PERSEPSI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF PELAKU DAN PEMERINTAH DI KOTA SAMARINDA
oleh : Dwi Anggriani Soel, Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) Fakultas Ekonomi – Universitas Mulawarman
Email : [email protected]
Alamat: Jalan Tanah grogot kampus Gunung kelua Samarinda 75119 Telepon : (0541) 738913-738915-738916, Fax.(0541) 738913-743914
ABSTRAK
Dwi Anggriani Soel, “Persepsi Pengemis Dalam Perspektif Pelaku dan Pemerintah Di Kota Samarinda” Tugas Akhir, Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman. Dibawah bimbingan Bapak Dr. Rachmad Budi Suharto, SE, SH, MSi dan Bapak Dr. Juliansyah Roy, SE, MSi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi pengemis dari sudut pandang pelaku dan pemerintah di Kota Samarinda. Metode penelitian menggunakan jenis penelitian kualitatif. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dan snowball sampling. Data yang diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi dicatat dalam catatan lapangan. Catatan lapangan pada umumnya memuat dua hal, yaitu catatan deskriptif dan reflektif.
diinginkan tidak dapat tercapai atau dengan kata lain kesejahteraan masyarakat secara umum masih rendah.
Kata Kunci : Pengemis, Pareto Optimum, Kualitatif
ABSTRACK
Dwi Anggriani Soel, “Perception of Beggars In The Perspective Of The Perpetrators And The Government In Samarinda City” Final, Faculty of Economics, Mulawarman University. Supervised by Mr Dr. Rachmad Budi Suharto, SE, MSi and Mr. Dr. Juliansyah Roy, SE, MSi.
The purpose of this study is to find out about perception of beggars in the perspective of the perpetrators and the government in Samarinda City. Methods this study used type of qualitative research. With sampling, which uses a purposive sampling and snowball sampling. Data obtained from observation, interviews and documentation is recorded in field notes. Field notes in general contain two things, namely descriptive and reflective notes.
The result of this research show difference between perception of beggars in the perspective of the perpetrators and the government. Government assume beggar is a social disease, that must be resolved. While perpetrators (beggar), be beggar is a chance and a choice too, they must go through. Condition Pareto Optimum is the best solution for this. where “no one is getting better without an other to be ugly.” The concept of balance is matters not because the position of equilibrium is always reached, but because the concept is showing us the direction in which the economic process moving. If the equilibrium position is said to be stable in the imbalances of economic units moving toward the equilibrium position. Where during the construction undertaken by the government will improve the welfare of the community. However, the development undertaken is accompanied by the still rising number of street children. So it can be said that, the desired welfare can not be reached or in other words general welfare of society is still low.
Keywords : Beggar, Pareto Optimum, Qualitative
Latar Belakang
Pengemis merupakan salah satu dari Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Fenomena pengemis perkotaan mulai dipandang sebagai masalah serius, terutama dengan semakin banyaknya permasalahan sosial ekonomi dan politik yang ditimbulkannya. Modernisasi dan industrialisasi sering kali dituding sebagai pemicu, diantara beberapa pemicu yang lain, perkembangan daerah perkotaan secara pesat mengundang terjadinya urbanisasi dan kemudian komunitas-komunitas kumuh atau daerah kumuh yang identik dengan kemiskinan perkotaan.
Keberadaan pengemis sudah lazim terlihat pada kota-kota besar di Indonesia. Samarinda merupakan salah satu kota dimana jumlah pengemisnya cenderung bertambah setiap tahunnya. Hal ini disebabkan, karena banyaknya wacana-wacana yang mengatakan bahwa masyarakat Samarinda memiliki sikap dermawan yang tinggi terhadap pengemis yang ada disekitarnya. Hal ini telah membuat, mengemis menjadi salah satu profesi yang paling favorit dijalankan oleh orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap, mereka yang tak kunjung mendapat pekerjaan, para manula (manusia lanjut usia), ataupun mereka yang menjadi korban pemberhentian kerja sepihak.
