yang dibangun di atas landasan ekonomi liberal, yang meyakini a) kebebasan individu (personal liberty), b) pemilikan pribadi (private property) dan c) inisiatif individu serta usaha swasta (private enterprise). Menurut Mansour Fakih (2001), ekonomi liberal itu membatasi peran pemerintah untuk mengtur pasar, ekonomi pasar dengan sistem persaingan bebas, tanpa intervensi pemerintah, memenuhi kepentingan individu berarti memenuhi kepentingan masyarakat, menitikberatkan pada kegiatan ekonomi, khususnya industri, serta hukum ekonomi berlaku universal.

3. Gerakan gaya Hidup Hijau

Pertanyaannya kemudian, apakah budaya konsumen ini tak bisa diubah atau ditekan. Jean Piaget percaya jika pengetahuan merupakan hasil konstruksi melalui proses bertindak baik secara fisik ataupun mental terhadap sebuah obyek, gambar dan simbol, yang terbangun masa kecil hingga dewasa. Budaya konsumen ini akan menguat bahkan membentuk karakter seseorang, cara si anak mengkonsumsi, jika dia diperkenalkan bahwa belanja dan menumpuk barang adalah hal biasa, ataupun ia tinggal pada keluarga yang sangat materialistis. Sebab, menurut Piaget, kecerdasan berkembang dari waktu ke waktu, dimulai sejak bayi.

Namun tak hanya kecerdasan yang terbangun secara bertahap menurut Lawrence Kohlberg, namun juga perkembangan moral. Kunci teori pembangunan moral ini internalisasi, yakni perubahan perkembangan dari perilaku yang dikendalikan secara eksternal (lingkungan) menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal. Ia membagi pembangunan moral seseorang dalam tiga tahap. Tahap ketiga, tertinggi adalah Penalaran pasca konvensional, saat moralitas benar-benar diinternalisasi, bukan didasarkan pada standar-standar orang lain, tapi dengan menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi. Mestinya, budaya konsumen tak perlu dikhawatirkan karena sang individu lebih bijak memutuskannya.

(6)

Tapi iklan terbukti kerap berhasil menemukan cara mengurangi rasa berdosa ini, dengan mengkonsumsi benda yang menjanjikan spiritualitas, kesederhanaan dan bernilai social. Misalnya, penawaran mobil hybrid yang dipromosikan sebagai hemat energi dan ramah lingkungan, atau kosmetik hijau dan barang-barang herbal lainnya. Intinya rasa bersalah kita akan terobati jika terus mengkonsumsi.

Masalahnya, menurut Annie Leonard, penulis buku the Story of Stuff (2010), kita hanya mendapatkan informasi yang sangat sedikit tentang barang yang kita konsumsi. Tak ada satupun iklan yang menyediakan informasi bagaimana proses hulu hingga hilir barang yang dia iklankan diproduksi, didistribusi, dikonsumsi dan dibuang. Contohnya saat kita mengkonsumsi emas untuk perhiasan. Kita tak pernah tahu untuk memproduksi emas ternyata menghasilkan banyak masalah Hak Asasi Manusia dan perusakan lingkungan. Tambang emas adalah industri yang rakus lahan dan rakus air. Untuk mengekstraksi satu gram emas dari batuan dibutuhkan sedikitnya 100 liter air. Selain membutuhkan air dalam jumlah luar biasa industri pengerukan ini berpotensi mencemari sumber-sumber air. Sebab untuk mendapat satu gram cincin emas rata-rata dihasilkan 20 ton limbah, baik limbah batuan maupun tailing berbentuk lumpur.

Tambang-tambang skala besar, setidaknya membuang 180 juta ton limbah tambang berbahaya tiap tahunnya ke sungai, danau, dan lautan di seluruh dunia yang mengancam dan merusak badan-badan air dengan logam berat beracun dan bahan kimia lainnya. Untuk memisahkan emas dari batuan dibutuhkan sianida, atau merkuri dan bahan kimia beracun lainnya. Nodirtygold menyebutkan rata-rata tambang emas skala besar membutuhkan setidaknya 1900 ton Sianida per tahun. Padahal, sianida seukuran gabah saja dosisnya bisa fatal bagi manusia. Konsentrasi satu mikrogram (satu juta gram) per liter air bisa berakibat fatal pada ikan.