Dinas Sosial Kota Samarinda berhasil menjaring 20 pengemis yang 18 diantaranya berasal dari Sumenep dan Bandowoso, mereka mengaku pendapatan yang ia terima variatif, namun penghasilan terbesar yang pernah diraih yakni 1,8 juta dalam waktu sehari beroperasi. Pengemis yang terjaring kemudian diinapkan di Panti Jompo Tresna (Jl.Mayjen Sutoyo) lalu dipulangkan ke Surabaya melalui KM Binaiya dari Pelabuhan Samarinda. (Media Online News, Liputan 6)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis menyebutkan bahwa pengemis tidak sesuai dengan norma kehidupan bangsa Indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945. Sehingga muncul usaha untuk menanggulangi hal tersebut bukan hanya dengan pencegahan timbulnya pengemis tetapi juga bertujuan untuk memberikan rehabilitasi kepada pengemis agar mampu mencapai taraf hidup, kehidupan, dan penghidupan yang layak sebagai seorang warga negara Republik Indonesia.
Di Kota Samarinda jumlah pengemis yang tercatat di Dinas Kesejahteraan Sosial Kota Samarinda pada tahun 2011 mencapai angka yang cukup fantastis yakni 136 pengemis. Jumlah pengemis yang ditunjukkan setiap tahunnya bersifat fluktuatif, tahun 2012 pengemis yang terjaring yakni sebanyak 22 pengemis lalu tahun 2013 naik kembali menjadi 77 pengemis. Pada tahun 2014, hingga bulan Oktober ini, pengemis yang berhasil dijaring sebanyak 40 orang. Motif mendapatkan uang yang banyak, terkesan instan dan tak melihat umur maupun pendidikan merupakan beberapa penyebab pengemis semakin marak.
Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti bertambahnya jumlah pengemis di Kota Samarinda setiap tahunnya, dengan judul penelitian Persepsi Pengemis Dalam Perspektif Pelaku Dan Pemerintah Di Kota Samarinda.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut : a. Apa penyebab munculnya pengemis di Kota Samarinda?
b. Apa pandangan pelaku dan pemerintah terhadap problema Pengemis di Kota Samarinda?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
a. Mengetahui penyebab munculnya pengemis di Kota Samarinda.
b. Mengetahui pandangan pelaku dan pemerintah terhadap problema pengemis di Kota Samarinda.
Manfaat Penelitian
Dengan rumusan dan tujuan penulisan diatas, maka diharapkan skripsi ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
b. Pemerintah (regulator), sebagai referensi dalam merumuskan pola penanggulangan pengemis melalui perumusan kebijaksanaan, strategi dan langkah-langkah penanggulangan pengemis.
TINJAUAN PUSTAKA Teori Pendapatan
Pendapatan merupakan salah satu indikator kemakmuran, baik dari segi individu, masyarakat dan Negara. Pendapatan dapat diukur dengan uang yang kita peroleh, dimana pendapatan tersebut dapat diperoleh dari cara baik yang bersifat produktif maupun non produktif. Contoh pendapatan non produktif seperti hadiah, warisan maupun pemberian cuma-cuma. Dari hasil pendapatan tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, ataupun sebagai persiapan untuk keperluan yang akan datang.
Melalui pendapatan maka kita dapat melihat perkembangan kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu. Perkembangan pendapatan akan memberikan gambaran secara umum hasil dari pembangunan ekonomi. Jenis pekerjaan atau pendapatan seseorang bisa saja berbeda satu sama lain, karena hasil tergantung pada keuletan dan produktifitas seseorang dalam usahanya mewujudkan segala bentuk pendapatan. Berkaitan dengan hal ini, Sigit Purnomo (1987:80) mengemukakan bahwa tinggi rendahnya pendapatan seseorang tergantung pada :
a. Kecakapan dan kegiatan bekerja. b. Keahlian dan keuletan bekerja. c. Kesempatan kerja yang tersedia.
d. Banyak sedikitnya modal yang digunakan, dan e. Kekayaan yang dimiliki.