Celakanya, alam atau lingkungan memiliki daya dukung lingkungan yang terbatas menopang kehidupan manusia. Lingkungan yang mempengaruhi ini menurut Bronfenbrenner termasuk dalam sistem makro meliputi sistem politik, ekonomi, budaya dan lainnya, tak hanya lokal tapi juga melintas negara. Krisis lingkungan inilah yang melatarbelakangi lahirnya gerakan lingkungan, atau gerakan hijau. Pada 1962, Silent Spring”, buku karya Rachale Carson membangkitkan kesadaran publik akan bahaya pestisida terhadap ekosistem, dan lebih jauh lagi telah mengangkat tindakan legislasi terhadap isu tersebut. Sejak itu, gaya hidup hijau, atau gaya hidup ramah lingkungan mulai digulirkan dari barat, dari negara-negara industri.

4. Konsumen Bertanggung Jawab

Seperti diagram yang disampaikan Bronfenbrenner, bahwa pengambilan keputusan individu dipengaruhi oleh lingkungannya yang bertingkat, dan terbentuk dari waktu ke waktu. Kita bisa melakukan intervensi untuk mengintroduksi perilaku peduli lingkungan, atau mengubah konsumen menjadi lebih bertanggung jawab.

(7)

dihapuskan agar kecenderungan penguatan tingkah laku berkurang, atau dihilangkan. Hukuman merupakan penerapan penting aplikasi dari penguatan negatif dengan memberikan stimulus berupa konsekuensi yang tidak menyenangkan yang betujuan untuk melemahkan respon sehingga tidak menjadi perilaku.

Pertama, Thorndike memberikan gagasan agar anak-anak dan remaja dikenalkan kepada hal-hal mendasar sejak dini. Salah satunya tentang hak-hak buruh, kelas yang memproduksi barang-barang konsumsi. Marxist dengan jelas menyebutkan bahwa budaya konsumen hidup di atas eksploitasi buruh. Salah satunya kita kenal lewat istilah Sweatshop, barang-barang merk terkenal yang diproduksi oleh perusahaan yang mengabaikan hak-hak buruh. Seperti GAP, Nike, Adidas, dan lainnya. Ini bisa menjadi stimulus yang negatif, belanja barang sweatshop

membuat citra kita berkurang.

Kedua, seperti disarankan Annie Leonard, yang kini banyak menyediakan informasi mencerdaskan melalui beberapa film animasi pendek, seperti the Storry of Stuff, the Story of Cosmetic, the story of a bottle water. Annie membuat proyek penyadaran publik dengan judul "The story of stuff", yang membongkar rerantai penting dari daur produksi dan konsumsi yang harus diketahui publik. Konsumen harus diberitahu tentang jejak ekologi barang-barang yang mereka konsumsi. Sehingga menggangu pemikiran mereka tentang hal buruk dibalik citra cemerlang yang diiklankan Perusahaan.

Ketiga, Konsumen yang bertanggung jawab, kita benar-benar membeli barng yang kita butuhkan, dan sebisa mungkin memnuhi kebutuhan kita secara mandiri tak tergantung pada daur produksi dan konsumsi yang berakhir di pasar.

Penelitian Friend of The Earth paling baru menemukan penjual terbesar merek smartphone, Samsung dan Apple berhubungan dengan kerusakan lingkungan akibat tambang timah di Bangka. Kedua perusahaan tersebut mendapatkan timah, untuk menyoder, menggabungkan perangkat dalam barang elektroniknya menggunakan timah yang digali di Bangka. Sejak lama, pulau kecil ini mengalami kerusakan luar biasa karena pertambangan timah. Ribuan lubang tambang dibiarkan begitu saja, sungai tercemar dan laut rusak. Tak banyak orang tahu bahwa dua perusahaan ini berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan di pulau Bangka. Artinya menggunakan produk dua perusahaan ini secara tidak langsung membiarkan kontribusi mereka dalam perusakan lingkungan di pulau Bangka.