Karakteristik Sosial-Ekonomi
Karakteristik sosial-ekonomi dipandang sebagai ciri-ciri khusus yang melekat (pada seseorang) yang membedakan satu dengan yang lainnya, yakni sesuatu hal atau aktivitas yang menyangkut seseorang dalam hubungannya dengan orang lain dalam hal pemenuhan kebutuhan hidupnya (ekonomi). Dalam penelitian ini lebih dikhususkan kepada penduduk migrasi dan tingkatan umur penduduk.
Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan orang lain. Weinberg (1970 :143-144) menggambarkan bagaimana pengemis yang masuk dalam kategori orang miskin di perkotaan yang sering mengalami praktek diskriminasi dan pemberian stigma yang negatif. Dalam kaitannya dengan ini, Rubington & Weinberg (1995 : 220) menyebutkan bahwa pemberian stigma negatif justru menjauhkan orang pada kumpulan masyarakat pada umumnya. Menurut Departemen Sosial R.I (1992) Pengemis adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dari meminta-minta dimuka umum dengan berbagai alasan untukmengharapkan belas kasihan dari orang.
Tingkat Kesejahteraan Sosial/Harapan Hidup
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, baik kita suka atau tidak, hampir semua yang kita lakukan dalam kehidupan kita berkaitan dengan orang lain (Jones, 2009). Kondisi sejahtera (well-being) biasanya menunjuk pada istilah kesejahteraan social (social welfare) sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material dan non material. Menurut Midgley (2000:xi) mendefinisikan kesejahteraan social sebagai “… a condition or state of human well-being.” Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal dan pendapatan dapat terpenuhi; serta manakala manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam kehidupannya.
Definisi Konsepsional 1. Pendapatan
Menurut Mulyanto Sumardi dkk. (2001:3), pendapatan adalah segala sesuatu penghasilan berupa barang dan jasa yang sifatnya regular dan biasa, akan tetapi tidak selalu berbentuk jasa dan diterima dalam bentuk barang atau jasa.
2. Usia Pengemis
Kamus Umum Bahasa Indonesia (1984) menyatakan bahwa, Usia (umur) adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Kategori pengemis menurut usianya adalah pengemis usia produktif yakni usia 19-59 tahun dan pengemis usia lanjut yakni usia 60 tahun keatas.
Pengemis adalah seseorang atau kelompok dan/atau bertindak atas nama lembaga sosial yang mendapatkan penghasilan dengan cara meminta-minta dijalan/atau ditempat umum dengan berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Adapun kriteria pengemis terdiri dari:
a. Pengemis Usia Produktif adalah pengemis yang berusia 19-59 tahun termasuk pengemis yang bertindak atas nama diri sendiri, lembaga sosial dan panti asuhan.
b. Pengemis Lanjut Usia adalah pengemis yang berusia 60 tahun keatas. c. Pengemis Orang Dengan Kecacatan adalah pengemis yang
memanfaatkan kecacatannya dengan cara meminta-minta di jalan / ditempat umum dengan berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
Kerangka Konseptual
Gambar 2.1 Kerangka Proses Berfikir
METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian
Penelitian ini adalah peneltian untuk mengungkap makna dibalik semua tindakan yang dilakukan oleh subyek penelitian, yaitu Pengemis Kota Samarinda. Tindakan subyek penelitian yang diamati terkait dengan proses hubungan antara orang dalam lingkungannya. Dengan demikian pendekatan penelitian yang dianggap relevan untuk digunakan adalah penelitian kualitatif. Dimana instrument dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.