Terakhir, seperti teori lapisan paling luar Bronfenbenner, kronosistem termasuk bagaimana individu dan perubahan masyarakat dari waktu ke waktu. Perubahan ini bergantung kepada kondisi politik ekonomi dan budaya. Ruang-ruang ini tak cukup dipengaruhi dalam skala individu, tapi harus dalam skala komunitas bahkan skala rakyat dalam jangka panjang. Salah satunya melalui pembuatan, maupun perubahan kebijakan, serta penyadaran tak putus tentang produksi konsumsi yang berkeadilan ekologi sehingga mengubah perilaku seseorang.

(8)

Sumber Pustaka

Anne Leonard, 2004, The Storry of Stuff, Free Press, London.

Aschraft, Richard. 1972. "Marx and Weber on Liberalism as Boourgeois Ideology",

Comparative stufies in Society and History 14.

Bell, Daniel. 1976, The Cultural Contradictions of Capitalism. Newyork: Basic Books.

Dwi Susilo, Rachmad, 2012, Sosiologi Lingkungan, Rajawali Pers - Jakarta.

Goodman, Douglass in Ritzer, George. 2004. Handbook of Social Problems, A

Comparative International Perspective, Sage Publication Inc.

Robbins, P., Susan et 1l, 2006, Contamporary Human behaviout Theory, Person, USA.

Siti Maimunah, 2012, Pohon, Perempuan dan Peubahan Iklim, CSF-CJI, jakarta

Website

Alamak. Demi Iphon Rela Antri Empat Hari.

http://tekno.kompas.com/read/2010/06/24/1613525/alamak.demi.iphone.4.rela.antri.empa

t.hari

Orang Indonesia Ganti Ponsel Tiap Delapan Bulan.

http://www.indonesiamedia.com/2013/03/18/orang-indonesia-ganti-ponsel-setiap-delapan-bulan/

Allah SWT Melarang perbuatan Boros

http://organisasi.org/allah-swt-melarang-perbuatan-boros-pemborosan-larangan-agama-islam

Jumlah ponsel melebih Jumlah Manusia di Tahun 2014,

http://tekno.kompas.com/read/2013/05/11/12211589/2014.Jumlah.Ponsel.Melebihi.Jumla

h.Manusia

Investigasi: Smartphone Samsung & Apple Mengandung Timah Pulau Bangka Yang

Rusak Lingkungan?

http://www.mongabay.co.id/2012/11/28/investigasi-smartphone-

Gambar

gambar 1. Diagram Bronfenbrenner

Referensi

Dokumen terkait

Misalnya jika ada suatu masalah yang timbul didalam suatu kelas, maka seorang konselor harus  berperan untuk dapat membantu menyelesaikan masalah yang sedang

Dua hal yang penting dari e-business adalah yang pertama, teknologi informasi atau sering disebut internet, yang memungkinkan kita untuk melakukan transaksi bisnis secara

Penelitian ini diharapkan dapat menambah simpanan refrensi perpustakaan STIE Perbanas Surabaya dan juga dapat digunakan sebagai acuan penelitian yang membahas tentang

Dalam komunikasi penyaluran bantuan yang berbasis pemerintah ini memiliki alur yang dimulai dari penyebaran informasi di media sosial yang kemudian yang kemudian

Pada luka insisi operasi dilakukan infiltrasi anestesi local levobupivakain pada sekitar luka karena sekresi IL-10 akan tetap dipertahankan dibandingkan tanpa

Hasil analisis data pada uji coba menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran memenuhi kriteria kepraktisan yaitu respons siswa positif, dan hasil pengamatan

Untuk mendapatkan tegangan local pada pondasi mesin, maka gaya berat, gaya dorong dan momen torsi diberikan pada pondasi masing- masing sesuai dengan perhitugan

Perkembangan Jumlah Industri Makanan, Minuman dan Tembakau (JIMMT), Jumlah Tenaga Kerja Industri Makanan, Minuman dan Tembakau (JTKMMT), Investasi Sektor Industri (INV),