Ruang Lingkup Penelitian
Persepsi
Pengemis
Pemerinta
Adapun ruang lingkup penelitian ini mengambil lokasi di pusat-pusat kegiatan ekonomi, ditempat inilah segala aktifitas ekonomi dilakukan oleh pengemis dalam mencari nafkah.
Populasi dan Sample
Pengambilan sampel digunakan dengan metode purposive sampling dan snowball sampling. Teknik purposive sampling digunakan dengan alasan pada tujuan studi dan masalah homogenitas, terutama responden dari masyarakat, sedangkan snowball sampling untuk lebih mudah menjaring informasi yang diperlukan.
Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengambil sejumlah data yang diperlukan dalam penelitian ini maka peneliti menggunakan teknik Field Work Research (penelitian lapangan), dimana penelitian langsung ke objek yang akan diteliti guna memperoleh data yang diperlukan, yang antara lain dilakukan dengan cara observasi dan pengumpulan data primer. Sedangkan teknik lain yang digunakan yaitu Library Research (pengumpulan data dari hasil penelitian instansi lain atau penulisan yang dibuat dalam bentuk laporan data dari hasil penelitian yang dibuat dengan menggunakan data sekunder).
Pengujian Validitas Data
Data hasil penelitian yang telah terkumpul diuji keabsahan atau validitas datanya dengan Teknik Triangulasi Data. Triangulasi data pada dasarnya adalah mencari data dan informasi yang relevan dengan penelitian ini. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauhmana data dan informasi yang relevan tersebut adalah benar dan representative. Teknik Triangulasi Data dalam penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 3.1 Triangulasi data yang akan digunakan ialah melalui penggunaan metode, sumber data dan diskusi.
Gambar 3.1 Teknik Triangulasi Data dalam Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada Observasi yang telah dilaksanakan pada tanggal 23 September – 02 November 2014 di beberapa titik keberadaan pengemis di Kota Samarinda. Diketahui bahwa para pengemis di Kota Samarinda pada umumnya memiliki kecenderungan, yaitu :
a. Sebagian besar pengemis melakukan aktivitas di jalanan, pasar, tempat ibadah dan warung makan.
b. Memperoleh makanan dengan cara membeli sendiri. c. Lama tinggal di jalan dalam satu hari diatas 12 jam. d. Memperoleh uang dari hasil mengemis.
e. Uang yang diperoleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. f. Intens waktu yang dimiliki dengan keluarga atau kerabatnya yakni jarang. g. Saling mengenal pengemis yang satu dengan yang lainnya.
h. Sebagian besar pengemis memiliki penyakit cacat fisik.
i. Tidak memiliki rasa ketakutan ketika ditangkap oleh petugas Satpol PP. j. Memiliki koordinator yang memantau aktivitas pengemis.
k. Bukan berasal dari Samarinda, melainkan pendatang. l. Tidak tercatat sebagai warga, tidak memiliki KTP.
m. Selalu menunjukkan sikap memelas untuk mendapatkan rasa iba.
Sedangkan jika ditinjau dari latar belakang Keluarga Pengemis, pada umumnya kehidupan keluarga pengemis memiliki kecenderungan :
a. Tidak memiliki sanak saudara kandung. b. Sebatang kara.
c. Jikapun ada yang memiliki sanak saudara, jumlah anaknya 3-4 orang.
e. Bekerja di sektor non-formal dengan pendapatan tidak tetap, dan f. Menempati rumah dengan status sewa atau tanah Negara.
Permasalahan yang sering dihadapi oleh para pengemis, pada umumnya dilator belakangi oleh beberapa faktor yang sangat mempengaruhi. Faktor tersebut dapat dikategorikan menjadi :
a. Menjadi pengemis merupakan pilihan, untuk mencari uang dengan cara yang lebih mudah dijalan. (pengemis tanpa cacat fisik)
b. Menjadi pengemis merupakan nasib, untuk mencari uang dengan cara yang lebih mudah dijalan. (pengemis cacat fisik)
c. Pengemis turun ke jalan karena adanya desakan ekonomi keluarga sehingga ia turun ke jalan guna mencari tambahan ekonomi keluarga.
d. Pendapatan menjadi seorang pengemis dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
e. Pengemis tidak memiliki keterampilan dalam pekerjaan yang lain.
f. Pengemis memiliki kendala cacat fisik yang tidak memungkinkan ia untuk mencari uang selain mengemis
g. Pengemis yang tidak memiliki cacat fisik, cenderung memiliki sikap malas dalam berusaha mencari uang selain mengemis.
h. Sikap dermawan masyarakat Kota Samarinda dalam hal memberikan uang kepada pengemis.
i. Rendahnya pengawasan dari pihak pemerintah terhadap keberadaan pengemis yang ada.
j. Peran masyarakat dalam memberikan kontrol sosial masih sangat rendah, dan k. Lembaga-lembaga organisasi sosial belum berperan dalam mendorong
partisipasi masyarakat menangani masalah pengemis.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan dalam ekonomi keluarga yang dirasakan pengemis merupakan salah satu faktor terbesar yang mendasari keberadaan mereka.
Solusi Masalah Pengemis Dalam Perspektif Pelaku, Pemerintah dan Peneliti (lihat bagan 2)
PENUTUP
Pokok-Pokok Pikiran
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan data yang akurat untuk menjawab tujuan penelitian maka didapat kesimpulan sebagai berikut : Menjadi pengemis di Kota Samarida, merupakan keputusan yang diambil pengemis dengan pertimbangan “sudah nasib” dan “pilihan”. Pengemis yang mengatakan menjadi pengemis merupakan nasib, adalah mereka yang tergolong sudah lanjut usia dan memiliki cacat fisik yang tidak memungkinkannya untuk beraktivitas seperti halnya orang lain dalam mencari pendapatan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pengemis yang mengatakan menjadi pengemis merupakan pilihan, adalah mereka yang tergolong berusia produktiv (19-59 tahun). Mereka ini menjadikan mengemis sebagai sarana untuk mendapatkan pendapatan dikarenakan kurangnya keterampilan mereka, susahnya mencari pekerjaan, sifat malas, dan keinginan untuk mendapat uang secara instan.
Beberapa alternative yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah pengemis yaitu :
a. Melarang pemberian uang kepada para pengemis. b. Pemberdayaan Para Pengemis
c. Pengembangan usaha ekonomi berbasis keluarga (home industry) d. Pola pengasuhan didalam panti
e. Mengubah Sikap Mental
f. Aparat keamanan dapat bekerja sama dengan masyarakat untuk melakukan razia g. Memperluas pelayanan dan rehabilitas sosial kepada keluarga miskin
h. Pendataan bagi para pendatang, yang belum memiliki kartu identitas akan dipulangkan kembali.
daya insani bagi pembangunan nasional, karena itu pembinaan dan pengembangannya (pemberdayaan) dimulai sedini mungkin agar dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan Negara.
Implementasi Hasil Pembahasan
Setelah masyarakat mengetahui masalah pengemis ini, diharapkan ada bantuan dari masyarakat untuk mengurangi kendala-kendala yang dihadapi pemerintah. Karena masalah pengemis bukan hanya masalah Negara dan pemerintah tetapi juga masalah kita semua. Setelah mengetahui alternatif pemecahan masalah pengemis, sebagai masukan kepada pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pemberdayaan pengemis. Dan menganggarkan dana lebih untuk mendukung program demi mengurangi pengemis. Dengan adanya pemberdayaan pengemis ini diharapkan dapat mengurangi jumlah pengemis di Kota Samarinda.
DAFTAR PUSTAKA Bahan Referensi
Dimas. Pengemis Undercover: Rahasia Seputar Kehidupan Pengemis, Surabaya : Titik Media. 2010
Dinas Kesejahteraan Sosial, 2003, Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002 Tentang Penertiban dan Penanggulangan Pengemis, Anak Jalanan dan Gelandangan Dalam Wilayah Kota Samarinda
Dinas Kesejahteraan Sosial Kota Samarinda, 2011, Hasil Rekap Jaring Pengemis Kota Samarinda
____________________________________2012, Hasil Rekap Jaring Pengemis Kota Samarinda
____________________________________2013, Hasil Rekap Jaring Pengemis Kota Samarinda
____________________________________2014, Hasil Rekap Jaring Pengemis Kota Samarinda
Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Timur, 2014, Tentang Gelandangan Pengemis dan Fenomenanya
Mantra, Ida Bagoes. Dinamika Kependudukan Dan Pembangunan Di Indonesia. Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam. 2002.
Moleong, Lexi J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA. 2014 Rosyidi, Suherman. Pengantar Teori Ekonomi. Surabaya: PT RAJAGRAFINDO PERSADA. 2005.
Suwarno, Engkus. Fenomenologi Pengemis Kota Bandung. Bandung : Widya Padjajaran. 2011
Skripsi
Landowero, Gabrielle Orgianna. 2010, Problema Anak Jalanan Kota Surabaya Dalam Perspektif Pelaku dan Pemerintah, Samarinda: Universitas Mulawarman
Jurnal
Sedana, Gede. 2007, Faktor Penyebab Terjadinya Gelandangan Pengemis; Kasus Di Kota Denpasar, Gianyar, Tabanan dan Singaraja, Jurnal Universitas Dwijendra
Ahmad, Maghfur. 2010, Strategi Hidup Gelandangan-Pengemis (Gepeng), Jurnal Penelitian Iqbali, Saptono. 2006, Gelandangan-Pengemis Di Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Jurnal UNUD.
Mukti, Pramudita Rah. 2013, Strategi Pengemis Dalam Hidup Bermasyarakat Di Kota Surabaya, Jurnal UNAIR
Artikel Online
Anonim, 2007, Definisi dan Kriteria Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, www.dinsos-pemda-diy.go.id (14 Oktober 2014) 01.30 WITA
Anonim, 2009, Dasar Hukum Mengenai Pengemis, ,
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fee501013df8/sanksi-hukum-bagi-pengemis-dan-pemberi-uang-kepada-pengemis (1 Oktober 2014) 14:30 WITA
Apa Kabar Kaltim, 2014, Hukum Berat Koordinatornya, Anjal dan Gepeng Cueki Pemkot, www.apakabarkaltim.com (01 Desember 2014) 16:00 WITA
Kaltim Pos Online, 2013, Pengemis Tertangkap Satpol PP http://www.kaltimpost.co.id/berita/detail/90841-mengemis-sehari-rp-315-ribu.html (1 Oktober 2014) 14:30 WITA
BIODATA PENULIS
Nama : Dwi Anggriani Soel
NIM : 1101015010
Jurusan / Fakultas : IESP (Reg) / Ekonomi Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 24 April 1993 Asal Universitas : Universitas Mulawarman Pekerjaan : Mahasiswa
No.HP : 081254221277
Alamat : Perum. Bengkuring Blok. C Jl. Slada 3 RT. 80 No. 100, Kelurahan Sempaja Selatan, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur
IP Komulatif : 3,80 (sampai semester 8)
Motto Hidup : Tuhan itu baik. If you trusted Allah, you’ll have a greatest life.
No Jabatan Tahun
1 Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi HMJ
IESP FE Unmul 2012-2013
2 Pimpinan Redaksi Deteksi Post FE Unmul 2012-2013
3 Bendahara Umum LKPE (Lembaga Kajian
Pengembangan Ekonomi) FE Unmul 2013-2014
4 Dewan Pertimbangan Pengurus (DPP) LKPE FE
Unmul 2014-2015